trNTTERINATIOINAL
SEMINAR
PROCEEDII\G
Contempor&ry
Islamic Law
in
Asis
Sharia Faculty State lslarnic
University
Maulana Malik lbrahim
Malang
lndonesia, October
21-22,
2014
r
E
i I g,{+i
:
INTERNATIONAT SEMINAR
. rr rs vqlvlll t0 PR0CEEDING"
Contemporary
Islamic
Law
in
Asia
a
,
C)
UIN-Maliki
pres,
Z0l4
l
i
i,
All
right
reseraedi
No part of this publication may be reproduced, stored:in a retrieval system,
E
E
E
transmitted or utilized in any form or by any rneans, electronic, mechanical,E E
Fl
photocopying, recording or otherwise,witllout
permission inwriting
from tew
r
publishers. i t E; fu, E+F
Editor: Erik S. Rahmawati,]undiani, Musleh Herry,
Ali
Hamdan, Robith Fuadi, t D
t.
E. EF @ti Effii., E:,] $":,
fJMP 13032 ISBN
97 8 - 6A2-958- 483 -7 Published by:UIN-MALIKI
PRESS)alan Gajayana 50 Malang
East Java Indonesia 65144
Flrone/Faximile +62 34L ST\22S
E-mail:
uinmalikipress@gmail.com
qWebsi te ://press.uin-malang. ac.id i F t I I F,:ri F-. ,
TABI,E
OF
CONTENTS
FOREWORD...
...I[TERM OF REFERENCE
(TOR)...
...IV
RUNDOWN OF INTERNATIONAL
SEMINAR...,...
...VI
CALL FOR PAPER
SCHEDULE...
...IXKEYNOTE SPEAKER
Memaharni Kembali Konsep Khilafah
Masdar Farid Mas'udi
PLENARY SESSION
The Malaysian Whistleblower Protection Act 2010: A Glance at The Aspects
of Legal Implications and Islamic Values Associate
Professor Dr Rusniah Ahmad
(Univerty Utara
Malaysia)..
... .
...11Undang-Undang ]enayah Syariah dalam Kerangka Perlembagaan dan
Undang-Undang di Malaysia
Prof. Dr. Mohd. Nasran Mohamad, Dr.
Al-Adib
Samuri,Dr.Zuliza Mohd
Kusrin,Anwar Fakhri Omar Dan Moh d Zamro Muda
(Universiti Kebangsaan Malaysia).
... ..
...26,a;t
,->\,)bt1
i/y-,)t
a^,-FJl .,o
l.t.-Jl
,.:U-;Jl
394L.*il :)\...
?-t
-r^-eit-t-,"
6a
q-Z-
r-e.-c
V; ,bt
C^i=Jl
,P
r;iS
}1iJl
,jU"Jl
,r;i
U.^i
B3-r;Jl
f=^l;!
d/
t^>-c
j, il
-t-^-et*,1
-t> 9qa\A! ,5.L)l ijitJl
XI II
ISLAMIC EPISTEMOLOGY
Trend Pemikiran Islam Kontemporer: Studi Pemikiran Ijtihad Progresif
Perspektif Abdullah Saeed
Achmad. Mus'if, S.Hi.,
MA.
(Prodi Hukum Bisnis Syariah Fakultasllmu-Ilmu
Keislaman Universitas TrunojoyoMadura)
...89Fatwa Dan Perkembangan Hukum Islam Di Indonesia: perspektif
Epistemologis Dan Paradigma Hukum Positif
Alamul
Huda(Sharia Faculty
UIN
MaulanaMalik
IbrahimMalang)
..106Studi Pemikiran Jasser Auda Tentang Reformasi
Hukum
Islam BerbasisMaqashid Al-Syariah Dengan Pendekatan Sistem
Dr. Rosidin, M.Pd.I (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islarn Negeri Maulana
Malik
IbrahimMalang)
...122Aspek Filosofis Dialektika Hukum Islam dan
Hukum
NasionalJa'far Baehaqir
(Fakultas Syari'ah
IAIN
WalisongoSemarang)...
....154 Justice and Jihad inAl
Qur'an HermeneuticsErik Sabti Rahmawati
(Sharia Faculty
UIN
MaulanaMalik
IbrahimMalang)
..722il*i
;y
V-*srjl L/
;Lfrl
$r; ,t;
182q1r\
e:|t
(IAIN;
.""r(;l
i/y-,Yl
a-,t-aJtCONSTITUTIONAL
LAW
Fiqh Kompsi: Implementasi Sinergi Hukum Agama Berasaskan Ke-Bhineka
Tunggal Ika-an
Andi
Triyanto (Prodi ll{uamalat/Ekonomi Syariah Fakultas Agama IslamUniversitas Muhamn'radiyah
Magelang).
.
...207Politik
Hukum Positivisasi Hukum Ekonbmi SyariahDi
Indonesia PascaReformasi: Analisis Terbentuknya Uu No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Abdul
Ghofur (Fakultas SyaiiahIAIN
Walisongo Semarang) ... ...224Pengaturan
Hukum
Bisnis Syariah Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Kajian Dalam Teori Perancangan Perundang-Undangan)Jurrdiar-ri, Dra., Sh., M.Hum.
(Slraria Faculty
UIN
Maulana Malik IbrahimMalang).
...257 Pembaharuan Konstitusi Pasca Amandemen Uud 1945 dalam HalSeparation Of Power Dan Chekcs And Balances antara DPR, Presiden dan
Mahkamah Agung
Nur Jannani, S.H.I.,
M.H
(Fakultas Syariah
UIN
Maulana Malik IbrahimMalang)-.
-.---...-..265SYARIAH BUSSINESS
LAW
Shariah Wage Principle to Create Harmonic Industrial Relationship In
Indonesia
Dian Ferricha (Faculty Of Law And Sharia In State Islamic Institute
Tulungagung)
..279Perjanjian Baku Menurut Prinsip Syariah (Tinjauan Yuridis Terhadap
Praktek Pembiayaan di Perbankan Syariah)
Dwi
Fidhayanti( Fakultas
Hukum
Universitas BrawijayaMalang)...-.
...-...---.293Sumbangsih Syafi'i Antonio Dan Adiwarman Karim Terhadap Pemikiran
Ekononri Islam
Di
IndonesiaFadh Ahmad
Arifan
(Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Yasini Pasuruan)...
'
...306Model Pembiayaan Pendaftaran Merek Bagi Pengusaha Kecil Menengah Dengan Melalui Akad Bai'al Istishna'
Khoirul
Hidayah(Fakultas Syariah
UIN
Maulana Malik IbrahimMalang)..
...--...'.'.320Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah Berbasis Itikad Baik (Analisis
Normatif
: Uu Nomor2l
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah)Risma
Nur Arifah
(Fakultas Syariah
UIN
MaulanaMalik
IbrahimMalang)..
...-...335Principles of Justice And Balancing In Exchange Rate Determination
of
Goods (Price) Islamic Perspective and Consumer Protection Law
Iffaty
Nasyi'ah(Faculty of Sharia UIN Maulana
Malik
IbrahirnMalang).
...
3SGGENDER
IN
ISLAMIntegrasi Kesetaraan Cender Perspektif Sosiologi Hukum Islam Dalam
." Program Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) Berbasis Masjid
Mufidah
Ch (Fakultas SyariahUIN
Maulana Malik Ibrahim Malang) ...373Women Strength In Dealing
With
Globalization EraB. Prihatminingtyas and Ry Susanto (Economic Faculty University of
Tribhuwana
Tunggadewi
...390Problem Substansi Undang-Undang Dalam Penghapusan KDRT
]amilah,
MA
dan Akmal Adicahya(Fakultas Syariah UIN Maulana
Malik
IbrahimMalang)..
