• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (American Cancer Society. 2017),

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (American Cancer Society. 2017),"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Payudara

2.1.1 Pengertian kanker payudara

Kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (American Cancer Society. 2017), sedangkan tumor adalah kondisi dimana pertumbuhan sel tidak normal sehingga membentuk suatu lesi atau dalam banyak kasus benjolan di tubuh.

KPD merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya (American Cancer Society. 2017). Kanker payudara atau Carsinoma Mammae adalah pertumbuhan sel yang tidak dapat dikendalikan oleh kelenjar penghasil air susu (lobular), saluran kelenjar dari lobular ke puting payudara (duktus), dan jaringan penunjang payudara yang mengelilingi lobular, duktus, pembuluh darah, dan pembuluh limfe, tetapi tidak termasuk kulit (American Cancer Society, 2014). Kanker payudara (carcinoma mammae) merupakan suatu kondisi dimana penyakit ini selnya telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali yang terjadi pada jaringan payudara (Sinaga & Ardayani, 2016).

2.1.2 Prevalensi kanker payudara

Kanker payudara merupakan jenis tumor ganas yang hingga kini masih menjadi pembunuh nomor satu bagi perempuan (Han BL & Wonshik H, 2014). Hal ini dibuktikan dengan adanya diagnosis baru yang dicatat oleh WHO bahwa kasus kanker hampir 1,7 juta pada tahun 2012 ini mewakili sekitar 12% dari semua kasus

(2)

kanker baru dan 25% dari semua kanker pada wanita. WHO tahun 2010 memperkirakan bahwa angka kejadian kanker payudara adalah 11 juta dan tahun 2030 akan bertambah menjadi 27 juta kematian akibat kanker (WHO, 2010). Berdasarkan data GLOBOCAN, IARC diketahui pada tahun 2012, terdapat 14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker di seluruh dunia. Kanker payudara menduduki posisi yang tertinggi yaitu sebesar 43,3% kasus baru dan 12,9% kasus kematian (American Cancer Society, 2017). Dengan kata lain insiden kanker payudara sebesar 40 per100.000 perempuan di dunia. Di Indonesia, kanker payudara kini menjadi pembunuh nomor satu. Setiap tahunnya diperkirakan terdapat 100 penderita baru per100.000 penduduk yang ada di Indonesia. Penyakit kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar 0,5%. Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker serviks dan kanker payudara terbanyak terdapat pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah.

2.1.3 Tanda dan gejala kanker payudara

Fase awal kanker payudara asimtomatis (tanpa ada tanda dan gejala). Tanda dan gejala yang paling umum adalah adanya benjolan atau penebalan pada payudara, sedangkan tanda dan gejala lanjut kanker payudara meliputi kulit cekung, retraksi atau deviasi puting susu dan nyeri, nyeri tekan atau rabas khususnya berdarah dari putting (Blessing EI & Bach C, 2018). Kulit tebal dengan pori-pori menonjol sama dengan kulit jeruk dan atau ulserasi pada payudara merupakan tanda lanjut dari penyakit. Jika ada keterlibatan nodul, mungkin menjadi keras, pembesaran nodul limfa aksilaris membesar dan atau nodul supraklavikula teraba pada daerah leher.

(3)

Tanda dan gejala dari metastasis yang luas meliputi nyeri pada bahu, pinggang, punggung bagian bawah atau pelvis, batu menetap, anoreksia atau berat badan menurun, gangguan pencernaan, pusing, penglihatan kabur, dan sakit kepala (Gale & Charette, 1999).

A. Tanda Primer

1. Densitas yang meninggi pada tumor.

2. Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (comet sign).

3. Gambaran translusen disekitar tumor. 4. Gambaran stelata.

5. Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan. 6. Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis. B. Tanda Sekunder

1. Retraksi kulit atau penebalan kulit. 2. Bertambahnya vaskularisasi. 3. Perubahan posisi puting.

4. Terdapat benjolan pada kelenjar getah bening aksila.

5. Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur. 6. Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.

2.1.4 Diagnosis dan stadium kanker payudara

2.1.4.1 Diagnosis

(4)

Pada anamnesis pasien, beberapa keluhan utama terkait yang biasanya digali dari pasien kanker payudara meliputi ukuran dan letak benjolan payudara, kecepatan benjolannya tumbuh, apakah disertai dengan sakit, reaksi puting susu, apakah ada nipple discharge atau krusta, kelainan pada kulit misalnya dimpling, peau d’ órange, ulserasi atau venektasi, apakah ada benjolan pada ketiak, atau edema pada lengan atas. Selain itu, beberapa keluhan tambahan yang terkait dengan kemungkinan metastasis dari kanker payudara dapat ditanyakan juga misalnya nyeri pada tulang (untuk mencari kemungkinan metastasis pada vertebra dan femur), rasa sesak nafas dan lain sebagainya yang menurut klinisi terkait dengan penyakitnya (Kemenkes, 2018).

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dikerjakan setelah anamnesis yang baik dan terstruktur selesai dilakukan. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mendapatkan tanda-tanda kelainan (keganasan) yang dikirakan melalui anamnesis atau yang langsung didapat. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regional, dan sistemik. Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai status generalis (tanda vital sampai pemeriksaan head to toe) untuk mencari kemungkinan adanya metastasis dan atau kelainan medis sekunder (Patrick EW, Tambe J, 2018). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan regional. Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis, inspeksi, dan palpasi. Inspeksi dilakukan dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra

(5)

dilepas dan posisi lengan di samping, di atas kepala dan bertolak pinggang. Inspeksi pada kedua payudara, aksila, dan sekitar klavikula yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumor primer dan kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening (Amare, 2019).

Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang (supine), lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal. Kedua payudara di palpasi secara sistematis, dan menyeluruh baik secara sirkular ataupun radial (Patrick EW, Tambe J. 2018). Palpasi aksila dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan lengan pemeriksa menopang lengan pasien. Palpasi juga dilakukan pada infra dan supraklavikula, kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan fisik yang meliputi status generalis (termasuk Karnofsky Performance Score), status lokalis payudara kanan atau kiri atau bilateral, status KGB, dan status pada pemeriksaan daerah yang dicurigai metastasis (Weledji EP, Enoworock G, 2012).

Status lokalis berisi informasi massa tumor, lokasi tumor, ukuran tumor, konsistensi tumor, bentuk dan batas tumor, fiksasi tumor ada atau tidak ke kulit (m. pectoral) dinding dada, perubahan kulit seperti kemerahan, dimpling, edema/nodul satelit Peau de orange, ulserasi, perubahan puting susu/nipple (tertarik/erosi/krusta/discharge) (Blessing EI, Bach C, 2018).

