• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab II Tinjauan Pustaka"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II Tinjauan Pustaka

II.1. Jalur Distribusi

Menurut American Supply Chain Association jalur distribusi bisa diartikan

sebagai seluruh kegiatan yang yang terlibat dalam produksi dan pengiriman

produk akhir atau jasa antar produsen satu ke produsen yang lain atau konsumen

yang satu ke konsumen yang lain, sehingga pemilihan pasangan yang strategis

menjadi penting untuk relasi kerjasama antar perusahaan inti untuk membentuk

aliansi dengan perusahaan yang lain (Wu, 2007).

Jalur distribusi dapat juga didefenisikan suatu rantai atau jaringan dari suatu

sistem organisasi, manusia, teknologi aktivitas informasi atau sumber daya yang

melibatkan perpindahan produk atau jasa dari produsen ke konsumen. Jalur

distribusi juga bisa dikatakan suatu aktivitas yang mengolah bahan baku menjadi

barang jadi yang harus didistribusikan dari produsen ke konsumen akhir

(Wikipedia, 2008).

Jalur distribusi dapat juga didefenisikan sebagai aliran transformasi dari bahan

baku menjadi barang intermediate sampai produk akhir dan mendistribusikan dari

produsen ke konsumen akhir (Cope et al., 2007).

II.1.1. Metode Optimisasi

Metode optimisasi dapat mencerminkan perilaku para pelaku ekonomi seperti

konsumen dan produsen. Konsumen akan selalu memaksimumkan kepuasan dan

produsen akan memaksimumkan keuntungan dengan meminimumkan biaya

(Kuncoro, 2004). Oleh karena itu metode optimisasi selalu berkaitan dengan

masalah maksimasi, minimasi atau kombinasi keduanya.

Metode optimisasi sering digunakan untuk memecahkan masalah dalam ilmu

ekonomi, riset operasi (operation research) dan ilmu teknik. Penerapan metode

optimisasi yang semakin luas telah mendorong perkembangan dengan cepat,

(2)

khususnya sejak tahun 1947 Danzig memperkenalkan metode simpleks untuk

memecahkan programasi linear (linear programming) (Kuncoro, 2004).

Pemograman linear ini dikembangkan pada berbagai bidang terapan seperti

analisis teknik, manajemen industri dan ekonomi. Bersamaan dengan kemajuan

penggunaan komputer, metode ini juga berkembang untuk pemograman-

pemograman yang bersifat non linear seperti integer programming, quadratic dan

geometric programming.

Metode optimisasi sering digunakan dalam mengambil keputusan operasional,

terutama dibidang industri untuk mencapai sasaran yang maksimal. Metode

optimisasi merumuskan suatu permasalahan secara sederhana dan tidak berubah

secara dinamis. Permasalahan yang akan diselesaikan dengan metode optimisasi

umumnya memiliki fungsi tujuan, baik maksimum atau minimum dan

variable-variabelnya terkendali. Fungsi tujuan biasanya berupa meminimumkan ongkos

produksi atau memaksimalkan keuntungan yang diharapkan dari kegiatan. Metode

ini bersifat kaku karena hanya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah

apabila fungsi tujuan jelas, variabelnya lengkap sesuai yang dibutuhkan, sehingga

dapat digunakan untuk menganalisa perubahan-perubahan yang terjadi dalam

suatu kegiatan (Kuncoro, 2004).

Model optimisasi bersifat kaku karena hanya dapat digunakan untuk

menyelesaikan suatu masalah apabila memenuhi format yang dibutuhkan yaitu

fungsi tujuannya jelas, semua variabel pengendali lengkap sesuai yang dibutuhkan

pengambil keputusan dan kendala sistem bisa dirumuskan secara tepat. Metode

optimisasi sulit diterapkan pada pemilihan mengambil, melepas atau memutuskan

memenuhi permintaan (Gresh et al., 2007).

II.1.2. Model Simulasi

Simulasi komputer digunakan untuk mempelajari konsekuensi yang dihasilkan

oleh perilaku dinamis dari suatu sistem. Perkembangan yang amat pesat dalam

dunia simulasi komputer membuat simulasi dari konsekuensi yang dihasilkan oleh

perilaku dinamis ini dapat dilakukan dengan biaya yang rendah. Simulasi

(3)

komputer memberikan sumbangan besar dalam perancangan kebijakan-kebijakan

yang akan diterapkan dalam suatu sistem dengan kemampuan untuk memberikan

konsekuensi yang akan ditimbulkan atas kebijakan itu sendiri (Sushil, 1993).

Metode simulasi adalah adanya kecenderungan inovasi yang dapat

menggambarkan suatu permasalah dan memberikan solusi yang dapat langsung

diterapkan dengan waktu yang lebih cepat (Cope et al., 2007). Dengan

mengasumsikan bahwa dalam sistem nyata terdiri dari sistem yang tertutup,

didominasi umpan balik, non linear dan ada tenggang waktu, metode simulasi

paling sesuai diterapkan pada sistem yang betul-betul memiliki karakteristik

tersebut. Secara umum model simulasi dicirikan oleh pola-pola dinamis tertentu,

horison waktu yang panjang dan batas interdisiplin yang luas. Model simulasi

pada umumnya digunakan untuk mempelajari perilaku dan kecenderungan suatu

sistem akibat perubahan faktor-faktor internalnya.

Metode simulasi kurang baik digunakan untuk mempelajari sistem jangka pendek,

ketepatan model sangat bergantung pada pembuat model sehingga sulit untuk

dimengerti oleh orang lain. Selain itu jika semua proses belum terdefenisi, maka

metode simulasi tidak bisa dijalankan (Cope et al., 2007).

II.1.3. Model Input Output

Manfaat utama model input output adalah dapat menggambarkan aliran output

dari suatu sektor ke sektor lain dan dari produsen ke konsumen akhir

(Sumodiningrat, 1991). Analisis menggunakan model ini juga memberi gambaran

tentang aliran barang, jasa dan input antar sektor sekaligus dapat digunakan

sebagai alat peramal mengenai pengaruh suatu perubahan situasi ekonomi atau

kebijakan ekonomi (Boediono, 1993).

Model input output merupakan suatu cara untuk menggambarkan aliran uang,

sumber daya atau produk di antara berbagai produsen dan konsumen di dalam

perekonomian. Teknik ini secara langsung menggunakan data perekonomian yang

(4)

dapat diobservasi. Paradigma teknik model input output murni deskriptif, tidak

normatif atau teoritis (Kuncoro, 2004)

Kegunaan model input ouput dapat digunakan untuk menganalisa aliran barang,

jasa dan input antar sektor. Untuk jalur distribusi model input output dapat

menggambarkan aliran kegiatan dari bahan baku menjadi bahan jadi. Selain itu

model ini juga digunakan untuk menggambarkan kegiatan dari produsen sampai

ke konsumen dalam jalur distribusi.

Seperti model lain model input output juga mempunyai kelemahaan seperti

aplikasinya bersifat terbatas, yaitu pada pada sistem yang statis dan strukturnya

tertentu, membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu yang lama untuk

membuatnya. Kesulitan memenuhi konsistensi internal model, disebabkan karena

adanya keharusan total input sama dengan total output (BPS, 2000).

Walaupun ada beberapa kelemahan metode input output, dari beberapa penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya analisis dengan menggunakan metode input

output memiliki beberapa kelebihan antara lain:

1. dapat menjelaskan hubungan keterkaitan antar sektor dalam perekonomian

2. dapat menjelaskan dan mengidentifikasikan sektor basis dalam

perekonomian

3. dapat digunakan untuk analisa dampak suatu kebijakan dalam

perekonomian.

Oleh karena itu sangatlah tepat apabila metode Input-Ouput digunakan untuk

melakukan analisis jalur distribusi karena manfaat utama dari model input output

adalah dapat menggambarkan aliran bahan baku menjadi bahan jadi dan dapat

menggambarkan aliran kegiatan dari produsen sampai ke konsumen akhir.

