• Tidak ada hasil yang ditemukan

Number Sense Bentukan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Operasi Hitung Bilangan Bulat di Mts

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Number Sense Bentukan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Operasi Hitung Bilangan Bulat di Mts"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 NUMBER SENSE BENTUKAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN

SOAL OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DI MTS

Nurmaulisihitni, Sugiatno, Dian

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Email: nurmaulisihitni@ymail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap number sense bentukan siswa kelompok atas, menengah, dan bawah jika dibandingkan dengan number sense bentukan para ahli dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat di kelas VII MTs Negeri 2 Pontianak. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan bentuk penelitian studi kasus. Subjek penelitian ini adalah 9 siswa. Hasil analisis data dapat dideskripsikan bahwa number sense bentukan siswa pada kelompok atas dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat memiliki bentukan number sense yang sangat dominan, yaitu number magnitude, number operations, dan number relationship; number sense bentukan siswa pada kelompok menengah dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat memiliki bentukan number sense yang sangat dominan, yaitu number magnitude, number operations, dan number meaning; number sense bentukan siswa pada kelompok bawah dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat memiliki bentukan number sense yang sangat dominan, yaitu number magnitude dan number operations.

Kata kunci: number sense bentukan siswa, operasi hitung bilangan bulat

Abstract: The research aimed to compare number sense according to student formation in upper, middle, and lower groups and number sense according to expert in solving integer arithmetic operation in grade VII students of State MTs 2 Pontianak. This was a case study research. Nine participants contibuted in the research. The research finding showed that number sense from student formation in upper group in solving integer arithmetic operation had dominant number sense formation namely number magnitude, number operations, and number relationship; number sense from student formation in middle group in solving integer arithmetic operation had dominant number sense formation, that are number magnitude, number operations, and number meaning; and number sense from student formation in lower group in solving integer arithmetic operation had dominant number sense formation namely number magnitude and number operations.

Key words: number sense of student formation, integer arithmetic operation

(2)

2 umber sense termasuk ke dalam kemampuan yang esensial di dalam proses bermatematika (NCTM, 2000). Namun demikian, kemampuan number sense di dalam kurikulum matematika sekolah belum dicantumkan secara eksplisit. Oleh karena itu dapat dipahami jika kemampuan number sense siswa cenderung rendah.

Dalam pembelajaran di sekolah, guru sudah semestinya merujuk pada kecakapan matematika pada dimensi penilaian matematis yang merupakan tolak ukur dari penghayatan kurikulum matematika sekolah. Dari dimensi penilaian matematis di dalam dokumen NAEP (2003), number sense termasuk content strands, yang menyiratkan bahwa hampir pada semua topik matematika selalu melibatkan bilangan.

Number sense berarti kepekaan seseorang terhadap bilangan beserta perhitungannya (Saleh, 2009). Number sense memberikan peranan penting dalam pemecahan masalah matematika. Seseorang dengan number sense yang baik akan dapat menggunakan pemahamannya mengenai bilangan untuk memecahkan masalah matematika yang tidak dibatasi oleh algoritma atau prosedur tradisional

(NDZDWL 6HODLQ LWX PHQXUXW $V¶DUL RUDQJ \DQJ PHPLOLNL number

sense yang baik cenderung memiliki kepercayaan diri yang besar dalam mempelajari matematika. Sehingga siswa yang memiliki number sense adalah siswa yang memiliki kepekaan atas angka-angka dan bilangan, pengertian, representasi dan operasi hitungnya.

Ada lima komponen yang membentuk karakteristik number sense, yaitu number meaning, number relationship, number magnitude, number operation, dan number referent (NCTM, 1989). Namun demikian, lima komponen tersebut cenderung belum dicapai oleh siswa. Dari hasil peneliti terdahulu seperti Acoi (2011), mengenai deskripsi number sense siswa di kelas VII, tergolong rendah. Demikian juga penelitian oleh Sabrianti (2012) mengenai potensi number sense siswa di kelas VII yang menunjukkan bahwa potensi number sense siswa tergolong rendah. Hal ini diduga karena penguasaan suatu konsep ataupun keterampilan yang cenderung lemah sejak siswa di sekolah dasar akan berlanjut hingga ke sekolah menengah.

Hasil studi peneliti terdahulu (Acoi, 2011; Sabrianti, 2012) menunjukkan bahwa yang menjadi dasar number sense adalah potensi yang dimiliki siswa dalam pemecahan masalah matematika. Kedua penelitian terdahulu hanya terbatas mengungkap number sense berdasarkan potensi yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan soal-soal matematika. Sedemikian pentingnya number sense dalam pembelajaran matematika, maka peneliti bermaksud mengungkapkannya dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat berdasarkan instrumen yang disajikan menurut lima komponen number sense bentukan para ahli sehingga dapat terungkap number sense bentukan siswa.

Hasil temuan peneliti sebelumnya, ternyata saat ini juga terjadi di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Pontianak. Hasil ini terungkap melalui wawancara pada tanggal 3 April 2013 dengan seorang guru matematika kelas VII MTs Negeri 2 Pontianak, diperoleh informasi bahwa guru kurang memberi kebebasan kepada siswa dalam menyelesaikan soal, akibatnya siswa masih terpaku pada cara penyelesaian soal yang diajarkan guru sehingga gagasan

(3)

3 mengenai number sense menjadi terbatas. Karena itu, di dalam penelitian ini number sense bentukan para ahli menjadi bagian kajian untuk melihat number sense bentukan siswa dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat.

Bentukan siswa adalah kemampuan siswa dalam menata informasi untuk membentuk pikiran dan ide. Number sense bentukan siswa dianggap penting bagi siswa karena dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi ide-ide dengan membuat koneksi dan melihat hubungan antara item informasi. Hal tersebut sejalan dengan Saleh (2009) yaitu konsep number sense membebaskan setiap siswa untuk melakukan pendekatan terhadap ide, pemikiran, dan permasalahan terhadap suatu bilangan menurut caranya sendiri.

Menurut Van de Walle ³the different responses will provide you with a lot of LQIRUPDWLRQ DERXW VWXGHQWV¶ QXPEHU VHQVH´ \DQJ DUWLQ\Drespon yang berbeda akan memberikan banyak informasi tentang number sense siswa. Kemampuan number sense setiap siswa berbeda karena number sense berkembang seiring pengalaman dan pengetahuan siswa yang didapatkan dari pendidikan formal maupun informal (Pilmer, 2008). Oleh karena setiap siswa memiliki perbedaan kemampuan di dalam merespon suatu masukan lingkungan yang diterimanya, maka diduga bahwa number sense masing-masing siswa di dalam tingkat kemampuannya tidak sama.