Status KGB daerah axila, daerah supraclavicular, dan infraclavicular bilateral berisi informasi jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir terhadap

(6)

sesama atau jaringan sekitarnya. Status lainnya adalah status pada pemeriksaan daerah yang dicurigai metastasis yang berisi informasi lokasi pemeriksaan misal tulang, hati, paru, otak, disertai informasi keluhan subjektif dari pasien dan objektif hasil pemeriksaan klinisi (Kemenkes, 2018).

c. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis beserta tumor marker. Apabila hasil dari tumor marker tinggi, maka perlu diulang untuk follow up (Kemenkes, 2018).

d. Radiologi / imaging 1. Mammografi

Mammografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan payudara yang dikompresi. Mammogram adalah gambar hasil mammografi. Untuk memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang baik, dibutuhkan dua posisi mammogram dengan proyeksi berbeda 45 dan 14 derajat (kraniokaudal dan mediolateralobligue). Mammografi dapat bertujuan skrining kanker payudara (Kobeissi, 2011), diagnosis kanker payudara, dan follow up/control dalam pengobatan. Mammografi dikerjakan pada wanita usia diatas 35 tahun, namun karena payudara orang Indonesia lebih padat, maka hasil terbaik mammografi sebaiknya dikerjakan pada usia >40 tahun (C Nieder, 2012). Pemeriksaan mammografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke

(7)

7-10 dihitung dari hari pertama masa menstruasi, pada masa ini akan mengurangi rasa tidak nyaman pada wanita saat di kompresi dan akan memberi hasil yang optimal.

Untuk standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mammografi digunakan BIRADS yang dikembangkan oleh American College of Radiology. Dalam sistem BIRADS, mammogram dinilai berdasarkan klasifikasi (deskripsi, klasifikasi, distribusi, dan jumlah), massa (bentuk, margin, dan densitas), dan distorsi bentuk. Pada kasus khusus, misal adanya KGB intramammaria, dilatasi duktus, asimetri global, dan temuan asosiatif berupa retraksi kulit, retraksi puting, penebalan kulit, penebalan trabekula, lesi kulit, adenopati aksila juga dinilai.

Gambaran mammografi untuk lesi ganas dibagi atas tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa densitas yang meninggi pada tumor, batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (comet sign), gambaran translusen disekitar tumor, gambaran stelata, adanya mikroklasifikasi sesuai kriteria Egan, dan ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis (Rupen S, Kelly R, David SN, 2014). Untuk tanda sekunder meliputi retraksi kulit atau penebalan kulit, bertambahnya vaskularisasi, perubahan posisi puting, kelenjar getah bening aksila (+), keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur, kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas (Kemenkes, 2018).

(8)

Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik. Serupa dengan mammografi, American College of Radiology juga menyusun bahasa standar untuk pembacaan dan pelaporan USG sesuai dengan BIRADS. Karakteristik yang dideskripsikan meliputi bentuk massa, margin tumor, orientasi, jenis posterior acoustic, batas lesi, dan pola echo.

Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas apabila ditemukan tanda-tanda seperti permukaan tidak rata, taller than wider, tepi hiperekoik, echo interna heterogen, vaskularisasi meningkat, tidak beraturan, dan masuk kedalam tumor membentuk sudut 90 derajat (Rupen S, Kelly R, David SN, 2014).

Penggunaan USG untuk tambahan mammografi meningkatkan akurasinya sampai 7,4%. Namun USG tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai modalitas skrining oleh karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal menunjukkan efikasinya (Kemenkes, 2018). 3. MRI

Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada mammografi (Drukteinis JS, Mooney BP, Flowers CI et al., 2013), namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena biaya mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Akan tetapi MRI dapat dipertimbangkan pada wanita muda dengan payudara yang padat atau pada payudara dengan implant,

(9)

dipertimbangkan pasien dengan risiko tinggi untuk menderita kanker payudara.

4. PET – PET/CT SCAN

Possitron Emission Tomography (PET) dan Possitron Emission

Tomography/Computed Tomography (PET/CT) merupakan

pemeriksaan atau diagnosis pencitraan untuk kasus residif. Banyak literatur menunjukkan bahwa PET memberikan hasil yang jelas berbeda dengan pencitraan yang konvensional (CT/MRI) dengan sensitivitas 89%, sedangkan spesifitas 93%. Namun penggunaan PET CT saat ini belum dianjurkan secara rutin bila masih ada alternatif lain dengan hasil tidak berbeda jauh (Kemenkes, 2018).

2.1.4.2 Stadium kanker payudara

Penentuan stadium ini sangat penting sebelum melakukan tindakan definitive setelah diagnosis ditegakkan. Dengan penentuan stadium ini, berarti diketahui besarnya tumor, ekstensi tumor apakah masih lokal, sudah ke regional atau sudah bermetastasis, yang sangat berguna dalam menentukan pilihan terapi.

Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan sistem klasifikasi TNM AJCC 2010, edisi 7, untuk kanker payudara.

Tabel 2.1 Klasifikasi TNM

T1 Tumor 2 cm atau kurang pada dimensi terbesar T1 mic Mikroinvasi 0.1 cm atau kurang pada dimensi terbesar

T1 a Tumor lebih dari 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm pada dimensi terbesar

T1b Tumor lebih dari 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm pada dimensi terbesar

(10)

T2 Tumor lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm pada dimensi terbesar

T3 Tumor berukuran lebih dari 5 cm pada dimensi terbesar

T4 Tumor berukuran apapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada / kulit

T4a Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk otot pectoralis

T4b Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi kulit payudara atau satellite skin nodules pada payudara yang sama

T4c Gabungan T4a dan T4b T4d Inflammatory carcinoma Kelenjar Getah

Bening (KGB) regional (N) Nx

KGB regional tak dapat dinilai (missal : sudah diangkat)

N0 Tak ada metastasis KGB regional

N1 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral level I dan II yang masih dapat digerakkan

N2 Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi, atau adanya pembesaran kgb mamaria interna ipsilateral (klinis) tanpa adanya metastasis ke kgb aksila.

N2a Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau melekat ke struktur lain.

N2b Metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral secara klinis dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila.

N3 Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb mamaria interna ipsilateral (klinis) dan metastasis pada kgb aksila, atau metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kgb aksila /mamaria interna.

N3a Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral. N3b Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila. N3c Metastasis ke kgb supraklavikula.