...397ASPEK FILOSOFIS
DIALEKTIKA HUKUM ISLAM
DANHUKUM
NASIONAL
la'far Baehaqil
Fakultas Syariah'IAIN Walisongo Semarang baehaqil@yahoo.co.id
Abstract
lslamization of lqw come be a tendency after the enactment of the Marriage Law
and the Laut on Religious Courts. The islsmizatiott is not occur unilaterally by
islamic law, but also inaoloes the national law as a legal system that houses and
legitimizes
it.
lt
thus occursin
a dialectic relntionship, ie the relationship andinteraction between the islamic law and the nationsl latn in harmony or conflict
that
followedthe
resolutionin
theform
of
asshnilation, amalgamation or ndaptation. This study found that philosophically the dialectic of lslamic law andnational
law
is
closely relatedto
the
intersectiort betweenthe two,
is
thetransformation of enforcement and regulatory authorities, the institutionalizqtion
of
Islamiclaw,
unifurm internaliy (unificatiort), Islanizstionof
national lqw,construction law-based non-state legal, qnd instrumentalization of law in national
deaelopment.
A.
PendahuluanPositivisasi2 hukum Islam dalam pengertian dan bentuknya sekarang
merupakan
akibat
dari
kontakhukum
Islam denganhukum dan
tradisiBarat.
Hukum positif
(negara) merupakan pernyataan kehendak manusiayang terhimpun
dalam wadah bernama negara, sedangkanhukum
Islammerupakan hukum
kefuhananyang berhimpun dalam wadah
bernamaagama.3
Dengan demikian,
positivisasi
hukum
Islam
merupakanI Penulis adalah dosen Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo, menyelesaikan pendidikan
51 Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum pada !-akultas Syari'ah IAIN Sunan Kalijaga (7999\, 52 Hukum Ekonomi dan Teknologi (2005) dan 53 llmu Hukum (2013) masing-masing pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
2.Positivisasi hukum Islam diartikan sebagai ikhtiar untuk menjadikan hukum Islam sebagai bagian hukum negara yang berlaku dan rnengikat bagi warga negara yang muslim
dan/atau non muslim yang penegakannya dilaksanakannya oleh aparatur negara.
3lazuni, "Legislasi Hukum Islam di Indonesia (Pasang surut Legislasi Hukum Islam
Sejak UU Nomor 1 Tahun 7974 tentans Perkawinan Sampai Dengan UU Nomor L8 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Propinsi Nanggroc Aceh Darusslam)", dalam http://jazuni.com/ diakses pada27 Juli 20i0.
Fr
!r
*i
irl 1..
ffansformasi kehendak
tuhan
meniadi kehendak manusia dalam wadahbernama negara.
Positivisasi
hukum Islam
meniadi
kecenderungan
pascadiundangkannya
UU
Perkawinan danUU
Peradilan Agama. Positivisasihukum Islam
tidak
terjadi
secara sepihak, melainkan melibatkan pulahukum
nasional
sebagai
sistem
hukum
yang
menaungi
dan melegitimasinYa.Tanpa melibatkan
hukum
nasional,
baik
substansi,kulturnya,
positivisasi mustahil dapatdilakukan
dalamstrtrktur mauPun
konteks negara kesatuan
Republik
Indonesia.Apabila
itu
yang
terjadi,hukum Islam akan tetap
sebagaihukum
agamayang
kekuatan
dayaikatnya
bersifat
internal.
Keterlibatan
negara
dalam
mendukungpelaksanaannya bersifat pasif dalam
arti
hanya sebatas mengiyakan tanpadisertai
penyediaansarana
prasarananya.Unfuk hukum
Islam
yangberdimensi
individu hal demikian tidak
masalah.Namun
untuk hukum
Islam yang berdimensi
komunal
dan sistemik,hal
demikian menyulitkanpelaksanaannya atau bahkan menjadikannya mustahil dilaksanakan.a
Dengan demikian, perjumpaan
hukum
Islamdan hukum
nasionaldalam konteks positivisasi merupakan keniscayaan. Perjumpaan demikian
mengandaikan terjadinya ketegangan
/
konflik
danharmoni
antara keduasistem hukum tersebut sebagai akibat bertemunya dua sistem hukum yang
berbeda tradisi dan filosofinya. Hukum Islam memposisikan Tuhan sebagai
sumber
hukum
safu-satunya, sementarahukum
nasional memperlakukanbadan legislatif sebagai satu-satunya lokus proses pembuatan hukum. Tak
ayal,
hukum Islam dan hukum
nasionalberdiri
di
ataspremis
tentangadanya suatu otoritas berdaulat
yang memiliki
hak
monopoli
untuk
a Dalam sejarahnya hukum Islam pemah dilawankan dengan qanun. Bila fiqh atau
hukum Islam merupakan hukum yang divakini berasal Allah SWT lelvat al-Qur'an mauPun
Sunnah, maka qanun merupakan hukum buatan manusia yang berkaitan dengan masyarakat, bukan persoalan ibadat. Mula-mula qanun berisi hukum administrasi negara yang ditransfer
dari pemerintahan Kekaisaran Romawi. Namun dalam perkembangannya kemudian, qanun
diidentikkan dengan undang-undang di negeri/kerajaan Islam atau negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dalam hal ini materi qanun berupa: (a). hal-hal yang berkaitan antar sesama manusia, terutama sekali wilayah mu'amalah atau hal-hal keduniaan; (b). hukum
Islam yang sudah jelas ketentuan pokoknya dalam al-Qur'an atau Sunnah dan dalam waktu
bersamaan merupakan kebijakan publik atas dasar 'urf, istihsan, atau mashlahnh; (c). pilihan hukum dari sekian banyak perbedaan pendapat di kalangan ahli hukum islam yang harus
diaati oleh sluruh masyarakaf (d). pengaturan yang melewati ketentuan hukum Islam yang berlaku dengan alasan untuk kepentingan umum (mashlahah mursalah); dan (e). peraturan perundang-undangan produk lembaga legislatif atau lembaga eksekutif yang mempunyai
fungsi legislatif. A. Qodri Azizy, Hukum Nasional Eklektisisme Hukum Islam dan Hukum Untum,.
edisi revisi, cetakan pertama (Jakarta: Teraju, 20A4), hlm. 78-80.
menenfukan
hukum di
wilayahnya masing-masing.s pertemuan yang idealmengandaikan teriadinya saling mengakomodir satu terhadap
yang
lairrsebagai
hasil
kompromi
atau dialog
sepanjangtidak
menimbr-rlkanketegangan dan inkonsistensi
di
intemal masing-rnasing. Dengan kata lain,positivisasi
hukum Islam
membutuhkan
dialektika dengan
hukumnasional,
yaifu
hubungan
dan
interaksi antara keduanya
baik
secaraharmonis mauPun
konflik
yarrgdiikuti
terjadinya resolusi dalam bentukasimilasi, penggabungan atau adaptasi.
Dengan
latar
pemikiran demikiary
persoalanyang muncul
danrelevan adalah
bagaimana aspekfilosofis dialektika
hukum
Islam
danhukum
nasional.Hal
ini
pentinguntuk
menepis kesan bahwa positivisasihukum
Islamidentik
dengan pemaksaan oleh umat Islam yang mayoritasterhadap
umat
agamalain yang
minoritas. Dengan katalain,
kajian
ini dimaksudkan sebagai penjelasan dan sekaligus argumen akan penting danniscayanya positivisasi
hukum
Islamdi
satu sisi,dan
penjelasan teoritisterhadap fenomena positivisasi
hukum
Islamitu
sendiridi
sisi yang lain.Analisis
dalamkajian
ini
dilakukanbaik
dalam persepktifhukum
Islammaupun hukum
nasional secara sekaligus.Di
sini
dipakai asumsi bahwahukum
Islam
Islam
di
satu
sisi
merupakan salah satu anasir
(bahanmateriil)
pembentuk hukum nasional, namun pada sisi yanglain
ia adalah sparing partner bagi hukum nasional. Dalam konteks yang pertama hukumIslam
adalah subordinat terhadap
hukum
nasional,
sedangkan dalamkonteks
yang
kedua kedudukanhukum Islam
terhadaphukum
nasionaladalah seimbang
dan
masing-masingbersifat mandiri
serta mempunyaiwilayah
keberlakuanyang
berbeda.Dalam konteks
yang
kedua
pulahukum Islam
bersifat universal,tidak terikat dan teridentifikasi
sebagaihukum
yanglokal
dan Indonesia, meskipun pengaruh situasi dan kondisisosial
setempat sangat
berpengaruh
terhadap
perkembangan
dan eksistensinya.s Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukunt
Sekuler, Studi tatiartg Konflik dnn Resolusi dalant
Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: Pustaka Alvabef 2008), hlm. 283. Pada masa rezim Orde tsaru
pembuatan hukum nasionaf terutama dalam bidang perekonomian didominasi oleh eksekutif
dalam bentuk Keputusan Presiden. Hal tersebut sebagai efek dari dominasi eksekutif terhadap
legislatif apalagi yudikatif. Konhol dari lembaga-lembaga lain terhadap perilaku eksekutif
tidak atau kurang berjalan. solly Lubis, "pembangunan Hukum Nasional,,, Makalsh
Disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII Diselenggarakan oleh Badan
Pembinaan hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI di Denpasar,
14-18 Juli 2003, hlm. 7.
