• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI FLAKES PATI GARUT DAN TEPUNG IKAN

LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PANGAN KAYA

ENERGI PROTEIN DAN MINERAL UNTUK LANSIA

FIRDA AMALIA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral untuk Lansia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013 Firda Amalia NIM I14090051

________________________

(4)

RINGKASAN

FIRDA AMALIA. Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Produk Sarapan Kaya Energi Protein dan Mineral untuk Lansia. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO.

Ketergantungan masyarakat Indonesia akan gandum dapat melemahkan ketahanan pangan nasional. Indonesia memiliki beberapa komoditi lokal yang berpotensi sebagai makanan pokok pengganti gandum dan tepung terigu. Umbi garut (Maranta arundinaceae Linn.) merupakan salah satu sumber daya pangan lokal di Indonesia yang tersedia cukup melimpah. Ketersediaan umbi garut cukup banyak akan tetapi pemanfaatan umbi garut yang tergolong rendah. Salah satu olahan utama umbi garut adalah tepung dan pati garut. Lanjut usia atau Lansia menurut Undang Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang dapat bermanfaat bagi lansia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit degeneratif dan kekurangan gizi. Oleh karena itu, diperlukan pangan yang mengandung zat gizi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan lansia baik jumlah maupun komposisinya. Namun pengembangan produk yang memperhatikan kebutuhan zat gizi untuk lansia masih tergolong sedikit dan sulit ditemukan

Berawal dari pemikiran itulah maka dibutuhkan suatu bentuk makanan untuk lansia yang mudah serta cepat disajikan yaitu flakes. Namun produk flakes yang beredar di masyarakat luas masih menggunakan bahan dasar gandum. Maka penting dilakukan pengembangan produk flakes yang kaya energi dan zat gizi dengan bahan dasar pati garut sebagai usaha untuk mengurangi impor gandum dan meningkatkan diversifikasi pangan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, hal ini masih dirasa kurang karena umbi garut memiliki kandungan protein yang rendah. Oleh karenanya, penting dilakukan peningkatan nilai tambah protein dengan menggunakan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Tepung kepala ikan lele dumbo mengandung kalsium dan fosfor tinggi dan tepung badan ikan lele dumbo mengandung protein tinggi. Penambahan tepung ikan lele dumbo diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein dan mineral flakes.

(5)

ditambahkan adalah 0% (F0), 28% (F1), 33% (F2) dan 38% (F3) terhadap jumlah adonan. Tepung ikan lele yang digunakan terdiri dari tepung kepala dan badan. Persentase penggunaan tepung kepala dan badan ikan lele yaitu 3:7. Formulasi flakes terbaik ditentukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis pada uji organoleptik.

Berdasarkan uji organoleptik, persentase kesukaan tertinggi secara keseluruhan terdapat pada formula F2 (35%). Produk terpilih flakes F2 memiliki tingkat kekerasan sebesar 190.45 gf dan daya serap air sebesar 5.6 ml. Kandungan gizi flakes terpilih yaitu kadar air 4.0%, kadar abu 4.84%, kadar protein 16.9%, kadar karbohidrat 69.06%, kadar kalsium 1448.5 mg/ 100 g, dan fosfor 861.5 mg/ 100. Flakes terpilih memiliki nilai daya cerna protein sebesar 75%.

(6)

ABSTRAK

FIRDA AMALIA. Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral untuk Lansia. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) sebagai pangan kaya energi, protein dan mineral untuk lansia. Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat formula dan setiap kombinasi diulang dua kali. Formula terpilih ditentukan berdasarkan preferensi panelis agak terlatih. Penerimaan flakes terpilih oleh lansia dilakukan dengan menggunakan uji hedonik. Flakes dengan penambahan tepung ikan lele dumbo sebanyak 33% merupakan formula terpilih. Sifat kimia flakes terpilih yaitu 4.00% kadar air, 4.84% kadar abu, 16.90% kadar protein, 5.21% kandungan lemak, 69.06% kandungan karbohidrat, 14.48% kandungan kalsium dan 8.61% kandungan fosfor. Flakes terpilih mengandung 390.71 Kal energi per 100 g. Flakes terpilih memiliki kontribusi lebih dari 20% untuk energi, protein, mineral kalsium dan fosfor untuk lansia sehingga dapat diklaim sebagai produk makanan yang kaya energi, protein dan mineral.

Kata kunci: flakes, mineral, pati garut, protein, tepung ikan lele dumbo

ABSTRACT

FIRDA AMALIA. Formulation of Arrowroot Starch and Dumbo Catfish Flour (Clarias gariepinus) Flakes as a Food Rich in Protein Energy and Mineral for Elderly. Supervised by CLARA M. KUSHARTO.

The objective of this study was to produce arrowroot starch flakes with dumbo catfish (Clarias gariepinus) flour, as a rich energy, protein and mineral food for elderly. Design of this study was using Complete Randomized Design with four formula and each combination was replicated two times. A selected formula was determined based on semi trained panelists preference. Acceptance of selected flakes formula was examined by elderly using hedonic test. Flakes by addition of 33% of dumbo catfish flour was the selected formula. The chemical properties for selected flakes were as follows 4.00% of water content, 4.84% of ash content, 16.90% of protein content, 5.21% of fat content, 69.06% of carbohydrate content, 14.48% of calcium content and 8.61% of phosphorus content. The selected flakes contain 390.71 Kcals energy per 100 g. The selected flakes had contributed more than 20% of energy, protein, calcium and phosphorus for elderly people so it can be claimed as a food product rich in energy, protein and minerals.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

pada

Departemen Gizi Masyarakat

FORMULASI FLAKES PATI GARUT DAN TEPUNG IKAN

LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PANGAN KAYA

ENERGI PROTEIN DAN MINERAL UNTUK LANSIA

FIRDA AMALIA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral Nama : Firda Amalia

NIM : I14090051

Disetujui oleh

Prof Dr Drh Clara M Kusharto, MSc Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah pengembangan produk yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 hingga April 2013 ini, dengan judul Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral untuk Lansia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Indofood Riset Nugraha (IRN) 2012/ 2013 atas dana hibah penelitian sehingga penelitian ini berjalan dengan baik dan lancar, Prof Dr Drh Clara M. Kusharto, MSc selaku pembimbing, serta Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi yang telah banyak memberi saran dan masukan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Mashudi, Pak Junaidi, Ibu Titi, Ibu Rizki, Mbak Santi, Pak Abo serta Bu Aisyah serta seluruh staff Gizi Masyarakat IPB yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman seperjuangan Gizi Masyarakat tercinta angkatan 2009 (Anggar, Dewi, Erwin, Feranita, Hanum, Infoning, Maya, Nabila, Nurayu dan Utami) dan adik kelas angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan, motivasi, kritik, dan saran yang sangat berarti. Ungkapan terima kasih yang terdalam juga saya sampaikan kepada Sandy Nugraha atas kesabarannya yang selalu setia memberikan perhatian, dukungan dan motivasi bagi penulis, Heru Martono (ayah), Tri Ratna Widiawati (ibu), Febrianita (kakak) serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODE 4

Bahan 4

Alat 4

Prosedur Penelitian 5

Rancangan Percobaan 9

Pengolahan dan Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Formulasi Flakes Pati Garut 10

Sifat Organoleptik Flakes Pati Garut 13

Sifat Fisik Flakes Pati Garut Terpilih 20

Kandungan Gizi Flakes Pati Garut Terpilih 22

Kontribusi Zat Gizi Flakes Pati Garut 28

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 36

(12)

