Dalam keluarga inti, hubungan suami istri saling membutuhkan dan mendukung seperti persahabatan, sedangkan anak bergantung pada orang tuanya dalam hal pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan sosialisasi (Lestari, 2016). Kehangatan yang terpancar dari gerak, ekspresi dan tindakan orang tua sangat penting dalam terlaksananya pendidikan dalam keluarga. Banyaknya individu dalam keluarga ini akan mempengaruhi kualitas interaksi antar individu dan akan berdampak pada psikologi individu dan kelompok (Lestari, 2016).
Hal inilah yang memunculkan psikologi keluarga dan menyatakan bahwa psikologi keluarga juga harus dipelajari dan diketahui agar tidak terjadi pikiran atau perilaku negatif dalam keluarga terhadap setiap individu (Lestari, 2016). Dari kedua pernyataan definisi di atas, psikologi keluarga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari psikologi dalam interaksi individu dalam jaringan ikatan darah atau perkawinan. Perspektif psikologi keluarga merupakan pandangan tentang bagaimana psikologi keluarga diterapkan atau pengaruhnya terhadap keluarga dan individu-individu di dalamnya.
Psikologi memandang seseorang dari sudut pandang mental dan perilaku, dan keluarga merupakan objek yang dapat dipengaruhi secara psikologis. Keluarga merupakan suatu sistem yang sangat kuat dan selalu berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan setiap individu.
Manfaat Psikologi Keluarga
Penyelesaian Konflik dalam Keluarga dengan Psikologi Keluarga
Yang membedakan konflik keluarga dan lingkungan adalah aspek intensitasnya, aspek durasinya, dan aspek kompleksitasnya. Konflik seperti ini cukup krusial, karena jika orang tua tidak memahami dan menyelesaikan permasalahannya maka dapat berdampak buruk pada tumbuh kembang anak. Penyelesaian konflik yang dapat dilakukan orang tua dalam hal ini adalah dengan menggunakan fungsi keluarga yang berarti melindungi, berkomunikasi, berkompromi, mengalah dan mengantisipasi setiap reaksi yang terjadi.
Betapapun seriusnya konflik dalam keluarga, tempat terakhir yang mereka tuju adalah keluarga. Psikologi keluarga disini mempunyai fungsi agar orang tua dapat lebih memahami, berpikir lebih baik dan berperilaku tenang dalam menghadapi segala sesuatunya. Orang tua mempunyai peran dalam mempertimbangkan atau memperkirakan akibat buruk yang mungkin terjadi agar hal tersebut tidak terjadi.
Misalnya aturan yang disepakati dan berlaku bagi seluruh anggota keluarga dan juga ditegakkan, maka aturan tersebut dapat dijadikan kunci mediasi konflik yang efektif. Berikut beberapa hal yang dapat dijadikan strategi untuk mengurangi konflik, yaitu menetapkan aturan-aturan dasar dalam menyelesaikan masalah, memahami dan memahami satu sama lain, melatih berpikir, mencapai kesepakatan, dan mencatat kesepakatan.
- Usia Pernikahan yang Baik
- Tujuan Pernikahan
- Hak-hak istri atas suami
- Hak-hak Suami Atas Istri
Penyelesaian permasalahan dalam suatu konflik keluarga harus didasarkan pada kesepakatan bersama yang sudah ada dalam keluarga. Pernikahan adalah suatu upacara sumpah perkawinan yang dirayakan atau dilakukan oleh dua orang dengan tujuan meresmikan ikatan perkawinan menurut hukum agama, hukum negara, dan hukum adat. Penggunaan adat atau aturan tertentu terkadang dikaitkan dengan aturan atau hukum agama tertentu (Alfiyah, 2010).
Terkait dengan usia menikah yang baik menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, terdapat pasal yang menjelaskan usia menikah bagi perempuan, yaitu 16 tahun dan 18 tahun bagi laki-laki (UU RI, 2017). Sarana penghidupan ini berupa makanan, pengobatan, perabotan dan belanja sesuai dengan kondisi sosial dan kemampuan materi. Selain hak istri atas laki-laki, terdapat hak yang jelas bagi laki-laki atas istri.
