• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI EKSTRAK DARI LIMBAH KULIT KAYU DAN BATANG MURBEI (Morus alba var. kanva) SEBAGAI ANTIBAKTERI Enterococcus faecalis ATCC 29212

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI EKSTRAK DARI LIMBAH KULIT KAYU DAN BATANG MURBEI (Morus alba var. kanva) SEBAGAI ANTIBAKTERI Enterococcus faecalis ATCC 29212"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI EKSTRAK DARI LIMBAH KULIT KAYU DAN BATANG MURBEI (Morus alba var. kanva) SEBAGAI ANTIBAKTERI Enterococcus faecalis

ATCC 29212

The Potency of Bark and Stem Waste of Murberry (Morus alba var. kanva) as Antibacteria of Enterococcus faecalis ATCC 29212

Chandra Dyah Alifia, Yeni Mariani, Fathul Yusro

Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jalan Imam Bonjol Pontianak 78124

Email: chandra.g1011151040@gmail.com Abstract

There are several species of mulberry that grow and cultivated in Indonesia, and Morus alba var. kanva is one of it. The leaves of mulberry are used as silkworm feeds, while the bark and stem as waste are not utilized. This study aims to analyze the potency of bark and stem of mulberry as an antibacterial Enterococcus faecalis (E. faecalis) which is a cause of the infection of teeth root canal. The bark and stem of mulberry were measured it water contents then macerated with ethanol and the percentage of yield extracts were determined. Furthermore, anti-bacterial activites were conducted with 5 level concentrations of bark and stem extract (25; 50; 75 and 100 mg / mL), ethanol and Tetracycline 250 mg as negative and positive control. The results showed that the bark had a moisture content of 10.7% with a yield value of 25.5%, while the stem had a moisture content of 9.4% and a yield value of 9.8%. the optimum concentration is at the level of 75 mg / mL because at this concentration it has been able to inhibit the inhibitory zone value which is no different from 100 mg / mL.

Keywords: Antibacterial tests, E. faecalis, Morus alba var. kanva, Stem, Bark PENDAHULUAN

Murbei adalah tanaman yang termasuk ke dalam famili Moraceae dengan genus Morus sp (Ferlinahayati et al. 2012) dan berdasarkan Permenhut No.P.35/MenhutII/2007 masuk dalam katagori hasil hutan bukan kayu (HHBK). Beberapa jenis murbei tumbuh di Indonesia, diantaranya adalah M. cathayana, M. alba (var. kanva dan lembang), M. multicaulis, M. nigra, M. australis dan M. macroura. Keenam jenis murbei tersebut sudah dikembangkan dan dibudidayakan seiring dengan usaha pemeliharaan ulat sutera (Arisandi et al. 2006). Pembudidayaan murbei dilakukan untuk dimanfaatkan daunnya sebagai pakan

dari ulat sutera jenis Bombyx mori L (Rahma et al. 2017), sedangkan kulit kayu maupun batangnya hanya menjadi limbah yang tak termanfaatkan secara maksimal.

Selain sebagai pakan ulat sutera, beberapa penelitian menyebutkan bahwa murbei termasuk sebagai tanaman yang memiliki fungsi dalam dunia permedisan yaitu sebagai tanaman yang berpotensi sebagai obat (Isnan dan Muin 2015). Sunanto (2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kandungan metabolit sekunder pada murbei seperti alkaloida, flavonoida, dan polifenol merupakan golongan senyawa yang memiliki sifat sebagai antioksidan. Selain itu, Aulifa et al. (2015)

(2)

menyebutkan bahwa murbei dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab penyakit infeksi.

Infeksi pada manusia menyebabkan terganggunya beberapa fungsi tubuh seperti sistem otak, pencernaan, dan beberapa sistem dari organ penting lainnya dalam tubuh (Santoso et al. 2012). Penyakit infeksi yang sering terjadi disekitar masyarakat adalah infeksi pada saluran akar gigi (Zehnder dan Belibasakis, 2015), dimana sekitar 80-90%-nya disebabkan oleh bakteri Enterococcus faecalis (Pasril dan Yuliasanti 2014). Usaha penyembuhan penyakit oleh masyarakat yang disebabkan bakteri selama ini adalah menggunakan antibiotik (Nurmala et al. 2015). Penggunaan antibiotik secara terus menerus dengan pemakaian yang tidak tepat akan mengakibatkan bakteri menjadi resisten atau kebal terhadap antibiotik (Utami, 2011). Salah satu usaha untuk mencegah sifat resistensi bakteri pada antibiotik yaitu dengan memanfaatkan tanaman yang memiliki khasiat obat (Slipranata et al. 2016).

Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa tumbuhan murbei sudah dimanfaatkan masyarakat untuk tanaman obat, meski demikian sejauh ini pemanfaatan terhadap murbei masih berpusat pada bagian daun yang menjadi pakan tunggal dari ulat sutera dan buahnya yang menjadi bahan pangan berupa selai. Hal tersebut yang menjadikan perlunya penelitian lebih lanjut mengenai potensi limbah kulit kayu dan batang murbei dalam menghambat pertumbuhan bakteri E.

faecalis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar ekstrak kulit kayu dan batang murbei serta potensinya sebagai antibakteri alami khususnya terhadap E. faecalis.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dibeberapa tempat yaitu Wood Workshop, Laboratorium Teknologi Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura serta Laboratorium Mikrobiologi Unit Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Alat yang digunakan antara lain hammer mill, mesh screen, shaker, autoclave, mikroskop digital, mikropipet, dan incubator. Beberapa bahan yang digunakan antara lain batang murbei yang peroleh dari bekas pakan ulat sutera di pemeliharaan ulat sutera Dramaga Bogor, bakteri E. faecalis ATCC 29212, etanol 96%, Larutan Mc. Farland 1, aquadest, media Mueller Hinton Agar (MHA) dan antibiotik Tetracycline 250 mg.

Prosedur Penelitian Persiapan sampel

Batang murbei yang diambil adalah batang utama yang berdimeter ±3-5 cm. Batang murbei dibersihkan dengan menggunakan kuas. Setelah itu dikuliti dan dipisahkan antara kulit dan batang. Kulit dan batang murbei tersebut kemudian dijemur (Gambar 1), setelah kering dipotong kecil dan di hammer mill hingga terbentuk serbuk dan disaring dengan menggunakan saringan mesh lolos 40 dan tertahan di mesh 60 (Prihatiningtyas et al. 2018).

(3)

A B

Gambar 1. Sampel batang M. alba var. kanva. (A). Limbah batang murbei segar; (B). Proses pengeringan sampel (Stem of M. alba var. kanva (A) Green waste of Murberry waste; (B) Sample drying process) Perhitungan kadar air (KA%)

Serbuk kulit dan batang di ambil sebanyak +2g dan diletakkan pada alumunium foil yang sudah diketahui beratnya, kemudian di hitung kadar airnya dengan cara dilakukan pengovenan selama 24 jam pada suhu 103+2oC (Priandi et al. 2019). Setelah di oven kemudian ditimbang. Pengovenan dilakukan secara berulang hingga didapat berak konstan. Rumus Kadar Air:

KA=BA-BKT

BKT X 100% Keterangan :

KA = Kadar Air (%)

BA = Bobot Serbuk Awal (gram)

BKT = Bobot Serbuk Kering Tanur (gram) Perhitungan kadar ekstrak.

Masing-masing serbuk (serbuk batang dan serbuk kulit) ditimbang 1g lalu di simpan didalam erlenmeyer dan ditambahkan pelarut etanol dengan perbandingan 1:20 untuk proses maserasi selama 24 jam di suhu kamar. Penghomogenan menggunakan shaker dilakukan agar serbuk dan pelarut dapat

terlarut dengan baik. Setelah itu penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring. Residu yang tersaring di kertas saring dimasukkan kembali ke dalam erlenmeyer kemudian dimaserasi kembali seperti proses awal sampai didapat filtrat yang jernih Hasil dari penyaringan tersebut (filtrat) disimpan di cawan porselen yang sebelumnya sudah ditimbang dan dicatat beratnya kemudian dipanaskan diatas waterbath dengan suhu 60oC selama 24 jam agar sisa pelarut teruapkan. Rumus perhitungan kadar ekstrak (Rahmah, 2014):

% Kadar Ekstrak:

Berat ekstrak (g)

(1-kadar air serbuk) berat serbuk (g) x 100%

Penyiapan ekstrak kulit dan batang (M.alba var. kanva).

Sebanyak 200g masing masing serbuk batang dan kulit kayu murbei dimasukkan kedalam botol regen. Kemudian serbuk dilarutkan dengan 800 ml etanol (perbandingan 1:4) untuk serbuk kulit dan 1000 ml untuk serbuk batang (perbandingan 1:5), dimana perbandingan

(4)

tersebut dilihat berdasarkan terendamnya serbuk sampel oleh pelarut. Selanjutnya kedua larutan dihomogenkan hingga serbuk terlarutkan oleh pelarut yang digunakan. Setelah itu disaring dengan kertas saring meteran dan filtratnya dimasukan kedalam erlenmeyer 1000 ml. Residu yang didapat diperlakukan sama seperti tahap awal, dimana proses ini dilakukan sebanyak 4 kali pengulangan hingga filtratnya agak jernih. Ekstrak pekat atau mengkristal didapatkan dengan cara memasukan filtrat yang sudah agak jernih ke dalam gelas piala dan di oven dengan suhu 40oC (Luliana et al. 2016).

