• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Protein dan Energi pada MP-ASI campuran Tepung Beras, Pisang Awak dan Ikan Lele

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Protein dan Energi pada MP-ASI campuran Tepung Beras, Pisang Awak dan Ikan Lele"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Protein dan Energi pada MP-ASI campuran Tepung Beras, Pisang Awak dan Ikan Lele

(Analyze of Protein and Energy in Complimentary feeding which is made of the mixed of rice flour, banana and catfish meat )

Rohana Dewi Adriani1 , Jumirah2, Ernawati2 1

Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ² Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

The complimentary feeding can ensure the nutrient a baby requires in appropriate amounts for his growth and development. The complimentary feeding which is made of the mixed of rice flour, banana and catfish can fulfill baby’s nutrition need. The aim of this research is to measure the proteins and energy contents of rice powder, awak bananas and catfish as a mixed complimentary food.

This is an experimental research on mixed complimentary feeding of rice flour, awak bananas, and catfish. Its protein content was determined by Kjedahl method and the energy content was determined by calculating the protein, fat and carbohidrate.

The result of this research showed that mixed complimentary feeding of rice powder, awak bananas, and catfish as its, serves 17,9 gram of protein, 400,8 Kkal of energy. The characteristic of mixed complimentary food of rice flour, bananas, and catfish has spesific scent, sweet flavour and smooth texture.

The mixed complimentary feeding of rice flour, bananas, and catfish as its ingredients and ready to eat meals has already met the standart made by Indonesian Health Department 2007which makes it adequate as a good complimentary feeding for a 6-12-month baby. It is sugested to feed this kind of complimentary feeding to a baby as it can complete 100% protein and 50% energy needs of babies.

Keywords : Protein, energy, complementary food of breastfeeding, rice flour, banana, catfish.

PENDAHULUAN

Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar, persentasi BBLR di Indonesia sebesar 8,8 persen, anak balita kurus sebesar 13,3 persen, anak balita gizi kurang sebesar 17,9 persen, dan anak balita gizi lebih sebesar 12,2 persen. Dengan demikian Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, di satu pihak mengalami kekurangan gizi di pihak lain mengalami kelebihan gizi (Riskesdas tahun, 2010).

Mengatasi masalah ini Indonesia telah menyepakati untuk menjadi bagian dari Gerakan Scale Up Nutrition (SUN) sejak bulan Desember 2011, melalui penyampaian surat keikutsertaan dari Menteri Kesehatan kepada Sekjen PBB. Di Indonesia Gerakan SUN disebut dengan Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan – Gerakan (1000 HPK) yang terdiri dari intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Intervensi spesifik umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan, seperti imunisasi, PMT ibu hamil dan balita, monitoring pertumbuhan balita di posyandu, suplemen tablet besi-folat ibu hamil. Promosi ASI Eksklusif, MP-ASI dan sebagainya (Laksono, Agung. 2012).

Salah satu peran pemerintah untuk menjamin kesehatan warganya adalah dengan mengeluarkan kebijakan yang mengatur mengenai pemberian ASI Eksklusif dan Makanan

(2)

Pendamping ASI (MP-ASI), yaitu melalui Permenkes No. 450/Menkes/SK/IV/2004 da PP No.33/2012 mengenai pemberian ASI Eksklusif dan PP No. 237/1997, mengenai Makanan Pendamping ASI (Depkes RI, 2012).

WHO Kementerian Kesehatan dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) telah memperbarui bahwa pemberian ASI Ekskusif diberikan kepada bayi higga berusia 6 bulan. Oleh karena itu makanan lain selain ASI baru bisa diperkenalkan kepada bayi ketika berusia 6 bulan, begitu juga dengan bayi yang diberikan susu formula (Depkes RI, 2012).

MP-ASI diberikan bersamaan dengan ASI, mulai usia 6 bulan hingga 24 bulan. Pada usia ini bayi sudah memperlihatkan minat dan ketertarikannya pada makanan lain selain ASI. Pertumbuhan bayi akan terganggu, jika ia tidak mendapatkan makanan pendamping setelah berusia 6 bulan, dikarenakan tidak terpenuhinya gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

MP-ASI (Makanan Pendamping ASI) yang diberikan kepada bayi selain harus bergizi haruslah terlihat menarik, baik secara fisik maupun rasanya. Selain itu, makanan tambahan ini sebaiknya mudah disiapkan atau praktis, sehingga bayi tidak perlu menunggu lama hanya untuk makan saja. Komponen utama yang harus terpenuhi dari makanan tambahan adalah asupan gizi yang terandung di dalamnya. Makanan tersebut harus mengandung karbohidrat, protein lemak, vitamin, mineral, serta zat-zat peting lainnya dalam jumlah yang mencukupi (Ria, 2012).

