BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI HASIL PENELITIAN
Dalam bab akhir disertasi ini dikemukakan tiga hal utama, yaitu (1)
kesimpulan dari keseluruhan temuan penelitian sesuai dengan fokus masalah dan
pertanyaan penelitian, (2) implikasi hasil penelitian, dan (3) rekomendasi yang
berkenaan dengan temuan penelitian. Secara rinci kesemuanya diuraikan menjadi
sebagai berikut.
A. Kesimpulan
1. Kondisi Pembelajaran IPS SMP di Surakarta
Di Surakarta mata pelajaran IPS yang dipahami sebagai IPS Terpadu diampu
oleh satu guru IPS, karena itu guru harus mengajar semua sub bidang studi dalam
IPS. Hal ini menjadi salah satu penyebab bahwa pembelajaran IPS selama ini hanya
mendasarkan pada buku paket yang digunakan di sekolah. Pembelajaran IPS selama
ini kurang memanfaatkan lingkungan sosial budaya peserta didik sebagai sumber
dan media pembelajaran. Hal itu berakibat IPS menjadi salah satu mata pelajaran
yang membosankan bagi peserta didik, kurang mendorong peserta didik untuk
berfikir kritis dan mengembangkan kepekaan terhadap lingkungan sosialnya.
Sebagian besar peserta didik tidak pernah membuat karangan sederhana tentang IPS
atau mengeksplorasi keunggulan budaya daerah sebagai wujud kebanggaan peserta
didik terhadap kekayaan daerahnya. Kondisi ini berdampak pada munculnya stigma
bahwa IPS kurang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari dan merupakan pelajaran
mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Inovasi pengembangan
sumber dan media yang terbatas juga menyebabkan pelaksanaan pembelajaran tidak
beranjak dari tradisi transfer of knowledge. Demikian pula dengan evaluasi
pembelajaran masih mengutamakan evaluasi hasil dan sebagian besar hanya pada
aspek kognitif.
Studi pendahuluan mengungkap bahwa pembelajaran IPS selama ini telah
menggunakan RPP yang dibuat oleh MGMP IPS SMP di Surakarta. Ini berarti,
langkah-langkah pembelajaran sudah mengacu pada Permen Diknas Nomor 41
tahun 2007, yakni meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi), dan kegiatan penutup. Namun demikian pada umumnya
langkah-langkah model pembelajaran selalu sama meski guru mencantumkan model
pembelajaran yang bervariatif.
Ketersediaan RPP dari MGMP menjadikan guru kurang kreatif dan inovatif
dalam mengembangkan materi dan model-model pembelajaran, pembelajaran IPS
berjalan monoton karena dominasi guru dalam pembelajaran. Hal ini menjadi salah
satu penyebab kurang berkembangnya kompetensi peserta didik, proses belajar
hanya sebatas pada bagaimana belajar bukan belajar bagaimana membelajarkan
sehingga kebermaknaan belajar belum menjadi kenyataan yang aktual dalam setiap
diri peserta didik. Pembelajaran lebih banyak dipengaruhi oleh gaya, tingkat
pengetahuan, pengalaman, dan persepsi yang dimiliki guru terhadap pembelajaran
IPS.
Berkenaan dengan salah satu tujuan IPS, yakni agar peserta didik memiliki
lingkungannya, bahkan dapat berkontribusi dalam menjaga dan melestarikan
warisan budaya leluhurnya sangat dipahami oleh guru IPS. Batik Klasik menjadi
salah satu keunggulan budaya Surakarta meskipun demikian selama ini mereka
belum mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal Surakarta dalam pembelajaran IPS.
Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman guru terhadap nilai-nilai edukatif yang
bersumber dari simbolisme motif-motif batik klasik. Guru kurang memahami bahwa
pembelajaran IPS menjadi “powerfull dan meaningfull” apabila terpadu, berbasis
nilai, menantang, aktif, dan bermakna. Keberhasilan pembelajaran IPS sangat
ditentukan oleh kemampuan dan kreativitas guru dalam memahami dan
mengembangkan kurikulum IPS, yakni kurikulum berdasar pada apa yang
dibutuhkan peserta didik bukan apa yang berharga bagi peserta didik.