Sedemikian pentingnya number sense dalam pembelajaran matematika, maka peneliti bermaksud mengungkapkannya dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat berdasarkan number sense bentukan para ahli sehingga dapat terungkap number sense bentukan siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik

XQWXN PHQHOLWL ³number sense bentukan siswa kelompok atas, menengah, dan bawah jika dibandingkan dengan number sense bentukan para ahli dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat di kelas VII MTs Negeri 2

3RQWLDQDN´

Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Menurut Nawawi (2012:67), metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan faka-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Adapun bentuk penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Menurut Arikunto (1998:131), penelitian studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisme, lembaga atau gejala tertentu.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Negeri 2 Pontianak. Adapun banyak kelas yang tersedia di kelas VII MTs Negeri 2 Pontianak adalah tujuh kelas. Diantara ketujuh kelas tersebut, dipilih satu kelas yaitu kelas VII F sebagai subjek dalam penelitian dengan memperhatikan pertimbangan dari guru bidang studi matematika kelas VII MTs Negeri 2 Pontianak. Selain itu, ada hal lain yang menjadi pertimbangan dari peneliti yaitu dirasakan bahwa kelas VII F merupakan kelas yang memiliki tingkat perhatian yang cukup tinggi terhadap pembelajaran khususnya pembelajaran matematika.

(4)

4 Mengingat bahwa penelitian ini adalah penelitian studi kasus, maka peneliti perlu membatasi kasus dalam penelitian sehingga hanya ada sejumlah kecil kasus saja yang bisa diselidiki secara intensif yaitu sembilan orang siswa kelas VII F yang dipilih secara acak berdasarkan nilai ulangan harian materi bilangan bulat, yang terdiri dari tiga orang pada masing-masing tingkat kemampuan atas, menengah, dan bawah.

Prosedur dalam penelitian ini terdiri atas tiga tahap, yaitu: 1) tahap persiapan, 2) tahap pelaksanaan, dan 3) tahap akhir.

Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan, antara lain: (1) Melakukan pra riset di sekolah yang dituju dengan mewawancarai guru matematika yang mengajar di sekolah tersebut, (2) menyusun instrumen penelitian berupa kisi-kisi soal, soal tes number sense, kunci jawaban dan pedoman wawancara klinis, (3) melakukan validasi terhadap instrumen penelitian, (4) merevisi atau

memperbaiki instrumen (soal) penelitian berdasarkan hasil validasi, (5) melakukan uji coba.

Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan, antara lain: (1) memberikan soal tes number sense kepada 9 siswa dari tiga kelompok atau tingkat kemampuan, (2) mewawancarai 9 siswa dari tiga tingkat kemampuan yang mengikuti tes number sense untuk mendukung jawaban siswa.

Tahap Akhir

Tahap akhir meliputi: (1) mendiskripsikan hasil pengolahan data dan menyimpulkan sebagai jawaban dari masalah dalam penelitian ini, (2) menyusun laporan penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengukuran dan wawancara. Teknik pengukuran berupa instrumen penelitian yaitu tes tertulis (soal penelitian) berbentuk soal uraian (esai) dan dilengkapi pedoman wawancara. Soal penelitian dibuat sebanyak 5 soal yang sudah divalidasi 1 orang dosen matematika dan 2 orang guru matematika. Soal itu kemudian diujicobakan di kelas VII G MTs 2 Pontianak. Alasan pemilihan kelas tersebut sebagai tempat uji coba soal tes karena dengan pertimbangan kesetaraan antar kemampuan siswa yang dijadikan subjek penelitian. Kesetaraan yang dimaksud berdasarkan pada kesamaan karakteristik siswa-siswi kelas VII G dengan siswa-siswi kelas VII F MTs Negeri 2 Pontianak. Berdasarkan hasil ujicoba soal tes number sense yang dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2013 di kelas VII G MTs Negeri 2 Pontianak diperoleh koefisien reliabilitas tes sebesar 0,537. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel dengan kategori sedang, sehingga tes dinyatakan layak digunakan untuk penelitian.

Wawancara merupakan alat pendukung dalam menemukan number sense bentukan siswa. Menurut Nawawi (2012:118), wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara klinis. Tujuan digunakannya wawancara klinis adalah untuk menemukan number sense bentukan siswa dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat.

(5)

5 Adapun subjek yang menjadi fokus penelitian pada kelompok atas, menengah, dan bawah seperti pada tabel berikut.

Tabel 1 Kode Siswa Berdasarkan Tingkat kemampuan Tingkat Kemampuan Kode Siswa

Atas WAL UKA SHA Tengah HHT LNU NRA Bawah HMD SNA ISM HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil penelitian dapat dipaparkan melalui Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Hasil Number Sense Bentukan Siswa Pembahasan

Berdasarkan hasil jawaban siswa dalam menjawab soal penelitian serta hasil wawancara, dapat dideskripsikan bahwa siswa di kelas VII F MTs Negeri 2 Pontianak, memiliki number sense masing-masing siswa di dalam tingkat kemampuannya tidak sama. Hasil ini terlihat pada siswa kelompok atas (WAL, UKA dan SHA), kelompok menengah (HHT, LNU, dan NRA), dan kelompok bawah (HMD, SNA dan ISM) dalam menjawab soal penelitian serta hasil wawancara. sangat kurang baik sekali baik sekali baik sekali sangat kurang baik sangat kurang baik sekali baik sekali sangat kurang sangat kurang sangat kurang cukup cukup sangat kurang 0 20 40 60 80 100 120 Number Meaning Number Relationship Number Magnitude Number Operations Number Referents P er sen tase N u mb er S en se Sis w a Atas Tengah Bawah

(6)

6 x Number sense bentukan siswa pada kelompok atas.

Adapun tiga siswa pada kelompok atas yaitu WAL, UKA dan SHA. Hasil jawaban siswa dalam menjawab lima soal penelitian, cukup beragam. Dari ketiga siswa tersebut, dua siswa yang berinisial WAL dan UKA dapat menyelesaikan semua soal dengan benar. Berbeda dengan SHA yang hanya dapat menyelesaikan dua soal saja.

