• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ANESTESI GRANUL EKSRAK BIJI BUAH KEBEN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH GELONDONGAN IKAN BANDENG (Chanos chanos) PADA TRANSPORTASI TANPA MEDIA AIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH ANESTESI GRANUL EKSRAK BIJI BUAH KEBEN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH GELONDONGAN IKAN BANDENG (Chanos chanos) PADA TRANSPORTASI TANPA MEDIA AIR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

34

PENGARUH ANESTESI GRANUL EKSRAK BIJI BUAH KEBEN

TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP

BENIH GELONDONGAN IKAN BANDENG (

Chanos chanos

)

PADA TRANSPORTASI TANPA MEDIA AIR

Naufan Indra Ikhsan, Mochamad Untung Kurnia Agung, Sri Astuty, dan Rosidah

Universitas Padjadjaran

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi granul ekstrak biji buah keben sebagai senyawa anestesi serta mendapatkan konsentrasi yang tepat untuk proses pembiusan benih gelondongan ikan bandeng (Chanos chanos) untuk transportasi tanpa media air. Estrak biji buah keben mengandung senyawa saponin yang diketahui merupakan senyawa yang dapat digunakan sebagai anestesi bagi ikan akan tetapi, pengaplikasian dalam bentuk ekstrak terbilang tidak mudah karena ektrak sukar untuk larut dalam air. Oleh karena itu, dilakukan proses granulasi agar memudahkan pengaplikasiannya. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi. Konsentrasi granul ekstrak biji buah keben yang digunakan yaitu 5mg/L, 10mg/L, 15mg/L, 50mg/L, 100mg/L dan 200mg/L. Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi waktu induksi, waktu pulih sadar dan kelangsungan hidup ikan bandeng. Granul ekstrak biji buah keben pada konsentrasi 50mg/L, 100mg/L dan 200mg/L dapat memingsankan 100% ikan bandeng masing-masing dalam waktu 60 menit, 40 menit dan 20 menit. Pada konsentrasi 5mg/L, 10mg/L dan 15mg/L ikan bandeng tidak dapat pingsan dalam waktu kurang dari 1 jam. Konsentrasi granul ekstrak biji buah keben sebesar 200mg/L merupakan konsentrasi optimal dalam proses anestesi ikan bandeng karena menghasilkan fase pingsan dan waktu pulih sadar tercepat. Penggunaan granul ekstrak biji buah keben pada konsentrasi 200mg/L untuk transportasi tanpa media air selama 1 jam menghasilkan kelangsungan hidup ikan bandeng sebesar 50% dari total sebanyak 10 ekor ikan bandeng.

Kata kunci: Biji buah keben, Ikan bandeng , Transportasi tanpa media air

Abstract

The Purpose of this research was to determine the potentiality of keben seed extract granules as the source of anesthetic and know the exact granules concentration for anesthesia process of milkfish seed (Chanos Chanos) for waterless transportation. Keben (Barringtonia asiatica) seed extract contain of saponin that know has a potentialily as a anesthetic for the fish. Therefore, the granulation process is carried out in order to easy application. This research used observation method. Concentration of keben seed extract granules that used in this research was 5mg/L, 10mg/L, 15mg/L, 50mg/L, 100mg/L dan 200mg/L. Parameter which observed of this research are conduction time, full consciousness time and survival rate for milkfish. At 50mg/L, 100mg/L and 200mg/L of keben seed extract granules concentration gives 100% unconscious effect for milkfishs an average of exposed in 60 minutes, 40 minutes and 20 minutes. At 5mg/L, 10mg/L and 15 mg/L of keben seed extract ganules concentration can’t gives unconscious effect for milkfishs in 1 hour. 200mg/L of keben seed extract granules concentration was the optimum contentration for milkfish anasthetic process cause it gave the fastest faint times and recovered times from unconscious. Usage of 200mg/L keben seed extract granules concentration for milkfish waterless transportation in 1 hour give 50% of survival rate for 10 milksfishs.