B.
PerspektifHukum
lslamPositivisasi
hukum
Islamdimungkinkan
dalam beberapa altematifterkait bidang hukum Islam yang
hendakdipositifkan.
Adresat hukumIslam
yang
dipositifkanjuga
bisa semua warga negara atau hanya umatIslam. Sedangkan cara yang ditempuh
untuk
mempositifkan hukum Islambermacam-macam:
dari yang paling
ekstrim,yaitu
perubahan konstitusihingga
yang
paling
akademis-ilmiah,
yaitu
mentransformasikanunsur/konsep hukum Islam ke dalam hukum nasional.
Hukum
Islam yang pelaksanaannyatidak
melibatkan negara,tidak
perlu
dipositifkan. Keterlibatan negara hanyauntuk
memberikan jaminankepada setiap
muslim
agardapat
menjalankannya sesuai keyakinannya.Positivisasi dilakukan setidaknya terhadap
hukum
Islam yang
padadasarnya dapat dilaksanakan secara
mandiri
oleh setiap muslim, namunketerlibatan
negara
dapat
menjamin
dan
meningkatkan
kualitaspelaksanaannya.
Titik
tekan positivisasi hukum Islam demikian
bukandalam
konteks
memberlakukannya,tetapi dalam
konteks
menjaminketertiban dan kelancaran serta lebih mendayagunakannya. Oleh karena
itu
adresat
hukum
yang dipositifkan model
ini
sebatasumat
Islam
yangterlibat
pelaksanaannya. Positivisasijuga
dimungkinkan terhadap hukumIslam yang karena sifat universalnya diterima pula oleh umat non muslim.
Atau
hukum
Islam yang substansinya telah menjiwaihukum
nasional yangada.
Hukum
Islam yang demikian memenuhi syaratuntuk
diunifikasikan,sehingga menjangkau
semua lapisan
warga
negara.
Sesungguhnyapemakaian
istilah
positivisasiuntuk hukum
Islamyang
demikian adalahtidak
tepat.
Sebab,dalam praktiknya
hukum Islam yang
demikianditransformasikan
menjadi
hukum
nasional
tidak
melalui
uPayapositivisasi, tetapi
melalui
upaya legislasi dan regulasi biasa. Positivisasimenjadi keharusan manakala hukum Islam yang hendak dipositifkan
tidak
memungkinkan pelaksanaannya tanpa campur tangan negara, baik dalam
pengaturan, operasional
maupun
pengawasannya. Adresathukum
Islamini
terutamaumat
Islam,namun
tidak
terfutup
kemungkinanumat
nonIslam terlibat di dalamnya.
Dengan demikiaru dialektika
hukum
yang terjadi dalam positivisasihukum
Islam sebagaimana diilustrasikandi
atas bersifat fungsional dalamrangka transformasi wewenang
penegakanmaupun pengaturan
lebihlanjut,
pelembagaanhukum
Islam, penyeragamanhukum
secara internaldan islamisasi hukum nasional.
a.
Transformasi wewenang penegakan dan pengaturan HukumTransformasi
ini
sah-sah saja secara akademis, oleh karenadibangun
di
atas fondasi realitas sejarah dan filosofi sebagai berikut.6 pertama,hukum
Islam
adalah
hukum
yang
hidup
di
tengah-tengahmasyarakat
dansebagian besar telah membentuk kesadaran hukum masyarakat
itu
sendiri.sebagai demikian, wajar
jika
negara mengambilalih
pengaturannya dankemudian
memfasilitasi
pelaksanaannya.Keterlibatan
negara
untukmengambil
alih
tanggung
jawab
demikian
merupakan
bagian
dari
pelaksanaan fugas
dan
fungsi
negaradalam rangka
pencapaian tujuan nasional.
Kedu4 eksistensi hukum Islam dalam hukum nasional. Sebagaimana
telah
dikemukakan dalam sub bab terdahuru,hukum
Isram merupakanbagian integral
dari
hukum
nasionalpada satu
sisi
dan
bahanutama
hukum
nasional pada sisi yang lain. Sebagai bagian integraldari
hukumnasional,
hukum
Islam
mendapatkan
pengakuan
keberadaannyaberdampingan dengan
hukum
nasional.Diambilnya
kebijakan pluralismehukum
yang
lemah sebagaipilihan dalam
pembentukan sistem hukumnasional
tidak
mengurangi eksistensi
hukum
Islam.
Dalam
hukumkeluarga,
misalnya, gagasan tentang keseragamanhukum hanya
dapat
diimplementasikan
daram bentuk
prosedur,
sedangkan
substansi
hukumnya dibiarkan dalam
keragaman.sehingga
sebagaibagian
darikeragaman ihr, hukum Islam tetap diakui dan bahkan diperkuat.
Ketig4
Pancasila danuuD
NRI
1945 telah memberikan ruangbagi
terjadinya hal demikian.
Sila perfama pancasila ,,Ketuhananyang
MahaEsa"
sebagaimanaterdapat dalam pembukaan
uuD
rg[s
ditegaskankedudukannya dalam Batang Tubuh
uuD
NRI
1945 pasal 29(r).
MenurutFl.azafuin,
negara
berdasarkanatas Ketuhanan
yang
Maha
Esa
yangtercantum dalam Pasal 29 (7)
UUD NRI
1945 hanyamungkin
ditafsirkandalam
enam kemungkinan tafsiran.TTiga
di
antaranyaadalah: pertama,
dalam
Negara
RI
tidak
boleh terjadi atau
berlaku
sesuatu
yangbertentangan
dengan
kaidah-kaidah
Islam
bagi
umat Islam,
atau
bertentangan dengan kaidah-kaidah agama
Nasrani bagi umat
Nasrani,atau yang
bertentangan dengan kaidah-kaidah agamaHindu
Bari
bagiorang-orang
Hindu
Bali, atau bertentangan dengan kaiclah-kaidahagama
Budha bagi
orang-orang Budha.Kedua,
N"gri,
RI
u,ajib
menjalankan6 Bandingkan dengan
Muslihun Muslim, Fiqh Ekonomi clan positiaisasinya di lndonesia,
(Mataram: Lembaga Kajian Islam dan Masyarakat/LKlM IAIN
Mataram, 2oo6),h1m.25g.
7 Hazairin,
Demokrasi Pancasiln (Jakarta: Bina Akasa ra, 79g1), hlm. 30; au., ruro6u**ua
Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar llntu Hukum drm Tsta Htkum'lslnm di
Indonesia, cetakan
ketujuh, Edisi Keenam (Jakarta: pr RajaGrafindo persa da,7999),hrm.7.-9; dan234"
syari'at
Islam
bagi orang Islam, syari'at Nasrani bagi orang Nasrani dansyari'at
Hindu
Balibagi
orangHindu
Bali, sekedar menjalankan syari'attersebut memerlukan perantaraan kekuasaan negara. Ketiga, Syari'at yang
fidak
memerlukan bantuan kekuasaan negarauntuk
menjalankannya dankarena
itu
dapat dijalankan sendiri oleh
setiappemeluk
agama yangbersangkutary menjadi kewajiban pribadi terhadap
Allah
bagi setiap orangitu, yang dijalankannya sendiri menurut agamanya masing-masing.
