• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN IPS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN IPS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Subaryana

Staf Pengajar IKIP PGRI Wates

ABSTRACT

The development of social media in the current digital era directly or indirectly greatly affects the attitudes and behavior of its users. Students who are still children and adolescents are often less careful in sorting and selecting content that is available on social media. So it often has a negative effect on him, such as: they tend to be individualistic, indifferent, selfish, lacking empathy, and less socializing. Social studies learning in accordance with its essence aims to form good citizens, one of which is to develop social skills. In developing social skills through social studies learning, the teacher, aside from being a motivator and facilitator, must also be a model in the implementation of social skills. Many studies say that social studies learning can improve students' social skills. With social skills that accommodate students, students are expected to be able to communicate, work together and compete at the local, national and global levels while continuing to uphold social values.

Keywords: Social Studies Learning and Social Skills

Latar Belakang Masalah

Pembangunan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia belum menunjukkan hal yang menggembirakan, terutama jika dibanding dengan negara-negara lain di dunia. Hal ini dapat dilihat dari laporan Human Development Report yang dikeluarkan oleh UNDP pada tahun 2016 bahwa Indek Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2015 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni berada di Ranking 113 dari 188 negara di dunia, dan masih berada di bawah negara-negara ASEAN, seperti: Singapura, Brunai, Malaysia dan Thailand. (https://www.cnnindonesia.com diunduh tanggal 10 November 2019). Karena itu wajarlah jika saat ini bangsa Indonesia masih dihadapkan pada berbagai masalah sosial, terutama di kalangan anak dan remaja, mereka cenderung bersifat individualis, acuh tak acuh, egois, kurang empati, kurang sosialisasi dengan tetangga kanan kirinya sering tidak saling mengenal. Fenomena seperti ini nampaknya telah disadari oleh pemerintah melalui pelaksanaan pendidikan karakter di berbagai jenjang pendidikan, karena melalui pendidikan akan mampu merubah sikap dan perilaku seseorang.

Sementara tantangan dunia pendidikan juga semakin besar seiring dengan munculnya media sosial yang secara langsung maupun tidak langsung banyak berpengaruh terhadap sikap dan perilaku penggunanya.

Salah satu yang perlu ditumbuhkembangkan adalah keterampilan sosial, hal ini mengingat manusia selain sebagai makhluk invidu juga sebagai makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan sehari-hari akan berinteraksi dengan manusia lainnya. Keterampilan sosial akan menjadikan seseorang mampu menempatkan diri secara baik dalam berinteraksi. Dia akan menghargai orang lain dalam berinteraksi. Melalui proses interaksi dan inter korelasi dengan orang lain yang

(2)

baik maka akan membawa dampak yang positif, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

IPS sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah dasar dan sekolah menengah memiliki tujuan untuk membentuk warga negara yang baik (NCSS, 1994). Dalam pembelajaran IPS diajarkan bagaimana siswa mampu berperan di masyarakat, terutama untuk membantu mengatasi masalah sosial yang ada di dalam masyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka pembelajaran IPS diharapkan akan dapat membantu siswa untuk cepat tanggap terhadap permasalahan sosial yang ada di sekitarnya. Untuk dapat berkontribusi dalam memecahkan masalah sosial diperlukan adanya keterampilan sosial, karena keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan melalui interaksi dengan orang lain (Morgan, 1980). Dengan keterampilan sosial yang ia miliki akan memudahkan siswa dalam memberikan kontribusinya di masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam tulisan singkat ini akan dibahas mengenai mengembangkan keterampilan sosial melalui pembelajaran.

Pembelajaran IPS di Indonesia

Gagasan tentang IPS sebagai kajian akademik pertama kali dilontarkan oleh Nukman Somantri dari IKIP Bandung. Gagasan tentang pendidikan IPS ini membawa implikasi bahwa IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan pendidikan disiplin ilmu lain, yakni kajian bersifat terpadu (integrated) pemecahan masalah yang menyeluruh, dengan menggunakan interdisciplinary approach (lintas ilmu yang serumpun), multidiciplinary approach (menggunakan dua atau lebih ilmu yang relevan), transdisciplinary approach (dapat menggunakan ilmu diluar keahliannya) dan bahkan cross disciplinary approach (dapat menggunakan ilmu lain sebagai pembanding).