Tabel Input Output (I-O) adalah bagian dari tampilan data. Data pada prinsipnya

digunakan untuk mengevaluasi hasil pembangunan melalui analisis ekonomi dan

juga untuk bahan perencanaan. Tabel I-O menggambarkan suatu fakta yang ada

(5)

pada saat ini, oleh karena lebih banyak bersifat evaluasi atas rencana yang

dicanangkan sebelumnya. Untuk perencanaan dibutuhkan perapihan melalui

asumsi yang lebih realistik dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi makro (BPS,

2000).

Tabel I-O adalah suatu perangkat data yang komprehensif, konsisten dan terinci

yang menggambarkan suatu negara, wilayah atau daerah yang lingkupnya lebih

kecil. Tabel ini merangkum seluruh kegiatan ekonomi. Semua kegiatan ekonomi

dikelompokkan berdasarkan prinsip kesamaan, proses, bahan baku dan teknologi.

Pengelompokkan ini mengacu kepada Klasifikasi Lapangan Usaha Industri

(KLUI) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tabel I-O pada

dasarnya terdiri dari empat kuadran, namun dalam praktik pengisian angkanya

hanya tiga kuadran dapat dilihat pada Gambar II-1.

Gambar II-1 Contoh Tabel Input Output (3 Sektor)

1. Kuadran I Permintaan Antara atau Biaya Antara

Kuadran ini menunjukkan hubungan atau saling ketergantungan antara

sektor-sektor ekonomi.

2. Kuadran II Permintaan Akhir

Kuadran ini menunjukkan hubungan atau saling ketergantungan antara

sektor-sektor ekonomi dengan institusi pengguna akhir barang dan jasa.

(6)

Dalam I-O nasional kelompok permintaan akhir ini dirinci menurut

institusi yaitu rumah tangga termasuk lembaga sosial yang melayani

rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal, ekspor, dan selisih stok.

Dalam kelompok ini sering ekspor digabung dengan impor dan diperoleh

ekspor netto.

3. Kuadran III Kelompok Faktor Produksi

Kuadran ini disebut juga nilai tambah sebab balas jasa faktor produksi

adalah nilai tambah. Kuadran ini menunjukan kontribusi masing-masing

faktor produksi di dalam proses produksi pada suatu sektor ekonomi.

Kelompok ini terdiri dari upah, gaji, penyusutan, pajak tidak langsung,

subsidi dan surplus usaha. Surplus usaha ini merupakan gabungan dari

keuntungan bersih, pajak langsung, bunga bank dan sumbangan atau hibah

pihak lain.

4. Kuadran IV kelompok Faktor Produksi dan Institusi

Kelompok ini menunjukkan hubungan antara faktor produksi dengan

produk akhir.

Tabel I-O dalam pengembangannya mempunyai variasi. Beberapa variasi tersebut

memungkinkan analisis dan perencanaan ekonomi daerah menjadi lebih tajam dan

terstruktur (BPS, 2000).

Variasi tabel I-O antara lain:

1. Bila nilai setiap sel dihitung pada saat barang dan jasa dibeli oleh

konsumen, tabel ini disebut tabel atas dasar harga pembeli.

2. Bila nilai dalam setiap sel dihitung pada saat barang dan jasa dijual oleh

penghasil/produsen, tabel ini disebut tabel atas dasar harga produsen.

3. Bila angka dalam setiap sel dipisahkan antara barang yang berasal dari

hasil dari daerah itu, maka tabel itu disebut tabel transaksi domestik.

4. Bila angka sel tersebut hanya menunjukkan barang dari luar daerah, maka

tabel itu disebut tabel transaksi impor. Gabungan antara tabel transaksi

domestik dengan transaksi impor disebut tabel transaksi total.

5. Bila konsumsi rumah tangga dari kuadran II dipindahkan ke kuadran I

disebut tabel I-O tertutup

(7)

6. Bila nilai dalam tabel IO dinyatakan dalam harga pada suatu tahun dasar,

tabel ini disebut tabel atas dasar harga konstan.

7. Bila angka dalam sel tersebut dinyatakan dalam satuan masing-masing

komoditinya misalnya ton, meter dan sebagainya. Tabel itu disebut tabel

I-O kuantitas

8. Bila tabel I-O daerah dibagi menjadi beberapa wilayah pembangunan atau

daerah yang lebih kecil wilayahnya, tabel itu disebut tabel I-O intra daerah

9. Bila dinyatakan dalam keterkaitannya dengan daerah tetangganya, tabel ini

disebut tabel I-O inter daerah atau interregional pada tingkat nasional.

II.1.3.1. Tabel turunan I-O

Dalam tabel I-O terdapat dua tabel turunan yang terkenal dalam pengunaannya

yaitu tabel koefisien input dan tabel pengganda ekonomi. Kedua tabel ini

berfungsi untuk menganalisis kondisi perekonomian suatu daerah dan bahan

untuk perencanaan ekonomi daerah (BPS, 2000).

a. Tabel koefisien input

Tabel koefisien input menggambarkan struktur biaya atau input suatu kegiatan

ekonomi pada satu tahun. Tabel ini diperoleh dengan membagi semua sel

dalam satu kolom dengan total input kolom tersebut. Hasilnya adalah

ketergantungan suatu sektor terhadap sektor lain untuk menghasilkan satu

rupiah output sektor tersebut. Tabel ini pada permintaan akhir

menggambarkan struktur konsumsi, investasi, dan ekspor daerah pada tahun

tersebut.

b. Tabel pengganda ekonomi (Matriks Leontief = Matriks B)

Tabel ini terkenal dengan nama Matriks Leontief sebagai penghargaan

terhadap penemu model I-O ini untuk kegunaan berbagai analisis dan

perencanaan ekonomi. Matriks ini diturunkan dari tabel koefisien input

dengan mengambil angka pada kuadran I. Tabel koefisien kuadran I ini sering

disebut matriks A. Bila matriks A ini sebagai pengurang dari matriks identitas,

kemudian hasilnya dibalikkan (inverse), maka diperoleh Matriks Leontief

(8)

yang sering dinyatakan sebagai Matriks B. Secara matematika diperoleh

sebagai berikut:

1

]

[

=

I

A

B

Matriks pengganda ekonomi menunjukan pengaruh dan saling ketergantungan

antar kegiatan ekonomi di daerah itu. Matriks ini digunakan untuk mengetahui

secara kuantitatif dampak suatu variabel ekonomi terhadap seluruh kegiatan

ekonomi daerah itu. Bahkan dampak terhadap daerah lain dan daerah tetangga

dapat diketahui bila I-O yang digunakan adalah I-O inter daerah. Dalam

kehidupan nyata, keterkaitan kegiatan dinyatakan dalam pengertian pengaruh

langsung dan tidak langsung (direct and indirect effects). Pengaruh ini dalam ilmu

ekonomi dikenal sebagai proses pengganda ekonomi (economic multiplier)

(Kuncoro, 2004).

Untuk menggunakan model input output harus memenuhi empat asumsi dasar

yaitu:

1. Homogenitas (Homogeneity)

Yaitu satu sektor menghasilkan satu jenis output dengan struktur input

yang tunggal dan tidak ada substitusi antar output dari sektor yang

berbeda.

2. Proporsionalitas (Proportionality)

Artinya dalam kenaikan penggunaan input oleh satu sektor akan sebanding

dengan kenaikan output yang dihasilkan.

3. Aditivitas (Additivity)

Artinya jumlah pengaruh dari kegiatan produksi di berbagai bidang sektor

merupakan hasil penjumlahan dari setiap pengaruh pada masing-masing

sektor tersebut.

4. Instantenius (Instanteneous)

Adalah asumsi yang menyatakan bahwa model I-O memberikan hasil

prediksi dalam skala sesaat sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan

pada permintaan akhir.