Sebagai penganut negara
hukum,
sebagaimana dinyatakan dalamUUD
NRI
1945, kemajuan berbangsa dan bernegaradi
Indonesia menuntutprasyarat
adanya
hukum
nasional
yang
mampu menjamin
kepastianhukum
bagi
seluruh lapisan rakyat, memberi keadilan
yang
merata,melindungi hak dan
kewajiban asasi warga negara, mengafur ketertibanhidup
masyarakatdan
memberi arah pada
perkembangan kehidupanbangsa.a Salah safu hak asasi warga negara, sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 2BE (1)
UUD
NRI
1945, adalah hak memeluk agama dan beribadatmenurut agamanya.
Dalam
konteksteori
hubungan agama dan negara yang menganutparadigma
simbiotik,
agama
dan
negara
dapat
berhubungan
secarasimbiotik
dalamarti
bersifattimbal balik
dan saling memerlukan. Agamamemerlukan negara
untuk
berkembanglebih
besar
dan
menjangkauwilayah
teritori
yang lebih luas. Sebaliknya negara juga mernerlukan agamauntuk dapat berkembang melalui bimbingan etika dan moral spiritual.e
Al-Mawardi
dalam
ffiagnutn_opusnya
mengatakan
bahwakepemimpinan negara merupakan instrumen
untuk
meneruskan misikenabian dalam memelihara agama dan mengatur dunia.lo Demikian
pula
Ibnu
Taimiyah
memandang adanya kekuasaanyang
mengafur
urusanmanusia
merupakan
kewajiban
agama
yang
terbesar, sebab
tanpa8 Teuku Mohammad Radhie, "Pembangunan Hukum Nasional dalam Perspektif
Kebijakan", dalam Artijo Alkostar, ed., ldentitas Hukum Nasional, cetakan
I
(Yogyakarta:Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1997), hlm. 202. Kelima kondisi
itu
pada dasamya dapat dikembalikan kepada tiga nilai dasar hukum. Mengutip pendapat GustavRadbruch, Satjipto Rahardjo mengemukakan nilai-nilai dasar dari hukum yaitu keadilary kegunaan dan kepastian. Sekalipun ketiga-tiganya itu merupakan nilai dasar dari hukum, namun antara mereka terdapat ketegangan satu sama lain. Ketegangan itu bisa dimengerti karena ketiga-tiganya berisi tuntutan yang berlainan dan satu sama lain mengandung potensi
untuk bertentangan. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cetakan ke-S (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti,2000), hlm. 1g.
e Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara Kritik stas Politik Hukttm lslam di Ind o n e s i a, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. 24-28.
10 Abu al-Hasan al-Mawardi, AI-Ahkam al-Sulthaniyyah, (Beirut: Dar al-fikr, t.t.), hlm.5.
kekuasaan negara agama tidak bisa
berdiri
tegak.lr Memang pemyataan Al_Mawardi dan
Ibnu
Taimiyah tersebut
dalam
konteks negara
Islam,sedangkan Indonesia
tidak demikian. Namun
mengingat realitas bahwamayoritas penduduknya
beragamaIslam
dan
kebanyakanelitnya
jugademikian,
di
sampingkonstitusi
telah memberikan tempatyang khusis
pada agam4
pengambilalihan wewenang penegakanhukum Islam
danpengaturannya lebih lanjut tidak sulit dipahami.
Pengakomodasian perbankan syariah dalam sistem hukum nasional
menjadikan negara sebagai
pihak
yang paring bertanggung jawab dalammelakukan Pengaturan
lebih lanjut
dan menjamin kekeberlangsungannyasecara baik- Operasi perbankan syariah
tidak lagi
menjadi urusan warganegara secara
pribadi-pribadi.
Fungsivital
perbankan bagi perekonomian,jelas tidak memungkinkan dikelola secara demikian.
sebagai
pihak yang
bertanggung
jawab
daram
menjaminkeberlangsungan
dan
pengafuran perbankan syariah, negara
segeramenyusun
dan
melengkapidiri
dengan membentuk perangkatdan unit
organisasi yang baru, atau memodifikasi yang telah ada sedemikian rupa
guna
menunjang pelaksanaan tanggung jawabnya. Negarajuga dituntut
unfuk
menyediakan sarana prasaranayang dibutuhkan
guna menunjangberoperasinya perbankan syariah.
b.
PelembagaanHukum
IslamDengan pelembagaan
hukum
Islamini
dimaksudkan pembentukanlembaga
yang menjamin
pelaksanaanhukum Islam, oleh
karena tanpalembaga
dimaksud
pelaksanaanhukum Islam
tidak
akan berjalan, baikdengan membentuk
yang baru
samasekali atau
memodifikasi lembaga yang telah ada sedemikian rupa. Tentu saja pelembagaanitu
secara yuridisbersamaan dengan positivisasi
hukum
Islam ct quo, meskipun pada tataranteknis operasionalnya menyusul
di
kemudian hari.12rI
Ibnu Taimiyah, Al-Siyasah al-Syar'iyyahf
lshlah al-Ra'i zua al-Ra'iyyah, cetakankeempa! (Mesir: Dar al-Kitab al-,Arabiy ,lg7g), hlm. 162.
12 Indonesia mempunyai pengaraman dalam
hal
bongkar pasang maupun pembentukan lembaga negara. Pasca reformasi telah banyak lembaga baru dibentuk, terutama
di
bidang hukum. Setiap perubahan tersebut, baik terkait pembentukan lembaga baru. perubahan struktur organisasi lembaga yang telah ada maupun pembubaran lembaga tertentuselalu dilikukan bersamaan secara yuridis dengan disahkannya peraturan
perundang-undangan. Pada satu saat disahkannya sebuair UU dimaksudkan untuk membentuk suatu lembaga tertentu. Pada saat yang lain disahkanrrya sebuah UU dimaksudkan sekaligus untuk membentuk suatu lembaga baru dan pada saat bersamaan membubarkan
lembaga lairy mengurangi fungsi, tugas dan wewenang lembaga yang lain. Fada saat yang lain lagi
disahkannya sebuah
[fU
hanya dimaksudkan untuk membubarkan suatu lembagaF]
Pl
$'
t
'
Perbankan syariahdi
Indonesia merupakan salah satu contoh akfual1'
pelembagaan hukunn Islam. Tanpa terlebih dahuludiatur
dalam peraturan'
perundang-undangan sebagai dasar yuridisnya, perbankan syariahtidak
mungkin
berdiri dan
beroperasi. Sebab sebagaiinstitusi
yang
sangatpenting dalam
perekonomianyang
mengelola
dana
dari
dan
untuk
masyarakat serta
terhubung
denganjaringan
yang
membentuk sistemtersendiri, .perbankan
syariah
sebagaimanaperbankan
konvensionalmemerlukan izin prinsip pendirian maupun izin operasional.
Kecuali persoalan
izin,
seba6;aimana dikemukakandi
atas, karakterusaha perbankan syariah
yang
berbeda dengan perbankan konvensionaljuga mengharuskan pengaturan tersendiri. Bahkan persoalan yang pada dasarnya netral seperti kelembagaan, pengelolaan
likuiditas
dan instrumenkeuangan
pun
memerlukan pengafuran
yang
berbeda. Dengan lain
perkataan, perbankan
syariah dengan karakter khususnya
tidak
bisamendapatkan eksistensinya hanya dengan peraturan perundang-undangan
yang semula dimaksudkan
untuk
perbankankonvensional,
meskipunmemakai titel perbankan nasional.
Positivisasi yang dimaksudkan sebagai pelembagaan
hukum
Islamtersebut bagi umat intemal Islam dimaknai sebagai pelaksanaan kewajiban
keagamaan. Sesuai dengan
teori
wasilah (sarana), bermuamalah denganperbankan
konvensionalyang
berbasispada
bunga
tidak
dibenarkanmenurut hukum Islam dan sebagai alternatifnya adalah perbankan syariah
yang tidak berbasis pada bunga. Dengan demikian menjadi kewajiban umat
Islam
unfuk
bermuamalah dengan
bersaranakanperbankan
syariah.Namun
kewajibanitu
tidak
akan
terlaksanatanpa terlebih dahulu
adaperaturan perundang-undangan yang mengaturnya yang merupakan hasil
transformasi
hukum
ekonomi Islam. Oleh karenaitu
sebagai sarana bagitujuan yang wajib,
transformasihukum ekonomi Islam
menjadi hukumnasional dalam bentuk
hukum
perbankan syariah nrerupakan kewajibanjrga.