(2)

35

PENDAHULUAN

Ikan Bandeng (Chanos chanos) adalah salah satu jenis ikan konsumsi sebagai sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi. . Zat gizi utama dalam ikan bandeng antara lain protein, lemak, vitamin dan mineral. Dalam 100 gram ikan bandeng terkandung 20,53g protein, 6,73g lemak (lipid), 20mg kalsium, 150mg fosfor, 2mg zat besi, 0,05mg vitamin B1 dan 150IU vitamin A Permintaan pasar akan ikan bandeng ini cukup tinggi terlihat dari kenaikan produksi ikan bandeng dari tahun 2007-2011 yaitu sebesar 263.139 ton (2007), 277.471 ton (2008), 328.288 ton (2009) 421.757 (2010) dan 585.242 ton (2011), dengan tingkat kenaikan sebesar 38,76% selama tahun 2010-2011. Kebutuhan nasional akan ikan bandeng ini di suplai dari hasil produksi budidaya bandeng di tambak-tambak yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Tingginya permintaan akan ikan bandeng ini tentunya menuntut kebutuhan benih yang berkualitas dalam jumlah yang tinggi. Kebutuhan akan benih bandeng ini sangat tinggi mengingat 60% dari luas tambak di Indonesia (sekitar 228.250 ha) digunakan untuk budidaya bandeng (Winarsih dkk. 2010). Berdasarkan informasi dari pembudidaya ikan bandeng, salah satu kendala yang dihadapi dalam transportasi benih bandeng adalah tingginya mortalitas nener dan benih ikan bandeng akibat stress dan kerusakan fisik karena kesalahan penanganan selama masa transportasi. Stress tersebut dipicu oleh tingginya aktivitas metabolisme dan meningkatnya suhu media air benih bandeng selama transportasi sehingga kandungan oksigen terlarut cenderung menurun dan terjadinya akumulasi amoniak dalam media pengangkutannya (Jhingran dan Pullin 1985 dalam Yanto 2012).

Penanganan yang dapat dilakukan untuk menekan aktivitas metabolisme selama transportasi yaitu dengan cara penggunaan suhu rendah dalam pendistribusiannya dan penggunaan senyawa anestesi ke dalam media pengangkutannya salah satunya yaitu ekstrak biji buah keben. Diketahui ekstrak biji buah keben merupakan senyawa anestesi alami yang dapat menyebabkan keracunan pada ikan karena mengandung senyawa metabolit sekunder golongan saponin (Tan 2001 dalam Septiarusli 2012). Untuk mempermudah pengaplikasian dari ekstrak biji buah keben

sebagai senyawa anestesi maka dilakukanlah proses formulasi dengan cara granulasi sehingga senyawa anestesi dapat larut seluruhnya dalam air.

Sebagai langkah awal pemanfaatan granul ekstrak biji buah keben sebagai bahan anestesi maka perlu dilakukan penelitian ini untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak biji buah keben dan granul dari ekstrak biji buah keben yang tepat untuk membius benih ikan bandeng (Chanos chanos) agar tingkat kelangsungan hidupnya tinggi dalam transportasi tanpa media air.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2016 di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang. Percobaan pendahuluan telah dilaksanakan pada tanggal 9 sampai 11 Oktober 2015. Sampel buah keben (Barringtonia asiatica) diperoleh dari Pantai Batu Karas, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Proses ekstraksi dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Proses Granulasi dilakukan di Laboratorium Teknologi dan Formulasi Sediaan Solida, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan ekstrak, uji saponin dan uji LC50-24jam . Penelitian utama meliputi

pembuatan granul ekstrak, uji coba anestesi terhadap ikan bandeng dan simulasi pada transportasi tanpa media air.