Soal yang pertama tentang number meaning, dapat dideskripsikan bahwa WAL dapat menyelesaikan soal tersebut dengan benar. Dari wawancara yang dilakukan peneliti, mula-PXOD SHQHOLWL PHQDQ\DNDQ ³'L DQWDUD ELODQJDn-bilangan: 75, ±80, 40, 65, x dan ±50 PDQDNDK QLODL WHUWLQJJL GDQ QLODL WHUHQGDK"´ 6LVZD

\DQJ EHULQLVLDO :$/ PHPMDZDE ³1LODL WHUWLQJJL DGDODK GDQ QLODL WHUHQGDK

adalah - ´ 'DQ :$/ PHPEHULNDQ SHQMHODVDQ EDKZD-50 adalah bilangan negatif yang lebih kecil dibanding bilangan lainnya. Sama halnya dengan WAL, siswa yang berinisial UKA dan SHA juga memberikan penjelasan yang sama terhadap pertanyaan yang diberikan si peneliti. Pada proses pengerjaannya, siswa yang berinisial WAL dan UKA memberikan proses pengerjaan yang sama, mula-mula mereka menuliskan dengan menggabungkan enam buah bilangan bulat ke dalam operasi penjumlahan, kemudian menghitung hasil penjumlahan lima bilangan bulat yang sudah diketahui bilangannya, sehingga diperoleh 50. Kemudian ada satu bilangan yang masih belum diketahui bilangannya, maka agar terpenuhi sifat tertutup pada operasi penjumlahan bilangan tersebut, siswa menentukan bilangan

\DQJ EHUVLPERO [ GHQJDQ FDUD PHQJXUDQJNDQ ³MXPODK QLODL DQDN VHOXUXKQ\D´

dengan 50 yaitu (60-50) sehingga diperoleh hasilnya 10. Dalam menyelesaikan soal ini, siswa hanya berfokus pada perhitungan yang akan dilakukannya, tanpa mengerti makna dari bilangan yang sedang dioperasikannya. Misalnya -80 dan -50, siswa cenderung menyebutkan bahwa -80 lebih besar dibanding -50. Sedangkan siswa yang berinisial SHA, tidak dapat memberikan proses penyelesaian dikarenakan siswa tersebut tidak dapat mencerna soal dan bahkan masih belum mampu mencerna soal setelah dijelaskan oleh peneliti. Hal ini terbukti dari hasil wawancara kepada SHA yang hanya diam dan tidak dapat menjelaskan dengan benar. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number meaning VLVZD ³VDQJDW NXUDQJ´ GLNDUHQDNDQ NXUDQJQ\D SHPDKDPDQ

siswa terhadap konsep dasar bilangan bulat.

Soal yang kedua tentang number relationship, dua siswa memberikan proses pengerjaan yang berbeda. Seorang siswa tersebut berinisial WAL. WAL memberikan jawaban lengkap dengan proses perhitungannya. Mula-mula dengan cara menyederhanakan operasi yang digunakan yaitu 1+(± « ± « (± « ±64)=±36, berubah menjadi 1± «± «± «±64=±36. Kemudian bilangan pertama pada soal kan dimulai dari 1. Kemudian 4 itu bertanda negatif, terus ditambah titik-titik, ditambah 16 itu bertanda negatif. Jadi caranya dengan mengungkuadratkan tiap bilangan. Jika 1 dikuadratkan hasilnya tetap 1. Sedangkan 4 itu, jika 2 dikuadratkan hasilnya 4. Ia mengerjakan soal tersebut dengan cara mengkuadratkan bilangan 1 sampai dengan 8, kemudian hasil pengkuadratannya diisikan pada titik-titik tersebut dengan cara menyesuaikan tanda bilangan yang disajikan dalam soal. Karena dalam soal sudah diketahui hasil penjumlahan keseluruhan bilangan yaitu -36, dan dalam soal

(7)

7 terlihat letak bilangan positif dan negatifnya berselang-seling, jadi bilangan yang diperoleh untuk mengisi titik-titik pada soal adalah 9, 25, dan 49. Sehingga dituliskan 1±4+9±16+25±36+49±64=±36. Dalam hal ini, WAL telah mampu melihat katerkaitan antara satu bilangan terhadap bilangan lainnya, bahkan mampu memanfaatkan bilangan kuadrat dalam perhitungannya. Berbeda dengan UKA, memberikan jawaban lengkap namun tidak menuliskan proses perhitungannya. Ia hanya menjelaskan proses perhitungannya secara lisan. Dari hasil wawancara, ia mengatakan bahwa jawaban yang ia peroleh dengan cara menjumlahkan satu-persatu bilangan mulai dari 1 sampai dengan 8. Bilangan itu dijumlahkan sesuai pola dari bilangan itu sendiri. Ia menyebutkan bahwa 1 tetap bilangan 1, 2+2=4, 3+3+3=9; 4+4+4+4=16; 5+5+5+5+5=25; 6+6+6+6+6+6=36; 7+7+7+7+7+7+7=49; 8+8+8+8+8+8+8+8=64. Siswa ini langsung menuliskan jawaban akhir, namun ia telah menjelaskan proses perhitungan dengan benar. Dalam hal ini, siswa telah mampu melihat katerkaitan antara satu bilangan terhadap bilangan lainnya dengan menggunakan pola bilangan dalam perhitungannya. Sedangkan SHA, dapat menjelaskan proses pengerjaan dengan benar, namun menjawab hasil akhir secara lisan dan tertulis dengan jawaban yang salah. Hal ini terbukti dari hasil wawancara kepada SHA yang hanya diam dan tidak dapat menjelaskan dengan benar. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number relationship VLVZD ³EDLN VHNDOL´ dikarenakan siswa telah mampu melihat katerkaitan antara satu bilangan terhadap bilangan lainnya, bahkan siswa tersebut mampu memanfaatkan bilangan kuadrat dalam perhitungannya dan ada juga yang menggunakan pola bilangan dalam menyelesaikan soal ini.

