Bab II Tinjauan Pustaka
II.1. Jalur Distribusi
Menurut American Supply Chain Association jalur distribusi bisa diartikan
sebagai seluruh kegiatan yang yang terlibat dalam produksi dan pengiriman
produk akhir atau jasa antar produsen satu ke produsen yang lain atau konsumen
yang satu ke konsumen yang lain, sehingga pemilihan pasangan yang strategis
menjadi penting untuk relasi kerjasama antar perusahaan inti untuk membentuk
aliansi dengan perusahaan yang lain (Wu, 2007).
Jalur distribusi dapat juga didefenisikan suatu rantai atau jaringan dari suatu
sistem organisasi, manusia, teknologi aktivitas informasi atau sumber daya yang
melibatkan perpindahan produk atau jasa dari produsen ke konsumen. Jalur
distribusi juga bisa dikatakan suatu aktivitas yang mengolah bahan baku menjadi
barang jadi yang harus didistribusikan dari produsen ke konsumen akhir
(Wikipedia, 2008).
Jalur distribusi dapat juga didefenisikan sebagai aliran transformasi dari bahan
baku menjadi barang intermediate sampai produk akhir dan mendistribusikan dari
produsen ke konsumen akhir (Cope et al., 2007).
II.1.1. Metode Optimisasi
Metode optimisasi dapat mencerminkan perilaku para pelaku ekonomi seperti
konsumen dan produsen. Konsumen akan selalu memaksimumkan kepuasan dan
produsen akan memaksimumkan keuntungan dengan meminimumkan biaya
(Kuncoro, 2004). Oleh karena itu metode optimisasi selalu berkaitan dengan
masalah maksimasi, minimasi atau kombinasi keduanya.
Metode optimisasi sering digunakan untuk memecahkan masalah dalam ilmu
ekonomi, riset operasi (operation research) dan ilmu teknik. Penerapan metode
optimisasi yang semakin luas telah mendorong perkembangan dengan cepat,
khususnya sejak tahun 1947 Danzig memperkenalkan metode simpleks untuk
memecahkan programasi linear (linear programming) (Kuncoro, 2004).
Pemograman linear ini dikembangkan pada berbagai bidang terapan seperti
analisis teknik, manajemen industri dan ekonomi. Bersamaan dengan kemajuan
penggunaan komputer, metode ini juga berkembang untuk pemograman-
pemograman yang bersifat non linear seperti integer programming, quadratic dan
geometric programming.
Metode optimisasi sering digunakan dalam mengambil keputusan operasional,
terutama dibidang industri untuk mencapai sasaran yang maksimal. Metode
optimisasi merumuskan suatu permasalahan secara sederhana dan tidak berubah
secara dinamis. Permasalahan yang akan diselesaikan dengan metode optimisasi
umumnya memiliki fungsi tujuan, baik maksimum atau minimum dan
variable-variabelnya terkendali. Fungsi tujuan biasanya berupa meminimumkan ongkos
produksi atau memaksimalkan keuntungan yang diharapkan dari kegiatan. Metode
ini bersifat kaku karena hanya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
apabila fungsi tujuan jelas, variabelnya lengkap sesuai yang dibutuhkan, sehingga
dapat digunakan untuk menganalisa perubahan-perubahan yang terjadi dalam
suatu kegiatan (Kuncoro, 2004).
Model optimisasi bersifat kaku karena hanya dapat digunakan untuk
menyelesaikan suatu masalah apabila memenuhi format yang dibutuhkan yaitu
fungsi tujuannya jelas, semua variabel pengendali lengkap sesuai yang dibutuhkan
pengambil keputusan dan kendala sistem bisa dirumuskan secara tepat. Metode
optimisasi sulit diterapkan pada pemilihan mengambil, melepas atau memutuskan
memenuhi permintaan (Gresh et al., 2007).
II.1.2. Model Simulasi
Simulasi komputer digunakan untuk mempelajari konsekuensi yang dihasilkan
oleh perilaku dinamis dari suatu sistem. Perkembangan yang amat pesat dalam
dunia simulasi komputer membuat simulasi dari konsekuensi yang dihasilkan oleh
perilaku dinamis ini dapat dilakukan dengan biaya yang rendah. Simulasi
komputer memberikan sumbangan besar dalam perancangan kebijakan-kebijakan
yang akan diterapkan dalam suatu sistem dengan kemampuan untuk memberikan
konsekuensi yang akan ditimbulkan atas kebijakan itu sendiri (Sushil, 1993).
Metode simulasi adalah adanya kecenderungan inovasi yang dapat
menggambarkan suatu permasalah dan memberikan solusi yang dapat langsung
diterapkan dengan waktu yang lebih cepat (Cope et al., 2007). Dengan
mengasumsikan bahwa dalam sistem nyata terdiri dari sistem yang tertutup,
didominasi umpan balik, non linear dan ada tenggang waktu, metode simulasi
paling sesuai diterapkan pada sistem yang betul-betul memiliki karakteristik
tersebut. Secara umum model simulasi dicirikan oleh pola-pola dinamis tertentu,
horison waktu yang panjang dan batas interdisiplin yang luas. Model simulasi
pada umumnya digunakan untuk mempelajari perilaku dan kecenderungan suatu
sistem akibat perubahan faktor-faktor internalnya.
Metode simulasi kurang baik digunakan untuk mempelajari sistem jangka pendek,
ketepatan model sangat bergantung pada pembuat model sehingga sulit untuk
dimengerti oleh orang lain. Selain itu jika semua proses belum terdefenisi, maka
metode simulasi tidak bisa dijalankan (Cope et al., 2007).