Kurikulum berpusat pada peserta didik, yakni memberikan kesempatan bagi
peserta didik untuk terlibat secara sistematis dalam pengambilan keputusan
mengenai masalah sosial, ekonomi, politik, dan masalah pribadi. Latar belakang,
pengalaman, dan kebutuhan peserta didik sangat penting dalam setiap pembelajaran
di kelas. Kurikulum transmisi sebagai dokumen kurikulum yang resmi, buku teks
yang digunakan di sekolah, dan sumber-sumber lainnya dapat dikembangkan,
di-transformasikan atau diubah lebih lanjut oleh para guru dan peserta didik dalam
proses pembelajaran di kelas sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
2. Dasar Pengembangan Model Pembelajaran IBNBBK
Tujuan pendidikan IPS adalah menyampaikan informasi dan pengetahuan
(knowledge and information), nilai dan tingkah laku (attitude and values), dan
intelektual. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui
pengembangan model pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal
batik klasik dalam pembelajaran IPS. Pengalaman belajar yang menunjukkan adanya
kaitan unsur-unsur konseptual dari dalam maupun antar mata pelajaran akan
memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan lebih bermakna
(meaningful learning).
Pengembangan model IBNBBK menggunakan paradigma Postmodern
dengan mendekonstruksi ”nilai-nilai filosofi batik klasik” menjadi penciptaan
realitas baru (Batik Klasik) sebagai salah satu jati diri bangsa Indonesia di tengah
dunia yang mengglobal. Perspektif Postmodern digunakan untuk mendekonstruksi,
pertama, pembelajaran IPS yang saat ini, yang kental dengan pandangan
modernisme. Format reproduktif pendidikan modernitas ini telah membuat
pembelajaran IPS menjadi salah satu pelajaran yang tidak menarik dan
membosankan bagi peserta didik SMP. Kedua, perspektif pendidikan
Post-modernism relevan dengan misi dan tujuan pendidikan IPS merupakan mata
pelajaran yang diharapkan berperan dalam pembentukan sikap kewarganegaraan
yang baik.
Konteks lingkungan sosial budaya, latar belakang pengalaman, dan
kebutuhan peserta didik sangat penting dalam pembelajaran IPS di kelas. Oleh
karena itu kurikulum, buku teks yang digunakan di sekolah, dan lingkungan sosial
budaya Surakarta perlu dikembangkan dan ditransformasikan lebih lanjut oleh guru
dan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas sehingga pembelajaran IPS
berbasis pada nilai budaya lokal batik klasik dalam pandangan postmodernism
mengenai kurikulum sebagai sebuah praksis digunakan empat unsur R, yaitu
richness, recursions, relations, and rigor dalam kurikulum Postmodern.
Karakteristik utama model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal
batik klasik untuk meningkatkan kompetensi dan jati diri bangsa merupakan
kombinasi model pembelajaran Kooperatif dan Klarifikasi Nilai dikemas dalam
suatu kompetisi (tournament). Penggabungan model pembelajaran cooperative
learning dan value clarification technique ini disebabkan karena pertama.
perkembangan moral peserta didik terkait erat dengan perkembangan kognitif dan
hasil dari interaksi sosialnya. Melalui proses tersebut, peserta didik akan memiliki
pemahaman moral yang sangat bermanfaat bagi moral judgment dan moral
reasoning yang akan mempengaruhi perilakunya. Kedua, secara teoritis peserta
didik yang memahami hubungan antara diri sendiri dan masyarakat akan lebih
bersikap bijaksana, berfikir positif, mempunyai tujuan yang jelas, antusias, bangga
dan konsisten sehingga memiliki kepribadian kuat dan berkarakter. Ketiga, makna
IPS sebagai “synthetic discipline”, bahwa PIPS bukan sekedar mensintesiskan
konsep-konsep yang relevan antara ilmu-ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial tetapi
juga mengkorelasikan dengan masalah-masalah kemasyarakatan, kebangsaan, dan
kenegaraan.