Uji LC50-24jam terhadap benih ikan bandeng ukuran nener sebanyak 10 ekor dengan konsentrasi 1mg/L, 2mg/L, 3mg/L dan 5 mg/L dengan pengulangan 2 kali. Hal ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi awal yang akan digunakan, hanya saja pada penelitian kali ini digunakan granul ekstrak biji buah keben dengan konsentrasi tinggi (50mg/L, 100mg/L dan 200mg/L). Hal ini berdasarkan pengamatan ketika pemaparan bahwa konsentrasi rendah menghasilkan waktu induksi yang lama sehingga dapat menyebabkan ikan akan lama pingsan dan stress akibat kelelahan dikarenakan pergerakan ikan yang aktif sehingga menyebabkan

(3)

36 kematian pada ikan. Pada penelitian utama terdiri dari 6 perlakuan. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian utama yaitu a) 5mg/L, b) 10mg/L, c) 15mg/L, d) 50mg/L, e) 100mg/L dan f) 200mg/L, salah satu dari konsentrasi perlakuan tersebut dipilih yang dianggap paling optimal untuk digunakan dalam pengujian transportasi tanpa media air. Parameter yang diamati yaitu respon tingkah laku, waktu induksi, waktu pingsan dan waktu pulih sadar pada berbagai konsentrasi, tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng selama pembiusan dan transportasi tanpa media air serta kualitas air.

A. Persiapan Sampel.

Sampel buah keben (Barringtonia asiatica) diolah dengan memisahkan biji dari buahnya untuk kemudian dipotong kecil berukuran 1-2 cm dan dikeringkan selama 1 minggu dengan suhu ruangan atau dengan cara pengeringan alami. Setelah kering, potongan biji buah keben dihaluskan hingga menjadi tepung

B. Proses Ekstraksi

Ekstraksi bahan anastesi dari biji buah keben dilakukan dengan metode maserasi, dengan urutan prosedur kerja sebagai berikut: biji buah keben yang telah dipotong dan dikeringkan dihaluskan menggunakan blender. Serbuk yang telah halus kemudian diekstraksi dengan pelarut metanol dengan perbandingan bobot bahan dan pelarut 1:10 (w/v). Serbuk biji ditimbang sebanyak 500 gr kemudian direndam dengan metanol sebanyak 5 L selama 3 x 24 jam (3 hari), selanjutnya kemudian disaring dengan menggunakan corong yang telah dilengkapi kertas saring Whatman. Pembilasan dan perendaman dilakukan sebanyak dua kali (Septiarusli 2012). Hasil penyaringan diuapkan pelarutnya dengan menggunakan Rotary evaporator pada suhu 55-60o C, sehingga diperoleh ekstrak metanol pekat (ekstrak kasar). Ekstrak kasar yang dihasilkan disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4oC

C. Uji Saponin

Biji buah keben yang telah menjadi tepung diambil sedikit untuk dilakukan uji senyawa aktif saponin. Uji saponin dilakukan dengan cara tepung biji buah keben diambil sebanyak 1 gram kemudian ditambahkan dengan 20 ml akuades lalu dipanaskan selama

5 menit. Setelah dipanaskan, sampel dimasukkan dalam keadaan panas ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml dan dikocok secara vertikal selama 10 detik. Senyawa saponin dikatakan positif bila terdapat busa stabil setinggi 1-10 cm selama 10 menit dan busa tersebut tidak hilang ketika ditambahkan HCl 2N.

D. Penentuan Konsentrasi Ambang

Untuk menentukan konsentrasi ambang dilakukanlah pengujian dengan metode LC50-24jam. Metode LC50-24jam digunakan

untuk mengetahui konsentrasi dari suatu bahan yang dapat mematikan sebanyak 50% dari jumlah hewan uji dan analisisnya menggunakan software EPA Probit.

E. Formulasi Granulasi

Tabel 1. Komposisi Formulasi Granulasi

Pada tahap pembuatan granul konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah konsentrasi yang ditentukan pada penentuan nilai ambang dikarenakan konsentrasi ini merupakan konsentrasi terbaik yang memiliki fase pingsan terlama dan kelangsungan hidup tertinggi. Ekstrak biji buah keben ditambahkan dengan zat pengikat yaitu amylum pregelatinize sebanyak 14 gr, kemudian ditambahkan laktosa sebanyak 7 gr dan polivinil polividone (PVP) 2% sebanyak 1 gr dan ditambahkan alkohol 1 tetes. Setelah ditambahkan zat pengikat, maka terbentuklah musilago atau jelly yang kemudian dioven dengan suhu 50oC selama 15 menit hingga kadar air yang terkandung 2% dan selanjutnya dilakukan pengayakan dengan mesh 40 sehingga terbentuk ukuran granul yang diinginkan