Pada awalnya dikembangkan tiga tradisi dalam IPS, yaitu: (1) IPS diajarkan sebagai transmisi nilai kewarganegaraan (social studies taught as citizenship transmission); (2) IPS diajarkan sebagai ilmu-ilmu sosial (social studies taught as social scinces); (3) IPS diajarkan sebagai reflektif inquiry (social studies taught as reflective inquiry). (Barr, Barth and Shermis, 1978). Namun kini telah berkembang menjadi lima tradisi, yaitu: (4) IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social criticism); (5) IPS sebagai pengembangan individu (social studies as personal development of the individual) (Sapriya, 2008: 11).

Sehubungan dengan itu maka IPS tidak hanya diajarkan pada jenjang sekolah dasar, tetapi sampai pada jenjang pendidikan tinggi.

Apabila dilihat dari perkembangan pemikiran pendidikan IPS yang dimanifestasikan dalam kurikulum sampai dengan dasawarsa 2000-an, pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep pendidikan IPS, yakni:

pertama, pendidikan IPS di Indonesia diajarkan dalam tradisi “citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan IPS diajarkan dalam

“tradisi social science” dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMA/SMK, yang terkonfederasi di SMP/MTs, dan yang terintegrasi di SD/MI.

(3)

Dalam kurikulum 2013 yang masih berlaku dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, mata pelajaran IPS masih tercantum dalam struktur Kurikulum 2013 untuk tingkat SD/MI dan SMP/MTs. Sedangkan untuk tingkat SMA dan SMK tidak ada mata pelajaran IPS tetapi mata pelajaran yang terkait dengan disiplin- disiplin ilmu yang secara tradisional dikelompokkan ke dalam kelompok Ilmu-ilmu Sosial, seperti sejarah, geografi, ekonomi dan sosiologi masih tercantum dalam struktur kurikulum. Sehubungan dengan itu pembelajaran IPS di tingkat SD/MI dan SMP/MTS masih bersifat terintegrasi, sedangkan pembelajaran IPS di SLTA dilaksanakan secara terpisah dalam mata pelajaran sejarah, Geografi, Ekonomi, dan Sosiologi. Pada tingkat SD/MI pembelajaran IPS dilakukan secara terintegrasi, terutama sesuai dengan kebutuhan siswa. Karena itu pembelajaran IPS tidak hanya mengintegrasikan ilmu-ilmu sosial, tetapi juga dengan ilmu-ilmu yang lain, seperti IPA dan Bahasa Indonesia (Nana Setiana, 2014). Dengan demikian pembelajaran IPS di Indonesia masih sangat diperlukan terutama untuk membekali pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa dalam memecahkan berbagai masalah sosial yang ada di sekitarnya, meskipun dalam pelaksanaannya berbeda-beda pada tingkat atau jenjang pendidikan.

Tujuan Pembelajaran IPS menurut Barr, Barth, dan Shermis (1987: 58) sebagai Citizenship Transmission. Sedangkan menurut NCSS (1994: 213) The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decision for the public good a citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world. Dengan merujuk dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPS adalah mengajarkan kepada generasi muda untuk menjadi warga negara yang baik, demokratis dan bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara maupun dunia.

Sementara itu menurut kurikulum 2013 tujuan pembelajaran IPS adalah menghasilkan warga negara yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat dan bangsanya, religius, jujur, demokratis, kreatif, kritis, analitis, senang membaca, memiliki kemampuan belajar, rasa ingin tahu, peduli dengan lingkungan sosial dan fisik, berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan sosial dan budaya, mampu berkomunikasi dan produktif.(Yoyo Supriyono, 2015).

