• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK PEMBERIAN KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL 4 KULTIVAR BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG DI BERI BIOFOSFAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK PEMBERIAN KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL 4 KULTIVAR BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG DI BERI BIOFOSFAT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

| 55 EFEK PEMBERIAN KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL 4 KULTIVAR

BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG DI BERI BIOFOSFAT

Adi Oksifa Rahma1 dan Agung Jati Permana2

1

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Universitas Majalengka 2

Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Majalengka, Majalengka Jl. H. Abdul Halim No. 103 Kabupaten Majalengka – Jawa Barat 45418

Email: oksifarahma@gmail.com ABSTRAK

Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang permintaan setiap tahunnya selalu meningkat. Peningkatan ini tidak dibarengi dengan peningkatan produksi nasional, sehingga terjadi ketimpangan antara permintaan dan jumlah produksi nasional. Salah satu upaya untuk memperbaiki hal tersebut yaitu dengan perbaikan pemupukan dalam budidaya tanaman bawang merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kultivar dan pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Penelitian ini dilaksanakan dirumah plastic, pada bulan Maret sampai Juni 2017. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial. Faktor ke satu Kultivar Bawang merah (V), terdiri dari empat taraf: v1 = Maja Cipanas, v2 = Pikatan, v3 = Sembrani, dan v4 = Trisula. Faktor ke dua Pupuk Kalium (S), terdiri dari tiga taraf: s1 = 100 kg/ha, s2 = 200 kg/ha, dan s3 = 300 kg/ha. Untuk melihat perbedaan diantara perlakuan di uji menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf signifikansi 95%. Hasil penelitian menunjukkan Pengaruh interaksi macam kultivar bawang merah dan pemupukan kalium terjadi pada variable bobot kering umbi. Kultivar Sembrani dengan dosis pupuk K 100 kg/ ha memberikan bobot umbi kering paling baik. Kultivar Sembrani memberikan respon paling baik pada variable tinggi tanaman dan bobot basah umbi, sedangkan kultivar Maja Cipanas, Pikatan, dan Trisula memberikan pengaruh baik terhadap jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, dan diameter umbi. Pemberian pemupukan kalium tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua variable yang diamati.

Kata Kunci: bawang merah, biofosfat, pemupukan kalium

PENDAHULUAN

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuranselalu dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Ditinjau dari kandungan gizinya, dari 100 gram mengandung air sekitar 80-85%, protein 1,5%, lemak 0,3% dan karbohidrat 9,2% serta kandungan lain seperti zat besi, mineral kalium, fosfor, asam askorbat, naisin, riboflavin vitamin B dan vitamin C (Wibowo 2001). Melihat dari kandungan dan manfaat bawang merah terebut, permintaan akan bawang merah setiap tahun terus meningkat. Kondisi tersebut berbanding

terbalik dengan produksi bawang

merah.Produksi bawang merah secara nasional masih rendah, yaitu 9,7 ton/ha (Kementrian Pertanian, 2015), sedangkan potensi produksi bawang merah bisa mencapai 20 ton/ha, sehingga rata-rata produksi secara nasional

tersebut jauh lebih rendah dari potensi produksi yang kemungkinan dapat dicapai(Widyantara dan Yasa 2013).

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah adalah dengan pemupukan berimbang. Pemupukan merupakan salah satu penentu dalam upaya meningkatkan kualitas, hasil, produksi tanaman bawang merah. Kalium merupakan hara esensial yang diperlukan tanaman bawang merah setelah unsur nitrogen dalam proses metabolisme tanaman. Fungsi kalium dalam tubuh tanaman berguna untuk mengatur metabolisme, absorsi hara, pengaturan pernafasan, transpirasi, translokasi karbohidrat, membuat batang lebih kuat dan berpengaruh terhadap hasil baik kuantitas atau kualitas (Subhan et al. 2008). Kalium berperan dalam memperlancar proses fotosintesis, memacu pertumbuhan tanaman pada tingkat permulaan,

(2)

| 56 mengurangi kecepatan pembusukan hasil, dan

menambah daya tahan terhadap penyakit (Dwijoseputro 1989).