II.1.3. Model Input Output
Manfaat utama model input output adalah dapat menggambarkan aliran output
dari suatu sektor ke sektor lain dan dari produsen ke konsumen akhir
(Sumodiningrat, 1991). Analisis menggunakan model ini juga memberi gambaran
tentang aliran barang, jasa dan input antar sektor sekaligus dapat digunakan
sebagai alat peramal mengenai pengaruh suatu perubahan situasi ekonomi atau
kebijakan ekonomi (Boediono, 1993).
Model input output merupakan suatu cara untuk menggambarkan aliran uang,
sumber daya atau produk di antara berbagai produsen dan konsumen di dalam
perekonomian. Teknik ini secara langsung menggunakan data perekonomian yang
dapat diobservasi. Paradigma teknik model input output murni deskriptif, tidak
normatif atau teoritis (Kuncoro, 2004)
Kegunaan model input ouput dapat digunakan untuk menganalisa aliran barang,
jasa dan input antar sektor. Untuk jalur distribusi model input output dapat
menggambarkan aliran kegiatan dari bahan baku menjadi bahan jadi. Selain itu
model ini juga digunakan untuk menggambarkan kegiatan dari produsen sampai
ke konsumen dalam jalur distribusi.
Seperti model lain model input output juga mempunyai kelemahaan seperti
aplikasinya bersifat terbatas, yaitu pada pada sistem yang statis dan strukturnya
tertentu, membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu yang lama untuk
membuatnya. Kesulitan memenuhi konsistensi internal model, disebabkan karena
adanya keharusan total input sama dengan total output (BPS, 2000).
Walaupun ada beberapa kelemahan metode input output, dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya analisis dengan menggunakan metode input
output memiliki beberapa kelebihan antara lain:
1. dapat menjelaskan hubungan keterkaitan antar sektor dalam perekonomian
2. dapat menjelaskan dan mengidentifikasikan sektor basis dalam
perekonomian
3. dapat digunakan untuk analisa dampak suatu kebijakan dalam
perekonomian.
Oleh karena itu sangatlah tepat apabila metode Input-Ouput digunakan untuk
melakukan analisis jalur distribusi karena manfaat utama dari model input output
adalah dapat menggambarkan aliran bahan baku menjadi bahan jadi dan dapat
menggambarkan aliran kegiatan dari produsen sampai ke konsumen akhir.
Tabel Input Output (I-O) adalah bagian dari tampilan data. Data pada prinsipnya
digunakan untuk mengevaluasi hasil pembangunan melalui analisis ekonomi dan
juga untuk bahan perencanaan. Tabel I-O menggambarkan suatu fakta yang ada
pada saat ini, oleh karena lebih banyak bersifat evaluasi atas rencana yang
dicanangkan sebelumnya. Untuk perencanaan dibutuhkan perapihan melalui
asumsi yang lebih realistik dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi makro (BPS,
2000).
Tabel I-O adalah suatu perangkat data yang komprehensif, konsisten dan terinci
yang menggambarkan suatu negara, wilayah atau daerah yang lingkupnya lebih
kecil. Tabel ini merangkum seluruh kegiatan ekonomi. Semua kegiatan ekonomi
dikelompokkan berdasarkan prinsip kesamaan, proses, bahan baku dan teknologi.
Pengelompokkan ini mengacu kepada Klasifikasi Lapangan Usaha Industri
(KLUI) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tabel I-O pada
dasarnya terdiri dari empat kuadran, namun dalam praktik pengisian angkanya
hanya tiga kuadran dapat dilihat pada Gambar II-1.
Gambar II-1 Contoh Tabel Input Output (3 Sektor)
1. Kuadran I Permintaan Antara atau Biaya Antara
Kuadran ini menunjukkan hubungan atau saling ketergantungan antara
sektor-sektor ekonomi.
2. Kuadran II Permintaan Akhir
Kuadran ini menunjukkan hubungan atau saling ketergantungan antara
sektor-sektor ekonomi dengan institusi pengguna akhir barang dan jasa.
Dalam I-O nasional kelompok permintaan akhir ini dirinci menurut
institusi yaitu rumah tangga termasuk lembaga sosial yang melayani
rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal, ekspor, dan selisih stok.
Dalam kelompok ini sering ekspor digabung dengan impor dan diperoleh
ekspor netto.
3. Kuadran III Kelompok Faktor Produksi
Kuadran ini disebut juga nilai tambah sebab balas jasa faktor produksi
adalah nilai tambah. Kuadran ini menunjukan kontribusi masing-masing
faktor produksi di dalam proses produksi pada suatu sektor ekonomi.
Kelompok ini terdiri dari upah, gaji, penyusutan, pajak tidak langsung,
subsidi dan surplus usaha. Surplus usaha ini merupakan gabungan dari
keuntungan bersih, pajak langsung, bunga bank dan sumbangan atau hibah
pihak lain.
4. Kuadran IV kelompok Faktor Produksi dan Institusi
Kelompok ini menunjukkan hubungan antara faktor produksi dengan
produk akhir.
Tabel I-O dalam pengembangannya mempunyai variasi. Beberapa variasi tersebut
memungkinkan analisis dan perencanaan ekonomi daerah menjadi lebih tajam dan
terstruktur (BPS, 2000).