Fokus kajian dalam pembelajaran IPS adalah aktivitas kehidupan manusia dalam berbagai dimensi kehidupan sosial sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Hal ini sejalan dengan penjelasan pasal 37 Undang- Undang No. 20 tahun 2003 bahwa bahan kajian IPS dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis siswa terhadap kondisi sosial masyarakat. Oleh sebab itu dalam pemecahan masalah sosial tidak dapat hanya menggunakan satu disiplin ilmu saja, IPS mencoba untuk membantu memecahkan masalah sosial tersebut secara komprehensif.

Konten pembelajaran IPS menurut kurikulum 2013, meliputi: (1) pengetahuan: tentang kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan dan lingkungannnya; (2) keterampilan: berfikir logis, kritis, memecahkan masalah, berkomunikasi dan bekerjasama dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa; (3) nilai-nilai: kejujuran, kerja keras, sosial,

(4)

budaya, kebangsaan, kemanusiaan, berkepribadian dan cinta damai; (4) sikap:

rasa ingin tahu, mandiri, menghargai prestasi, kreatif dan inovatif, kompetitif, dan bertanggungjawab.

Dengan melihat tujuan, fokus dan konten pembelajaran IPS tersebut di atas, maka keterampilan sosial sebagai salah satu dari tujuan pembelajaran IPS sangat diperlukan dalam membantu mengimplementasikan tujuan pembelajaran IPS secara keseluruhan. Sebagai makhluk sosial peserta didik dituntut untuk mampu berinteraksi dengan manusia lainnya beserta lingkungannya. Dengan memiliki keterampilan sosial peserta didik akan lebih mudah berinteraksi dengan manusia lainnya yang pada gilirannya akan mampu berkontribusi dalam membantu memecahkan berbagai masalah sosial yang ada di sekitarnya.

Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap orang, terutama dalam hidup bermasyarakat, karena dengan keterampilan sosial akan memudahkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain.

Namun keterampilan sosial tidak datang begitu saja namun harus dipelajari, seperti yang dikemukakan oleh Cartledge dan Milburn (dalam Asep Ginanjar, 2016) Keterampilan sosial merupakan perilaku yang perlu dipelajari, karena memungkinkan individu dapat berinteraksi, memperoleh respon positif atau negatif.

Beberapa definisi tentang ketrampialan sosial, antara lain dikemukakan oleh Com & Slaby (1977: 162) “ The social skill is the ability to interact with onthers in a given to social contect in specific ways that are socially acceptable or valued at the same time personality benefecial, manually benefecial primary to others”, atau keterampilan sosial kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam kontek sosial dengan cara yang khusus dan dapat diterima oleh orang lain.

Sejalan dengan pendapat di atas Martorella (1994: 180) menyatakan bahwa keterampilan sosial menjadi perekat dalam kehidupan bersama, baik di rumah, di sekolah maupun di dalam masyarakat. Dengan keterampilan sosial akan tercapai kehidupan bersama yang harmonis.

Dari kedua definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan berinteraksi seseorang dengan orang lain baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat untuk mencapai kehidupan yang harmonis.

Keterampilan sosial menurut Caarledge & Milburn (1992: 15) meliputi (1) environmental behaviors (perilaku terhadap lingkungan); (2) interpersonal behaviors (perilaku interpersonal) ; (3) self-related behaviors (perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri) dan (4) task-related behaviors (perilaku yang berhubungan dengan tugas kelompok).

Agar keterampilan sosial secara efektif dan mampu membangun interaksi yang positif dengan orang lain Scheneider (Wati Sudarsih, 2011) diperlukan adanya: (1) memahami pikiran, emosi dan tujuan orang lain; (2) menangkap dan

(5)

mengolah informasi dari partner sosial; (3) mengunakan berbagai cara untuk memulai berinteraksi, memelihara interaksi dan mengakhiri interaksi dengan cara yang positif; (4) memahami konskwensi dari sebuah tindakan, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain; (5) membuat penilaian moral yang matang dalam tindakan sosial; (6) memperhatikan kepentingan orang lain; (7) menjaga emosi saat berinteraksi; (7) menekan perilaku negatif akibat adanya persepsi negatif terhadap partner sosial; (8) mampu berkomunikasi secara verbal maupun non verbal terhadap partner sosial; dan (9) mampu memahami kemauan partner sosial.