(9)

Ada beberapa teori dan studi empiris yang menjelaskan bagaimana keterkaitan

antar sektor mempengaruhi perekonomian suatu negara. Di banyak negara dimana

sektor pertanian masih substansial, pemikiran mendinamiskan sektor pertanian

lewat kekuatan dan keterkaitannya dengan sektor lain merupakan wacana yang

menarik. Banyak pendapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary condition)

untuk dapat dicapainya tranformasi struktural dari pertanian (industri primer) ke

industri sekunder adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri

yang tangguh (Kuncoro, 2004)

Dalam membahas dan menganalisa perencanaan sektoral digunakan metoda

analisis input output. Walaupun sederhana metode ini dianggap cukup mampu

memperkirakan dampak suatu sektor di suatu wilayah terhadap perekonomian

negara tersebut secara keseluruhan termasuk terhadap tingkat pendapatan

masyarakat di wilayah tersebut (Miller dan Blair, 1985)

II.2. Industri Kecil dan Menengah (IKM)

II.2.1. Definisi IKM

a Departemen Perindustrian (Kebijakan pengembangan IKM tahun

2005 –2009)

Definisi IKM menurut Departemen Perindustrian dengan mengacu pada

UU No.9/1995 adalah sebagai berikut:

Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh

perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk

memproduksi barang dan jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang

mempunyai kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah diluar tanah

dan bangunan tempat usaha dan mempunyai nilai penjualan per tahun

sebesar 1 milyar atau kurang

Kriteria usaha kecil adalah :

Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung

maupun tidak langsung dengan usaha besar

(10)

Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang yang berbadan

hukum atau tidak berbadan hukum, termasuk koperasi.

Industri Menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh

perseorangan atau badan bertujuan untuk memproduksi barang ataupun

jasa untuk diperniagakan secara komersial yaitu mempunyai nilai

penjualan per tahun lebih besar dari 1 milyar namun kurang dari 50 milyar

rupiah. Menurut Inpres No. 10 tahun 1999 tentang pemberdayaan usaha

menengah, industri menengah didefinisikan sebagai perusahaan industri

yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 20 juta sampai dengan Rp.

10 Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b Biro Pusat Statistik (2000)

BPS menggunakan batasan usaha dengan berdasarkan pada jumlah tenaga

kerja, tanpa memperhitungkan aspek mesin bertenaga atau permodalan.

Industri kecil adalah unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang.

Industri Menengah adalah unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 20 – 99

orang.

Staley & Morse (1965) menyatakan terdapat sepuluh kekuatan yang

menguntungkan bagi industri kecil, enam faktor terkait dengan karakteristik

produk dan empat lainnya berhubungan dengan kondisi dinamis industri kecil.

Kekuatan / keunggulan dari industri kecil tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keselarasan antara aspek fisik dengan aspek teknologi produk dan proses

produksi. Adanya keselarasan hubungan antara aspek fisik dan rekayasa

/teknologi dalam pembuatan produk dengan tingkat ketelitian rendah

(sederhana), sehingga hanya diperlukan operasi dan peralatan yang

sederhana dengan tingkat pengembalian dapat dicapai dengan jumlah

produk yang sedikit.

2. Produk memerlukan ketrampilan manual yang tinggi. Produk dengan

karakteristik memerlukan ketrampilan tenaga kerja yang dominan, akan

lebih sesuai dilakukan oleh industri kecil.

(11)

3. Produksi massa untuk komponen khusus. Faktor ini ditandai dengan sifat

massal produksi dan kekhususan produk yang dibuat. Sifat kekhususan

produk membatasi aspek penggunaan produk, sehingga membatasi pula

dimensi pengguna produk tersebut.

4. Produk dengan skala kecil dan produksi jangka pendek. Produk yang

mempunyai potensi pasar yang kecil tidak sesuai dikerjakan oleh industri

besar. Sifat produk yang tidak baku menyebabkan pembuatannya tidak

bisa dilakukan secara massal.

5. Faktor lokasi dan biaya transportasi. Pasar yang dilayani bersifat lokal

dengan jumlah yang relatif kecil, sehingga ekonomis bila dilakukan oleh

industri kecil.

6. Produk dengan rancangan khusus atau inovasi. Produk dengan desain

khusus yang merupakan pesanan dari konsumen, pembuatannya tidak

mungkin dilakukan secara massal.

7. Hubungan pengelola dan pekerja dekat. Ukuran industri yang kecil

menyebabkan komunikasi lancar. Hubungan yang erat antara pekerja dan

pimpinan ataupun antar sesama pekerja dapat meningkatkan produktivitas

kerja, pola kerjasama yang efektif dan berkurangnya masalah keluar

masuk karyawan.

8. Fleksibilitas dan biaya tidak langsung rendah. Prosedur operasi dan

birokrasi dalam industri kecil lebih sederhana sehingga biaya tidak

langsung menjadi rendah.

9. Pelayanan yang lebih baik. Memungkinkan bagi industri kecil untuk dapat

memberikan perhatian khusus kepada konsumen dan kualitas pelayanan

yang lebih baik.

10. Kecepatan dalam merespon peluang untuk tumbuh. Kecepatan proses

pengambilan keputusan dan pelaksanaannya pada industri kecil

menyebabkan kemampuan dalam memberikan respon terhadap perubahan

lebih cepat. Kedekatannya dengan konsumen juga membuat lebih peka

terhadap perubahan selera konsumen dan peluang baru.

(12)

Secara umum, pembangunan industri kecil dan menengah memiliki tujuan

penyerapan tenaga kerja, dapat meningkatkan nilai ekspor dan terjadi penyebaran

pembangunan industri terutama ke daerah-daerah potensial (Depperind, 2005).

Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud, strategi pembangunan yang akan

ditempuh adalah peningkatan teknologi mutu dan disain produk, peningkatan

penguasaaan pasar ekspor (pemasaran) dan memfasilitasi terhadap sumber

pendanaan. Terdapat 3 (tiga) cabang IKM yang dipilih yang tidak termasuk dalam

kategori industri kerajinan, tapi oleh karena populasinya yang besar sehingga

melibatkan jumlah pekerja yang besar serta outputnya besar, dipilih untuk

diprioritaskan. Ketiga cabang IKM yang dimaksud yaitu IKM garam rakyat, IKM

minyak atsiri dan IKM makanan ringan.

Pembangunan ekonomi merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat.

Pelaksanaan pembangunan ekonomi didasarkan pada sistem ekonomi kerakyatan

dan pengembangan sektor unggulan, terutama yang banyak menyerap tenaga kerja

dan berorientasi pada ekspor yang didukung dengan peningkatan kemampuan

sumber daya manusia dan teknologi untuk memperkuat landasan pembangunan

yang berkelanjutan dan meningkatkan daya saing serta berorientasi pada

globalisasi ekonomi (Propenas 2001-2005).

Otonomi daerah pada hakekatnya adalah mewujudkan kemandirian daerah atas

dasar prakarsa, kreatifitas dan partisipasi aktif masyarakat untuk memajukan

daerahnya. Salah satu upaya menuju kemandirian daerah tersebut adalah dengan

memberdayakan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki dan dilaksanakan

melalui pembangunan ekonomi kerakyatan sehingga struktur perekonomian

beralih dari posisi ketergantungan ke posisi kemandirian (Disperindag Jabar,

2007).

II.2.2. IKM Minyak Atsiri

Peluang untuk mengembangkan IKM minyak atsiri cukup besar karena

penggunaan turunan minyak atsiri pada berbagai industri di dalam negeri juga

(13)

berkembang. Impor minyak atsiri yang masih tinggi antara lain disebabkan

teknologi pengolahan minyak atsiri di Indonesia belum mampu mengikuti

perkembangan teknologi di negara lain yang telah maju pesat. Umumnya petani

minyak atsiri masih menerapkan teknologi hulu dan bersifat tradisional, sehingga

belum mampu menjamin kontiniutas pengadaan produk dengan mutu yang baik.

Keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia merupakan faktor yang selalu

merupakan kendala terbesar bagi bangsa Indonesia dalam mengembangkan IKM

minyak atsiri (Depperind, 2005).

IKM minyak atsiri secara umum mempunyai permasalahan yang hampir sama

yaitu terbiasa bekerja dan berpikir secara tradisional, kurangnya pengetahuan

tentang perkembangan dan kemajuan sistem pertanian dan teknologi penyulingan

modern, terlalu dominannya para pengumpul (tengkulak) hasil penyulingan

minyak atsiri, keterbatasan dana modal kerja, informasi dan jaringan pemasaran.