DAFTAR TABEL

1 Formulasi flakes pati garut dengan tepung ikan lele 6 2 Formula flakes ubi jalar dengan penambahan tepung ikan lele 10

3 Hasil uji mutu hedonik flakes pati garut 14

4 Hasil uji hedonik flakes pati garut 14

5 Tingkat panelis yang menerima atribut warna flakes pati garut 15 6 Tingkat panelis yang menerima atribut aroma flakes pati garut 16 7 Tingkat panelis yang menerima atribut tekstur flakes pati garut 17 8 Tingkat panelis yang menerima atribut rasa flakes pati garut 18 9 Tingkat panelis yang menerima atribut keseluruhan flakes pati garut 19 10 Hasil uji penerimaan flakes pati garut pada lansia 20 11 Hasil analisis flakes pati garut terhadap atribut kekerasan 21 12 Hasil analisis flakes pati garut terhadap daya serap air 22 13 Hasil analisis kandungan gizi produk flakes pati garut 23

14 Daya cerna protein flakes pati garut 28

15 Kandungan dan kontribusi zat gizi flakes pati garut per takaran saji (72

gram) terhadap AKG lansia 28

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahapan penelitian 5

2 Proses pembuatan flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo 7 3 Flakes pati garut dengan berbagai formula 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kandungan gizi flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele

dumbo 0% (F0) 33

2 Kandungan gizi flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele

dumbo 28% (F1) 33

3 Kandungan gizi flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele

dumbo 33% (F2) 34

4 Kandungan gizi flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele

dumbo 38% (F3) 35

5 Formulir uji organoleptik flakes 37

6 Formulir uji penerimaan pada panelis lansia 39

7 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi 40 8 Kandungan gizi bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes pati

garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 43 9 Persentase penerimaan flakes pati garut dengan penambahan tepung

ikan lele dumbo 43

10 Hasil uji non parametrik Friedman Test pada mutu hedonik flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 44 11 Hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik atribut warna flakes pati

(13)

12 Hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik atribut aroma flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 44 13 Hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik atribut tekstur flakes pati

garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 44 14 Hasil uji lanjut Duncan pada mutu hedonik atribut rasa flakes pati garut

dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 45

15 Hasil uji non parametrik Friedman Test pada atribut hedonik flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 45 16 Hasil uji lanjut Duncan pada uji hedonik atribut warna flakes pati garut

dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 45

17 Hasil uji lanjut Duncan pada uji hedonik atribut aroma flakes pati garut

dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 45

18 Hasil uji lanjut Duncan pada uji hedonik atribut tekstur flakes pati garut

dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 46

19 Hasil uji lanjut Duncan pada uji hedonik atribut rasa flakes pati garut

dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 46

20 Hasil uji lanjut Duncan pada uji hedonik atribut keseluruhan flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo 46 21 Rekapitulasi kesukaan flakes pati garut dengan penambahan tepung

ikan lele dumbo 46

22 Tingkat penerimaan flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan

lele terpilih pada lansia 47

23 Hasil persen konsumsi flakes pati garut dengan penambahan tepung

ikan lele terpilih pada lansia 47

24 Hasil uji fisik kekerasan flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut

terpilih 47

25 Hasil uji fisik daya serap air flakes pati garut kontrol dan flakes pati

garut terpilih 47

26 Kadar air flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih 47 27 Kadar abu flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih 48 28 Kadar protein flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih 48 29 Kadar lemak flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih 48 30 Kadar karbohidrat flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih 48 31 Kadar energi flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih 48 32 Kadar kalsium flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih 49 33 Kadar fosfor flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut terpilih 49 34 Daya cerna protein flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut

terpilih 49

35 Uji Independent-Samples t-Test sifat fisik bihun flakes pati garut kontrol dan flakes pati garut formula terpilih 49 36 Hasil uji Independent-Samples t-Test kandungan gizi flakes pati garut

kontrol dan flakes pati garut formula terpilih 50 37 Perhitungan takaran saji flakes pati garut terpilih 50

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan adalah kebutuhan fisik yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Pangan menurut Undang Undang RI nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan pasal 1 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Oleh karena itu, pemenuhan terhadap kebutuhan pangan merupakan hal yang mutlak untuk dipenuhi oleh setiap individu.

Pengertian ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan merupakan suatu kondisi di mana setiap individu dan rumah tangga memiliki akses secara fisik, ekonomi dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Ketahanan pangan merupakan aspek penting yang harus dipertahankan dalam membangun ketahanan nasional. Salah satu solusi untuk memperkuat ketahanan pangan nasional yang sedang digalakan oleh pemerintah Indonesia adalah melalui diversifikasi pangan.

Ketergantungan masyarakat Indonesia pada bahan pangan tertentu yaitu beras dan gandum dapat melemahkan ketahanan pangan nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) (2011), impor gandum pada 2010 mencapai 4.8 juta ton dengan nilai US$ 1.4 miliar, sedangkan untuk tepung terigu mencapai 775 ribu ton. Ketergantungan ini dapat dihambat dengan partisipasi aktif dari pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia untuk mensukseskan program penganekaragaman pangan. Masyarakat harus mulai dapat melepaskan ketergantungan pada beras dan gandum sebagai komoditi pokok dan beralih kepada sumber karbohidrat lainnya. Beberapa komoditi lokal yang berpotensi sebagai makanan pokok pengganti beras, gandum dan tepung terigu adalah jagung, ubi jalar, ubi kayu, garut, kimpul, sorghum, kentang, sagu dan lain-lain.

(16)

2

Lanjut usia atau Lansia menurut Undang Undang RI Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. BPS (2011) melaporkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia adalah 18.57 juta jiwa, meningkat sekitar 7.93% dari tahun 2000 yang sebanyak 14.44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun. Dengan demikian, pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia akan berjumlah sekitar 34.22 juta jiwa. Kondisi ini perlu diantisipasi karena pertambahan Lansia yang pesat, dengan rasio ketergantungan yang terus meningkat akan berdampak negatif terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan kesehatan mereka. Masalah ini pada akhirnya akan menjadi beban berat bagi keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan zat gizi. Menurut Kusharto (2012) kemampuan imunitas tubuh dipengaruhi oleh usia karena pertambahan usia dapat menyebabkan sistem kekebalan menurun. Selain masalah imunitas, lansia juga akan mengalami perubahan fisik seperti gangguan gastrointestinal serta atropik gastris yang akan mengakibatkan gangguan pencernaan dan penyerapan zat gizi esensial. Pada kelompok lansia, zat gizi yang bermutu baik tetap diperlukan dalam pembentukan jaringan tubuh untuk pergantian jaringan-jaringan yang rusak. Konsumsi makanan yang cukup dan dalam jumlah seimbang dapat bermanfaat bagi lansia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit degeneratif dan kekurangan gizi (Astawan & Wahyuni 1988). Oleh karena itu, diperlukan pangan yang mengandung zat gizi yang cukup dan sesuai dengan persyaratan kebutuhan lansia baik jumlah maupun komposisinya, susunan makanan berasal dari jenis kelompok pangan yang beragam, banyak mengandung serat, pangan tidak merangsang pencernaan. Namun pengembangan produk yang memperhatikan kebutuhan zat gizi untuk lansia masih tergolong sedikit dan sulit ditemukan

Berawal dari pemikiran itulah maka dibutuhkan suatu bentuk makanan untuk lansia yaitu flakes. Namun produk flakes yang beredar di masyarakat luas masih menggunakan bahan dasar gandum. Maka penting dilakukan pengembangan produk makanan yang kaya energi dan zat gizi dengan bahan dasar pangan lokal yaitu umbi garut sebagai usaha untuk mengurangi impor gandum dan meningkatkan diversifikasi pangan masyarakat Indonesia. Pembuatan flakes menggunakan pati garut dirasa akan meningkatkan nilai tambah umbi garut dan sangat tepat untuk lansia karena kandungan energi yang tinggi dan rendahnya indeks glikemik pada pati garut sehingga asupan energi dapat terpenuhi tanpa adanya kenaikan gula darah yang terlalu cepat. Selain itu kandungan mineral pati garut yang cukup tinggi sehingga tepat untuk memenuhi kebutuhan pada mineral pada lansia. Akan tetapi, hal ini masih dirasa kurang jika hanya menyumbang sumber karbohidrat dan mineral saja karena umbi garut memiliki kandungan protein yang rendah. Oleh karenanya, penting dilakukan peningkatan nilai tambah protein dengan menggunakan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