3. Pengembangan Model Pembelajaran IBNBBK
Pendidikan IPS sebagai kelompok bahan ajar sangat terikat oleh nilai-nilai
sosial budaya bangsa, karena itu pendidikan IPS tidak dapat lepas dari tata nilai dan
pendidikan IPS adalah mempersiapkan peserta didik sebagai warga negara agar
dapat mengambil keputusan secara reflektif dan partisipasif dalam kehidupan
sosialnya baik sebagai pribadi, warga masyarakat, bangsa maupun warga dunia.
Langkah-langkah pembelajaran dikembangkan sesuai dengan
langkah-langkah pembelajaran kooperatif yang digabungkan dengan model pembelajaran
Klarifikasi nilai dan dikemas dengan turnamen. Penggabungan dua model
pembelajaran dalam pelaksanaannya mengacu pada model pembelajaran menurut
Permen Diknas No.41 tahun 2007, terdiri dari tiga tahap, yakni (1) apersepsi, (2) inti
(eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi), dan (3) penutup.
Pada implementasi uji terbatas ke-2, komponen desain model mengalami
perubahan pada langkah-langkah pembelajaran Klarifikasi Nilai. Pada pengujian
model siklus ke-2, ketujuh langkah klarifikasi nilai disederhanakan menjadi tiga
langkah. Hal ini dimaksudkan agar guru mudah dalam mengevaluasi dan memberi
penguatan pada setiap tahapan kegiatan pembelajaran. Langkah pertama sampai
ketiga termasuk dimensi kognitif (menekankan kemampuan rasional). Langkah
keempat dan kelima mencerminkan dimensi efektif (penghargaan dan rasa bangga).
Langkah keenam dan ketujuh mencerminkan dimensi psikomotorik (tindakan
konkrit yang terus menerus dan terpola).
Pada implementasi model langkah-langkah pembelajaran (Permendiknas,
2007) setelah uji coba luas mengalami penambahan, yakni tahap orientasi. Tahap ini
menyatu dengan tahap apersepsi. Dengan demikian langkah-langkah model
pembelajaran IBNNBK menjadi orientasi termasuk di dalamnya apersepsi,
Karakteristik utama dari model pembelajaran ini adalah integrasi nilai-nilai
budaya lokal batik klasik dalam pembelajaran IPS di SMP untuk meningkatkan
kompetensi dan jati diri bangsa. Implementasi model pembelajaran ini tetap
mengacu pada Permendiknas No. 41 tahun 2007, yakni pendahuluan, kegiatan inti
pembelajaran (eksplorasi, elaborasi, konfirmasi), dan penutup.
Setelah uji coba implementasi terbatas ke-3 maka langkah-langkah
pembelajaran dapat dipahami dan diimplementasikan oleh guru dan peserta didik
sesuai dengan model yang dikembangkan. Kegiatan dilanjutkan dengan pelaksanaan
uji coba pengembangan model melalui penelitian tindakan kelas di SMPN (A),
SMPN (B), dan SMP Swasta di Surakarta ternyata mampu meningkatkan skor
karakter dan skor sikap terhadap batik sebagai jati diri bangsa yang ditunjukkan
dengan peningkatan skor sebesar 80%. Adanya peningkatan kompetensi IPS yang
ditandai dengan sekurang-kurangnya 75% peserta didik kelas VIII semester I
sebagai subjek penelitian memperoleh nilai 70 sebagai batas tuntas pembelajaran
IPS. Dengan demikian pelaksanaan model pembelajaran IBNBBK di SMPN (A),
SMPN (B) dan SMP Swasta telah berjalan sesuai dengan model yang dikembangkan
dan mampu meningkatkan skor karakter dan skor sikap peserta didik terhadap batik
sebagai jati diri bangsa.