Soal yang ketiga tentang number magnitude, tiga siswa memberikan proses pengerjaan yang sama. Dua siswa diantaranya berinisial WAL dan UKA memberikan jawaban lengkap dengan proses perhitungannya. Adapun proses pengerjaan yang dilakukan mula-mula mengubah selusin piring sama dengan 12 piring. Kemudian menjumlahkan 12 piring dengan 15 piring, sehingga banyak piring keseluruhan menjadi 27 piring. Untuk mencari jumlah piring tiap kotak maka dapat dihitung dengan cara membagi 27 piring dengan 3 untuk tiap kotak sehingga diperoleh 9 piring. Sama halnya dengan SHA, dapat memberikan proses pengerjaan seperti WAL dan UKA. Ketiga siswa tersebut dapat menyelesaikan soal dengan benar. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number magnitude VLVZD ´EDLN VHNDOL´

Soal yang keempat tentang number operations, tiga siswa yang berinisial WAL, UKA dan SHA memberikan proses pengerjaan yang sama. Tiga siswa tersebut dapat memberikan proses perhitungan dan jawaban lengkap sebanyak empat jawaban. Pada proses pengerjaannya, mula-mula siswa tersebut membagi 100 dengan 4 diperoleh hasilnya 25. Kemudian menuliskan angka 25 itu untuk tiap bagian yang terdiri dari bagian I=25, bagian II=25, bagian III=25, dan bagian IV=25. Hasil yang diperoleh siswa yaitu bagian 1 adalah 25 + 5 = 30, bagian II adalah 25 - 5 = 20, bagian III adalah 25 + (-5) = 25 ± 5 = 20, bagian IV adalah 25 ± (-5) = 25 + 5 = 30. Tiga siswa ini dapat memberikan perhitungan matematika dengan benar pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada bilangan yang bertanda sama maupun bilangan yang berlainan tanda. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number operations siswa ³EDLN VHNDOL´

(8)

8 Soal yang kelima tentang number referent, dua siswa yang berinisial WAL dan UKA memberikan proses pengerjaan yang sama. Dua siswa tersebut mampu menjelaskan keterkaitan antara bilangan pertama dan bilangan kedua dalam operasi penjumlahan dengan benar, dengan menuliskan bilangan pertama adalah 4, bilangan kedua adalah 4-12=-8, bilangan ketiga adalah 4+(-8)+...=-4, jadi

titik-titLN WHUVHEXW GL LVL ³ ´ 0HUHND GDSDW PHPEHULNDQ MDZDEDQ DNKLU GHQJDQ WHSDW

namun siswa tersebut tidak dapat menjelaskan bahwa 0 adalah identitas dari penjumlahan. Sedangkan siswa yang berinisial SHA, memberikan proses penyelesaian yang salah dikarenakan siswa tersebut tidak dapat mencerna soal dan bahkan masih belum mampu mencerna soal setelah dijelaskan oleh peneliti. Hal ini terbukti dari hasil wawancara kepada SHA yang hanya diam dan tidak dapat menjelaskan dengan benar. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number referent VLVZD ³VDQJDW NXUDQJ´

Dari informasi tersebut dapat dideskripsikan bahwa number sense bentukan siswa untuk number meaning dan number referent siswa pada kelompok atas masih lemah dibandingkan dengan tiga number sense lainnya. Untuk number magnitude dan number operations siswa pada kelompok atas tidak mengalami kendala sedikitpun, dengan kata lain mereka memahami besaran-besaran yang harus diubah terlebih dahulu dalam soal, memahami perhitungan-perhitungan yang harus dilakukan guna menyelesaikan soal tersebut dan memahami operasi±

operasi yang sesuai untuk menyelesaikan sebuah masalah dalam matematika. Untuk number relationship siswa pada kelompok atas pada dasarnya tidak mengalami kesulitan, dengan kata lain siswa mempunyai ide±ide dalam menggunakan hubungan dari suatu bilangan untuk menyelesaikan permasalahan dalam matematika hanya saja mereka kurang teliti dalam mengerjakan permasalahan (soal) yang diberikan sehingga membuat jawaban yang mereka tulis tidak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Hasil ini juga diperkuat melalui peneliti terdahulu oleh Sabrianti menyebutkan bahwa rata-rata persentase potensi number relationship siswa pada tingkat kemampuan atas sebanyak 100% dengan

NDWHJRUL ³EDLN VHNDOL´ Sedangkan untuk number meaning dan number referent siswa pada kelompok atas memiliki beberapa kendala diantaranya, untuk number meaning mereka tidak memahami makna dari nilai suatu bilangan mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah nilainya, sebagai contoh -80 dan -50 mereka lebih cenderung mengatakan bahwa -80 lebih tinggi nilainya daripada -50. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa tentang bilangan bulat masih kurang. Sedangkan untuk number referent mereka tidak memahami keistimewaan dari bilangan nol, siswa mengatakan bahwa nol bukan merupakan bilangan dan mereka mengatakan bahwa nol tidak mempunyai nilai. Selain itu, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami soal number meaning dan number referent. Siswa juga jarang dan bahkan tidak pernah mengerjakan soal seperti yang tersajikan. Padahal, soal yang digunakan untuk mengungkapkan number meaning merupakan soal untuk mempertajam konsep bilangan sedangkan soal yang digunakan untuk mengungkapkan number referent merupakan soal untuk mempertajam pemahaman siswa tehadap keistimewaan bilangan nol. Di dalam NCTM (2000) menyebutkan bahwa anak yang mempunyai number sense yang baik akan memiliki pengertian yang baik tentang makna

(9)

9 bilangan serta mengembangkan berbagai hubungan antar bilangan. Selain itu, Reys (1994) juga menyatakan bahwa number sense mengacu pada kemampuan untuk menghitung dengan teliti dan efisien.

Dari paparan sebelumnya, disimpulkan bahwa number sense bentukan siswa pada kelompok atas dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat, cenderung sesuai dengan number sense bentukan para ahli. Kecenderungan ini yaitu number magnitude, number operation, dan number relationship.

x Number sense bentukan siswa pada kelompok menengah.

Adapun tiga siswa pada kelompok menengah yaitu HHT, LNU, dan NRA. Hasil jawaban siswa dalam menjawab lima soal penelitian, cukup beragam. Dari ketiga siswa tersebut, dua siswa yang berinisial HHT dan LNU dapat menyelesaikan empat soal di antaranya benar. Berbeda dengan NRA yang hanya dapat menyelesaikan satu soal saja.