F. Uji Coba Terhadap Ikan Bandeng

Uji coba anestesi dari granul ekstrak biji buah keben terhadap ikan bandeng akan digunakan pada benih berukuran 5-10 cm (gelondongan)

Tahap uji coba dimulai dari benih ikan bandeng yang diujikan dimasukan ke dalam bak penampungan untuk dipuasakan terlebih

(4)

37 dahulu selama 24 jam untuk mengurangi hasil metabolismenya. Tahap berikutnya adalah menyiapkan 2 buah akuarium berukuran 60 cm x 45 cm x 30 cm yang masing-masing akuarium diisi dengan air laut sebanyak 45 liter yang telah diendapkan serta aerasi selama 24 jam. Akuarium ini adalah tempat percobaan pemingsanan benih ikan bandeng. Kualitas air laut terlebih dahulu diukur sebelum dicampur dengan granul ekstrak biji buah keben.

Tahap berikutnya, granul ekstrak yang telah diketahui konsentrasinya (5 mg/L, 10mg/L, 15mg/L, 50 mg/L, 100mg/L dan 200 mg/L) dimasukan ke dalam akuarium, kemudian diukur kualitas air akuarium. Masing-masing akuarium dimasukan 8 ekor benih ikan bandeng lalu diamati waktu induksi ikan yang dihitung mulai dari ikan dimasukkan ke dalam akuarium yang telah dicampur dengan granul hingga ikan dalam keadaan pingsan. Setelah ikan mengalami fase pingsan 100%, ikan dipindahkan ke dalam kotak styrofoam yang telah diisi dengan dacron dan batu es agar suhu di dalam styrofoam tetap stabil. Ikan disusun secara tegak dan rapi dengan cara dibungkus menggunakan mika untuk menghindari terjadinya penumpukan

atau tumpang tindih pada saat styrofoam diangkat.

G. Simulasi Transportasi

Ikan yang telah dipingsankan menggunakan granul ekstrak biji buah keben kemudian dikemas dalam kotak styrofoam kemudian akan dilakukan simulasi dengan cara dibawa berkeliling menggunakan kendaraan selama 2 jam, untuk mengetahui apakah tingkat kelangsungan hidup benih ikan bandeng tinggi.

Setelah melalui tahap simulasi, styrofoam kemudian dibuka untuk memindahkan ikan kembali ke dalam akuarium yang berisi air laut untuk proses pemulihan hingga ikan kembali hidup dalam kondisi normal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi kandungan metabolit sekunder

Setelah melakukan identifikasi kandungan metabolit sekunder biji buah keben diketahui bahwa biji buah keben mengandung kandungan saponin dan triterpenoid (tabel 2)

Tabel 2. Kandungan metabolit sekunder B.asiatica

(+) mengandung senyawa metabolit sekunder (-) tidak mengandung senyawa metabolit sekunder

Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan (Hartono 2009 dalam Purdiansyah 2013).

Hasil ekstraksi biji buah keben

Secara umum proses Ekstraksi ditentukan oleh kepolaran pelarut yang

digunakan. Senyawa metabolit sekunder yang bersifat polar seperti saponin dapat mudah terikat dan terekstraksi dengan pelarut polar seperti metanol. Hal ini berdasarkan prinsip Like Dissolve Like dimana suatu senyawa akan larut dengan pelarut yang memiliki kepolaran yang sama. Pada penelitian kali ini, proses ekstraksi biji B.asiatica dengan pelarut metanol menghasilkan rendemen ekstrak kasar dalam bentuk pasta (tabel 3).

(5)

38

Formulasi Granulasi

PVP digunakan sebagai bahan pengikat yang berfungsi sebagai bahan yang memberi daya adhesi pada massa serbuk pada granulasi serta untuk menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Amylum yang merupakan bahan pengisi pada proses granulasi berfungsi untuk mendapatkan suatu ukuran atau bobot yang sesuai sehingga layak untuk dikempa menjadi granul. Biasanya bahan pengisi ditambahkan dalam range 5-80%, dan untuk penelitian kali ini bahan pengisi yang digunakan sebanyak 22% dari total bahan yang digunakan (Sulaiman 2007 dalam Reiza 2010). Laktosa digunakan pada kali ini sebagai bahan tambahan yang berguna untuk membantu granul agar mudah larut dalam air, hal ini dikarenakan sifat amylum yang sukar larut dalam air (Purdiasyah 2013).