(17)

3 Selain itu, daging ikan mengandung sejumlah mineral dan vitamin yang diperlukan tubuh (Adawiyah 2007).

Saat ini penggunaan tepung ikan belum dilakukan secara maksimal. Kegunaan utama tepung ikan masih sebatas bahan campuran pakan ternak (Moeljanto 1982). Pembuatan tepung ikan berbahan dasar ikan lele dumbo dapat menjadi suatu bentuk alternatif bahan pangan. Selain memiliki daya simpan yang cukup lama dibandingkan dengan ikan segar, bentuk yang berupa tepung diharapkan menjadikan ikan lebih fleksibel dalam pemanfaatannya (Mervina et al. 2012). Oleh karena itu, tepung ikan lele dumbo dirasa merupakan penambahan bahan pendukung yang tepat untuk meningkatkan nilai protein pada flakes berbasis bahan pangan lokal yaitu pati garut.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian “Formulasi Flakes Pati Garut dan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pangan Kaya Energi Protein dan Mineral untuk Lansia” bertujuan untuk mendapatkan formula flakes berbasis bahan pangan lokal yaitu pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo sebagai produk pangan sumber protein hewani dan mineral untuk pemenuhan kebutuhan lansia. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan formula flakes berbasis pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

2. Menganalisis sifat organoleptik produk flakes berbasis pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada panelis agak terlatih dan lansia.

3. Menganalisis pengaruh penambahan tepung ikan lele dumbo terhadap sifat fisik (tekstur dan daya serap air) pada produk flakes berbasis pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)terpilih.

4. Menganalisis pengaruh penambahan tepung ikan lele terhadap sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar kalsium dan kadar fosfor) dan daya cerna protein produk flakes berbasis pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) terpilih.

5. Menghitung kontribusi zat gizi yang dapat diberikan formula produk sarapan siap saji berbasis pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) tehadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) lansia.

Manfaat Penelitian

(18)

4

dumbo (Clarias gariepinus) sebagai alternatif produk sarapan kaya energi protein dan mineral sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi pria dan wanita pada lanjut usia serta dapat mengurangi tingkat impor gandum dan dapat meningkatkan diversifikasi pangan di Indonesia.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dari bulan November 2012 hinga April 2013, bertempat di laboratorium Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor. Formulasi produk flakes berbasis pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dilakukan di Laboratorium SEAFAST, Fakultas Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Uji organoleptik yang dilakukan pada panelis agak terlatih untuk menentukan produk flakes terpilih dan pada panelis lansia untuk melihat tingkat penerimaan dari produk flakes terpilih dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dan di Poslansia Jl. Setu Tengah RT 02/03 Kelurahan Sinarsari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Analisis fisik dan analisis kimia pada produk flakes terpilih dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) dan Laboratorium Analisis Zat Gizi, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama adalah pati garut dengan merk “Melati” dan tepung kepala dan badang ikan lele dumbo dengan merk “Clarias”. Bahan pendukung yang digunakan adalah kedelai, tepung tapioka, gula, garam dan air. Bahan kimia yang digunakan analisis kandungan gizi adalah aquades, H2SO4 pekat, selenium mix, NaOH, pelarut Hexana, HNO3, HCl, ammonium molibdat, potassium dihidrogen, etanol 95%, metil merah dan bahan kimia lainnya.

Alat

(19)

5 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Tahapan penelitian pendahuluan meliputi persiapan bahan yaitu pembuatan tepung kedelai. Penelitian utama terdiri dari formulasi flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo, uji organoleptik terhadap flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo dan analisis proksimat produk flakes terpilih. Tahapan penelitian disajikan dalam diagram alir pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian Formulasi flakes pati garut

Pembuatan flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo menggunakan bahan baku berupa pati garut, tepung kepala-badan ikan lele dumbo, tepung kedelai, tepung tapioka, gula, garam dan air. Penentuan formulasi ini disesuaikan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi lansia sehari yaitu 60 gram

Pati garut

Formulasi flakes pati garut dan tepung kepala-badan ikan lele F1, F2, F3

Tepung kepala-badan ikan lele (3:7)

Formula flakes terpilih Uji organoleptik Formulasi flakes kontrol

Analisis fisik dan kimia

Kacang kedelai

Perendaman, pemasakan, pengeringan, penggilingan

dan pengayakan

Tepung kedelai

(20)

6

protein, 800 mg kalsium dan 600 mg fosfor per hari (WNPG 2004). Produk makanan diklaim kaya akan kandungan zat gizi apabila memenuhi minimum 20% AKG harian per takaran saji untuk protein dan 15% AKG harian per takaran saji untuk mineral (BPOM 2011). Formulasi flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo menggunakan tiga taraf penambahan tepung ikan lele dengan perbandingan tepung kepala dan badan ikan lele sebesar 3:7 disajikan pada tabel 1. Tabel 1 Formulasi flakes pati garut dengan tepung ikan lele

Bahan pangan (g) Berat bahan (g) menggunakan aplikasi Microsoft Excel dengan rumus perhitungan matematis. Batas bawah penambahan tepung ikan lele dumbo adalah 28% dan batas atas tingkat penambahan maksimum tepung ikan lele dumbo adalah sebesar 38% dari total tepung yang digunakan selain tepung kepala dan badan ikan lele dumbo yaitu pati garut, tepung kedelai dan tapioka. Tingkat penambahan tepung ikan lele dumbo dengan rentang 28-38% diestimasi telah memenuhi syarat minimal 20% AKG untuk protein dan 15% AKG untuk mineral kalsium dan fosfor per takaran saji untuk lansia (Lampiran 1, 2, 3 dan 4). Perbandingan tepung kepala dengan tepung badan ikan lele dumbo yang digunakan dalam keempat formula flakes adalah sebesar 3:7. Perbandingan ini digunakan untuk menghindari produk yang dihasilkan memiliki warna yang terlalu gelap dan tekstur yang terlalu kasar. Penetapan perbandingan tepung kepala dengan badan ikan lele dumbo didukung oleh penelitian Mervina et. al (2012) yang mengatakan penambahan tepung kepala ikan diatas 5% menyebabkan tekstur biskuit keras dan warna biskuit menjadi gelap, karena semakin tinggi kadar abu pada tepung maka warna tepung akan semakin gelap dan produk yang dihasilkan akan semakin gelap pula serta penambahan tepung badan ikan diatas 10% akan membuat tekstur biskuit menjadi kasar sehingga sulit dilumat oleh anak-anak.

(21)

7

Gambar 2 Proses pembuatan flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo

Pengujian Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan pada flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo terdiri dari dua tahapan yaitu uji pada panelis agak terlatih dan uji pada panelis lansia. Uji pada panelis agak terlatih terdiri dari uji mutu hedonik dan hedonik. Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan tanggapan berdasarkan kesan baik atau buruk terhadap suatu produk, sedangkan pada uji hedonik panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk. Pada uji pada panelis lansia dilakukan dengan menilai tingkat kesukaan lansia pada flakes pati garut dan tepung ikan lele formula terpilih dan menghitung persen jumlah flakes pati garut yang dikonsumsi.

Pati garut

Tepung kepala-badan ikan lele dumbo (3:7)

Pencampuran kering (dry mixing)

Larutan air dengan garam dan gula.