Soal yang pertama tentang number meaning, dapat dideskripsikan bahwa ketiga siswa dapat menyelesaikan soal tersebut dengan benar. Dari wawancara yang dilakukan peneliti, mula-PXOD SHQHOLWL PHQDQ\DNDQ ³'L DQWDUD ELODQJDQ -bilangan: 75, ±80, 40, 65, x dan ±50, manakah nilai tertinggi dan nilai terHQGDK"´

.HWLJD VLVZD SDGD NHORPSRN PHQHQJDK PHPMDZDE ³1LODL WHUWLQJJL DGDODK GDQ

nilai terendah adalah - ´ 'DQ PHUHND PHPEHULNDQ SHQMHODVDQ \DQJ VHUXSD \DLWX ³.DUHQD -80 terletak pada posisi terakhir dari sebelah kiri 0, dibanding bilangan lainnya \DQJ DGD SDGD VRDO´ 3DGD SURVHV SHQJHUMDDQQ\D PHUHND

memberikan proses pengerjaan yang sama, mula-mula mereka menuliskan dengan menggabungkan enam bilangan bulat ke dalam operasi penjumlahan, kemudian menghitung hasil penjumlahan lima bilangan bulat yang sudah diketahui bilangannya, sehingga diperoleh 50. Kemudian ada satu bilangan yang masih belum diketahui bilangannya, maka agar terpenuhi sifat tertutup pada operasi penjumlahan bilangan tersebut siswa menentukan bilangan yang bersimbol x dengan cara meQJXUDQJNDQ ³MXPODK QLODL DQDN VHOXUXKQ\D´ GHQJDQ \DLWX -50) sehingga diperoleh hasilnya 10. Dalam menyelesaikan soal ini, siswa sudah mengerti makna dari bilangan yang sedang dioperasikannya. Misalnya -80 dan -50, siswa cenderung menyebutkan bahwa -50 lebih besar dibanding -80. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number meaning VLVZD ³EDLN´

Soal yang kedua tentang number relationship, dua siswa yang berinisial HHT dan LNU memberikan proses pengerjaan yang berbeda. HHT memberikan jawaban tanpa proses perhitungannya. Adapun jawaban yang dituliskan oleh HHT yaitu 1±4+4±16+25±36+49±64=±36. Berbeda dengan jawaban yang dituliskan oleh LNU yaitu 1±4+9±16+25±36+49±64=±36. Kedua siswa tersebut tidak dapat menjelaskan proses pengerjaan dengan benar dan menjawab hasil akhir secara lisan dengan jawaban yang salah, namun dapat menjawab hasil akhir secara tertulis dengan jawaban yang benar. Dalam hal ini, siswa tidak dapat menjelaskan katerkaitan antara satu bilangan terhadap bilangan lainnya. Berbeda dengan NRA, tidak dapat menuliskan jawabannya dikarenakan siswa tersebut tidak dapat mencerna soal dan bahkan belum mampu mencerna soal setelah dijelaskan oleh peneliti. Hal ini terbukti dari hasil wawancara kepada NRA yang hanya diam dan tidak dapat menjelaskan. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number

(10)

10 relationship VLVZD ³VDQJDW NXUDQJ´ GLNDUHQDNDQ VLVZD EHOXP PDPSX PHOLKDW

katerkaitan antara satu bilangan terhadap bilangan lainnya.

Soal yang ketiga tentang number magnitude, dua siswa yang berinisial HHT dan LNU memberikan hasil akhir jawaban yang sama namun proses pengerjaan yang dilakukan sedikit berbeda. Dua siswa tersebut memberikan proses pengerjaan yang dilakukan mula-mula mengubah selusin piring sama artinya dengan 12 piring. Kemudian menjumlahkan 12 piring dengan 15 piring sehingga banyak piring keseluruhan menjadi 27 piring. Pada siswa yang berinisial HHT untuk mencari banyak piring pada tiap kotak dihitung dengan cara membagi 27 piring dengan 3 kotak sehingga diperoleh 9 piring. Berbeda dengan LNU, untuk mencari banyak kotak yang diperlukan, LNU membuat tabel bantuan yang berisikan angka 27 dan bilangan-bilangan hasil pemfaktoran dari 27, sehingga LNU menyimpulkan 27 dibagi 3 hasilnya 9. Sedangkan NRA dapat menjelaskan proses pengerjaan dan menjawab hasil akhir secara lisan dengan jawaban yang benar, namun salah dalam menuliskan hasil akhir secara tertulis. Hal ini terlihat dari hasil pengerjaan NRA pada lembar jawaban bahwa ia telah mampu mengubah selusin piring sama artinya dengan 12 piring, kemudian menjumlahkan 12 piring dengan 15 piring sehingga banyak piring keseluruhan menjadi 27 piring. Untuk mencari banyak kotak yang diperlukan, siswa tersebut salah dalam menuliskan jawaban yang diperolehnya yaitu 27 dibagi 3 hasilnya 6. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number magnitude VLVZD ³EDLN VHNDOL´

dikarenakan ketiga siswa tersebut mampu mengubah lusin menjadi satuan piring dalam soal ini, hanya saja masih ditemukan siswa yang keliru melakukan perhitungan.

Soal yang keempat tentang number operations, dua siswa yang berinisial HHT dan LNU dapat memberikan proses pengerjaan yang sama. Dua siswa tersebut dapat memberikan proses perhitungan dan jawaban lengkap sebanyak empat jawaban. Pada proses pengerjaannya, mula-mula siswa tersebut membagi 100 dengan 4 diperoleh hasilnya 25. Kemudian menuliskan angka 25 itu untuk tiap bagian yang terdiri dari bagian I=25, bagian II=25, bagian III=25, dan bagian IV=25. Hasil yang diperoleh siswa yaitu bagian 1 adalah 25 + 5 = 30, bagian II adalah 25 - 5 = 20, bagian III adalah 25 + (-5) = 25 ± 5 = 20, bagian IV adalah 25 ± (-5) = 25 + 5 = 30. Dua siswa ini dapat memberikan perhitungan matematika dengan benar pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada bilangan bulat yang bertanda sama maupun bilangan bulat yang berlainan tanda. Berbeda dengan NRA. Adapun jawaban yang dituliskan oleh NRA yaitu I=30; II= 20; III=30; IV=20. Dari hasil wawancara kepada NRA, ia dapat menjelaskan proses pengerjaan dengan menjawab hasil akhir secara lisan dengan benar namun menjawab hasil akhir ada yang keliru secara tertulis dengan jawaban yang salah. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number operations siswa ³EDLN VHNDOL´ 6HEDJLDQ EHVDU VLVZD WHODK PDPSX PHODNXNDQ SHUKLWXQJDQ PDWHPDWLND

dengan benar.