Pembuatan media biakan bakteri (Mueller Hinton Agar).

Serbuk MHA ditimbang sebanyak 38g, larutkan dengan aquadest sebanyak 1000 ml dan panaskan menggunakan penangas air hingga homogen. Cawan petri disiapkan dan serbuk MHA yang sudah diseduh menggunakan aquadest tersebut di sterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC (tekanan 1 atm; ±15 menit).

Selanjutnya larutan MHA yang homogen dan steril dituangkan ke dalam cawan petri (Mardiah 2017).

Pembuatan Larutan Mc. Farland 1

Larutan Mc. Farland 1 terdiri atas campuran BaCl2 1,175 % dan H2SO4 1 %

sebanyak 9,9 mL (Kawengian et al. 2017). Larutan BaCl2 dan H2SO4 dihomogenkan

hingga terbentuk larutan keruh (Mc. Farland 1) dengan konsentrasi bakteri 300x106 CFU/ml (Dasopang 2017).

Pembuatan biakan

Media MHA yang telah steril, sebanyak 6 mL dimasukan ke dalam masing-masing cawan petri, kemudian didiamkan selama 3 menit hingga padat. Isolat bakteri diambil menggunakan jarum ose steril kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dihomogenkan dengan larutan buffer. Suspensi bakteri disetarakan dengan standar kekeruhan Mc. Farland 1. Suspensi bakteri yang sudah disetarakan kekeruhannya kemudian dioleskan mengunakan botton swab steril pada media MHA yang sudah padat (Sulistyani et al. 2014).

Uji Daya Hambat Pertumbuhan Mikrob. Uji daya hambat bakteri dilakukan dengan cara difusi, menggunakan kertas cakram berdiameter 6 mm yang telah ditetesi 20µl ekstrak etanol kulit, batang dan kontrol. Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 50, 25, 50, 75 dan 100 mg/ml, serta kontrol negatif yaitu etanol 96% dan kontrol positif menggunakan antibiotik (Tetracycline 250 mg).

Kertas cakram yang sudah ditetesi ekstrak diletakkan pada media MHA yang sudah tersuspensi oleh bakteri dan diinkubasi didalam inkubator pada suhu 35oC selama 24 jam (Sasmita dan Ling 2017). Daya hambat diukur dengan cara menghitung daerah bening (zona bening) dengan menggunakan penggaris kemudian mengurangkan hasil dari diameter daerah bening dengan diameter kertas cakram. Nilai zona hambat diklasifikasikan berdasarkan tabel respons hambatan pertumbuhan bakteri (Tabel 1).

(5)

Tabel 1. Klasifikasi respons hambatan pertumbuhan bakteri sebagai berikut (Anita et al. 2014):

Diameter Penghambatan (mm) Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan

> 20 Sangat Kuat

11- 19 Kuat

5- 10 Sedang

< 5 Lemah

Diameter zona hambat yang didapat kemudian dilakukan analisis statistik menggunakan faktorial RAL (rancangan acak lengkap). SPSS 24 digunakan untuk membantu dalam proses analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air (KA%) dan Kadar Ekstrak

Proses ektraksi kulit dan batang murbei (M. alba var. kanva) menggunakan pelarut etanol menghasilkan kadar ekstrak kulit kayu lebih tinggi dari pada batang. Besarnya kadar air (KA) serbuk dan kadar esktrak secara jelas terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kadar air (KA) serbuk dan kadar ekstrak kulit dan batang murbei (Bark and Stem of Murberry Powder Moisture Contents and Yield Extracts) Menurut klasifikasi komponen

kimia kayu, ekstrak etanol dari kulit dan batang murbei memiliki kadar zat ekstraktif tinggi karena rendemen ekstraknya lebih dari 4% (Departemen Pertanian 1976). Persentase rendemen ekstrak etanol kulit murbei pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstrak etanol dari beberapa kulit tanaman lain seperti

Parkia intermedia, P. speciosa, P. timoriana, Dracontomelo dao, Mangifera pajang, M. foetida, Pentaspadon motleyi, Baccaurea costulata, B. angulata, Durio kutejensis dan D. dulcis yang mempunyai ekstrak rendemen 2,05-21,48% (Yusro et al. 2016), dan dikatakan lebih rendah apabila dibandingkan dengan ekstrak kulit batang Cassia fistula L. (pohon