WHO/UNCEF memberikan rekomendasi dan menekankan agar secara sosial budaya MP-ASI hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh didaerah setempat (indigenous food). Plahar dan Annan (1994), menyatakan bahwa penyusunan dan pengembangan makanan penyapihan bergizi dari bahan baku lokal telah banyak mendapatkan perhatian dibanyak negara berkembang. Beberapa di antaranya telah menggunakan kacang-kacangan dan serelia baik secara tunggal atau campuran dalam bentuk kombinasi seperti beras.

Beras merupakan bahan pokok yang paling cocok untuk sebagian besar rakyat Indonesia dan

penduduk daerah tropik. Rakyat di wilayah ini sudah mahir dalam teknologi bercocok tanam padi, teknik pengolahan dan pemasakannya juga sangat mudah. Energi dalam beras 364 kalori per gram dan kadar proteinnya 7,0 gr%, sehingga beras cocok dijadikan makanan MP-ASI (Achmad, 2012).

Pada Pedoman MP-ASI lokal, ada beberapa jenis makanan yang dapat di jadikan sebagai MP-ASI, seperti : tepung beras, kacang hijau, tempe, bayam , hati ayam, daging ikan, daun sawi,ikan, pisang dsb.

Salah satu tradisi berkaitan dengan pola pemberian makanan pada bayi di masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Aceh, adalah pemberian pisang ‘awak’ (Musa paradisiaca var awak). Winda puspita (2011), menemukan sebesar 83,3 persen bayi di Desa Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara diberikan pisang awak dengan cara dikerok, dilumatkan, dan terkadang dicampur bersama nasi. Kuantitas rata-rata pisang yang diberikan, adalah satu buah setiap kali pemberian. Tradisi pemberian pisang ‘awak’ pada bayi ternyata juga dilakukan oleh sebagian masyarakat di beberapa daerah di Provinsi Sumatera Utara (Siregar, 2011).

Pemanfaatan pisang awak sebagai makanan bayi sebagaimana telah dilakukan oleh sebagian besar masyarakat sejak puluhan tahun yang lalu menarik untuk diteliti. Pisang awak matang memiliki tekstur yang lembut dan rasa manis. Kandungan gizinya yang baik terutama karbohidrat dalam bentuk gula, kalium, vitamin A dan Vitamin B6.

Hasil Penelitian Lubis dkk (2012), tentang pembuatan tepung formulasi pisang awak masak menggunakan campuran tepung beras sebagai bahan dasar makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan analisis kandungan zat gizinya diperoleh kandungan protein sebesar 5,42-5,79%, dan lemak sebesar 1,01-1,15%. Oleh. SK Menkes RI nomor 224/Menkes/SK/II/2007, tentang spesifikasi teknis MP-ASI bubuk instan untuk bayi 6-12 bulan mensyaratkan kandungan protein sebesar 15-22% dan lemak sebesar 10-15%. Oleh karena itu, tepung pisang awak tersebut dapat diperkaya dengan bahan makanan lain yang

(3)

memiliki kandungan protein tinggi, antara lain dari jenis ikan-ikanan, seperti ikan lele.

Lele yang memiliki nama ilmiah Clarias sp ini merupakan salah satu bahan pangan bergizi yang mudah untuk dihidangkan sebagai lauk. Kandungan gizi ikan lele sebanding dengan daging ikan lainnya. Beberapa jenis ikan, termasuk ikan lele mengandung protein lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan daging hewan lainnya. Nilai gizi ikan lele meningkat apabila diolah dengan baik (Abbas, 2012).Salah satu bentuk olahan ikan lele yaitu Biskuit Clarias yang merupakan suatu inovasi pengolahan Bahan Pangan berupa biskuit balita yang terbuat dari ikan lele (Kusharto, 2011).

Ikan lele mengandung karoten 12,070 mikrogram dan vitamin A sebanyak 210 IU (Internasional Unit). Kandungan zat gizi ini lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. (Puslitbang Gizi Dep. Kesehatan, 1991). Dengan demikian ikan lele mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi produk makanan bayi, sehingga peneliti tertarik untuk membuat olahan formulaMP-ASI dengan campuran tepung pisang awak dengan beras dan tepung ikan lele

MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele merupakan perpaduan bahan makanan yang dapat memenuhi standart gizi, dimana tepung beras dan pisang awak yang merupakan sumber karbohidrat dicampurkan dengan ikan lele yang merupakan sumber protein yang tinggi, sehingga menghasilkan kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari dua komponen yaitu MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak, dan ikan lele

Pembutan MP-ASI dilakukan di laboraturium FKM USU dengan alasan laboraturium ini mempunyai alat yang lengkap untuk pembuatan MP-ASI. Menganalisis kandungan energi dan protein dilakukan di Badan Riset dan Standardisasi Industri Medan (Baristan), penelitian ini dilakukan mulai tanggal 22 Maret sampai tanggal 07 Oktober 2013.

