• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TEPUNG JAGUNG, ENZIM α-amilase, DAN ENZIM GLUKOAMILASE DALAM PROSES LIKUIFIKASI DAN SAKARIFIKASI TERHADAP PEROLEHAN SIRUP JAGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TEPUNG JAGUNG, ENZIM α-amilase, DAN ENZIM GLUKOAMILASE DALAM PROSES LIKUIFIKASI DAN SAKARIFIKASI TERHADAP PEROLEHAN SIRUP JAGUNG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEPUNG JAGUNG, ENZIM

α-AMILASE, DAN

ENZIM GLUKOAMILASE DALAM PROSES LIKUIFIKASI

DAN SAKARIFIKASI TERHADAP PEROLEHAN SIRUP

JAGUNG

Hezkia Gustiawati

Jurusan Teknik Kimia Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung 40141

Telp./Fax : 022-2032700 E-mail : hezq_1208@yahoo.com

Intisari

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi tepung jagung terhadap perolehan sirup

jagung, mempelajari pengaruh konsentrasi enzim α-amilase dalam proses likuifikasi terhadap perolehan sirup jagung, dan mempelajari interaksi pengaruh konsentrasi tepung jagung dengan konsentrasi enzim α-amilase terhadap perolehan sirup jagung. Manfaat penelitian adalah membuka peluang baru bagi industri petani, kecil dan menengah yang diutamakan untuk produksi lokal dengan orientasi produksi ekspor, sebagai wacana untuk Standar Nasional Indonesia sirup glukosa, meningkatkan kualitas bahan alam di Indonesia terutama dalam produksi sirup jagung, dan juga dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perolehan sirup jagung sehingga dapat meningkatkan kemampuan hasil penelitian ke skala industri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Pada tahap gelatinisasi dilakukan pembuatan suspensi tepung jagung dengan berbagai variasi, seperti 40%b/v, 50%b/v, 60%b/v, 70%b/v, dan 80%b/v pada suhu 70oC. Pada tahap likuifikasi, variasi konsentrasi enzim α-amilase yang ditambahkan ke dalam suspensi tepung jagung adalah 0,2%v/b; 0,4%v/b; dan 0,6%v/b pada suhu 90oC selama 60 menit dengan pH sebesar 6. Sedangkan tahap sakarifikasi dilakukan dengan menggunakan enzim glukoamilase dengan konsentrasi sebesar 0,4%v/b pada suhu 60oC selama 24 jam dan pH sebesar 4. Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar karbohidrat, analisis kadar air, analisis kadar abu, dan analisis gula reduksi. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah konsentrasi enzim α-amilase terbaik yang digunakan pada pembuatan sirup jagung adalah 0.2% v/b, sedangkan konsentrasi tepung jagung terbaik yang digunakan adalah 50% b/v. Kadar gula reduksi optimum dicapai pada kondisi konsentrasi tepung 50% b/v dan konsentrasi enzim α-amilase 0.2% v/b sebesar 69.73%. Kadar air dan kadar abu sirup jagung yang diperoleh tidak berbeda jauh.

Kata kunci : tepung jagung, enzim α-amilase, enzim glukoamilase, likuifikasi, sakarifikasi, DE, gula reduksi.

Abstract

The purpose of this research is to study the influence of the concentration of corn starch against the corn syrup,

studying the enzyme concentration influences, and α-amylase in liquefaction process against the corn syrup, and study the influence of the interaction concentration corn starch by concentration α-amylase against the corn syrup.

The benefits of research is opening up new opportunities for industries farmers, small and medium enterprises are

especially for the production of local to the orient the production of exports, as a discourse for Indonesia's National Standard glucose syrup, increase the quality of the natural ingredients in Indonesia especially in the production of corn syrup, and can also be used to find out the factors that affect the acquisition of corn syrup so as to increase the ability of research results to industrial scale. The methods used in this research consists of two phases, liquefaction and saccharification. On liquefaction, hydrolyzed corn starch using α-amylase enzyme at 90oC, pH 6 for 60 minutes to produce dextrin. Meanwhile on saccharification, hydrolyzed dextrin using 0.4% v/b glucoamylase enzyme at 60oC, pH 4 for 24 hours to produce corn syrup. Chemical analysis performed includes an analysis of the value of DE, reduction of sugar levels, moisture, and ash levels.The conclusion that can be drawn from this research is the finest concentration of the α-amylase enzyme used in the manufacture of corn syrup is 0.2% v/b, while the concentration of corn starch best used is 50% b/v. The optimum of reduction of sugar levels achieved in conditions 50% b/v corn starch and 0.2% v/b α-amylase enzyme is 69.73%. The water level and the level of ash corn syrup obtained no different far.