Dengan demikian agar keterampilan sosial mampu membangun interaksi yang positif diperlukan adanya sikap saling memahami, saling memberi dan menerima, dan mampu berkomunikasi secara baik serta mampu menempatkan diri secara baik dalam berinteraksi. Untuk dapat membangun keterampilan sosial setiap individu perlu belajar dan berlatih, apalagi bagi peserta didik yang masih usia anak dan remaja. Masa remaja adalah masa dimana mereka berusaha untuk menemukan jati dirinya. Oleh sebab itu guru dan orang tua harus memberikan bimbingan sekaligus menjadi model agar mereka mampu berinteraksi secara positif dengan orang lain.

Pembelajaran IPS Untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial

Pembelajaran IPS terpadu di SD/MI dan SMP/MTs yang merupakan integrasi materi tentang geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi, bahkan untuk SD/MI diintegrasikan dengan mata pelajaran lain seperti Bahasa Indonesia, bahkan IPA seharusnya merupakan pembelajaran yang menarik, apabila disajikan oleh guru dengan menggunakan teknik-teknik pembelajaran yang dapat memotivasi siswa. Namun dalam kenyataannya banyak peserta didik mengeluh karena materi pembelajaran disajikan kurang menarik serta cenderung membosankan. Hal ini karena guru kurang dalam mengemas materi dan memilih metode serta media pembelajaran. Meskipun amanah kurikulum 2013 mengamanahkan model pembelajaran Scientific Learning atau pendekatan pembelajaran yang mengedepankan proses yang berbasis penyelidikan ilmiah yang diwujudkan dengan usaha yang sistematis untuk memperoleh jawaban atas suatu permasalahan. Adapun beberapa kegiatan yang perlu dilakukan oleh peserta didik, antara lain: (1) mengamati (observing) yakni dengan melihat, mengamati, membaca, menyimak, baik dengan alat bantu maupun tidak; (2) menanya (questioning) yaitu mengajukan pertanyaan dari yang bersifat faktual sampai yang berhipothesis dan diawali dengan bimbingan guru sampai nantinya menjadi kebiasaan; (3) mencoba (experimenting) mulai dari menentukan data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan, menentukan sumber data dan mengumpulkan data ; (4) mengasosiasikan (associating) yaitu menganalisa data dalam bentuk kategori, mentukan keterkaitan antar data, menganalisa data dan menarik kesimpulan; dan (5) mengkomunikasikan (communicating) yakni menyampaikan hasil konseptualisasi atau simpulan dalam bentuk lisan, tulisan, gambar,bagan, diagram atau media lainnya. Sedangkan model pembelajarannya meliputi Discovery Learning (DL), Project Based Learning (PBL), dan Collaborative Learning (CL).

(6)

Meskipun amanah kurikulum 2013 di atas telah dibuat sedemikian rinci dan guru telah dilatih sedemikian rupa, namun implementasinya tidak sedikit guru yang masih menggunakan pola lama dalam pembelajaran, yaitu dengan metode konvensional atau ceramah. Karena itu sebaik apapun pendekatan, metode atau media pembelajaran akan dapat efektif sangat tergantung dari kemampuan guru, kesiapan peserta didik, dan fasilitas penunjang yang tersedia.

Menurut Darling-Hammond dan Branford (2005: 51) ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu pembelajaran, meliputi: (1) apa yang akan diajarkan, yaitu berkaitan dengan tujuan dan materi yang akan diajarkan, (2) bagaimana cara mengajarkannya, yaitu berkaitan dengan pemilihan metode dan media yang akan dipergunakan dalam pembelajaran, dan (3) bagaimana cara untuk mengetahui apa yang telah diajarkan dapat dimengerti oleh siswa, yaitu berkaitan dengan evaluasi untuk dapat mengetahui dimengerti atau tidaknya materi yang telah diajarkan.