Jalur distribusi dan mekanisme tata niaga pemasaran pada IKM minyak atsiri

yang panjang juga mempengaruhi harga penjualan produk minyak atsiri sehingga

nilai tambah yang diperoleh oleh industri penyuling juga sedikit seperti dapat

dilihat pada Gambar II.2 (Ketaren, 2006).

Pedagang Pengumpul Eksportir Pabrik Pengolah Skala Besar Pedagang Perantara Petani/Pengolah Penyuling Minyak Atsiri Arus uang Arus barang Keterangan:

Gambar II-2. Mekanisme Tataniaga Minyak Atsiri di dalam Negeri

Sasaran pengembangan IKM Minyak Atsiri dalam jangka menengah diarahkan

untuk meningkatnya mutu produk, tumbuh dan kuatnya kelembagaan IKM,

diaplikasikannya teknologi refraksinasi modern, dan meningkatnya ekspor minyak

(14)

atsiri. Sedangkan untuk jangka panjang diharapkan IKM minyak atsiri mampu

memproduksi minyak atsiri dengan kualitas ekspor serta melakukan ekspor secara

langsung (Depperind, 2005)

.

Pokok-pokok rencana aksi jangka menengah yang akan dilaksanakan dalam

rangka mewujudkan sasaran tersebut di atas, antara lain dengan melakukan

peningkatan produktivitas dan mutu produk, melakukan peningkatan efisiensi,

meningkatkan keterampilan melalui pelatihan dan konsultasi, melakukan

perluasan jaringan pemasaran, melaksanakan penelitan dan pengembangan

refraksinasi modern dan pengembangan industri secara terpadu. Pengembangan

IKM minyak atsiri, perlu didukung oleh infrastruktur ekonomi yang memadai

seperti teknologi, SDM, infrastruktur dan pasar (Depperind, 2005).

Tabel II-1. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri

No. Tanaman/Pohon Bagian Tanaman Minyak Atsiri Komponen Utama 1 Pohon cengkeh Bunga/daun Minyak cengkeh Eugenol

2 Pohon lawang Kulit Minyak lawang Eugeno dan safroll 3 Pohon pinus Kulit/Batang/Getah Minyak terpentin Alfa-pinena 4 Pohon cendana Kulit/Batang/Akar Minyak cendana Santanol 5 Pohon kayu putih Daun Minyak kayu putih Sineol 6 Pohon kenanga Bunga Minyak kenanga Ester

7 Pohon kayu manis Kulit/Batang Minyak kayu manis Sinamil aldehid 8 Tanaman sereh Daun Minyak sereh

Sitronelal, sitronelol, geraniol 9 Tanaman nilam Daun Minyak nilam Patchouli alcohol 10

Tanaman mentha

arvensis/piperita Daun Minyak permen Mentol 11 Tanaman akar wangi Akar Minyak akar wangi Vetiverol 12 Tanaman adas Biji Minyak adas

Anetol, Estragol, Fenson

Sumber: Guenther (1950) dan Sastrohamidjojo (2006)

Dalam jangka panjang yang akan dilaksanakan meliputi antara lain membangun

pilot project refraksinasi yang cocok untuk skala IKM dan mendorong tumbuhnya

industri minyak wangi dan meningkatkan ekspor secara signifikan.

(15)

Tabel II-2. Jenis Minyak Atsiri Indonesia dan Kegunaannya

No.

Nama

Minyak Nama Dagang Nama Tanaman Kegunaan

1 Nilam Patchouli oil Pogestemon cablin Parfum, sabun

2 Serai wangi Citronella oil

Andropogon

nardus Parfum, sabun

3 Akar Wangi Vetiver oil

Vetiveria

zizanoides Parfum, sabun

4 Kenanga Cananga oil

Canangium

odoratum Parfum, sabun 5 Cendana Sandalwood oil Santalum album Parfum, sabun

6 Kayu Putih Cajeput oil

Melaleuca

leucadendron Farmasi

7 Daun Cengkeh Clove leaf oil

Syzygium aromaticum

Parfum, Farmasi, Makanan, Rokok

Sumber: Balitro, 2000

Industri berbasis bottom up bertumpu pada bahan baku, bahan kimia, rekayasa

pabrik dan pelaksana produksi serta penelitian dan perkembangan (R&D) seperti

dapat dilihat pada Gambar II-3, dengan tujuan tidak lagi mengekspor bahan baku

namun mengekspor bahan olahan dengan nilai ekonomi lebih tinggi

(Sastrohamidjojo, 2006).

Fluktuasi harga minyak atsiri menjadi masalah yang sulit dikendalikan. Untuk

menghadapinya dilakukan diversifikasi jenis komoditi baik secara vertikal dan

horizontal. Kaitan antara peningkatan nilai tambah dengan diversifikasi produk

banyak digunakan terhadap bahan baku yang mengandung berbagai komponen

yang dapat menghasilkan produk lain atau bahan baku yang dapat diproses lebih

lanjut untuk menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi. Diversifikasi

produk dapat berlangsung secara vertikal mapun horizontal. Diversifikasi vertikal

yaitu menganekaragamkan produk melalui pengolahan lebih lanjut jenis minyak

(16)

atsiri dan diversifikasi horizontal menambah keaneka ragaman jenis minyak atsiri

(Hobir dan Rusli, 2002).

Gambar II.3. Skema Industri Minyak Atsiri Berbasis Bottom Up

Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk meningkatkan pengembangan industri

minyak atsiri dari mulai dari bahan baku sampai ke industri hilir pengguna

minyak atsiri sesuai dengan permintaan pasar baik di domestik maupun di luar

negeri seperti dapat dilihat pada Gambar II-5.

Gambar II-4. Struktur Umum, Rantai Usaha dan Pemakai Minyak Atsiri

Kriteria pemilihan bahan baku untuk dikembangkan menjadi wewangian adalah

aman untuk kulit, ramah lingkungan, keharuman disukai, harga/anggaran yang

terjangkau oleh masyarakat, stabilitas komposisi bahan kimia penyusun,

(17)

performansi dari produk jadi yang baik, physical properties (eg. Solubility,

colour) dan memiliki nilai tambah, pada Gambar II-5 adalah salah satu contoh

dari bahan baku yang dapat digunakan seperti Architecture Fragrance dari

wewangian yang oriental/ Spicy (Sabini, 2006).

Gambar II-5. Architecture Fragrance (Oriental/Spicy)

II.2.3. Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut di dalam air yang

berasal dari tanaman dengan cara memisahkan minyak dari jaringan tanaman

melalui proses destilasi, pada proses ini jaringan tanaman dipanasi dengan air atau

uap air. Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama uap air yang terbentuk

atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan (Dewan Ilmu Pengetahuan,

Teknologi dan Industri Sumbar, 2007).

Minyak atsiri yang disebut juga minyak eteris dipergunakan sebagai bahan baku

dalam berbagai industri, antara lain, industri parfum, kosmetik (essence), industri

farmasi dan industri lainnya. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian,

minyak atsiri berfungsi sebagai zat pewangi, terutama yang berasal dari bunga

tertentu. Beberapa jenis minyak atsiri dapat digunakan sebagai pengikat bau

(fixative) dalam parfum, misalnya minyak cendana, minyak nilam dan minyak

akar wangi. Sedangkan minyak

atsiri yang berasal dari rempah-rempah seperti

minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe dan minyak rempah lainnya

(18)

umumnya digunakan untuk bahan penyedap (flavoring agent) pada industri

makanan dan minuman (Ketaren, 1985).

Statistik perdagangan minyak atsiri Indonesia menunjukkan ekspor tahun 2004

mencapai US$ 90 juta dengan 20 jenis minyak atsiri kasar, namun di tahun yang

sama masih mengimpor produk turunan minyak atsiri senilai US$ 13,17 juta, dari

potensi 40 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan dunia, 12 jenis di antaranya

diekspor ke 77 negara, antara lain negara Eropa, AS, Australia, Afrika, Kanada,

dan negara-negara ASEAN, juga produksi minyak atsiri Indonesia untuk jenis

tertentu cukup dominan, seperti minyak nilam 1.200 ton, kenanga 30 ton, akar

wangi 54 ton, sereh wangi 275 ton, pala 130 ton, dan cengkeh 2.000 ton (Ditjen

IAK - Depperind).