Pencampuran menggunakan mixer

Pembentukan adonan menggunakan grinder (pelleting)

Pemotongan adonan dengan ukuran 0,5 cm

Pemipihan adonan menggunakan roller

Flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo Pemanggangan dalam suhu 140.5o C selama

30 menit

(22)

8

Uji mutu hedonik dan hedonik dilakukan menggunakan 30 orang panelis agak terlatih yang berasal dari Departemen Gizi Masyarakat. Panelis agak terlatih adalah panelis yang seringkali dijadikan panelis secara musiman yang sering dikumpulkan untuk diberi penjelasan secukupnya. Mahasiswa Gizi Masyarakat, sering kali menjadi panelis bagi penelitian skripsi sebelumnya serta didukung oleh mata kuliah tentang uji organoleptik.

Pengujian dilakukan dengan menyajikan piring bersekat yang masing-masing berisi flakes pati garut. Setiap piring berisi tiga perlakuan dan diberi kode berupa tiga angka acak yang berbeda tiap piringnya. Uji mutu hedonik menggunakan metode skala skor dengan 7 skala. Nilai skala yang digunakan adalah 1 sampai 7 yang akan diinterpretasikan menjadi mutu produk yang sudah ditentukan klasifikasinya terlebih dahulu.

Klasifikasi uji mutu hedonik untuk atribut warna adalah 1=coklat tua, 2=coklat, 3=coklat muda, 4=krem, 5=kuning kecoklatan, 6=kuning muda, dan 7=kuning tua. Klasifikasi atribut tekstur, yaitu 1=sangat keras, 2=keras, 3=keras agak renyah 4=sedang, 5=renyah agak keras, 6=renyah dan 7=sangat renyah. Klasifikasi atribut rasa, yaitu 1=sangat berasa tepung, 2=berasa tepung, 3=agak berasa tepung, 4=netral, 5=agak gurih, 6=gurih dan 7=sangat gurih. Klasifikasi atribut aroma yaitu 1=sangat beraroma ikan, 2=beraroma ikan, 3=beraroma ikan agak kuat, 4=sedang, 5=beraroma ikan agak lemah, 6=beraroma ikan lemah, dan 7=harum.

Uji hedonik yang dilakukan meliputi warna, tekstur, rasa dan aroma dengan skala yang digunakan 1-7 yaitu tingkat kesukaan panelis (sangat tidak suka-sangat suka). Semakin besar angka maka semakin suka panelis terhadap produk tersebut. Panelis dianggap menerima sampel apabila nilai yang diberikan lebih dari 4.00. Formula terpilih ditentukan berdasarkan hasil uji hedonik, yaitu dengan melihat persentase penerimaan keseluruhan tiap formula dan pertimbangan kandungan gizi flakes. Formula terpilih inilah yang akan digunakan untuk uji penerimaan lansia. Analisis sifat fisik dan kandungan zat gizi flakes pati garut. Formulir uji mutu hedonik dan hedonik pada panelis agak terlatih disajikan pada Lampiran 5.

Uji pada panelis lansia dilakukan oleh 40 panelis lansia yang berusia lebih dari 60 tahun. Panelis adalah anggota Poslansia Jl. Setu Tengah RT 02/ 03 Kelurahan Sinarsari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan satu porsi produk flakes pati garut terpilih (35 gram) yang disajikan bersama setengah gelas susu. Kemudian panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan.

(23)

9 Analisis Sifat Fisik dan Kandungan Gizi Flakes

Formula flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo terpilih dari hasil uji organoleptik panelis agak terlatih kemudian dianalisis sifat fisik dan kimianya kemudian dibandingkan dengan flakes pati garut kontrol atau tanpa penambahan tepung ikan lele dumbo. Analisis sifat fisik flakes pati garut meliputi tingkat kekerasan dan daya serap air. Analisis kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar kalsium dan kadar fosfor serta daya cerna protein. Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi disajikan pada Lampiran 7.

Kontribusi Zat Gizi Flakes Pati Garut terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) Lansia

Penentuan takaran saji pada flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo dilakukan untuk mengetahui kontribusi zat gizi untuk kelompok lansia. Satu takaran saji merupakan satu porsi flakes yang biasa disajikan dan dikonsumsi habis oleh lansia usia lebih dari 60 tahun.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan yang terdiri dari satu faktor yaitu proporsi penambahan tepung ikan lele terhadap adonan flakes pati garut yang terdiri atas empat taraf F0 (0%), F1 (28%), F2 (33%) dan F5(38%) dari total kombinasi tepung yang digunakan dalam pembuatan flakes selain tepung kepala dan badan ikan lele dumbo yaitu pati garut, tepung kedelai dan tapioka. Model yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk= µ+ Ai+ εij Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan respon karena pengaruh konsentrasi atau proporsi penambahan tepung ikan lele terhadap pati garut taraf ke-i pada percobaan ke-k akibat taraf ke-i pada tingkat adisi pada ulangan ke-j i = Banyaknya taraf tingkat penambahan tepung ikan lele (i=0%, 28%,

33%, dan 38%)

j = Banyaknya ulangan (j=1,2) µ = Rataan sebenarnya

Ai = Pengaruh tingkat penambahan tepung ikan lele pada taraf ke-i

(24)

10

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program MS. Excel 2013 dan SPSS 16.0 for Windows. Data hasil uji organoleptik pada panelis agak terlatih untuk menentukan formula terpilih dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai rata-rata dan presentase penerimaan panelis terhadap formula flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo. Untuk mengetahui pengaruh jenis formula dan tingkat kesukaan panelis terhadap flakes pati garut dianalisis statistik dengan uji Friedman Test apabila hasil ini menunjukkan adanya perbedaan diantara perlakuan maka dilakukan uji lanjut Duncan Test. Untuk mengetahui penerimaan flakes pati garut terpilih pada panelis lansia dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai rata-rata, persentase penerimaan dan persentase flakes pati garut yang dikonsumsi. Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung ikan lele dumbo terhadap sifat fisik dan kimia flakes pati garut kontrol dan terpilih dianalisis menggunakan uji beda Independent Samples t-Test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Formulasi Flakes Pati Garut

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan flakes pati garut adalah pati garut dengan merk “Melati”, tepung kepala dan badan ikan lele dumbo dengan merk “Clarias” dan kedelai. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung tapioka, gula, garam, dan air. Komposisi zat gizi bahan yang digunakan diperoleh dari hasil analisis dan Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004). Komposisi zat gizi pati garut dan tepung kedelai serta tepung kepala dan badan ikan lele dumbo diperoleh dari hasil analisis. Bahan pendukung seperti tepung tapioka, gula dan garam diperoleh dari DKBM. Analisis yang dilakukan pada bahan utama yang digunakan yaitu pati garut, tepung kepala-badan ikan lele dumbo dan tepung kedelai meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kalsium dan fosfor. Hasil analisis bahan utama yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 8.

Formula flakes pati garut yang digunakan mengacu pada formula flakes hasil Iriawan (2012) dalam pembuatan flakes ubi jalar dengan penambahan tepung ikan lele yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Formula flakes ubi jalar dengan penambahan tepung ikan lele

Bahan Berat (g)

Tepung Ubi Jalar 55

Tepung Badan Ikan Lele 10

(25)

11 Formula pada Tabel 2 pada saat diujikan dengan mengganti bahan utama menjadi pati garut dan mempergunakan tepung kepala ikan lele tidak hanya menggunakan tepung badan ikan lele didapatkan hasil yang berbeda karakteristiknya. Dengan menggunakan formula diatas, flakes pati garut dengan penambahan tepung kepala dan badan ikan lele dumbo menjadi flakes yang memiki tekstur yang tidak kompak dan tidak sesuai dengan karakteristik flakes. Oleh karena itu dilakukan formulai lebih lanjut.

Formulasi lebih lanjut dilakukan dengan menambahkan jumlah air dan bahan utama yaitu pati garut. Tepung ubi jalar pada penelitian Iriawan (2012) diganti dengan pati garut serta memodifikasi penambahan sumber protein yang tidak hanya berasal dari tepung badan ikan lele dumbo dan tepung kedelai namun ditambahkan dengan tepung kepala ikan lele dumbo. Penggunaaan kombinasi tepung kepala dan badan ikan lele dumbo diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein pada flakes sesuai dengan yang diharapkan, sedangkan penggunaan tepung kedelai dilakukan untuk memperbaiki tekstur kasar akibat penambahan tepung ikan lele dumbo dan juga untuk meningkatkan kandungan protein pada flakes yang dihasilkan. Tepung kedelai pada penelitian ini merupakan variabel tetap yang tidak diubah dalam formula.