10,7 25,5 9,4 9,8 0 5 10 15 20 25 30

Kadar Air (KA) Serbuk Kadar Ekstrak

P e r se n ( % ) Kulit Batang

(6)

trangguli) yang memiliki persen rendemen senilai 33,6% (Najihudin et al. 2017). Sedangkan pada batang murbei memiliki konsentrasi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan beberapa ekstrak etanol batang dari beberapa tumbuhan lain seperti pelanjau, bakau yang memiliki persen rendemen 4,34-7,14 (Yusro 2010) dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstrak daun dari tanaman Callicarpa longifolia, Myrmeconauclea strigosa, Eusideroxylon zwageri, Scoparia dulcis, Lagerstroemia speciosa yang memiliki persen rendemen4,33-8,99% (Mariani et al. 2016), tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan ekstrak etanol dari batang pohon Acacia mangium yaitu 14-18% (Lakmandaru 2018).

Kadar ekstrak pada kulit batang memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan batang. Hal tersebut diakibatkan oleh stuktur kimia pada bagian kulit jauh lebih kompleks dibandingkan dengan bagian kayu (Sjostrom 1998). Menurut Dia et al. (2015) kulit batang lebih potensial untuk menjadi antioksidan dibandingkan organ tumbuhan lainnya. Metabolit sekunder pada setiap tumbuhan memiliki cara yang berbeda dalam berperan sebagai agen antibakteri (Sudrajat et al. 2012). Perbedaan nilai kadar ekstrak kulit dan batang dengan beberapa tumbuhan lain diduga karena setiap tanaman memiliki nilai kadar yang berbeda tergantung pada karakteristik tanaman tersebut dan diduga dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan dalam proses pengekstrakkan.

Pada proses ekstraksi kali ini pelarut yang dipilih adalah menggunakan pelarut etanol 96%. Pelarut etanol merupakan bahan kimia yang sering digunakan karena merupakan senyawa organik yang tidak berwarna, memiliki titik didih yang tinggi selain itu juga mudah menguap (Arista 2013). Proses pelarut dalam mengekstrak senyawa metabolit sekunder terjadi karena pelarut meresap ke dalam dinding sel kemudian mengikat zat aktif (metabolit sekunder) yang ada didalamnya, dengan bercampurnya pelarut dan zat aktif tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi antara pelarut yang ada di luar dan didalam dinding sel sehingga pelarut dan zat aktif yang tercampur dalam dinding sel tertekan dan keluar dari dalam dinding sel. Senyawa yang dapat terekstrak oleh pelarut etanol diantaranya terpenoid, alkaloid, flavonol, polifenol, tanin, poliasetilen, dan sterol (Heni et al. 2015).

Uji Aktivitas Antibakteri Pada E.

faecalis.

Pengujian pada bakteri E. faecalis menggunakan konsentrasi ekstrak kulit dan batang murbei sebesar 25; 50; 75 dan 100 mg/mL. Kedua ekstrak dengan konsentrasi tersebut memberikan respon positif terhadap pertumbuhan bakteri dengan terbentuknya zona hambat disekitar cakram.

Kedua jenis ekstrak dan konsentrasi yang digunakan sebagai perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata pada diameter zona hambat yang dihasilkan. Terjadi interaksi antara jenis ekstrak dan level konsentrasi yang

(7)

digunakan dalam penghambatan bakteri E. faecalis. Ekstrak kulit dan batang murbei dipengaruhi oleh level konsentrasi yang digunakan dalam pengujian bakteri, sehingga nilai zona

hambat yang dihasilkan memiliki nilai yang bervariasi. Rerata diameter zona hambat dan hasil uji beda nyata jujur (BNJ) ditampilkan pada Gambar 2.

\

Keterangan :

a,b= jika huruf yang digunakan sebagai tanda berbeda, menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata atau

signifikan dengan taraf kepercayaan 99%. (If the letters used as a sign is different, shows a very

different or significantly different effects at 99% confidence level). Berdasarkan grafik diatas terlihat

bahwa kontrol positif dan beberapa level konsentrasi dari kulit dan batang memiliki zona hambat yang berbeda, sedangkan kontrol negatif tidak menunjukkan adanya zona hambat. Zona hambat yang dihasilkan dari ekstrak kulit dan batang murbei pada konsentrasi 25 dan 50 mg/mL berbeda sangat nyata. Konsentrasi 50 dan 75 mg/mL pada ekstrak batang memiliki zona hambat yang berbeda nyata, tetapi tidak berbeda nyata untuk zona hambat dari ekstrak kulit batang. Zona hambat pada

kedua ekstrak dengan konsentrasi 75 dan 100 mg/mL memiliki zona hambat yang tidak berbeda nyata. Secara keseluruhan zona hambat yang dihasilkan dari konsentrasi yang digunakan berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol positif (+) dan negatif (-), kecuali ekstrak batang pada konsentrasi 25 mg/mL tidak berbeda dengan kontrol negatif (-). Diameter zona hambat yang dihasilkan sesuai dengan level konsentrasi, dimana semakin meningkat level konsentrasi maka diameter hambat yang di hasilkan semakin besar.