Penelitian tentang respon tanaman bawang merah terhadap pemupukan Kalium telah banyak dilakukan.Hasil penelitian Anwar (2015) melaporkan bahwa waktu aplikasi dan konsentrasi KNO3 berpengaruh pada tinggi tanaman bawang merah umur 5-7 mst. Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Dewi dan Hilman (2005) terhadap hasil dan kualitas umbi bawang merah, yang menunjukkan bahwa peningkatan dosis Kalium sampai 200 kg K2O/ ha meningkatkan kualitas umbi bawang merah.

Hasil bawang merah ditentukan oleh interaksi antara tanaman dan lingkungannya, teknologi yang dugunakan dan masalah sosial ekonomi. Hasil tanaman yang tinggi dapat tercapai bila faktor-faktor yang menunjang pertumbuhan tanaman dalam keadaan optimum (Subhan et al. 2008).Faktor yang mempengaruhi produksi pada tanaman bawang merah yaitu: tingkat serangan hama dan penyakit, teknik bercocok tanam, penggunaan kultivar unggul, pengairan dan pemupukan (Sufyati et al. 2006). Peningkatan produksi bawang merah salah satunya dapat dilakukan dengan perbaikan system budidaya yang tepat.Penggunaan kultivar unggul merupakan salah satu jalan dalam upaya peningkatan produksi bawang merah (Wibowo 2001). Selain itu, penggunaan kultivar unggul merupakan komponen budidaya yang paling mudah diterapkan oleh para petani. Hasil penelitian Sumarni et al. (2012a) menjelaskan bahwa Kultivar Bangkok dan Kuning dengan perbaikan pemupukan K dapat meningkatkan hasil umbi akibat dari serapan K yang meningkat.

Pemberian biofosfat pada lahan pertanian tujuan utamanya untuk menyediakan mikroba pelarut fosfat yang dapat melarutkan fosfat pada lahan tersebut. Adanya mikroba tersebut dapat mengefisienkan pemupukan P akibat dapat diuraikannya unsur P yang terikat menjadi P tersedia oleh mikroba. Unsur P yang diserap tanaman tersebut akan dimanfaatkan dalam segala proses metabolisme tanaman (Gardner et

al. 1991). Hasil penelitian Sumarni et al. (2012b)

menunjukkan bahwa kebutuhan unsur P akan tergantung pada ketersediaan P tanah, sehingga dosis yang diperlukan untuk pemupukan P setiap lahan akan berbeda.

Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan empat kultivar bawang merah dan dosis pemupukan kalium yang memberikan penampilan paling baik pada pertumbuhan dan hasil bawang merah.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di rumah plastic desa Tolengas Kecamatan Tomo, Sumedang pada bulan Maret sampai Juni 2017. Bahan yang digunakan adalah empat kultivar bawang merah yaitu: Maja Cipanas, Pikatan, Sembrani dan Trisula, serta pupuk Kalium dari jenis KCl. Bahan lain yang digunakan meliputi pestisida, fungisida, dan lain-lain.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan faktor ke satuKultivar Bawang merah (V), dan faktor ke duaPupuk Kalium (S). Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:

Faktor ke satu Kultivar Bawang merah (V), terdiri dari empat taraf:

v1 = Maja Cipanas v2 = Pikatan v3 = Sembrani v4 = Trisula

Faktor ke duaPupuk Kalium (S), terdiri dari tiga taraf:

s1 = 100 kg/ha s2 = 200 kg/ha s3 = 300 kg/ha

Percobaan ini terdiri dari tiga ulangan sehingga terdapat 36 polibeg dan diduplo menjadi 72 polibeg. Setiap polibeg berjarak 40 cm x 40 cm.

Perbedaan pengaruh perlakuan diuji dengan Uji F pada taraf 5%. Bila F hitung lebih besar dari F tabel maka pengujiaqn dilanjutkan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan yang menimbulkan perbedaan variasi tersebut dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 95%. Respon yang diamati meliputi: Tinggi Tanaman umur 5 mst dan 7 mst, jumlah daun umur 5 mst dan 7 mst, jumlah anakan, diameter umbi (cm), bobot umbi basah (g) dan bobot umbi kering (g).

