Proyek GAMBUT - UNOPS 96764/2016/TEI-CU/01
Penanggulangan Kebakaran Hutan Provinsi,
Kalimantan Barat
Januari 2017
Dr. Shiv Someshwar
Brittney Melloy
Ratna Patriana (IPB)
Akronim………...2
I. Pendahuluan…..……….………..4
II. Titik Api dan Sebabnya……….5
III. Lembaga Penanggulangan Kebakaran Hutan………..13
IV. Rekomendasi………..………..38
Lampiran……….44
Akronim
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BAPPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BKSDA Balai Konservasi Sumber Daya AlamBLH Badan Lingkungan Hidup
BLHD Badan Lingkungan Hidup Daerah
BMKG Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah
BRG Badan Restorasi Gambut
CCROM Center for Climate Risk and Opportunity Management (Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim) di Institut Pertanian Bogor
CU Columbia University
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DROS Disaster Response Organization Structure (Struktur Organisasi Tanggap Bencana)
DSP Dana Siap Pakai
FDRS Fire Danger Rating System (Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran)
FMU Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
IPB Institut Pertanian Bogor
ISPU Indeks Standar Pencemar Udara
Kapolda Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Karhutla Kebakaran Hutan dan Lahan
KMS Karhutla Monitoring System
KTPA Kelompok Tani Peduli Api
LAPAN Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional MODIS Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer
MPA Masyarakat Peduli Api
PLTB Pembukaan Lahan Tanpa Bakar
Pokmas Kelompok Masyarakat
POSKO Pos Komando
Pusdalops Pusat Pengendalian Operasi
RENJA Rencana Kerja
RENSTRA Rencana Strategis
RKPD Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJPD Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
RPK Regu Pemadam Kebakaran
Satgas Satuan Tugas
Sekda Sekretaris Daerah
SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah
TRC Tim Reaksi Cepat
UN United Nations
UNDP United Nations Development Programme
Laporan dari Columbia University ini merupakan salah satu dari serangkaian proyek Generating Anticipatory Measures for Better Utilization of Tropical Peatlands (GAMBUT) (Proyek UNOPS Nomor 96764/2016/TEI-CU/01).
I. PENDAHULUAN
Dalam laporan ini, kami meninjau praktik penanggulangan kebakaran hutan di Kalimantan Barat. Fokus khusus diberikan pada peran lembaga dan dinas kunci tingkat provinsi.
Laporan ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama memberikan gambaran umum provinsi Kalimantan Barat. Kami menyelidiki pola kebakaran hutan dan lahan dan penyebabnya. Pada bagian kedua kami meninjau lembaga-lembaga utama yang aktif bergerak dalam bidang penanggulangan kebakaran hutan di Kalimantan Barat. Lembaga-lembaga tersebut meliputi Dinas Kehutanan Provinsi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Manggala Agni, dan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD). Selain itu, kami membahas peran dua lembaga non-negara, Masyarakat Peduli Api (MPA) dan perusahaan perkebunan swasta dalam menanggulangi kebakaran hutan di provinsi ini. Pada bagian akhir laporan ini, kami memberikan rekomendasi yang berfokus pada penggunaan produk-produk Sistem Risiko Kebakaran (Fire Risk System atau FRS) untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan secara lebih efektif di Kalimantan Barat.
II. Titik Api dan Sebabnya
Pada bagian ini, setelah gambaran singkat dari provinsi Kalimantan Barat, kami membahas pola ruang dan waktu sebaran titik api, serta penyebab kebakaran di Kalimantan Barat.
1. Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Barat
Sebagai provinsi terbesar keempat di Indonesia, Kalimantan Barat memiliki luas sekitar 14,68 juta hektar dan jumlah penduduk lebih dari 4,7 juta.1 Kepadatan penduduk rata-ratanya adalah 32 orang per kilometer persegi, sedangkan kepadatan penduduk rata-rata di Provinsi Kalimantan Tengah adalah 15 orang per kilometer persegi, dan di Provinsi Jawa Barat adalah lebih dari 1.200 orang per kilometer persegi. Provinsi ini terdiri dari 12 kabupaten dan dua kota. Ke-14 kabupaten dan kota ini terdiri dari 174 kecamatan, 89 kelompok masyarakat perkotaan, dan 1.897 desa (Profil Tata Ruang (2015), 2). Kepadatan penduduk ini terlihat tinggi di bagian barat laut provinsi ini, dengan jumlah penduduk di sana hampir 45% dari total jumlah penduduk provinsi ini.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2018 yang berlaku saat ini, adalah untuk periode pelaksanaan lima tahun kedua dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2008-2028. Indeks Pembangunan Manusia Kalimantan Barat berada di bawah rata-rata nasional. Produk Regional Bruto per kapita tahun 2015 untuk Kalimantan Barat adalah setara dengan 2.356 dolar AS, dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 2.075 dolar AS dan jauh di bawah nilai DKI Jakarta yaitu 14.726 dolar AS. 2 Pertanian dan kehutanan memberikan kontribusi lebih dari 23% untuk PDB (2013), dan bersama dengan perdagangan, hotel dan restoran merupakan penyumbang terbesar. Kawasan hutan
1Profil Tata Ruang Provinsi Kalimantan Barat. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Agustus 2015,
nasional di provinsi ini adalah 9,18 juta hektar, dengan 2,5 juta hektar menjadi konsesi penebangan aktif. Sekitar 1,7 juta hektar lahan gambut terkonsentrasi di Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Ketapang. Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan yang berkembang paling cepat, disusul dengan karet. Sekitar 1,8 juta hektar dari luas provinsi ini merupakan perkebunan. Pertumbuhan pesat perkebunan kelapa sawit lebih lanjut diragukan mengingat adanya Moratorium Presiden atas penerbitan izin baru untuk pembukaan lahan gambut dan hutan hujan sejak 2011.
2. Pola Titik Api di Kalimantan Barat
Sejak tahun 2001, ketika data MODIS mulai tersedia, titik api terjadi setiap tahun di Kalimantan Barat (Tabel 1, Gambar 1). Dengan pengecualian beberapa daerah di Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Singtang, titik api terjadi di sebagian besar daerah lainnya di Kalimantan Barat (Peta 1). Titik api ditemukan di semua jenis hutan (Hutan Konservasi, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi) serta di areal penggunaan lain (APL).
Tahun Jumlah titik api tahunan
2001 243 2002 6324 2003 2691 2004 4858 2005 2210 2006 6499 2007 1615 2008 1653 2009 6296 2010 551 2011 2465 2012 3142 2013 1908 2014 4251 2015 4534 2016 1014
Tabel 1: Jumlah titik api, 2001-2016
Gambar 1: Jumlah titik api, 2001-2016
(Kalimantan Barat) > 80% tingkat kepercayaan (NASA-MODIS)
Peta 1: Komposit Sebaran Titik Api (2004-2014)
Titik api bahkan ditemukan di dalam batas-batas cagar alam. Pada tahun 2015, misalnya, titik api bahkan ditemukan di dalam Cagar Alam Muara Kendawangan di ujung selatan provinsi ini (Peta 2).
0 2000 4000 6000 8000 1 3 5 7 9 11 13 15
Jumlah titik api > 80% tingkat kepercayaan
T
ahu
n
Titik Api Kalimantan Barat
2001-2016
Total annual hotspots Jumlah titik api tahunan
Peta 2: Sebaran titik api di Kalimantan Barat 2015.
Cagar Alam Muara Kendawangan dilingkari warna hijau muda.
Walaupun ada Pasal 26 UU Perkebunan Nomor 18 Tahun 2004 yang melarang penggunaan api untuk membuka lahan di perkebunan, titik api ditemukan di ketiga jenis HPH utama di Kalimantan Barat - Perkebunan Industri, Perkebunan Kelapa Sawit, dan Izin Pengelolaan Hutan Alam (Peta 3 dan Peta 4).3
3 Pemerintah Indonesia, Pasal 26 UU Perkebunan tahun 2004. "Setiap pelaku usaha perkebunan
dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup." Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang
Peta Titik Api 2015 Kalimantan Barat
Titik api (2015) Kalimantan Barat
Peta 3: Titik api pada tahun 2014, Kalimantan Barat. Menunjukkan daerah lahan gambut dan konsesi hutan.
Peta 4: Titik api pada tahun 2015, Kalimantan Barat.
Menunjukkan daerah lahan gambut dan konsesi hutan.