a e a b c d a e bc bc d d 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Kontrol negatif Kontrol positif 25 mg/mL 50 mg/mL 75 mg/mL 100 mg/mL Diam et er Z on a Ham b at ( m m ) Konsentrasi Batang Kulit

Gambar 2. Rerata±SD daya hambat ektrak etanol kulit dan batang murbei terhadap pertumbuhan E. faecalis (The Average of inhibition zone of bark and stem ethanol extracts against the growth of E. faecalis)

(8)

A B C

Gambar 3. Diameter zona bening pada media yang tersuspensi bakteri E. faecalis (A) Kontrol Negatif dan Positif (B) Konsentrasi Ekstrak Batang murbei dan (C) Konsentrasi ekstrak kulit batang murbei (25 ; 50 ; 75 dan 100 mg/mL). (Diameter of clear zone on media bacterial suspensions of E. faecalis (A) Negative and positive controls and (B) Concentrations of murberry stem extract (C) Concentrations of murberry bark extract

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa kontrol negatif (etanol) tidak dihasilkan zona bening pada pertumbuhan bakteri E. faecalis, hal ini menunjukkan bahwa pelarut tidak berpengaruh pada ekstrak yang digunakan sehingga daya hambat yang didapat dari setiap konsentrasi ekstrak merupakan murni disebabkan oleh kandungan senyawa metabolit pada ekstrak tersebut (Nugraha et al. 2017). Kontrol positif (tetracycline) memiliki zona hambat lebih tinggi dibandingkan dengan zona hambat yang dihasilkan dari ekstrak. Tertracycline merupakan antibiotik yang mampu bekerja pada dua bakteri utama yaitu bakteri gram negatif dan gram positif (Jawetz et al. 2013). Saat tetracycline menyerap melalui membran sitoplasma pada bakteri, tertracycline berubah menjadi bentuk ionik karena tetracycline tidak bisa terserap melalui membran yang menjadi penyebab akumulasi tertracycline dalam sel, ionik tersebut menjadikan terhambatnya proses penguraian protein pada bakteri sehingga menyebabkan kematian pada sel bakteri (Pratiwi 2008).

Pada pengujian daya hambat antibakteri, diameter zona hambat tertinggi yang didapat dari kedua konsentrasi ekstrak adalah pada konsentrasi 100 mg/mL yaitu 4,17 dan 4,67, sedangkan konsentrasi yang terendah pada konsentrasi ekstrak 25 mg/mL yaitu 0 dan 2,17 mm. Ekstrak kulit dan batang murbei memiliki diameter zona hambatan yang rendah dibandingkan dengan ekstrak serai yang memiliki zona hambat 6,1 mm pada konsentrasi 25% (Soraya et al. 2016), daun srikaya yang memiliki zona hambat 7,95 mm pada konsentrasi 25% (Jangnga et al. 2018) dan bawang putih yang menghasilkan diameter hambatan 11 mm pada konsentrasi 25% (Soraya et al. 2018).

Hasil klasifikasi respon hambatan pada ekstrak kulit batang dengan level konsentrasi 100; 75; 50 dan 25 mg/mL termasuk kedalam kategori lemah. Pada ekstrak batang konsentrasi 25 mg/mL belum menghambat, dan mulai menghambat pada konsentrasi 50, 75 dan 100 mg/mL dan termasuk dalam kategori lemah.

(9)

Nilai zona hambat yang dihasilkan untuk ekstrak kulit lebih besar dibandingkan dengan ekstrak batang. Perbedaan persentase zona hambat yang dihasilkan oleh kulit dan batang diduga karena kandungan zat ekstraktif didalam kulit kayu memiliki persentasi yang lebih besar dari pada batang. Zat ekstraktif mempunyai berbagai fungsi diantaranya sebagai perlindungan dari mikroorganisme yang dapat merusak kayu (Sjostrom, 1998). Senyawa metabolit sekunder yang berada pada masing-masing jenis ekstrak merupakan pengaruh utama pada proses penghambatan pertumbuhan bakteri E. faecalis. Metabolit sekunder memiliki cara yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan penelitian Chan et al. (2016) disebutkan bahwa kandungan senyawa kimia dalam kulit dan batang murbei terdiri atas senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, tanin dan polifenol.