Variasi tabel I-O antara lain:
1. Bila nilai setiap sel dihitung pada saat barang dan jasa dibeli oleh
konsumen, tabel ini disebut tabel atas dasar harga pembeli.
2. Bila nilai dalam setiap sel dihitung pada saat barang dan jasa dijual oleh
penghasil/produsen, tabel ini disebut tabel atas dasar harga produsen.
3. Bila angka dalam setiap sel dipisahkan antara barang yang berasal dari
hasil dari daerah itu, maka tabel itu disebut tabel transaksi domestik.
4. Bila angka sel tersebut hanya menunjukkan barang dari luar daerah, maka
tabel itu disebut tabel transaksi impor. Gabungan antara tabel transaksi
domestik dengan transaksi impor disebut tabel transaksi total.
5. Bila konsumsi rumah tangga dari kuadran II dipindahkan ke kuadran I
disebut tabel I-O tertutup
6. Bila nilai dalam tabel IO dinyatakan dalam harga pada suatu tahun dasar,
tabel ini disebut tabel atas dasar harga konstan.
7. Bila angka dalam sel tersebut dinyatakan dalam satuan masing-masing
komoditinya misalnya ton, meter dan sebagainya. Tabel itu disebut tabel
I-O kuantitas
8. Bila tabel I-O daerah dibagi menjadi beberapa wilayah pembangunan atau
daerah yang lebih kecil wilayahnya, tabel itu disebut tabel I-O intra daerah
9. Bila dinyatakan dalam keterkaitannya dengan daerah tetangganya, tabel ini
disebut tabel I-O inter daerah atau interregional pada tingkat nasional.
II.1.3.1. Tabel turunan I-O
Dalam tabel I-O terdapat dua tabel turunan yang terkenal dalam pengunaannya
yaitu tabel koefisien input dan tabel pengganda ekonomi. Kedua tabel ini
berfungsi untuk menganalisis kondisi perekonomian suatu daerah dan bahan
untuk perencanaan ekonomi daerah (BPS, 2000).
a. Tabel koefisien input
Tabel koefisien input menggambarkan struktur biaya atau input suatu kegiatan
ekonomi pada satu tahun. Tabel ini diperoleh dengan membagi semua sel
dalam satu kolom dengan total input kolom tersebut. Hasilnya adalah
ketergantungan suatu sektor terhadap sektor lain untuk menghasilkan satu
rupiah output sektor tersebut. Tabel ini pada permintaan akhir
menggambarkan struktur konsumsi, investasi, dan ekspor daerah pada tahun
tersebut.
b. Tabel pengganda ekonomi (Matriks Leontief = Matriks B)
Tabel ini terkenal dengan nama Matriks Leontief sebagai penghargaan
terhadap penemu model I-O ini untuk kegunaan berbagai analisis dan
perencanaan ekonomi. Matriks ini diturunkan dari tabel koefisien input
dengan mengambil angka pada kuadran I. Tabel koefisien kuadran I ini sering
disebut matriks A. Bila matriks A ini sebagai pengurang dari matriks identitas,
kemudian hasilnya dibalikkan (inverse), maka diperoleh Matriks Leontief
yang sering dinyatakan sebagai Matriks B. Secara matematika diperoleh
sebagai berikut:
1]
[
−
−=
I
A
B
Matriks pengganda ekonomi menunjukan pengaruh dan saling ketergantungan
antar kegiatan ekonomi di daerah itu. Matriks ini digunakan untuk mengetahui
secara kuantitatif dampak suatu variabel ekonomi terhadap seluruh kegiatan
ekonomi daerah itu. Bahkan dampak terhadap daerah lain dan daerah tetangga
dapat diketahui bila I-O yang digunakan adalah I-O inter daerah. Dalam
kehidupan nyata, keterkaitan kegiatan dinyatakan dalam pengertian pengaruh
langsung dan tidak langsung (direct and indirect effects). Pengaruh ini dalam ilmu
ekonomi dikenal sebagai proses pengganda ekonomi (economic multiplier)
(Kuncoro, 2004).
Untuk menggunakan model input output harus memenuhi empat asumsi dasar
yaitu:
1. Homogenitas (Homogeneity)
Yaitu satu sektor menghasilkan satu jenis output dengan struktur input
yang tunggal dan tidak ada substitusi antar output dari sektor yang
berbeda.
2. Proporsionalitas (Proportionality)
Artinya dalam kenaikan penggunaan input oleh satu sektor akan sebanding
dengan kenaikan output yang dihasilkan.
3. Aditivitas (Additivity)
Artinya jumlah pengaruh dari kegiatan produksi di berbagai bidang sektor
merupakan hasil penjumlahan dari setiap pengaruh pada masing-masing
sektor tersebut.
4. Instantenius (Instanteneous)
Adalah asumsi yang menyatakan bahwa model I-O memberikan hasil
prediksi dalam skala sesaat sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan
pada permintaan akhir.