Keywords : corn starch, α-amylase enzyme, glucoamylase enzyme, liquefaction, saccharification, DE, reduction of sugar levels.

(2)

PENDAHULUAN Jagung

Jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Produksi jagung masih didominasi di Pulau Jawa, yaitu sekitar 65%, sedangkan di luar Pulau Jawa hanya sekitar 35%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi jagung di Indonesia pada tahun 2002 sebesar 9,65 juta ton pipilan kering, sedangkan dari tahun 1998-2002 tidak terjadi kenaikan luas panen jagung. Hal ini diperkirakan bahwa luas panen jagung hanya 3,5 juta ha. Sekitar 70% dari hasil produksi jagung digunakan untuk konsumsi. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga dapat dijadikan campuran bahan pakan ternak, bahan ekspor nonmigas, serta bahan baku pendukung industri[1].Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku industri dapat memberi nilai tambah bagi usaha tani, seperti sirup jagung. Sirup jagung merupakan pelarut konsentrat dari hidrolisis pati yang mengandung dextrose, maltosa, dan sakarida dengan berat molekul yang tinggi. Sirup jagung dapat digunakan sebagai pemanis. Di dalam industri kembang gula, sirup jagung digunakan hampir pada semua jenis gula-gula, mulai dari permen keras hingga marshmallow. Pembuatan sirup jagung dilakukan melalui beberapa tahap seperti likuifikasi, sakarifikasi, penjernihan, penetralan, dan evaporasi. Proses likuifikasi dan sakarifikasi dapat dipengaruhi oleh faktor pengadukan, temperatur, pH larutan enzim, aktivitas dan kemurnian enzim, serta konsentrasi substrat dan waktu proses likuifikasi dan sakarifikasi. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi senyawa glukosa dari sirup jagung yang dihasilkan. Bahan baku pembuatan sirup glukosa juga dapat mempengaruhi perolehan yield glukosa dari sirup jagung.

Pati

Pati merupakan cadangan karbohidrat yang banyak ditemukan dalam tanaman. Karbohidrat juga merupakan karbohidrat terbesar kedua setelah selulosa. Pati dapat dijadikan sebagai bahan utama dalam pembuatan glukosa, sirup glukosa, dan maltodekstrin dengan cara hidrolisis pati secara enzimatis menjadi molekul-molekul gula sederhana (karbohidrat rantai pendek). Pati dihasilkan di bagian plastida tanaman dan dapat tersimpan di batang, buah, akar, ataupun umbi. Pati tersimpan di dalam tanaman dalam bentuk granula yang berwarna putih, mengilap, tidak berbau, dan tidak berasa. Granula pati berstruktur kristalin yang terdiri dari Kristal dan amorf. Daerah kristal pati tersusun atas fraksi amilopektin dan daerah amorf tersusun atas fraksi amilosa. Amilosa merupakan polimer linier dari α-D-glukosa atau α-D-glikopiranosa yang terhubung melalui ikatan glikosidik α(1→4). Amilopektin merupakan polimer dari α-D-glukosa yang memiliki percabangan, yaitu ikatan glikosidik α(1→4) dan α(1→6). Pada struktur

(3)

hidroksil melalui ikatan hidrogen sehingga struktur amilosa berbentuk heliks yang dapat membentuk ikatan kompleks dengan iodin. Hal ini menjadi dasar dalam identifikasi amilosa dengan uji iodin yang memberikan warna biru. Dalam identifikasi amilopektin, uji iodin memberikan warna cokelat kemerahan karena iodin tidak membentuk kompleks karena terhalang oleh strukturnya yang besar. Pada umumnya kandungan amilosa lebih tinggi daripada amilopektin, sekitar 20-30%. Rasio amilosa dan amilopektin dapat dijadikan sebagai parameter dalam aplikasi pengolahan pangan sesuai sifat fungsionalnya, seperti pembentukan gel, pengentalan, dan pembentukan film. Pati dapat diekstraksi berdasarkan sifat granulanya yang tidak larut dalam air. Dalam skala industri, pati dipisahkan dari bahan komponen kimia lain dengan cara diendapkan di dalam air dan dipisahkan serta dikeringkan.