Sebagai kewajiban maka pelaksanaannya mendatangkan pahala dansebaliknya apabila tidak diusahakan mendatangkan dosa.
Dalam istilah ushul fiqh positivisasi hukum Islam merupakan bagian
dari
ijtihad
tathbiqi, yakniijtihad
yang berorientasi pada penerapan hukumIslam secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Ijihad tathbiqi merupakan
resPon terhadap kecenderungan
dianutnya
positivismehukum
di
duniamodern.
Ijtihad
tathbiqi rn€rrg;rsumsikan bahwahukum Islam
yang telahdihasilkan, baik melalui
ijtihad
insya'i maupunijtihad
intisabi,tidak
selalutertentu. Kasus bongkar pasang, pembentukan maupun perubahan lembaga lebih banyak lagi
terjadi lewat per4turan perundang-undangan di bawah UU, terutama Keputusan Presiden (Keppres).
siap pakai- OIeh karena
itu,
pelaksanaanijtihad
tathbiqi mempersyaratkanketerlibatan negara sebagai pelakunya
melalui
badan atau lembaga yangdiserahi otoritas
untuk
melakukan legislasi maupun regulasi.r3c.
PenyeragamanHukum
secara Internal (unifikasi terbatas)Berangkat
dari
karakter yangdimiliki
dan perjalanan panjang yangtelah
dilaluinya
hukum
Islam
telah
berkembang
tidak
saja
dengankhazanah kepustakaannya
yang lengkap
melainkanjuga
keilmuann
a.Tradisi
pemikiranhukum
Islam sejakawal
telahdiwarnai
oleh semangat kebebasanberpikir
yang sangatindividualistik.
Maksudnya corak hukumIslam
sangat
dipengaruhi
oleh faktor individu
mujtahid/pemikimyasebagai pengaruh
faktor
sosial, budaya danpolitik
yang melingkupi.ol;h
karena
itu
hukum Islam tampil dengan karakter kewilayahannya, sehinggadikenal
madzhab Hijaz, madzhabIrak,
madzhab Syam, dan sebagainya.r+Dalam
perkembangannyakemudian
lahir
pemikir-pemikir
besar yangsangat mewarnai
pemikiran
hukum Islam dan
keharuman
namanyamelebihi
ketenaranwilayah
di
manaia
tinggal.
Makaterjadi
pergeseranpenyebutan hukum Islam dari semula dinisbatkan kepada wilayah di mana
pemikirnya
tinggal
menjadi
dinisbatkan
kepada
nama
pemikimya,sehingga
dikenal madzhab Hanafi, madzhab
Maliki,
madzhab
syafi,i,madzhab Hanbali, dan lain sebagainya.
Ketika wilayah kekuasaan Islam meluas sampai
di luar
iazirahArab,hukum
Islam
yang
bercorak kewilayahan
dan
personal
semakinberkembang sesuai
tempat,
masa,situasi dan tradisi yang
melingkupi,meskipun
penamaannyatetap
rnengacu kepada namapemikir
dominan(imam
madzhab). Sebab
ijtihad yang
dikembangkan
para
pemikirkemudian
mengacu
kepada
kaidah-kaidah
dan teknik ijtihad
yangdielaborasi oleh para
imam
madzhab yangdiikuti.
Dengan kata lain, parapemikir hukum Islam
belakangan merupakan
pengikut
dari
irnammadzhab tertentu, sehingga
hukum
Isldm yang dihasilkan tidak bisa lepasdari
madzhab
yang
diikutinya,
baik
dari
segi
penamaan
maupunsubstansinya.
Yang terjadi
kemudian adalah
bal-rwadalam
tiap-tiapmadzhab terdapat
corak
pemikiran
yang
agak
berbeda
meskipunmetodologi yang dipakai sama.
13 Muhyar Fanani,
Mernbuntikan Hukum Langit Nnsionalisasi Hukuni Islam dan Islamisasi
Hukum Nasional Pasca Reformasi, editor Ibnu Burdah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm.
332.
la A. Qodri Azizy, "Hukum Islam di Tengah Pluralisme
Politik dan Budaya," paper
disampaikan dalam Serninar yang
.Diselenggarakan oleh HMI Aku,tal al-syakhshiyyatt Faktiltas
syariah IAIN sunan Kalijaga yogyakarta pada 3 Apfl7999,hlm. 3 dan 5.
162
>> INTERNATIONAL SEMINAR PROCEEDINGBeragamnya
corak pemikiran
hukum Islam
itu
pada
satu
sisimembuatnya fleksibel karena menawarkan banyak
alternatif
pemecahandalam hampir
setiap kasushukum,ts namun
pada
sisi
yang
lain
bisamemunculkan masalah. Pertama, masih dominannya materi hukum yang
berasal
dari
--dandibentuk dalam
setting--wilayahyang
berbeda secarasosial,
politik
dan
budaya,
sehingga
kadang
tidak
bisa
langsungoperasional. Kedua, ketika pelaksanaan
hukum Islam
itu
hendak diambilalih oleh negara
timbul
kesulitan dalam halhukum
Islam yang mana yanghendak diterapkan. Kondisi demikian semakin menyulitkan operasionalnya
dalam sistem
hukum
dengantradisi
ciail law yanglebih
menekankan sisi kepastian.Positivisasi hukum dengan demikian dihadapkan kepada pemilihan
satu
dari
berbagai alternatif yang tersedia (takhayyur)dan
penggabungandari
beberapaalternatif
(eklektik/talfiq).16 Dalam konteksini
keterpakuanpada satu
madzhabtertentu
tidak
lug
mendapatkan tempat.
Dalamkecenderungan
memilih dari
dan menggabungkan beberapa alternatifitu
pertimbangan
tidak
semata pada kekuatandalil
yang
mendukung, tetapilebih
dari
itu
justru pada
sisi
kemanfaatan
dan
kemudahanimplementasinya
di
lapangan. Sebab,
apa gunanya
dalil
kuat
bilaimplementasinya menimbulkan kesulitan. Padahal, baik yang kuat maupun
yang
tidak&urang
kuat
dalilnya
sama-sama
hukum Islam
yangmendapatkan legitimasi dari teks-teks suci.
Sebagai
akibat dilakukannya pemilihan
maupun
penggabunganalternatif sebagaimana dimaksud terjadi keseragaman dan kesatuan terkait
materi hukum Islam yang telah
dipositifkan.lTHal
demikian
tidak
sajamemudahkan
dalam
pengaturan
lebih
lanjut oleh
regulator
danimplementasinya oleh para agen-agennya, melainkan juga memenuhi salah
satu karakter sebagai hukum tertulis, yaitu sisi kepastiannya.
Keseragaman
materi pengaturan perbankan syariah
di
sampingmenjamin kepastian
juga
merupakan pfasyaratbagi
dapat dijalankannya1s Hal demikian diklaim sebagai pemberian kemudahan bagi umat Islam dan merupakan bentuk rahmat dari Tuhan sebagaimana dimaksudkan dalam sebuah hadits yang menyatakan bahwa perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat (iWtilafu ummati rahnmtun).
!6 Metode itu mengikuti kecenderungan para pembaharu muslim dalam menangani
isu-isu modemitas. Sebagai akibat ketiadaan basis metodologi, metode demikian memiliki
kelemahan dan mengalami kegagalan ketika diimplementasikan dalam gerakan pembaharuan pada periode modem. Amir Mu'allim dan Yusdani, Ijtihad dan Legislasi Muslim Kontemporer,
Yogyakarta: UII Press, 2004),hlm.1,47-748; dan Muhyar Fanani, Fiqh Madnni Konstruksi Hukum
lslam r)i Dunia Modern, (Yogyakarta: LKiS, 2010),294-295.