Soal yang kelima tentang number referent, dua siswa yang berinisial HHT dan LNU memberikan proses pengerjaan yang sama. Siswa tersebut mampu menjelaskan keterkaitan antara bilangan pertama dan bilangan kedua dalam operasi penjumlahan dengan benar. Namun demikian siswa tersebut tidak dapat

(11)

11 menjelaskan bahwa 0 adalah identitas dari penjumlahan. Sedangkan siswa yang berinisial NRA, tidak dapat memberikan jawaban dikarenakan siswa tersebut tidak dapat mencerna soal dan bahkan masih belum mampu mencerna soal setelah dijelaskan oleh peneliti. Hal ini terbukti dari hasil wawancara kepada NRA yang hanya diam saja. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number referent

VLVZD ³VDQJDW NXUDQJ´

Dari informasi tersebut dapat dideskripsikan bahwa number sense bentukan siswa untuk number relationship dan number referent siswa pada kelompok tengah masih lemah dibandingkan dengan tiga number sense lainnya. Untuk number meaning siswa pada kelompok tengah tidak mengalami hambatan sedikitpun, ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep bilangan yang mereka miliki sangat bagus dan dalam mengerjakan soal operasi hitung bilangan bulat siswa pada kelompok menengah dapat dengan baik menggunakan konsep dari bilangan bulat. Untuk number magnitude pada dasarnya siswa pada kelompok tengah memiliki number magnitude yang sangat baik, hanya saja mereka belum benar-benar paham mengenai besaran-besaran dalam matematika, sehingga menyebabkan mereka mengalami sedikit hambatan dalam menyelesaikan soal yang di dalamnya terdapat besaran-besaran matematika. Untuk number operations pada dasarnya siswa pada kelompok tengah memiliki number operations yang sangat baik, hanya saja masih ada siswa yang tidak mau menuangkan pikirannya dalam menyelesaikan soal ini, padahal ia sanggup menyelesaikan masalah pada soal ini. Untuk number relationship siswa pada kelompok tengah banyak mengalami kendala diantaranya mereka kesulitan untuk memanfaatkan hubungan antara bilangan yang satu dengan bilangan yang lain. Sedangkan number referent siswa pada kelompok tengah mengalami kesulitan yang sama dengan siswa pada kelompok atas yaitu mereka tidak memahami keistimewaan dari bilangan nol itu sendiri. Selain itu, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami soal number relationship. Siswa juga jarang dan bahkan tidak pernah mengerjakan soal seperti yang tersajikan. Padahal, soal yang digunakan untuk mengungkapkan number relationship siswa ini merupakan soal untuk mempertajam melihat keterkaitan antarbilangan. Hasil ini juga diperkuat melalui peneliti terdahulu oleh Ekawati (2011), bahwa subjek tidak fleksibel dalam menggunakan pemahaman mengenai bilangan bulat dan hubungan antar bilangan bulat dalam pemecahan masalah; subjek tidak peka terhadap operasi dan hubungan antar operasi hitung bilangan bulat beserta sifat-sifatnya dalam memecahkan masalah; subjek tidak mampu menggunakan konsep bilangan dan operasinya dalam melakukan estimasi (perkiraan) perhitungan.

Dari paparan sebelumnya, disimpulkan bahwa number sense bentukan siswa pada kelompok menengah dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat, cenderung sesuai dengan number sense bentukan para ahli. Kecenderungan ini yaitu number magnitude, number operations, dan number meaning.

x Number sense bentukan siswa pada kelompok bawah.

Ada tiga siswa pada kelompok bawah yaitu HMD, SNA dan ISM. Perbedaan jawaban dan proses pengerjaan yang dilakukan siswa pada lima soal number sense cukup beragam. Siswa yang berinisial HMD dapat menyelesaikan

(12)

12 tiga soal di antaranya benar. Berbeda dengan SNA, hanya dapat menyelesaikan satu soal dengan benar. Sedangkan ISM, dapat menyelesaikan dua soal saja.

Soal yang pertama tentang number meaning, dari wawancara yang dilakukan peneliti kepada HMD dan SNA, tidak dapat memberikan jawaban dikarenakan siswa tersebut tidak dapat mencerna soal dan bahkan masih belum mampu mencerna soal setelah dijelaskan oleh peneliti. Hal ini terbukti dari hasil wawancara kepada dua siswa tersebut yang hanya diam dan tidak dapat menjelaskan. Berbeda dengan ISM, dapat menyelesaikan soal ini. Pada proses pengerjaannya, mula-mula ISM menjumlahkan semua nilai pada soal itu yaitu 75, ±80, -40, 65, x dan ±50. Dari proses perhitungannya, ia menuliskan hasil penjumlahan bilangan-bilangan yang diketahui, hasilnya 50. Terus nilai x dikurang dengan 50 yang hasilnya sama dengan 60. Dituliskan x + 50 = 60. Jadi, nilai x adalah 10. Perhitungannya sudah benar, namun masih ada yang keliru dalam menuliskan kembali soal tersebut yaitu pada nilai anak yang ke tiga itu seharusnya dituliskan 40, bukannya negatif (40). Dalam menuliskan langkah pengerjaannya, ISM tidak teliti. Selain itu, dari hasil wawancara pada ketiga siswa tersebut, mereka tidak dapat membedakan bilangan yang terbesar dan terkecil untuk bilangan negatif. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number meaning VLVZD ³VDQJDW NXUDQJ´

Soal yang kedua tentang number relationship, dua siswa yang berinisial HMD dan SNA tidak dapat memberikan jawaban dikarenakan siswa tersebut tidak dapat mencerna soal dan bahkan belum mampu mencerna soal setelah dijelaskan oleh peneliti. Hal ini terbukti dari hasil wawancara kepada dua siswa tersebut yang hanya diam dan tidak dapat menjelaskan. Berbeda dengan ISM, dapat memberikan jawaban namun salah. Dari hasil wawancara kepada siswa tersebut, ia menjawab soal dengan tebakan saja. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number relationship VLVZD ³VDQJDW NXUDQJ´ GLNDUHQDNDQ VLVZD EHOXP

mampu melihat katerkaitan antara satu bilangan terhadap bilangan lainnya.