Selain berdasarkan pada karakteristik fisik flakes, formula juga didasarkan pada kebutuhan energi, protein, mineral fosfor dan mineral kalsium pada lansia. Kecukupan energi dan protein pada lansia usia >60 tahun menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi [WNPG] (2004) adalah 2050 Kal dan 60 gram protein per hari untuk pria dan 1600 Kal dan 50 gram protein per hari untuk wanita. Selain itu kecukupan mineral kalsium dan fosfor pada lansia adalah 800 mg dan 600 mg. Flakes diharapkan dapat menjadi alternatif makanan berbahan dasar pangan lokal untuk lansia. Selain itu flakes diharapkan juga dapat memenuhi syarat kriteria flakes menurut Standar Nasional Indonesia [SNI] dan dapat diterima oleh lansia. Menurut BPOM (2011) menyatakan bahwa produk makanan diklaim kaya akan kandungan gizi apabila memenuhi sedikitnya 20% untuk protein dan 15% untuk mineral dari Angka Label Gizi (ALG) yang dianjurkan per saji. Oleh karena itu, untuk memenuhi kriteria kaya protein dan mineral flakes pati garut yang dihasilkan minimal mengandung 12 gram protein, 160 mg kalsium dan 120 mg fosfor per sajian.

(26)

12

Komposisi zat gizi bahan yang digunakan diperoleh dari hasil analisis dan dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004). Bahan yang dianalisis adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan flakes yaitu pati garut, tepung kepala ikan lele dumbo, tepung badan ikan lele dumbo dan tepung kedelai. Bahan pendukung seperti tepung tapioka dan gula diperoleh dari DKBM. Perhitungan zat gizi flakes setiap formula dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, 3 dan 4. Penetapan batas bawah penambahan tepung ikan lele yaitu 28% (F1) menggunakan aplikasi Microsoft Excel dengan rumus perhitungan. Dimana pada formula dengan penambahan tepung ikan lele dumbo sebesar 28% akan menyumbang protein minimal 20% AKG. Batas atas penambahan tepung ikan lele yaitu 38% (F3). Penambahan tepung ikan lele dumbo diatas 38% menyebabkan warna gelap dan bau amis yang menyengat pada flakes. Hal ini dikarenakan tepung ikan lele mengandung protein yang cukup tinggi sehingga diduga akan menurunkan integritas struktur flakes. Penambahan tepung ikan lele dumbo dibawah 28% diduga akan menghasilkan flakes yang memiki tekstur yang tidak kompak. Menurut Matz (1999) bahwa prinsip dasar pembuatan sereal sarapan instan berbentuk flakes adalah pengeringan pati yang telah mengalami gelatinisasi dan terhidrolisis sebagian.

Proses pembuatan flakes pati garut terdiri dari beberapa tahap, yaitu pencampuran kering (dry mixing), pencampuran basah (wet mixing), pengukusan, pembuatan adonan menggunakan meat grinder (palleting), pemipihan adonan menggunakan flaking roll dan pemanggangan adonan menggunakan oven. Tahap pertama dalam pembuatan flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo adalah pencampuran dan pengadukan bahan tepung kering. Pati garut, tepung kedelai, tepung ikan lele dan tepung tapioka dicampur kering dan diaduk semua secara merata kemudian dilakukan pencampuran basah dengan menambahkan campuran air yang telah dilarutkan dengan gula dan garam setelah itu diaduk secara perlahan-lahan sehingga membentuk adonan yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan. Penggunaan tepung tapioka berkaitan erat dengan sifat-sifat yang dimilikinya, yaitu dapat meningkatkan penampilan produk akhir, mengembangkan produk sehingga tidak mudah menjadi keras dan meningkatkan daya rekat oleh pati yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang baik sesuai dengan pernyataan Chaunier (2005). Selain itu menurut Wiranto (2005) penambahan tapioka dilakukan untuk memberikan kesan renyah terhadap produk.

(27)

13 terlalu mentah akan mengakibatkan adonan yang dihasilkan lebih mudah patah dan akan menghasilkan flakes yang memiliki tekstur yang tidak kompak.

Setelah dilakukan pengukusan, tahap selanjutnya adalah pembuatan adonan dengan menggunakan grinder. Adonan yang telah terbentuk dari grinder kemudian melalu tahapan pemipihan dan pemanggangan sesuai dengan metode Matz (1959) dan modifikasi metode Wiranto (2005). Pemanggangan dilakukan pada suhu 140.5oC selama 35 menit. Tujuan dari pemanggangan ini adalah untuk proses pematangan adonan. Flakes dinyatakan telah matang jika sudah berubah warna menjadi kecoklatan dan mudah dipatahkan. Gambar 3 memperlihatkan produk flakes pati garut dengan berbagai taraf penambahan tepung ikan lele dumbo yang dihasilkan setelah proses formulasi.

F0 (0%) F1 (28%) F2 (33%) F3(40%) Gambar 3 Flakes pati garut dengan berbagai formula

Sifat Organoleptik Flakes Pati Garut

Pengujian sifat organoleptik dilakukan untuk memilih formula terbaik, melihat daya terima serta kesukaan panelis pada produk flakes. Sifat organoleptik flakes pati garut diujikan sebanyak dua kali yaitu pada panelis agak terlatih dan pada panelis lansia.

Uji pada Panelis Agak Terlatih

(28)

14

Tabel 3 Hasil uji mutu hedonik flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo

Formula Mutu Hedonik

Warna Aroma Tekstur Rasa

F1 3.40b 3.85a 4.48a 4.07a

F2 2.85a 4.15a 4.33a 4.17a

F3 3.72b 3.80a 4.03a 4.43a

Keterangan: warna: 1=coklat tua 7=kuning tua, aroma: 1=beraroma ikan sangat kuat 7=beraroma ikan sangat lemah, tekstur: 1=sangat keras 7=sangat renyah, rasa: 1=sangat berasa tepung 7=sangat gurih. Nilai rata-rata sekolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) sedangkan huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05).

Tabel 4 Hasil uji hedonik flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo

Formula Hedonik

Warna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan

F1 4.56a 4.07a 4.42ab 4.03a 4.38c

F2 4.47a 4.55b 4.87b 5.0b 4.78b

F3 4.22a 3.58c 4.1a 3.73a 3.98a

Keterangan: skala 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=biasa, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka. Nilai rata-rata sekolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) sedangkan huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05).

Warna

Warna memegang peranan penting dalam menentukan penerimaan konsumen karena merupakan kesan pertama yang diperoleh oleh konsumen. Menurut Meilgaard et al. (1999), warna merupakan salah satu atribut penampilan produk yang sering menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk secara keseluruhan. Warna flakes dipengaruhi oleh bahan dalam pembuatan flakes.

(29)

15 flakes pati garut memberikan pengaruh nyata (p<0.05) terhadap warna flakes pati garut. Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa formula F2 berbeda nyata (p<0.05) dengan formula F2 dan formula F3. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai taraf penambahan tepung ikan lele mempengaruhi penampakan warna flakes pati garut.

Hasil penilaian uji hedonik pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap atribut warna memiliki nilai yang hampir sama nilai rataan antara 4.21-4.56 atau berada pada kisaran tingkat kesukaan biasa hingga agak suka. Nilai rata-rata kesukaan tertinggi dimiliki oleh formula F1 (4.56) dan nilai rata-rata kesukaan terendah dimiliki oleh formula F3 (4.21). Hasil uji hedonik memperlihatkan bahwa semakin banyak penambahan tepung ikan lele semakin rendah tingkat kesukaan panelis terhadap atribut warna flakes pati garut. Tingkat kesukaan panelis berbeda dengan mutu hedonik formula F3 yang menghasilkan mutu flakes yang paling baik dibandingkan formula F1.