17 Sirajuddin, Legislasi Hukum.lslam di Indonesin, (Yogyakarta:.Pustaka Pelajar, 2008),
hlm.142.
ketentuan dalam perafuran dimaksud.
|angankan berbeda pengafuran,berbeda penafsiran saja
bisa
berakibatfatal
terhadap keberlangsunganoperasi perbankan syariah. Dalam konteks
ini
dielaborasinya DSN-MUIsebagai
satu-satunyalembaga
yang
berwenang
mengeluarkan fatwaekonomi
syariah merupakan contohnyata.
Bisa dibayangkan apa yangakan terjadi prinsip
syariahyang menjadi
dasar operasional perbankansyariah dikeluarkan oleh
lebih
dari
satu
lembaga.Tentu akan
timbulkekacauan dan ketidakpastian dunia usaha.
Pada sisi yang lain, keseragaman dan kesafuan materi hukum Islam
hasil
positivisasi berpotensi menimbulkan inkonsistensi secara internal didalamnya. Sebab, asal-usul sumber
yang
beragamyang
masing-masingberpijak
pada landasanberpikir
yang berbeda bisa berakibat antara satuketentuan dengan ketentuan yang lain
tidak
menyambung. Oleh karenaitu
Penuangan
hukum
Islam dalam peraturan
perundang-undangan harusdidahului
dengan perumusan asas-asasnya. Asas-asas tersebut harus bisamenghubungkan dan merangkai berbagai ketentuan dalam peraturan yang
ada, sehingga
ketika
terjadi
perbedaan penafsiranharus
dikembalikankepada
asas-asasdimaksud, bukan kepada pemikiran awal
dari
manaketentuan
itu
berasal. Dengan demikian,hukum
perbankan syariah bisasaja tampil sebagai entitas baru dengan
ciri
dan karakter yang baru pula.d.
Isiamisasi Hukum NasionalIslamisasi
di
sini
maksudnya adalah penyusunanhukum
nasionalyang
tidak
bertentangan
dengan
akal
sehat, realitas
kebangsaan-keindonesiaan,
dan hukum-hukum yang
dielaborasi dalamAl-eur,an.
rsDengan
kata lain,
mengakuidan meyakini hukum
nasional atau bagianhukum
nasional yang memenuhi kualifikasi tersebut sebagai hukum Islam,meskipun
konsep/rancangan awalnyatidak
sengaja dimaksudkanuntuk
mempositifkan
hukum
Islam.
Islamisasi
ini
bermakna pasif.
Dengandemikian, hukum Islam dalam produk peraturan
perundang-undangantidak
terbataspada hasil
positivisasi melainkanjuga hasil
legislasi danregulasi pada umumnya.
Islamisasi dengan makna demikian penting dalam konteks dialektika
hukum
Islam dan hukum
nasional. Sepertitelah
dikemukakandi
atas,dialektika mengandaikan hubungan dan interaksi hukum Islam dan hukum
nasional baik dalam suasana harmoni maupun
konflik
yangdiikuti
terjadiresolusi. Dialektika bukan persoalan kalah dan menang, melain persoalan
18 Muhyar Fanani, Membumi.knn.
Op. cit.,3T9.
>> I NTERNATIoNAL s EMINAR PROCEEDI T,\G
fl,
bagaimana mencapai resolusi. Resolusi bisa teqadi apabila masing-masing
mau bersikap take and giite daram kadar dan standar tertentu.le
Unfuk
bisa berprosesdalam
suasana take andgiae,
secara internalhukum
Islam
harus
berbenah. Keharusan berbenahini
relevan ketikapositivisasi hendak
dilakukan
terhadaphukum
Islamyang
secaramateri
merupakan khas Islam, sementara hukum positif yang
henaat
dibentukitu
dimaksudkan
untuk
semua
warga
negara.Dalam konteks
ini
perludibedakan
antara unsur
esensialdalam hukum
Islam dan
unsur
nonesensialnya.
unsur
esensiarhukum
Islam adalah asasdan prinsip
yang
mendasari, sedangkan
unsur non
esensialnya adalah,lor*a
konkritnya.Dalam rangka pembenahan
titik
tolak
positivisasi adalahunsur
esensial
hukum
Islam, bukan
unsur
non
esensialnya.zoBila
ifu
terjadi,
makapenolakan
dari
kelompoknon
muslim
dapatdiminimalisir,
kecuali bilasuasana penuh kecurigaan dikedepankan.
Pada sisi yang lain realitas
di
luar hukum Islam yang mesti diterimadalam konteks take and giae
di
atasperlu
diposisiku., sebugai
,urf.sebagai'urf tealitas
itu
cukupdiuji
apakah bertentangan atautidak
dengan prinsipakidah, rasa keadilan dan perikemanusiaan, dan ketenfuan
teks-teks suci.
]ika tidak
bertentangan, maka realitasitu
tidak
saja dipersilahkanuntuk
menjadi materi peraturan perundang-unclangary melainkan pada saat yang
bersamaan
dapat
pula diklaim
sebagaibagian
hukum
Islam.
Dengandemikian, melalui islamisasi hukum nasional sebagaimana dikemukakan
di
atas, hukum Islam tampil secara inklusif, tidak eksklusif.
Melalui
islamisasihukum
nasionalini,
ketenfuan dalam peraturanperundang-undangan
yang
bersifat
netral
dalam
operasi
perbankan,
sehingga
berlaku untuk
perbankan syariah maupunperbankan nasional,
dipandang
juga
sebagaihukum
Islam.
Hal
demikian misalnya prinsip
kehati-hatian,
prinsip
mengenal
nasabah, pelaksanaangooi
corporategoaernance, dan lairr sebagainya.
C. Perspektif
Hukum
NasionalDalam perspektif
hukum
nasional dialektika positivisasi
hukumIslam
tidak lain
pengakuan
akan
eksistensinya.sebab dalam
prosesdialektika
itu
hukum
nasional berada dalam posisi memberi.
Namun
,e Maksud konsepsi
takc and giae disini adalah sikap mau menerima konsepsi dari luar
hukum rslam (tnke) di samping keiniinan diterimanya
u""*p.,
fui"*'ilffi),
atau sikap menerima dengan lapang dada konsepsidari luar hukum Islam dan memlerinya tempat dalam hukum positif yang sedang diformulasikan
(giae) disamping keinginan mendapatkan tempat dalam hukum positif dimaksud bagi konsepsi
hukum rsram (take). 20 Amir Mu'allim
dan yusdani, Ijtihad., op. cit., hrm. 154; dari Ahmad AzharBasyir,
Hukum Adat Bngi l-lmat lslam, (yogyakarta: Nurcahya,
1.gf3g),hlm. 31.
demikian bukan berarti
karena memberi lantashukum
nasional beradadalam posisi yang dirugikan. Sebaliknya dengan positivisasi hukum Islam,
hukum
nasional diuntungkan baik dari segi formal maupun material. Darisegi
formal
dengantelah
dipositifkannyahukum
Islamberarti tidak
adalagi
perbedaan antara keduanya, setidaknya dalam bidanghukum
terkait.
Dari
segi material keuntungan hukum nasional nampakdari
semakin luas
materi yang dikandung.
Perjumpaan
hukum
Islam danhukum
nasional merepresentasikankompromi dua aliran hukum
yangkontradiktif.
pertama,aliran
dengankonsep
hukum yang
hidup,
sebagaimana dikemukakan EugenEhrlich,
yang
menggariskanperlunya
mengakomodirhukum yang
hidup
dalam
masyarakat
dalam perafuran
perundang-undanganatau
minimal
tidakbertentangan dengannya. Kedua,
aliran yang
mernpeloporipenggunaan
perafuran
perundang-undangan
sebagai
sarana
pembaharuanmasyarakat.2l
Kompromi
dinyatakandalam bentuk
keseimbanganakan
perlunya
mengadakan perubahandan
pembaharuanhukum
masyarakat
melalui
perundang-undangandi
satusisi, dan
perrunya memperhatikannilai-nilai
sosialbudaya dan
kenyataanyang
hidup
dalam
masyarakat,sehingga perubahan
dimaksud kelak
tidak
tercabut
dari
akar-akarnyakarena akan berakibat timbulnya kegoncangan.22
a.
