• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi algoritma genetika untuk masalah penjadwalan job-shop.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi algoritma genetika untuk masalah penjadwalan job-shop."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Masalah penjadwalan Job-Shop (JSP) merupakan permasalahan optimasi yang paling sulit dan termasuk masalah NP (Non-deterministic Polynomial). Bila penjadwalan dilakukan secara manual dan mencoba seluruh kemungkinan maka membutuhkan waktu yang lama. Karena menggunakan cara manual membutuhkan waktu yang cukup lama, maka metode heuristik merupakan solusi alternative yang dapat digunakan. Algoritma genetika merupakan suatu metode penyelesaian masalah yang tergolong heuristik. Dengan menggunakan Algoritma Genetika (AG) maka dapat dihasilkan solusi yang baik dengan waktu yang singkat.

Pada penelitian ini, pembentukan generasi-generasi baru dilakukan dengan persilangan / crossover menggunakan metode Precedence Preservative Crossover (PPX) dan mutasi menggunakan job-pair exchange mutation. Pemilihan kromosom untuk dilakukan regenerasi pada proses persilangan / crossover dipilih dua kromosom yang mempunyai fitnes terbaik dan untuk proses mutasi dipilih satu kromosom yang mempunyai fitnes terburuk. Diharapkan algoritma genetika memperoleh jadwal optimal (makespan minimum) pada masalah penjadwalan Job-Shop. Dari percobaan, tampak bahwa untuk mendapatkan solusi optimal terjadi pada Pcross = 0.5 dan Pmut = 0.09. Hasil tersebut tidak mutlak mengingat bahwa prinsip dasar dari Algoritma Genetika (AG) adalah menggunakan pemilihan secara acak / random.

(2)

ABSTRACT

Job-Shop Scheduling Problem (JSP) is one of the most difficult problems, as it is classified an NP-complete one. If scheduling is conducted as manual and try all possibilities, hence is requires a lot of time. Because by manual takes a lot of time, therefore, by using heuristic method is the alternative solution to use. Genetic algorithm is a method to solve problem that pertained heuristic. By using Genetic Algorithm (GA), good solutions can be solved in a quickly time.

In this research, the forming of new generations conducted by the crossover using the method of Precedence Preservative Crossover (PPX) and mutation using the job-pair exchange mutation. Selection of chromosome to be conducted by regeneration at process of crossover selected by two chromosomes having best fitness and to process mutation selected by one chromosome that having one worst fitness. By expectation of genetic algorithm is obtained the optimal schedule (minimum makespan) on Job-Shop scheduling problem. According to the experiments, it is visible to get the optimal solution that is done to Pcross = 0.5 and Pmut = 0.09. The result is not absolute because of the base principle of genetic algorithm (GA) is using the random selection.

(3)

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK

MASALAH PENJADWALAN JOB-SHOP

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Oleh: R. Altoria Mavida NIM : 02 3114 003

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

Dengan penuh kasih dan ucapan syukur

Skripsi ini Kupersembahkan untuk:

Bapa di Surga juru selamatku, Bunda Maria

pelindung, pengharapan, dan penghiburanku

Bapakku Antonius Karjiman (Alm) yang sudah tenang di alam

surga

Ibuku Agnes Sarinten

Kakak dan adikku tersayang:

E. Dony Sopranita dan Fredeswinda Ferina Yesilvia

Teman-teman angkatan ‘02

Almamaterku Sanata Dharma

(7)

“ Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,

bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati kita,

Dialah yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang

kita pikirkan atau doakan”

(

Pengkhotbah 3:11

)

Berjuanglah dalam segala hal, sertakan Tuhan di dalamnya dan percayalah apa yang terjadi

semuanya karena Tuhan

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang

memelihara kamu”

(1 Petrus 5:7)

(8)
(9)

ABSTRAK

Masalah penjadwalan Job-Shop (JSP) merupakan permasalahan optimasi yang paling sulit dan termasuk masalah NP (Non-deterministic Polynomial). Bila penjadwalan dilakukan secara manual dan mencoba seluruh kemungkinan maka membutuhkan waktu yang lama. Karena menggunakan cara manual membutuhkan waktu yang cukup lama, maka metode heuristik merupakan solusi alternative yang dapat digunakan. Algoritma genetika merupakan suatu metode penyelesaian masalah yang tergolong heuristik. Dengan menggunakan Algoritma Genetika (AG) maka dapat dihasilkan solusi yang baik dengan waktu yang singkat.

Pada penelitian ini, pembentukan generasi-generasi baru dilakukan dengan persilangan / crossover menggunakan metode Precedence Preservative Crossover (PPX) dan mutasi menggunakan job-pair exchange mutation. Pemilihan kromosom untuk dilakukan regenerasi pada proses persilangan / crossover dipilih dua kromosom yang mempunyai fitnes terbaik dan untuk proses mutasi dipilih satu kromosom yang mempunyai fitnes terburuk. Diharapkan algoritma genetika memperoleh jadwal optimal (makespan minimum) pada masalah penjadwalan Job-Shop. Dari percobaan, tampak bahwa untuk mendapatkan solusi optimal terjadi pada Pcross = 0.5 dan Pmut = 0.09. Hasil tersebut tidak mutlak mengingat bahwa prinsip dasar dari Algoritma Genetika (AG) adalah menggunakan pemilihan secara acak / random.

(10)

ABSTRACT

Job-Shop Scheduling Problem (JSP) is one of the most difficult problems, as it is classified an NP-complete one. If scheduling is conducted as manual and try all possibilities, hence is requires a lot of time. Because by manual takes a lot of time, therefore, by using heuristic method is the alternative solution to use. Genetic algorithm is a method to solve problem that pertained heuristic. By using Genetic Algorithm (GA), good solutions can be solved in a quickly time.

