EDISI III/TAHUN 2014
6
43
daya dukung mendefinisikan diri dalam tujuan-tujuan pertahanan yang terbatas serta berorientasi ke dalam.
Sebagai konsekuensinya, alih-alih berfokus mengejar keunggulan persenjataan, mentalitas
gerilya cenderung memusatkan perhatian pada upaya pertahanan wilayah yang lebih realistis, dimana kekurangan pada aspek perlengkapan berusaha di tutupi dengan pengembangan fungsi dan relasi sumber daya manusia.
Pada satu sisi, itu mendorong pengembangan sumber daya manusia yang tanggap dan tangguh, kendati di sisi lain juga dapat menjadi disinsentif bagi pengembangan teknologi serta persenjataan di kemudian hari. Sistim pertahanan rakyat semesta
yang berkembang dalam fondasi pengalaman dan mentalitas gerilya di masa revolusi fisik untuk kurun yang lama turut mewarisi cara pandang itu, apalagi di tengah pembelokannya menjadi doktrin dwi fungsi di bawah orde baru beberapa waktu lalu.
Reformasi dan Profesionalime TNI Tetapi, memasuki reformasi, seiring dorongan demokratisasi, upaya pengembalian profesinalitas tentara menguat. Itu merupakan cara pikir tipikal reformasi terhadap TNI yang secara bersemangat ditangkap pemerintahan Yodhoyono. Lebih-lebih dalam periode ke dua kepemimpinannya.
Memanfaatkan peluang dari pertumbuhan GDP yang meningkat pada dekade kedua reformasi,
pemerintahan Yudhoyono secara agresif mengakselerasi pembangunan kekuatan pokok minimum TNI.
Selain menghasilkan pemenuhan lebih cepat target 30 % kekuatan pokok minimumnya, akselerasi itu berpeluang mengajukan finalisasi prosesnya dari target tahun 2024 menjadi 2019. Unjuk kekuatan akbar TNI kali ini, juga menjadi kado terima kasih kepada kemajuan pembangunan kekuatan itu.
Meski tidak secara tersurat di ungkapkan, sulit untuk tidak mengaitkan unjuk kekuatan akbar itu dengan dinamika kawasan yang menghangat belakangan ini.