1 Preliminaries 3
1.1 The Algebra of Sets . . . 3
2 Bilangan Riil 5 2.1 Sifat-sifat Aljabar dari R . . . 5
2.1.1 Sifat Aljabar dari R . . . 5
2.1.2 Teorema . . . 6 2.1.3 Teorema . . . 7 2.1.4 Teorema . . . 7 2.1.5 Teorema . . . 8 2.1.6 Teorema . . . 9 2.1.7 Teorema . . . 9 2.1.8 Soal-soal latihan . . . 9
2.2 Sifat-sifat terurut dari R . . . 11
2.2.1 Sifat-sifat urutan dari R . . . 11
2.2.2 Definisi . . . 11 2.2.3 Definisi . . . 11 2.2.4 Teorema . . . 11 2.2.5 Teorema . . . 12 2.2.6 Teorema . . . 12 2.2.7 Teorema . . . 13 2.2.8 Teorema . . . 13 2.2.9 Teorema . . . 13 2.2.10 Teorema . . . 13 2.2.11 Teorema . . . 14 2.2.12 Akibat . . . 14 2.2.13 Contoh-contoh . . . 14 2.2.14 Contoh-contoh . . . 15 2.2.15 Soal Latihan . . . 15 2.3 Nilai Mutlak . . . 18 2.3.1 Definisi . . . 18 2.3.2 Teorema . . . 18 2.3.3 Ketaksamaan Segitiga . . . 18 i
CONTENTS 1 2.3.4 akibat . . . 19 2.3.5 Akibat . . . 19 2.3.6 Contoh-contoh . . . 19 2.3.7 Definisi . . . 19 2.3.8 Teorema . . . 19 2.3.9 Contoh-contoh . . . 19 2.3.10 Soal Latihan 2.3 . . . 20
2.4 Sifat Kelengkapan dari R . . . 21
2.4.1 Definisi . . . 21
2.4.2 Definisi . . . 21
2.4.3 Lemma . . . 22
2.4.4 Lemma . . . 22
2.4.5 Contoh-contoh . . . 22
2.4.6 Sifat suprimum dari R . . . 23
2.4.7 Sifat infimum dari R . . . 23
2.4.8 Soal-soal latihan section 2.4 . . . 23
2.5 Aplikasi Sifat Suprimum . . . 25
2.5.1 Contoh-contoh . . . 25 2.5.2 Sifat Archimedes . . . 26 2.5.3 Akibat . . . 26 2.5.4 Teorema . . . 26 2.5.5 Teorema Kepadatan . . . 28 2.5.6 Akibat . . . 28
2.5.7 Soal-soal Latihan section 2.5 . . . 28
2.6 Interval dan Desimal . . . 31
2.6.1 Sifat Interval bersarang . . . 32
2.6.2 Teorema . . . 32
2.7 Himpunan - himpunan Takhingga . . . 36
2.7.1 Definisi . . . 36 2.7.2 Teorema . . . 36 2.7.3 Teorema . . . 36 2.7.4 Teorema . . . 37 2.7.5 Akibat . . . 37 2.7.6 Teorema . . . 37
3 Barisan dan Limitnya 39 3.1 Beberapa Soal Latihan 3.1 dan solusinya . . . 39
Chapter 1
Preliminaries
1.1
The Algebra of Sets
If A denotes a set and if x is an element, we shall write
x ∈ A
as an abbreviation for the statement that x is an element of A, or that x is a member of A, or that x belong to A, or that the set A contains the element x, or that x is in A. If x is an element that does not belong to A, we shall write
x /∈ A
Chapter 2
Bilangan Riil
2.1
Sifat-sifat Aljabar dari R
Dalam bagian ini akan dipelajari sifat-sifat aljabar dari bilangan real R. Sebelum mendiskusikan masalah ini terlebih dahulu diberikan definisi mengenai operasi biner. Opersi biner pada himpunan F adalah suatu fungsi B dengan domain F × F dan range di F . Jadi operasi biner mengasosiasikan setiap pasangan terurut (a, b) dari eleme F secara tunggal elemen B(a, b) di F . akan tetapi kita biasa menggunakan
a + b dan a · b daripada B(a, b).
2.1.1
Sifat Aljabar dari R
Pada himpunana bilangan real R dari bilangan-bilangan real terdapat dua operasi biner yang disebut + dan · yang menyatakan penjumlahan dan perkalian. Operasi-operasi tersebut mempunyai sifat
(A1) a + b = b + a, ∀a, b ∈ R (sifat komutatif dari penjumlahan) (A2) (a + b) + c = a + (b + c), ∀a, b, c ∈ R (sifat asosiatif penjumlahan)
(A3) terdapan elemen 0 di R sedemikian sehingga 0 + a = a + 0, ∀a ∈ R sifat elemen identitas
(A4) Untuk setiap a ∈ R terdapat elemen −a ∈ R sedemikian sehingga a + (−a) = (−a) + a = 0 keberadaan elemen negatif
(M1) a · b = b ˙a, ∀a, b ∈ R (sifat komutatif perkalian)
(M2) (a · b) · c = a · (b · c), ∀a, b, c ∈ R (sifat asosiatif perkalian)
(M3) terdapat elemet 1 ∈ R yang berbeda dari 0 sedemikian sehingga 1 · a = a dan
a · 1 = a, ∀a ∈ R (elemen identitas perkalian
(M4) untuk setiap a 6= 0, di R terdapat elemen 1/a ∈ R sedemikian sehingga a · (1/a) = 1 dan (1/a) · a = 1 (elemen kebalikan)
(D) a · (b + c) = (a · b) + (a · c) dan (b + c) · a = (b · a) + (c · a), ∀a, b, c, ∈ R
2.1.2
Teorema
(a) Jika z dan a adalah elemen dari R sedemikian sehingga z + a = a maka z = 0. Bukti:
Versi 1.
(z + a) + (−a) = a + (−a), (jumlahkan kedua ruas dengan (-a))
z + (a + (−a)) = a + (−a), (sifat assosiatif) z + 0 = 0, (sifat invers)
z = 0, (sifat identitas).T erbukti
Versi 2.
z = z + 0, (sifat identitas)
= z + (a + (−a)), (sifat invers) = (z + a) + (−a), (sifat assosiatif) = a + (−a), (hipotesis/ diketahui) = 0, (invers).T erbukti.
(b) Jika u dan b 6= 0 adalah elemen di R sedemikian sehingga u · b = b, maka
u = 1. Bukti: Versi 1. (u · b) · (1/b) = b · (1/b), (. . . ) . . . = . . . , (sifat assosiatif) u · 1 = 1, (. . . ) u = 1, (. . . ).T erbukti Versi 2. u = u · 1, (sifat identitas) = u · (. . .), (sifat invers) = . . . , (sifat assosiatif) = b · (1/b), (. . . ) = 1, (. . . ).T erbukti.
2.1 Sifat-sifat Aljabar dari R 7
2.1.3
Teorema
(a) Jika a dan b adalah elemen di R sedemikian sehingga a + b = 0, maka b = −a. Bukti.
Versi 1 . Lihat buku Versi 2.
b = 0 + b, (sifat identitas)
= ((−a) + a) + b, (sifat invers) = (−a) + (a + b), (sifat assosiatif) = (−a) + 0, (diketahui)
= (−a), (sifat identitas).T erbukti
(b) Jika a 6= 0 dan b adalah elemen di R, sedemikian sehingga a · b = 1, maka
b = 1/a
Bukti.
Versi 1. Lihat Buku. Versi 2. b = 1 · b, (sifat identitas) = (. . .) + b, (sifat invers) = . . . , (sifat assosiatif) = . . . , (. . . ) = (1/a), (. . . ).T erbukti
2.1.4
Teorema
Misalkan a, b sebarang elemen di R, maka
(a) persamaan a + x = b mempunyai solusi tunggal x = (−a) + b
(b) jika a 6= 0, persamaan a · x = b mempunyai solusi tunggal x = (1/a) · b. Bukti.
(a) Perhatikan bahwa
a + ((−a) + b) = (a + (−a)) + b, (sifat assosiatif)
= 0 + b, (sifat invers) = b, (sifat identitas)
Ini berarti bahwa x = (−a) + b adalah solusi dari persamaan a + x = b. Untuk menunjukkan ketunggalahnya, misalkan x1 adalah sembarang solusi
maka a + x1 = b, selanjutnya
(−a) + (a + x1) = (−a) + b, (kita tambahkan kedua ruas dengan (-a))
((−a) + a) + x1 = (−a) + b, (sifat assosiatif)
0 + x1 = (−a) + b, (sifat invers)
Jadi x1 = (−a) + b. Ini berarti bahwa solusi a + x = b adalah tunggal, yakni x = (−a) + b. (b) Perhatikan bahwa a · ((1/a) · b) = (a · (1/a)) · b, (. . . ) = . . . · b, (. . . ) = b, (. . . )
Ini berarti bahwa x = (1/a) · b adalah solusi dari persamaan a · x = b. Untuk menunjukkan ketunggalahnya, misalkan x1 adalah sembarang solusi maka a ·
x1 = b, selanjutnya
(1/a) · (a · x1) = (1/a) + b, (. . . )
((1/a) · a) · x1 = (1/a) + b, (. . . )
. . . · x1 = (1/a) + b, (. . . )
x1 = . . . , (. . . ).
Jadi x1 = (1/a) + b. Ini berarti bahwa solusi a · x = b adalah tunggal, yakni
x = (1/a) + b.
2.1.5
Teorema
Jika a adalah sebarang elemen di R, maka (a) a · 0 = 0,
(b) (−1) · a = −a, (c) −(−a) = a, (d) (−1) · (−1) = 1. Bukti:
(a) Perhatikan bahwa
a + a · 0 = a · 1 + a · 0, (identitas)
= a · (1 + 0), (distributif) = a · 1, (identitas)
= a, (identitas).
2.1 Sifat-sifat Aljabar dari R 9 (b) Perhatikan bahwa a + (−1) · a = 1 · a + (−1) · a, (identitas) = ((−1) + 1) · a, (distributif) = 0 · a, (identitas) = 0, (bagian a).