Ada beberapa teori dan studi empiris yang menjelaskan bagaimana keterkaitan
antar sektor mempengaruhi perekonomian suatu negara. Di banyak negara dimana
sektor pertanian masih substansial, pemikiran mendinamiskan sektor pertanian
lewat kekuatan dan keterkaitannya dengan sektor lain merupakan wacana yang
menarik. Banyak pendapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary condition)
untuk dapat dicapainya tranformasi struktural dari pertanian (industri primer) ke
industri sekunder adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri
yang tangguh (Kuncoro, 2004)
Dalam membahas dan menganalisa perencanaan sektoral digunakan metoda
analisis input output. Walaupun sederhana metode ini dianggap cukup mampu
memperkirakan dampak suatu sektor di suatu wilayah terhadap perekonomian
negara tersebut secara keseluruhan termasuk terhadap tingkat pendapatan
masyarakat di wilayah tersebut (Miller dan Blair, 1985)
II.2. Industri Kecil dan Menengah (IKM)
II.2.1. Definisi IKM
a Departemen Perindustrian (Kebijakan pengembangan IKM tahun
2005 –2009)
Definisi IKM menurut Departemen Perindustrian dengan mengacu pada
UU No.9/1995 adalah sebagai berikut:
Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk
memproduksi barang dan jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang
mempunyai kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah diluar tanah
dan bangunan tempat usaha dan mempunyai nilai penjualan per tahun
sebesar 1 milyar atau kurang
Kriteria usaha kecil adalah :
•
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung
maupun tidak langsung dengan usaha besar
•
Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang yang berbadan
hukum atau tidak berbadan hukum, termasuk koperasi.
Industri Menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
perseorangan atau badan bertujuan untuk memproduksi barang ataupun
jasa untuk diperniagakan secara komersial yaitu mempunyai nilai
penjualan per tahun lebih besar dari 1 milyar namun kurang dari 50 milyar
rupiah. Menurut Inpres No. 10 tahun 1999 tentang pemberdayaan usaha
menengah, industri menengah didefinisikan sebagai perusahaan industri
yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 20 juta sampai dengan Rp.
10 Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b Biro Pusat Statistik (2000)
BPS menggunakan batasan usaha dengan berdasarkan pada jumlah tenaga
kerja, tanpa memperhitungkan aspek mesin bertenaga atau permodalan.
Industri kecil adalah unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang.
Industri Menengah adalah unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 20 – 99
orang.
Staley & Morse (1965) menyatakan terdapat sepuluh kekuatan yang
menguntungkan bagi industri kecil, enam faktor terkait dengan karakteristik
produk dan empat lainnya berhubungan dengan kondisi dinamis industri kecil.
Kekuatan / keunggulan dari industri kecil tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keselarasan antara aspek fisik dengan aspek teknologi produk dan proses
produksi. Adanya keselarasan hubungan antara aspek fisik dan rekayasa
/teknologi dalam pembuatan produk dengan tingkat ketelitian rendah
(sederhana), sehingga hanya diperlukan operasi dan peralatan yang
sederhana dengan tingkat pengembalian dapat dicapai dengan jumlah
produk yang sedikit.
2. Produk memerlukan ketrampilan manual yang tinggi. Produk dengan
karakteristik memerlukan ketrampilan tenaga kerja yang dominan, akan
lebih sesuai dilakukan oleh industri kecil.
3. Produksi massa untuk komponen khusus. Faktor ini ditandai dengan sifat
massal produksi dan kekhususan produk yang dibuat. Sifat kekhususan
produk membatasi aspek penggunaan produk, sehingga membatasi pula
dimensi pengguna produk tersebut.
4. Produk dengan skala kecil dan produksi jangka pendek. Produk yang
mempunyai potensi pasar yang kecil tidak sesuai dikerjakan oleh industri
besar. Sifat produk yang tidak baku menyebabkan pembuatannya tidak
bisa dilakukan secara massal.
5. Faktor lokasi dan biaya transportasi. Pasar yang dilayani bersifat lokal
dengan jumlah yang relatif kecil, sehingga ekonomis bila dilakukan oleh
industri kecil.
6. Produk dengan rancangan khusus atau inovasi. Produk dengan desain
khusus yang merupakan pesanan dari konsumen, pembuatannya tidak
mungkin dilakukan secara massal.
7. Hubungan pengelola dan pekerja dekat. Ukuran industri yang kecil
menyebabkan komunikasi lancar. Hubungan yang erat antara pekerja dan
pimpinan ataupun antar sesama pekerja dapat meningkatkan produktivitas
kerja, pola kerjasama yang efektif dan berkurangnya masalah keluar
masuk karyawan.
8. Fleksibilitas dan biaya tidak langsung rendah. Prosedur operasi dan
birokrasi dalam industri kecil lebih sederhana sehingga biaya tidak
langsung menjadi rendah.
9. Pelayanan yang lebih baik. Memungkinkan bagi industri kecil untuk dapat
memberikan perhatian khusus kepada konsumen dan kualitas pelayanan
yang lebih baik.
10. Kecepatan dalam merespon peluang untuk tumbuh. Kecepatan proses
pengambilan keputusan dan pelaksanaannya pada industri kecil
menyebabkan kemampuan dalam memberikan respon terhadap perubahan
lebih cepat. Kedekatannya dengan konsumen juga membuat lebih peka
terhadap perubahan selera konsumen dan peluang baru.
Secara umum, pembangunan industri kecil dan menengah memiliki tujuan
penyerapan tenaga kerja, dapat meningkatkan nilai ekspor dan terjadi penyebaran
pembangunan industri terutama ke daerah-daerah potensial (Depperind, 2005).
Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud, strategi pembangunan yang akan
ditempuh adalah peningkatan teknologi mutu dan disain produk, peningkatan
penguasaaan pasar ekspor (pemasaran) dan memfasilitasi terhadap sumber
pendanaan. Terdapat 3 (tiga) cabang IKM yang dipilih yang tidak termasuk dalam
kategori industri kerajinan, tapi oleh karena populasinya yang besar sehingga
melibatkan jumlah pekerja yang besar serta outputnya besar, dipilih untuk
diprioritaskan. Ketiga cabang IKM yang dimaksud yaitu IKM garam rakyat, IKM
minyak atsiri dan IKM makanan ringan.