4. Efektivitas Model Pembelajaran IBNBBK
Melalui tahapan pengujian model secara statistik diketahui keefektifan model
pembelajaran IBNBBK. Dari uji efektivitas model secara keseluruhan di kelompok
SMP Negeri (A) dan SMP Negeri (B) serta SMP Swasta (S) menunjukkan bahwa
peningkatan prestasi belajar, penguatan karakter dan jati diri bangsa dibandingkan
dengan pembelajaran IPS dengan model kooperatif. Model pembelajaran IBNBBK
ternyata sesuai untuk diterapkan pada kategori sekolah apapun dan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap semua komponen, yakni kompetensi, penguatan
karakter dan jati diri bangsa.
Hasil uji efektivitas model memberikan gambaran bahwa model IBNBBK
mampu meningkatkan penguasaan kompetensi dan penguatan sikap peserta didik
terhadap batik sebagai jati diri bangsa pada semua kelompok sekolah. Pendidikan
merupakan sarana yang sangat strategis dalam melestarikan sistem nilai yang
berkembang dalam kehidupan. Melalui proses “inkuiri nilai” maka kepribadian
peserta didik tetap terjaga di tengah perubahan pemaknaan nilai yang semakin
kompleks.
5. Kevalidan, Kepraktisan, dan Keefektifan Model Pembelajaran IBNBBK
Model pembelajaran IBNBBK yang dikembangkan mulai dari draf awal
model, uji coba terbatas, uji coba luas hingga uji validasi terbukti telah memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria yang digunakan untuk menilai
model pembelajaran yang dikembangkan adalah validitas (kevalidan), praktikabilitas
(kepraktisan), dan efektivitas (keefektifan).
6. Dampak Pengiring Penerapan Model Pembelajaran IBNBBK
a. Kepercayaan Diri
Model pembelajaran IBNBBK dikembangkan dengan pendekatan
humanistik yang menempatkan dasar pendidikan adalah apa yang menjadi “dunia”,
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya. Dengan demikian peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif, dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
Pendekatan ”Learner-Centered”, yakni pendidikan yang memberdayakan
memungkinkan peserta didik lebih percaya diri untuk mengekspresikan pendapat
mereka. Pendekatan berpusat pada keterlibatan peserta didik akan mendorong
keberhasilan dan kesuksesan peserta didik.
b. Sikap Toleransi Terhadap Keragaman
Implementasi model mengajarkan kepada peserta didik pada keterampilan
kerjasama dan kolaborasi, membantu peserta didik belajar keterampilan sosial, dan
secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis.
Pembelajaran disetting dalam bentuk kelompok kecil, problem-solving, pencarian
jawaban dan prinsip-prinsip demokrasi dengan interaksi satu sama lain dan
merupakan lingkungan belajar sebagai sebuah karakter sistem sosial dengan
prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Karena itu akan mendorong peserta didik
dalam berpikir dan bertindak, belajar aktif, berperilaku kerjasama, dan tanggap pada
kemajemukan dalam masyarakat multikultur.
c. Keaktifan Belajar
Implementasi model pembelajaran IBNBBK akan memfasilitasi peserta
didik dalam berinkuiri untuk memahami hakekat masalah dan menemukan
kemungkinan pemecahannya. Melalui proses inquiry peserta didik tidak hanya
moral dalam konteks pembelajarannya. Kegiatan ini dapat menjadi media sikap
peserta didik terhadap nilai-nilai dasar yang menjadi core values pendidikan
karakter. Dengan demikian model IBNBBK sejalan dengan tujuan pendidikan IPS,
yakni dapat dijadikan sebagai kritik terhadap kehidupan sosial (social studies as
social criticism), kemampuan berfikir kritis (critical thinking) dengan berbagai
metode pemecahan masalah (problem solving). Pendidikan IPS juga sebagai
pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal development of the
individual.
d. Sikap Positif Terhadap IPS
Karakteristik model IBNBBK adalah pendidik tidak bertindak sebagai guru
melainkan fasilitator dan partner dialog. Pendekatan reflektif mengajak peserta didik
untuk berdialog dengan dirinya sendiri. Sedangkan pendekatan ekspresif mengajak
peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan
aktulisasi diri). Dengan demikian pendidik sebagai fasilitator yang membantu dan
mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan
pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya. Melalui proses ini peserta didik
akan menemukan kebermaknaan pembelajaran IPS dengan realitas sosial yang
dihadapi.