Menurut terorema (jika a+b = 0 maka b = −a), maka kita simpulkan (−1)·a =
−a.
(c) Kita punyai (−a) + a = 0 maka kita dapatkan a = −(−a).
(d) Dengan mengambil a = −1 di bagian (b) kita peroleh (−1) · (−1) = 1.
2.1.6
Teorema
Jika a, b, c adalah elemen di R, maka
(a) Jika a 6= 0, maka 1/a 6= 0 dan (1/(1/a) = a. (b) Jika a · b = a · c dan a 6= 0 maka b = c. (c) Jika a · b = 0, maka a = 0 atau b = 0.
2.1.7
Teorema
Tidak terdapat bilangan rasional r sedemikian sehingga r2 = 2.
2.1.8
Soal-soal latihan
1. Buktikan bagian (b) dari Teorema 2.1.2 Bukti: Lihat text di atas.
2. Buktikan (b) dari Teorema 2.1.3 Bukti: Lihat text di atas.
3. Pecahkan persamaan berikut dengan berdasarkan teorema yang ada. (a). 2x + 5 = 8. Bukti: (2x + 5) + (−5) = 8 + (−5), (5 ∈ R, maka (−5) ∈ R) 2x + (5 + (−5)) = 8 + (−5), (assosiatif) 2x + 0 = 3, (invers) 2x = 3, (identitas) (1/2) · 2x = (1/2) · 3, (2 ∈ R, maka (1/2) ∈ R) ((1/2) · 2)x = 3/2, (assosiatif) 1 · x = 3/2, (invers) x = 3/2, (identitas).
Untuk (b), (c), dan (d), lakukan dengan cara yang sama. 4. Buktikan jika a, b ∈ R, maka
(a) −(a + b) = (−a) + (−b) Bukti:
−(a + b) = (−1) · (a + b), Teorema
= (−1) · a + (−1) · b, distributif = (−a) + (−b), Teorema. T erbukti (b), (c) dan (d) buktikan dengan cara yang sama.
5. Jika a ∈ R dan memenuhi a · a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1. 6. Jika a 6= 0 dan b 6= 0, tunjukkan bahwa 1/(ab) = (1/a) · (1/b).
7. Gunakan argumen seperti bukti pada Teorema 2.1.7 untuk menunjukkan bahwa tidak ada bilangan rasional s sehingga s2 = 6.
8. Lakukan dengan cara yang sama untuk tidak ada bilangan rasional t sedemikian sehingga t2 = 3.
9. Tunjukkan bahwa jika ξ ∈ R adalah irasional dan r 6= 0 rasional, maka r + ξ dan rξ irasional.
10. Jika x dan y adalah bilangan rasional tunjukkan bahwa x + y dan xy adalah rasional.
2.2 Sifat-sifat terurut dari R 11
2.2
Sifat-sifat terurut dari R
2.2.1
Sifat-sifat urutan dari R
Sebuah subset tak kosong P dari R, disebut bilangan real positif jika memenuhi sifat-sifat berikut
(i) Jika a, b ∈ P , maka a + b ∈ P . (ii) Jika a, b ∈ P , maka ab ∈ P .
(iii) Jika a ∈ R maka tepat salah satu beikut terpenuhi:
a ∈ P, a = 0, −a ∈ P .
Kondisi (iii) biasanya disebut dengan Sifat Trichotomy. Dan {−a : a ∈ P } disebut bilangan real negatif.
2.2.2
Definisi
Jika a ∈ P , kita katakan a adalah bilangan positif (positif murni) dan kita tulis
a > 0. Jika a ∈ P ∪ {0}, kita katakan bahwa a bilangan tak negatif dan kita tulis a ≥ 0. Jika −a ∈ P , kita katakan a adalah bilangan negatif (negatif murni) dan
kita tulis a < 0. Jika −a ∈ P ∪ {0} kita katakan a bukan bilangan positif dan kita tulis a ≤ 0.
2.2.3
Definisi
Misalkan a, b adalah elemen-elemen di R, maka (i) a − b ∈ P , maka kita tulis a > b atau b < a. (ii) a − b ∈ P ∪ {0}, maka kita tulis a ≥ b atau b ≤ a.
Notasi a < b < c berarti a < b dan b < c. Demikian juga a ≤ b ≤ c berarti a ≤ b dan b ≤ c. Jika a ≤ b dan b < d maka a ≤ b < d.
2.2.4
Teorema
Misalkan a, b, c adalah elemen di R, maka (a) Jika a > b dan b > c maka a > c.
(b) Tepat satu pernyataan berikut terpenuhi: a > b, a = b, a < b. (c) Jika a ≥ b dan b ≥ a maka a = b.
Bukti:
(a) Jika a − b ∈ P dan b − c ∈ P maka menurut teorema 2.2.1 (i) (a − b) + (b − c) =
(b) Menurut sifat trikotomo, maka Tepat satu pernyataan berikut terpenuhi: a −
b ∈ P, a − b = 0, −(a − b) = b − a ∈ P .
(c) Jika a 6= b maka a − b 6= 0, maka menurut (b) kita punyai a − b ∈ P atau
b − a ∈ P , yakni a > b atau b > a, dalam kedua kasus bertentangan dengan
hipotesis, jadi haruslah a = b.
2.2.5
Teorema
(a) Jika a ∈ R dan a 6= 0, maka a2 > 0.
(b) 1 > 0.
(c) Jika n ∈ N, maka n > 0. Bukti:
(a) Dengan sifat trikotomi jika a 6= 0 maka a ∈ P atau −a ∈ P . Jika a ∈ P maka dengan 2.2.1 (ii) kita punyai a2 = a · a ∈ P . Dengan cara yang sama, jika
−a ∈ P maka (−a) · (−a) ∈ P , jadi
(−a)(−a) = ((−1)a)((−1)a) = (−1)(−1) · a2 = a2.
Jadi kita simpulkan jika a 6= 0 maka a2 > 0.
(b) Karena 1 = (1)2, maka dengan (a) dipunyai 1 > 0.
(c) Dengan induksi matematika; dari (b) 1 ∈ P , asumsikan k ∈ P , karena 1 ∈ P maka k + 1 ∈ P . Kita simpulkan jika n ∈ N, maka n > 0.
2.2.6
Teorema
Misalkan a, b, c, d adalah elemen-elemen di R, maka (a) Jika a > b maka a + c > b + c.
(b) Jika a > b dan c > d maka a + c > b + d. (c) Jika a > b dan c > 0, maka ca > cb.
Jika a > b dan c < 0, maka ca < cb. (d) Jika a > 0, maka 1/a > 0.
Jika a < 0 maka 1/a < 0. Bukti.
(a) Jika a − b ∈ P maka (a + c) − (b + c) = a − b ∈ P . Jadi a + c > b + c.
(b) Jika a − b ∈ P dan c − d ∈ P maka (a + c) − (b + d) = (a − b) + (c − d) ∈ P . Jadi a + c > b + d
2.2 Sifat-sifat terurut dari R 13
(c) Jika a − b ∈ P dan c ∈ P , maka ca − cb = c(a − b) ∈ P . Jadi ca > cb jika
c > 0.
Sebaliknya jika a − b ∈ P dan −c ∈ P , maka cb − ca = (−c)(a − b) ∈ P . Jadi
cb > ca jika c < 0.
(d) Jika a > 0, maka a 6= 0 (dengan sifat trikotomi) , menurut 2.1.6(a) 1/a 6= 0. Jika 1/a < 0, maka menurut (c) dengan c = 1/a menyebabkan 1 = a(1/a) < 0. Hal ini kontradiksi dengan 2.2.5(b). Haruslah 1/a > 0.
Dengan cara yang sama jika a < 0 maka kemungkinan 1/a > 0 akan menga-hasilkan suatu kontradiksi 1 = a(1/a) < 0.
2.2.7
Teorema
Jika a dan b di R dan jika a < b, maka a,1
2(a + b) < b.
Bukti.
Karena a < b maka dengan 2.2.6(a) maka 2a = a + a < a + b dan juga a + b <
b + b = 2b. Jadi kita punyai
2a < a + b < 2b.
Kemudian dari 2.2.5(c) kita punyai 2 > 0 sehingga dengan 2.2.6(d) kita punyai 1 2 > 0
Jadi dari 2.2.6(c) kita punyai
a = 1 2(2a) < 1 2(a + b < 1 2(2b) = b.
2.2.8
Teorema
Jika b ∈ R dan b > 0 maka 0 < 1 2b < b.
Bukti.
Ambillah a = 0 dalam 2.2.7.
2.2.9
Teorema
Jika a ∈ R sedemikian sehingga 0 ≤ a < ² untuk setiap ² > 0, maka a = 0. Bukti.
Misalkan dengan kontradiksi yakni a > 0. Maka dengan akibat 2.2.8 kita punyai 0 < 1
2a < a. Sekarang dengan mengambil ²0 = 1
2a, maka kita punyai 0 < ²0 < a. ini
bertentangan dengan a < ² untuk setian ² > 0. Jadi haruslah a = 0.
2.2.10
Teorema
Misalkan a, b ∈ R, dan misalkan a − ² < b untuk setiap ² > 0, maka a ≤ b. Bukti.
Misalkan dengan kontardiksi jika b < a dan ambil ²0 = 12(a − b). Maka ²0 > 0,
sehingga 1
2.2.11
Teorema
Jika ab > 0 maka
(i) a > 0 dan b > 0, atau (ii) a < 0 dan b < 0. Bukti.
(i) Kita catat bahwa ab > 0 menyebabkan a 6= 0 dan b 6= 0, karena jika a = 0 atau b = 0 maka ab = 0. Dari sifat trikotomi berarti a > 0 atau a < 0. Jika
a > 0 maka 1/a > 0 sehingga dengan 2.2.6 (d) kita punyai b = 1 · b = ((1/a)a)b = (1/a)(ab) > 0.
(ii) Dengan cara yang sama jika a < 0 maka
b = (1/a)(ab) < 0.
2.2.12
Akibat
Jika ab < 0 maka
(i) a < 0 dan b > 0, atau (ii) a > 0 dan b < 0.