Kemampuan alkaloid yang merupakan garam organik pada tumbuhan dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah dengan mengganggu lapisan peptidoglikan sehingga pembentukan dinding sel tumbuh tidak utuh dan menjadi penyebab kematian pada bagian sel bakteri (Munfaati et al. 2015). Flavonoid terbentuk atas asam amino dan lipid yang mampu berkolaborasi dalam gugus alkohol yang ada pada flavonoid yang merusak dinding sel dan senyawa masuk kedalam inti sel (Jawetz et al. 1986). Tanin menyebabkan dinding sel menjadi berkerut dan mengganggu pada permeabilitas sel sehingga membuat pertumbuhan bakteri terganggu (Ajizah 2014). Polifenol menghambat melalui dinding sel dan

membran sel, komponen bioaktif dari polifenol menyebabkan lisis sel dan penguraian protein menyebabkan terganggunya pembentukan protein pada sitoplasma (Surjowardodjo et al. 2015). Senyawa triterpenoid akan mempengaruhi porin (protein trans membran) pada membran bagian luar dari dinding sel membentuk polimer yang saling mengikat kuat satu sama lain yang kemudian merusaknya bagian porin (Pratiwi 2008). Kerusakan pada bagian porin mengakibatkan permeabilits bakteri tersebut terganggu sehingga pertumbuhan bakteri terganggu atau bahkan mati, hal ini karena porin merupakan tempat terjadinya pertukaran dan buka tutup substasi yang menunjang pada pertumbuhan bakteri.

Kemampuan ekstrak kulit dan batang dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. faecalis tergolong rendah. Hal ini diduga dipengaruhi oleh dinding sel bakteri E. faecalis terdiri dari 40% peptidoglokan, dimana bakteri ini pada awalnya diklasifikasi sebagai Streptococcus Group D, karena mereka memiliki antigen dinding sel Grup D juga mampu berkembang dalam kisaran pH tinggi (Putri et al. 2018).

KESIMPULAN DAN SARAN Kadar ekstrak yang didapat dari ekstrak etanol batang adalah 9,8% dan pada kulit batang 25,5%. Kedua jenis ekstrak yaitu ekstrak kulit dan batang murbei memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri E. faecalis. Konsentrasi tertinggi pada ekstrak kulit dan batang dalam menghambat pertumbuhan E. faecalis yaitu 100 mg/mL dengan zona hambat 4,17 mm dan 4,67 mm, dan termasuk dalam klasifikasi hambatan yang lemah, sedangkan konsentrasi optimum

(10)

adalah 75 mg/mL karena di konsentrasi tersebut sudah mampu menghambat dengan nilai zona hambat yang tidak berbeda dengan 100 mg/mL. Dengan diketahuinya konsentrasi yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. faecalis diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai kadar hambat minimum (KHM) menggunakan ekstrak kulit dan batang murbei (M. alba var kanva).

DAFTAR PUSTAKA

Ajizah DN, Kumolowati E dan Faramayuda F. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode AlCl 3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao ( Theobroma cacao L .). Jurnal Ilmiah Farmasi. 2(2): 45-49. Anita A, Khotimah S, Yanti AH. 2014. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Benalu Jambu Air (Dendropthoe pentandra L. Miq). J Protobiont.3(2): 268-272.

Arisandi, Yohana dan Andriani Y. 2006. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta. Pustaka Buku Murah.

Arista M. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 80% Dan 96% Daun Katuk (Sauropus androgynus L. Merr.). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2(2): 1-16.

Aulifa DL, Febriani Y, Rendo MS. 2015. Aktivitas Antibakteri Ekstrak n- Heksan, Etil Asetat, dan Etanol Morus alba L. terhadap Bakteri Penyebab Karies Gigi. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology 4(2): 45-53.

Chan EWC, Lye PY dan Wong SK. 2016. Phytochemistry, pharmacology, and clinical trials of Morus alba. Chines Of Journal Natural Medichines. 14(1): 17-30.

Dasopang ES. 2017. Scrining Fitochemism And Test of Antibacterial Activity of Extract Etanol Leaf Leaves (Sambucus javanica Reinw) on Growth Bacteria Eschericia coli and Salmonella thypi. Biolink. 4(1): 55-62.

Departemen Pertanian. 1976. Vademikum Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral Kehutanan, Jakarta.

Dia SPS, Nurjanah dan Jacoeb AM. 2015. Komposisi Kimia Dan Aktivitas Antioksidan Akar, Kulit Batang Dan Daun Lindur. JPHPI.