Beberapa wilayah di Indonesia sangat potensial untuk pembudidayaan pengolahan

minyak atsiri. Peluang pasar dari minyak atsiri untuk perdagangan internasional

yang cenderung meningkat merupakan peluang bagi Indonesia untuk melirik

daerah-daerah yang potensial sebagai penghasil minyak atsiri dalam bentuk

industri skala kecil dan menengah yang berpotensi meningkatkan devisa bagi

Indonesia. Pengembangan IKM atsiri akan dilaksanakan pada daerah-daerah yang

memiliki potensi bahan baku (Depperind, 2005).

(19)

Sentra produksi minyak akar wangi di Indonesia adalah Kabupaten Garut yang

merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Minyak ini merupakan

komoditas ekspor dan di pasar dunia dikenal dengan nama (Java Golden Vetiver

Oil) (Disperindag & PM Garut).

Gambar II-7 Tanaman Akar Wangi

Minyak Akar Wangi (vetiver oil) bersumber dari tanaman akar wangi (Vetiveria

zizanioides Stapt) yang tumbuh secara liar atau ditanam di daerah tropika dan sub

tropika. Bagian tanaman yang berada di bawah tanah terdiri dari sejumlah akar

yang halus, berwarna kuning muda atau abu kemerah-merahan. Bagian akar

tersebut mengandung minyak atsiri yan kental dan berbau wangi. Dipulau Jawa

akar wangi disebut Java vetiver, sedangkan di India disebut “cus-cus” atau

“khas-khas” (Ketaren, 1985).

(20)

Vetiver dikombinasikan dengan patchouli untuk base note, berfungsi menghalau

ngengat, banyak digunakan untuk membuat deterjen, dan produk laundry lainnya.

Minyak vetiver memberikan keharuman yang dapat menenangkan dan membantu

mempercepat proses pemulihan nyeri otot (Sabini, 2006).

Kategori Produk konsumer (konsumer good) yang menggunakan

fragrance/wewangian dapat dilihat dari Gambar II-9 dimana vetiver yang

mempunyai aplikasi di bagian laundry dan sebagainya. Jenis minyak atsiri yang

dihasilkan dari Indonesia seperti Patchouli, vetiver, ylang ylang, sandalwood

mempunyai peranan penting dalam dunia parfumery, digunakan sebagai

base/middle note yang dapat menentukan mutu produk dalam aplikasi.

Kontinuitas supply dan stabilitas mutu berdampak pada konsumsi minyak atsiri di

aplikasi pada produk yang bersangkutan (Sabini, 2006).

Gambar II-9 Kategori Konsumer Good yang Menggunakan Wewangian

Dalam dunia perdagangan telah beredar ± 80 jenis minyak atsiri seperti minyak

nilam, minyak serai wangi, minyak cengkeh dan minyak akar wangi dan lain-lain

(Hadipoentyanti, 2006). Sebagian besar minyak atsiri yang diusahakan petani

merupakan komoditas ekspor tradisional non migas. Perkembangan ekspor

minyak atsiri terus naik, untuk tahun 2003 mengalami sedikit penurunan tetapi

meningkat dua kali lipat pada tahun 2004 seperti dapat dilihat pada Tabel II-3.

(21)

Tabel II-3 Jenis dan Ekspor Minyak Atsiri Indonesia (2002-2004)

No.

Jenis Minyak

Atsiri 2002 2003 2004

Vol. (Kg) US$ Vol. (Kg) US$ Vol. (Kg) US$

1 vetiver 75,714 1,078,451 45,821 1,428,682 56,444 2,445,744 2 citronela 106,315 775,564 41,591 535,111 55,924 368,326 3 patchouli 1,295,379 22,526,142 1,126,821 19,164,731 2,074,250 27,136,913 4 anis 330 429 404 8,017 446,528 3,577,428 5 ginger 2,050 100,632 16,600 21,304 - - 6 cinnamomum 176 1,642,394 151 2,396 - - 7 pala 3,276 14,886,440 - - 955,466 11,164,676 Jumlah 1,483,240 41,010,052 1,231,388 21,160,241 3,588,612 44,693,087

Sumber: BPS, 2002-2004

Perlunya dikembangkan IKM minyak atsiri berhubungan dengan kebutuhan

volume produksi untuk memenuhi permintaan konsumen. Permintaan konsumen

bisa berasal dari permintaan dalam negeri dan permintaan dari luar negeri. Data

dapat diperoleh berdasarkan data-data ekspor dan impor minyak atsiri yang dapat

diperoleh dari pusat data kantor biro pusat statistik. Ini menunjukkan bahwa

kebutuhan minyak atsiri akan selalu ada karena kegunaan dari minyak atsiri turut

berkembang sesuai dengan kegunaan dan manfaat yang banyak ditemukan oleh

para peneliti.

Selain mengekspor Indonesia juga mengimpor minyak atsiri. Dengan

berkembangnya berbagai industri di dalam negeri, maka kebutuhan minyak atsiri

dan turunannya semakin meningkat baik dari segi jenis minyak atsiri maupun

volumenya. Data yang pasti berapa proporsi minyak atsiri yang dihasilkan dan

yang digunakan dalam negeri sangat sulit diketahui. Namun diperkirakan

jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun yang dapat dilihat dari nilai

impor minyak atsiri pada Tabel II-5.

(22)

Tabel II-5. Jenis dan impor minyak atsiri Indonesia (2002-2004)

No.

Jenis Minyak

Atsiri 2002 2003 2004

Vol. (Kg) US$ Vol. (Kg) US$ Vol. (Kg) US$

1 bergamot 88,781 248,328 5,775 150,731 5,567 132,155 2 orange 204,900 810,496 269,067 857,658 316,231 1,201,433 3 lemon 12,445 203,588 22,959 390,331 47,046 426,668 4 lime 8,847 119,247 12,115 200,113 22,646 354,546 5 citrus (other) 31,679 707,085 41,790 661,667 199,612 746,446 6 geranium 6,888 152,582 4,819 194,199 63,743 854,299 7 jasmin 2,187 22,592 293 3,184 17 292 8 lavender 24,127 290,988 20,956 274,958 30,177 383,074 9 M. piperita 153,596 111,521 242,726 1,756,595 336,750 2,209,346 10 M. arvensis (other) 84,926 543,533 38,449 629,162 93,017 1,007,582 11 vetiver 2,573 45,318 2,465 48,683 2,231 51,306 12 citronela 1,219 14,021 1,765 10,155 35 2,917 13 patchouli 6,934 91,067 2,169 36,441 1,112,107 3,814,462 14 nutmeg 4,423 46,455 1,414 53,373 52,287 722,303 15 cinnamomum 20,160 178,815 1,693 75,368 - - 16 cardamomum 84 3,764 971 22,343 - -

17 anis & fennel

10,134 83,834 28,437 276,256 1,843 19,600 18 ginger 98 8,563 38 1,305 47 2,789 19 tanaman atsiri lain 772,534 2,669,204 654,701 2,436,852 44,244 337,610 Jumlah 1,436,535 6,351,001 1,352,602 8,079,374 2,327,600 12,266,828

Sumber: BPS, 2002-2004

II.3. Defenisi Kebijakan

Kebijakan pengembangan IKM adalah bagian dari kebijakan industri, sedangkan

kebijakan industri adalah bagian dari kebijakan publik. Oleh karena itu, sebelum

membahas mengenai kebijakan IKM terlebih dahulu akan dibahas mengenai arti

kebijakan publik dan kebijakan industri.

(23)

Kebijakan publik mempunyai arti, lingkup dan penekanan yang berbeda dalam

berbagai disiplin ilmu yang mempelajarinya. Kebijakan publik didefenisikan

sebagai serangkaian tindakan (action) atau diamnya (in-action) otoritas publik

(pemerintah) untuk memecahkan suatu masalah (Pal, 1997). Kebijakan publik

berkaitan dengan apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah yang mempunyai

suatu daftar tujuan (goals) yang memiliki urutan prioritas (Starling, 1988).