Peta Konsesi dan Titik Api Kalimantan Barat Keterangan Titik api (2014) Lahan gambut HTI
Ijin Pengelolaan Hutan alam Perkebunan kelapa sawit
Peta Konsesi dan Titik Api Kalimantan Barat Keterangan Titik api (2015) Lahan gambut HTI
Ijin Pengelolaan Hutan alam Perkebunan kelapa sawit
Selama satu dekade terakhir, kebakaran telah meluas di seluruh provinsi ini. Kegiatan pembangunan ekonomi berbasis lahan di Kalimantan Barat identik dengan penggunaan api dalam periode ini. Kebakaran terjadi di seluruh jenis penggunaan lahan, kawasan hutan dan APL serta di perkebunan kelapa sawit dan HTI juga. Pada bagian berikutnya kami meneliti alasan utama tingginya prevalensi kebakaran lahan dan hutan di Kalimantan Barat.
3. Penyebab Kebakaran
Dari bulan Juni sampai bulan Oktober adalah musim kemarau di Kalimantan Barat dan provinsi-provinsi sekitarnya (Gambar 2). Bulan Agustus biasanya adalah bulan terkering dan menurut data SiPongi/KMS juga merupakan bulan dengan titik api terbanyak di provinsi-provinsi ini.4
Gambar 2: Rata-rata Curah Hujan di Empat Provinsi di Kalimantan
Sumber: Earth Institute, Columbia University.
Petani, pengembang perkebunan dan spekulan tanah menggunakan api untuk membuka lahan. Dari pertengahan Juli hingga seterusnya, petani ladang tetap serta petani ladang berpindah membakar biomassa di lahan mereka (Dove, 1983; Padoch Tengah Timur Selatan Barat Ra ta -ra ta C ura h Huj an m m /ha ri
dan Pinedo-Vasquez, 2010).
UU Republik Indonesia No. 32 (2009), mengizinkan petani untuk membakar hingga 2 hektar lahan dengan otorisasi dari pemerintah daerah.5Terdapat beberapa alternatif praktis selain membakar yang tersedia bagi petani kecil (Simorangkir, 2007; Kinseng 2008). Pembakaran menawarkan beberapa keuntungan kepada petani kecil. Seperti yang disebutkan oleh Guyon dan Simorangkir (2002), keuntungan tersebut adalah sebagai berikut: Pembakaran merupakan cara termudah untuk mengurangi biomassa dan membuka lahan untuk bercocok tanam. Abu bertindak sebagai pupuk, melepaskan unsur hara dari biomassa. Pembakaran memperbaiki struktur tanah, memungkinkan pembentukan tanaman secara lebih cepat, dan memberikan kebebasan dari spesies semak belukar saingan. Pembakaran mengurangi kejadian hama dan penyakit.
Terjadinya titik api di semua jenis penggunaan lahan selama satu dekade terakhir menyiratkan bahwa api digunakan di Kalimantan Barat tidak hanya untuk pertanian menetap dan ladang berpindah, tetapi juga untuk membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit, kayu dan kayu pulp (Purnomo dkk. 2017). Banyak titik api terjadi di wilayah konsesi kelapa sawit selama tahun 2014 dan 2015 (Peta 5 dan Peta 6). Polisi telah mendakwa tujuh perusahaan di Kalimantan Barat karena sengaja membakar lahan mereka.6
5 Pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009 melarang "pembukaan lahan dengan cara membakar" dengan
pengecualian membakar dengan menggunakan kearifan lokal. "[K]earifan lokal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini berarti pembakaran lahan dengan ukuran maksimum dua hektar per kepala keluarga (hlm 11a)
6 “Polda Kalbar: Tujuh Perusahaan Diduga Bakar Lahan "AntaraNews. 14 September 2015. Diakses
November 2016 di: http://www.antaranews.com/berita/518112/polda-kalbar-tujuh-perusahaan-diduga-bakar-lahan.
Peta 5 dan Peta 6: Hamparan titik api pada konsesi kelapa sawit, Kalimantan Barat (2014 dan 2015) Sumber: P. Tias, Columbia University. Konsekuensi yang tidak diinginkan dari peraturan penggunaan lahan tahun 1998 adalah penggunaan api oleh pemilik tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 36 (1998) menyatakan bahwa lahan yang tidak digunakan oleh pemegang hak resmi dapat ditunjuk sebagai lahan kosong dan diambil alih oleh negara (Pemerintah Indonesia, 1998). Untuk menghindari kepemilikan kembali tersebut, pemilik tanah, khususnya spekulan properti, menggunakan api untuk menunjukkan adanya kegiatan di bidang lahan mereka (Boer 2007). Studi-studi sebelumnya juga telah menunjuk penggunaan api sebagai senjata dalam konflik lahan antara masyarakat setempat dengan perusahaan (Tomich dkk., 1998). Apa pun alasannya, kebakaran terus menjadi instrumen yang dominan dalam penataan lanskap di Kalimantan Barat.
Kebakaran hutan terjadi di berbagai penggunaan lahan di Kalimantan Barat. Pada bagian berikutnya, kami meneliti kegiatan lembaga-lembaga pemerintah utama dalam menanggulangi kebakaran hutan.
Hamparan Titik Api pada Konsesi Kelapa Sawit, Kalimantan Barat, 2014
Hamparan Titik Api pada Konsesi Kelapa Sawit, Kalimantan Barat, 2015
III. LEMBAGA PENANGGULANGAN KEBAKARAN
HUTAN
Sejumlah lembaga bertanggung jawab untuk menanggulangi kebakaran lahan dan hutan. Dua lembaga utamanya adalah Dinas Kehutanan Provinsi dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Setelah meninjau peran dan tanggung jawab mereka, kami menelaah beberapa pihak lain termasuk Manggala Agni dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, dan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD). Selain itu, kami membahas peran dua lembaga non-negara, yaitu Masyarakat Peduli Api (MPA) dan perusahaan perkebunan swasta, yang aktif dalam penanggulangan kebakaran hutan.
1. Dinas Kehutanan Provinsi
Program pengurangan titik api, Kalimantan Barat
Program Pengendalian dan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD 2013-2018) Provinsi Kalimantan Barat bertujuan untuk mengurangi jumlah titik api di provinsi ini, dengan tindakan dari dinas kehutanan dan badan lingkungan hidup.7Tabel 2 memberikan informasi tentang tingkat target program titik api dan alokasi anggaran untuk dua dinas dan badan tersebut. Jumlah target titik api yang tepat ditunjukkan untuk Badan Lingkungan Hidup. Untuk Dinas Kehutanan targetnya adalah agar titik api "menurun sebesar 1% setiap tahun" dibandingkan dengan baseline tahun 2012 (hal. 379). Dengan menggunakan data SiPongi/KMS untuk titik api (tingkat kepercayaan 80% atau lebih tinggi), kami telah memasukkan angka target untuk Dinas Kehutanan.8
7 Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, 2013. Rencana Penbangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) 2013-2018. Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Pontianak.
8 Tingkat Kepercayaan titik api tidak ditunjukkan dalam dokumen ini. Perbedaan antara Tingkat
Kepercayaan 50% dan Tingkat Kepercayaan 80% menghasilkan perbedaan besar dalam hal jumlah titik api (seperti yang ditunjukkan pada Lampiran Tabel 1).
Berdasarkan data yang diberikan oleh masing-masing lembaga, tingkat target dalam program berbeda untuk kedua lembaga tersebut. Alokasi anggaran dalam program untuk Badan Lingkungan Hidup cukup kecil dan terutama dimaksudkan untuk kegiatan-kegiatan koordinasi dan sosialisasi, dengan penekanan pada dampak asap dari kebakaran lahan dan hutan.
Tahun
Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Dinas Kehutanan Provinsi
# maks. Titik api Anggaran (dalam juta IDR) # maks. Titik api (penurunan tahunan 1% sejak tahun 2012) Anggaran (dalam juta IDR)
2012 3142 – Tahun Baseline (>80% tingkat kepercayaan)
2013 6300 175 3111 1800 2014 6170 250 3079 2340 2015 6040 300 3048 3042 2016 5910 350 3016 3954 2017 5780 400 2985 4000 2018 5650 400 2953 4150
Tabel 2: Program Pengurangan Titik Api, Provinsi Kalimantan Barat.
Sumber: Pemerintah Kalimantan Barat, 2013. RPJMD. Pontianak.