Soal yang ketiga tentang number magnitude, dua siswa yang berinisial HMD dan SNA memberikan proses pengerjaan yang sama. Dua siswa tersebut memberikan jawaban lengkap dengan proses perhitungannya. Adapun proses pengerjaan yang dilakukan HMD, mula-mula mengubah selusin piring sama artinya dengan 12 piring. Kemudian menjumlahkan 12 piring dengan 15 piring sehingga banyak piring keseluruhan menjadi 27 piring. Untuk mencari banyak kotak yang diperlukan maka dapat dihitung dengan cara membagi 27 piring dengan 3 kotak sehingga diperoleh 9 piring. Sedangkan siswa yang berinisial SNA, dapat memberikan proses pengerjaan yang sama dengan HMD. Berbeda dengan ISM memberikan jawaban yang tidak lengkap dan salah. Ia mengubah selusin menjadi 10 buah. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number magnitude VLVZD ³FXNXS EDLN´ GLNDUHQDNDQ NHWLJD VLVZD WHUVHEXW PDPSX

mengubah lusin menjadi satuan piring dalam soal ini, hanya saja masih terdapat satu siswa yang keliru dalam mengubah satuan lusin.

Soal yang keempat tentang number operations, dua siswa yang berinisial HMD dan ISM memberikan proses pengerjaan yang sama. Dua siswa tersebut dapat memberikan proses perhitungan dan jawaban lengkap sebanyak 4 jawaban. Pada proses pengerjaannya, mula-mula siswa tersebut membagi 100 dengan 4

(13)

13 diperoleh hasilnya 25. Kemudian menuliskan angaka 25 itu untuk tiap bagian yang terdiri dari bagian I=25, bagian II=25, bagian III=25, dan bagian IV=25. Hasil yang diperoleh siswa yaitu bagian 1 adalah 25 + 5 = 30, bagian II adalah 25 - 5 = 20, bagian III adalah 25 + (-5) = 25 ± 5 = 20, bagian IV adalah 25 ± (-5) = 25 + 5 = 30. Dua siswa ini dapat memberikan perhitungan matematika dengan benar pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada bilangan bulat yang bertanda sama maupun bilangan bulat yang berlainan tanda. Sedangkan siswa yang berinisial SNA, tidak dapat memberikan jawaban dikarenakan siswa tersebut tidak dapat mencerna soal dan bahkan masih belum mampu mencerna soal setelah dijelaskan oleh peneliti. Hal ini terbukti dari hasil wawancara kepada dua siswa tersebut yang hanya diam dan tidak dapat menjelaskan. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number operations VLVZD ³FXNXS EDLN´ 6HEDJLDQ

besar siswa telah mampu melakukan perhitungan matematika dengan benar. Soal yang kelima tentang number referent, satu siswa yang berinisial HMD dapat memberikan proses pengerjaan dengan benar. Siswa tersebut mampu menjelaskan keterkaitan antara bilangan pertama dan bilangan kedua dalam operasi penjumlahan dengan benar, sehingga dapat menuliskan hasil yang diperoleh pada bilangan ketiga yang bernilai nol, namun tidak dapat menjelaskan bahwa nol adalah identitas dari operasi penjumlahan. Berbeda dengan ISM dan SNA tidak dapat mengerjakan soal ini dikarenakan siswa tersebut tidak dapat mencerna soal dan bahkan masih belum mampu mencerna soal setelah dijelaskan oleh peneliti. Hal ini terbukti dari hasil wawancara kepada ISM dan SNA yang hanya diam dan tidak dapat menjelaskan. Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa number referent VLVZD ³VDQJDW NXUDQJ´

Dari informasi tersebut dapat dideskripsikan bahwa number sense bentukan siswa untuk number meaning, number relationship dan number referent siswa pada kelompok bawah masih lemah dibandingkan dengan dua number sense lainnya. Untuk number magnitude dan number operation siswa pada kelompok bawah sedikit mengalami kesulitan dibanding dengan siswa pada kelompok atas dan tengah. Kesulitan itu diantaranya adalah kurangnya pengetahuan mereka tentang besaran-besaran dalam matematika dan kurangnya pengetahuan tentang operasi±operasi yang sesuai untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah dalam matematika. Untuk number referent sama halnya dengan kelompok atas dan tengah, siswa pada kelompok bawah juga tidak memahami keistimewaan dari bilangan nol itu sendiri. Hasil ini juga diperkuat melalui peneliti terdahulu oleh Sabrianti menyebutkan bahwa potensi number referents untuk siswa pada tingkat

NHPDPSXDQ EDZDK GHQJDQ NDWHJRUL ³VDQJDW NXUDQJ´ Untuk number meaning

siswa pada kelompok bawah ini sangat lemah sekali dalam memahami konsep dari bilangan, mereka tidak tahu apa itu bilangan bulat, hal inilah yang menyebabkan lemahnya kemampuan number meaning mereka. Hasil ini juga diperkuat melalui peneliti terdahulu oleh Sabrianti menyebutkan bahwa rata-rata persentase potensi number meaning siswa pada tingkat kemampuan bawah

VHEDQ\DN GHQJDQ NDWHJRUL ³VDQJDW NXUDQJ´ Untuk number relationship

siswa pada kelompok bawah tidak memahami keterkaitan dari suatu bilangan terhadap bilangan lain seperti beda dari 4 dan -4, hal ini dipicu karena kurang pahamnya mereka tentang bilangan bulat. Selain itu, sebagian besar siswa

(14)

14 mengalami kesulitan dalam memahami soal number relationship. Siswa juga jarang dan bahkan tidak pernah mengerjakan soal seperti yang tersajikan. Padahal, soal yang digunakan untuk mengungkapkan number relationship siswa ini merupakan soal untuk mempertajam hubungan satu bilangan terhadap bilangan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sowder (dalam Beswick, 2007) menyebutkan bahwa salah satu indikasi adanya kemampuan number sense pada diri seorang anak adalah memahami tentang representasi bilangan dan memiliki kemampuan untuk mengubah bilangan menjadi bentuk lain yang senilai dengan tepat dan efektif. Selain itu, hasil ini juga diperkuat melalui peneliti terdahulu oleh Ekawati (2011), bahwa subjek kelompok rendah mengalami kesulitan dan kebingungan ketika dihadapkan pada perhitungan yang melibatkan bilangan besar sehingga subjek tidak tertarik untuk mengerjakan perhitungan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Dehaene & Wilson (1998) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki number sense yang rendah cenderung tidak memiliki ketertarikan dalam perhitungan angka.

Dari paparan sebelumnya, disimpulkan bahwa number sense bentukan siswa pada kelompok bawah dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat, cenderung sesuai dengan number sense bentukan para ahli. Kecenderungan ini yaitu number magnitude, number operation.