2.2.13
Contoh-contoh
(a) Tentukan himpunana A dari bilangan real x sedemikian sehingga 2x + 3 ≤ 6. Kita catat bahwa x ∈ A ⇔ 2x + 3 ≤ 6 ⇔ 2x ≤ 3 ⇔ x ≤ 3
2. Oleh karena itu
A = {x ∈ R : x ≤ 3 2}.
(b) Tentukan himpunan B = {x ∈ R : x2+ x > 2}.
Catat bahwa x ∈ B ⇔ x2+ x − 2 > 0 ⇔ (x − 1)(x + 2) > 0. Oleh karena itu
kita punyai (i) x − 1 > 0 dan x + 2 > 0 atau (ii) x − 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i) kita punyai x > 1 dan x > −2 yang terpenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii) kita punyai x < 1 dan x < −2 yang terpenuhi jika dan hanya jika x < −2. Jadi B = {x ∈ R : x > 1} ∪ {x ∈ R : x < −2}. (c) Tentukan himpunan C = {x ∈ R : (2x + 1)/(x + 2) < 1}
Kita catat x ∈ C ⇔ (2x + 1)/(x + 2) − 1 < 0 ⇔ (x − 1)/(x + 2) < 0. Jadi (i)
x − 1 < 0 dan x + 2 > 0 atau (ii) x − 1 > 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i)
kita punyai x < 1 dan x > −2 yang terpenuhi jika dan hanya jika −2 < x < 1. Dalam kasus (ii) kita punyai x > 1 dan x < −2 yang tidak pernah terpenuhi. Jadi kita simpulkan C = {x ∈ R : −2 < x < 1}.
2.2 Sifat-sifat terurut dari R 15
2.2.14
Contoh-contoh
(a) Misalkan a ≥ 0 dan b ≥ 0, maka
a < b ⇔ a2 < b2 ⇔√a <√b
(b) Jika a dan b bilangan real positif maka rata-rata aretmetika adalah 1
2(a + b)
dan rata-rata geometri diberikan dengan √ab
(c) Ketaksamaan Bernoullis Jika x > −1 maka P (n) := (1 + x)n = 1+nx, ∀N. Untuk membuktikan kita gunakan induksi matematika. Kasus untuk n = 1, P (1) benar. Misalkan P (n) benar untuk n = n, maka untuk n = n + 1 kita punyai
(1 + x)n+1 = (1 + x)n(1 + x)
≥ (1 + nx)(1 + x)
= 1 + (n + 1)x + nx2
≥ 1 + (n + 1)x.
Jadi P (n) benar untuk semua n ∈ N.
(d) Ketaksamaan Cauchy Jika n ∈ N dan a1, . . . , an dan b1, . . . , bn adalah
bilangan-bilangan real, maka
(a1b1+ . . . + anbn)2 ≤ (a21+ . . . + ann)(b21+ . . . + bnn).
(e) Ketaksamaan Segitiga Jika n ∈ N dan a1, . . . , an dan b1, . . . , bn adalah
bilangan-bilangan real, maka £ (a1+ b1)2+ ldots + (an+ bn)2 ¤1/2 ≤£a2 1+ . . . + a2n ¤1/2 +£b2 1+ . . . + bnn ¤1/2 .
2.2.15
Soal Latihan
1. (a) Jika a ≤ b dan c < d buktikan a + c < b + d Bukti: Lihat (b).
(b) Jika a ≤ b dan c ≤ d buktikan a + c ≤ b + d Bukti:
a ≤ b ⇒ b − a ∈ P ∪ {0}. c ≤ d ⇒ d − c ∈ P ∪ {0}. Jadi menurut 2.2.1
dipunyai (b + b) − (a + c) = (b − a) + d + c) ∈ P ∪ {0}. Dengan demikian
b + d ≥ a + c atau a + c ≤ b + b.
2. (a) Jika 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan 0 < ac < bd.
(b) Jika 0 < a < b dan 0 ≤ ac ≤ bd. Tunjukkan dengan contoh tidak berlaku
3. Jika a < b dan c < d buktikan ad + bc < ac + bd. Bukti:
a ≤ b ⇒ b − a ∈ P . c ≤ d ⇒ d − c ∈ P . Jadi menurut 2.2.1 dipunyai a(b − a)(d − c) ∈ P . Karena
(ac + bd) − (ad + bc) = (ac − ad) + (bd − bc) = (c − d)a + b(d − c) = b(d − c) − a(d − c) = (b − a)(d − c). Jadi kita simpulkan bahwa ad + bc < ac + bd.
4. Carilah bilangan a, b, c, d ∈ R yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0 maka (i) ac < bd atau (ii) bd < ac.
5. Jika a, b ∈ R. Tunjukkan a2+ b2 = 0 ⇔ a = 0 dan b = 0.
Bukti:
(⇒). Jika a2+ b2 = 0 ⇒ a = 0 atau b = 0.
Andaikan a 6= 0 atau b 6= 0 maka a2 = a · a 6= 0 atau b2 = b · b 6= 0 sehingga
a2+ b2 6= 0.
(⇐). Jika a = 0 dan b = 0 ⇒ a2+b2 = 0. a = b = 0 maka a2+b2 = a·a+b·b =
0 · 0 + 0 · 0 = 0 + 0 = 0.
6. Jika 0 ≤ a < b., buktikan bahwa a2 ≤ ab < b2. Tunjukkan dengan contoh
bahwa tidak selalu mengikuti a2 < ab < b2.
Bukti:
Tinjaulah dalam beberapa kasus: (1) 0 ≤ a dan a < b. (2) a < b dan b > 0. Contoh yang tidak berlaku jika mengambil a = 0.
7. Tunjukkan bahwa jika 0 < a < b, maka a <√ab < b dan 0 < 1/b < 1/a.
8. Jika n ∈ R, tunjukkan bahwa n2 ≥ n dan oleh karena itu 1/n2 ≤ 1/n.
Bukti: Gunakan induksi matematika.
9. Carilah bilangan real x sedemikian sehingga (a) x2 > 3x + 4, (b) 1 < x2 < 4,
(c) 1/x < x, (d)1/x < x2
Bukti. Akan ditunjukkan (a) dan lakukan dengan cara yang sama untuk sisanya.
(a) x2 > 3x + 4 ⇔ x2− 3x − 4 > 0 ⇔ (x + 1)(x − 4) > 0.
Misalkan x ∈ A sehingga A = {x ∈ R, x2 > 3x + 4}. Kasus (1). x + 1 > 0
dan x − 4 > 0. Jadi x > −1 dan x > 4. Dengan demikian x > 4. Kasus (2).
x + 1 < 0 dan x − 4 < 0. Jadi x < −1 dan x < 4. Dengan demikian x < −1.
Dari kedua kasus disimpulkan bahwa A = {x ∈ R, x < −1, ataux > 4}. 10. Misalkan a, b ∈ R dan misalkan setiap ² > 0 kita punyai a ≤ b + ².
(a) Tunjukkan bahwa a ≤ b.
2.2 Sifat-sifat terurut dari R 17
Jawab.
(a) Andaikan a < b. Pilih ²0 = 12(a − b). Maka
b + ²0 = b + 1 2(a − b) = 1 2a + 1 2b < 1 2a + 1 2a = a.
Hal ini bertentangan dengan a ≤ b + ². Jadi haruslah a ≤ b.
2.3
Nilai Mutlak
2.3.1
Definisi
Jika a ∈ R, maka nilai mutlak dari a didefinisikan sebagai
|a| = a, jika a > 0, = 0, jika a = 0, = −a, jika a < 0.
2.3.2
Teorema
(a) |a| = 0 ⇔ a = 0. (b) | − a| = |a|, ∀a ∈ R.(c) |ab| = |a||b|, ∀a, b ∈ R.
(d) c ≥ 0 maka |a| ≤ c ⇔ −c ≤ a ≤ c. (e) −|a| ≤ a ≤ |a|, ∀a ∈ R.
Bukti:
(a) Jika a = 0 maka |a| = 0. Jika a 6= 0, maka −a 6= 0 sehingga |a| 6= 0.
(b) Jika a = 0 maka |0| = 0 = | − 0|. Jika a > 0 maka −a < 0 sehingga
|a| = a = −(−a) = | − a|. Jika a < 0 maka −a > 0, sehingga |a| = −a = | − a|.
(c) Jika a = 0 atau b = 0 maka |ab| = 0 = |a||b|. Jika a > 0 dan b > 0 maka
|ab| = ab = |a||b|. Jika a > 0 dan b < 0, maka |ab| = −(ab) = a(−b) = |a||b|.
Jika a < 0 dan b > 0 maka |ab| = −(ab) = (−a)b = |a||b|. Jika a < 0 dan
b < 0 maka |ab| = ab = (−a)(−b) = |a||b|.
(d) Misalkan |a| ≤ c. Maka a ≤ c dan −c ≤ a. Karena −c ≤ a ⇔ −c ≤ a. Jadi kita punyai −c ≤ a ≤ c. Sebaliknya jika −c ≤ a ≤ c berati a ≤ c dan −a ≤ c sehingga |a| ≤ c.
(e) Ambil c = |a| dalam (d).
2.3.3
Ketaksamaan Segitiga
Untuk sebarang a, b ∈ R kita punyai
|a + b| ≤ |a| + |b|.
Bukti.
Dari 2.3.2 (e), kita punyai −|a| ≤ a ≤ |a| dan −|b| ≤ b ≤ |b|. Dengan menggunakan 2.2.6(b) kita peroleh
2.3 Nilai Mutlak 19
2.3.4
akibat
Untuk sebarang a, b ∈ R kita punyai (a) ||a| − |b|| ≤ |a − b|.
(b) |a − b| ≤ |a| + |b|. Bukti.
(a) Tulis a = (a − b) + b. Maka dengan menggunakan ketaksamaan segitiga akan didapat |a| = |(a − b) + b| ≤ |a − b| + |b|. Jadi |a| − |b| ≤ |a − b|. Kemudian dari |b| = |b − a + a| ≤ |b − a| + |a|. Jadi −|a − b| = −|b − a| ≤ |a| − |b|. Dari kedua kombinasi ini kita dapatkan yang akan dibuktikan.