Di bawah ini adalah hak-hak suami atas istrinya sebagaimana dikemukakan oleh Umar (1990) sebagai berikut (Ulfiah, 2016: 29).
Konsep Pernikahan Dini .1 Pengertian Pernikahan Dini
Dampak Pernikahan Dini
Pernikahan dini atau menikah di usia muda mempunyai dampak negatif dan positif bagi remaja. Hal ini disebabkan oleh emosi kedua belah pihak yang tidak stabil, gairah darah muda dan cara berpikir yang belum matang. Dari sudut pandang sosial, misalnya, perempuan kerap tersubordinasi pada realitas yang meminggirkan peran mereka di ranah publik.
Faktanya, dalam kasus pernikahan dini, perempuan umumnya tidak memiliki keterampilan hidup yang diperlukan untuk berperan aktif dalam tataran hubungan sosial. Sebab, perempuan yang menikah dini memiliki pendidikan yang rendah sehingga menyebabkan potensinya tenggelam dan keterbatasan yang menghambat kreativitasnya. Berdasarkan aspek kesehatan, dampak pernikahan dini terhadap rata-rata penderita infeksi ginekologi dan kanker rahim adalah perempuan yang menikah muda.
Risiko lainnya adalah hamil di usia muda juga rentan mengalami pendarahan, keguguran, hamil anggur, dan hamil prematur saat hamil. Risiko kematian akibat keracunan saat hamil juga banyak terjadi pada wanita yang melahirkan dini. Seperti yang kita ketahui bersama, dari segi pendidikan, seseorang yang menikah apalagi di usia muda pasti akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda khususnya dalam dunia pendidikan.
Misalnya seseorang menikah pada saat baru tamat SMA atau SMA, tentu akan sulit mewujudkan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan dan pendidikan pasca sekolah menengah.
Faktor Penyebab Pernikahan Dini
Pada titik ini, anak merasa cukup mandiri sehingga ia merasa mampu menghindari dirinya sendiri. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis yang jika tidak terkendali dapat mengakibatkan kehamilan di luar nikah. Ada beberapa kasus perkawinan dilamar karena anak mempunyai hubungan biologis sebagai suami istri.
Dalam kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera menikahkan anaknya karena menurut orang tua anak perempuan tersebut sudah tidak perawan lagi dan merupakan aib bagi keluarga. Tanpa mengabaikan perasaan dan kekhawatiran orang tua, saya menganggap ini sebagai solusi yang kemungkinan besar akan menyesatkan anak di kemudian hari. Seolah-olah anak kita telah melakukan kesalahan besar, alih-alih memperbaiki kesalahannya, orang tua justru menempatkan anak pada kondisi rentan bermasalah.
Munculnya kehamilan di luar nikah, karena anak mempunyai hubungan yang melanggar norma, sehingga memaksa mereka untuk melakukan pernikahan dini, hingga memperjelas status anak yang dikandungnya. Selain itu, kehamilan di luar nikah dan ketakutan orang tua terhadap kehamilan di luar nikah mendorong anak untuk menikah di usia dini. Sebagian masyarakat kita memahami bahwa jika seorang anak menjalin hubungan dengan lawan jenis maka telah terjadi pelanggaran agama.
Ada satu kasus di mana orang tua anak menyatakan bahwa menjalin hubungan dengan lawan jenis adalah suatu hal. Kesulitan ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab pernikahan dini; Keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi akan cenderung menikahkan anaknya pada usia muda untuk menikah di usia dini. Pernikahan ini diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan ekonomi keluarga. Dengan menikah diharapkan dapat mengurangi beban ekonomi keluarga, sehingga dapat mengatasi beberapa kesulitan ekonomi.