(3)

| 57 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Tanah

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah yang digunakan sebagai media tumbuh daam percobaan ini memiliki pH 9,33 (Alkalis). Kandungan C-organiknya rendah dan N total renda serta nilai C/N rasionya rendah. Kandungan P2O5 potensial sangat rendah, P2O5 tersedia rendah, dan kandungan K2O rendah. Kapasitas Tukar Kation (KTK) termasuk dalam kriteria tinggi, kejenuhan basa rendah, sedangkan kejenuhan sangat rendah. Kandungan K rendah dan Mg sangat rendah, sedangkan kandungan Na dan Ca masuk dalam kriteria sedang. Tekstur tanah yang dipakai percobaan ini adalah lempung berpasir.

Kesuburan tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kesuburan tanah dapat dilihat dari derajat keasaman atau pH dan kandungan unsur hara yang terkandung di dalam tanah. Keasaman tanah (pH) sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang ada di dalam tanah tersebut (Aisyah et al. 2006). pH tanah yang ideal yaitu kriteria netral. Pada pH tanah netral, semua hara

yang terkandung di dalam tanah tersebut tersedia bagi tanaman (Aisyah et al. 2006).

Selain kesuburan tanah, pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tekstur tanah dapat mempengaruhi ketersediaan air tanah dan proses pertukaran gas (aerasi) di tanah tersebut. Tanah yang kandungan pasirnya tinggi tidak dapat menampung air tanah akibat infiltrasi yang terjadi sangat tinggi sehingga akan mempercepat mengalami kekeringan sedangkan tanah yang kandungan liatnya tinggi akan mudah tergenang akibat dari proses infiltrasi (penyerapan) sangat kecil (Buckman dan Brady 1982). Tektur tanah dalam percobaan ini adalah lempung berpasir. Tekstur tanah yang seperti itu akan membuat perkembangan umbi tanaman bawang merah akan optimal disebabkan strukturnya tidak terlalu padat (Estu dan Nur 2007).

Tinggi Tanaman (cm) Umur 5 mst dan 7 mst, dan Jumlah Daun Umur 5 mst dan 7 mst.

Hasil analisis ragam penggunaan empat kultivar bawang merah yang diberi pupuk kalium pada tinggi tanaman umur 5 mst dan 7 mst dan jumlah daun umur 5 mst dan 7 mst menunjukkan tidak terjadi interaksi. Uji lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Pengaruh Mandiri Penggunaan Empat Kultivar Bawang Merah dan Pemberian Pupuk Kalium terhadap Tinggi Tanaman (cm) Umur 5 mst dan 7 mst dan Jumlah Daun Umur 5 mst dan 7 mst.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun

5 mst 7 mst 5 mst 7 mst

Kultivar Bawang Merah (V)

v1 (Maja Cipanas) 33.58 b 33.65 b 28.00 a 30.00 b v2 (Pikatan) 28.75 a 27.48 a 26.06 a 32.22 b v3 (Sembrani) 43.71 c 41.83 c 23.72 a 23.78 a v4 (Trisula) 31.47 ab 32.23 b 24.67 a 19.50 a Pupuk Kalium (S) s1 (100 kg/ ha) 34.91 a 33.98 a 25.88 a 26.17 a s2 (200 kg/ ha) 34.10 a 33.82 a 25.96 a 27.54 a s3 (300 kg/ ha) 34.13 a 33.59 a 25.00 a 25.42 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak Berganda Duncan pada taraf 5%; mst (Minggu Setelah Tanam)

Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh mandiri penggunaan empat kultivar bawang merah memberikan pengaruh yang berbeda pada variable tinggi tanaman umur 5 mst dan 7 mst, dan jumlah daun umur 7 mst, sedangkan tidak

memberikan pengaruh yang berbeda pada variabel jumlah daun 5 mst. Perlakuan v1 (Maja Cipanas) berbeda nyata dengan perlakuan v2 (Pikatan) dan v3 (Sembrani), sedangkan tidak berbeda nyata perlakuan v4 (Trisula) pada

(4)

| 58 variable tinggi tanaman umur 5 mst dan 7 mst.

Perlakuan v2 (Pikatan) berbeda nyata dengan v3 (Sembrani), sedangkan tidak berbeda nyata dengan v4 (Trisula) pada variable tinggi tanaman umur 5 mst. Pada variable tinggi tanaman umur 7 mst, v2 (Pikatan) berbeda nyata dengan v3 (Sembrani) dan v4 (Trisula). Perlakuan v3 (Sembrani) berbeda nyata dengan perlakuan v1 (Maja Cipanas), v2 (Pikatan), dan v4 (Trisula) pada variable tinggi tanaman umur 5 mst dan 7 mst.