Hasiluji Friedman Test menunjukkanbahwa penambahan tepung ikan lele dumbo pada formula flakes pati garut memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan warna formula flakes pati garut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa tingkat kesukaan atribut warna pada ketiga formula F1, formula F2 dan formula F3 tidak berbeda nyata (p>0.05) hal ini dapat dilihat pada nilai atribut warna yang berada pada subset yang sama. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesukaan warna flakes pati garut cenderung tidak dipengaruhi oleh perlakuan penambahan tepung ikan lele dumbo.

Tabel 5 Tingkat panelis yang menerima atribut warna flakes pati garut

Formula Atribut Warna

n %

F1 49 82

F2 45 75

F3 42 70

Tingkat penerimaan panelis terhadap warna flakes pati garut dapat dilihat pada Tabel 5. Persentase penerimaan panelis terhadap warna flakes pati garut berkisar antara 70-82%. Tingkat penerimaan flakes pati garut atribut warna tertinggi adalah formula F1 dan tingkat penerimaan flakes atribut warna terendah adalah formula F3. Tingkat penerimaan panelis terhadap warna menurun seiring dengan semakin banyak penambahan tepung ikan lele dumbo.

Aroma

(30)

16

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil penilaian mutu organoleptik terhadap atribut aroma flakes pati garut memiliki kisaran nilai rata-rata 3.8-4.15. Nilai rata-rata-rata-rata tertinggi (4.15) dimiliki oleh flakes pati garut formula F2 dan nilai rata-rata terendah (3.803) dimiliki oleh flakes pati garut formula F3. Hasil uji Friedman Test menunjukkan bahwa taraf penambahan tepung ikan lele dumbo pada formula flakes pati garut memberikan pengaruh nyata (p<0.05) terhadap atribut aroma flakes pati garut formula. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula F1, formula F2 dan formula F3 tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini menunjukkan penambahan tepung ikan lele dumbo hingga taraf maksimum yang diujikan tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap mutu aroma flakes pati garut formula yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil uji kesukaan terhadap aroma flakes pati garut yang disajikan pada Tabel 4 diketahui nilai rata-rata kesukaan berkisar antara 3.58-4.55 atau berada pada kisaran agak tidak suka hingga biasa. Nilai rata-rata kesukaan tertinggi dimiliki oleh formula F2 (4.55) dan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh formula F3 (3.58). Hal ini menunjukkan semakin besar penambahan tepung ikan lele dumbo maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis terhadap flakes pati garut formula. Hasil uji Friedman Test menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan lele dumbo pada formula flakes pati garut memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan aroma flakes pati garut formula. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula F1 berbeda nyata dengan formula F2 dan formula F3. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesukaan aroma flakes pati garut cenderung dipengaruhi oleh perlakuan penambahan tepung ikan lele dumbo. Tabel 6 Tingkat panelis yang menerima atribut aroma flakes pati garut

Formula Atribut Aroma

n %

F1 45 75

F2 50 83

F3 33 55

Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma flakes pati garut dapat dilihat pada Tabel 6. Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma flakes pati garut berkisar antara 58.30-80%. Formula F2 memiliki tingkat penerimaan aroma tertinggi dan formulasi F3 memiliki tingkat penerimaan terendah.

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penilaian seseorang terhadap produk pangan. Tekstur produk pangan yang dinilai dalam penelitian ini adalah kerenyahan flakes pati garut (Matz 1999). Pada uji mutu hedonik, nilai atribut tekstur flakes pati garut yang digunakan adalah 1=sangat keras sampai 7= sangat renyah.

(31)

17 F3. Hasil uji mutu hedonik menunjukkan semakin banyak penambahan tepung ikan lele dumbo pada flakes pati garut semakin rendah mutu tekstur flakes yang dihasilkan. Hasil uji Friedman Test menunjukkan bahwa taraf penambahan tepung ikan lele dumbo pada setiap formula flakes pati garut memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap tekstur flakes formula. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa formula F1, formula F2 dan formula F3 tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini berbeda dengan penelitian Agestika (2011) yang menyatakan bahwa semakin besar substitusi tepung dengan kandungan protein yang tinggi akan menghasilkan mutu tekstur flakes yang lebih baik. Hal ini diduga dikarenakan penambahan tepung ikan lele dumbo menyebabkan tepung ikan lele terdistribusi dalam adonan flakes pati garut yang akan menghambat penetrasi air saat pemasakan sehingga akan mempengaruhi proses gelatinisasi granula pati pada flakes. Selain itu, hal ini terkait dengan produk yang mengalami gelatinisasi secara berlebihan sehingga tekstur menjadi keras dan kurang disukai. Menurut Culbertson (2004) gelatinisasi merupakan proses yang terjadi ketika panas mengganggu amilosa dan amilopektin dan menyebabkan granula pati menyerap air sehingga memberi kesan yang keras pada teksturnya.

Berdasarkan hasil uji kesukaan terhadap tekstur flakes pati garut yang disajikan pada Tabel 4 diketahui bahwa nilai kesukaan berkisar antara 4.1-4.87 atau berada pada kisaran tingkat kesukaan biasa hingga agak suka. Nilai rata-rata tertinggi dimiliki formula F2 (4.87) dan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh formula F3 (4.1). Hasil uji Friedman Test menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan lele dumbo pada formula flakes pati garut memberikan pengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan atribut tekstur flakes pati garut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula F1, formula F2 dan formula F3 berbeda nyata (p<0.05).

Tabel 7 Tingkat panelis yang menerima atribut tekstur flakes pati garut

Formula Atribut Tekstur

n %

F1 42 70

F2 49 82

F3 41 68

Tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur flakes pati garut dapat dilihat pada Tabel 7. Tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur flakes pati garut berkisar antara 68.3-81.67%. Formula F2 memiliki tingkat penerimaan tekstur tertinggi dan formula F3 memiliki nilai tingkat penerimaan terendah F3.

Rasa

(32)

18

(Winarno 2008). Nilai atribut rasa yang digunakan dalam penilaian mutu organoleptik adalah 1= sangat pahit sampai 7= sangat gurih.

Berdasarkan hasil penilaian mutu organoleptik terhadap atribut rasa flakes pati garut yang disajikan pada Tabel 3 diketahui bahwa atribut rasa flakes memiliki kisaran nilai rataan 4.07-4.43. Nilai ini berada pada kisaran rasa sedang. Nilai rata-rata tertinggi (4.43) dimiliki oleh formula F3 dan nilai rata-rata atribut rasa terendah (4.07) dimiliki oleh formula F1. Hal ini menunjukkan semakin banyak penambahan tepung ikan lele dumbo pada flakes pati garut formula semakin baik mutu rasa flakes pati garut yang dihasilkan. Hasil uji Friedman Test menunjukkan bahwa taraf penambahan tepung ikan lele dumbo pada setiap formula flakes pati garut memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap rasa flakes pati garut formula. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa formula F1, formula F2 dan formula F3 tidak berbeda nyata (p>0.05) ini dapat dilihat pada nilai atribut rasa yang berada pada subset yang sama.