Catatan : *Terdeteksi secara klinis : terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara imaging (diluar limfoscintigrafi ).

M (Metastasis jauh)

Mx Metastasis jauh tidak diketahui Mo Tidak ada metastasis jauh

M1 Ada metastase jauh

(11)

Gambar 2.1

Pengelompokkan Stadium 2.1.5 Pencegahan kanker payudara

Pencegahan primer adalah usaha agar tidak terkena kanker payudara. Pencegahan primer berupa mengurangi atau meniadakan faktor-faktor risiko yang diduga sangat erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker payudara (Mary CW, Marion H, Davis SP et al., 2020).

Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker payudara. Skrining kanker payudara adalah pemeriksaan atau usaha untuk menemukan abnormalitas yang mengarah pada kanker payudara pada seseorang atau kelompok orang yang

(12)

tidak mempunyai keluhan. Tujuan dari skrining adalah untuk menurunkan angka morbiditas akibat kanker payudara dan angka kematian. Pencegahan sekunder merupakan primadona dalam penanganan kanker secara keseluruhan. Skrining untuk kanker payudara adalah mendapatkan orang atau kelompok orang yang terdeteksi mempunyai kelainan/abnormalitas yang mungkin kanker payudara dan selanjutnya memerlukan diagnosis konfirmasi. Skrining ditujukan untuk mendeteksi kanker payudara secara dini sehingga hasil pengobatan menjadi efektif, dengan demikian akan menurunkan kemungkinan kekambuhan, menurunkan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup (Sheng YS, Zhao, Zhang et al., 2017). Beberapa tindakan untuk skrining adalah:

1. Periksa payudara sendiri (SADARI) 2. Periksa payudara klinis (SADANIS) 3. Mammografi skrining

2.1.6 Terapi kanker payudara

Terapi pada kanker payudara harus didahului dengan diagnosis yang lengkap dan akurat (termasuk penetapan stadium). Diagnosis dan terapi pada kanker payudara haruslah dilakukan dengan pendekatan humanis dan komprehensif. Guna dapat mengerti keseluruhan akan terapi pada kanker payudara dan mempermudah memaknainya, maka perlu dimengerti istilah-istilah yang berhubungan dengan terapi, yaitu terapi pada kanker yang akan dibagi sebagai berikut:

1. Menurut tujuannya

Tujuan dari terapi kanker pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu tujuan kuratif dan tujuan paliatif. Pada tujuan kuratif, harapan terapi yang diberikan

(13)

akan menghasilkan “kesembuhan” dan dengan demikian akan memperpanjang survival. Pada tujuan paliatif dan simptomatik, terapi yang diberikan akan memperbaiki keadaan umum penderita dengan sedikit harapan memperpanjang survival.

2. Menurut jenis

Jenis terapi kanker umumnya dibagi menjadi primer, sekunder, dan terapi komplikasi. Pada terapi primer diberikan terapi dengan fokus pada kanker sebagai penyakit primernya (dapat berupa terapi utama adjuvan/neoadjuvan). Pada terapi sekunder diberikan terapi atas penyakit sekundernya (penyakit lain selain penyakit primer kanker tersebut yang mungkin akan dapat memengaruhi prognosis atau memengaruhi jalannya terapi primer). Terapi komplikasi, yaitu terapi khusus terhadap komplikasi yang terjadi akibat penyakit primernya (kanker). Misalnya platting pada fraktur tulang panjang akibat metastasis, aspirasi pleural effusion metastasis.

3. Menurut sifatnya

Terapi menurut sifatnya dibagi menjadi terapi primer, terapi adjuvan, terapi neoadjuvan, dan terapi paliatif.

4. Menurut moda terapi

Berdasarkan moda terapi dibagi menjadi terapi lokal regional atau terapi sistemik. Contoh terapi lokal dan regional adalah operasi dan terapi radiasi. Contoh terapi sistemik adalah terapi hormonal, terapi kemo, terapi target, terapi immuno, dan komplementer.

(14)

Berdasarkan strategi pemberian terapi dibagi menjadi berurutan atau bersamaan. Terapi berurutan atau sequential adalah pemberian masing-masing moda terapi secara bergantian atau berurutan. Terapi bersamaan atau combined adalah pemberian masing-masing moda terapi diberikan secara bersamaan, sepanjang tidak menimbulkan adverse event yang tidak bisa diterima.

2.1.7 Tata laksana paliatif

Pada keganasan, perjalanan penyakit pada stadium awal lambat hingga pada stadium lanjut yang dapat berlangsung cepat hingga kematian. Intervensi atau pendekatan paliatif bersifat holistik meliputi empat kelompok masalah, yaitu: (Kemenkes, 2017).

a. Fisik ditandai dengan gejala atau keluhan fisik seperti nyeri, batuk, sesak nafas, letih, demam dan lain-lain.

b. Psikologis ditandai dengan rasa khawatir, takut, sedih, marah.

c. Sosial misalnya kebutuhan keluarga, isu makanan, pekerjaan, tempat tinggal dan hubungan interpersonal.

d. Spiritual ditandai dengan pertanyaan tentang arti kehidupan dan kematian, kebutuhan untuk damai.

Untuk itu tatalaksana paliatif pasien kanker bertumpu pada pendekatan biopsikososial dan spiritual. Gejala fisik yang perlu ditatalaksana meliputi nyeri, sesak nafas, mual/muntah, diare, konstipasi, anoreksia, cemas, depresi, delirium, insomnia, perdarahan, luka kanker, dan gejala lain.

(15)

1. Komunikasi dan Pembuatan Keputusan

Komunikasi antara dokter dan petugas kesehatan lain dengan pasien dan keluarga serta antara pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dalam perawatan paliatif. Pasien adalah pribadi yang harus dihargai haknya untuk mengetahui atau tidak mengetahui kondisi penyakitnya. Pasien juga merupakan individu yang berhak menentukan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya jika pasien masih memilki kompetensi untuk membuat keputusan. Pada fase akhir kehidupan banyak pasien yang tidak lagi mampu membuat keputusan, sehingga pembicaraan tentang apa yang akan atau tidak dilakukan sebaiknya diputuskan pada saat pasien masih memiliki kesadaran penuh. Walaupun demikian keluarga tetap dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Dalam menyampaikan berita buruk, hal hal berikut ini harus diperhatikan: Apa, sejauh mana, kapan, dengan siapa dan bagaimana cara menyampaikan berita tersebut. Dalam hal ini, dokter dan petugas kesehatan lain harus memperhatikan kultur yang dianut pasien dan keluarga.