(b) Dengan mengganti b dengan −b untuk mendapatkan |a − b| ≤ |a| + | − b|.
2.3.5
Akibat
Untuk sebarang a1, a2, . . . , an ∈ R, kita punyai
|a1+ a2+ . . . + an| ≤ |a1| + |a2| + . . . |an|.
2.3.6
Contoh-contoh
(a) Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x yang memenuhi |2x+3| < 6. (b) Tentukan himpunan B = {x ∈ R : |x − 1| < |x|. Misalkan fungsi f yang didefinisikan f (x) = (2x2− 3x + 1)/(2x − 1) untuk 2 ≤ x ≤ 3. Tentukan M
sedemikian sehingga |f (x)| ≤ M untuk semua 2 ≤ x ≤ 3.
2.3.7
Definisi
Misalkan a ∈ R dan ² > 0 maka lingkingan-² dari a adalah himpunan V|epsilon(a) =
{x ∈ R : |x − a| < ²}.
2.3.8
Teorema
Misalkan a ∈ R. Jika x ∈ V²(a), ∀² > 0, maka x = a.
Bukti.
Jika x memenuhi |x − a| < ², ∀² > 0, maka dari 2.2.9 maka |x − a| = 0 jadi x = a.
2.3.9
Contoh-contoh
(a) Misalkan U = {x : 0 < x < 1}. Jika x ∈ U, dan misalkan ² adalah bilan-gan terkecil dari a dan 1 − a, maka V²(a) ⊆ U. Jadi setiap elemen dari U
(b) Jika I = {x : 0 ≤ x ≤ 1}. Maka untuk sebarang ² > 0 linkungan-² V²(0)
memuat titik-titik yang tidak termasuk dalam I, misalkan dengan mengambil
x² = −²/2 ∈ V²(0) * I.
(c) Jika |x − a| < ² dan |y − b| < ². Maka
|(x + y) − (a + b)| = |(x − a) + (y − b)| ≤ |x − a| + |y − b| < 2².
Jadi x ∈ V²(a) dan y ∈ V²(b) maka x + y ∈ V2²(a + b) dan tidak perlu dalam
V²(a + b).
2.3.10
Soal Latihan 2.3
1. Miasalkan a ∈ R. Tunjukkan bahwa (a) |a| =√a2, (b)|a2| = a2.
2. Jika a, b ∈ R dan b 6= 0, tunjukkan bahwa |a/b| = |a|/|b|. 3. Jika a, b ∈ R, tunjukkan bahwa |a + b| = |a| + |b| ⇔ ab ≥ 0.
4. Jika x, y, y ∈ R, x ≤ z, tunjukkan bahwa x < y < z ⇔ |x−y|+|y −z| = |x−y|. Interpretasikan ini secara geometrik.
5. Temukan semua x ∈ R yang memenuhi ketaksamaan berikut: (a) |4x − 5| ≤ 13,
(b) |x2− 1| ≤ 3,
(c) |x − 1| > |x + 1|, (d) |x| + |x + 1| < 2.
6. Tunjukkan bahwa |x − a| < ² ⇔ a − ² < x < a + ².
7. Jika a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa |x−y| < b−a. Interpertasikan ini secara geometri.
8. Tentukan dan seketlah himpunan dari pasangan berurutan (x, y) di R×R yang memenuhi:
(a) |x| = |y| (b) |x| + |y| = 1, (c) |xy| = 2, (d) |x| − |y| = 2.
9. Tentukan dan seketlah himpunan dari pasangan berurutan (x, y) di R×R yang memenuhi ketaksamaan:
(a) |x| ≤ |y| (b) |x| + |y| ≤ 1, (c) |xy| ≤ 2, (d) |x| − |y| ≤ 2.
10. Misalkan ² > 0 dan δ > 0 dan misalkan a ∈ R. Tunjukkan bahwa V²(a) ∩ Vδ(a)
2.4 Sifat Kelengkapan dari R 21
2.4
Sifat Kelengkapan dari R
2.4.1
Definisi
Misalkan S ⊆ R.
(i) Sebuah bilangan u ∈ R dikatakan sebagai batas atas dari S jika s ≤ u, ∀s ∈ S (ii) Sebuah bilangan w ∈ R dikatakan sebagai batas bawah dari S jika w ≤ s, ∀s ∈ S Sebuah bilangan v ∈ R dikatakan bukan batas atas dari S jika dan hanya jika terdapat suatu s0 ∈ S sedemikian sehingga v < s0. (Dengan cara yang sama, sebuah
bilangan z ∈ R bukan batas bawah dari S jika dan hanya jika terdapat sejumlah
s00 ∈ S sedemikian sehingga s00< z). Catat bahwa sebuah subset S dari R mungkin
tidak mempunyai batas atas (misalnya s = R). Akan tetapi jika S mempunayi sebuah batas atas, maka akan mempunyai tak hingga banyak batas atas karena jika u sebuah batas atas dari S, maka sebarang v sedemikian sehingga u < v juga merupakan sebuah batas atas dari S. (Demikian juga hal tersebut di atas juga akan berlaku untuk batas bawah). Perhatikan gambar 2.4.1.
Kita juga catat bahwa ada kemungkinan sebuah himpunan mempunyai batas bawah tetapi tidak punya batas atas (dan sebaliknya). Contohnya perhatikan him-punan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0} dan S2 = {x ∈ R : x < 0}.
Catatan. Jika kita terapkan definisi-definisi di atas pada himpunan kosong ∅, kita terpaksa menyimpulkan bahwa setiap himpunan bilangan real merupakan batas atas dari ∅. Andaikan sebuah bilangan u ∈ R bukan batas atas dari himpunan S, sebuah elemen s0 ∈ S harus ada sedemikian sehingga u < s0. Jika S = ∅, maka tidak
terda-pat anggota di S. Jadi setiap bilangan real merupakan batas atas adari himpunan kosong. Dengan cara yang sama bahwa setiap bilangan real juga merupakan batas bawah dari himpunan kosong. Ini sepertinya tak mungkin tetapi ini akibat logika dari definisi.
Kita katakan bahwa sebuah himpunan di R terbatas di atas jika mempunayai sebuah batas atas, jika mempunayi batas bawah disebut terbatas di bawah. Jika mempunyai batas bawah dan atas dikatakan sebagai terbatas. Kita katakan bahwa sebuah himpunan di R tidak terbatas jika himpunan itu tidak terbatas di bawah ataupun di atas. Untuk contohnya {x ∈ R : x ≤ 2} adalah himpunan tak terbatas karena tidak terbatas di bawah meskipun terbatas di atas.
2.4.2
Definisi
Misalkan S ⊆ R.
(i) Jika S terbatas di atas, maka sebuah batas atas u dikatakan suprimum (batas atas terkecil) dari S jika tidak terdapat bilangan yang lebih kecil dari u yang meru-pakan batas atas dari S. Perhatikan gambar 2.4.2.
(ii) Jika S terbatas di bawah, maka sebuah batas bawah w dikatakan sebuah infi-mum (batas bawah terbesar) dari S jika tidak ada bilangan yang lebih besar dari
2.4.3
Lemma
Sebuah bilangan u adalah suprimum dari sebuah himpunan tak kosong S ⊆ R jika dan hanya memenuhi dua kondisi
(1) s ≤ u, ∀s ∈ S;
(2) jika v < u, maka terdapat sebuah s0 ∈ S sedemikian sehingga v < s0. Silahkan
formulasikan untuk kasus infimum.
Adalah tidak sulit untuk menunjukkan bahwa hanya terdapat sebuah suprimum sebuah subset S ⊆ R. Selanjutnya kita gunakan suprimum saja untuk mengatakan suprimum dari sebuah himpunan. Misalkan u1 dan u2 merupakan suprimum dari
S, maka keduanya merupakan batas atas. Jika u1 < u2, maka dengan menggunakan
hipotesis bahwa u2 suprimum berarti u1 tidak mungkin merupakan batas atas.
Den-gan cara yang sama jika u2 < u1, maka dengan definisi suprimum dari u1 berarti u2
tidak mungkin menjadi batas atas dari S. Oleh karena itu haruslah u1 = u2.
Pem-baca harap memanfaatkan argumen yang sama untuk kasus infimum. Kita katakan suprimum dan infimum dari S ada, maka kita katakan sebagai sup S dan inf S. Kita dapat periksa bahwa jika u0 adalah sebarang batas atas dari himpunan S, maka
sup S ≤ u0. Yakni, jika s ≤ u0, ∀s ∈ S, maka sup S ≤ u0. Kita katakan bahwa sup
S adalah batas atas terkecil dari S.
2.4.4
Lemma
Sebuah batas atas u dari himpunan tak kosong S di R adalah suprimum dari S jika dan hanya jika untuk setiap ² > 0 terdapat sebuah s²∈ S sedemikian sehingga
u − ² < s².
Bukti.
Andaikan u sebuah batas atas dari S dan memenuhi kondisi yang diberikan. Jika
v < u dan kita ambil ² = u − v > 0, maka berdasarkan kondisi yang dimiliki maka
terdapat sebuah bilangan s² ∈ S sedemikian sehingga v = u − ² < s². Oleh karena
ituv bukan batas atas S. Karena v adalah sebarang bilangan yang kurang dari u, kita simpulkan u = sup S. Sebaliknya misalkan u = sup S dan misalkan ² > 0. Karena u − ² < u, maka u − ² bukan batas atas dari S. Oleh karena itu terdapat sebuah elemen s² dari S yang lebih dari u − ², yakni u − ² < s².
2.4.5
Contoh-contoh
(a) Jika himpunan tak kosong S1 mempunyai elemen hingga, maka dapat
ditun-jukkan bahwa S1 mempunyai elemen terbesar u dan elemen terkecil w. Maka u =
sup S1 dan w = inf S1, dan keduanya merupakan anggota dari S1. (Ini jelas jika
S1 mempunyai sebuah elemen, dan dapat dibuktikan dengan induksi matematika
untuk sejumlah elemen di S1).