Pembangunan Hukum Berbasis pengakuan terhadap Hukum NonNegara (Nasionalisasi Hukum Islam)
sejarah hukum
di
Indonesia merupakan pergumulan panjang antaragagasan keseragaman
hukum
denganfakta
kemajemukan. Keseragamanhukum tidak
bisa dipisahkandari ideologi
positivisme dan nasionalismenegara Indonesia,
di
mana seluruh komponen bangsa harus menjadi bagiandari
entitas tunggal.Hukum
yang berlakujuga
harus membentuk suatuunit
tunggal
di
mana negara berperan sebagaipihak
ya..g bertanggungjawab dalam pembuatan hukum. Namdn yang terjadi
dalam
praktik
tidaksemudah
yang
dicita-citakary mengingat
di
tengah
masyarakattelah
berurat berakar hukum Islam dan hukum adat.
Menurut
Lukito,zs pembenfukanhukurn
nasional
sesungguhnyajustru
memperkuat pluralismehukum
di
Indonesia. perjumpaandengan
hukum-hukum di
luar negara, terutamahukum
Islamdisikapi
oleh negaradengan mengajaknya bergabung. Bagi pemerintah, menghalangi
masuknya
2t C'F'G' Sunaryati Hartono,
Bhineka Tunggal lka Sebagai Asas Hukum bagi pembangunan
Hukum Nnsional, (Bandung: pT,Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. gZ-gg
22lbid., hlm.34.
23 Ratno Lukito, Hukum Sakril., Op. cit.,hlm.315_317.
hukum
non
negara
ke
dalam
hukum
nasional
akan
menghambatpembangunan nasional secara keseluruhan. Pengakuan terhadap hukum
non
negara
itu
tidak
sekedaruntuk
mendapatkandukungan politik,
mengurangi potensi
konflik
dalam
masyarakatyang
multi
etnik,
atautujuan
lain
semisal meluaskan keberlakuanhukum
negara. Pengakuantersebut sering
kali
ditujukan
untuk
meningkatkan partisipasi demokrasiatau
untuk
mempertahankan keberagaman sosialyang hidup
hidup
di
sebuah negara.
Diberikannya
pengakuan terhadap
hukum Islam
merupakankonsekwensi
logis
dari
keinginan negara
untuk
melancarkan agendapolitiknya, sehingga respon yang diberikan oleh negara
diukur
berdasarkankeuntungan
yang
akandiperoleh
negara sertanilai
tawar hukum
Islamketika berhadapan dengan negara. Semakin besar tekanan kepada negara,
semakin
besarpula
kecenderungan negarauntuk
memberikan responpositif
dalam
pembuatanhukum
nasional.Akomodasi yang
diberikankepada
hukum Islam
sebandingdengan pengaruh
umat
Islarn
dalamnegara.za
Akomodasi
hukum Islam oleh
negara
dalam kadar
tertentudipandang
sebagaibentuk
nasionalisasihukum
Islam.2sIntinya
adalahpengakuan terhadap eksistensinya.
Hal
demikian didasari oleh kenyataanhistoris
bahwahukum Islam
di
samping telah eksis dalamkurun waktu
yang sangat lama sejak keberadaan
umat
Islamdi
Indonesi4 juga
telahberurat
berakar sedemikianrupa
hingga
menjadi kesadaranhukum
di
tengah masyarakat. Pada sisi yang
lain
diakomodimyahukum
Islam jauhmelebihi
hukurn
Adat,
rnisalnya, dikarenakan cakupan
dan
ruanglingkupnya
yang
lebih
luas.
Realitas bahwa
umat
Islam
merupakanmayoritas tidak bisa
dipungkiri.
Kecualiitu
karakter universalismehukum
Islam memungkinkannya diterapkan dalam berbagai berbagai masyarakat
muslim
yang berbeda suku, budaya dan adat, bahkan juga masyarakatdi
luar umat
Islam. Dengandemikian,
positivisasihukum
Islam pada saatyang
bersamaanirrgu berarti
unifikasi
hukum
secaranasional
atau24lbid., hlm.504-505.
25 Berbeda dengan pemakaian istilah nasionalisasi dalam konteks ekonomi yang berarti
pengambilalihan kepemilikan perusahaan swasta atau asing oleh negara, nasionalisasi di sini diartikan.,se-bagai pengakuan negara terhadap hukum Islam. Perbedaannya terletak pada status sebagai pernilik. Dalam nasionalisasi perusahaan semua hak rnilik telah berpindah dari swasta atau asing selaku pemilik semula kepada negara selaku pemilik baru secara mutlak.
Sedangkan nasionalisasi hukum Islam sama sekali tidak mempengaruhi klaim dan status
kepemilikan umat Islam atas hukum yang dinasionalisasi. Artinya, meski telah diangkat
menjadi hukum negara, hukum .Islam yang dipositifkan tetap hukum Islam, yang pelaksanaannya tetap memenuhi kualifi kasi iba dah.
setidaknya
rnendekatinya.Dalam perspektif
teori
pembuatan hukum,agaknya akomodasi
hukum Islam menjadi hukum
negaradi
Indonesiamerupakan
bentuk
dari
penetapan
nilai-nilai
y*g
berlaku
dalammasyarakat.
Hukum ekonomi Islam diakomodir oleh hukum
nasional menjadibagian integral
hukum
perbankan syariah. Akomodasiitu
terjadi karenahukum
ekonomi
Islam
dipandangbisa
menjadi alternatif bagi
hukumperbankan konvensional
yang telah diakomodir lebih dahulu.
Dengandemikian,
akomodasihukum ekonomi Islam dalam hukum
perbankansyariah merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi hukum nasional.
b.
Hukum sebagai Instrumen PembangunanSistem
hukum
nasional
yang
dikembangkan
di
Indonesiadisesuaikan dengan proyek pembangunan negara. Oleh karena
itu
adalahtanggung
jawab
negara
untuk
membangun
hukum demi
memenuhikebutuhan umum dalam rangka mencapai tujuan nasional. Dalam konteks
demikian sejak awal pemerintahan Orde Baru, hukum difungsikan sebagai
instrumen
pembangunan nasional,ialah
sarana rekayasa sosial. Suafuperubahan
bisa dicapai
denganhukum
atau hukum
merupakan saranapengubah
masayarakatadalah
inti
ajaran tentang
menjadikan hukumsebagai sarana rekayasa sosial.z6
Menurut Erman
Rajagukguk,
selama pemerintahan
Orde
Baruhukum difungsikan
sebagai kerangkaideologis
perubahanstruktur
dankultur
masyarakat.2T Fungsi tersebut dijabarkan sebagai fungsi pengayomanyang
mencakup
empat
sub
fungsi,
yaitu
menjamin keamanan
danketertiban
(stabilitas nasional), menunjang pembangunan,
menjaminkeadilaru dan
mendidik
masyarakatke
arah sikap sosial yang diharapkanoleh UUD 7945.
Positivisasi
hukum
Islam
jrgu
bisa
dipahami dalam
konteksmenjadikan
hukum
sebagai instrumen pembangunanini.
Diintrodusirnya perbankan syariahdalam
UU
Nomor
7
Tahun
1992 tentang Perbankan adalah contoh yang baik dalam hal. Sebagaimana dinyatakan dalam klausulkonsiderans menimbang
huruf
a sampai dengan e, disusunnya UU tersebutdilandasi oleh pemikiran sebagai
berikut.
Pertama, pembangunan nasionalperlu
berjalan secara berkesinambunganguna mewujudkan
masyarakat26 Ratno
Lukitq
Op. cit., hlrn. 286. Penggunaan hukum sebargai instrumenpembangunan ini tidak selamanya positif. Abdul Hakim mengidentifikasi penggunaan hukum
sebagai instrumen pembangunan secara negatif dalam tiga bentuk sebagai berikut.
27 Erman Rajagukguk, Hukum dan Masyarakat, (Jakarta: Bina Akasara, 1983),hkn.72
sebagaimana dikutip C.F.G. Sunaryati Hartono, BhinekaTunggal., Op. cit.,hlm.27-73.