2. Kualitas hidup

Meningkatnya kualitas hidup pasien kanker merupakan indikator keberhasilan pelayanan paliatif. Kualitas hidup pasien kanker diukur dengan Modifikasi dari Skala Mc Gill. Terdapat 10 indikator yang harus dinilai oleh pasien sendiri ketika dalam keadaan mengancam jiwa apalagi bila menyadari telah berada dalam fase terminal tidaklah mudah diterima oleh penderita, keluarga, dan bahkan juga oleh dokter yang menanganinya.

(16)

Berbagai respon psikologik dapat timbul dalam keaadan ini, seperti rasa tak berdaya, putus asa, sedih, takut, marah dan sebagainya.

Manusia adalah makhluk biopsikososiokulturospiritual, unsur-unsur badan, jiwa, lingkungan, dan spiritual berada dalam suatu kesatuan. Pada seorang penderita kanker, seringkali bukan kematian yang ditakuti tetapi lebih kepada proses menuju kematian. Perawatan penderita haruslah menyentuh semua demensi kehidupan ini, karena masing-masing dimensi akan selalu berinteraksi secara timbal balik. Bayangan mengenai penderitaan dan saat akhir kehidupan, dapat mendominasi pikiran penderita dengan penyakit terminal. Keluhan fisik dan psikologis yang ada sering saling terkait dan menberikan efek negatif terhadap kualitas fisik serta memiliki peran yang penting terhadap kesejahteraan penderita dengan penyakit kanker stadium lanjut.

Penyakit kanker adalah penyakit yang dikonotasikan akan berujung pada kematian. Pada fase awal penderita nampak seperti orang yang sehat namun umumnya mulai mengalami masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah psikososiospiritual. Masalah-masalah ini bisa muncul pada saat:

a. Melakukan pemeriksaan penunjang

Ketika ada dugaan menderita kanker, beberapa penderita sudah mulai merasakan gangguan psikologis berupa cemas, sulit tidur, nafsu makan menurun, dan penyangkalan sehingga seringkali berujung pada penolakan atau penundaan pemeriksaan laboratorium. Hal ini terkadang

(17)

berkaitan dengan masalah-masalah finansial untuk melakukan pemeriksaan terkait dengan penyakitnya.

b. Mengetahui diagnosis penyakit

Ketika pasien mengetahui bahwa dirinya menderita kanker biasanya timbul distress. Timbul rasa marah kepada diri sendiri dan orang lain disekitarnya. Pada saat ini sangat penting bagi seorang dokter menguasai cara menyampaikan berita buruk agar dapat diterima pasien. c. Menjalani terapi

Kebutuhan finansial, dukungan keluarga, dan lingkungan sangat dibutuhkan selama menjalani terapi, namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya sehingga timbul berbagai masalah psikososialspiritual. Efek samping dari obat-obatan yang dikonsumsi oleh penderita juga bisa mencetuskan gangguan psikiatrik.

d. Penyakitnya mencapai tahap perawatan terminal

Setiap manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan dasar dan dalam kondisi terminal kebutuhan ini akan semakin terasa. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:

1) Bantu penderita mengatasi perasaannya sehingga dapat berdamai dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, dan dengan Tuhan. 2) Beri dukungan dengan mengarahkan untuk mengisi sisa hidupnya

dengan melihat hal-hal yang bermakna bagi dirinya. 3. Aspek psikososial

(18)

Manifestasi gangguan psikososial yang timbul dapat bermacam-macam seperti gangguan cemas, depresi, perubahan perilaku, gangguan penyesuaian dengan berbagai keluhan penyerta, sampai kondisi gangguan jiwa berat. Hal tersebut tidak selalu mudah dievaluasi terutama pada pasien dengan gangguan kesadaran. Gangguan psikososial penderita kanker mencakup aspek yang sangat luas, baik yang bersumber pada kondisi penyakitnya, kepribadian, latar belakang kehidupan penderita, keluarga, budaya, agama, dan sebagainya.

Lakukan penilaian gangguan psikososial secara umum dengan menggunakan cara-cara sederhana yang lebih mengandalkan observasi terhadap beberapa hal sepeti keadaan mental emosional dan hubungan interpersonal (termasuk hubungan dengan anggota keluarga dan orang lain), kemampuan fungsi sosial dalam kehidupan penderita sehari-hari, kemampuan melakukan kegiatan yang bersifat rekreatif, hobi, dan penilaian terhadap faktor psikososial lain (finansial dan hubungan antar anggota baik dalam keluarga maupun masyarakat, termasuk hubungan intim suami istri)

2.1.7.2 Komunikasi dan aspek non medis

Gejala yang muncul pada pasien dengan penyakit stadium lanjut bervariasi, prinsip tata laksananya adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi terhadap gejala yang ada

a. Apa penyebab gejala tersebut (kanker, anti kanker dan pengobatan lain, tirah baring, kelainan yang menyertai).

(19)

b. Mekanisme apa yang mendasari gejala yang muncul? (misalnya: muntah karena tekanan intrakranial yang meningkat berlainan dengan muntah karena obstruksi gastrointestinal).

c. Adakah hal yang memperberat gejala yang ada? (cemas, depresi, insomnia, kelelahan).

d. Apakah dampak yang muncul akibat gejala tersebut? (misalnya: tidak bisa tidur, tidak nafsu makan, tidak dapat beraktifitas).

e. Pengobatan atau tindakan apa yang telah diberikan? Mana yang tidak bermanfaat? Tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyebabnya?

2. Evaluasi terhadap pasien:

a. Seberapa jauh progresifitas penyakit? Apakah gejala yang ada merupakan gejala terminal atau sesuatu yang bersifat reversible? b. Apa pendapat pasien terhadap gejala tersebut?

c. Bagaimana respon pasien? d. Bagaimana fungsi tubuh? 3. Penjelasan

Penjelasan terhadap penyebab keluhan yang muncul sangat bermanfaat untuk mengurangi kecemasan pasien. Jika dokter tidak menjelaskan, mungkin pasien bertambah cemas karena menganggap dokter tidak tahu apa yang telah terjadi dalam dirinya.

(20)

Diskusikan dengan pasien pilihan pengobatan yang ada, hasil yang dapat dicapai dengan pilihan yang tersedia, pemeriksaan yang diperlukan, dan apa yang akan terjadi jika tidak dilakukan pengobatan.