B. Implikasi Hasil Penelitian
Dari temuan hasil penelitian terhadap model IBNBBK untuk peningkatan
kompetensi dan penguatan jati diri bangsa diharapkan model ini akan membawa
hasil penelitian ini terhadap pembelajaran IPS SMP di Surakarta dapat dikemukakan
sebagai berikut.
1. Bagi Guru Pendidikan IPS
Perlu dilakukan perubahan paradigma dalam pembelajaran IPS, bukan hanya
sebagai transfer of knowledge. Guru perlu mengubah tradisi pembelajaran yang
berorientasi pada hasil menjadi berorientasi pada proses berfikir kritis dan proses
penemuan nilai-nilai dari materi pembelajaran. Pembelajaran harus mampu
mengembangkan aspek pengetahuan, berfikir rasional, mengembangkan dimensi
efektif (penghargaan dan rasa bangga terhadap pilihan nilai), mengembangkan
dimensi psikomotorik (tindakan konkrit yang terus menerus dan terpola relevansinya
dengan pilihan nilai. Kegiatan tersebut dilakukan melalui proses berfikir rasional
dan dalam interaksi sosialnya dengan kelompok diskusi. Dengan mengubah
paradigma tersebut diharapkan pembelajaran IPS menjadi lebih menantang,
menarik, dan bermakna.
Prosedur pelaksanaan model pembelajaran IBNBBK dirancang melalui
langkah-langkah yang mengutamakan aktivitas peserta didik dan mengurangi
dominasi guru. Karena itu dibutuhkan kesadaran guru untuk menjadi pemandu
bukan sebagai pemateri. Dalam konteks pembelajaran IBNBBK, murid dan guru
berinkuiri bersama untuk memahami hakekat masalah yang dihadapi dan
menemukan kemungkinan pemecahannya. Pada saat yang sama perlu ditanamkan
pada peserta didik tentang nilai-nilai dasar yang menjadi core values pendidikan
karakter, yakni integritas, kerendahan hati, kesetiaan, keberanian bertindak benar,
2. Aktivitas Belajar Siswa
Melalui proses inkuiri nilai peserta didik akan menemukan nilai-nilai moral
dalam konteks pembelajaran, bersamaan itu sekolah menciptakan lingkungan
kondusif bagi penanaman tentang nilai-nilai dasar yang menjadi core values
pendidikan karakter. Budaya sekolah ini akan terinternalisasi dalam kepribadian
peserta didik dan pada akhirnya akan mempengaruhi kepribadian peserta didik,
sehingga menjadi manusia yang berkarakter. Pendidikan karakter diawali dengan
pengetahuan. Pengetahuan (teori) tersebut bisa bersumber dari pengetahuan agama,
sosial, budaya, dalam konteks ini bersumber dari nilai-nilai budaya batik klasik.
Pengetahuan itu diharapkan dapat membentuk sikap atau akhlak yang mulia, yang
mendorong peserta didik mengamalkan apa yang diketahui itu. Dengan demikian
akan terjadi proses internalisasi nilai-nilai luhur secara berkelanjutan dalam konteks
lingkungan sosialnya.
3. Sumber dan Media Belajar
Pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik dapat
mengguna-kan berbagai sumber dan media pembelajaran. Meskipun demikian motif-motif batik
dan makna filosofis menjadi komponen yang harus ada dalam pembelajaran model
IBNBBK.
C. Rekomendasi
Berdasar simpulan hasil penelitian tentang gambaran model pembelajaran
IPS berbasis nilai budaya lokal untuk peningkatan kompetensi dan penguatan jati
diri bangsa maka dikemukakan rekomendasi sebagai berikut.
Model pembelajaran IBNBBK yang dikembangkan dengan unsur 4 R dari
kurikulum Postmodern mampu menciptakan pembelajaran IPS yang bermakna dan
menyenangkan, karena itu guru perlu mengembangkan materi pembelajaran dengan
konteks sosial budaya peserta didik.