Sementara itu yang menjadi akar permasalahan dalam pembelajaran IPS adalah bahwa pembelajaran IPS cenderung menekankan pada aspek pengetahuan, fakta dan konsep-konsep yang sering diperdsepsikan oleh peserta didik hanya bersifat hapalan belaka. Hal ini sejalan dengan pendapat Somantri (2001) yang menyatakan bahwa pembelajaran IPS di sekolah senantiasa disajikan dalam bentuk faktual, konsep yang kering, guru hanya mengejar target pencapaian kurikulum, tidak mementingkan proses. Hal ini menyebabkan pembelajaran IPS selalu dianggap pelajaran yang membosankan dan bahkan peserta didik menganggapnya sebagai pelajaran kelas dua.

Sebenarnya dalam kurikulum 2013 guru IPS di sekolah diberikan otonomi yang luas untuk mengembangkan materi pembelajaraan yang sesuai dengan situasi dan kondisi daerahnya. Masalah-masalah sosial kontemporer yang sedang dihadapi para siswa dapat diangkat sebagai materi pembelajaran sejarah sebagai pengembangan dari materi dalam dokumen kurikulum. Namun semuanya sangat tergantung dari profesionalisme gurunya.

Sesuai denan Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pelajaran IPS, antara lain: (1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat beserta lingkungannya; (2) memiliki kemampuan dasar berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial kemanusiaan, dan (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat ditingkat lokal, nasional, dan gobal.

Dari beberapa kompetensi pembelajaran IPS di atas salah satunya adalah membentuk keterampilan sosial sehingga mampu bekomunikasi, bekerjasama ditingkat lokal, nasional, dan gobal dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai sosial yang berlaku pada masyarakat.

Peran Guru dalam Pembelajaran IPS Sebagai Wahana Pengembangan Keterampilan Sosial Peserta Didik

Guru merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran, ia akan tampil sebagai pengajar sekaligus pendidik. Karena itu

(7)

guru memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam mengantarkan anak didiknya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melihat pentingnya kedudukan guru dalam pembelajaran maka karakteristik guru juga sangat berpengaruh, seperti apa yang telah dikemukakan oleh Lombaerts, et al. (2009) bahwa karakteristik guru sangat menentukan dalam: memberikan motivasi belajar siswa; membantu berbagai aktivitas, memberikan pilihan dan tantangan;

membantu meningkatkan keterampilan dan kemandirian, melakukan evaluasi dengan baik untuk meningkatkan kemampuan siswa, dan memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk belajar; memberi kesempatan siswa untuk memonitor dirinya sendiri; menganjurkan bagaimana siswa merefleksi diri.

Dalam pembelajaran interaksi antara guru dengan siswa dibangun suatu interaksi yang edukatif, sehingga bisa saling menerima dan memberi, kondisi yang memungkinkan terbangunnya komunikasi timbal balik dengan mengacu pada tujuan pendidikan, sehingga bisa memacu siswa untuk menggali informasi secara lebih mendalam. Dalam kontek ini siswa dianggap sebagai subyek, bukan sebagai obyek. Diharapkan siswa akan mampu menggali informasi tidak hanya dari guru, tetapi dari sumber-sumber lainnya dengan bimbingan guru. Dengan demikian, akan tercipta suasana pembelajaran yang harmonis dan pencapaian tujuan secara optimal.

Sementara itu Kauchak dan Eggen (1993) menyatakan bahwa seorang guru yang berkualitas, antara lain: memiliki pengharapan yang tinggi terhadap para siswanya, memberikan contoh perilaku yang diinginkan, mengajar dengan penuh semangat, dan mau mendengarkan siswanya; menggunakan bahasa yang tepat, penyajian materi yang logis dan berkesinambungan, penggunaan isyarat yang jelas, perhatian yang tepat, dan keselarasan antara lisan dan tindakan adalah penting dalam komunikasi yang efektif; guru mengajar tepat pada waktunya, mempersiapkan materi sebelumnya, dan mempunyai kebiasaan yang baik.

Beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh guru menurut Jones &

Jones (1998: xiii-xiv) adalah: (1) dapat memahami keadaan psikologis dan kebutuhan siswa; (2) bersedia membangun interaksi yang harmonis dengan siswa sehingga terjadi situasi yang kondusif di dalam kelas; (3) mampu menerapkan metode pembelajaran yang tepat, dengan memprioritaskan kebutuhan siswa; (4) dapat mengembangkan sistem managemen yang tepat dengan memaksimalkan berbagai kegiatan belajar dan perilaku siswa; (5) mampu memberikan tanggapan yang tepat terhadap hambatan yang dialami siswa dalam belajar, serta perilaku yang kurang wajar pada siswa melalui pengembangan sistem konseling dalam rangka membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajarannya.

Dari uraian di atas maka seorang guru IPS yang profesional harus mampu menguasai materi pembelajaran, membiasakan berpikir Ke-IPS-an, dan mampu berperan sebagai pengajar sekaligus pendidik. Ia mampu memilih strategi pembelajaran yang efektif dan efisien sekaligus mampu memberikan evaluasi yang obyektif kepada siswanya. Ia juga mampu bertindak sebagai agen perubahan bagi siswanya. Dengan demikian, guru IPS yang profesional akan dapat membantu siswa dalam memahami materi IPS dan nilai-nilai yang

(8)

terkandung di dalam materi pelajaran IPS termasuk di dalamnya adalah keterampilan sosial yang selanjutnya dapat mereka hayati dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Asep Ginanjar (2016) menyebutkan peran guru dalam pengembangan keterampilan sosial melalui pembelajaran IPS, antara lain: (1) guru harus memahami tujuan pembelajaran IPS; (2) guru harus meneladani keterampilan sosial pada peserta didik; (3) guru harus mampu mengintegrasikan keterampilan sosial dalam RPP; (4) guru harus mampu menggali nilai-nilai yang terdapat dalam materi pembelajaran IPS; (5) guru harus dapat memilih metode pembelajaran yang tepat dalam mengembangkan keterampilan sosial peserta didik ; dan (6) guru harus mampu mengaplikasikan teori kedalam praktek.

Senada dengan itu Elvri Teresia Simbolon (2018) menjelaskan ada beberapa model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan sosial peserta didik, antara lain: model pembelajaran kooperatif, ekpositori, kontekstual, berbasis masalah, dan inquiri.

Dari beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa peran guru sangat besar dalam mengembangkan keterampilan sosial melalui pembelajaran IPS, mulai dari pemahaman tentang tujuan pembelajaran IPS, pengemasan materi pembelajaran IPS, sebagai model bagi peserta didik, serta mampu memilih metode atau model pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan keterampilan sosial peserta didik. Sesuai dengan karakteristik keterampilan sosial bahwa peserta didik tidak hanya dapat mengetahui atau memahami konsep saja, tetapi mereka harus mampu mempraktikan dalam interaksi sosial, maka beberapa metode atau model pembelajaran yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dibenarkan secara teori, namun dalam kenyataannya sangat tergantung pada situasi dan kondisi sekolah masing-masing.

Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pembelajaran IPS dengan menggunakan beberapa model atau metode pembelajaran telah mampu mengembangkan keterampilan sosial peserta didik:

1.

Hasil Penelitian Amtorunajah dan Muhsinatun Siasah Masruri (2015) menunjukkan bahwa Pembelajaran IPS dengan metode outdoor activity dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa kelas VII A SMP Negeri 1 Kaligondang Kabupaten Purbalingga. Peningkatan ini terbukti dari hasil rerata keterampilan sosial siswa meningkat terus dari siklus I, II, III. Lebih lanjut dinyatakan bahwa implementasi strategi pembelajaran dengan pemanfaatan outdoor activity, sebagai metode pembelajaran disertai metode diskusi dan pemberian tugas kelompok dapat meningkatkan keterampilan sosial, seperti: kerjasama, demokratis, percaya diri, memiliki tanggungjawab pribadi maupun kelompok.