5. Pengelolaan secara individu

Pengobatan bersifat individual tergantung pada pilihan yang tersedia, manfaat, dan kerugian pada masing masing pasien dan keinginan pasien dan keluarga. Pengobatan yang diberikan terdiri dari:

a. Atasi masalah berdasarkan penyebab dasar: atasi penyebabnya bila memungkinkan (Pasien dengan nyeri tulang karena metastasis, lakukan radiasi bila memungkinkan. Pasien dengan sesak nafas karena spasme bronkus, berikan bronkodilator)

b. Terapi medikamentosa: setiap obat opioid dimulai dengan dosis terendah, kemudian lakukan titrasi, untuk mendapatkan efek yang optimal dan dapat mencegah penderitaan dan penurunan kualitas hidup akibat efek samping obat tersebut.

c. Terapi fisik: selain dengan obat, modalitas lain diperlukan untuk mengatasi gejala misalnya relaksasi, pengaturan posisi, penyesuaian lingkungan dll.

6. Perhatian khusus

Walaupun gejala yang ada tidak dapat diatasi penyebabnya, mengatasi keluhan secara simtomatis dengan memperhatikan hal-hal kecil sangat bermanfaat misalnya jika operasi, kemoterapi, atau radiasi pada kanker

(21)

esofagus tidak dapat lagi diberikan, pengobatan untuk jamur di mulut akan bermafaat bagi pasien.

7. Pengawasan

Pengawasan terhadap pasien, gejala yang ada dan dampak pengobatan yang diberikan sangat diperlukan karena pada stadium lanjut, karena keadaan tersebut dapat berubah dengan cepat.

2.1.8 Mastektomi

2.1.8.1 Pengertian mastektomi

Mastektomi merupakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat payudara (Pamungkas, 2011). Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara baik itu sebagian atau seluruh payudara (Suyatno & Pasaribu, 2014). Mastektomi adalah pemotongan melintang dan pengangkatan jaringan payudara dari tulang selangka (superior) ke batas depan latissimus dorsi (lateral) ke rectus Sheath (inferior) dan Midline (medial) sebagai tambahan, ekor aksila (axillary tail) dipotong (Lim, et al., 2009).

2.1.8.2 Jenis mastektomi

a. Mastektomi simplek: seluruh jaringan payudara diangkat tetapi otot dibawah payudara dibiarkan utuh dan disisakan kulit yang cukup untuk menutup luka bekas operasi. Rekonstruksi payudara lebih mudah dilakukan jika otot dada dan jaringan lain dibawah payudara dibiarkan utuh. Prosedur ini biasanya digunakan untuk mengobati kanker invasif yang telah menyebar luar ke dalam saluran air susu, karena jika dilakukan pembedahan breast conserving, kanker sering kambuh.

(22)

b. Mastektomi simplek ditambah diseksi kelenjar getah bening atau modifikasi mastektomi radikal: seluruh jaringan payudara diangkat dengan menyisakan otot dan kulit disertai pengangkatan kelenjar getah bening ketiak.

c. Mastektomi radikal: seluruh payudara, otot dada, dan jaringan lainnya diangkat. Terapi penyinaran yang dilakukan setelah pembedahan akan sangat mengurangi risiko kambuhnya kanker pada dinding dada atau pada kelenjar getah bening di sekitarnya. Ukuran tumor dan adanya sel-sel tumor di dalam kelenjar getah bening memengaruhi pemakaian kemoterapi dan obat penghambat hormon.

d. Rekonstrusi payudara menggunakan implan silikon atau salin maupun jaringan yang diambil dari bagian tubuh lainnya. Rekonstruksi bisa dilakukan bersamaan dengan mastektomi atau bisa juga dilakukan di kemudian hari. Akhir-akhir ini keamanan pemakaian silikon telah dipertanyakan. Silikon kadang merembes dari kantongnya sehingga implan menjadi keras menimbulkan nyeri dan bentuknya berubah. Selain itu, silikon kadang masuk ke dalam laliran darah.

e. Kemoterapi & obat penghambat hormon kemoterapi seringkali diberikan segera setelah pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita. Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran, obat-obat tersebut tidak dapat

(23)

menyembuhkan kanker payudara. flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat menopause (Suryo, 2009).

2.1.8.3 Pasca mastektomi

Terdapat beberapa mekanisme pada saat mengahadapi penyakit mematikan dalam beberapa tahap yaitu: penyangkalan dan penolakan diri (denial) dimana reaksi kebanyakan saat mengetahui penyakit ganas adalah pernyataan, ”Tidak, bukan saya, itu tidak benar”, terjadi apabila pasien yang diberi tahu tentang penyakitnya sejak awal maupun pada mereka yang tidak secara eksplisit diberi tahu dan mengetahui hal ini dengan sendirinya beberapa saat kemudian.

Tahap marah (anger) tahap ini tidak tertahanankan lagi, itu akan di gantikan dengan rasa marah, gusar, cemburu, dan benci. Pertanyaan berikut yang masuk akal adalah ”mengapa aku?”, mengapa bukan orang itu saja?”, tahap marah ini sangat sulit diatasi, kemarahan ini terjadi disegala penjuru dan diproyeksikan kepada lingkungan pada saat saat yang tidak terduga, mereka melawan mati-matian dan sering kali melewatkan kesempatan untuk memperoleh suatu penerimaan yang sederhana akan kematian sebagai hasil akhir (Ross, 1998).

Tahap penawaran (bergaining) pada tahap ini ditunjukkan ketika tidak mampu menghadapi kenyataan yang menyedihkan pada awal periode dan menjadi marah terhadap orang-orang sekitar.

Tahap depresi (depression) pada tahap ini penderita tidak lagi mampu menghindari penyakitnya, ketika ia harus menjalani berbagai pembedahan atau perawatan, ia semakin lemah dan kurus pasien tersebut tidak akan dapat tersenyum

(24)

lagi. Sikap mati rasa atau tabah, serta kemarahannya segera akan di gantikan rasa kehilangan.

Tahap penerimaan (acceptance) lebih merupakan kehampaan perasaan, seolah bila rasa sakit hilang perjuangan pun berakhir dan datanglah saat untuk istirahat terakhir sebelum perjalanan panjang. Fase ini adalah pertanda individu sudah mampu menguasai emosi dan pikirannya dalam menghadapi perubahan hidup sesudah episode kehilangan. Individu ini sudah mampu meneruskan kehidupan seperti sebelum dalam keaadan emosi dan perasaan yang stabil (Ross, 1998; Nihayati dkk, 2015).