Indonesia
yang adil
danmakmur
berdasarkan Pancasila danUUD
1945.Kedua,
perbankanrnemiliki
perananyang
strategisuntuk
menunjangpelaksanaan pembangunan nasional. Ketiga, perbankan
nasiorul
harusnrengikuti secara tanggap terhadap perkembangan perekonomian nasional
maupun intemasional
yang
senantiasa bergerakcepat.
Keempat,UU
perbankan yang ada dan beberapa
UU
terkait sudahtidak
sesuai denganperkembangan tersebut sehingga harus disusun UU perbankan yang baru.
Memang dalam konsideran, batang
tubuh maupun
penjelasanuu
tersebut tidak secara eksplisit disebutkan alasan diintrodusirnya perbankansyariah. Tetapi
dalam
penjelasanumum
dinyatakan
bahwa
langkah-langkah yang perlu diambil dalam rangka penyempurnaan tata perbankan
di
Indonesia
antara
lain
adalah
perluasan
kesempatan unfuk
menyelenggarakan
kegiatan
di
bidang
perbankan secara sehat
danbertanggung jawab, sekaligus mencegah terjadinya praktek-praktek yang
merugikan
kepentingan masyarakat. Perluasan kesempatan untuk
menyelenggarakan kegiatan
di
bidang
perbankan merupakan ungkapanlain
diperkenankannyapraktek
perbankanyang
tidak
berbasis bunga.Masyarakat yang kebutuhannya akan jasa perbankan
tidak
terlayani olehperbankan konvensional, karena alasan keyakinan keagamaan misalny4
diharapkan akan terlayani oleh
perbankan tersebut. Dengan demikiarupengerahan potensi pendanaan
yang
bersumberdari
dalam negeri akanberjalan dengan baik, sebagai alternatif dari menurunnya pendapatan
dari
minyak
bumi dan
semakin berkurangnya
sumber
pendanaan yang
bersumber dari luar negeri.28
Fungsi instrumental perbankan syariah diperjelas dalam UU Nomor
10
Tahun
1998 tentang Perubahan atasUU Nomor
7 Tahun 1992 tentangPerbankan.
Dalam
penjelasan
umum
UU
perbankan
baru
tersebutdinyatakan secara eksplisit dinyatakan perlunya peningkatan peranan bank
syariah
untuk
menampung aspirasi
dan
kebutuhan
masyarakat.UU
memberikan
kesempatanyang
si:luas-iuasnyabagi
masyarakatuntuk
mendirikan bank syariatg termasuk UUS pada bank
umum
konvensional.Kalau
UUP,
seperti dikemukakan
di
atas,
didasari
motif
perluasaniangkauan pelayanan perbankan,
maka
uuP
baru
didasari
motif
penyehatan perbankan nasional pasca terjadinya
krisis
ekonomi
danmoneter yang dasyat.
28 Muslimin H. Kara, Bank Syariah di
Indonesia Analisis Kebijaknn Pemerintah lndonesin
Terhadap Perbankan Syariah, cetakan pertama, (Yogyakarta: UII Press, 2005),h\m.127-134.
D.
KesimpulanMengakhiri
uraian
dalam
sub
bahasanini
dapat
dikemukakankesimpulan sebagai
berikut.
Aspekfilosofis dialektika hukum
Islam danhukum
nasional berkaitan dengantitik
temu antara keduanya yang padaakhirnya berujung pada positivisasi hukum Islam. Dalam perspektif hukum
Islam dialektika
merupakan(1)
transforrnasi wewenang penegakan danpengaturary
(2)
pelembagaanhukum
Islam,
(3)
penyeragaman secarainternal (unifikasi), da., (4) islamisasi hukum nasional. Sementara
itu
dalamperspektif
hukum
nasional
dialektika
merupakan
impelemtasipembangunan
hukum
berbasishukum non
negarapada
satu .sisi danintrumentalisasi hukum dalam pembangunan nasional pada sisi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Mohammad Daud, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukurn dan Tata Hukumlslam
di
Indonesia, cetakanketujuh,
Edisi
Keenam,]akarta:
pr
RajaGrafindo Persa da, 1999.
Alkostar, Arti;'o,
€d.,
IdentitasHukum
Nasional, cetakanl,
yogyakarta:Fakultas
Hukum
Universitas Islam Indonesia, 1997.Azizy,
A.
Qodri,"Hukum
Islam di rengah pluralismepolitik
dan Budaya,,,Paper disampaikan
dalam
Seminar yang Diselenggarakan aleh HMJ Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syariah/AIN
Sunan Kalijaga Yogyakartapada 3
April
1999.,
Hukum Nasional Eklektisisme Hukum Islam dan Hukum Llmaru, edisirevisi, cetakan pertama, ]akarta: Teraju, 2004.
Basyir,
Ahmad
Azhar, Hukum Adat Bagi Umat lslam, yogyakarta: Nurcahy41983.
Fanani,
Muhyar,
Fiqh Madani Konstruksi Hukum Islamdi
Dunia Modern,Yogyakarta: LKiS, 2010.
,
Membumikan Hukum Langit Naiionalisasi Hukum lslam dan lslamisasiHukum Nasional Pasca Reformasi,
editor Ibnu
Burdatu
Yogyakarta: Tiara Wacana,2008.Hartono,
C.F.G. Sunaryati, Bhineka Tunggallka
Sebagai AsasHukm
bagiPembangunan Hukum Nasional, Bandung: PT Citra
Aditya
Bakti, 2006.Ha zairiry D emokr asi P anc asila, J akart a: Bina Akasara, 1 98 1 .
Jazuni, "Legislasi
Hukum
Islam
di
Indonesia
(pasangsurut
LegislasiHukum
Islam SejakUU
Nomor
1Tahun
7974 tentang PerkawinanSampai Dengan
UU Nomor
18 Tahun 2001 tentang Otonomi KhususBagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh
sebagaipropinsi
NanggroeAceh
Darusslam)",dalam http://jazuni.coml
diakses pada27
Juli2070.
Kara,
Muslimin H.,
Bank Syariahdi
lndanesia Anatisis Kebijakan Pemerintqlt Indonesia Terhadrp Perbankan Syariah, cetakan pertama, (Yogyakarta:UII
Press, 2005't, }.JLm. 127 -134.Lubis,
Solly,
"PembangunanHukum
Nasional," Makaltth Disanryaikan padaSeminar Pembangunan
Hukum
NasionalVlll
Diselenggarakan olehBadan Pembinaan hukum Nasional Departemen Kehakiman dan
Hak
Asasi Manusia RI
di
Denpasar,l1.-l9lutri 2003.Lukito,
Ratno, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, Studi tentang Konflik dan Resolusi dalam Sistem Hukum lndonesia,|akarta: Pustaka Alvabet, 2008.Mawardi,
Abu
al-Hasan al-, Al-Ahkam al-Sutthaniyyah, Beirut: Daral-fikr,
t.t.Mu'allim,
Amir
dan
Yusdani,
litihad
dan
LegislasiMusliru
Kontemporer,Yogyakarta:
UII
Press, 2004.Muslim, Muslihury
Fiqh Ekonomi dan Positivisasinyadi
lndonesia, Mataram:Lembaga Kajian Islam dan Masyarakat&KlM
IAIN
Mataram, 2006.Rahardjo, Satjipto,
llmu
Hukum, cetakan ke-5, Bandung: PT.Citra
Aditya
Bakti,2000.Rajagukguk, Erman, Hukum dan Masyarakat,Jakarta: Bina Akasara, 1983.
Sirajuddin, Legislasi Hukum Islam di lndonesia,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Taimiyah,
Ibnu,
Al-Siyasah al-Syar'iyyahfi
lshlah
al-Ra'i tutt al-Ra'iyyah, cetakan keempat, Mesir: Dar al-Kitab aI-'Arabiy,79T9.Wahid,
Marzuki
dan Rum adi, Fiqh Madzhab NegaraKritik
atas Politik HukumIslam di Indonesia,Yogyakarta: LKiS, 2001.