Pada saat proses pencampuran bahan pengikat dan pengisi serta bahan aktifnya, berat yang dihasilkan yaitu sebesar 32 gr namun setelah granul dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50oC, granul yang dihasilkan yaitu sebesar 14,14 gr. Hal ini terjadi karena adanya penyusutan berat granul pada saat proses pengeringan akibat pengupan.

Uji LC50-24jam

Penelitian pendahuluan yang meliputi penentuan nilai LC50-24jam dilakukan untuk mengetahui konsentrasi yang aman bagi pemingsanan dan penentuan konsentrasi

optimal terhadap kelangsungan hidup biota uji. Pada penelitian pendahuluan kali ini bahan yang digunakan adalah ekstrak biji buah keben dan diterapkan biota uji yaitu ikan bandeng (Chanos chanos) ukuran nener.

Terdapat perubahan tingkah laku ikan bandeng setelah diberi pemaparan ekstrak biji B.asiatica. perubahan tingkah laku yang terlihat yaitu ikan bandeng bergerak aktif untuk menghindari kandungan ekstrak biji B.asiatica. ikan bandeng lebih sering muncul ke permukaan air sebagai upaya untuk mendapatkan udara, hal ini diduga akibat banyaknya senyawa aktif dari ekstrak biji B.asiatica yang masuk ke tubuh ikan bandeng melalui insang. Rudiyanti dan Ekasari (2009) meyatakan bahwa ikan yang terkena racun dapat diketahui dengan gerakan hiperaktif dan lebih sering dipermukaan, kemudian selang beberapa waktu ikan akan bergerak lambat dan akhirnya menyebabkan kematian. Pengamatan selama penelitian menunjukan bahwa ikan bandeng semakin cepat mengalami kematian seiiring dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak biji B.asiatica. Pada konsentrasi 1mg/L dan 2mg/L, semua ikan bandeng mengalami kematian pada waktu dedah 54 jam. Sedangkan pada konsentrasi 3mg/L dan 5mg/L, semua ikan kerapu mengalami kematian pada waktu 4 jam. Untuk menentukan nilai LC50-24jam ekstrak biji B.asiatica terhadap ikan bandeng digunakan software EPA PROBIT dan didapat nilai LC50-24jam pada konsentrasi 2,2 mg/L

Kelarutan Granul Dalam Air

Tabel 4. Perbandingan Kelarutan dalam air

Uji Kemampuan Anestesi Granul Ekstrak

B. Asiatica

Pada pengujian kali ini proses anestesi akan dilakukan pada berbagai konsentrasi uji yaitu 0mg/L, 5mg/L, 10mg/L,15mg/L, 50mg/L, 100mg/L dan 200mg/L. Ikan bandeng yang tidak diberi perlakuan berenang normal setelah dimasukan ke dalam media pengujian. Hal ini disebakan tidak adanya perubahan lingkungan pada media hidupnya. Sedangkan

pada ikan bandeng yang diberi perlakuan, terdapat perbedaan sikap berenang yang ditunjukan ikan bandeng ketika beberapa menit dimasukan ke dalam media pengujian. Ikan bandeng tersebut terlihat berenang lebih aktif dan beberapa kali mencoba untuk meloncat keluar dari media pengujian. Hal tersebut menunjukan reaksi ikan bandeng yang menghindari senyawa asing dalam media hidupnya. Kemudian, ikan bandeng mulai stres yang ditunjukan dengan pergerakan tutup

(6)

39 insang (operculum) yang semakin cepat, pergerakan ikan tidak menentu ke segala arah media pengujian dan selalu berenang naik ke permukaan media air. Selang beberapa waktu kemudian ikan bandeng mulai berenang dengan posisi miring dan akhirnya ikan mulai

terbalik atau terlentang (bagian perut ke atas dan punggung ke bawah). Pada kondisi tersebut operculum ikan bandeng masih bergerak. Hal ini menunjukan ikan sudah masuk fase pingsang (Daud dalam Yanto 2012).