Secara umum ada dua mekanisme koping yang umum digunakan dalam mengatasi kedukaan atau dapat juga dikatakan untuk mencapai penerimaan kognitif dan emosional yaitu:

a. Avoiding grief (menghindari kesedihan) ditandai Individu yang mengalami kedukaan menarik diri dari lingkungan luar, lebih banyak tinggal dirumah, dan hanya berhubungan dengan orang-orang yang mereka percayai. Mereka kemungkinan mengisi hidup mereka dengan aktivitas yang membantu mereka untuk melupakan atau menghindar dari kenyataan mengenai kehilangan yang terjadi. Mekanisme ini dapat melindungi seseorang dari rasa kehilangan yang terlalu menyakitkan dan kecemasan yang tidak terkendali, namun cara ini justru cenderung menunda proses menata ulang kehidupan mereka.

b. Getting through grief (mendapatkan kesedihan). Mekanisme koping ini adalah dengan mengingat, mengulang dan berusaha melalui rasa duka mengenai penyebab dari kehilangan mereka. Penjelasan yang memuaskan lebih bersifat

(25)

subjektif dan tidak harus bersifat objektif. Jika penjelasan yang memuaskan belum tercapai maka kemungkinan besar individu yang berduka akan terus merasa cemas dan penasaran untuk mencari jawabannya (Sari, 2015).

2.2 SADARI 2.2.1 Definisi

SADARI adalah pemeriksaan yang dilakukan pada wanita dengan menggunakan cermin untuk deteksi dini kanker payudara yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan besar adanya benjolan yang berkembang menjadi kaker ganas (Olfah et al., 2013).

2.2.2 Tujuan

Tujuan SADARI adalah untuk mendeteksi terjadinya kanker payudara dengan mengamati payudara dari depan, sisi kiri dan sisi kanan, apakah ada benjolan, perubahan warna kulit, puting bersisik dan 12 pengeluaran cairan atau nanah dan darah, kanker payudara merupakan jenis kanker dengan jumlah kasus terbanyak di dunia, sekaligus penyebab kematian terbesar (Olfah et al., 2013). Tujuan utama deteksi dini kanker payudara adalah untuk menemukan kanker dalam stadium dini sehingga pengobatannya menjadi lebih baik. Ternyata 75-85% keganasan kanker payudara ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan payudara sendiri (Yosef, 2019). Deteksi dini dilakukan dengan melakukan “pemeriksaan payudara sendiri” atau yang dikenal dengan SADARI. Pemeriksaan ini merupakan sejenis pemeriksaan yang dilakukan oleh setiap wanita dan biayanya efektif, tidak menyakitkan, mudah diaplikasikan, aman, dan prosedur non invasif tanpa persyaratan material atau alat khusus (Dagne AH, Ayele AD, Assefa EM, 2019).

(26)

2.2.3 Pelaku SADARI

Menurut Nisman (2011) wanita yang dianjurkan melakukan SADARI atau Breast Self Examination (BSE) untuk mengurangi memicu kejadian kanker payudara waktu pelaksanaan SADARI sebagai berikut:

1. Wanita usia subur: 7-10 hari setelah menstruasi.

2. Wanita pascamenopause: pada waktu tertentu setiap bulan.

3. Setiap wanita berusia diatas 20 tahun perlu melakukan SADARI setiap bulan.

4. Pemeriksaan payudara sendiri pada wanita yang berumur ≥20 tahun dapat dilakukan setiap tiga bulan sekali.

5. Wanita yang berisiko tinggi sebelum mencapai 50 tahun perlu melakukan mamografi setiap tahun, pemeriksaan payudara oleh dokter setiap 2 tahun (Mei, 2019).

2.2.4 Waktu melakukan SADARI

Menurut Nisman (2011) waktu yang tepat untuk melakukan SADARI yaitu: 1. Waktu yang paling dianjurkan untuk melakukan SADARI yaitu pada 7-10

hari setelah haid.

2. Bagi wanita yang menopause, SADARI dilakukan setiap bulan (misalnya setiap tanggal 5 atau memilih tanggal lahirnya untuk dilakukan pada payudara sehingga dapat mengurangi tingkat kematian karena penyakit kanker tersebut. Keuntungan dari deteksi dini bermanfaat untuk meningkatkan kemungkinan harapan hidup pada wanita penderita kanker payudara. Hampir 85% gangguan atau benjolan ditemukan oleh penderita sendiri melalui

(27)

pemeriksaan dengan benar. Selain itu, SADARI adalah metode termudah, tercepat, termurah, dan paling sederhana yang dapat mendeteksi secara dini kanker payudara.

2.2.5 Langkah SADARI

Menurut Olfah (2013) langakah-langkah dalam melakukan SADARI adalah sebagai berikut:

1. Melihat perubahan di hadapan cermin. Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau tidak).

Cara melakukan:

Tahap 1: Melihat perubahan bentuk dan besarnya, perubahan puting susu, serta kulit payudara didepan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi kedua lengan lurus ke bawah disamping badan. Perhatikan bentuk dan ukuran payudara. Normal jika ukuran satu dengan yang lain tidak sama. Kemudian,

Gambar 2.2

Teknik melakukan SADARI

(28)

perhatikan juga bentuk puting dan warna kulit. Rata-rata payudara berubah tanpa kita SADARI. Perubahan yang perlu diwaspadai adalah jika payudara berkerut, cekung ke dalam, atau menonjol ke depan karena benjolan. Puting yang berubah posisi di mana seharusnya menonjol keluar, malahan tertarik ke dalam, dengan warna memerah, kasar, dan terasa sakit.

Tahap 2: Periksa payudara dengan tangan diangkat diatas kepala dengan tujuan untuk melihat retraksi kulit, perlekatan tumor terhadap otot dibawahnya atau kelainan pada kedua payudara. Kembali amati perubahan yang terjadi pada payudara, seperti perubahan warna, tarikan, tonjolan, kerutan, perubahan bentuk puting atau permukaan kulit menjadi kasar. Tahap 3: Berdiri tegak didepan cermin dengan tangan diletakkan disamping kanan dan kiri. Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat adanya perubahan pada payudara.

Tahap 4: Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang/ tangan menekan pinggul yang bertujuan untuk menegangkan otot di daerah axilla. Lalu perhatikan apakah ada kelainan seperti di atas. Masih dengan posisi demikian, bungkukkan badan dan tandai apakah ada perubahan yang mencurigakan perubahan atau kelainan atau puting.