Glukosa

Glukosa dengan rumus molekul C6H12O6 merupakan monosakarida yang banyak terdapat di alam. Glukosa berbentuk zat padat putih yang mudah larut dalam air. Gugus OH di dalam molekul glukosa yang menyebabkan glukosa bersifat polar dan terjadi ikatan hidrogen baik antar molekul glukosa maupun dengan air. Struktur molekul glukosa dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Struktur glukosa

Sirup glukosa merupakan cairan jernih dan kental yang mengandung D-glukosa, maltose, dan polimer D-glukosa yang dapat dibuat dengan proses hidrolisis pati. Pati dengna amilopektin tinggi sangat baik digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup glukosa karena memiliki

Insoluble Starch Particles (ISP) yang dapat dihidrolisis. Sirup glukosa sering digunakan sebagai

pemanis makanan dan minuman karena sirup glukosa tidak mudah mengkristal seperti sukrosa jika dimasak hingga nilai DE (Dextrose Equivalent) lebih dari 20. Tingkat mutu sirup glukosa

(4)

yang dihasilkan ditentukan oleh kadar air, warna sirup, dan tingkat konversi pati menjadi komponen glukosa, maltosa, dan dekstrin.

Hidrolisis Enzimatis

Hidrolisis dengan enzim lebih menguntungkan daripada hidrolisis dengan asam karena proses lebih spesifik, kondisi proses dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih rendah, dan kerusakan warna dapat diminimalkan. Proses hidrolisis secara enzimatik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti enzim, ukuran partikel, shu, pH, waktu hidrolisis, perbandingan cairan terhadap bahan baku (volume substrat), dan pengadukan. Hidrolisis pati dengan enzim dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu gelatinisasi, likuifikasi, sakarifikasi, purifikasi, dan evaporasi.

Likuifikasi

Likuifikasi merupakan tahapan hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan penurunan viskositas. Pada tahap ini, pati dihidrolisa menjadi dekstrin dengan bantuan enzim α-amilase pada suhu di atas suhu proses gelatinisasi. Ikatan α-1,4 glikosidik dipecah oleh enzim α-amilase sehingga dapat dihasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin, dan α-limit dekstrin. Tahap likuifikasi dilakukan pada pH optimum akktivitas enzim, sekitar 80-95 oC dan selama waktu tertentu yang tergantung jenis enzim. Berakhirnya tahap likuifikasi dapat diuji melalui uji iodium, dimana warna larutan pati akan menjadi sama dengan warna larutan iodium. Berakhirnya tahap ini juga dapat ditandai dengan larutan pati yang menjadi encer.

Sakarifikasi

Sakarifikasi merupakan tahapan lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa. Pada tahap ini, penambahan enzim glukoamilase membantu proses pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana. Proses sakarifikasi akan mengubah dekstrin menjadi glukosa. Pada proses sakarifikasi, dekstrin yang dihasilkan dari proses likuifikasi didinginkan suhunya hingga suhu optimum sakarifikasi, yaitu sekitar 55-60 oC, sesuai dengan suhu optimum aktivitas enzim glukoamilase. pH dekstrin juga dipertahankan, yaitu sekitar 4 dengan cara menambahkan asam (HCl) ke dalam dekstrin.