(b) Himpunan S2 = {x : 0 ≤ x ≤ 1} jelas mempunayi 1 sebagai batas atas. Kita
akan buktikan bahwa 1 adalah suprimum. Jika v < 1, maka terdapat sebuah elemen
s0 ∈ S
2, sedemikian sehingga v < s0. Karena v bukan batas atas dari S2, dan karena
v sebarang himpunan v < 1, kita simpulkan bahwa sup S2 = 1. Dengan cara yang
sama dapat ditunjukkan bahwa inf S2 = 0. Catat bahwa sup S2 dan inf S2 termasuk
2.4 Sifat Kelengkapan dari R 23
(c). Himpunan S3 = {x : 0 < x < 1} jelas mempunyai 1 sebagai batas atas.
Den-gan argumentasi yang sama seperti di (b) kita dapat tunjukkan bahwa sup S3 = 1.
Dalam kasus ini sup S3 tidak termasuk dalam S3. Dengan cara yang sama inf S3 = 0
yang juga tidak termasuk dalam S3.
(d) Seperti kita ketahui di atas bahwa setiap bilangan real adalah batas atas un-tuk himpunan kosong, sehingga himpunan kosong memiliki suprimum. Dengan cara yang sama himpunan kosong juga tidak memiliki infimum.
Sifat suprimum dari R
Adalah tidak mungkin untuk membuktikan yang didasarkan pada asumsi yang kita punyai terhadap R untuk setiap subset tak kosong dari R terbatas di atas akan mempunyi suprimum. Akan tetapi ini merupakan sifat dasar dari sistem bilangan real.
2.4.6
Sifat suprimum dari R
Setiap himpunan tak kosong dari bilangan real yang mempunayi batas atas akan mempunyai sebuah suprimum di R. Sifat yang sama untuk infimum dapat disim-pulkan dari sifat suprimum. Misalkan S sebuah subset tak kosong dari R yang terbatas di bawah. Jadi himpunan S0 = {−s, s ∈ S} akan terbatas di atas dan
dengan sifat dari suprimum menyebabkan bahwa u = sup S0 ada. Maka dapat
ditunjukkan bahwa −u adalah infimum dari S.
2.4.7
Sifat infimum dari R
Setiap himpunan tak kosong subset dari bilangan real sedemikian sehingga mem-punyai batas bawah akan memmem-punyai infimum di R.
2.4.8
Soal-soal latihan section 2.4
1. Misalkan S1 = {x ∈ R, x ≥ 0}. Tunjukkan bahwa himpunan S1 mempunyai
batas bawah tetapi tidak mempunyai batas atas. Tunjukkan bahwa inf S1 = 0.
2. Misalkan S2 = {x ∈ R, x > 0}. Apakan S2 memiliki batas bawah? apakah S2
memiliki batas atas? Apakah inf S2 ada? Apakah sup S2juga ada? Tunjukkan
pernyataan saudara.
3. Misalkan S3 = {1/n : n ∈ N}. Tunjukkan bahwa sup S3 = 1 dan inf S3 > 0
(ini mengikuti dari sifat Arhimedes bahwa inf S3 = 0).
4. Misalkan S4 = {1 − (−1)n/n : n ∈ N}. Temukan inf S4 dan sup S4.
5. Misalkan S subset tak kosong dari R terbatas di bawah. Buktikan bahwa inf
S=-sup{−s : s ∈ S}.
6. Jika sebuah himpunan S ⊆ R memuat sebuah batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan suprimum dari S.
7. Misalkan S ⊆ R tak kosong. Tunjukkan bahwa u ∈ R adalah batas atas dari
8. Misalkan S ⊆ R tak kosong. Tunjukkan jika u = sup S, maka untuk setiap bilangan n ∈ N bilangan u − 1/n adalah bukan batas atas dari S, tetapi bilangan u + 1/n sebuah batas atas S.
9. Tunjukan bahwa jika A dan B adalah subset terbatas dari R, maka A ∪ B terbatas. Tunjukkan bahwa sup (A ∪ B) terbatas. Tunjukkan bahwa sup (A ∪ B) =sup{sup A, sup B}.
10. Misalkan S ⊆ R tak kosong dan S0adalah subset tak kosong dari S. Tunjukkan
bahwa inf S ≤ inf S0 ≤ sup S0 ≤ sup S.
11. S ⊆ R tak kosong dan misalkan S∗=sup S termasuk dalam S. Jika u /∈ S,
tunjukkan bahwa sup (S∪){u})= sup {s∗, u}.
2.5 Aplikasi Sifat Suprimum 25
2.5
Aplikasi Sifat Suprimum
2.5.1
Contoh-contoh
(a) Adalah penting bahwa suprimum dan infimum dari sebuah himpunan bersesua-ian dengan sifat aljabar dari R. Berikut yang bersesuabersesua-ian dengan penjumlahan. Misalkan S adalah himpunan tak kosong subset dari R yang terbatas di atas dan misalkan a ∈ R. Definisikan himpunan a + S = {a + x : x ∈ S}. Kita akan menunjukkan bahwa
sup(a + S) = a + supS.
Jika kita misalkan u = sup S, maka karena x ≤ u untuk sebarang x ∈ S, kita punyai
a + x ≤ a + u. Oleh karena itu a + u batas atas dari himpunan a + S. akibatnya
kita punyai sup(a + S) ≤ a + u. Jika v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x ≤ v, ∀x ∈ S. Maka x ≤ v − a, ∀x ∈ S, yang mengakibatkan u =sup
S ≤ v − a, sehingga a + u ≤ v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita
dapat ganti v dengan sup(a + S) untuk mendapatkan a + v ≤ sup(a + S). Dengan mengkombinasikan ketidaksamaan tersebut, kita simpulkan bahwa
sup(a + S) = a + u = a + supS.
Untuk relasi-relasi yang hampir sama antara suprimum dan infimum dari sebuah himpunan dan operasi penjumlahan dan perkalian dapat dilihat dalam latihan. (b) Misalkan f dan g adalah fungsi-fungsi yang bernilai real dengan domain bersama
D ⊆ R. Kita asumsikan rangenya adalah f (D) = {f (x); x ∈ D} dan g(D) = {g(x) : x ∈ D} adalah terbatas di R.
(i) Jika f (x) ≤ g(x), ∀x ∈ D, maka sup f (D) ≤ sup g(D). Untuk menunjukkan ini, kita catat bahwa bilangan sup g(D) adalah batas atas dari himpunan f (D) karena sebarang x ∈ D, kita punyai f (x) ≤ g(x) ≤ sup g(D). Oleh karena itu sup f (D) ≤ sup g(D).
(ii) Jika f (x) ≤ g(y), ∀x, y ∈ D, maka sup f (D) ≤in g(D). Untuk menunjukkan ini kita kerjakan dalam dua langkah. Pertama, untuk nilai tertentu y ∈ D, kita lihat karena f (x) ≤ g(y), ∀x ∈ D, maka g(y) adalah batas atas himpunan f (D). Aki-batnya sup f (D) ≤ g(y). Karena ketidaksamaan terakhir memenuhi untuk semua
y ∈ D, kita dapat simpulkan bahwa sup f (D) adalah batas bawah dari g(D). Oleh
karena itu kita simpulkan sup f (D) ≤inf g(D).
(c) Adalah perlu dicatat bahwa hipotesis f (x) ≤ g(x), ∀x ∈ D dalam (b) tidak langsung mengakibatkan relasi antara sup f (D) dan inf g(D). Untuk contohnya, jika f (x) = x2 dan g(x) = x dengan D = {x ∈ R : 0 < x < 1}, maka f (x) ≤
g(x), ∀x ∈ D tetapi sup f (D) = 1 dan inf g(D) = 0. Akan tetapi sup g(D) = 1,
sehingga kesimpulan (i) terpenuhi tetapi kesimpulan (ii) tidak terpenuhi. Sifat Archimedes
Satu konsekunsi penting dari sifat suprimum adalah bahwa subset bilangan asli N tidak terbatas di R. Ini berarti bahwa setiap diberikan sebarang bilangan rial x akan terdapat bilangan asli n (tergantung pada x) sedemikian sehingga x < n.
2.5.2
Sifat Archimedes
Jika x ∈ R, maka terdapat nx ∈ N sedemikian sehingga x < nx.
Bukti.
Jika kesimpulan salah maka x adalah batas atas dari N, oleh karena itu denga menggunakan sifat suprimum, himpunan tak kosong N mempunyai suprimum u ∈ R. Karena u − 1 < u, maka dengan Lema 2.4.4 terdapat bilangan m ∈ N sedemikian sehingga u − 1 < m. Tetapi u < m + 1, dan karena m + 1 ∈ N, ini bertentangan dengan asumsi bahwa u adalah batas atas dari N.
2.5.3
Akibat
Misalkan y dan z adalah bilangan real positif, maka (a) terdapat n ∈ N, 3 z < ny
(b) terdapat n ∈ N, 3 0 < 1/n < y (c) terdapat n ∈ N, 3 n − 1 ≤ x < n Bukti.
(a) Karena x = z/y > 0, maka terdapat n ∈ N, 3 z/y = x < n sehingga z < ny. (b) Ambil z = 1 di (a) dan akan memberikan 1 < ny yang mengakibatkan 1/n < y. (c) Sifat archimedes menjamin bahwa subset {m ∈ N : z < m} dari N tak kosong. Misalkan n bilangan terkecil dari himpunan ini, maka n − 1 bukan anggota him-punan ini, sehingga n − 1 ≤ z < n.
Eksistensi √2
Hal penting sifat suprimum terletak pada jaminan eksistensi dari bilanag real dibawah hipotesis tertentu. Kita akan gunakan ini dalam banyak kali. Pada kesempatan ini kita akan ilustrasikan ini dengan membuktikan eksistensi dari bilangan real positif
x sedemikian sehingga x2 = 2, yakni akar positif dari 2. Telah ditunjukkan bahwa
x tidak bisa berupa bilangan rasional, jadi paling tidak akan diturunkan eksistensi
dalam bilangan iradsional.
2.5.4
Teorema
Terdapat bilangan real positif x sedemikian sehingga x2 = 2.
Bukti.
Misalkan S = {s ∈ R : 0 ≤ s, s2 < 2}. Karena 1 ∈ S, jadi himpunan S tak kosong.