2. Melihat perubahan bentuk payudara dengan berbaring.

Tahap 1: Persiapan dimulai dari payudara kanan, baring menghadap ke kiri dengan membengkokkan kedua lutut. Letakkan bantal atau handuk mandi yang telah dilipat di bawah bahu sebelah kanan untuk menaikan bagian yang akan diperiksa. Kemudian letakkan tangan kanan di bawah kepala. Gunakan

(29)

tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan. Gunakan telapak jari-jari untuk memeriksa sembarang benjolan atau penebalan. Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Circular membentuk sudut 90 derajat. Tahap 2: Pemeriksaan payudara dengan vertical strip, memeriksa seluruh bagian payudara dengan cara vertical dari tulang selangka dibagian atas ke bra line di bagian bawah dan garis tengah antara kedua payudara ke garis tengah bagian ketiak. Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak kemudian putar dan tekan kuat untuk merasakan adanya benjolan. Gerakkan tangan perlahan-lahan ke bawah bra line dengan putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian bawah bra line, bergerak kurang lebih 2cm kekiri dan terus ke arah atas menuju tulang selangka dengan memutar dan menekan. Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh bagian yang ditunjuk.

Tahap 3: Pemeriksaan payudara dengan cara memutar, berawal dari bagian atas payudara buat putaran yang besar. Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar biasa. Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting payudara. Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae. Tekanan payudara memutar searah jarum jam dengan bidang datar dari jari-jari yang dirapatkan. Dimulai dari posisi jam 12.00 pada bagian puting susu.

(30)

Tahap 4: Pemeriksaan cairan di puting payudara, menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya cairan yang tidak normal dari puting payudara.

Tahap 5: Memeriksa ketiak, letakkan tangan kanan ke samping dan rasakan ketiak dengan teliti, apakah teraba benjolan yang tidak normal atau tidak. 2.3 Penyuluhan

2.3.1 Definisi

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan dari berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan (Kemenkes, 2016).

2.3.2 Metode

Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah (Notoatmodjo, 2010):

1. Metode ceramah

Suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian, atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan.

(31)

2. Metode diskusi kelompok

Pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topik pembicaraan diantara 5–20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.

3. Metode curah pendapat

Suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap anggota mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing-masing peserta dan evaluasi atas pendapat-pendapat tadi dilakukan kemudian. 4. Metode panel

Pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin.

5. Metode bermain peran

Memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.

6. Metode demonstrasi

Suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide, dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan tindakan suatu adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.

(32)

Serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.

8. Metode seminar

Suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya. Sedangkan para ahli yang lain menggolongkan metode berdasarkan teknik komunikasi dan berdasarkan indera penerimaan sasaran. Berdasarkan teknik komunikasi, metode penyuluhan dibai menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Metode penyuluhan langsung, artinya para petugas penyuluhan langsung bertatap muka dengan sasaran. Misalnya anjangsana, kontak personal, demonstrasi, dll.

2. Metode penyuluhan tidak langsung. Dalam hal ini pesan yang disampaikan tidak secara langsung dilakukan oleh penyuluh tetapi melalui perantara atau media. Misalnya pertunjukan film atau slide, siaran melalau radio, atau televisi dan penyebaran bahan tercetak.

2.3.3 Media

Media memiliki multi makna, baik dilihat secara terbatas maupun secara luas. Munculnya berbagai macam definisi disebabkan adanya perbedaan dalam sudut pandang, maksud, dan tujuannya. AECT dalam Harsoyo (2002) memaknai media sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi. NEA memaknai media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Penyuluhan adalah proses penyebarluasan informasi tentang ilmu

(33)

pengetahuan, teknologi maupun seni. Sehingga media penyuluhan memiliki beberapa pengertian, sebagai berikut:

a. Media penyuluhan adalah semua sarana dan alat yang digunakan dalam proses penyampaian pesan.

b. Media penyuluhan adalah wahana untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepenerima yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan perhatian/minat. c. Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan

informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan.

Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sehingga sampai memutuskan untuk mengadopsinya keperilaku yang positif (Murtonen, 2017).

Tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan antara lain adalah:

1. Media dapat mempermudah penyampaian informasi. 2. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.

3. Media dapat memperjelas informasi. 4. Media dapat mempermudah pengertian.

5. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.

6. Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata. 7. Media dapat memperlancar komunikasi.

(34)

Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media ini dibagi menjadi 3 yakni:

a. Media cetak

Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna, yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubric atau tulisan pada surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman, dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.

b. Media elektronik

Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengardan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, dan VCD. Seperti halnya media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka mengikutsertakan seluruh panca indra, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang, serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan, dan keterampilan untuk mengoperasikannya.

(35)

c. Media luar ruang

Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya. Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan. 2.3.4 Faktor yang memengaruhi

Keberhasilan suatu penyuluhan kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor penyuluh, sasaran dan proses penyuluhan.

1. Faktor penyuluh, misalnya kurang persiapan, kurang menguasai materi yang akan dijelaskan, penampilan kurang meyakinkan sasaran, bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara terlalu kecil dan kurang dapat didengar serta penyampaian materi penyuluhan terlalu monoton sehingga membosankan.

2. Faktor sasaran, misalnya tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga sulit menerima pesan yang disampaikan, tingkat sosial ekonomi terlalu rendah

(36)

sehingga tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan yang lebih mendesak, kepercayaan dan adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga sulit untuk mengubahnya, kondisi lingkungan tempat tinggal sasaran yang tidak mungkin terjadi perubahan perilaku.

3. Faktor proses dalam penyuluhan, misalnya waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan dekat dengan keramaian sehingga menggangu proses penyuluhan yang dilakukan, jumlah sasaran penyuluhan yang terlalu banyak, alat peraga yang kurang, metoda yang digunakan kurang tepat sehingga membosankan sasaran serta bahasa yang digunakan kurang dimengerti oleh sasaran.

2.4 Pengetahuan 2.4.1 Definisi

Pengetahuan adalah informasi yang telah diproses dan diorganisasikan untuk memperoleh pemahaman, pemmbelajaran, dan pengalaman yang terakumulasi sehingga bisa diaplikasikan kedalam masalah/proses tertentu (Joe anonymous, 2013).

Pengetahuan pada dasarnya merupakan segenap apa yang kita ketahui mengenai suatu objek tertentu dan setiap jenis pengetahuan mempunyai cirri-ciri spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana (epistemology), dan untuk apa (aksiology) pengetahuan tersebut disusun (Suriatsumatri, 1999; Wawan, 2010)

(37)

Benjamin S. Bloom (dalam Budiman dan Riyanto, 2013) membagi pengetahuan dalam 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk juga mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah di terima dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain dapat ditunjukan dengan menggambarkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya.