Variable jumlah daun umur 7 mst nyata dipengaruhi oleh penggunaan kultivar (Tabel 1). Perlakuan v1 (Maja Cipanas) tidak berbeda nyata dengan v2 (Pikatan), tetapi berbeda nyata dengan v3 (Sembrani) dan v4 (Trisula). Perlakuan v3 (Sembrani) berbeda nyata dengan v1 (Maja Cipanas) dan v2 (Pikatan), tetapi tidak berbeda nyata dengan v4 (Trisula).

Pengaruh mandiri pemupukan Kalium tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun umur 5 mst dan 7 mst (Tabel 1). Perlakuan s1 (100 kg/ ha) tidak berbeda nyata dengan perlakuan s2 (200 kg/ ha) dan s3 (300 kg/ ha).

Diameter Umbi per Rumpun (cm), Jumlah Anakan per Rumpun, dan Bobot Umbi Basah (g).

Hasil analisis ragam penggunaan empat kultivar bawang merah yang diberi pupuk kalium pada diameter umbi per rumpun, jumlah anakan per rumpun, dan bobot umbi basah menunjukkan tidak terjadi interaksi. Uji lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan pengaruh mandiri penggunaan kultivar memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap diameter umbi per rumpun, tetapi memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun dan bobot umbi basah. Perlakuan v1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan v2 dan v3, sedangkan tidak berbeda nyata dengan v4 terhadap jumlah anakan per rumpun. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan perlakuan v1, v3 dan v4. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan perlakuan v1, v2, dan v4.

Bobot umbi basah nyata dipengaruhi oleh penggunaan kultivar. Perlakuan v1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan v2, v3, dan v4. Perlakuan v2 berbeda nyata dengan perlakuan v3 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan v1 dan v4. Perlakuan v3 berbeda nyata dengan perlakuan v2, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan v1 dan v4.

Tabel 2. Pengaruh Mandiri Penggunaan Empat Kultivar Bawang Merah dan Pemberian Pupuk Kalium terhadap Diamater Umbi per Rumpun (cm), Jumlah Anakan per Rumpun, dan Bobot Umbi Basah (g).

Perlakuan Diameter Umbi per Rumpun (cm)

Jumlah Anakan per Rumpun

Bobot Umbi Basah (g)

Kultivar Bawang Merah (V)

v1 (Maja Cipanas) 3.87 a 7.72 b 18.07 ab v2 (Pikatan) 5.12 a 9.17 c 13.30 a v3 (Sembrani) 2.80 a 4.39 a 21.73 b v4 (Trisula) 3.62 a 6.56 b 18.03 ab Pupuk Kalium (S) s1 (100 kg/ ha) 4.65 a 6.88 a 19.12 a s2 (200 kg/ ha) 3.52 a 7.13 a 17.89 a s3 (300 kg/ ha) 3.38 a 6.88 a 16.34 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak Berganda Duncan pada taraf 5%; mst (Minggu Setelah Tanam)

Pengaruh mandiri pemupukan Kalium tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap diameter umbi per rumpun, jumlah anakan per rumpun, dan bobot umbi basah (Tabel 2). Perlakuan s1 (100 kg/ ha) tidak

berbeda nyata dengan perlakuan s2 (200 kg/ ha) dan s3 (300 kg/ ha).

(5)

| 59

Bobot Umbi Kering (g)

Hasil analisis ragam penggunaan empat kultivar bawang merah yang diberi pupuk kalium pada bobot umbi kering menunjukkan terjadi interaksi. Uji lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan

pengaruh interaksi penggunaan empat kultivar bawang merah dengan pemberian pupuk kalium terhadap bobot umbi kering. Perlakuan v3s1 (Sembrani dan dosis kalium 100 kg/ ha) memberikan hasil paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tabel 3 Interaksi Penggunaan Empat Kultivar Bawang Merah dan Pemberian Pupuk Kalium terhadap Bobot Umbi Kering (g)