Rencana Strategis (RENSTRA) 2013-2018 Dinas Kehutanan memberikan perincian kegiatan-kegiatan untuk program pengurangan titik api. Penekanan diberikan pada pengendalian kebakaran dengan melibatkan pemangku kepentingan dan terutama masyarakat setempat, meningkatkan infrastruktur pemadam kebakaran, dan meningkatkan kapasitas untuk pemadaman kebakaran dengan cepat. Kegiatan-kegiatannya meliputi berikut ini9:
• Mengumpulkan dan mendistribusikan data titik api secara teratur (dari BMKG dan SiPongi/KMS)
9 Pemerintah Kalimantan Barat, 2013. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas
• Inspeksi dan verifikasi titik api di lapangan
• Melakukan kampanye-kampanye pencegahan kebakaran lahan dan hutan • Melakukan sosialisasi peraturan pengendalian kebakaran kepada pejabat
kabupaten/kota
• Melatih anggota masyarakat tentang pengendalian kebakaran lahan dan hutan • Membentuk Masyarakat Peduli Api
• Melaksanakan operasi-operasi pengendalian kebakaran lahan dan hutan • Menjaga peralatan pengendalian kebakaran
• Mengadakan pelatihan rutin bagi staf pemadam kebakaran • Melakukan patroli kebakaran lahan dan hutan secara rutin
• Melaksanakan kesiapsiagaan peristiwa kebakaran dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
Perincian kegiatan diberikan dalam anggaran tahunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah/RKPD (Tabel 3). Jumlah sebenarnya yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan program adalah 6,2% dari rencana anggaran Dinas Kehutanan, yaitu sedikit di bawah 900 juta rupiah untuk tahun 2015, dan 7% dari rencana anggaran, yaitu 1,1 miliar rupiah, untuk tahun 2016.
Kegiatan Anggaran 2015 Anggaran 2016 % kenaikan dari tahun ke tahun (Rp) % (Rp) %
Pelatihan rutin dinas tentang pengendalian
kebakaran hutan dan lahan 39126000 4 43038600 4
10 Patroli kebakaran hutan dan lahan 18045000 2 19849500 2 10 Penyelidikan peristiwa kebakaran 42882000 5 47170200 4 10 Operasi pengendalian kebakaran hutan
dan lahan 284765000 32 313241500 27 10
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
(POSKO) 24402000 3 26842200 2 10
Kampanye pencegahan kebakaran hutan
dan lahan 67160000 7 73876000 6 10
Sosialisasi pengendalian kebakaran hutan
dan lahan kepada pejabat kabupaten/kota 54845000 6 60329500 5 10 Sosialisasi pengendalian kebakaran hutan
dan lahan kepada masyarakat 144075000 16 158482500 14 10 Pelatihan pengendalian dan pencegahan
kebakaran hutan dan lahan bagi
masyarakat 152221500 17 167443650 15 10
Pengembangan Masyarakat Peduli Api
(MPA) 71780000 8 78958000 7
10
Sub-total 899301500 100 989231650 86 10
Siaga Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan untuk Pontianak 95000000 8
Inventarisasi sumber daya pengendalian
kebakaran di kawasan hutan 60000000 5
Total 899,301,500 100 1144,231,650 100
Tabel 3: Anggaran kegiatan program pengurangan titik api, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat
Sumber: Rencana Kerja Pemerintah Daerah/RKPD Kalimantan Barat, untuk tahun 2015 dan tahun 2016.
Sembilan dari sepuluh item dalam anggaran 2015 (yang bertanggung jawab atas lebih dari 92%) adalah untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pemadaman kebakaran -- menanggapi kebakaran hutan setelah terjadi (misalnya, operasi-operasi pengendalian kebakaran dan penyelidikan titik api) atau mempersiapkan diri untuk menangani kebakaran hutan ketika terjadi (misalnya, melatih pejabat dan anggota masyarakat tentang kegiatan-kegiatan pengendalian dan pengembangan MPA). Kegiatan dengan hampir sepertiga dari total anggaran di kedua tahun ini adalah untuk "Operasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan". Mengikuti prosedur
penganggaran normal, alokasi anggaran 2016 untuk program pengendalian kebakaran hutan dan lahan menerima kenaikan yang sama (10%) di semua item. Sebuah anggaran yang disisihkan untuk penurunan pasukan darurat untuk menahan kebakaran di sekitar Pontianak, dan melakukan inventarisasi potensi sumber daya untuk meningkatkan pengendalian kebakaran di hutan produksi diperkenalkan dalam anggaran 2016. Kedua kegiatan tersebut difokuskan pada pengendalian dan pemadaman kebakaran. Walaupun judulnya demikian, pencegahan kebakaran bukanlah fokus dari Program Pengendalian dan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan. Kemampuan produk-produk FRS untuk memberikan bimbingan khusus tentang tingkat potensi risiko kebakaran hingga 3 bulan ke depan dapat memberikan manfaat yang besar kepada program tersebut.
Apakah program ini telah berhasil? Karena target pengurangan titik api lebih rendah untuk Badan Lingkungan Hidup daripada untuk Dinas Kehutanan, berbicara tentang keberhasilan (atau kegagalan) program pengurangan titik api RPJMD (Tabel 4) tidaklah memungkinkan (atau pun bermakna). Program ini selalu berhasil setiap tahun untuk Badan Lingkungan Hidup. Untuk geografi yang sama, Dinas Kehutanan telah gagal untuk mencapai pengurangan titik api yang diinginkan dalam dua dari empat tahun terakhir! Dampak lingkungan dan ekonomi dari program ini harus di diverifikasi tanpa melihat jumlah titik api.
Tahun
Kejadian Titik Api (>80% keyakinan)
Badan Lingkungan Hidup Dinas Kehutanan # maks. titik api Pencapaian Program # maks. titik api Pencapaian Program 2012 3142 Baseline 2013 1908 6300 Tercapai 3111 Tercapai
2014 4251 6170 Tercapai 3079 Tidak Tercapai
2015 4534 6040 Tercapai 3048 Tidak Tercapai
2016 1014 5910 Tercapai 3016 Tercapai
2017 5780 ? 2985 ?
2018 5650 2953
Program tumpang sari Reutealis trisperma:
Mendorong pertanian tumpang sari Reutealis trisperma (yang dikenal sebagai Kemiri sunan) oleh petani adalah program lain dari Dinas Kehutanan, yang bertujuan untuk meningkatkan pencegahan kebakaran. Minyak Kemiri sunan digunakan sebagai obat, insektisida, dan untuk membuat pernis (Gambar 3). Dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan bermitra dengan IDH Sustainable Trade Initiative, program ini memiliki tujuan ganda untuk memberikan disinsentif kepada petani agar tidak membakar lahan mereka dan untuk membantu diversifikasi mata pencaharian pertanian menjauhi produksi minyak sawit. 10
Gambar 3: Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw
Sumber: http://tropical.theferns.info/image.php?id=Reutealis+trisperma Kesatuan Pengelolaan Hutan
Seperti yang tercantum dalam laporan proyek GAMBUT sebelumnya, menyusul Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.32/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diharapkan akan memainkan peran penting dalam pemadaman dan pencegahan kebakaran hutan.11KPH telah dibentuk hanya di Kabupaten Sintang dan Kabupaten
10 Wawancara dengan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, Pontianak, Agustus
Kapuas Hulu, dan tidak berada dalam wilayah yang memiliki kerentanan kebakaran tinggi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki rencana untuk membentuk 34 KPH tambahan sebelum 2019.12
Indikator-indikator dinas untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kebakaran hutan dan lahan:
Rencana kerja 2015 dari Dinas Kehutanan Provinsi (Rencana Kerja (RENJA) Satuan Kerja Perangkat Daerah) memuat indikator-indikator tingkat kabupaten untuk mengukur keberhasilan kegiatan-kegiatan pengendalian kebakaran.13 Indikator-indikator tersebut adalah:
• Jumlah kejadian kebakaran • Sebaran titik api
• Jumlah staf yang terlibat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan
• Data anggota masyarakat yang terlibat dalam kampanye dan sosialisasi kegiatan-kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan
Namun, indikator-indikator tersebut tidak ada dalam rencana kerja tahunan tahun berikutnya (2016). Selain itu, tidak satu pun rencana kerja tahunan terbaru dari Dinas Kehutanan yang memberikan data titik api tentang dampak program pengurangan titik api RPJMD. Di bagian rekomendasi laporan ini, kami merekomendasikan penggunaan produk Kerentanan Kebakaran FRS untuk membantu mengukur variasi kerentanan kabupaten/kota terhadap kebakaran dari tahun ke tahun.
12 Pemerintah Indonesia (2010). “Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 67/Menhut-II/2010 tentang
Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.” Diundangkan pada 28 Januari 2010 di Jakarta.