Kebijakan industri difokuskan pada intervensi atau keterlibatan pemerintah

terhadap peningkatan mutu produksi, dimana pemerintah melakukan intervensi,

antara lain dengan cara membuat peraturan, memberikan subsidi, turut terlibat

dalam produksi, memberikan bantuan atau menjadi perantara (melakukan

intermediasi) yang memberikan dampak signifikan pada pengembangan IKM.

II.3.1. Analisis kebijakan

Defenisi mengenai analisis kebijakan ada beberapa antara lain, suatu aktivitas

intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai

dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan

(Dunn, 1999).

II.3.2. Elemen-elemen Kunci dalam Proses Pembuatan Kebijakan

Lima elemen kunci dalam proses pembuatan kebijakan yaitu identifikasi masalah,

formulasi usulan kebijakan, adopsi, implementasi dan evaluasi seperti yang

diperlihatkan pada Gambar II-10 (Starling, 1988).

Gambar II-10. Lima Elemen Kunci dalam Proses Pembuatan Kebijakan

Berikut ini uraian elemen-elemen kunci dan proses pembuatan kebijakan.

1. Identifikasi masalah

(24)

- Identifikasi apa dan besarnya kebutuhan khusus yang akan diwujudkan

- Identifikasi sumber penyebab masalah

- Mengkaji apa dan bagaimana kelompok populasi tertentu akan

dipengaruhi (geografi, ekonomi, umur, suku, dll)

2. Formulasi Usulan Kebijakan

- Identifikasi tujuan dan keterkaitannya dengan masalah yang ingin

diselesaikan

- Identifikasi alternatif untuk mencapai tujuan tersebut

- Evaluasi alternatif dan sisi manfaat dan biaya

- Identifikasi distribusi dampak pada masyarakat dan setiap alternatif

3. Adopsi

- Penerimaan dan pemberian kekuatan hukum agar kebijakan yang dipilih

memiliki legitimasi

- Instrumen untuk memberikan legitimasi adalah hukum/aturan (legislasi),

politik, prosedur administrasi, pengaturan keuangan

4. Implementasi

- berbagai tindakan (action) yang dilakukan individu atau organisasi pada

saat dan tempat tertentu untuk mencapai berbagai tujuan

- Birokrasi sudah mulai mendominasi

5. Evaluasi

- Menetapkan kriteria atau standar untuk mengukur kinerja atau tingkat

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Starling (1988) terdapat hubungan antara pembuatan kebijakan dengan

analisis kebijakan yang menunjukkan hal khusus dalam proses pembuat kebijakan

dimana berbagai konsep analitis, proposisi dan teknik dapat memberikan arahan

bagi pemikiran, pemilihan serta perilaku administratif dan pembuat kebijakan.

Hubungan dapat dilihat pada Gambar II-11.

(25)

Action Problem Identification Policy Formulation Adoption Program Operation Evolution Analysis - diagnosis

- prognosis - strategic thingking - options - cost, benefits risks - assesing impacts The political factor levers - what is good policy - two concepts of ethicts

Gambar II-11. Hubungan Pembuat Kebijakan dengan Analisis Kebijakan

Berikut ini uraian hubungan pembuatan pembuatan kebijakan dengan analisis

kebijakan:

1. Problem Identification

- Diagnosis: ada masalah apa?

- Prognosis: apa yang akan terjadi jika tidak melakukan sesuatu

2. Policy Formulation

- Strategic Thingking: apa rencana untuk memecahkan masalah? Apa

tujuan, sasaran dan prioritas?

- Option: alternatif mana untuk mencapai tujuan

- Cost, Benefits, Risk: berapa biaya, keuntungan dan resiko untuk beberapa

alternatif tersebut?

- Assesing Impact: alternatif atau beberapa alternatif mana yang

memberikan keuntungan terbesar dengan efek samping negatif terkecil

3. Adoption

- The Political Factor: apakah kebijakan dapat berjalan ditinjau dan sisi

politik

4. Program Operation

- Levers: apa saja variabel yang dapat menjamin keberhasilan implementasi

kebijakan

(26)

5. Evaluation

- What is good policy? Apa kriteria suatu kebijakan dapat dikatakan baik?

Haruskah kebijakan dihapuskan?

- Two concept of ethic: kapan suatu kebijakan disebut gagal dilihat dari

aspek ekonomi dan politik.

Starling (1998) menggambarkan kaitan antara kebijakan, rencana dan program

seperti dapat dilihat pada Gambar II-12. Rencana (plan) didefenisikan sebagai

himpunan tujuan (objectives) yang dapat diukur untuk mencapai cita-cita (goals).

Program (project) merupakan himpunan tindakan (actions) spesifik untuk

mencapai tujuan (objectives).

Gambar II-12. Kaitan antara Kebijakan, Rencana dan Program (Starling, 1998)

II.4. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Indonesia

Kebijakan Pembangunan Industri Nasional (KPIN) tahun 2005 disusun dengan

maksud untuk memberikan arah baru bagi pengembangan industri nasional di

masa datang, serta memecahkan berbagai permasalahan yang menghambat

perkembangan industri saat ini. Dalam penyusunan kebijakan ini, Departemen

Perindustrian telah melakukan serangkaian diskusi dan sosialisasi dengan

berbagai instansi terkait, KADIN, pelaku industri, dan pakar dari beberapa

perguruan tinggi. Diskusi diperlukan untuk mendapatkan berbagai bahan-bahan

(27)

masukan dalam usaha memperbaiki daya saing Indonesia yang telah terjadi sejak

terjadinya krisis tahun 1998. Dalam upaya meningkatkan kembali daya saing

sektor industri diperlukan strategi yang tepat, agar mampu mengakomodasikan,

dan mengantisipasi kondisi lingkungan di dalam dan di luar negeri yang

perubahannya cenderung terjadi secara cepat karena didorong oleh globalisasi

ekonomi dan perkembangan teknologi.

Strategi pembangunan sektor industri, dibagi menjadi dua yaitu, strategi pokok

dan strategi operasional. Strategi pokok antara lain, memperkuat keterkaitan

industri, meningkatkan nilai tambah produk, meningkatkan produktivitas, efisiensi

dan jenis produk industri serta pengembangan IKM. Sedangkan strategi

operasional antara lain, pengembangan lingkungan bisnis yang nyaman dan

kondusif, fokus pengembangan industri dilakukan dengan mendorong

pertumbuhan klaster industri prioritas, penetapan prioritas persebaran industri,

pengembangan kemampuan inovasi khususnya di bidang teknologi dan

peningkatan manajemen industri (Depperind, 2005).

II.4.1. Kebijakan Industri

Kebijakan industri merupakan intervensi pemerintah secara sengaja dan

terkoordinasi untuk mengembangkan industri (Lall, 1995). Melalui kebijakan

industri, maka dimaksudkan untuk memberikan:

a Arahan bagi para pelaku industri, baik pengusaha maupun institusi

lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor industri

ataupun bidang lain yang berkaitan;

b Pedoman operasional bagi aparatur pemerintah yang membidangi

pengembangan industri, dan sebagai rujukan bagi instansi lain terkait

dalam rangka ikut menunjang secara komplementer dan sinergik untuk

suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan

bidang tugasnya;

c Tolok-ukur kemajuan dan keberhasilan pengembangan industri, dilihat

dari segi administrasi pembangunan;

(28)

d Informasi untuk menggalang dukungan sosial-politis maupun kontrol

sosial terhadap pelaksanaan kebijakan industri ini, yang pada akhirnya

diharapkan dapat mendorong partisipasi luas masyarakat untuk

memberikan kontribusi secara langsung dalam kegiatan pengembangan

industri ( Depperind, 2005).

II.4.2. Kebijakan Pengembangan Industri Kecil

Salah satu tujuan utama kebijakan industri di negara berkembang adalah untuk

pertumbuhan, pembangunan dan modernisasi ekonomi. Tujuan ini berkaitan

dengan pemaksimuman kesejahteraan masyarakat dengan cara penggunaan

sumber daya secara efisien. Dalam praktek pembuat kebijakan, tujuan utama ini

diwakili oleh sejumlah proksi tujuan yang tidak selalu kompatibel, misalnya

industrialisasi (mempercepat transformasi dari perekonomian berbasis pertanian

ke perekonomian berbasis industri, substitusi impor, penciptaan lapangan kerja,

orientasi ekspor, pengembangan industri kecil dan menengah dll). Instrumen yang

digunakan pemerintah untuk mencapai kebijakan industri adalah kebijakan pajak,

kebijakan tenaga kerja, sistem insentif bagi investasi industri, peraturan

penanaman modal asing, finansial, pemilikan dan investasi pemerintah serta

kebijakan penyediaan infrastruktur .