Perlakuan s1 (100 kg/ ha) s2 (200 kg/ ha) s3 (300 kg/ ha)

v1 (Maja cipanas) 15.50 bc 14.34 a 11.66 a A A A v2 (Pikatan) 6.65 a 13.23 a 9.48 a A B AB v3 (Sembrani) 18.17 c 11.33 a 11.48 a B A A v4 (Trisula) 11.41 ab 10.69 a 11.61 a A A A

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf kecil) dan huruf yang sama pada baris yang sama (huruf kapital) menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

PEMBAHASAN

Pengaruh interaksi antara penggunaan kultivar dan pemupukan kalium terjadi pada variable bobot umbi kering. Penampilan suatu tanaman akan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor interaksi genetik x lingkungan (Kearsey dan Pooni 1996). Adanya faktor interaksi genetik x lingkungan membuat penampilan suatu tanaman akan berbeda-beda apabila ditanam dalam lingkungan yang berbeda. Faktor lingkungan dalam penelitian ini yaitu perbedaan dosis pemupukan kalium. Menurut Gunadi (2009), hasil bawang merah ditentukan oleh interaksi antara tanaman dan lingkungannya, hasil tanaman yang tinggi akan tercapai apabila faktor pendukung pertumbuhan tanaman dalam keadaan optimum. Ghaffor et al. (2003), menunjukkan terjadi interaksi yang nyata antara varietas dan dosis pemupukan NPK terhadap hasil tanaman sayuran umbi.

Hasil analisis menunjukkan interaksi antara penggunaan kultivar sembrani dan pupuk kalium dengan dosis 100 kg/ ha memberikan bobot umbi kering paling baik dibandingan dengan interaksi perlakuan yang lain. Hal ini berarti kultivar Sembrani akan optimum pada kondisi dengan penambahan pupuk kalium

sebesar 100 kg/ ha. Pada keadaan optimum, kultivar Sembrani dapat menghasilkan bobot umbi kering antara 9,0 sampai 24,4 ton/ ha, hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tiga kultivar lainnya yang digunakan dalam penelitian ini. Penambahan pupuk kalium dosis 100 kg/ ha, kebutuhan unsur K untuk kultivar Sembrani sudah optimal untuk memperoleh hasil bobot umbi kering yang tinggi. Hasil penelitian Dewi (2005) menunjukkan bahwa pemupukan K pada dosis rendah akan meningkatkan bobot kering umbi sedangkan pemupukan yang semakin tinggi akan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas bawang merah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi kultivar Sembrani dengan pemupukan K dosis tinggi hasilnya semakin menurun dibandingkan pada dosis 100 kg/ ha. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan dengan dosis tinggi tidak selamanya memberikan manfaat terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah, bahkan ada kecenderungan meningkatkan susut bobot umbi (Asandhi dan Koestini 1990; dan Hilman dan Asgar 1993).

Unsur K dalam tanaman berperan penting dalam turgiditas sel, kenaikan tekanan osmotic sehingga stomata membuka penuh dan memberikan peluang masukknya CO2 lebih banyak, sehingga proses fotosintesis akan lebih

(6)

| 60 optimal (Poerwowidodo 1992), metabolisme

karbohidrat, aktivitas enzim, sintesis protein, serta translokasi asimilat (Aisyah et al. 2006). Selain itu unsur K berperan dalam meningkatkan ketahanan terhadap penyakit tanaman tertentu dan perbaikan kualitas hasil tanaman (Imas 1999; McKenzie 2001; IIED 2002).

Pengaruh mandiri pupuk K tidak berpengaruh nyata pada variable tinggi tanaman, jumlah daun, diameter umbi per rumpun, jumlah anakan, dan bobot umbi basah. Hal ini diduga akibat dari status ketersediaan K tanah dan keasaman tanah. Sumarni et al. (2012a) menjelaskan bahwa status K tanah dan tingkat kemasaman yang tinggi dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Selain hal tersebut, perlakuan pemupukan K tidak memberikan pengaruh yang nyata bisa diakibatkan oleh proses pencucian. Damanik et

al. (2010) menyatakan bahwa kehilangan kalium

akibat tercuci merupakan kehilangan terbesar. Hal lain yang dapat menyebabkan pengaruh pupuk K tidak berpengaruh yaitu kandungan pupuk K sendiri. Menurut Gunadi (2009) pupuk K di Indonesia dapat berbentuk kalium klorida KCl), kalium sulfat, kalium magnesium sulfat, dan kalium nitrat (KNO3). Pada percobaan ini pupuk K yang digunakan yaitu pupuk kalium klorida (KCl). Tanaman bawang merah merupakan salah satu tanaman yang sensitive terhadap klorida. Hasil penelitian Gunadi (2009) menunjukkan bahwa pupuk kalium dalam bentuk kalium sulfat nyata memberikan hasil tanaman bawang merah lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk K dalam bentuk kalium klorida.