13 Rencana Kerja (RENJA) Satuan Kerja Perangkat Daerah Tahun 2015. Dinas Kehutanan Provinsi
Badan Penanggulangan Bencana Provinsi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan lembaga utama di tingkat provinsi untuk mengoordinasikan respons pemerintah terhadap semua bencana. Selain gempa bumi, tanah longsor, banjir dan bencana alam lainnya, hal lain yang menjadi perhatian adalah nyawa dan harta-benda yang terancam oleh kebakaran lahan dan hutan, serta dari kabut asap skala lokal dan skala besar. Gambar 4 dan Gambar 5 memperlihatkan prosedur operasi standar BPBD dalam merespons bahaya. Badan ini memainkan peran kunci dalam mengoordinasikan penetapan status darurat serta mengoordinasikan tanggap bencana. BPBD memperoleh otoritasnya dari Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat Nomor 31 Tahun 2011 tentang Komando Tanggap Darurat Bencana dan Peraturan Gubernur Nomor 403/BPBD/2016. INFORMASI DINI BENCANA Laporan dari masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah, dan media massa BPBD Provinsi • Mengoordinasi-kan validasi • Pertemuan koordinasi antara lembaga dan organisasi terkait
Tim Respons Cepat (TRC): • Jumlah korban • Hilangnya harta-benda • Kerusakan sarana-prasarana • Luasnya wilayah bencana
• Dampak sosial dan ekonomi • Kapabilitas sumber daya alam Memutuskan Mengajukan laporan penelitian cepat
Gubernur Penetapan Tanggap Darurat Bencana Mobilisasi Sumber Daya
Lintas Sektor • Personel • Peralatan • Logistik
Kemudahan akses
Penetapan Tanggap Darurat Bencana Komando Tanggap Darurat Lembaga Terkait Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Posko Tanggap Darurat
Gambar 4: Bagan Alur Tanggap Darurat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalimantan Barat14
Prosedur Manajemen Tanggap Darurat dimulai dengan pengumpulan informasi tentang bencana kebakaran dari masyarakat setempat, lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, serta media massa (Gambar 4). Berdasarkan informasi tersebut, BPBD menyelenggarakan rapat koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait tingkat provinsi. Setelah rapat koordinasi, Tim Reaksi Cepat (TRC) menyatukan data yang terkait dengan bencana kebakaran, termasuk jumlah korban, kerugian harta-benda, kerusakan infrastruktur, daerah yang secara langsung terkena dampak bencana, serta dampak sosial dan ekonomi. Laporan TRC menjadi dasar rekomendasi BPBD untuk Gubernur tentang apakah akan menetapkan status darurat bencana kebakaran atau tidak. Rekomendasi BPBD biasanya diikuti oleh Gubernur.
14 “Bagan Alur Prosedur Penanganan Tanggap Darurat Bencana Provinsi Kalimantan Barat.” Badan
Gambar 5: Struktur Organisasi Tanggap Darurat Bencana, Kalimantan Barat15
Setelah menetapkan status darurat bencana, Struktur Organisasi Tanggap Darurat Bencana (SOTDB) diaktifkan, dengan Gubernur sebagai kepalanya, BPBD sebagai entitas koordinator utama, dan seorang Komandan untuk mengarahkan operasi harian (Gambar 5). Komandan berperan penting dalam mengoordinasikan tindakan banyak lembaga di tingkat lokal dan regional, dan juga berinteraksi dengan lembaga-lembaga nasional. Sebuah Peraturan Gubernur yang dikeluarkan baru-baru ini tentang penanggulangan bencana telah menghasilkan enam satuan tugas (satgas) tambahan di tingkat provinsi.16 Keenam satgas tersebut adalah Satgas Patroli, Satgas
15 “Struktur Organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana Provinsi Kalimantan Barat.” Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Diakses September 2016 di: http://www.bpbdkalbar.info/komando-tanggap-darurat-bencana. Gubernur Komandan Wakil Komandan Perwakilan Lembaga/ Organisasi
Staf Komando Staf Umum
Sekretariat Kepala Operasi
Humas Perencanaan dan Kepala Pemantauan
Keselamatan dan
Keamanan Kepala Logistik dan Peralatan
Lembaga/ Organisasi Terkait Kepala Administrasi Keuangan Keterangan Garis Komando Garis Koordinasi
Pemadaman Kebakaran Lahan, Satgas Operasi Udara, Satgas Polisi Kebakaran Hutan dan Lahan, Satgas Sosialisasi dan Pemberdayaan Kelompok Masyarakat, dan Satgas Doa untuk Hujan. Komandan SOTDB juga mengoordinasikan kegiatan-kegiatan satgas.
Pada bulan Juni 2016, Gubernur Kalimantan Barat mengeluarkan dua peraturan yang terkait dengan kebakaran lahan dan hutan, yaitu peraturan yang disebutkan sebelumnya tentang komando siaga darurat (Peraturan No. 403/BPBD/2016), dan Peraturan No. 402/BPBD/2016 tentang status darurat.17 Kedua peraturan tersebut terdiri dari sejumlah keputusan yang meliputi bidang-bidang sebagai berikut:
• Status siaga darurat penanggulangan bencana kabut asap sebagai akibat dari kebakaran lahan dan hutan di Kalimantan Barat (1 Juni 2016 hingga 1 September 2016).
• Komando penanggulangan darurat yang melibatkan lembaga-lembaga pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat serta banyak satgas dengan anggota dari satuan-satuan kerja perangkat daerah (SKPD), pemadam kebakaran kelompok, kepala desa dll.
• Biaya pengaturan yang harus ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk BNPB melalui Dana Siap Pakai (DSP), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kalimantan Barat (APBD) 2016, dan sumber-sumber lain termasuk sumbangan dari perusahaan dan masyarakat.
• Mobilisasi sumber daya keuangan tambahan untuk penanggulangan bencana kabut asap.
Kedua peraturan tersebut berguna dalam memperjelas struktur komando darurat, serta potensi sumber anggaran untuk pemadaman kebakaran hutan di tingkat provinsi. Namun, kedua peraturan tersebut disusun untuk menanggapi bencana setelah penetapan status darurat.
Selain itu, BPBD memiliki pusat komando gabungan yang disebut Pos Komando (POSKO) untuk membantu mengoordinasikan, mengelola dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pemadaman kebakaran. POSKO juga dibentuk di tingkat pemerintahan yang lebih rendah, mengulangi struktur organisasi tingkat provinsi. Gubernur, Bupati, Camat, dan Kepala Desa masing-masing bertanggung jawab di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa. POSKO di tingkat kabupaten dianggap sebagai garis depan dalam sistem ini, dan berperan penting dalam pemadaman kebakaran. Jika titik api dilaporkan, Bupati diharapkan untuk mengambil tindakan. Di tingkat provinsi, POSKO terdiri dari satu Komite Pengarah, satu Tim Inti, dan satu Tim Koordinasi. Komite Pengarah memiliki perwakilan tingkat tinggi termasuk Gubernur, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Komandan Resor Militer (Danrem), Kepala Kejaksaan dan Ketua Pengadilan Tinggi (KPT), dengan kepala BPPD memainkan peran koordinasi.
Tim Inti POSKO terdiri dari Wakil Gubernur Provinsi, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi, kepala dinas-dinas terkait seperti Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian, Dinas Pertambangan, dll. Tim Koordinasi POSKO terdiri dari sejumlah staf, yang diambil dari seluruh elemen pemerintahan provinsi dan disusun dalam kelompok-kelompok yang dibebankan dengan fungsi-fungsi tertentu seperti deteksi dini, penanggulangan kebakaran, penegakan hukum, komunikasi, dll. TNI juga aktif di POSKO Kalimantan Barat di tingkat provinsi dan daerah.
Foto 1: Kantor POSKO di BPBD Kalimantan Barat
Peraturan perundangan yang mendukung penanggulangan bencana di Indonesia berfokus pada dimensi tanggap bencana, dan tidak terlalu berfokus pada tindakan antisipasi. UU No. 24 Tahun 2007, "tentang Penanggulangan Bencana" serta beberapa peraturan pemerintah dan presiden turunannya menetapkan penanggulangan keadaan darurat dan penanggulangan bencana sebagai tanggung jawab nasional dan daerah. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008, "Tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana" secara resmi mendirikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dalam UU No. 24 Tahun 2007, BNPB dan BPBD masing-masing diberikan tanggung jawab untuk "mengendalikan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat," tapi satu-satunya penentu yang jelas di mana organisasi diberikan tanggung jawab dalam setiap krisis adalah tingkat di mana status bencana tersebut ditetapkan. Namun, masih banyak hal yang samar dan secara jelas bergantung pada klarifikasi dalam peraturan-peraturan presiden selanjutnya. Walaupun sebuah Peraturan Presiden yang menetapkan ambang batas jumlah korban, jumlah harta-benda yang hilang, jumlah sarana-prasarana yang rusak jelas dibutuhkan, peraturan seperti itu belum
resmi dikeluarkan.18Hingga saat ini Presiden masih memiliki kebijaksanaan penuh untuk memutuskan apakah suatu peristiwa tertentu atau serangkaian peristiwa tertentu resmi dinyatakan sebagai bencana nasional, dan gubernur memiliki kebijaksanaan di tingkat daerah. Akibatnya, tanggung jawab fiskal untuk mengelola tanggap bencana daerah, termasuk untuk kebakaran lahan dan hutan, berada di tangan pemerintah daerah.