Berdasarkan hasil uji kesukaan terhadap rasa flakes pati garut yang disajikan pada Tabel 4 diketahui bahwa nilai kesukaan berkisar antara 3.72-5.00 atau berada pada kisaran kesukaan biasa hingga agak suka. Nilai rata-rata tertinggi dimiliki oleh formula F2 (5.00) dan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh formula F3 (3.73). Hasil uji Friedman Test menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan lele dumbo pada formula flakes pati garut memberi pengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan rasa flakes pati garut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula F1, formual F2 dan formula F3 berbeda nyata (p<0.05). Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesukaan rasa flakes pati garut cenderung dipengaruhi oleh perlakuan penambahan tepung ikan lele dumbo. Tabel 8 Tingkat panelis yang menerima atribut rasa flakes pati garut

Formula Atribut Rasa

n %

F1 37 62

F2 51 85

F3 36 60

Tingkat penerimaan panelis terhadap rasa flakes pati garut dapat dilihat pada Tabel 8. Tingkat penerimaan panelis terhadap rasa flakes pati garut berkisar antara 60-85%. Formula F2 memiliki tingkat penerimaan rasa tertinggi dan formula F3 memiliki tingkat penerimaan atribut rasa terendah

Keseluruhan

(33)

19 Berdasarkan hasil uji kesukaan terhadap keseluruhan flakes pati garut pada Tabel 4 diketahui bahwa nilai kesukaan berkisar antara 3.98-4.78 atau berada pada tingkat kesukaan biasa hingga agak suka. Nilai rata-rata tingkat kesukaan tertinggi dimiliki oleh formula F2 (4.78) dan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh formula F3 (3.98). Hasil uji Friedman Test menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan lele dumbo pada formula flakes pati garut memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan secara keseluruhan flakes pati garut formula.

Gambar 4 Flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo formula terpilih

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula F1 berbeda nyata dengan formula F2 dan F3. Secara keseluruhan formula F1, F2 dan F3 dapat yang diterima panelis atau memiliki nilai diatas 4. Persentase kesukaan secara keseluruhan yang tertinggi adalah pada formula F2 selain itu juga formula F2 memiliki penerimaan tertinggi pada atribut lain yaitu tekstur, rasa dan aroma. Oleh karena itu, dipilihlah formula F2 sebagai formula terpilih dengan mempertimbangkan penerimaan panelis pada flakes pati garut. Formula terpilih dapat dilihat pada Gambar 4. Formula terpilih tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut pada tahap penelitian selanjutnya.

Tabel 9 Tingkat panelis yang menerima atribut keseluruhan flakes pati garut

Formula Atribut Keseluruhan

n %

F1 51 85

F2 56 93

F3 39 65

Tingkat penerimaan panelis terhadap keseluruhan flakes pati garut dapat dilihat pada Tabel 9. Tingkat penerimaan panelis terhadap keseluruhan flakes pati garut berkisar antara 65-93%. Tingkat penerimaan panelis terhadap keseluruhan flakes pati garut yang tertinggi adalah formula F2.

Uji pada Panelis Lansia

Formula terpilih yang diperoleh dari hasil uji hedonik panelis agak terlatih kemudian dilakukan uji sifat organoleptik pada 40 panelis lansia dengan kriteria

(34)

20

kurang dari 50% dan mampu mengonsumsi makanan tersebut. Penilaian ini dilakukan dengan memberikan satu porsi flakes pati garut (35 gram) yang disajikan dengan susu cair. Untuk memudahkan penilaian, penilaian ini hanya dilakukan untuk atribut secara keseluruhan dan nilai dikategorikan menjadi 5 yaitu: suka, agak suka, biasa, agak tidak suka, dan tidak suka. Formulir uji organoleptik pada panelis lansia dapat dilihat pada Lampiran 6. Setelah itu, dilakukan penimbangan kembali sisa flakes pati garut yang tidak dikonsumsi untuk mengetahui persentase jumlah flakes pati garut yang dikonsumsi. Berikut hasil uji penerimaan flakes pati garut pada lansia.

Tabel 10 Hasil uji penerimaan flakes pati garut pada lansia

Daya Terima Flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo

Skor n Hasil %

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa sebanyak 88.71% panelis menyukai flakes pati garut dengan penambahan ikan lele dumbo. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai produk ini. Oleh karena itu dapat diperoleh tingkat penerimaan panelis sebesar 100%. Hasil ini juga didukung oleh persen konsumsi flakes yang menunjukkan bahwa sebesar 96.1% flakes yang disajikan mampu dikonsumsi oleh lansia (Lampiran 23). Oleh karena itu, berdasarkan tingkat penerimaan dan persen flakes yang dikonsumsi oleh lansia maka produk flakes pati garut dengan penambahan tepung ikan lele ini dapat diterima oleh lansia.

Sifat Fisik Flakes Pati Garut Terpilih

Karakteristik fisik diujikan kepada formula flakes pati garut terpilih pada hasil uji organoleptik sebelumnya. Produk flakes pati garut terpilih yaitu flakes dengan formula F2 yaitu dengan penambahan 33% tepung ikan lele dumbo. Karakteristik fisik dari flakes pati garut yang dianalisis yaitu tingkat kekerasannya dibandingkan dengan formula kontrol (F0) yaitu flakes pati garut tanpa penambahan tepung ikan lele.

Kekerasan

(35)

21 dinyatakan dalam gram gaya (gf) yang berarti besarnya gaya tekan yang diperlukan untuk deformasi produk sampai pecah. Semakin besar nilai kekerasan produk maka produk tersebut maka akan semakin kurang renyah. Kekerasan atau hardness berkebalikan dengan kerenyahan. Hasil analisis terhadap kekerasan tersaji pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil analisis flakes pati garut terhadap atribut kekerasan

Sampel Kekerasan (gf)

Kontrol 672.75

Formula F2 190.45

Berdasarkan hasil uji kekerasan terhadap kedua jenis flakes pati garut dapat dilihat bahwa flakes pati garut kontrol cenderung memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula F2. Formula kontrol memiliki tekstur yang kurang renyah dibandingkan formula F2. Hal ini diduga kombinasi antara tepung ikan lele dan tepung kedelai dengan kadar protein yang tinggi cenderung membentuk tekstur yang lebih renyah dibandingkan jika hanya menggunakan pati garut saja. Protein dapat meningkatkan kemampuan gelasi sehingga dapat membentuk fleksibilitas atau kemampuan protein untuk terdenaturasi dan membentuk jaringan dengan ikatan silang (Oakenfull et al 1997). Hal ini dapat menjelaskan tekstur flakes pati garut yang semakin renyah ketika ditambahkan tepung ikan lele dumbo dengan kandungan protein yang tinggi. Pembuatan flakes pati garut juga menggunakan tapioka sebagai bahan pengempuk, namun jumlah tapioka yang digunakan hanya 20% jumlah adonan pada masing-masing produk. Menurut Sayed (2003), tekstur bahan menjadi kering dan kasar akibat air bebas yang berada di permukaan bahan lebih cepat menguap dibandingkan dengan air yang diikat secara kimia bahan tersebut. Adanya tekanan dan panas dari oven pengering menyebabkan air yang berada pada bahan pangan menguap dan komponen-komponen volatil pun juga ikut menguap.

Tekstur pangan ditentukan oleh kadar air, kadar lemak dan kandungan karbohidrat struktural seperti selulosa, pati dan bahan pektin, serta protein yang terkandung dalam suatu produk. Perubahan tekstur biasanya disebabkan oleh peningkatan kadar air atau kehilangan lemak, pembentukan atau pemecahan emulsi dan gel, hidrolisa karbohidrat polimeris dan koagulasi atau hidrolisis (Fellows 2000). Hasil uji beda dengan menggunakan Independent samples t-test, perlakuan berbeda secara nyata (p<0.05) terhadap kekerasan antara flakes formula kontrol dengan flakes formula F2. Hal ini dapat dikatakan bahwa penambahan tepung ikan lele dapat meningkatkan kerenyahan flakes.

Daya Serap Air

(36)

22

porositas yang kecil (Anwar 1990). Hasil analisis terhadap daya serap air produk flakes pati garut formula kontrol dan formula F2 tersaji pada Tabel 12.