Enzim α-amilase

Enzim α-amilase merupakan endoglukanase yang mengkatalisis pemecahan ikatan glikosidik pada pati untuk menghasilkan dekstrin. Pada proses pengolahan makanan, enzim α-amilase

(5)

Bacillus megaterium atau gen α-amilase sebagai mengubah warna dari putih menjadi cokelat

atau menjadi bubuk amorf. Temperatur optimum enzim α-amilase berada pada rentang 80-90o C, sedangkan pH optimum kerja enzim ini berada pada rentang 6-7. Struktur enzim α-amilase dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2 Struktur enzim α-amilase

Pada proses industri, enzim α-amilase digunakan dalam proses likuifikasi pati untuk memperoleh dekstrin yang selanjutnya diproses dalam tahap sakarifikasi untuk memperoleh yield umpan glukosa dalam pembuatan sirup jagung, bahan bakar etanol, maupun produksi minuman beralkohol. Mekanisme kerja enzim α-amilase terjadi dalam dua tahap. Pertama, amilosa didegradasi dengan cepat menjadi maltosa dan maltotriosa secara acak. Kedua, pembentukan maltosa secara acak sebagai hasil akhir. Tahap kedua ini terjadi dengan lambat. Enzim α-amilase yang bekerja pada molekul amilopektin akan menghasilkan maltosa dan dekstrin, yaitu oligosakarida (2-6 unit glukosa yang mengandung ikatan α-1,6 glikosidik).

Enzim glukoamilase

Enzim glukoamilase dapat memecah amilum, yaitu memecah ikatan α-1,4 glikosidik dan α-1,6 glikosik. Hasil reaksi enzim glukoamilase berupa glukosa. Enzim glukoamilase diperoleh dari Aspergillus dan Rhizopus. Enzim glukoamilase bekerja pada temperatur optimum antara 55-60oC. pH optimum kerja enzim ini berada pada rentang 4-5. Struktur enzim glukoamilase dapat dilihat pada gambar 3.

(6)

Gambar 3 Struktur enzim glukoamilase

METODE PENELITIAN

Pada preparasi bahan baku dilakukan pembuatan suspensi tepung jagung. Tepung jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung jagung yang berasal dari PT Gandum Mas Kencana. Pembuatan suspensi tepung jagung dilakukan dengan melarutkan tepung jagung dengan air bebas ion yang mengandung 200 ppm CaCl2. Tahap likuifikasi merupakan tahap perubahan pati menjadi dekstrin dengan bantuan enzim α-amilase. Tahap likuifikasi dilakukan pada suhu 90 oC selama 60 menit dengan pH larutan 6. Pada tahap ini digunakan konsentrasi tepung jagung sebesar 40%b/v, 50%b/v, 60%b/v, 70%b/v, dan 80%b/v. Sedangkan konsentrasi enzim α-amilase yang digunakan sebesar 0,2%v/b, 0,4%v/b, dan 0,6%v/b. Setelah tahap likuifikasi selesai, dekstrin diinaktivasi enzim dengan penurunan pH. Dekstrin yang diperoleh dianalisis nilai DE untuk mengetahui perolehan nilai DE yang maksimum. Tahap berikutnya adalah tahap sakarifikasi. Pada tahap sakarifikasi, dekstrin yang terbentuk dipecah menjadi glukosa dengan bantuan enzim glukoamilase. Tahap sakarifikasi dilakukan di dalam shaker

incubator pada suhu 60oC selama 24 jam. Konsentrasi enzim glukoamilase yang digunakan sebesar 0,4% v/b. Setelah tahap sakarifikasi selesai, larutan yang diperoleh dilakukan perlakuan tahap permurnian dengan menggunakan karbon aktif sebesar 0,2%b/b kemudian disaring meenggunakan penyaring vakum. Larutan glukosa yang diperoleh dipekatkan mengunakan

vacuum evaporator selama 1 jam. Larutan glukosa yang dihasilkan dianalisis nilai DE, kadar

gula reduksi, kadar air, dan kadar abu sehingga dapat diketahui larutan glukosa yang terbaik. Berikut gambar rangkaian alat tahap likuifikasi.

(7)

Gambar 4 Rangkaian alat pada tahap likuifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai DE Dekstrin

Dextrose Equivalent (DE) didefinisikan sebagai presentase gula pereduksi terhadap total

padatan. Semakin banyak pati yang terhidrolisis, maka nilai DE yang diperoleh semakin besar. Kadar gula pereduksi diperoleh dengan cara metode Luff-Schoorl. Prinsip metode Luff-Schoorl monosakarida dioksidasi oleh CuO dari reagen Luff-Schoorl kemudian kelebihan CuO bereaksi dengan KI dalam suasana asam membentuk I2 yang akan bereaksi dengan Na-tiosulfat dimana indikator amilum berubah dari biru menjadi tidak berwarna. Hasil penelitian pada tahap likuifikasi dengan variasi konsentrasi enzim a-amilase yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 1 dan gambar 5.