Keterbatasan dana sering disebut sebagai penyebab ketidakmampuan pejabat BPBD untuk secara efektif menanggapi keadaan darurat kebakaran hutan. BPBD menerima kurang dari 2,5% dari 13 miliar rupiah yang diminta untuk kegiatan-kegiatan pemadaman kebakaran hutan selama tahun 2016 dalam APBD Kalimantan Barat.19 Menurut Kepala BPBD Kalimantan Barat, angka tersebut kurang dari seperlima dari dana yang diterima pada tahun 2015.
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2008 memungkinkan penggunaan dana penanggulangan bencana dalam fase pra-bencana jika ada "potensi bencana akan terjadi." Namun, tidak satu peraturan pun yang memperjelas tentang alasan yang memadai untuk membuat keputusan tersebut. Dalam kasus kebakaran hutan dan lahan, apakah prakiraan risiko kebakaran tinggi akan memadai dan memungkinkan dikeluarkannya dana bencana lebih awal? Setelah ditetapkannya status bencana kebakaran, BPBD meminta "dana siap pakai" dari BNPB. Peraturan-peraturan yang ada saat ini tidak memungkinkan penetapan status darurat berdasarkan probabilitas risiko bencana yang sedang terjadi. Di bagian rekomendasi laporan ini, kami menyarankan penggunaan produk-produk FRS dalam menetapkan status darurat.
18 Enia, J., 2016. “Rules versus discretion: Comparing disaster declaration institutions in the
Philippines and Indonesia.” International Journal of Disaster Risk Reduction, 16. Hal. 158-166.
19 V. Yanuarius. “BPBD Ajukan Dana Penanganan Rp13 Miliar, Dapat Alokasi Cuma Rp300 Juta.”
Diakses pada September 2015 di:
http://kalimantan.bisnis.com/read/20160902/407/581034/bpbd-ajukan-dana-penanganan-rp13-Lembaga lain yang aktif dalam penanggulangan kebakaran
Selain Dinas Kehutanan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, ada beberapa dinas dan lembaga lain yang aktif dalam penanggulangan kebakaran di Kalimantan Barat. Dinas dan lembaga tersebut mencakup Manggala Agni, MPA, dinas perkebunan, dinas pertanian dan badan lingkungan hidup provinsi. Fokus kegiatan mereka sebagian besar adalah pemadaman kebakaran.
Manggala Agni di bawah Badan Konservasi Sumber Daya Alam
Manggala Agni adalah lembaga utama di tingkat daerah yang bertugas untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan. Lembaga ini adalah bagian dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Manggala Agni memiliki lima kantor lapangan (di Ketapang, Pontianak, Singkawang, Kapuas Hulu, dan Sintang), mengoordinasi total 22 tim, yang masing-masing memiliki 15 anggota, untuk membantu memadamkan kebakaran di seluruh provinsi ini. Masyarakat Peduli Api (MPA) dan unit-unit pemadam kebakaran daerah lainnya, termasuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri, membantu Manggala Agni dalam upaya-upaya pemadam kebakaran.
Selain melakukan pemadaman kebakaran, Manggala Agni juga terlibat dalam sejumlah kegiatan di tingkat daerah (Foto 2-4). Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi sebagai berikut:20
• Pelatihan Masyarakat Peduli Api (MPA) tentang teknik pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB)
• Program sosialisasi tingkat desa tentang pencegahan kebakaran hutan
• Pelatihan staf perkebunan perusahaan swasta tentang metode pemadaman kebakaran
• Verifikasi lapangan (ground truthing) dan mendistribusikan data titik api
kepada lembaga-lembaga di tingkat lainnya.
Foto 2 dan Foto 3: Anggota-anggota Manggala Agni memadamkan kebakaran hutan gambut di Kota Pontianak
Manggala Agni menerima informasi titik api setiap hari melalui email dari BMKG (Gambar 5 dan Peta 7). 21 Karena kekurangan staf dan kendaraan, hanya titik api dengan tingkat kepercayaan di atas 70% yang diverifikasi langsung (ground-truth) di lapangan oleh Manggala Agni. Kantor Manggala Agni setempat mengklasifikasikan cuaca menjadi salah satu dari empat tingkatan: Rendah, Menengah, Tinggi, dan Ekstrem. Informasi yang dihimpun diteruskan kepada lembaga-lembaga setempat lainnya, termasuk pemimpin desa, dan kepala BKSDA dan taman nasional (Gambar 6).
21Sesuai Peraturan P.4.IV-PKH/2013 dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Tabel 5 dan Peta 7: Informasi titik api harian yang diterima dari BMKG melalui email.
Tim-tim patroli kebakaran setempat dari Manggala Agni kemudian menyebarkan informasi tersebut kepada tokoh masyarakat. Para tokoh masyarakat ini diharapkan untuk mengambil tindakan berdasarkan tingkatannya, seperti melarang penggunaan api, memastikan bahwa tim pemadam kebakaran hutan dalam keadaan siaga, dan melaporkan insiden kebakaran hutan kepada aparat desa dan apparat dinas kehutanan. Manggala Agni berkomunikasi dengan pejabat BKSDA, Polri dan TNI tentang informasi terbaru titik api dan kegiatan-kegiatan pemadaman kebakaran yang sedang dilaksanakan dalam grup Whatsapp yang melibatkan pihak-pihak setempat.
Gambar 6: Komunikasi Manggala Agni melalui email tentang tingkat bahaya kebakaran
Manggala Agni bersama dengan KPH dapat menjadi pihak penting dalam pencegahan kebakaran pada pertemuan antara lembaga pemerintah dengan lembaga desa. Manggala Agni (bersama dengan KPH) harus diberikan akses waktu nyata (real time) ke produk-produk peringatan dini FRS.
Dinas Perkebunan Provinsi
UU Republik Indonesia No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan mengharuskan perusahaan untuk mematuhi kebijakan PLTB. Mereka diharuskan untuk menggunakan alat berat dan tenaga kerja untuk membuka lahan. Dinas Perkebunan telah membentuk dua kelompok, "Satgas Kebakaran Hutan dan Lahan" dan
kabupaten/kota di provinsi ini. Mereka bekerja dengan perusahaan-perusahaan perkebunan dalam hal kesiapan mereka untuk musim kebakaran yang dimulai pada bulan April. Mereka memastikan bahwa peralatan pemadam kebakaran milik perusahaan-perusahaan tersebut dalam keadaan siap pakai, dan ada sekat api di batas-batas wilayah mereka.
Dinas Pertanian Provinsi
Sebuah program dinas mendorong penggunaan jamur pembusukan organik sebagai pengganti api untuk mempercepat proses pembusukan. Menurut Kepala Dinas Pertanian, keterbatasan anggaran telah menghalangi program penjangkauan petani di seluruh provinsi ini. Mengingat sifat api yang murah dan juga efektif dalam pembukaan lahan, staf Dinas Pertanian menemui kesulitan untuk mendorong metode alternatif di kalangan petani.
Foto 4: Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PTLB) digunakan oleh petani, Kabupaten Kubu Raya
Badan Lingkungan Hidup Daerah
Fungsi utama Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) tingkat provinsi adalah untuk memberikan laporan kualitas udara kepada walikota dan bupati. Laporan tersebut didasarkan pada Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dari Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. ISPU memberikan peringkat kualitas udara dalam lima kategori yaitu Baik, Sedang,
Tidak Sehat, Sangat Tidak Sehat, dan Berbahaya.22 Ketika kualitas udara yang dipantau mencapai tingkat 'Berbahaya' (yang "dapat mengakibatkan efek kesehatan yang sangat parah"), BLHD mengirimkan laporan kepada walikota dan bupati untuk selanjutnya memberikan rekomendasi penutupan sekolah dan agar warga tetap tinggal di dalam rumah. Laporan tersebut juga dapat merekomendasikan larangan pembakaran. Seperti disebutkan sebelumnya, BLHD memiliki peran kecil dalam "Program Pengendalian dan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan" Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah/RPJMD 2013-2018 (yang dibahas dalam laporan ini di bagian Dinas Kehutanan).23 Dalam program tersebut, badan ini membantu mengoordinasikan dan mensosialisasikan kegiatan-kegiatan dengan penekanan pada dampak asap akibat kebakaran lahan dan hutan.