Pengaruh mandiri penggunaan kultivar menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Kultivar Sembrani menunjukkan penampilan paling baik pada variable tinggi tanaman dan umbi basah. Sedangkan kultivar Maja cipanas, Pikatan dan Trisula menunjukkan penampilan paling baik pada variable jumlah daun, jumlah anakan dan bobot umbi basah. Hal ini menunjukkan bahwa genetik dari semua kultivar bawang merah yang digunakan hampir mirip erdasarkan tinggi tanaman, jumlah daun dan wilayah adaptasi. Selain itu, wilayah adaptasi juga dapat menyebabkan penampilan suatu tanaman berbeda. Sitompul dan Guritno (1995), perbedaan susunan genetik merupakan salah satu

faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Hal serupa diungkapkan oleh Gardner

et al. (1991), pertumbuhan tanaman sangat

dipengaruhi faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam salah satu contohnya yaitu faktor genetik. Hasil penelitian Sumarni et al. (2012a) menunjukkan bahwa respon kultivar Bangkok dan Kuning terhadap pemupukan K dan status hara tanah berbeda, hal ini disebabkan perbedaan diantara kedua kultivar tersebut berbeda.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengaruh interaksi macam kultivar bawang merah dan pemupukan kalium terjadi pada variable bobot kering umbi. Kultivar Sembrani dengan dosis pupuk K 100 kg/ ha memberikan bobot umbi kering paling baik. 2. Kultivar Sembrani memberikan respon

paling baik pada variable tinggi tanaman dan bobot basah umbi, sedangkan kultivar Maja Cipanas, Pikatan, dan Trisula memberikan pengaruh baik terhadap jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, dan diameter umbi.

3. Pemberian pemupukan kalium tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua variable yang diamati.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. D. S, Tien Kurniatin, Siti Mariam, Benny Joy, Maya Damayani, Tamyid Syammusa, Nenny Nurlaeni, Anny Yuniarti, Emma Trinurani, Yuliati Machmud. 2006. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. RR Print. Bandung.

Anwar Koheri, 2015. Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) terhadap Waktu Aplikasi dan Konsentrasi Pupuk KNO3, dibimbing

oleh MARIATI dan TOGA

SIMANUNGKALIT.

Asandhi, A. A. dan T. Koestini. 1990. Efisiensi pemupukan pada pertanaman tumpang gilir bawang merah- cabai merah. Bul. Penel. Hort. 19(1): 1 sampai 6.

Buckman, H.O, and N. C. Brady. 1982. Ilmu tanah. Alih bahasa Soegiman. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

(7)

| 61 Damanik, M. Madjib B., Bachtiar Effendi

Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, Hamidah Hanum. 2010. Pemupukan tanah. USU Press. Medan.

Dewi dan Y. Hilman. 2005. Budidaya Tanaman Bawang Merah. Dalam Sunarjono, H., Suwandi, A.H.

Dewi T. M. K., 2005. Pengaruh dosis dan sumber pupuk kalium terhadap hasil dan mutu umbi bawang merah (Allium

ascolanicum L). Fakultas Pertanian

Universitas Jember.

Dwidjoseputro, D. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta.

Estu Rahayu dan V.A Nur Berliana. 2007. Bawang Merah, Penebar Swadaya, Jakarta. Gardner, F.P., Pearce, R.B., and Mitchel, R.L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta. UI Press.

Ghaffor, AM., Jilani, MS, G. Khaliq dan Wassen.K., 2003.Effect of different NPK level on the growth and yield of three onion (Allium cepa L.) varieties.Asian J. Plant Sci. vol. 2, no. 3.