2. Hasil penelitian Alawansyah, Edy Purnomo dan Pargito (2015) penggunaan model simulasi dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa. Pada siklus ketiga indikator keterampilan sosial telah mencapai 70% atau lebih dengan indikator berbagi, mengahargai, tolong menolong, bersungguh-sunguh, mengontrol emosi, menyampaikan pendapat, dan menerima pendapat orang lain.

(9)

3. Hasil penelitian Laila Maharani, Hardiyansyah Masya, dan Miftahul Jannah (2018) menunjukkan bahwa dengan menggunakan teknik diskusi secara efektif mampu meningkatkan keterampilan sosial siswa, yang terlihat dari keberanian mereka menyampaikan pendapat, mampu berperan serta dalam kelompknya, lebih mandiri dan disiplin serta mampu memerankan dirinya sebagai makhluk sosial..

4. Hasil penelitian Supriatna (2012) pembelajaran IPS berpengaruh terhadap keterampilan sosial pada siswa yang telah melaksanakan praktek kerja industri di SMK RSBI di Jawa Barat sebesar 16,8%

Dari beberapa hasil penelitian tersebut ternyata beberapa model atau metode lain juga mampu mengembangkan keterampilan sosial peserta didik dalam pembelajaran IPS. Dengan demikian efektifitas suatu model atau metode pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan guru dalam mengimplementasikan model atau metode pembelajaran yang telah mereka pilih. Ketepatan dalam memilih model atau metode pembelajaran dan kemampuan guru dalam mengimplementasikan model atau metode akan sangat berpengaruh pencapaian tujuan pebelajaran. Hal ini juga berlaku dalam pengembangan keterampilan sosial peserta didik melalui pembelajaran IPS.

Simpulan

Esensi pembelajaran IPS adalah untuk membentuk warga negara yang baik, demokratis dan bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara maupun dunia. Salah satu kompetensi pembelajaran IPS adalah membentuk keterampilan sosial sehingga mampu bekomunikasi, bekerjasama, berkompetisi ditingkat lokal, nasional, dan gobal dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai sosial yang berlaku pada masyarakat.

Dalam upaya mengembangkan keterampilan sosial melalui pembelajaran IPS peran guru sangat penting. Sesuai dengan paradigma pendidikan saat ini peran guru sebagai fasilitator dan motivator. Kaitannya dengan pengembangan keterampilan sosial peserta didik guru harus juga bisa menjadi model dalam implementasi keterampilan sosial. Guru juga harus mampu menerjemahkan tujuan pembelajaran IPS, mengemas materi pembelajaran dengan baik, dan memilih metode dan media yang tepat. Dengan demikian diharapkan pengembangan keterampilan sosial peserta didik melalui pembelajaran IPS akan berhasil dengan baik. Banyak hasil penelitian yang telah menunjukkan bahwa pembelajaran IPS mampu mengembangkan keterampilan sosial peserta didik. Ini menjadi bukti bahwa sebagian tujuan pembelajaran IPS telah tercapai.

Daftar Pustaka

Alawansyah, Edy Purnomo dan Pargito (2015). Meningkatkan Keterampilan sosial siswa dengan Model Simulasi. Thesis. PPS FKIP: Unila

Amtorunajah, Muhsinatun Siasiah Masruri. (2015). Peningkatan keterampilan Sosial Siswa alam Pembelajaran IPS Melalui Outdoor Activity di SMP Negeri 1 Kaligondang Kabupaten Purbalingga. Harmoni Sosisal: Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 2, No. 1 Maret 2015 hal. 1 – 11) UNY.