Menurut Staley dan Morse (1965) kebijakan mengenai industri kecil dapat

dikategorikan kedalam 3 aliran : pasif, protektif dan developmental. Kebijakan

pasif mengabaikan keberadaan industri kecil dalam perekonomian dan

membiarkannya muncul, tumbuh, berkembang atau mati tanpa campur tangan

pemerintah. Kebijakan protektif melindungi industri kecil dari kompetisi dengan

membuat peraturan yang menghalangi atau membatasi perusahaan besar atau

industri yang lebih modern mengambil pasar industri kecil. Kebijakan

developmental berfokus pada peningkatan efisiensi industri kecil, sehingga

menjadikannya lebih mampu untuk hidup dan berkembang. Hal ini dilakukan

dengan mendorong muncul dan tumbuhnya industri kecil jenis tertentu dan

dengan cara membantu usaha-usaha kecil melakukan penyesuaian kembali

(readjustment) sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungan usaha. Dalam

(29)

pandangan developmental, tujuan kebijakan industri kecil adalah untuk

menciptakan perusahaan-perusahaan yang layak secara ekonomi (economically

viable) dan dapat berdiri sendiri tanpa subsidi serta dapat memberikan kontribusi

positif bagi pertumbuhan pendapatan riil, sehingga juga berkontribusi pada tingkat

hidup yang lebih baik.

Dalam pendekatan developmental, kebijakan ditujukan bukan untuk

mempertahankan unit produksi yang tradisional, primitif atau menjaga agar

industri kecil tetap kecil. Kebijakan ini merangsang dan membantu industri kecil

agar dapat menjadi sumber kewirausahaan yang kuat (ini berarti dapat tumbuh

dari skala kecil menjadi skala menengah atau besar). Pembuat kebijakan perlu

terus menerus mencari informasi dan menilai perkembangan berbagai industri

kecil yang ada dan memilah-milah usaha industri kecil kedalam kategori berikut :

1. Kegiatan usaha yang memiliki masa depan

2. Kegiatan usaha yang dapat beradaptasi

3. Kegiatan usaha yang sudah usang dan tak sesuai jaman

Ada 3 prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan industri kecil, yaitu :

§ Prinsip kombinasi dan interaksi

Program–program disusun secara terpadu sehingga dapat menangani

secara simultan berbagai aspek yang mempengaruhi industri kecil. Upaya

menyelesaikan hanya salah satu faktor penghambat perkembagan industri

kecil umumnya akan gagal dan sia-sia

§ Prinsip adaptasi

Program pengembangan industri kecil yang ditiru dari negara lain perlu

diadaptasikan dengan kondisi setempat agar dapat memberi manfaat yang

diharapkan

§ Prinsip selektivitas

Faktor-faktor yang menghambat industri kecil di setiap tempat perlu

dinilai secara cermat. Agar program pengembangan industri kecil

sebanding dengan biayanya, program-program pada tahap awal perlu

dirancang agar menyelesaikan permasalahan kritis di daerah tersebut,

(30)

kemudian program ini akan diperluas atau diubah sesuai dengan hambatan

dan kesempatan yang dihadapi ketika perusahaan – perusahaan kecil mulai

tumbuh.

II.5. Penelitian sebelumnya

1. Penelitian Gultom (2002)

Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat keterkaitan sektoral

subsektor-subsektor dalam sektor industri pengolahan yaitu keterkaitan ke belakang

maupun keterkaitan ke depan, mengetahui angka pengganda output,

kesempatan kerja dan pendapatan subsektor-subsektor industri

pengolahan, mengetahui derajat ketergantungan ekspor, angka pengganda

output terhadap output juga terhadap tenaga kerja, subsektor-subsektor

industri pengolahan. Model dasar yang digunakan adalah tabel input

output pada tahun 1996-2000.

Metoda analisis yang digunakan adalah:

1. Analisis struktur

Untuk mengetahui struktur dengan menggunakan keterkaitan ke

belakang dan keterkaitan ke depan dari sektor terhadap sektor lain

dalam perekonomian

2. Analisis perilaku industri pengolahan

Analisis perilaku industri pengolahan digunakan angka pengganda

output, angka pengganda pendapatan dan angka pengganda tenaga

kerja.

3. Analisis kinerja industri pengolahan

Analisis kinerja industri pengolahan digunakan analisis ketergantungan

ekspor, pengganda ekspor terhadap output dan tenaga kerja.

Hasil penelitian

1. Berdasarkan tabel input output tahun 1996-2000, industri pengolahan di

Indonesia mempunyai daya penyebaran dan kepekaan tinggi terhadap

keseluruhan sektor dalam perekonomian. Dari 24 subsektor terdapat 19

subsektor yang mempunyai keterkaitan ke belakang di atas 1. 8 subsektor

yang mempunyai keterkaitan ke depan di atas 1, sehingga dapat diambil

(31)

kesimpulan output sektor digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan

bukan sebagai input antara.

2. Industri yang memiliki keterkaitan ke belakang tertinggi adalah industri

penggilingan padi dan yang memiliki keterkaitan ke depan yang paling

tinggi adalah industri pengolahan minyak bumi.

3. Subsektor dengan pengganda output terbesar adalah industri penggilingan

padi dengan angka pengganda output 2,047, subsektor dengan pengganda

pendapatan terbesar adalah industri barang dari logam dengan angka

pengganda pendapatan sebesar 0,2826 dan subsektor industri lain dengan

pengganda tenaga kerja terbesar sebesar 0,3797.

4. Subsektor dengan derajat ketergantungan ekspor terbesar adalah industri

bambu, kayu dan rotan sebesar 0,8994, subsektor dengan pengganda

ekspor terhadap output terbesar adalah industri tekstil, pakaian dan kulit

dengan besar indeks pengganda ekspor terhadap output sebesar 0,1748 dan

subsektor dengan pengganda ekspor terhadap tenaga kerja terbesar adalah

industri bambu, kayu dan rotan dengan indeks pengganda ekspor terhadap

tenaga kerja sebesar 0,01091.

5. Lima prioritas pengembangan industri adalah

- industri bambu, kayu dan rotan

- industri minyak dan lemak

- industri barang karet dan plastik

- industri makanan lainnya

- industri tekstil, pakaian dan kulit.

2. Penelitian Simatupang dan Syafa’at (1996)

Penelitian ini menganalisis peranan minyak goreng dalam menciptakan

produksi dan lapangan pekerjaan agregat dengan memperhitungkan

keterkaitan antara industri minyak goreng dengan sektor-sektor lain.

Analisis dilakukan dengan menggunakan metoda input output. Tabel yang

digunakan sebagai dasar analisis adalah tabel input output Indonesia 66

sektor tahun 1990 dari Biro Pusat Statistik.

(32)

Keterkaitan antarsektor

Koefisien total kaitan ke belakang industri minyak goreng adalah 1,80652.

Keterkaitan ke belakang industri minyak goreng terkonsentrasi pada tiga

sektor yaitu: industri minyak goreng itu sendiri, perkebunan kelapa sawit

dan kelapa. Jumlah total koefisien kaitan ke depan adalah: 1,2234.

keterkaitan ke depan industri minyak goreng terkonsentrasi pada industri

minyak goreng, industri makanan lainnya serta sektor hotel dan restoran.

Faktor utama untuk mendorong peningkatan produksi/output industri

minyak goreng adalah peningkatan permintaan akhir industri makanan

lainnya dan sektor restoran dan hotel.