18(2): 205–219.

https://doi.org/10.17844/jphpi.201 5.18.2.205

Ferlinahayati, Hakim EH, Syah YM, dan Juliawaty LD. 2012. Senyawa Morusin dari Tumbuhan Murbei Hitam (Morus nigra). Jurnal Penelitian Sains. 15(2): 70-73. Heni, Arreneuz S dan Zaharah TA. 2015.

Efektifitas Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Belimbing Hutan (Baccaurea angulata Merr.) Terhadap Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. JKK. 4(1): 84-90.

Isnan W dan Muin N. 2015. Tanaman Murbei Sumber Daya Hutan Multi Manfaat. Info teknis eboni. 12(2) : 111-119.

Jangnga ID, Kambaya PP dan Kosala K. 2018. Uji Aktivitas Antibakteri Dan Analisis Bioautografi Kromatografis Lapis Tipis Ekstrak Etanol Daun Srikaya (Annona squamosa L). Odonto Dental Journal. 5(2): 102-109.

(11)

Jawetz M dan Adelberg. 2013. Medical Microbiology. New York. Mc Graw Hill.

Luliana S, Purwanti NU dan Manihuruk KN. 2016. Pengaruh Cara Pengeringan Simplisia Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.) Terhadap Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH (2,2-difenil-1- pikrilhidrazil). Pharm Sci Res. 3(3): 120-129.

Lukmandaru G. 2018. Komposisi Ekstraktif pada Kayu Mangium (Acacia mangium). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 10(2): 150-158.

Najihudin A, Chaerunisa A dan Subarnas A. 2017. Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Kulit Batang Trengguli (Cassia fistula L) dengan Metode DPPH. IJPST 4(2): 70-78.

Mardiah. 2017. Uji Resistensi Staphylococcus aureus Terhadap Antibiotik, Amoxillin, Tetracyclin dan Propolis. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan.8(16): 1-6. Mariani Y, Yusro F, Konishi Y, Taguchi

T dan Tominaga A. 2016. Regulatory effects of five medicinal plants used by Dayak Uud Danum in West Kalimantan Indonesia on the delayed- type hypersensitivity and the inflammation of human colon epithelial cells. Kuroshio Science 10(1): 59–71.

Munfaati PN, Ratnasari E dan Trimulyono G. 2004. Aktivitas Senyawa Antibakteri Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Shigella dysenteriae Secara in Vitro. LenteraBio. 4(1):

64-71.

Nugraha AC, Prasetya AT dan Mursiti S. 2017. Isolasi, Identifikasi, Uji Aktivitas Senyawa Flavonoid sebagai Antibakteri dari Daun Mangga. Indonesian Journal of Chemical Science. 6(2): 91-96. Nurmala N, Virgiandhy I, Andriani A,

dan Liana D. 2015. Resistensi dan Sensitivitas Bakteri Terhadap Antibiotik di RSU dr. Soedarso Pontianak. eJournal Kedokteran Indonesia. 3 (1): 21-29.

Pasril Y, dan Yuliasanti A. 2014. Daya Antibakteri Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Terhadp Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Dengan Metode Difusi. Insiva Dental J. 3 (1): 88-96.

Pratiwi SUT. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta. Erlangga. Prihatiningtyas W, Mariani Y, Oramahi

HA, Yusro F, Sisillia L. 2018. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Batang Mangga Kweni (Mangifera odorata Griff) Terhadap Escherichia coli ATCC 25922 Dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Jurnal Tengkawang. 8(2): 59 – 74.

Priandi F, Yusro F, Diba F, Mariani Y, Nurhaida. 2019. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Jambu Monyet (Bellucia pentamera Naudin) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Eschericia coli dan Salmonella typhi. J. Tengkawang. 9 (1): 27-37.

Putri YW, Putra AE dan Utama BI. 2018. Identifikasi Dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat Yang Diisolasi Dari Vagina

(12)

Wanita Usia Subur. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(3): 20-25. Rahmah, FS. 2014. Aktivitas ekstrak

etanolik daun bayam merah (Amaranthus tricolor L.) terstandar terhadap kadar LDL. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 3(2): 120-127.

Sasmita AO dan Ling APK. 2017. Bioactivity of Mesona palustris (Black Cincau) as a Nutraceutical Agent. Journal of Engineering and Science Research. 1(2): 47–53. https://doi.org/10.26666/rmp.jesr. 2017.2.9

Sjostrum E. 1998. Kimia Kayu Dan Dasar –Dasar Penggunaannya. Yogyakarta. Gajahmada University Press.