Tabel 5. Waktu Induksi dan Fase Pingsan Bandeng

Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi granul ekstrak biji B.asiatica semakin singkat pula waktu induksinya (tabel 5). Konsentrasi 200 mg/L menghasilkan waktu induksi tercepat dibanding konsentrasinya. Daud et al. dalam Yanto (2012) menyatakan bahwa dalam anestesi diharapkan waktu induksi relatif cepat sehingga mengurangi lamanya stres pada ikan. Karakteristik bahan anestesi yang baik yaitu memiliki waktu induksi kurang dari 15 menit dan lebih baik apabila kurang dari 3 menit (Shreck dan Moyle dalam Yanto 2012). Berdasarkan penelitian Purdiansyah (2013), waktu induksi terhadap ikan bandeng (10 menit) terbilang lebih cepat

dibanding ikan kerapu (16 menit) pada konsentrasi yang sama yaitu 200mg/L.. Hal ini menandakan bahwa daya tahan tubuh ikan berbeda-beda terhadap pemberian ekstrak granul biji B.asiatica.

Menurut Septiarusli (2012), semakin tinggi konsenstrasi yang digunakan dalam proses anestesi maka waktu induksinya semakin cepat dan waktu pulih sadar semakin lama. Senyawa anestesi dengan konsentrasi rendah tidak akan memberikan efek pingsan bagi ikan uji (Tahe dalam Septiarusli 2012). Hasil pengamatan waktu pulih sadar dapat dilihat di tabel 6.

Tabel 6. Durasi Waktu Pulih Sadar Ikan Bandeng

Uji Transportasi Tanpa Media Air

Berdasarkan pengamatan terhadap pemingsanan menggunakan granul ekstrak biji B.asiatica dengan perlakuan 200mg/L diperoleh tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng sebesar 50% dalam waktu simpan 1 jam dengan jumlah ikan awal sebanyak 8 ekor dan 20% dalam waktu simpan 2 jam dengan jumlah ikan awal sebanyak 5 ekor.

Pada saat pembongkaran baik pada waktu simpan 1 jam dan 2 jam selalu ditemukan ikan bandeng yang mengalami kematian. Kematian ikan bandeng tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain guncangan pada saat ikan dibawa pada kendaraan akibat kondisi jalan yang buruk yang dapat menyebabkan ikan bergerak akibat adanya sentuhan dengan dinding media penyimpanan. Ikan yang dalam keadaan

(7)

40 pingsang sangat rentan terhadap guncangan karena ikan yang mengalami guncangan dapat kembali sadar (Purdiansyah 2013). Secara umum semakin lama waktu transportasi yang dilakukan maka akan semakin menurun tingkat kelulusan hidup ikan bandeng. Hal ini diduga karena pengaruh senyawa aktif dari bahan anestesi semakin berkurang akibat metabolisme meningkat dan kondisi kemasan yang mengalama gangguan selama transportasi berlangsung. Menurut Wibowo 1993 dalam

Abid Dkk. (2014) ketika bahan pembius mulai berkurang, ikan berangsur-angsur pulih kesadarannya ditandai dengan pergerakan operkulum yang mulai meningkat dan respon terhadap rangsangan luar tinggi. Ikan yang sadar metabolisme dan kebutuhan oksigen untuk respirasi akan meningkat, jika kandungan oksigen yang terdapat pada kemasan transportasi sedikit kondisi ikan akan berangsur lemas dan kemudian terjadi kematian

.

Tabel 7. Pengamatan Transportasi Ikan Tanpa Air

Pengamatan Kualitas Air

Hasil pengamatan kualitas air sebelum dan sesudah dicampurkannya granul ekstrak biji B.asiatica menunjukan tidak adanya perubahan pada kualitas air tetapi terdapat perbedaan kondisi air sebelum dan sesudah pemberian granul ekstrak biji B.asiatica. Sebelum pemberian ekstrak didapatkan tidak ada buih di permukaan air tetapi setelah diberi

granul ekstrak biji B.asiatica terdapat sedikit buih diatas permukaan air hal ini dikarenakan adanya pengadukan agar granul larut dan sifat dari zat aktif pada granul yaitu saponin yang akan berbuih akibat adanya pengadukan. Aroma air laut pun menjadi sedikit berubah ketika ditambahkannya granul ekstrak biji B.asiatica menjadi aroma khas buah keben

(Barringtonia asiatica).