Masyarakat Peduli Api
Masyarakat Peduli Api (MPA) membantu memadamkan kebakaran lahan dan hutan. Mereka bergabung dengan Manggala Agni untuk memadamkan kebakaran yang sangat besar. Kelompok pemadam kebakaran sukarela tingkat lokal lainnya di Kalimantan Barat mencakup Badan Pemadam Kebakaran Mitra Bhakti dan Pemadam Kebakaran Yayasan Budi Pekerti, yang aktif di Kota Pontianak. Sebuah donor lokal biasanya menyediakan peralatan dan truk, sedangkan petugas pemadam kebakarannya adalah relawan dalam kelompok-kelompok ini. Mereka terutama memadamkan kebakaran rumah dan bangunan, tetapi juga memberikan bantuan kepada MPA untuk memadamkan kebakaran hutan.
Badan Restorasi Gambut
Badan Restorasi Gambut (BRG) didirikan pada bulan Januari 2016, berdasarkan Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2016. Tanggung jawab BRG adalah
22 ISPU ditentukan oleh karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), ozon
(O3) dan partikel debu (PM10). "Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)." Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Diakses November 2016 di: http://iku.menlhk.go.id/.
23 Pemerintah Kalimantan Barat, 2013. Rencana Penbangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
mengoordinasikan dan memfasilitasi restorasi lahan gambut di tujuh provinsi prioritas, yaitu Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Papua. Target BRG adalah merestorasi sekitar dua juta hektar lahan gambut yang rusak dalam lima tahun ke depan.
Di Kalimantan Barat, BRG telah mengidentifikasi wilayah-wilayah berikut sebagai prioritas untuk direstorasi, dengan total luas sekitar 1,68 juta hektar (Peta 8).24
Peta 8: Lahan gambut yang diprioritaskan oleh BRG di Kalimantan Barat untuk direstorasi
• 31.811 hektar lahan gambut terbakar dalam insiden-insiden kebakaran tahun 2015 (terutama melibatkan daerah-daerah yang dirambah)
• 257.176 hektar lahan gambut dengan kanal yang akan dialihfungsikan menjadi Kawasan Lindung setelah restorasi (saat ini merupakan hutan tanaman industri (HTI) dan daerah yang dirambah)
• 888.122 hektar lahan gambut dangkal tanpa kubah di Kawasan Lindung (saat ini adalah hutan tanaman industri (HTI), kawasan hutan konsesi (HPH), dan daerah yang dirambah).
• 502.840 hektar lahan gambut dengan kanal-kanal di daerah budidaya (terutama di daerah-daerah dengan hutan tanaman industri (HTI), konsesi hutan (HPH), dan hutan hak guna usaha -HGU).
Saat ini, perencanaan dan rancangan pelaksanaan bidang-bidang prioritas di ketujuh provinsi sedang dilakukan oleh BRG. Total kebutuhan dana untuk memulihkan 2 juta hektar sampai tahun 2020 diperkirakan sekitar 1,5 miliar dolar AS. Dari jumlah tersebut BRG mengharapkan akan menerima sekitar 1 miliar dolar AS dari ABPN, meninggalkan sisa sekitar 0,5 miliar dolar AS yang diharapkan akan diperoleh dari donor. Salah satu kegiatan yang sedang dirumuskan di BRG adalah pengembangan sistem peringatan dan pemantauan dini. Banyak fungsi kunci FRS, seperti fungsi untuk meramalkan risiko kebakaran dan menjadi alat untuk memantau kerentanan terhadap kebakaran, akan sangat berguna untuk sistem tersebut.
Peran Perusahaan Perkebunan dalam Penanggulangan Kebakaran
Hutan
Di Kalimantan Barat, dua jenis konsesi kehutanan yang dominan adalah perkebunan kelapa sawit dan HTI. Terdapat beberapa ratus perusahaan swasta yang memiliki konsesi seperti itu (Peta 9 dan Peta 10). Tinjauan komprehensif tentang praktik-praktik pembukaan lahan atau upaya-upaya penanggulangan kebakaran yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan swasta di Kalimantan Barat tidak dilakukan di sini25. Fokus dalam bagian ini adalah memberikan beberapa contoh praktik baik yang bermanfaat bagi penanggulangan kebakaran hutan sebagai pertimbangan bagi
25Lihat Greenpeace (2015) untuk dokumentasi baru yang dipublikasikan dengan baik
tentang praktik pembukaan lahan dua perusahaan swasta di Kalimantan Barat
Direktorat Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Peta 9: Wilayah Konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan Titik Api tahun 2015, Kalimantan Barat
Peta 10: Wilayah Konsesi Kelapa Sawit dengan Titik Api tahun 2015,
Kalimantan Barat Hamparan titik api pada wilayah konsesi HTI, 2015
Konsesi HTI
Data: HTI – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Titik Api – Global Forest Watch
Kalimantan Barat Hamparan titik api pada wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit, 2015
Konsesi Kelapa Sawit
Data: Konsesi Kelapa Sawit – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Titik Api – Global Forest Watch
Semua konsesi perkebunan swasta diwajibkan oleh Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 243/Kpts/DJ-VI/1994 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan di Areal Pengusahaan Hutan dan Areal Penggunaan Lainnya untuk memiliki satu tim yang terdiri dari 15 petugas pemadam kebakaran untuk setiap 20.000 hektar areal konsesi perkebunan. Tim-tim pemadam kebakaran ini, yang dikenal sebagai Regu Pemadam Kebakaran (RPK), dilatih oleh Manggala Agni setempat. Menurut pejabat dinas perkebunan dan dinas kehutanan provinsi serta staf perusahaan swasta yang diwawancarai, RPK perusahaan swasta besar seperti Sinar Mas dan Cargill juga membantu Manggala Agni memadamkan kebakaran lahan dan hutan hingga jarak lima kilometer dari konsesi mereka.
Beberapa perusahaan dibekali dengan lebih baik dibandingkan dengan Manggala Agni untuk pemantauan kebakaran. Misalnya, PT Cipta Usaha Sejati, dengan sekitar 40.000 hektar konsesi kelapa sawit di Kalimantan Barat, menggunakan drone untuk memantau titik api di wilayah konsesinya. Mangala Agni tidak menggunakan teknologi canggih seperti ini. Di Sinar Mas, informasi titik api dari BMKG diperbarui secara otomatis dalam sistem pemantauan titik api internal, dan digunakan untuk observasi langsung aktivitas kebakaran (Foto 5). Cargill menghabiskan sekitar 13 miliar rupiah (sekitar 1 juta dolar AS) per tahun untuk peralatan dan personel pemadam kebakaran, serta pembuatan kanal air sebagai bagian dari upaya perusahaan untuk memadamkan kebakaran.26
Foto 5: Sistem daring Sinar Mas untuk memantau titik api di konsesi
Untuk perkebunannya, Sinar Mas telah melembagakan Prosedur Operasi Standar yang didasarkan pada empat tingkat bahaya kebakaran (Tabel 6). Dalam kondisi "Bahaya Rendah", seperti pada musim hujan, anggota-anggota RPK Sinar Mas melakukan perawatan umum peralatan pemadam kebakaran, dan dengan bantuan Manggala Agni mengadakan pelatihan pencegahan kebakaran bagi petani setempat. Dalam situasi "Bahaya Menengah", selain kegiatan-kegiatan selama periode "Bahaya Rendah", anggota-anggota RPK melakukan simulasi untuk menguji kesiapan memadamkan kebakaran, melaksanakan patroli dua kali seminggu, dan bekerja sama dengan Tim Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) melibatkan masyarakat untuk memastikan keamanan di sekitar wilayah konsesi dari kebakaran.