Juga S terbatas di atas dengan 2, karena jika t > 2, maka t2 > 4 sehingga t /∈ S.
Oleh karena sifat suprimum mengakibatkan bahwa himpunan S mempunyai supri-mum di R, dan kita misalkan x =sup S. Catat bahwa x > 1.
Kita akan buktikan bahwa x2 = 2 dengan menyangkal dua kemungkinan lain yakni
x2 < 2 dan x2 > 2.
Pertama misalkan x2 < 2. Kita akan menunjukkan bahwa asumsi ini bertentangan
kenyataan bahwa x =sup S dengan menemukan n ∈ N, 3 x + 1/n ∈ S, jadi menye-babkan x bukan batas atas dari S. Untuk melihat bagaimana memilih n, catat bahwa 1/n2 ≤ 1/n sedemikian sehingga
µ x + 1 n ¶2 = x2+2x n + 1 n ≤ x 2+ 1 n(2x + 1).
2.5 Aplikasi Sifat Suprimum 27
Oleh karena itu kita dapat memilih n sedemikian sehingga 1
n(2x + 1) < 2 − x
2,
maka kita peroleh (x + 1/n)2 < x2 + (2 − x2) = 2. Dengan asumsi kita peroleh
2 − x2 > 0, sehingga (2 − x2)/(2x + 1) > 0. Dengan menggunakan sifat archimedes
(akibat 2.5.3(b)) dapat digunakan untuk mendapatkan n ∈ R sedemikian sehingga 1
n <
2 − x2
2x + 1.
Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa untuk memilih n ini dan kita punyai x + 1/n ∈ S, yang bertentangan dengan fakta bahwa x batas atas dari S. Sehingga tidaklah mungkin x2 < 2.
Sekarang kita asumsikan bahwa x2 > 2, kita akan menunjukkan bahwa adalah
mungkin untuk menemukan untuk menemukan m ∈ N sedemikian sehingga x − 1/m juga batas atas dari S, kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Untuk menun-jukkan ini , catat bahwa
µ x − 1 M ¶2 = x2− 2x m + 1 m2 > x 2− 2x m.
Oleh karena itu jika kita dapat memilih m sedemikian sehingga 2x
m < x
2− 2,
maka (x − 1/m)2 > x2− (x2 − 2) − 2 = 2. Sekarang dengan asumsi kita peroleh
x2 − 2 > 0, sehingga (x2 − 2)/2x > 0. Dengan sifat archimedes, terdapat m ∈ N
sehingga 1
m <
x2− 2
2x .
Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa untuk pemilihan m ini kita punyai(x − 1/m)2 > 2. Sekarang jika s ∈ S, maka s2 < 2 < (x − 1/m)2, dengan
2.2.14(a) kita peroleh s < x − 1/m. Ini menyebabkan x − 1/m batas atas dari
S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Oleh karena itu tidak dapat x2 > 2. Karena x2 < 2 dan x2 > 2 tidak mungkin, maka haruslah x2 = 2.
Dengan memodifikasi argumentasi di atas, pembaca dapat menunjukkan bahwa jika a > 0, maka terdapat tungga b > 0 sedemikian sehingga b2 = a. Kita katakan
bahwa b adalah akar kuadrat positif dari a dan dinotasikan dengan b = √a
atau b = a1/2. Dengan argumen yang lebih komplek, yakni dengan menggunakan
teorema bonomial dapat digunakan untuk menunjukkan eksistensi dan ketunggalan akar positif ke n dari a, yang dinotasikan dengan √na atau a1/n untuk setiap n ∈ N.
Kepadatan dari bilangan rasional di R
Kita sekarang telah mengetahui bahwa paling sedikit terdapat satu bilangan ira-sional, katakan√2. Sebenarnya terdapat ”lebih banyak” bilangan irasional daripada bilangan rasional, dalam arti karena bilangan rasional terhitung sedangkan bilangan irasional tidak terhitung. Kita akan menunjukkan bahwa bilangan rasional adalah ”padat” di R dalam arti bahwa sebuah bilangan rasional (sesungguhnya tak hingga banyak) dapat ditemukan di antara sebarang dua bilangan real yang berbeda.
2.5.5
Teorema Kepadatan
Jika x dan y adalah bilangan-bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilangan rasional r sedemikian sehingga x < r < y.
Bukti.
Tanpa mengurangi keumuman dengan mengasumsikan bahwa x > 0 (karena jika
x < 0 maka terdapat 0 yang bilangan rasional, jika x < 0 dan y < 0 sama kasusnya
dengan x > 0 dan y > 0). Dengan sifat archimedes 2.5.2, terdapat n ∈ N 3 n > 1/(y − x). Jadi untuk n tersebut, kita punyai ny − nx > 1. Dengan menerapkan akibat 2.5.3(c) untuk nx > 0, kita dapatkan m ∈ N 3 m − 1 ≤ nx ≤ m. m ini juga memenuhi m < ny, karena m ≤ nx + 1 < ny. Jadi kita punyai nx < m < ny sehingga r = m/n yang merupakan bilangan rasional yang memenuhi x < r < y.
2.5.6
Akibat
Jika x dan y adalah bilangan bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilangan irasional z sedemikian sehingga x < z < y.
Bukti.
Kita terapkan teorema kepadatan 2.5.5 pada bilangan real x/√2 dan y/√2, dan kita dapatkan bilangan rasional r =6= 0 sedemikian sehingga
x √ 2 < r < y √ 2.
Maka z = r√2 adalah irasional (lihat soal 9, section 2.1, andaikan r√2 rasional maka akan sampai pada kesimpulan√2 rasional, dan ini kontradiksi) dan memenuhi
x < z < y.
2.5.7
Soal-soal Latihan section 2.5
1. Gunakan sifat archimedes atau akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan bahwa inf{1/n : n ∈ N}=0.
2. Jika S = {1/n − 1/m, n, m ∈ N} temukan inf S dan sup S.
3. Misalkan S ⊆ R tak kosong. Buktikan bahwa jika sebuah bilangan u ∈ R mempunyai sifat (i) untuk setiap n ∈ N bilangan u − 1/n bukan batas atas dari S, (ii) untuk setiap n ∈ N, bilangan u + 1/n adalah batas atas dari S, maka u = sup S.
4. Misalkan S subset tak kosong terbatas di R.
(a) Misalkan a > 0, dan misalkan aS = {as : s ∈ S}. Buktikan bahwa inf (aS) = a inf S, sup (aS) = a sup S.
(b) Misalkan b < 0, dan misalkan bS = {bs : s ∈ S}. Buktikan bahwa inf (bS) = bsup S, sup (bS) = binf S.
5. Misalkan X adalah subset tak kosong dan misalkan f : x → R mempunyai range terbatas di R. Jika a ∈ R, tunjukkan bahwa contoh 2.5.1(a) menye-babkan
2.5 Aplikasi Sifat Suprimum 29
sup{a + f (x) : x ∈ X}=a+sup{f (x) : x ∈ X}. Tunjukkan bahwa kita juga punyai
inf{a + f (x) : x ∈ X}=a+inf{f (x); x ∈ X}.
6. Misalkan A dan B adalah subset-subset tak kosong dari R, dan misalkan A +
b = {a + b : a ∈ A, b ∈ B}. Buktikan bahwa sup (A + B)= sup A + sup B
dan inf (A + B)=inf A + inf B.
7. Misalkan X adalah himpunan tak kosong, dan misalkan f dan g terdefinis pada X dan mempunyai range terbatas di R, tunjukkan bahwa
sup {f (x) + g(x) : x ∈ X} ≤sup {f (x) : x ∈ X}=sup{g(x) : x ∈ X}. dan
inf{f (x) : x ∈ X}+inf{g(x) : x ∈ X} ≤inf{f (x) + g(x) : x ∈ X}. Berikan contoh untuk menunjukkan bahwa ketidaksamaan tersebut dapat menjadi ke-samaan atau ketidakke-samaan murni.
8. Misalkan X = Y = {x ∈ R : 0 < x < 1}. Definiskan h : X × Y → R dengan
h(x, y) = 2x + y
(a) Untuk setiap x ∈ X, temukan f (x)=sup {h(x, y); y ∈ Y }, kemudian temukan inf{f (x) : x ∈ X}.
(b) Untuk setiap y ∈ Y , temukan g(y) =inf{h(x, y) : x ∈ X}, kemudian temukan sup{g(y) : y ∈ Y }.
9. Lakukan seperti soal (8) untuk fungsi h : X ×Y → R yang didefinisikan dengan
h(x, y) = 0 jika x < y,
= 1 jika x ≥ y.
10. Misalkan X dan Y adalah subset-subset tak kosong dan misalkan h : X ×Y → R mempunyai range terbatas di R. Misalkan f : X → R dan g : Y → R didefinisikan dengan
f (x) = sup {h(x, y) : y ∈ Y }, g(y) =inf{h(x, y) : x ∈ X}.
Buktikan bahwa
sup{g(y) : y ∈ Y } ≤ inf{f (x) : x ∈ X}. Kita kadang-kadang menyatakan ini dengan menulis
supyinfx(x, y) ≤ infxsupy(x, y).
11. Diberikan sebarang x ∈ R, tunjukkan terdapat tunggal n ∈ Z sedemikian sehingga n − 1 ≤ x < n.
12. Jika y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n ∈ R sedemikian sehingga 1/2n < y.
13. Modifikasi argumentasi dalam teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa ter-dapat bilangan positif y sedemikian sehingga y2 = 3.
14. Modifikasi argumentasi dalam teorema 2.5.4 untuk menunjukkan jika a > 0 maka terdapat bilangan positif z sedemikiajn sehingga z2 = a.
15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terda-pat bilangan real positif u sedemikian sehingga u3 = 2.