Objek penelitian ini adalah MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele sebagai bahan dasar dengan perbandingan 1 : 2 : 2

Tahapan dalam penelitian ini antara lain:

a. Proses pengolahan bahan, yaitu pembuatan tepung beras, formulasi tepung beras dan pisang awak, dilanjutkan dengan pembuatan MP ASI campuran tepung beras, Pisang awak dan Ikan lele.

b. Proses penentuan komposisi zat gizi MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele, yaitu penentuan kadar protein dengan metode kjeldhal, penentuan kadar lemak dengan metode ekstraksi, menetukan kadar karbohidrat dengan metode hidrolisis, lalu untuk menetukan kadar energi yang terkandung dalam MP-ASI digunakan metode perhitungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik MP-ASI Campuran Tepung Beras, Pisang Awak dan Ikan Lele

Karakteristik MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele menghasilkan warna yang kekuning-kuningan yang dihasilkan dari perpaduan warna pisang awak yang putih dan ikan lele yang kecoklatan, beraroma khas ikan lele, rasanya didominasi oleh rasa manis dari pisang awak dan memiliki tekstur yang lembut dan halus namun tidak sehalus tepung terigu. dapat dilihat pada tabel berikut:

Kandungan Protein MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele

Berdasarkan hasil uji laboraturium zat gizi protein yang terkandung dalam MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut

(4)

MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele memberikan sumbangan protein sebesar 18,1 gram.

Hasil analisa terhadap MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele memilki kandungan protein telah memenuhi standar MP-ASI menurut Departemen Kesehatan (2007). Dimana standar Protein yang harus dimiliki oleh MP-ASI menurut depkes RI (2007), sebesar 15-22 gram, yang mana MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele memilki kandungan protein sebesar 18,1 gram, maka MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele telah memenuhi standar protein dari MP-ASI menurut Departemen Kesehatan (2007).

Berdasarkan AKG (Angka Kecukupan Gizi protein anak umur 6-11 bulan, maka MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele dapat memenuhi AKG protein sebanyak 119,3 persen. Dimana AKG protein anak umur 6-11 bulan sebesar 15 gram, sedangkan kandungan protein MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele sebanyak 17,9 gram.

Kandungan Energi Pada MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele

Berdasarkan hasil uji laboraturium komposisi zat gizi yang terkandung dalam MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:

Berdasarkan tabel 4.3 kandungan gizi tertinggi yang terdapat pada MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele adalah energi yaitu sebesar 400,8 Kkal.

Sesuai dengan standar ASI maka MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele memilki kandungan energi yang telah memenuhi standar MP-ASI dimana standar energi yang harus dimiliki oleh MP-ASI menurut depkes (2007), sebesar 400-440 Kkal, sedangkan kandungan energi yang dimiliki MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele sebesar 400,8 Kkal, sehingga MP-ASI ini baik dikonsumsi oleh bayi.

Berdasarkan AKG (Angka Kecukupan Gizi ) energi anak umur 7-11 bulan, didapat bahwa MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele dapat memenuhi AKG energi sebanyak 62,67 persen. Dimana AKG energi anak umur 7-11 bulan sebesar 650 Kkal, sedangkan kandungan energi MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele sebanyak 400,8 Kkal, maka MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele telah memenuhi lebih dari 50% AKG energi dari bayi umur 7-11bulan.

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Hasil penelitian mendapatkan bahwa kandungan karbohidrat MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele sebesar 57,1 gram. Kandungan yang dimilki MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele cukup tinggi.

MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele memiliki kandungan karbohidrat yang telah melebihi standar MP-ASI dimana standar karbohidrat yang harus dimiliki oleh MP-ASI menurut depkes RI, (2007), sebesar maksimum 30.