Bahaya Tingkat Rendah
Pelatihan pencegahan kebakaran bagi masyarakat setempat dan MPA Tim RPK mengadakan pelatihan rutin untuk pencegahan kebakaran Pemeliharaan peralatan pemadam kebakaran
Pengadaan suku cadang peralatan pemadam kebakaran Membuat penampungan air
Bahaya Tingkat Menengah
Pelatihan pencegahan kebakaran bagi masyarakat setempat dan MPA Tim RPK mengadakan pelatihan rutin untuk pencegahan kebakaran Pemeliharaan peralatan pemadam kebakaran
Pengadaan suku cadang untuk peralatan pemadam kebakaran Membuat penampungan air
Melakukan simulasi dan uji coba kebakaran Patroli RPK dua kali seminggu
Membangun menara pemantauan kebakaran
Memeriksa dan menguji peralatan pemadam kebakaran
Bahaya Tingkat Tinggi
Melakukan patroli harian
RPK berinteraksi dengan MPA, TNI dan Polri setiap hari Peralatan pemadam kebakaran diuji sekali seminggu RPK berada dalam keadaan siaga
Semua kontraktor diwajibkan untuk menggunakan kompor gas (bukan kayu bakar) untuk memasak
Bahaya Tingkat Ekstrem
Melakukan patrol harian
Memantau posko yang dijaga 24x7
Peralatan pemadam kebakaran diperiksa setiap hari RPK siap siaga untuk memadamkan kebakaran
Semua kontraktor diwajibkan untuk menggunakan kompor gas (bukan kayu bakar) untuk memasak
Tabel 6: Sistem Operasi Standar Bahaya Kebakaran, Sinar Mas Group
Selama periode “Bahaya Tinggi" RPK berada dalam keadaan waspada tinggi dan melakukan patroli wilayah konsesi dua kali sehari. Pemimpin RPK selalu berkomunikasi dengan MPA, TNI, dan Polri tentang terjadinya kebakaran di dalam dan sekitar wilayah konsesi. Semua personel diwajibkan untuk menggunakan kompor gas, bukan kayu api, dalam rangka mengurangi risiko kebakaran yang tidak disengaja. Dalam situasi "Bahaya Ekstrem" selain kegiatan-kegiatan periode "Bahaya Tinggi", patroli dilakukan dua kali sehari dan RPK berada dalam keadaan waspada 24x7, siap dan diberikan peralatan untuk memadamkan api.
Di Kalimantan Barat, beberapa perusahaan kelapa sawit yang lebih besar memiliki program untuk mengurangi penggunaan api oleh petani dan membantu diversifikasi pendapatan pertanian. Pada bulan September 2016, Cargill Tropical Palm meluncurkan Program Desa Bebas Api Cargill di Kalimantan Barat dan Sumatera untuk meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam pengendalian dan pencegahan kebakaran. Di Kalimantan Barat, bermitra dengan Kementerian Pertanian, program ini mencakup 19 desa di sekitar perkebunan Cargill di Kabupaten Ketapang. Setiap desa akan memiliki Masyarakat Peduli Api (satgas desa bebas api) yang terdiri dari 15 anggota untuk mencegah kebakaran hutan. Tim Manggala Agni
diharapkan untuk melatih warga desa dalam metode deteksi kebakaran dan pemadaman kebakaran. Sinar Mas Forestry meluncurkan program lima tahun pada tahun 2015, Desa Makmur Peduli Api (DMPA) untuk menjangkau 500 desa di daerah-daerah berhutan di Indonesia.27 Sekitar 80 desa teridentifikasi tahun lalu, termasuk 6 desa di Kalimantan Barat. Dalam program ini, petani ladang berpindah dan pekebun akan diberikan materi dan pelatihan tentang menanam jagung, ubi kayu dan karet serta budidaya perikanan.
Penggunaan produk-produk FRS oleh perusahaan kelapa sawit untuk mengurangi risiko kebakaran di dalam dan sekitar konsesi perkebunan, serta meningkatkan perencanaan dan pelaksanaan pencegahan kebakaran dalam program-program yang berorientasi pada masyarakat tampak menjanjikan.
IV. REKOMENDASI
Pada bagian ini kami memberikan rekomendasi-rekomendasi yang berfokus pada penggunaan produk-produk Sistem Risiko Kebakaran (Fire Risk System atau FRS) untuk pencegahan kebakaran lahan dan hutan yang lebih efektif di Kalimantan Barat.
1. Tumpang tindih kelembagaan dalam penanggulangan kebakaran hutan di seluruh lembaga pemerintah:
BPBD memiliki mandat resmi untuk tanggap bencana di provinsi ini, termasuk untuk penanggulangan kebakaran lahan dan hutan. Dinas/lembaga lain memiliki berbagai tingkat tanggung jawab atas pemadaman dan pencegahan kebakaran, di hutan dan perkebunan, serta APL atau daerah pertanian. Dengan terbentuknya Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, situasi kelembagaan dapat dianggap berubah. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim memiliki tanggung jawab atas pemadaman
http://pontianak.tribunnews.com/2016/10/27/program-desa-makmur-peduli-api-untuk-kebakaran jangka pendek serta pencegahan http://pontianak.tribunnews.com/2016/10/27/program-desa-makmur-peduli-api-untuk-kebakaran jangka panjang, baik di dalam maupun di luar Kawasan Hutan nasional. Mandat ini juga mencakup kegiatan-kegiatan pengarusutamaan untuk memajukan kegiatan-kegiatan mitigasi dan adaptasi di seluruh Indonesia.
Rekomendasi:
• Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus diberikan tanggung jawab atas semua kegiatan pemadaman kebakaran, pencegahan kebakaran dan pengurangan kebakaran di seluruh Indonesia.
• Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim harus bekerja sama dengan BPBD provinsi, lembaga daerah yang diamanatkan untuk tanggap bencana, untuk mengelola situasi darurat kebakaran secara efektif di provinsi ini.
2. Membuka dana untuk mencegah bencana kebakaran:
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2008 memungkinkan penggunaan dana penanggulangan bencana jika ada "potensi bencana terjadi". Namun, indikasi yang dapat diandalkan tentang potensi tersebut diperlukan. Jeda waktu (lead time) yang memadai akan dibutuhkan untuk memungkinkan pencairan dana dan penggunaannya secara efektif dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko kebakaran. Produk Risiko Kebakaran FRS, dalam skala waktu 3 bulan dapat menjadi 'pemicu', misalnya, ketika terjadi tingkat risiko kebakaran berubah menjadi "Sangat Tinggi".
Peta 11: Risiko Kebakaran di Kalimantan Barat, sampel 3 bulan jeda waktu persiapan
Sumber: http://kebakaranhutan.or.id/fire_firerisk
Rekomendasi:
• Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim harus memulai panel
antar-lembaga tingkat tinggi dengan BPBD dan BMKG untuk mempertimbangkan persyaratan teknis, peraturan, kelembagaan dan kebijakan untuk mengadopsi produk Risiko Kebakaran FRS sebagai sebuah mekanisme untuk memungkinkan pencairan dana dini untuk kegiatan-kegiatan pengurangan risiko kebakaran.
3. Merencanakan kegiatan-kegiatan pencegahan kebakaran:
Penanggulangan kebakaran di Kalimantan Barat difokuskan pada pemadaman kebakaran dengan menggunakan peringatan kebakaran SiPongi/KMS dan BMKG. Peringatan-peringatan ini tidak berguna untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan antisipasi untuk mencegah kebakaran hutan. FRS memungkinkan penggunaan dua jangka waktu untuk membantu mengurangi risiko peristiwa
Risiko Kebakaran di Kalimantan Barat
Untuk Mar 2017, dikeluarkan Des 2016
Sangat rendah Rendah Rendah – Menengah Menengah Menengah – Tinggi Tinggi Sangat Tinggi
menunda penggunaan api untuk membuka lahan, atau menyekat kanal jangka pendek untuk meningkatkan kelembaban, misalnya) dan perencanaan pembangunan jangka panjang untuk mengarusutamakan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko (dengan mengidentifikasi daerah-daerah gambut yang memiliki kerentanan kebakaran tinggi sebagai prioritas untuk direstorasi, dan mengarusutamakan mata pencaharian wanatani).
Rekomendasi:
• Ramalan Risiko Kebakaran dan Ramalan Titik Api Kebakaran FRS harus
dikomunikasikan secara tepat waktu kepada para pembuat keputusan di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan daerah untuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pencegahan kebakaran.28
4. Bermitra dengan perusahaan-perusahaan swasta:
Perusahaan-perusahaan swasta besar yang memiliki konsesi perkebunan kelapa sawit dan HTI di Kalimantan Barat telah melembagakan kegiatan-kegiatan pemadaman dan pencegahan kebakaran, di dalam dan sekitar konsesi mereka. Beberapa di antaranya telah berusaha untuk membantu masyarakat desa di wilayah mereka untuk membuat diversifikasi mata pencaharian dan mengurangi risiko kebakaran. Upaya-upaya mereka akan terbantu secara lebih baik dengan penggunaan produk-produk FRS seperti Peta Kerentanan Kebakaran (untuk merencanakan mata pencaharian, misalnya), dan Peta Risiko Kebakaran untuk mengarusutamakan kegiatan-kegiatan pencegahan kebakaran.