16. Lengkapi teorema kepadatan 2.5.5 dengan menghapus untuk x > 0
17. Jika u > 0 adalah sebarang bilangan dan x < y, tunjukkan bahwa terdapat bi-langan rasional r sedemikian sehingga x < ru < y (dengan demikian sehingga
2.6 Interval dan Desimal 31
2.6
Interval dan Desimal
Relasi pada R menentukan sebuah koleksi dari subset-subset yang dikenal dengan interval. Notasi dan istilah untuk himpunan khusus ini sebagai berikut. Jika a, b ∈ R dan a ≤ b, maka interval buka yang ditentukan oleh a dan b adalah
(a, b) = {x ∈ R : a < x < b}. (2.6.1)
Titik-tiitk a dan b disebut titik ujung-titik ujung dari interval buka (a, b), tetapi titik ujung tersebut tidak termasuk. Jika kedua ujung termasuk disebut interval tutup. [a, b] = {x ∈ R : a ≤ x ≤ b}. (2.6.2) Himpunan [a, b) = {x ∈ R : a ≤ x < b}, (2.6.3) dan (a, b] = {x ∈ R : a < x ≤ b}, (2.6.4)
disebut interval-interval setengah buka yang ditentukan oleh titik a dan b. Setiap interval di atas mempunyai panjang b − a. Jika a = b, catat bahwa interval buka yang bersesuaian adalah himpunan kosong
(a, a) = ∅, (2.6.5)
sementara yang bersesuaian dengan interval tutup adalah himpunan dengan anggota tunggal [a, a] = {a}. Jika a ∈ R maka himpunan-himpunan yang didefinisikan dengan
(a, ∞) = {x ∈ R : x > a}, (2.6.6)
(−∞, a) = {x ∈ R : x < a}, (2.6.7)
disebut himpunan buka tak hingga. Juga himpunan-himpunan yang didefinisikan dengan
[a, ∞) = {x ∈ R : x ≥ a}, (2.6.8)
(−∞, ] = {x ∈ R : x ≤ a}, (2.6.9)
disebut interval tutup tak terbatas. Dalam kasus ini titik a disebut titik akhir dari interval ini. Sering adalah baik untuk menuliskan R dalam sebuah interval tak hingga. Dalam kasus ini kita tuliskan
(−∞, ∞) = R, (2.6.10)
dan kita tidak mempunayi titik ujung dari (−∞, ∞). Perlu di catat bahwa interval -interval dalam persamaan (2.6.1), . . . , (2.6.5) adalah interval terbatas. Sedan-gkan interval dalam persamaan (2.6.6),. . . ,(2.6.10) merupakan interval tak terbatas.
Untuk menotasikan interval-interval ini kita gunakan simbol −∞ dan ∞. Simbol-simbol tersebut tidak termasuk dalam R. Interval satuan adalah interval tutup [0, 1] = {x ∈ R : 0 ≤ x ≤ 1}. Dan notasi standar yang dipakai adalah I
Interval Bersarang
Kita katakan sebuah barisan interval In, n ∈ N, disebut bersarang (lihat gambar
2.6.1 dalam buku) jika rangkaian berikut memenuhi
I1 ⊇ I2 ⊇ I3 ⊇ · · · ⊇ In⊇ In+1 ⊇ · · · .
Untuk contohnya, jika In = [0, 1/n], n ∈ N, maka In ⊇ In+1, ∀n. Maka
interval-interval tersebut bersarang. Dalam kasus ini 0 termasuk dalam semua Indan
menu-rut sifat archimedes 2.5.2 dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa satu-satunya anggota seperti itu hanyalah 0. Jadi
∩∞
n=1In= {0}.
Secara umum sebuah barisan bersarang dari interval-interval tidak perlu mempunyai anggota bersama. Untuk contohnya Jn = (0, 1/n), n ∈ N. Ini merupakan barisan
interval bersarang yang tidak mempunyai anggota bersama. Ini benar karena untuk setiap x > 0 maka terdapat m ∈ N sedemikian sehingga 1/m < x sehingga x /∈ Jm.
Sama juga untuk interval-interval Kn = (n, ∞), n ∈ N, adalah bersarang tetapi
tidak punyai anggota bersama. Akan tetapi adalah penting sifat dari R bahwa setiap barisan bersarang dari interval-interval tutup mempunyai anggota bersama. Kelengkapan dari R memegang peranan esensial untuk menjelaskan sifat ini.
2.6.1
Sifat Interval bersarang
Jika In = [an, bn], n ∈ N adalah barisan interval bersarang dari interval-interval
tutup terbatas, maka terdapat sebuah bilangan ξ ∈ R sedemikian sehingga ξ ∈
In, ∀n ∈ N.
Bukti.
Karena interval-interval itu bersarang, kita punyai In ⊆ I1, ∀n ∈ N, sedemikan
sehingga an ≤ b1, ∀n ∈ N. Oleh karena itu himpunan tak kosong {an : n ∈ N}
terbatas di atas, dan kita misalkan ξ adalah suprimumnya. Jelas bahwa an ≤
ξ, ∀n ∈ N. Kita klaim juga bahwa ξ ≤ bn, ∀n. Ini dapat dijelaskan untuk sebarang
n, bilangan bn adalah batas atas dari himpunan {ak : k ∈ N}. Kita perhatikan dua
kasus. (i) Jika n ≤ k, maka karena In ⊇ Ik, kita punyai ak ≤ bk ≤ bn. (ii) Jika
k < n, maka karena Ik ⊇ In, kita punyai ak ≤ an ≤ bn. (Lihat gambar 2.6.2 di
buku). Jadi kita simpulkan bahwa ak ≤ bn, ∀k, sehingga bn adalah batas atas dari
{ak : k ∈ N}. Oleh karena itu ξ ≤ bn untuk setiap n ∈ N. Karena an ≤ ξ ≤ bn, ∀n,
kita punyai ξ ∈ In, ∀n ∈ N.
2.6.2
Teorema
Jika In = [an, bn], n ∈ N, adalah sebuah barisan bersarang dari interval terbatas dan
tutup sedemikian sehingga panjang bn− an dari In memenuhi
2.6 Interval dan Desimal 33
maka bilangan ξ termuat dalam In, ∀n ∈ N adalah tunggal.
Bukti.
Jika η = inf{bn : n ∈ N}, maka dengan argumen seperti dalam bukti 2.6.1 dapat
digunakan untuk menunjukkan bahwa an ≤ η, ∀n, sehingga ξ ≤ η.
Kenyataan-nya dapat dutunjukkan(latihan 2.6.8) bahwa x ∈ In, ∀n ∈ N jika dan hanya jika
ξ ≤ x ≤ η. Jika kita punyai inf{bn− an : n ∈ N} = 0, maka untuk setiap ² > 0,
terdapat sebuah m ∈ N sedmikian sehingga 0 ≤ η − ξ ≤ bm − am < ². Karena
ini memenuhi untuk semua ² > 0, maka menurut teorema 2.2.9 disimpulkan bahwa
η − ξ = 0. Oleh karena itu kita simpulkan bahwa ξ = η yang hanya sebuah titik
yang termasuk dalam In, ∀n ∈ N.
Representasi Biner dan Desimal
Kita akan pertama mempelajari ide dari representasi biner bila diberikan x dalam interval [0, 1]. Dengan menggunakan prosedur bagi dua kita akan kita sesuaikan dengan barisan 0 dan 1 sebagai berikut. Jika x 6= 1
2 dan x ∈ [0,12], maka suku
pertamaa1 dari barisan kita ambil a1 = 0, jika x ∈ [12, 1], maka kita ambil a1 = 1,
jika x = 1
2 maka bisa mengambil 0 atau 1. Dalam sebarang kasus kita punyai
a1 2 ≤ x ≤ a1 2 + 1 2.
Kita kemudian bagi dua interval [1 2a1,
1 2a1+
1
2. Untuk suku ke dua kita ambil a2 = 0
jika x terletak di sebelah kiri subinterval, dan kita ambil a2 = 1 jika x terletak di
sebelah kanan subinterval. Jika x = 1
4 atau x = 34, maka a2 dapat diambil 0 atau 1.
Pada tahap ini kita punyai ketidaksamaan
a1 2 + a2 22 ≤ x ≤ a1 2 + a2 22 + 1 22.
Kita lanjutkan prosedur bagi dua ini, tandai pada langkah ke n dengan an = 0
jika x terletak di sebelah kiri subinterval dan an = 1 jika x terletak di sbelah
kanan subinterval. Dengan cara ini kita peroleh sebuah barisan a1, a2, · · · , an, · · ·
dari dari barisan 0 dan 1 yang bersesuaian dengan dengan sebuah barisan bersarang dari interval-interval yang irisannya sebuah titik x. Untuk setiap n, kita punyai ketidaksamaan a1 2 + a2 22 + · · · + an 2n ≤ x ≤ a1 2 + a2 22 + · · · + an 2n + 1 2n. (∗) (2.6.11)
Jika terjadi x menjadi titik pembagi pada langkah ke n, maka x mempunyai bentuk
x = m/2n dengan m ganjil. Dalam kasus ini kita bisa memilih di sebelah kiri atau
sebelah kanan subinterval sehingga an = 0 atau an = 1, akan tetapi ketika
subin-terval telah dipilih maka semua subset subinsubin-terval dalam proses bagi dua ini dapat ditentukan. Untuk contohnya, jika kita pilih subinterval sebelah kiri xn = 0, maka
x akan menjadi titik akhir sebelah kanan untuk semua subset subintervalnya, jadi ak = 1, ∀k ≥ n + 1. Di lain pihak jika kita pilih an = 1, maka kita akan punyai
ak = 0, ∀k ≥ n + 1. Untuk contohnya, jika x = 12, maka dua barisan yang mungkin
adalah 0, 1, 1, · · · dan 1, 0, 0, · · ·.