Pembangunan ekonomi merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat.
Pelaksanaan pembangunan ekonomi didasarkan pada sistem ekonomi kerakyatan
dan pengembangan sektor unggulan, terutama yang banyak menyerap tenaga kerja
dan berorientasi pada ekspor yang didukung dengan peningkatan kemampuan
sumber daya manusia dan teknologi untuk memperkuat landasan pembangunan
yang berkelanjutan dan meningkatkan daya saing serta berorientasi pada
globalisasi ekonomi (Propenas 2001-2005).
Otonomi daerah pada hakekatnya adalah mewujudkan kemandirian daerah atas
dasar prakarsa, kreatifitas dan partisipasi aktif masyarakat untuk memajukan
daerahnya. Salah satu upaya menuju kemandirian daerah tersebut adalah dengan
memberdayakan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki dan dilaksanakan
melalui pembangunan ekonomi kerakyatan sehingga struktur perekonomian
beralih dari posisi ketergantungan ke posisi kemandirian (Disperindag Jabar,
2007).
II.2.2. IKM Minyak Atsiri
Peluang untuk mengembangkan IKM minyak atsiri cukup besar karena
penggunaan turunan minyak atsiri pada berbagai industri di dalam negeri juga
berkembang. Impor minyak atsiri yang masih tinggi antara lain disebabkan
teknologi pengolahan minyak atsiri di Indonesia belum mampu mengikuti
perkembangan teknologi di negara lain yang telah maju pesat. Umumnya petani
minyak atsiri masih menerapkan teknologi hulu dan bersifat tradisional, sehingga
belum mampu menjamin kontiniutas pengadaan produk dengan mutu yang baik.
Keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia merupakan faktor yang selalu
merupakan kendala terbesar bagi bangsa Indonesia dalam mengembangkan IKM
minyak atsiri (Depperind, 2005).
IKM minyak atsiri secara umum mempunyai permasalahan yang hampir sama
yaitu terbiasa bekerja dan berpikir secara tradisional, kurangnya pengetahuan
tentang perkembangan dan kemajuan sistem pertanian dan teknologi penyulingan
modern, terlalu dominannya para pengumpul (tengkulak) hasil penyulingan
minyak atsiri, keterbatasan dana modal kerja, informasi dan jaringan pemasaran.
Jalur distribusi dan mekanisme tata niaga pemasaran pada IKM minyak atsiri
yang panjang juga mempengaruhi harga penjualan produk minyak atsiri sehingga
nilai tambah yang diperoleh oleh industri penyuling juga sedikit seperti dapat
dilihat pada Gambar II.2 (Ketaren, 2006).
Pedagang Pengumpul Eksportir Pabrik Pengolah Skala Besar Pedagang Perantara Petani/Pengolah Penyuling Minyak Atsiri Arus uang Arus barang Keterangan:
Gambar II-2. Mekanisme Tataniaga Minyak Atsiri di dalam Negeri
Sasaran pengembangan IKM Minyak Atsiri dalam jangka menengah diarahkan
untuk meningkatnya mutu produk, tumbuh dan kuatnya kelembagaan IKM,
diaplikasikannya teknologi refraksinasi modern, dan meningkatnya ekspor minyak
atsiri. Sedangkan untuk jangka panjang diharapkan IKM minyak atsiri mampu
memproduksi minyak atsiri dengan kualitas ekspor serta melakukan ekspor secara
langsung (Depperind, 2005)
.
Pokok-pokok rencana aksi jangka menengah yang akan dilaksanakan dalam
rangka mewujudkan sasaran tersebut di atas, antara lain dengan melakukan
peningkatan produktivitas dan mutu produk, melakukan peningkatan efisiensi,
meningkatkan keterampilan melalui pelatihan dan konsultasi, melakukan
perluasan jaringan pemasaran, melaksanakan penelitan dan pengembangan
refraksinasi modern dan pengembangan industri secara terpadu. Pengembangan
IKM minyak atsiri, perlu didukung oleh infrastruktur ekonomi yang memadai
seperti teknologi, SDM, infrastruktur dan pasar (Depperind, 2005).
Tabel II-1. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri
No. Tanaman/Pohon Bagian Tanaman Minyak Atsiri Komponen Utama 1 Pohon cengkeh Bunga/daun Minyak cengkeh Eugenol
2 Pohon lawang Kulit Minyak lawang Eugeno dan safroll 3 Pohon pinus Kulit/Batang/Getah Minyak terpentin Alfa-pinena 4 Pohon cendana Kulit/Batang/Akar Minyak cendana Santanol 5 Pohon kayu putih Daun Minyak kayu putih Sineol 6 Pohon kenanga Bunga Minyak kenanga Ester
7 Pohon kayu manis Kulit/Batang Minyak kayu manis Sinamil aldehid 8 Tanaman sereh Daun Minyak sereh
Sitronelal, sitronelol, geraniol 9 Tanaman nilam Daun Minyak nilam Patchouli alcohol 10
Tanaman mentha
arvensis/piperita Daun Minyak permen Mentol 11 Tanaman akar wangi Akar Minyak akar wangi Vetiverol 12 Tanaman adas Biji Minyak adas
Anetol, Estragol, Fenson
Sumber: Guenther (1950) dan Sastrohamidjojo (2006)
Dalam jangka panjang yang akan dilaksanakan meliputi antara lain membangun
pilot project refraksinasi yang cocok untuk skala IKM dan mendorong tumbuhnya
industri minyak wangi dan meningkatkan ekspor secara signifikan.