Tabel 1 Nilai DE rata-rata dekstrin hasil tahap likuifikasi

Konsentrasi Tepung (%b/v) Konsentrasi Enzim a-amilase (%v/b)

0.2 0.4 0.6 40 12.78 14.77 16.23 50 14.85 15.78 18.33 60 10.90 11.91 12.18 70 9.15 10.25 10.57 80 8.82 9.57 9.39

(8)

Gambar 5 Grafik Pengaruh Konsentrasi Tepung terhadap Nilai DE Dekstrin

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi tepung maka nilai DE yang diperoleh semakin rendah. Hal ini disebabkan proses likuifikasi dilakukan selama 60 menit. Semakin tinggi konsentrasi tepung maka dibutuhkan waktu hidrolisis yang lebih lama supaya pati yang berada di dalam tepung dapat banyak terkonversi menjadi dekstrin. Gambar 5 juga menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi enzim α-amilase maka semakin besar nilai DE yang diperoleh. Enzim α-amilase membantu mempercepat proses likuifikasi dan memotong ikatan glikosidik α-1,4 pada tepung menjadi dekstrin, sehingga nilai DE akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi enzim α-amilase. Berdasarkan gambar 5, nilai DE dekstrin optimum diperoleh pada kondisi konsentrasi tepung jagung 50% b/v dan konsentrasi enzim α-amilase 0.6% v/b. Nilai DE dekstrin optimum yang diperoleh sebesar 18.33%.

Kadar Gula Reduksi Sirup Glukosa

Karbohidrat ada yang bersifat gula pereduksi dan gula bukan pereduksi. Gula pereduksi merupakan gula yang memiliki kemampuan untuk mereduksi. Gula direduksi pada gugus karbonilnya oleh senyawa pengoksidasi reduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus aldehida dan gugus yang bebas dan reaktif. Kadar gula reduksi diperoleh dengan cara metode Luff-Schoorl. Hasil analisis kadar gula reduksi pada tahap sakarifikasi dengan pengaruh variasi konsentrasi tepung jagung dan konsentrasi enzim α-amilase dapat dilihat pada gambar 6.

5.00 7.00 9.00 11.00 13.00 15.00 17.00 19.00 40%b/v 50%b/v 60%b/v 70%b/v 80%b/v DE ( % ) Konsentrasi Tepung

DE Rata-rata Dekstrin

0,2%v/b alpha amilase 0,4%v/b alpha amilase 0,6%v/b alpha amilase

(9)

Konsentrasi Tepung (%b/v) Konsentrasi Enzim a-amilase (%v/b) 0.2 0.4 0.6 40 67.03 68.91 69.58 50 69.73 72.37 78.76 60 64.05 65.10 65.35 70 61.64 65.21 64.16 80 59.55 64.64 64.75

Gambar 6 Grafik Pengaruh Konsentrasi Tepung terhadap Kadar Gula Reduksi Sirup Jagung

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi tepung maka kadar gula reduksi sirup jagung yang diperoleh semakin rendah. Semakin besar konsentrasi enzim α-amilase yang digunakan pada tahap sebelumnya maka semakin besar pula kadar gula reduksinya. Berdasarkan gambar 6, kadar gula reduksi tertinggi berada pada kondisi konsentrasi tepung 50% b/v dan konsentrasi enzim α-amilase 0.6% v/b. Kadar gula reduksi optimum yang diperoleh sebesar 78.76%. Hal ini menunjukkan bahwa dekstrin dengan kondisi konsentrasi tepung 50% b/v dan konsentrasi enzim α-amilase 0.6% v/b pada tahap likuifikasi, berpengaruh terhadap perolehan kadar gula reduksi optimum sirup jagung dari tahap sakarifikasi. Secara keseluruhan, kadar gula reduksi semua sirup jagung yang diperoleh sudah sesuai dengan persyaratan SNI 01-3698-1995 tentang mutu sirup glukosa, yakni minimum mengandung kadar gula reduksi sebesar 30%.