Untuk rangkumannya: Jika x ∈ [0, 1], maka terdapat sebuah barisan a1, a2, · · · , an, · · ·
n. Kita akan tulis x = (.a1a2· · · an· · ·)2 dan kita katakan representasi biner dari
x. Representasi ini akan tunggal kecuali jika x dalam bentuk x = m/2n, dimana m
adalah ganjil, yang dalam kasus ini dua kemungkinan representasi itu
x = (.a1a2· · · an−1100 · · ·)2 = (.a1a2· · · an−1011 · · ·)2,
yang diakhiri dengan 0 dan yang lain diakhiri dengan 1. Sebaliknya setiap barisan dari 0 dan 1 adalah representasi biner dari sebuah bilangan tunggal di [0, 1]. Sesung-guhnya jika diberikan a1, a2, · · · , an, · · · dimana an = 0 atau an = 1 untuk semua
n ∈ N, maka ketaksamaan (*) menentukan sebuah subinterval tertutup dari [0, 1]
dengan panjang 1/2n untuk setiap n. Adalah mudah untuk membuktikan bahwa
barisan dari inetrval-interval yang diperoleh dengan cara ini adalah bersarang, jadi dengan teorema 2.6.2, terdapat sebuah tunggal bilangan real x yang memenuhi (*) untuk setiap n ∈ N. Tetapi ini mengartikan bahwa x mempunyai representasi biner (.a1a2· · · an· · ·)2.
Secara geometrik representasi desimal dari bilangan real sama dengan representasi biner kecuali dalam kasus representasi desimal kita kita bagi setiap interval kedalam 10 sub-subinterval yang sama, jika dalam biner hanya dua. Jika diberikan x ∈ [0, 1] dan jika kita bagi [0, 1] dalam 10 subinterval yang sama, maka x terletak dalam subinterval [b1/10, (b1+ 1)/10] untuk suatu bilangan bulat b1 di {0, 1, · · · , 9}. Jika x
adalah salah satu titik subpembagi, maka dua nilai dari b1 punyai dua kemungkinan
yang bisa dipilih. Dalam sebarang kasus kita akan punyai
b1 10 ≤ x ≤ b1 10+ 1 10,
dimana b1 ∈ {0, 1, · · · , 9}. Kemudian subinterval yang dipilih dibagi dalam 10
subin-terval yang sama, dan proses kemudian dilanjutkan. Dengan cara ini kita mendapat sebuah barisan b1, b2, · · · , bn, · · · dari bilangan bulat dengan 0 ≤ bn ≤ 9, ∀n ∈ N
sedemikian sehingga x memenuhi ketaksamaan
b1 10+ b2 102 + · · · + bn 10n ≤ x ≤ b1 10+ b2 102 + · · · + bn 10n + 1 10n, ∀n ∈ N (∗∗)
Kita tulis x = .b1b2· · · bn· · · dan kita katakan ini sebagai representasi desimal dari
x. Jika x ≥ 1 dan jika b ∈ N sedemikian sehingga B ≤ x < B + 1, maka x = B.b1b2· · · bn· · · dimana representasi desimal dari x − B ∈ [0, 1] merupakan
rep-resentasi di atas. Bilangan negatif dapat dilakukan dengan cara yang sama. Keny-ataannya setiap desimal menentukan sebuah bilangan real tunggal mengikuti teo-rema 2.6.2. Bentuk desimal .b1b2· · · bn· · ·, kita dapatkan sebuah barisan bersarang
dari interval-interval dengan panjang 1/10n melalui ketaksamaan (**), oleh karena
itu terdapat tunggal bilangan real x dalam irisannya. Karena x memenuhi (**), maka x = .b1b2· · · bn· · ·.
Representasi desimal dari x ∈ [0, 1] adalah tunggal kecuali x sebagai subpembagi pada suatu langkah. Misalkan bahwa x titik seperti itu, maka x = m/10n untuk
suatu m, n ∈ N, 1 ≤ m ≤ 10n. (Kita asumsikan bahwa m tidak habis dibagi 10).
Maka x muncul sebagai titik subpembagi pada langkah ke n, dan dua nilai un-tuk digit ke n adalah mungkin. Satu pilihan dari bn bersesuaian dengan pemilihan
subinterval sebelah kiri untuk langkah berikutnya. Karena x adalah titik akhir se-belah kanan dari subinterval ini, selanjutnya bahwa semua subbarisan digit akan
2.6 Interval dan Desimal 35
mempunyai nilai 9, yakni bk = 9 untuk semua k ≥ n + 1. Jadi satu representasi
desimal untuk x mempunyai bentuk x = .b1b2· · · bn99 · · ·. Untuk pilihan lain untuk
tempat desimal ke n. Karena x adalah titik akhir sebelah kiri dari subinterval ke
n, semua nilai subbarisan, yakni bk = 0 untuk semua k ≥ n + 1. Jadi representasi
desimal lain dari x mempunayi bentuk x = .b1b2· · · (bn+ 1)00 · · · (untuk contohnya
jika x = 1
2, maka x = .499 · · · = 0.500 · · ·. Dengan cara yang sama jika y = 38/100
maka y = 0.3799 · · · = 0.3800 · · ·). Kita akan simpulkan untuk representasi desimal dari bilangan real dengan mendiskripsikan tipe-tipe kontras dari desimal repersen-tasi yang terjadi untuk bilangan rasional dan irasional. Untuk ini kita perlukan idea dari desimal periodik.
Sebuah desimal B.a1a2· · · an· · · dikatakan periodik (pengulangan) jika terdapat
bilangan asli k dan m sehingga an = an+m untuk semua n ≥ k. Dalam
ka-sus ini blok dari digit akak+1· · · an· · · diulangi digit ke k tercapai. Nilai
terke-cil bilangan m dengan sifat ini disebut period dari desimal. Untuk contohnya 19/88 = 0.2159090 · · · 90 · · · mempunyai period m = 2 yang menyatakan blok 90 yang dimulai pada digit k = 4. Akhir desimal pengulangan desimal jika pengu-langan blok yang disederhanakan dengan digit 0. Hubungan antara rasionalitas dan irasionalitas bilanga real dan bilangan asli dari representasi desimalnya adalah bahwa sebuah bilangan real positif adalah rasional jika dan hanya jika represen-tasi desimalnya periodik. Untuk menunjukkan hanya akan menunjukkan idea yang mendasarkannya. Misalkan kita punyai bilangan rasional p/q dimana p, q adalah bilangan asli dengan tidak mempunyai faktor prima bersama. Adalah cukup untuk menunjukkan dalam kasus ini 0 < p < q. Dapat ditunjukkan bahwa proses umum dari pembagian panjang q terhadap p menghasilkan representasi desimal dari p/q. Setiap langkah pembagian menghasilkan sebuah bilangan bulat sisa antara 0 dan
q − 1. Oleh karena itu setelah q langkah , bebarapa sisa akan muncul yang kedua
dan pada titik dalam pembagian akan memberikan pengulangan dalam cycle. Oleh karena itu representasi desimal dari bilangan rasional akan periodik.
Sebaliknya jika sebuah drepresentasi desimal periodik, maka akan menunjukkan bilangan rasional. Ide dari bukti akan diilustrasikan dengan contoh. Misalkan
x = 7.31414 · · · 14 · · ·. Kita pertama mengalikan dengan 10 untuk memindahkan
titik desimal ke blok pengulangan bersama, yakni 10x = 73.1414. Kita kemudian kita kalikan 10x dengan 102 untuk mengubah satu blok pada sebelah kiri dari titik
desimal, yakni 1000x = 7314.1414 · · ·. Selisihkan sekarang menjadi 1000x − 10x = 7314 − 73 = 7241 · · · Oleh karena itu x = 7241/990 yang merupakan bilangan ra-sional.
2.7
Himpunan - himpunan Takhingga
Tujuan utama dari bagian ini untuk membedakan himpunan bilangan rasional dan bilangan real dengan menunjukkan bahwa dia ”takhingga terhitung” tetapi kemu-dian tidak. Konsekuensinya adalah himpunan bilangan irasional tak terhitung, jadi bilangan irasional ”lebih banyak” dari pada bilangan rasional. Hasil ini pertama kali dipublikasikan tahun 1874 oleh Georg Cantor (1845-1918), dan sampai pada teorema himpunan takhingga, bilangan-bilangan kardinal dan bilangan-bilangan ordinal. Ini tidak akan kita bahas lebih jauh dari pada yang diperlukan untuk mendiskusikan hasil kusus berkenaan dengan bilangan real. Untuk menghargai perbedaan antara perbedaan tipe dari himpunan tak hingga, ini akan membantu untuk mempelajari pertama keaslian himpunan-himpunan hingga. Banyak hasil yang mungkin jelas mensyaratkan bukti.
Himpunan-himpunan Berhingga
Menghitung elemen-elemen dari sebuah himpunan dengan mengatakan ”satu”, ”dua”, ”tiga”, · · ·” adalah membentuk persepektif secara matematik, sebuah cara untuk mendefinisikan sebuah pemetaan dari sebuah himpunan bilangan asli pada sebuah himpunan yang diberikan. Kita akan melihat kemudian, akan tetapi terdapat himpunan-himpunan penting yang tidak terhitung. Pertama adalah perlu untuk memformu-lasikan formula yang membuat tepat idea-idea.
2.7.1
Definisi
Jika n ∈ N, sebuah himpunan S dikatakan mempunyai n elemen jika terdapat sebuah bijeksi dari subbagian asal Nn = {1, 2, · · · , n} dari N pada himpunan S.
Sebuah himpunan dikatakan hingga jika dia himpunan kosong atau mempunyai n elemen untuk suatu n ∈ N. Sebuah himpunan S dikatakan infinit jika dia tak hingga.
2.7.2
Teorema
Sebuah himpunan S1 mempunyai n elemen jika dan hanya jika terdapat bijeksi dari
S1 pada himpunan S2 yang mempunyai n elemen. Sebuah himpunan T1 adalah finit
jika dan hanya jika terdapat bijeksi dari T1 pada T2 yang finite.
2.7.3
Teorema
(a) Misalkan m, n ∈ N dengan m ≤ n. Maka terdapat sebuah injeksi dari Nm ke
Nn.
(b) Misalkan m, n ∈ N dengan m > n. Maka tidak terdapat sebuah fungsi injeksi dari NM ke Nn.
Bukti.
(a) Misalkan f : Nm → Nn didefinisikan dengan f (k) = k, k ∈ Km ⊆ Nn. Mudah
dilihat bahwa f fungsi injeksi.
(b) Bukti dilakukan dengan induksi. Pertama misalkan n = 1. Jika g sebarang pemetaan dari Nm(m > 1) ke N1, maka jelas bahwa g(1) = · · · = g(m) = 1, sehingga