Tabel II-2. Jenis Minyak Atsiri Indonesia dan Kegunaannya
No.
Nama
Minyak Nama Dagang Nama Tanaman Kegunaan
1 Nilam Patchouli oil Pogestemon cablin Parfum, sabun
2 Serai wangi Citronella oil
Andropogon
nardus Parfum, sabun
3 Akar Wangi Vetiver oil
Vetiveria
zizanoides Parfum, sabun
4 Kenanga Cananga oil
Canangium
odoratum Parfum, sabun 5 Cendana Sandalwood oil Santalum album Parfum, sabun
6 Kayu Putih Cajeput oil
Melaleuca
leucadendron Farmasi
7 Daun Cengkeh Clove leaf oil
Syzygium aromaticum
Parfum, Farmasi, Makanan, Rokok
Sumber: Balitro, 2000
Industri berbasis bottom up bertumpu pada bahan baku, bahan kimia, rekayasa
pabrik dan pelaksana produksi serta penelitian dan perkembangan (R&D) seperti
dapat dilihat pada Gambar II-3, dengan tujuan tidak lagi mengekspor bahan baku
namun mengekspor bahan olahan dengan nilai ekonomi lebih tinggi
(Sastrohamidjojo, 2006).
Fluktuasi harga minyak atsiri menjadi masalah yang sulit dikendalikan. Untuk
menghadapinya dilakukan diversifikasi jenis komoditi baik secara vertikal dan
horizontal. Kaitan antara peningkatan nilai tambah dengan diversifikasi produk
banyak digunakan terhadap bahan baku yang mengandung berbagai komponen
yang dapat menghasilkan produk lain atau bahan baku yang dapat diproses lebih
lanjut untuk menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi. Diversifikasi
produk dapat berlangsung secara vertikal mapun horizontal. Diversifikasi vertikal
yaitu menganekaragamkan produk melalui pengolahan lebih lanjut jenis minyak
atsiri dan diversifikasi horizontal menambah keaneka ragaman jenis minyak atsiri
(Hobir dan Rusli, 2002).
Gambar II.3. Skema Industri Minyak Atsiri Berbasis Bottom Up
Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk meningkatkan pengembangan industri
minyak atsiri dari mulai dari bahan baku sampai ke industri hilir pengguna
minyak atsiri sesuai dengan permintaan pasar baik di domestik maupun di luar
negeri seperti dapat dilihat pada Gambar II-5.
Gambar II-4. Struktur Umum, Rantai Usaha dan Pemakai Minyak Atsiri
Kriteria pemilihan bahan baku untuk dikembangkan menjadi wewangian adalah
aman untuk kulit, ramah lingkungan, keharuman disukai, harga/anggaran yang
terjangkau oleh masyarakat, stabilitas komposisi bahan kimia penyusun,
performansi dari produk jadi yang baik, physical properties (eg. Solubility,
colour) dan memiliki nilai tambah, pada Gambar II-5 adalah salah satu contoh
dari bahan baku yang dapat digunakan seperti Architecture Fragrance dari
wewangian yang oriental/ Spicy (Sabini, 2006).
Gambar II-5. Architecture Fragrance (Oriental/Spicy)
II.2.3. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut di dalam air yang
berasal dari tanaman dengan cara memisahkan minyak dari jaringan tanaman
melalui proses destilasi, pada proses ini jaringan tanaman dipanasi dengan air atau
uap air. Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama uap air yang terbentuk
atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan (Dewan Ilmu Pengetahuan,
Teknologi dan Industri Sumbar, 2007).
Minyak atsiri yang disebut juga minyak eteris dipergunakan sebagai bahan baku
dalam berbagai industri, antara lain, industri parfum, kosmetik (essence), industri
farmasi dan industri lainnya. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian,
minyak atsiri berfungsi sebagai zat pewangi, terutama yang berasal dari bunga
tertentu. Beberapa jenis minyak atsiri dapat digunakan sebagai pengikat bau
(fixative) dalam parfum, misalnya minyak cendana, minyak nilam dan minyak
akar wangi. Sedangkan minyak
atsiri yang berasal dari rempah-rempah seperti
minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe dan minyak rempah lainnya
umumnya digunakan untuk bahan penyedap (flavoring agent) pada industri
makanan dan minuman (Ketaren, 1985).
Statistik perdagangan minyak atsiri Indonesia menunjukkan ekspor tahun 2004
mencapai US$ 90 juta dengan 20 jenis minyak atsiri kasar, namun di tahun yang
sama masih mengimpor produk turunan minyak atsiri senilai US$ 13,17 juta, dari
potensi 40 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan dunia, 12 jenis di antaranya
diekspor ke 77 negara, antara lain negara Eropa, AS, Australia, Afrika, Kanada,
dan negara-negara ASEAN, juga produksi minyak atsiri Indonesia untuk jenis
tertentu cukup dominan, seperti minyak nilam 1.200 ton, kenanga 30 ton, akar
wangi 54 ton, sereh wangi 275 ton, pala 130 ton, dan cengkeh 2.000 ton (Ditjen
IAK - Depperind).