Salah satu ciri pembelajaran model pembelajaran IBNBBK adalah student
centered, makin besar keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran makin
besar pula untuk melakukan aktivitas belajar. Karena itu guru perlu mendesain ruang
kelas dalam situasi proses “inquiry” sehingga peserta didik tidak hanya belajar
tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip tetapi juga mengalami proses belajar
tentang pengarahan diri sendiri. Prosedur pelaksanaan model IBNBBK dirancang
melalui langkah-langkah yang mengutamakan aktivitas peserta didik dan
mengurangi dominasi guru. Karena itu dibutuhkan kesadaran guru untuk menjadi
pemandu bukan sebagai pemateri.
Implikasi dari prosedur penilaian pada model pembelajaran IBNBBK
mensyaratkan guru untuk mengembangkan instrumen evaluasi dengan
mem-pertimbangkan aspek pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan peserta didik
dalam mengaktualisasi nilai-nilai pembelajaran di sekolah dengan konteks kedirian
dan lingkungan sosialnya.
2. Bagi Sekolah
Sekolah sebagai tempat berkumpulnya peserta didik dari berbagai golongan,
agama yang dianggap “absolute” dan nilai-nilai budaya yang bersifat relative
menjadi “core values” pendidikan karakter yang terpancar dari nilai altruistic dalam
keberagamaan. Dampaknya, akan menumbuhkembangkan nilai-nilai fundamental
lain, yakni simpati, empati, loyalitas dan toleransi terhadap berbagai jenis perbedaan
dan mutual trust antar berbagai kelompok kepentingan yang berbasis agama, etnis,
dan ras.
Meningkatnya aktivitas positif peserta didik pada model pembelajaran
IBNBBK dapat menghilangkan kesan bahwa pelajaran IPS sebagai pelajaran yang
membosankan dan kurang menarik. Kondisi ini dipengaruhi oleh variasi tahapan
dalam pembelajaran model pembelajaran IBNBBK yang memberi kesempatan
seluas-luasnya pada peserta didik untuk menemukan nilai dan merealisasikan nilai
dalam bentuk tindakan bermoral kaitannya dengan kedirian peserta didik dan dalam
interaksi sosialnya.
3. Bagi Siswa
Salah satu ciri pembelajaran model pembelajaran IBNBBK adalah student
centered. Semakin besar keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
makin besar pula peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar. Guru perlu
mendesain ruang kelas dalam situasi proses “inquiry” sehingga peserta didik tidak
hanya belajar tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip tetapi peserta didik juga
mengalami proses belajar tentang pengarahan diri sendiri, tanggung jawab,
komunikasi soal.
Bagi para peneliti, khususnya para dosen pengelola program studi IPS dan
PIPS hendaknya dapat mengembangkan lebih lanjut melalui penelitian yang lebih
komprehensif, melibatkan para guru secara langsung dalam proses penelitian sejak
proses awal. Para dosen hendaknya berkolaborasi dengan guru-guru IPS melalui
model penelitian tindakan kelas atau model penelitian lain yang ditujukan untuk
inovasi pembelajaran IPS di sekolah. Dari proses penelitian ini sesungguhnya
nampak dan terasa adanya keinginan kuat dari para guru IPS untuk melakukan
inovasi pembelajaran, namun pada umumnya mereka mengaku masih mengalami
kesulitan terutama karena kurang percaya diri. Dengan berkolaborasi, keinginan
para guru tersebut diharapkan akan dapat terpenuhi, di samping sebagai wujud
sinergi akademis, antara pakar dan praktisi pendidikan IPS.
5. Bagi Perguruan Tinggi
Bagi perguruan tinggi yang mengelola program studi PIPS dan rumpun PIPS
dapat mengembangkan berbagai inovasi pembelajaran melalui penelitan yang
didasarkan pada kebutuhan nyata pembelajaran di sekolah. Untuk itu diperlukan
jaringan kerjasama yang baik, antara kampus dan sekolah. Apabila dimungkinkan
melalui penelitian, kunjungan dosen/guru tamu, Program Pengalaman Lapangan