Indeks total keterkaitan ke belakang industri minyak goreng adalah

1,19924 sedangkan indeks total keterkaitan ke depan adalah 0,81211.

angka indeks total keterkaitan ke belakang yang lebih besar dari 1

menunjukkan bahwa industri minyak goreng mempunyai keterkaitan ke

belakang yang relatif tinggi, di atas rata-rata seluruh sektor. Sebaliknya

indeks total keterkaitan ke depan yang lebih kecil dari 1 menunjukkan

bahwa industri minyak goreng memiliki keterkaitan ke depan yang relatif

rendah, di bawah rata-rata seluruh sektor. Hal inilah yang membuat

industri minyak goreng tidak dapat digolongkan sebagai salah satu sektor

kunci dalam perekonomian Indonesia.

Penciptaan produksi

Ukuran dari andil industri minyak goreng dalam penciptaan produksi

nasional dalam penelitian ini adalah andil permintaan akhir industri

minyak goreng dalam penciptaan output/industri nasional. Nilai produksi

perekonomian Indonesia yang tercipta sebagai hasil dari tarikan

permintaan industri minyak goreng adalah Rp. 3,791 milyar. Nilai ini lebih

besar dari nilai total produksi industri minyak goreng yaitu sebesar Rp.

2.809 milyar. Dengan demikian jelaslah bahwa sebagian nilai produksi

tersebut tercipta pada sektor-sektor lain dalam perekonomian.

Konsentrasi penciptaan produksi dari permintaan terhadap industri minyak

goreng adalah pada industri minyak goreng itu sendiri, perkebunan kelapa

sawit dan kelapa dengan nilai masing-masing Rp. 2,346 milyar, Rp. 560

(33)

milyar dan Rp. 243 milyar. Total produksi yang tercipta adalah Rp. 3.419

milyar atau 83% dari seluruh nilai andil produksi dari permintaan akhir

industri minyak goreng.

Penciptaan Lapangan Kerja

Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada industri minyak goreng pada

tahun 1990 adalah 105.130 orang, sedangkan tenaga kerja total dalam

seluruh sektor perekonomian Indonesia adalah 74.277.880 orang. Jadi

jumlah tenaga kerja industri minyak goreng hanya 0,14% dari seluruh

pekerja dalam perekonomian Indonesia. Dilihat dari angka ini jelas bahwa

peranan industri minyak goreng dalam penyerapan tenaga kerja tidaklah

besar. Namun angka tersebut hanya menunjukkan andil langsung saja.

Sama halnya dengan penciptaan tenaga kerja juga memperhitungkan

tenaga kerja yang tercipta di sektor-sektor lain sebagai hasil proses

produksi minyak goreng itu.

Total penggunaan tenaga kerja yang dipicu oleh permintaan akhir minyak

goreng adalah 446.091 orang atau 0,6% dari total tenaga kerja. Dengan

demikian, secara keseluruhan industri minyak memiliki andil yang relatif

kecil dalam penciptaan lapangan kerja. Apabila dilihat penyebarannya,

penggunaan tenaga kerja terkonsentrasi pada kelapa sawit sebesar 149.399

orang (34%), kelapa sebesar 109.141 orang (24%), industri minyak goreng

sebesar 87.823 orang (20%) dari seluruh total tenaga kerja yang tercipta.

3. Penelitian Kuncoro (1996)

Penelitian untuk mengetahui struktur, perilaku dan kinerja agroindustri

Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah model input output.

Karena tidak seluruh subsektor industri manufaktur tergolong agroindustri,

maka dipilih hanya industri pengolah hasil pertanian dan industri penyedia

input bagi sektor pertanian.

4. Penelitian Ambarwati (1995)

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi tingkat keterkaitan

antarsektor dalam struktur perekonomian Indonesia. Kemudian

mengidentifikasi sektor-sektor kunci dalam perekonomian Indonesia

(34)

sebagai landasan untuk perencanaan nasional maupun perencanaan

sektoral

Hubungan keterkaitan antarsektor (sektor pertanian dengan sektor

nonpertanian) dapat diukur dengan menghitung efek keterkaitan ke depan,

keterkaitan ke belakang dan keterkaitan tenaga kerja (employment

Linkages). Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa sektor

peternakan dan hasil-hasilnya karena sektor-sektor ini keterkaitan ke

depan, keterkaitan tenaga kerja yang relatif tinggi.

5. Penelitian Siregar (1993)

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi subsektor-subsektor

dalam pertanian yang mendapatkan prioritas untuk dikembangkan

berdasarkan beberapa kriteria. Kriteria dipakai keterkaitan antarsektor

(keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang) dan analisis angka

pengganda (multiplier effect, dalam penelitian ini adalah pengganda

output, pengganda pendapatan dan pengganda tenaga kerja). Kesimpulan

dari penelitian ini adalah di dalam sektor pertanian, subsektor peternakan

dan hasil-hasilnya layak mendapat prioritas dari pemerintah untuk

dikembangkan. Subsektor ini mempunyai peringkat yang paling tinggi

untuk analisis keterkaitan antarsektor, output pengganda, sedangkan

peternakan dan hasil-hasilnya menempati peringkat dua.

6. Penelitian Adianto(1994)

Tujuan penelitian adalah menganalisis permintaan pertambangan

Indonesia pada sektor industri dengan menggunakan model input output.

Hasil penelitian yaitu nilai rata-rata penggunaan pertambangan sebagai

komponen produksi sebesar 3,79% dari seluruh biaya produksi. Indeks

keterkaitan antar sektor penambangan dan minyak bumi menempati posisi

sebagai produksi primer antara dan sektor penambangan batu bara serta

penambangan lainnya sebagai produksi primer akhir.

7. Penelitian Kustrinarto (1989)

Tujuan penelitian ini adalah penentuan sektor industri potensial ekspor

dengan menggunakan model input output. Hasil penelitian diperoleh

delapan industri andalan ekspor yaitu industri minyak dan lemak, industri

(35)

tenun, industri pakaian jadi, industri penggergajian dan pengolahan kayu,

industri pupuk dan pestisida, industri pengilangan minyak bumi dan

industri logam dasar non besi

8. Penelitian Julieta et al. (2004)

Penelitian ini bertujuan menganalisis perubahan struktur ekonomi

berdasarkan total output dan nilai tambah di negara Philipina dengan

menggunakan model input output. Hasil penelitian pertumbuhan ekonomi

Philipina telah mengalami perubahan-perubahan teknologi meskipun tidak

ada bukti yang cukup kuat untuk membuktikannya. Sedangkan

pertumbuhan di sektor industri hanya sebagai pengikut dari pertumbuhan

sosial ekonomi.

Gambar

Tabel I-O adalah suatu perangkat data yang komprehensif, konsisten dan terinci  yang menggambarkan suatu negara, wilayah atau daerah yang lingkupnya lebih  kecil
Gambar II-2. Mekanisme Tataniaga Minyak Atsiri di dalam Negeri
Tabel II-1. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri
Tabel II-2. Jenis Minyak Atsiri Indonesia dan Kegunaannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Memahami konsep-konsep umum Proses, Fungsi, & Manajemen organisasi & bisnis (termasuk perilaku.. ITS Curru culu m : 2014 -2019 3 organisasi, model bisnis,

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan self efficacy siswa terhadap kelompok peminatan pada siswa

Indikasi terapi bedah sendiri dikerjakan bila secara klinis maupun neurologis tidak ada perbaikan atau cenderung memburuk dengan pemberian medikamentosa OAT fase

sebagaimana dimaksud pada Ayat (7) dan (8) pasal 9 Peraturan Daerah ini yang mengakibatkan terjadinya calon tunggal, maka pelaksanaan pemilihan kepala desa tetap

Teknik pembelajaran wait time adalah suatu teknik yang digunakan dalam pembelajaran dengan memberikan waktu tunggu kepada peserta didik untuk berfikir dan guru

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan penambahan genjer pada bakso ikan gabus tidak berpengaruh nyata ( p <0,05) terhadap nilai kekenyalan bakso

Bu farklılıklar ABD kuruluşunun kelimenin tam anlamıyla emperyal olan (emperyalist değil) temel ilke­ lerine yakından baktığımızda tüm çıplaklığıyla görülebilir; burada

Berdasarkan dari kuisioner pada tabel 2 tersebut dapat dinyatakan bahwa dengan adanya sistem pendukung keputusan penentuan warga miskin dapat membantu kegiatan di kelurahan