Beberapa wilayah di Indonesia sangat potensial untuk pembudidayaan pengolahan
minyak atsiri. Peluang pasar dari minyak atsiri untuk perdagangan internasional
yang cenderung meningkat merupakan peluang bagi Indonesia untuk melirik
daerah-daerah yang potensial sebagai penghasil minyak atsiri dalam bentuk
industri skala kecil dan menengah yang berpotensi meningkatkan devisa bagi
Indonesia. Pengembangan IKM atsiri akan dilaksanakan pada daerah-daerah yang
memiliki potensi bahan baku (Depperind, 2005).
Sentra produksi minyak akar wangi di Indonesia adalah Kabupaten Garut yang
merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Minyak ini merupakan
komoditas ekspor dan di pasar dunia dikenal dengan nama (Java Golden Vetiver
Oil) (Disperindag & PM Garut).
Gambar II-7 Tanaman Akar Wangi
Minyak Akar Wangi (vetiver oil) bersumber dari tanaman akar wangi (Vetiveria
zizanioides Stapt) yang tumbuh secara liar atau ditanam di daerah tropika dan sub
tropika. Bagian tanaman yang berada di bawah tanah terdiri dari sejumlah akar
yang halus, berwarna kuning muda atau abu kemerah-merahan. Bagian akar
tersebut mengandung minyak atsiri yan kental dan berbau wangi. Dipulau Jawa
akar wangi disebut Java vetiver, sedangkan di India disebut “cus-cus” atau
“khas-khas” (Ketaren, 1985).
Vetiver dikombinasikan dengan patchouli untuk base note, berfungsi menghalau
ngengat, banyak digunakan untuk membuat deterjen, dan produk laundry lainnya.
Minyak vetiver memberikan keharuman yang dapat menenangkan dan membantu
mempercepat proses pemulihan nyeri otot (Sabini, 2006).
Kategori Produk konsumer (konsumer good) yang menggunakan
fragrance/wewangian dapat dilihat dari Gambar II-9 dimana vetiver yang
mempunyai aplikasi di bagian laundry dan sebagainya. Jenis minyak atsiri yang
dihasilkan dari Indonesia seperti Patchouli, vetiver, ylang ylang, sandalwood
mempunyai peranan penting dalam dunia parfumery, digunakan sebagai
base/middle note yang dapat menentukan mutu produk dalam aplikasi.
Kontinuitas supply dan stabilitas mutu berdampak pada konsumsi minyak atsiri di
aplikasi pada produk yang bersangkutan (Sabini, 2006).
Gambar II-9 Kategori Konsumer Good yang Menggunakan Wewangian
Dalam dunia perdagangan telah beredar ± 80 jenis minyak atsiri seperti minyak
nilam, minyak serai wangi, minyak cengkeh dan minyak akar wangi dan lain-lain
(Hadipoentyanti, 2006). Sebagian besar minyak atsiri yang diusahakan petani
merupakan komoditas ekspor tradisional non migas. Perkembangan ekspor
minyak atsiri terus naik, untuk tahun 2003 mengalami sedikit penurunan tetapi
meningkat dua kali lipat pada tahun 2004 seperti dapat dilihat pada Tabel II-3.
Tabel II-3 Jenis dan Ekspor Minyak Atsiri Indonesia (2002-2004)
No.
Jenis Minyak
Atsiri 2002 2003 2004
Vol. (Kg) US$ Vol. (Kg) US$ Vol. (Kg) US$
1 vetiver 75,714 1,078,451 45,821 1,428,682 56,444 2,445,744 2 citronela 106,315 775,564 41,591 535,111 55,924 368,326 3 patchouli 1,295,379 22,526,142 1,126,821 19,164,731 2,074,250 27,136,913 4 anis 330 429 404 8,017 446,528 3,577,428 5 ginger 2,050 100,632 16,600 21,304 - - 6 cinnamomum 176 1,642,394 151 2,396 - - 7 pala 3,276 14,886,440 - - 955,466 11,164,676 Jumlah 1,483,240 41,010,052 1,231,388 21,160,241 3,588,612 44,693,087
Sumber: BPS, 2002-2004
Perlunya dikembangkan IKM minyak atsiri berhubungan dengan kebutuhan
volume produksi untuk memenuhi permintaan konsumen. Permintaan konsumen
bisa berasal dari permintaan dalam negeri dan permintaan dari luar negeri. Data
dapat diperoleh berdasarkan data-data ekspor dan impor minyak atsiri yang dapat
diperoleh dari pusat data kantor biro pusat statistik. Ini menunjukkan bahwa
kebutuhan minyak atsiri akan selalu ada karena kegunaan dari minyak atsiri turut
berkembang sesuai dengan kegunaan dan manfaat yang banyak ditemukan oleh
para peneliti.
Selain mengekspor Indonesia juga mengimpor minyak atsiri. Dengan
berkembangnya berbagai industri di dalam negeri, maka kebutuhan minyak atsiri
dan turunannya semakin meningkat baik dari segi jenis minyak atsiri maupun
volumenya. Data yang pasti berapa proporsi minyak atsiri yang dihasilkan dan
yang digunakan dalam negeri sangat sulit diketahui. Namun diperkirakan
jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun yang dapat dilihat dari nilai
impor minyak atsiri pada Tabel II-5.
Tabel II-5. Jenis dan impor minyak atsiri Indonesia (2002-2004)
No.