Tabel 12 Hasil analisis flakes pati garut terhadap daya serap air

Sampel Daya Serap Air (ml)

Kontrol 2.2931

Formula F2 5.5974

Berdasarkan hasil uji daya serap air pada kedua produk flakes pati garut dapat dilihat bahwa produk flakes pati garut kontrol memiliki daya serap lebih kecil dibandingkan dengan produk flakes pati garut formula F2. Peningkatan daya serap air disebabkan oleh tingkat porositas dari bahan penyusun flakes pati garut formula terpilih lebih besar dibandingkan dengan flakes kontrol. Semakin tinggi porositas bahan maka semakin banyak jumlah air yang diserap bahan. Porositas adalah keseluruhan struktur yang terbuka pada bahan yang dikeringkan. Pada proses pengeringan, terjadi kehilangan air akibat proses penguapan sehingga menyebabkan perkembangan porositas (Rahayu 2010).

Pada hasil uji beda dengan menggunakan Independent t-Test, perlakuan menyebabkan perbedaan secara nyata (p<0.05) terhadap daya serap air antara produk flakes pati garut formula kontrol dengan produk flakes pati garut formula F2. Hal ini dapat dikatakan bahwa penambahan tepung ikan lele dapat meningkatkan daya serap air flakes.

Kandungan Gizi Flakes Pati Garut Terpilih

Flakes pati garut merupakan salah satu produk makanan yang dibuat dengan bahan dasar umbi garut. Umbi garut merupakan salah satu bahan pangan lokal yang masih belum termanfaatkan dengan baik. Pati garut memiliki kandungan energi yang cukup tinggi namun rendah kandungan protein sehingga dengan penambahan tepung ikan lele dumbo diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein dalam produk flakes pati garut.

Kandungan gizi produk flakes pati garut formula kontrol dan formula terpilih dianalisis menggunakan analisis proksimat, mineral dan daya cerna protein. Analisis proksimat yang dilakukan antara lain kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat dengan menggunakan metode by difference. Selain proksimat, dilakukan pula analisis terhadap kandungan mineral antara lain kalsium dan fosfor. Analisis daya cerna protein produk flakes pati garut pun dilakukan dalam upaya mengetahui mutu gizi dari produk flakes pati garut. Hasil analisis kandungan gizi produk flakes pati garut tersaji pada Tabel 13.

Kadar Air

(37)

23 yaitu 4.00% (%bb) lebih rendah dibandingkan dengan kadar air produk flakes pati garut kontrol yaitu 4.06% (%bb). Hasil uji Independent-Samples T-Test menunjukkan bahwa kadar air produk flakes pati garut formula F2 (33%) tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan produk flakes pati garut kontrol.

Tabel 13 Hasil analisis kandungan gizi produk flakes pati garut Komponen Satuan Flakes Pati

Garut Kontrol

Keterangan : *SNI 01-4270-1996 untuk susu sereal %bk: basis kering, %bb: basis basah

Menurut Muchtadi (1998), kadar air suatu bahan pangan dipengaruhi oleh proses pengeringan dan sifat bahan pangan. Selama proses pengeringan terjadi pengeluaran air dari bahan pangan akibat proses pindah panas. Hal inilah yang menyebabkan kadar air dalam bahan pangan berkurang. Penurunan kadar air dapat membantu memperpanjang masa simpan akibat menurunnya aktifitas mikroba karena nilai aw yang rendah. Penurunan kadar air akan menyebabkan bahan pangan mengandung protein, karbohidrat, dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi namun vitamin dan zat warna pada umumnya berkurang.

Syarat mutu flakes berdasarkan SNI 01-4270-1996 untuk susu sereal menyatakan kadar air maksimum terdapat pada flakes pati garut adalah 3% (%bk). Kadar air produk flakes pati garut kontrol dan produk flakes pati garut formula F2 (33%) yang dihasilkan berada di atas persyaratan SNI.

Kadar Abu

Menurut Soebito (1988), kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai komponen yang tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Tabel 13 menunjukkan bahwa kadar abu produk flakes pati garut formula F2 (33%) yang dihasilkan yaitu 4.84% (%bk) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu produk flakes pati garut kontrol yaitu 0.97% (%bk). Hasil uji Independent-Samples t-Test menunjukkan bahwa kadar abu produk flakes pati garut kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan kadar abu produk flakes pati garut formula F2 (33%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mervina et al. (2012) yaitu substitusi tepung ikan akan meningkatkan kandungan abu pada biskuit yang dihasilkan.

(38)

24

berada di bawah batas maksimum syarat SNI sehingga telah memenuhi syarat mutu SNI. Namun pada produk flakes pati garut formula F2 memiliki kadar abu di atas batas maksimum syarat SNI untuk susu sereal. Hal ini diduga karena pengaruh penambahan tepung ikan lele dumbo yang meningkatkan kandungan mineral produk flakes pati garut formula F2 sehingga meningkat pula kadar abunya. Hal ini dikarenakan tepung ikan lele khususnya kepala ikan yang lebih banyak mengandung tulang sehingga sesuai dengan Moeljono (1982) yang menyatakan bahwa sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan berasal dari tulang-tulang ikan.

Kadar Protein

Winarno (2008) menyatakan, protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini selain berfungsi sebagai penghasil energi dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Sifat protein sebagai zat pengatur dimiliki oleh enzim. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru dalam tubuh. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat.

Protein yang terdapat di produk flakes pati garut berasal dari protein tepung kepala-badan ikan lele dumbo dan protein tepung kedelai. Tabel 13 menunjukkan bahwa kadar protein produk flakes pati garut formula F2 (33%) yaitu 16.9% (%bk) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein produk flakes pati garut kontrol yaitu 5.54% (%bk). Hasil uji Independent-Samples t- Test menunjukkan bahwa kadar protein produk flakes pati garut kontrol berbeda nyata (p<0.05) dengan kadar protein produk flakes pati garut formula F2 (33%).

Kecukupan protein pada lansia usia >60 tahun menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi [WNPG] (2004) adalah 60 gram protein per hari untuk pria dan 50 gram protein per hari untuk wanita. Menurut BPOM (2011) produk makanan diklaim kaya atau sumber kandungan gizi apabila memenuhi sedikitnya 20% dari Acuan Label Gizi (ALG) yang dianjurkan per saji. Oleh karena itu, untuk memenuhi kriteria tersebut produk flakes pati garut yang dihasilkan minimal mengandung 12 gram protein per sajian. Kandungan protein pada produk flakes pati garut formula F2 adalah sebesar 16.9% bk atau setara dengan 16.9 gram protein per 100 gram produk. Dalam mecapai produk flakes tinggi protein tersebut untuk kategori lansia dapat mengkonsumsi produk flakes pati garut sebanyak 60 gram.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir tahapan penelitian
Gambar 2  Proses pembuatan flakes pati garut dan tepung ikan lele dumbo
Tabel 2  Formula flakes ubi jalar dengan penambahan tepung ikan lele
Tabel 13  Hasil analisis kandungan gizi produk flakes pati garut

Referensi

Dokumen terkait

untuk usaha pembudidaya di kolam terjadi peningkatan volume produksi karena tidak terpengaruh oleh kebijakan Menteri tentang moratorium tersebut, demikian halnya dengan budi daya

Sebuah cara sederhana dengan memanaskan secara kilat ( flash-heating ) air susu ibu (ASI) yang terinfeksi HIV berhasil membunuh virus yang mengambang bebas di ASI,

persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 skor Kebiasaan Membaca akan diikuti kenaikan skor Hasil Belajar PKKn sebesar 0,203. Dengan demikian,

◦ Larutan tanah (sifatnya tersedia untuk diserap oleh akar tanaman) ◦ Bahan organik (mengalami proses perombakan).. ◦ Organisme tanah (komponen

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving disertai media animasi pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit efektif dalam

Aktivitas Antioksidan Formula Ekstrak Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk), Jambu Biji (Psidium guajava Linn) dan Salam (Eugenia polyanta Wight).. Program Studi

penelitian produk (produc investigation). Secara umum inquiry merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan- kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan

Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.. Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,