(38)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan dapat menyusun formulasi yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi penelitian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang sudah ada. Pengetahuan diukur dengan wawancara atau angket tentang materi yang akan di ukur dari objek penelitian.

2.4.3 Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi berupa hal hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip oleh Notoatmodjo, pendidikan dapat memengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berpesan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam, pekerjaan adalah suatu keburukan yang harus dilakukan demi menunjang kehidupannya dan

(39)

kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan bekerja merupakan kagiatan yang menyita waktu.

c. Umur menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matangdalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.

d. Faktor lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan pengaruhnya dapat memengaruhi perkembangan dan perilaku individu atau kelompok.

e. Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari sikap dalam menerima informasi.

f. Media massa atau sumber informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengetahuan jangka pendek (immediatee impact), sehingga menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan. Kemajuan teknologi menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat memengaruhi pengetahuan masyarakat tentang informasi baru. Sarana komunikasi seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan, dan lain-lain yang mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.

(40)

g. Pengalaman pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi ataupun pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

2.5 Perilaku 2.5.1 Definisi

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi sangat luas. Psikologi pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau domain perilaku, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi tersebut mempunyai bentuk bermacam-macam yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2 yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit). Bentuk perilaku ini dapat diamati melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja, perilaku juga dapat bersifat potensial, yakni dalam bentuk pegetahuan, motivasi, dan persepsi. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. 2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan

(41)

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.5.2 Perilaku kesehatan

Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun tidak langsung yang diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2014). perilaku adalah keyakinan mengenai tersedianya atau tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan. Menurut Benjamin Bloom dikutip Notoatmodjo (2014), perilaku ada 3 domain: perilaku, sikap, dan tindakan. Menurut Roger dikutip Notoatmodjo (2014), menjelaskan bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

a. Awareness (kesadaran dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap struktur atau obyek).

b. Interest (dimana orang tersebut ada ketertarikan).

c. Evaluation (menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut). d. Trial (dimana orang telah mencoba perilaku baru).

e. Adaption (dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan terhadap stimulus).

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (longlasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak

(42)

berlangsung lama. Jadi, Pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng.

2.5.3 Faktor yang memengaruhi perilaku

a. Faktor genetik: perilaku terbentuk dari dalam individu itu sendiri sejak ia dilahirkan (Kamran, 2010).

b. Faktor eksogen: meliputi faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial, faktor-faktor yang lain yaitu susunan saraf pusat persepsi emosi.

c. Proses belajar: bentuk mekanisme sinergi antara faktor heriditas dan lingkungan dalam rangkat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2014). 2.5.4 Bentuk perilaku

a. Perilaku pasif: perilaku yang sifatnya tertentu, terjadi dalam diri individu dan tidak bisa diamati. Contoh: berfikir dan bernafas.

b. Perilaku aktif: perilaku yang sifatnya terbuka berupa tindakan yang nyata dan dapat diamati secara langsung (Kholid A, 2012).

2.5.5 Pembagian perilaku a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang over (over behavior) (Zhou M, 2017).

(43)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. New Comb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku.

c. Praktik/practice

Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahuinya (Robert T, 2005)

2.5.6 Beberapa teori perubahan perilaku

Teori determinan terbentuknya perilaku yaitu: a. Teori Lawrence Green

Menurut Lawrence Green bahwa perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan dimana kesehatan ini dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yaitu: faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan keyakinan dan nilai-nilai, faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak bersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan

(44)

perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok retefensi dari perilaku masyarakat.

b. Teori WHO

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah:

1. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek kesehatan).

2. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

3. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

4. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

5. Tokoh penting sebagai panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk

(45)

dicontoh sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya

6. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia (Notoatmodjo, 2014).

c. Teori “PRECED-PROCEED” (1991)

Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green (Kholid.A, 2012), yang dirintis sejak tahun 1980. Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (nonbehavior causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim PRECEDE: Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede ini adalah merupakan arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk intervensi pendidikan (promosi) kesehatan. Precede adalah merupakan fase diagnosis masalah. Dapat disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil

(46)

keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/tidak bertindak (Notoatmodjo, 2014).

d. Teori “THOUGHTS AND FEELING”

Tim kerja dari organisasi kesehatan dunia atau WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya empat alasan pokok (Notoatmodjo, 2014). Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pegetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan). Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain, kepercayaan-kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu, dan sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain: sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain, dan sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

(47)

2.5.7 Bentuk perubahan perilaku

1. Perubahan alamiah (natural change) perilaku manusia selalu berubah, sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya yang akan mengalami perubahan.

2. Perubahan rencana (planed change) perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

3. Kesediaan untuk berubah (readiness to change) apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian lagi sangat lambat untuk menerima perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda (Priyoto, 2015). 2.5.8 Strategi perubahan perilaku

Strategi perubahan perilaku menurut Notoadmodjo, 2014 yaitu:

a. Menggunakan kekuatan/kekuasaan perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran/masyarakat sehingga ia mau melakukan seperti yang diharapkan. Contoh ini dapat dilakukan pada penerapan Undang- undang. b. Pemberian informasi dengan memberikan informasi-informasi

penyuluhan dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya di pengetahuan-pengetahuan itu akan

(48)

menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

c. Diskusi partisipasi dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak searah tetapi dua arah. Hal ini masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimannya. Diskusi partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi dan pesan-pesan kesehatan.

Referensi

Dokumen terkait

a) plot tunggal yaitu apabila karya fiksi hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis yang sebgai hero.. dipergunakan jika pengarang

Fenomenologis menunjukan proses “menjadi” dan kemampuan mengetahui bentuk-bentuk (gejala yang nampak) secara bertahap untuk menuju pengetahuan (makna) yang benar dari

Dalam skripsi ini penulis mencoba mendeskripsikan kesenian wayang sebagai media perkembangan budaya Islam ruang lingkup penelitian pada Perkumpulan Langen Suara

In Demian: the Story of Emil Sinclair’s Youth Hesse told about a journey of a young man named Emil Sinclair in revealing individuation.. Sinclair was born in a wealthy

and subsoil) dan Hukum Internasional , Binacipta, Bandung, tt., hlm. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1989, hlm.. Pertama , ia adalah hak

j) Setiap limbah B3 yang disimpan dalam kemasan karung, jumbo bag atau drum dialasi dengan palet. Penyimpanan limbah B3 bertujuan untuk menyimpan sementara suatu limbah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan komposisi media tanam dan nitrogen berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun tanaman, luas daun tanaman