Berdasarkan wawancara ditemukan adanya suatu keterkaitan antara number sense yang dimiliki siswa dengan pembelajaran yang diterima siswa di sekolah. Hampir setiap soal yang dijawab siswa adalah soal yang dianggap baru karena soal yang diberikan tidak lazim. Selain itu, hasil observasi pada saat guru menyampaikan materi operasi hitung bilangan bulat di kelas, guru belum menggali kemampuan number sense yang dimiliki siswa seperti memberikan kebebasan siswa dalam menjawab dengan berbagai alternatif penyelesaian sehingga gagasan number sense siswa menjadi terbatas. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru tersebut, diketahui bahwa guru harus memiliki kemampuan lebih, kreativitas yang tinggi, dan waktu yang banyak untuk menggali number sense bentukan siswa secara keseluruhan.

Dari data yang diperoleh, secara keseluruhan dapat dibahas bahwa number sense bentukan siswa pada kelompok atas, kelompok menengah, dan kelompok bawah cenderung sesuai dengan number sense bentukan para ahli. Kesamaan antar ketiga kemampuan siswa tersebut yaitu number magnitude dan number operations. Kesamaan ini diduga karena guru yang mengajarkan operasi hitung bilangan bulat lebih menekankan pada number magnitude terlebih dahulu baru ke number operations. Sedangkan perbedaannya, yaitu untuk kelompok atas dan kelompok menengah, yaitu number relationship hanya dibentuk oleh kelompok atas dan number meaning hanya pada kelompok menengah. Perbedaan ini diduga karena faktor bakat yang dimiliki mereka mengenai number sense masing-masing siswa di dalam tingkat kemampuannya tidak sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Pilmer (2008), menyatakan bahwa kemampuan number sense setiap siswa berbeda karena number sense berkembang seiring pengalaman dan pengetahuan siswa yang didapatkan dari pendidikan formal maupun informal.

(15)

15 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa: number sense bentukan siswa pada kelompok atas dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat memiliki bentukan number sense yang sangat dominan yaitu number magnitude, number operations, dan number relationship; number sense bentukan siswa pada kelompok menengah dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat memiliki bentukan number sense yang sangat dominan, yaitu number magnitude, number operations, dan number meaning; number sense bentukan siswa pada kelompok bawah dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan bulat memiliki bentukan number sense yang sangat dominan, yaitu number magnitude, number operations.

Saran

Berdasarkan kesimpulan serta kekurangan yang dikemukakan dalam penelitian, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: (1) diharapkan kepada guru matematika untuk mempertimbangkan hasil penelitian ini dan dijadikan sebagai satu di antara alternatif dalam merencanakan pembelajaran matematika, khususnya dalam materi operasi hitung bilangan untuk mengembangkan number sense berdasarkan potensi siswa, (2) bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengkaji pada kemungkinan adanya hierarki dalam komponen number sense.

DAFTAR RUJUKAN

Acoi, Petrus. 2011. Deskripsi Number Sense Siswa Kelas VII SMP Santo Fransiskus Asisi Pontianak. Skripsi: FKIP UNTAN

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

$V¶DUL $ 5DKPDQ Number Sense: Mengapa Penting bagi Anak. (Online).

(http://idepembelajaranmatematika.blogspot.com/2008/11/number-sense-mengapa- penting-bagi-anak.html, diakses 9 Februari 2013)

Beswick, K., Muir, T., & McIntosh, A. 2007. Developing An Instrument to Assess Number sense for Young Children. (Online), (http://www.aare.edu.au/04pap/bes04625.Pdf, diakses 9 Februari 2014) Dehaene, Stanislas dan Wilson Anna. 1998. Number sense and Developmental

Dyscalculia. Cognitive Neuroimaging, INSERM-CEA Unit 562. Perancis: Service Hospitalier Frédéric Joliot

Ekawati, Endang. 2013. Profil Kemampuan Number Sense Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam Memecahkan Masalah Matematika pada Materi Bilangan Bulat. Artikel. (Online).

(16)

16 (http://ejournal.unesa.ac.id/article/2386/30/article.pdf/, diakses 12 April 2013)

NAEP. 2003. Mathematics Framwork for the 2003 the National Assessment of Educational Progress. Washington: National Assessment of Educational Progress.

National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics.

2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics.

Nawawi, H. 2012. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Pilmer, David. 2008. Number Sense. Nova Scotia School for Adult Learning. Department of Labour and Workforce Development. (Online). (http://www.gonssal.ca/documents/NumberSense.pdf/, diakses 6 Maret 2013)

Reys, Lindquist, Lambdin, Smith and Suydam. 1994. Helping children learn

mathematics, (Online)

(http://users.ntplx.net/region10/regiontenmathpages/religion10mathsitefaq/ whatisnumbersense.html, diakses 6 Maret 2013)

Sabrianti, Retno. 2012. Potensi Number Sense Siswa pada Materi Penjumlahan Pecahan Biasa di Madrasah Tsanawiyah. Skripsi: FKIP UNTAN

Saleh, Andri. 2009. Number Sense Belajar Matematika Selezat Cokelat. Jakarta: Trans Media

Van De Walle, John A, Karp, Karen S., dan Bay-Williams, Jennifer M. 2010. Elementary And Middle School Mathematics Teaching Developmentally, 7th Edition. New York: Pearson Education.

Gambar

Tabel 1   Kode Siswa Berdasarkan Tingkat kemampuan  Tingkat Kemampuan  Kode Siswa

Referensi

Dokumen terkait

dengan kekerasan dan kekejaman, dengan perbuatan yang sadistis. b) Didorong oleh nafsu berkuasa yang ekstrim, ini berasal dari sifat arogansi seseorang. Dimana ia merasa

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui latarbelakang pengiklan dan perusahaan iklan menggunakan

Penulisan naskah webcomic menggunakan pendekatan gabungan dari alur linear dan alur maju mundur. Secara garis besar, cerita disampaikan secara linear. Namun pada adegan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, Sesuai dengan rumusan masalah serta tujuan dan kegunaan penelitian, maka dalam penelitian

diubah ke dalam bentuk pertidaksamaan biasa. Untuk b>0, pembatas.. 4.5 Sebuah variable yang tidak dibatasi tanda, artinya boleh negatif, nol atau positif, ekivalen dengan

Saya mengesahkan bahawa Jawatankuasa Pemeriksa bagi Ismail bin Mohamed telah mengadakan peperiksaan akhir pada 12hb November 2004 untuk menilai tesis Master

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel kepemimpinan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja karyawan, dan variabel motivasi

Dari penelitian ini didapatkan hasil pengujian hipotesis bahwa (1) umpan balik berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberdayaan psikologis , (2) sistem