Gunadi, N. 2009.Kalium sulfat dan kalium klorida sebagai sumber pupuk kalium tanaman bawang merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Bandung. Hilman, Y dan A. Asgar. 1993. Pengaruh umur

panen pada dua macam paket pemupukan terhadap kuantitas hasil bawang merah kultivar Kunning di dataran rendah. Bul. Penel. Hort. 27(4): 40-50.

IIED-International Institute for Environment and Development. 2002. Potash case study. Information supplied by the international fertilizer industry association. http://www.iied.org./mmsd/mmsd_pdfs/ob s_ifa.pdf.

Imas, P. 1999. Integrated nutrition management in potato. Paper Presented at the Global Conference on Potato. December 1999. New Delhi, India. 15 hlm.

Kearsey, M.J., and H.S. Pooni. 1996. The genetical analysis of quantitative traits. 1st ed. Chapman and Hall, London, UK.

Kementrian Pertanian, 2015. Buku Informasi Sayuran dan Tanaman Obat.Direktorat Jemdral Hortikultura Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Sayuran dan Tanaman Obat.

McKenzei, R. 2001. Potassium fertilizer application in crop production. http://www.agric.gov.ab.ca/universal-pages/includes/docheader.map.

Poerwowidodo. 1992. Telaah kesuburan tanah. Angkasa, Bandung.

Sitompul M., dan B. Guritno. 1995. Analisis pertumbuhan tanaman. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Subhan , N. Nurtika, dan N. Gunadi 2008. Respon Tanaman Bawang Merah terhadap penggunaan pupuk majemuk NPK 15;15;15 pad tanah latosol musim kemarau jurnal Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Pengembangan Hortikultura Jakarat Indonesia.

Sufyati, Y., Said Irman AK., dan Fikrinda. 2006. Pengaruh Ukuran Fisik dan Jumlah Umbi Perlubang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). J. Floratek 2: 43-54

Sumarni, N., Rosliani, R., Basuki, RS.,dan Hilman, Y. 2012a. Pengaruh Varietas, Status K-Tanah, dan Dosis Pupuk Kalium terhadap Pertumbuhan, Hasil Umbi, dan Serapan Hara K Tanaman Bawang Merah. J. Hort. 22(3):233-241.

Sumarni, N., Rosliani, R., Basuki, RS.,dan Hilman, Y. 2012b. Respons tanaman bawang merah terhadap pemupukat fosfat pada beberapa tingkat kesuburan lahan (status P-Tanah). J. Hort. 22(2):130-138 Wibowo, S. 2001. Budidaya Bawang (Bawang

Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay). Penebar Swadaya. Jakarta.

Widyantara W, dan Yasa NS. 2013. Iklim sangat berpengaruh terhadap risiko produksi usahatani bawang merah (Allium

ascalonicum L). E-Jurnal Agribisnis dan

Referensi

Dokumen terkait

Persentase perawat yang memiliki motivasi baik pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Titis (2014) yang menemukan bahwa sebagian besar

Berhubung pentingnya acara ini maka Saudara diharapkan hadir dan tidak dapat diwakilkan kecuali orang yang ditugaskan yang namanya tercantum dalam akte pendirian atau perubahan

Abstrak — Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh variasi pH pelarut HCl pada sintesis barium M-heksaferrit dengan doping Zn (BaFe 11,4 Zn 0,6 O 19 ) menggunakan metode

Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumatera Utara Dalam Melakukan Program Sosialisasi Komunikasi, Informasi, Dan Edukasi Kepada Pelajar Kota Medan.. Shalawat

Hasil kajian peringkat PFKK berdasarkan tempoh pengalaman mengajar pula boleh dirumuskan bahawa MPK yang dibina adalah berstatus “Amat Sesuai” digunakan (min

Menurut Wilbraham (1992), eceng gondok dapat digunakan sebagai adsorben material berbahaya pada lingkungan. Kandungan selulosa ini sangat berpotensi untuk digunakan

kemasyarakatan. Sehingga pembinaan dari pemerintahan kepenghuluan terhadap lembaga kemasyarakatan untuk membantu tugas pemerintahan kepenghuluan belum dilaksanakan, dan

Dari pembahasan tentang sistem pendidikan Islam masa Daulah Abbasiyah di Baghdad di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut bahwasanya perkembangan dan kemajuan