Dari hasil penelitian didapatkan kandungan lemak yang dimilki MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele sebesar 11,2 gram, dimana kandungan lemak yang telah memenuhi standar MP-ASI dimana standar lemak yang harus dimiliki oleh MP-ASI menurut depkes (2007), sebesar 10-15 gram, sedangkan kandungan lemak yang dimiliki MP-ASI

(5)

campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele sebesar 11,2 gram sehingga MP-ASI ini baik dikonsumsi oleh bayi.

Dari kandungan protein, karbohidrat dan lemak yang dimilki MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele maka dihasilkan kandungan energi pada MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele yang dapat memenuhi standar MP-ASI dan telah memenuhi lebih dari 50% AKG bayi 6-11 bulan

KESIMPULAN

MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele sebagai bahan dasar dan sebagai bahan siap saji telah memenuhi standar MP-ASI menurut Departemen Kesehatan RI (2007), dan memilki kandungan gizi yang telah melebihi 100 % AKG protein dan melebihi 50% AKG energi, sehingga MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele dapat dijadikan makanan Pendamping ASI yang baik buat bayi 6-12 bulan.

SARAN

Mengingat MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele memiliki potensi yang baik untuk menjadi bahan dasar MP-ASI terutama protein, karbohidrat, lemak dan energi yang sudah memenuhi standar MP-ASI, perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui zat-zat gizi lain terutama vitamin dan mineral.

Dengan kandungan gizi yang telah memenuhi 100 % AKG protein, dan lebih dari 50% AKG energi, sehingga MP-ASI campuran tepung beras, pisang awak dan ikan lele sebagai bahan dasar maupun sebagai bahan siap saji diharapkan mampu mencegah dan menanggulangi gizi buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006. Direktorat Jendral Gizi Masyarakat, Jakarta.

Emayanti, Dea. 2012. Super Lengkap Aneka Buah Kaya Vitamin Berkhasiat Obat. Pinang Merah. Yogyakarta

Erwin, Lily. 2011. Gemar Makan Ikan 25 Cita Rasa Lele dan Belut. PT Gramedia Pustakan Utama. Jakarta

Kusharto, Clara. 2011. IPB Kembangkan Biskuit dan Kerupuk dari Tepung Ikan Lele.http.//jurnalsecience.blogspot.com/2011/i

pb-kembangkan-biskuit-dan-kerupuk-dari.htm?m=1

Legowo, Anang Mohamad dan Nurwantoro. 2004. Diktat Kuliah : Analisis Pangan. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang

Munizar. 1998. Pengaruh Jenis Pisang dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Pisang (Musa paradisiaca. L). Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Banda Aceh. Banda Aceh

Mustika, Dewi. 2012. Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan. Alfa Beta. Bandung

Riksani, Ria. 2012. Variasi Olahan Makanan Pendaming ASI. Dunia Kreasi. Jakarta Sekar, Ayu. 2010. 101 Khasiat Buah-buahan

Cara Sehat dan Bugar dengan Buah. Pustaka Araska Media Utama. Yogyakarta Jumirah. 2012. Pengaruh Pemberian MP-ASI

Campuran Tepung Pisang Awak, Beras,Kecambah Kedelai Terhadap Pertumbuhan Bayi. Hal 65

Krisnatuti D dan Yenrina R . 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Puspa Swara. Jakarta

Pudjiadi, Solihin. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. FKUI. Jakarta

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumus korelasi product moment dapat diketahui hubungan antara upah dan kepemimpinan terhadap loyalitas kerja karyawan adalah terdapat hubungan yang

Catatan: Probabilita yang lebih kecil yang ditunjukkan pada judul tiap kolom adalah luas daerah dalam satu ujung, sedangkan probabilitas yang lebih besar adalah luas daerah dalam

Dengan memanfaatkan pengalaman GAR dalam melibatkan para petani akan memungkinkan pemasok pihak ketiga untuk mengimplementasikan proses meraih kemamputeluran penuh

Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan persepsi yang baik mengenai manajemen prioritas K3, komitmen, dan kompetensi memiliki potensi 6,29 kali lebih tinggi

FDA mendefinisikan pewarna tambahan sebagai pewarna, zat warna atau bahan lain yang dibuat dengan cara sintetik atau kimiawi atau bahan alami dari tanaman, hewan, atu sumber lain

Proses pemutihan merupakan suatu proses penghilangan warna dari serat akibat masih tersisanya lignin pada pulp menggunakan bahan kimia. Dalam proses pulping tidak

Variabel transaksi SKNBI melalui proxy volume transaksi SKNBImemberikan pengaruh positif terhadap M2 dalam jangka pendek namun tidak signifikan dalam jangka panjang,

dikembangkan setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang tergigit maka produksi getah bening dapat