Rekomendasi:
• Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim harus memfasilitasi
pengembangan program kemitraan antara pemerintah dengan swasta di Kalimantan Barat (serta di Riau dan Kalimantan Tengah) yang melibatkan perusahaan-perusahaan konsesi perkebunan swasta besar, masyarakat setempat
28 Untuk rekomendasi terperinci tentang jenis produk, frekuensi dan cara mengomunikasikan
produk kepada berbagai pemangku kepentingan di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan desa, silakan lihat Someshwar dan Melloy, 2016. “Communication Protocol for FRS Products.” Proyek
dan lembaga pemerintah daerah, untuk menguji coba dan meningkatkan penggunaan produk-produk FRS untuk diversifikasi mata pencaharian serta dalam merancang dan mengarusutamakan upaya-upaya pencegahan kebakaran.
5. Operasionalisasi kegiatan-kegiatan KPH:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan perlu mengembangkan Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure atau SOP) untuk membantu mengoperasionalkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.32/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016. 29 Dalam peraturan tersebut, KPH telah diberikan tanggung jawab utama upaya-upaya pemadaman dan pencegahan kebakaran di tingkat daerah. Mereka akan perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga penanggulangan kebakaran daerah lainnya seperti Manggala Agni dan MPA, serta berhubungan dengan kantor bupati di tingkat kabupaten/kota.
Rekomendasi:
• Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus memastikan bahwa
Prosedur Operasi Standar tersebut (untuk Permen No.
P.32/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016) mencakup semua skala waktu kritis pemadaman kebakaran, pencegahan kebakaran dan pengurangan risiko kebakaran jangka panjang.
• Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan menggunakan peringatan-peringatan
risiko kebakaran waktu dekat-nyata dan skala musiman harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Prosedur Operasi Standar tersebut.
6. Mengukur efektifitas program:
Sebaran titik api berbeda-beda di seluruh ruang dan waktu di Kalimantan Barat (Gambar 7 dan Peta 11). Perbedaan tersebut mencerminkan perubahan kerentanan terhadap kebakaran, yang merupakan hasil dari variabilitas iklim dan perubahan tutupan lahan dan upaya penanggulangan kebakaran secara signifikan. Seperti yang telah disebutkan dalam analisis kami terhadap program pengurangan titik api RPJMD, data titik api adalah cara yang sewenang-wenang untuk mengukur efektivitas program-program pencegahan kebakaran. Faktor penting yang perlu dipantau
29 Pemerintah Indonesia (2016). “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
selama beberapa tahun adalah kerentanan seuatu wilayah/kabupaten terhadap kebakaran.
Gambar 7: Total jumlah titik api, 2001-2016
(Kalimantan Barat) >80% tingkat kepercayaan (NASA-MODIS)
Peta 12: Peta Kerentanan Kebakaran FRS untuk Kalimantan Barat
Sumber: http://kebakaranhutan.or.id/fire_vulnerability 0 2000 4000 6000 8000 1 3 5 7 9 11 13 15
Total jumlah titik api >80% tingkat kepercayaan
2001
-2016
Kalimantan Barat, Titik Api 2001-2016
Sangat rendah Rendah Menengah Tinggi Sangat tinggi
Rekomendasi:
• Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dan BAPPEDA provinsi
harus memantau dan mengevaluasi efektivitas program-program pencegahan kebakaran provinsi dengan menggunakan produk-produk FRS seperti Kerentanan Kebakaran dan Risiko Kebakaran.
• KPH harus menggunakan Ramalan Titik Api FRS dalam skala waktu 1 bulan untuk
lebih menyesuaikan pelaksanaan pencegahan kebakaran mereka di tahun-tahun yang berisiko tinggi.
• BRG harus memanfaatkan Indeks Kerentanan Kebakaran FRS dalam merancang
Lampiran
LAMPIRAN 1
Tahun
Tingkat Kepercayaan >50% Tingkat Kepercayaan >80% Perbedaan dalam # pengurangan Kejadian Titik Api 1% target pengurangan Kejadian Titik Api 1% target pengurangan Jumlah % 2012 8630 Baseline 3142 Baseline 2013 5201 8544 1908 3111 5433 -64 2014 10179 8457 4251 3079 5378 2015 11243 8371 4534 3048 5323 2016 3062 8285 1014 3016 5268 2017 8199 2985 5214 2018 8112 2953 5159
Tingkat kepercayaan titik api dan perbedaan jumlah pengurangan sasaran
Lampiran 2:
Wawancara yang diadakan pada bulan Agustus 2016Dekan Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura Petani-petani di Kabupaten Kubu Raya
Kepala dan Staf Dinas Pertanian Kalimantan Barat Staf POSKO kantor BPBD Kalimantan Barat
Kepala dan Staf BKSDA Kalimantan Barat Kepala dan Staf BPBD Kalimantan Barat
Kepala dan Staf Manggala Agni Kota Pontianak
Kepala dan Staf Dampak Lingkungan dan Tata Hukum, BLHD Kalimantan Barat Kepala dan Staf Dinas Kehutanan Kalimantan Barat
Kepala dan Staf Dinas Perkebunan Kalimantan Barat Staf PT Cipta Usaha Sejati, Kalimantan Barat
Staf Sinar Mas/Finantara, Kalimantan Barat Staf Departemen Teknis, Universitas Tanjungpura
Referensi
Boer, R., L. Kolopaking, B. Bagja, dan D. D. Dasanto (2007). “Early warning systems in Indonesia for flood, forest fire, volcano eruption and tsunami.” Jakarta.
Dove, M.R. (1983). “Theories of swidden agriculture, and the political economy of ignorance.” Agroforestry Systems. 1: 2: 85-99.
Enia, J. (2016). “Rules versus discretion: Comparing disaster declaration institutions in the Philippines and Indonesia.” International Journal of Disaster Risk Reduction, 16: 158-166.
Foead, N. (2016). “Recovery and Restoration of Indonesian Peatland.” Badan Restorasi Gambut. 29 Agustus 2016 pada Dialog Iklim UNDP di Jakarta.
Gouyon A., D. Simorangkir (2002). “The economics of fire use in agriculture and forestry: A preliminary review for Indonesia. Project FireFight South East Asia, Bogor, Indonesia.
Pemerintah Indonesia (1998). “Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.”
Pemerintah Indonesia (2004). UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Nomor 85).
Pemerintah Indonesia (2009). “UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.” Diundangkan pada 3 Oktober 2009.
Pemerintah Indonesia (2010). “Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.67/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.” Diundangkan pada 28 Januari 2010 di Jakarta. Pemerintah Indonesia (2013). “Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan No. P.4/IV-PKH/2013 tentang Prosedur Tetap Pengendalian Kebakaran Hutan”. Diundangkan pada 19 April 2013 di Jakarta.
Pemerintah Indonesia (2015). Profil Tata Ruang Provinsi Kalimantan Barat. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Agustus 2015.
Pemerintah Indonesia (2016a). Badan Pusat Statistik, 2016. Statistik Indonesia 2016. Jakarta.
Pemerintah Indonesia (2016b). “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.32/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.” (Draft Terjemahan Bahasa Inggris). Jakarta. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (2008). Peraturan Daerah Provinsi
Kalimantan Barat No. 7 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2007 - 2027. Diundangkan pada 2008 di Pontianak.
Gubernur Kalimantan Barat (2011). “Peraturan Gubernur Kalimantan Barat No. 31 Tahun 2011 tentang Prosedur Tetap Tanggap Darurat Bencana.” Diundangkan pada 2011 di Pontianak.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (2013a). Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013-2018.
Pemerintah Provinsi West Kalimantan (2013a). Rencana Strategis Satuan Kerja
Perangkat Daerah Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013-2018.
Dinas Kehutanan Provinsi.
Gubernur Kalimantan Barat (2015a). “Peraturan Gubernur Kalimantan Barat No. 34 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2016.” Diundangkan pada 25 Mei 2015 di Pontianak.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (2015b). Rencana Kerja (RENJA) Satuan
Kerja Perangkat Daerah Tahun 2016. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat,
2015.
Gubernur Kalimantan Barat (2015a). “Struktur Organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana Provinsi Kalimantan Barat.” Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Diakses September 2016 di: http://www.bpbdkalbar.info/komando-tanggap-darurat-bencana.
Gubernur Kalimantan Barat (2015b). “Bagan Alur Prosedur Penanganan Tanggap Darurat Bencana Provinsi Kalimantan Barat.” Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Provinsi (BPBD), Kalimantan Barat. Diakses September 2016 di:
http://www.bpbdkalbar.info/bagan-alur-prosedur-ptdb.
Gubernur Kalimantan Barat (2016). “Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 402/BPBD/2016 tentang Penetapan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2016.” Diundangkan 1 Juni 2016 di Pontianak.
Gubernur Kalimantan Barat (2016). “Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 403/BPBD/2016 tentang Pembentukan Komando Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat.”