Soraya C, Chismirina S dan Novita R. 2018. Pengaruh Perasan Bawang Putih (Allium sativum L.) Sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar Dalam Menghambat Pertumbuhan Enterococcus faecalis Secara In Vitro. Cakradonya Dent J. 10(1): 1-9.

Soraya C, Sunnati dan Maulina V. 2016. Efek Antibakteri Ekstrak Batang Serai (Cymbopogoncitratus) Terhadap Pertumbuhan Entrococcus faecalis. Cakradonya Dent J. 8(2): 69-78.

Sudrajat, Sadani, & Sudiastuti. (2012). Analisis Fitokimi Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Kasar Etanol Daun Meranti Merah ( Shorea leprosula Miq.) Dan Sifat Antibakterinya Terhadap Staphylococcus aureus Dan Eschericia coli. J.Trop Pharm, 1(4), 303–311

Sulistyani N dan Akbar AN. 2014. Aktivitas Isolat Actinomycetes dari

Rumput Laut (Eucheuma cottonii) sebagai Penghasil Antibiotik terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Ilmu Keparmasian Indonesia. 12(1):1-9. Santoso JS, Anwariah RO, Rumiantin AP, Putri N, Ukhty and Yoshie SY. 2012. Phenol Content. Antioxidan Activity and Fibers profile of Four Tropical Seagrasses from Indonesia. Journal of Medical Plants 10(37): 73-79.

Slipranata M, Lestari FB, Sandi NA, dan Salasia SIO. 2016. Potensi Ekstrak Daun Sage (Salvia officinalis. L) Sebagai Anti-Streptococcus suis Penyebab Zoonotik Meningitis. J. Saint Veteriner. 34 (2): 198-202. Sunanto H. 2009. 100 Resep Sembuhkan

Hipertensi, Obesitas dan Asam Urat. Jakarta. PT. Gramedia. Surjowardojo P, Susilorini TE dan

Panjaitan AA. 2015. Daya Hambat Jus Kulit Apel Manalagi (Malus sylvestris Mill.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli Penyebab Mastitis Pada Sapi Perah. Jurnl Ternal Tropikal. 16(2): 30-39. Utami ER. 2011. Antibiotika, Resistensi

dan Rasionalitas Terapi. El-Hayah. 1 (4): 191-198.

Zehnder M, dan Belibasakis GN. 2015. On the Dynamics of Root Canal Infections-What We Understand and What We Don’t. Virulence. 6 (3): 216-222.

Yusro F, Ohtani K dan Kubota S. 2016. Inhibition of α-Glucosidase by Methanol Extracts from Wood Bark of Anacardiaceae , Fabaceae , Malvaceae and Phyllanthaceae

(13)

Plants Family in West Kalimantan , Indonesia. Kuroshio science 9(2): 108-122.

Yusro F, Syafii W dan Pribadi ES. 2010. Sifat Anti Cendawan Trichophyton

mentagrophytes dan Candida albicans dari Zat Ekstraktif Kayu Pelanjau (Pentaspadon motleyi). Jurnal Ilmu Kehutanan 4(2): 57-69.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi respons hambatan pertumbuhan bakteri sebagai berikut (Anita et al
Gambar  2.  Rerata±SD  daya  hambat  ektrak  etanol  kulit  dan  batang  murbei  terhadap  pertumbuhan  E

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian adalah pengisian account pada masing-masing softphone, jika sesuai dengan data base pada asterisk maka user tersebut telah berhasil melakukan registrasi,

l)engan menerapkan Statistical Proces Conlrol maka perusahaan dapat menekan jumlah produk cacat hingga tidak melebihi Upper Control Lirnit dan menghemat biaya kualitas scbesar Rp

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Analisis Dimensi

Objek Retribusi adalah pemberian Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing kepada pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing oleh Pemerintah Daerah sebagaimana

Berdasarkan data sekunder hasil uji kultur dan resistensi bakteri aerob terhadap antibiotik yang diisolasi dari darah neonatus tersangka sepsis di ruang rawat

buang air kecil. Berdasarkan fakta-fakta hukum dalam persidangan di atas, Majelis Hakim menentukan dapat tidaknya seseorang dinyatakan terbukti bersalah dan dapat

Proses dimulainya penyelidikan dan penyidikan harus selalau berpedoman kepada hukum pormil atau hukum acara, baik hukum acara yang diatur didalam KUHAP, maupun hukum

Bah8a erdasarkan per;mangan seagaimana dimaksud huru&lt; a: perlu penetapan Keputusan Kepala Puskesmas Tanrutedong tentang Pengangkatan Tenaga &#34;ukarela pada Peskesmas