Kesimpulan

Konsentrasi tepung jagung dan enzim α-amilase mempengaruhi nilai DE dan kadar gula reduksi sirup jagung yang diperoleh. Konsentrasi tepung jagung yang terbaik pada tahap likuifikasi dan sakarifikasi adalah 50%b/v. Berdasarkan hasil rancangan percobaan, diperoleh konsentrasi enzim

50.00 55.00 60.00 65.00 70.00 75.00 80.00 85.00 40 50 60 70 80 Ka da r G ul a R ed uk si (%) Konsentrasi Tepung (%b/v)

Kadar Gula Reduksi Sirup Jagung

0,2%v/b alpha amilase 0,4%v/b alpha amilase 0,6%v/b alpha amilase

(10)

α-amilase sebesar 0.2%v/b. Kadar gula reduksi sirup jagung yang diperoleh pada konsisi konsentrasi tepung jagung 50%b/v dan konsentrasi enzim α-amilase 0.2%v/b adalah 69.73%. Daftar Pustaka

Dian, Rachmayanti, [2010]. Pemodelan dan Optimasi Hidrolisa Pati menjadi Glukosa dengan metode ANN-GA. Universitas Diponegoro, Semarang.

Dr. Ir. Feri, Kusnandar, MSc., [2010]. Kimia Pangan Komponen Makro. seri 1, pp.106-139. Dian Rakyat, Jakarta.

Iman, Permana Maksum, Yeni, Wahyuni, dan Yanyan, Mulyana, [2001]. Pengujian Kondisi Likuifikasi dalam Produksi Sirup Glukosa dari Pati Sagu (Metroxylon sp.). Jurnal Bionatura, vol. 3, No. 2, Edisi 1, 57-67.

John, R.Whitaker, dkk, [2003]. Hanbook of Food Enzymology. Marcel Dekker Inc., New York. Klaus, Buchholz, Volker, Kasche, and Bornscheuer, Vwe T., [2005]. Biocatalysts and Enzyme

Technology. pp. 212-220; 406-410, Wiley-VCH, Germany.

Nur, Richana dan Suarni, [2006]. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen. Bogor dan Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Purwono, M.S dan Rudi Hartono, S.P., [2005]. Bertanam Jagung. pp.1-16. Penebar Swadaya, Jakarta.

Gambar

Gambar 3 Struktur enzim glukoamilase
Gambar 4 Rangkaian alat pada tahap likuifikasi
Gambar 5 Grafik Pengaruh Konsentrasi Tepung terhadap Nilai DE Dekstrin
Gambar 6 Grafik Pengaruh Konsentrasi Tepung terhadap Kadar Gula Reduksi Sirup Jagung

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas termal enzim α - amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan senyawa aditif yaitu sorbitol dan

Pertumbuhan sel untuk produksi amilase pada substrat yang dimodifikasi menunjukkan bahwa aktivitas kedua enzim ternyata relatif lebih tinggi pada media NB yang mengandung

Pada proses sakarifikasi variabel yang diamati adalah konsentrasi total gula, gula reduksi, dan rendemen.Hasil tahapan likuifikasi adalah pati ubi gadung : ensim 1,2 ml/kg

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar gula reduksi tertinggi pada proses hidrolisis bonggol pisang dengan menggunakan perbandingan konsentrasi enzim

Pemaparan medan magnet terhadap aktivitas enzim α-amilase yang diukur berdasarkan tinggi hipokotil kecambah kacang buncis hitam menunjukkan bahwa aktivitas

Pada proses sakarifikasi variabel yang diamati adalah konsentrasi total gula, gula reduksi, dan rendemen.Hasil tahapan likuifikasi adalah pati ubi gadung : ensim 1,2 ml/kg

Pertumbuhan sel untuk produksi amilase pada substrat yang dimodifikasi menunjukkan bahwa aktivitas kedua enzim ternyata relatif lebih tinggi pada media NB yang mengandung

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan untuk melakukan tahap pemurnian enzim α-amilase selanjutnya melalui kromatografi penukar anion menggunakan matriks