Tabel 8. Pengamatan Kualitas Air

Simpulan

Granul ekstrak biji B.asiatica sangat berpotensi sebagai bahan anestesi. Pembiusan pada konsentrasi 200mg/L selama 20 menit dapat dilakukan untuk transportasi ikan bandeng tanpa media air selama 1 jam dengan tingkat kelulusan hidup sebesar 50% dan untuk waktu 2 jam tingkat kelulusan hidupnya sebesar 20% sehingga bisa disimpulkan bahwa metode transportasi tanpa media air untuk ikan bandeng ukuran gelondongan hanya bisa dilakukan pada jarak dekat dengan perkiraan waktu kurang dari 2 jam

Daftar Pustaka

Abid, M.S., E.D. Masitsah dan Prayogo. 2014. Potensi Senyawa Metabolit Sekunder Infusum Daun Durian (Durio zibethinus) Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Transportasi Ikan Hidup Sistem Kering. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1, April 2014

Purdiansyah, F. M. 2013. Granulasi Ekstrak Biji Buah Keben Sebagai Produk

(8)

41 Anestesi Untuk Transportasi Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Reiza, Zenita. Perbandingan Penggunaan

Metode Granulasi Basah dan Granulasi kering terhadap Stabilitas Zat Aktif Tablet Parasetamol. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Septiarusli, I. E., K. Haetami, Y. Mulyani, D. Dono. 2012. Potensi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak Biji Buah Keben (Barringtonia asiatica) dalam Proses Anestesi Ikan Kerapu

Macan (Ephinephelus

fuscoguttatus). Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol.3, No.3 hal 295-299.

Winarsih, Wiwik H., Priyambodo, Triweda Rahadjo, Achmad Husein. 2010. Pengembangan Budidaya dan Teknologi Pengolahan Bandeng Serta Distribusinya Sebagai Sumber Ekonomi Masyarakat di Jawa Timur. Balai Penelitian dan Pengembangan Kementrian Dalam Negeri : Jakarta

Yanto, H. Kinerja MS-222 Dan Kepadatan Ikan Botia (Botia macranthus) Yang Berbeda Selama Transportasi. Jurnal Penelitian Perikanan 1 (1)(2012) 43-51.

Gambar

Tabel 5. Waktu Induksi dan Fase Pingsan Bandeng
Tabel 7. Pengamatan Transportasi Ikan Tanpa Air

Referensi

Dokumen terkait

pada mata kuliah bidang PIO diharapkan melalui teknologi ini dapat membatu mahasiswa memahami lebih dalam dunia industri dan organisasi, antara lain : menjadikan

Berdasarkan riset yang telah dilakukan, peneliti menemukan pemaknaan persepsi anak terhadap orangtua yang keduanya bekerja menghasilkan: (1) pemaknaan secara kognisi

Tyrimo tikslas – nustatyti Cá Foscari universiteto (Italija), Nanto universiteto (Prancūzija), Kipro universiteto (Kipras), Aarhus universiteto (Danija), Krokuvos Jo-

• Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuka buku atau catatan untuk membantu kelompoknya dalam mengerjakan tugas.. • Pada akhir kegiatan, satu kelompok diminta

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Miqdad A Kunadi tentang Hubungan antara Beban Kerja dan Self-Efficacy dengan Stres kerja pada Dosen Universitas X

1) Bagi Pihak UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) II Liwa: hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi program bagi UPTD Kesatuan

Desain komunikasi visual adalah suatu disiplin ilmu yang bertujuan mempelajari konsep-konsep komunikasi serta ungkapan kreatif melalui berbagai media untuk

menunjukan proses yang dilakukan dalam Tahap modeling untuk menyelesaikan penentuan penilaian kredit dengan menggunakan dua metode yaitu algoritma support