(10)

Barr, R.D., et al. (1987). Hakikat Dasar Studi Sosial. Disadur oleh Alma, B. &

Haslasgunawan. Bandung: Sinar Baru.

Carledge, G. & Milburn, J.F. (1992). Teaching Social Skill to Children. New York:

Perganon.

Com & Slaby. (1977). Social Skills Training With Children. New York: Plenum Press Darling – Hammond, L. & Bransford, J. (2005). Preparing Teachers for A Changing

World: What Teachers Should Learn and Be Able to Do. San Francisco:

Jossey-Bass A Wiley Imprint.

Elvri Teresia Simbolon. (2018). Pentingnya Keterampilan sosial dalam pembelajaran. Jurnal christian Humaniora, Vol. 2, No. 1. Mei 2018. Hal.

186 -193. IAKN Taruntung.

Jerolimek, J. (1993). Social Studies in Elementary Education. New York: Mc. Millan Publishing.

Jones, Vernon F, & Jones, Louise S. (1998). Comprehensive Classroom Management: Creating Communities of Support and Solving Problems.

Boston: Allyn and Bacon.

Kauchak, Donald P., & Eggen, Paul D., (1993). Learning and Teaching, Research- Based Methods. Boston: Allyn and Bacon.

Laila Maharani, Hardiyansyah Masya, dan Miftahul Jannah.(2018). Peningkatan Keterampilan Sosial Peserta Didik SMA Menggunakan Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Diskusi. KOSELI: Jurnal Bimbingan dan Konseling, Volume 05, No. I hal. 65 – 72

Lombaerts, K., Engels, N & Braak, V.J. (2009). Determinants of teachers recognition of self-regulated learning practices in elementary education.

The Journal of Education Research, 102 (3), p. 163-173.

Martorella, P.H. (1994). Social Studies for Elementary School Children. New York:

Mac-millan College Publishing Company,

Morgan, R.G.T. (1980). ‘The Analysis of Social Skill. Dalam Carledge,G. & Milburd, J.F. (1992). Teaching Social Skill to Children Innovative Approaches”. New York: Perganon Press.

Nana Setiana (2014). Pembelajaran IPS Terintegrasi dalam Kontek Kurikulum 2013. Jurnal Edu Humaniora, Vol 6, No. 2 tahun 2014, hal 95 - 108)

NCCS, (1994).”Curriculum Standar for Social Sudies, Expection for Excelence”.

Washington: NCCS.

Ranking Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Turun ke 113. Tersedia di https://www.cnnindonesia.com diunduh tanggal 10 November 2019.

Sapriya. (2008). Pendidikan IPS. Bandung: Laboratorium PKN UPI

Somantri, M. N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Supriatna.(2012). Efektifitas Pembelajaran IPS dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial Peserta Didik SMK di Jawa Barat. Bandung: UPI, Repository.upi.edu

(11)

Yoyo Supriono.(2015). Pembelajaran IPS dalam Kurikulum 2013. Bandung: Balai Diklat Keagamaan.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan utama dari penulisan Laporan Praktek Kerja dan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Program Studi Diploma 3

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak

Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi yang dilaksanakan selama proses pembelajaran pada Siklus I, guru belum mampu memenuhi semua aspek yang harus dilaksanakan

Menurut (Ong & Sugiharto, 2013) kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian, dan keduanya saling berhubungan karena untuk

Dia cukup mengikuti perkembangan teknologi bisa dilihat dari seringnya berganti handphone namun dia lebih sering menggunakan handphone sebagai alat

Website Yayasan Buana Raksa ini sangat berguna bagi para pengunjung pengguna jasa internet, dengan adanya website ini memudahkan para pengunjung khususnya para penggemar wisata

Kesibukan sehari-hari sering membuat kita merasa penat dan bosan// Untuk menghilangkan rasa penat / kita dapat melakukan refreshing ke suatu tempat wisata// Apabila anda juga

2 Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, CV.. Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 yang merubah beberapa pasal, kemudian diganti dengan Peraturan Menteri Agraria