Jenis Minyak
Atsiri 2002 2003 2004
Vol. (Kg) US$ Vol. (Kg) US$ Vol. (Kg) US$
1 bergamot 88,781 248,328 5,775 150,731 5,567 132,155 2 orange 204,900 810,496 269,067 857,658 316,231 1,201,433 3 lemon 12,445 203,588 22,959 390,331 47,046 426,668 4 lime 8,847 119,247 12,115 200,113 22,646 354,546 5 citrus (other) 31,679 707,085 41,790 661,667 199,612 746,446 6 geranium 6,888 152,582 4,819 194,199 63,743 854,299 7 jasmin 2,187 22,592 293 3,184 17 292 8 lavender 24,127 290,988 20,956 274,958 30,177 383,074 9 M. piperita 153,596 111,521 242,726 1,756,595 336,750 2,209,346 10 M. arvensis (other) 84,926 543,533 38,449 629,162 93,017 1,007,582 11 vetiver 2,573 45,318 2,465 48,683 2,231 51,306 12 citronela 1,219 14,021 1,765 10,155 35 2,917 13 patchouli 6,934 91,067 2,169 36,441 1,112,107 3,814,462 14 nutmeg 4,423 46,455 1,414 53,373 52,287 722,303 15 cinnamomum 20,160 178,815 1,693 75,368 - - 16 cardamomum 84 3,764 971 22,343 - -
17 anis & fennel
10,134 83,834 28,437 276,256 1,843 19,600 18 ginger 98 8,563 38 1,305 47 2,789 19 tanaman atsiri lain 772,534 2,669,204 654,701 2,436,852 44,244 337,610 Jumlah 1,436,535 6,351,001 1,352,602 8,079,374 2,327,600 12,266,828
Sumber: BPS, 2002-2004
II.3. Defenisi Kebijakan
Kebijakan pengembangan IKM adalah bagian dari kebijakan industri, sedangkan
kebijakan industri adalah bagian dari kebijakan publik. Oleh karena itu, sebelum
membahas mengenai kebijakan IKM terlebih dahulu akan dibahas mengenai arti
kebijakan publik dan kebijakan industri.
Kebijakan publik mempunyai arti, lingkup dan penekanan yang berbeda dalam
berbagai disiplin ilmu yang mempelajarinya. Kebijakan publik didefenisikan
sebagai serangkaian tindakan (action) atau diamnya (in-action) otoritas publik
(pemerintah) untuk memecahkan suatu masalah (Pal, 1997). Kebijakan publik
berkaitan dengan apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah yang mempunyai
suatu daftar tujuan (goals) yang memiliki urutan prioritas (Starling, 1988).
Kebijakan industri difokuskan pada intervensi atau keterlibatan pemerintah
terhadap peningkatan mutu produksi, dimana pemerintah melakukan intervensi,
antara lain dengan cara membuat peraturan, memberikan subsidi, turut terlibat
dalam produksi, memberikan bantuan atau menjadi perantara (melakukan
intermediasi) yang memberikan dampak signifikan pada pengembangan IKM.
II.3.1. Analisis kebijakan
Defenisi mengenai analisis kebijakan ada beberapa antara lain, suatu aktivitas
intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai
dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan
(Dunn, 1999).
II.3.2. Elemen-elemen Kunci dalam Proses Pembuatan Kebijakan
Lima elemen kunci dalam proses pembuatan kebijakan yaitu identifikasi masalah,
formulasi usulan kebijakan, adopsi, implementasi dan evaluasi seperti yang
diperlihatkan pada Gambar II-10 (Starling, 1988).
Gambar II-10. Lima Elemen Kunci dalam Proses Pembuatan Kebijakan
Berikut ini uraian elemen-elemen kunci dan proses pembuatan kebijakan.
1. Identifikasi masalah
- Identifikasi apa dan besarnya kebutuhan khusus yang akan diwujudkan
- Identifikasi sumber penyebab masalah
- Mengkaji apa dan bagaimana kelompok populasi tertentu akan
dipengaruhi (geografi, ekonomi, umur, suku, dll)
2. Formulasi Usulan Kebijakan
- Identifikasi tujuan dan keterkaitannya dengan masalah yang ingin
diselesaikan
- Identifikasi alternatif untuk mencapai tujuan tersebut
- Evaluasi alternatif dan sisi manfaat dan biaya
- Identifikasi distribusi dampak pada masyarakat dan setiap alternatif
3. Adopsi
- Penerimaan dan pemberian kekuatan hukum agar kebijakan yang dipilih
memiliki legitimasi
- Instrumen untuk memberikan legitimasi adalah hukum/aturan (legislasi),
politik, prosedur administrasi, pengaturan keuangan
4. Implementasi
- berbagai tindakan (action) yang dilakukan individu atau organisasi pada
saat dan tempat tertentu untuk mencapai berbagai tujuan
- Birokrasi sudah mulai mendominasi
5. Evaluasi
- Menetapkan kriteria atau standar untuk mengukur kinerja atau tingkat
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Starling (1988) terdapat hubungan antara pembuatan kebijakan dengan
analisis kebijakan yang menunjukkan hal khusus dalam proses pembuat kebijakan
dimana berbagai konsep analitis, proposisi dan teknik dapat memberikan arahan
bagi pemikiran, pemilihan serta perilaku administratif dan pembuat kebijakan.
Hubungan dapat dilihat pada Gambar II-11.
Action Problem Identification Policy Formulation Adoption Program Operation Evolution Analysis - diagnosis
- prognosis - strategic thingking - options - cost, benefits risks - assesing impacts The political factor levers - what is good policy - two concepts of ethicts