Selain itu, rendahnya permasalahan ekonomi dan kemiskinan membuat orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup anaknya dan tidak mampu membiayai biaya sekolah, sehingga mereka memutuskan untuk menikahkan anaknya dengan harapan agar mereka terbebas dari tanggung jawab untuk membiayai hidup mereka. anak-anak. kehidupan anak-anaknya atau dengan harapan agar anaknya dapat mempunyai kehidupan yang lebih baik. Misalnya, anggapan tidak boleh menolak lamaran seseorang kepada anak perempuannya, meskipun usianya masih di bawah 18 tahun, terkadang dianggap sepele dan menghina sehingga menyebabkan orang tua menikahkan anak perempuannya. Yang menarik dari persentase pernikahan dini di Indonesia adalah adanya perbandingan yang cukup signifikan antara wilayah pedesaan dan perkotaan.
Konsep Perkembangan
Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Perkembangan Sosial a. Pengertian
Keluarga merupakan landasan hubungan sosial anak dan yang terpenting adalah pola asuh orang tua (Mar’at, 2015). Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih dan setiap orang yang terlibat berperan aktif. Secara umum, kehadiran anak dalam keluarga dapat dilihat sebagai faktor yang menguntungkan orang tua baik dari segi psikologis, ekonomi, dan sosial.
Penelitian hubungan orang tua-anak biasanya hanya mengkaji fungsi anak dalam hubungannya dengan orang tua, bukan sebaliknya. Fungsi orang tua terhadap anak dianggap berkesinambungan, karena orang tua bertanggung jawab terhadap anaknya. Padahal orang tua cukup memberikan bantuan, padahal seharusnya anak bisa menafkahi dirinya sendiri.
Bantuan dari orang tua, misalnya dengan memberikan tempat tinggal bagi anaknya yang sudah dewasa, termasuk anak yang sudah menikah. Berbeda dengan negara-negara Barat yang biasanya anak-anak meninggalkan rumah orang tuanya pada usia 18 tahun, anak-anak di Indonesia biasanya masih tinggal bersama orang tuanya. Jika setelah menikah tidak mempunyai rumah, biasanya orang tua membiarkan anak, mertua, bahkan cucunya tinggal bersama.
Bukan hal yang aneh jika orang tua juga memberikan dukungan finansial kepada anaknya yang sudah menikah namun belum memiliki penghasilan yang mencukupi. Lewis mengutip beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa orang tua memberikan banyak bantuan kepada anak-anak mereka yang menikah di usia paruh baya. Bantuan semacam ini diharapkan karena orang tua dapat membantu secara finansial di usia paruh baya dalam siklus hidupnya.
Pada usia paruh baya, orang tua biasanya berada pada puncak kariernya, dan anak-anak barunya sebagian besar baru memulai kariernya (Ihrom, 1999). Bantuan yang diberikan oleh orang tua dapat dipahami sebagai relasi ketergantungan anak terhadap orang tuanya, namun Lewis. Hubungan antar saudara kandung dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, jumlah, jarak kelahiran, rasio saudara kandung, umur orang tua saat melahirkan anak pertama, dan umur anak meninggalkan rumah (Ihrom, 1999).
Lebih kuatnya hubungan antar saudara dibandingkan antara kakak dan adik mungkin didasarkan pada asumsi bahwa perempuan diharapkan lebih memperhatikan permasalahan keluarga, termasuk mengasuh anak, melayani suami, merawat orang tua yang lanjut usia, dan juga menjaga hubungan dengan saudara laki-lakinya. dan saudara perempuan.. Jika pasangan suami istri yang hidup sampai usia lanjut tidak mempunyai anak atau hanya memiliki satu atau dua orang anak, maka akan semakin sedikit anak yang biasanya akan membantu orang tuanya di masa tuanya, baik sebagai teman, dengan dukungan psikologis atau bantuan lainnya. . .. Dalam lingkungan keluarga, melalui frekuensi dan kualitas interaksi dengan orang tua dan saudara kandung, individu mengembangkan pemikirannya sendiri, yang menjadi dasar optimisme emosional dan sosial.
Adalah perbuatan yang berdampak pada individu yang berdampak pada individu lain dalam masyarakat dan merupakan perbuatan yang bermakna, yaitu perbuatan yang dilakukan dengan memperhatikan keberadaan orang lain.
Kerangka Konsep