In this research, the forming of new generations conducted by the crossover using the method of Precedence Preservative Crossover (PPX) and mutation using the job-pair exchange mutation. Selection of chromosome to be conducted by regeneration at process of crossover selected by two chromosomes having best fitness and to process mutation selected by one chromosome that having one worst fitness. By expectation of genetic algorithm is obtained the optimal schedule (minimum makespan) on Job-Shop scheduling problem. According to the experiments, it is visible to get the optimal solution that is done to Pcross = 0.5 and Pmut = 0.09. The result is not absolute because of the base principle of genetic algorithm (GA) is using the random selection.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Bapa di Surga dan Bunda Maria yang memberikan kasih-Nya dan melimpahkan karunia-Nya, memberikan kekuatan, menuntun dan memberkati penulis secara luar biasa sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains di Program Studi Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis dalam menyusun skripsi ini dari awal sampai akhir mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen pembimbing akademik.

2. Bapak Drs. HJ Haris Sriwindono, M.Kom selaku Dosen Pembimbing yang dengan kesabarannya telah banyak membimbing dan memberikan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak YG. Hartono, S.Si.,M.Sc dan Bapak St. Eko Parmadi, S.Si.,M.Kom sebagai dosen penguji atas diskusi dan masukan-masukannya untuk skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu dosen serta staf karyawan terima kasih untuk bimbingan dan

bantuan serta sabar mendidik penulis sampai akhir semester.

(12)

5. Bapak ku yang telah tenang di alam surga dan Ibu ku dengan penuh kasih setia dan sabar untuk mendidik, memberi dorongan semangat, pengertian, cinta dan doa serta biaya pada penulis selama menempuh studi.

6. Kakak dan adikku (Mbak Nita & Mas Andre dan Dek Fredes) terima kasih untuk cinta, doa, dukungan, pengertian dan motivasinya.

7. Seseorang yang sampai saat ini masih ada di hatiku dan yang sebagai motivasiku, terima kasih karena kamu aku bisa seperti ini.

8. Keluarga besarku di Lampung dan di Yogyakarta terima kasih untuk doanya. 9. Yoan terima kasih untuk doa, dukungan, motivasi dan perhatiannya (habis ini

kita bakal ketemu koq, moga kita gak cooling down ya!!).

10.Sahabat-sahabatku: Dian, Citra, Monic, Margareta, Acoy, Danu, Made, Indra (wa2n), Dede, Mervin, Lingsia, Rima, Yuli, Kak Ike, Friska, Anto, Danang terima kasih buat persahabatan, cinta, perhatian dan dukungannya, Andre yang pernah memberi motivasi, dukungan, dan setia mendengar keluhanku.

11.Teman-teman seperjuanganku di Matematika 2002: Preezk, Archy, Ika, Lenta, Debby, Lia, Sari, Aan, Tato, Bani, Lili, Taim, Ijup, Markus, Felix, Retno, Galih, Aning, Desy, Rita, Wuri, Deon, Cheea, Nunung, Dani, Palma, dan Asih. Kakak-kakak dan adik-adik angkatan terima kasih untuk bantuan dan keramahannya.

12.Yayank’s Family terima kasih untuk dukungan dan bantuan. Mas guntur terima kasih atas semua bantuannya dan sering dikasih gretongan hingga aku bisa PP Jogja-Metro semaunya sendiri.

(13)

13.Teman-teman kostku: Endra+Dika, Mbak Dian, Mbak Think, Mas Ardian (terima kasih untuk kostnya), Mas Doyo, Lulu, Rani makasih buat kebersamaan dan keceriaan kita selama ini.

14.Teman seperjuanganku dalam bimbingan (Marlen SoeMonroo) terimakasih atas semua bantuan, kerjasama dan kesabarannya.

15.Teman-teman KKN ku: Albert, Alfina, Dek Ciciel, Mbak Reni, Dek Gu2n, Obeth, Nana, dan Tyo thanks ya atas perhatian dan dukungannya.

16.Terima kasih juga untuk BE-FA 8397 yang setia menemani kemanapun aku pergi untuk mencari inspirasi dan komputer ku yang sering bermasalah terima kasih karena kamu tugas-tugas dan skripsi ku bisa kelar.

17.Semua pihak yang telah turut membantu hingga selesainya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga kasih Tuhan selalu menyertai semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun penulis menerima dengan senang hati demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang dan semua pihak.

Yogyakarta, Juli 2007 Hormat Penulis

R. Altoria Mavida

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR GRAFIK... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penulisan... 6

E. Metode Penulisan ... 6

F. Manfaat Penulisan... 6

(15)

G. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Latar Belakang Biologi ... 8

B. Algoritma Genetika... 9

1. Pengantar Algoritma Genetika... 9

2. Deskripsi Algoritma Genetika ... 11

3. Sruktur Umum Algoritma Genetika... 14

4. Operator dan Fungsi Evaluasi ... 17

5. Pengkodean ... 18

5.1. Pengkodean biner (Binery Encoding) ... 18

5.2. Pengkodean permutasi (Permutation Encoding) ... 18

5.3. Pengkodean nilai (Value Encoding)... 19

5.4. Pengkodean pohon (Tree Encoding)... 19

6. Seleksi ... 20

6.1. Seleksi Roda Roulette ... 21

6.2. Seleksi Ranking... 22

6.3. Seleksi Turnament... 23

7. Operasi Genetik... 23

7.1. Persilangan / Crossover... 23

7.1.1. Persilangan Satu Titik ... 24

7.1.2. Persilangan Dua Titik... 25

7.2. Mutasi... 26

C. Penjadwalan Job-Shop... 27

(16)

BAB III ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENJADWALAN JOB-SHOP

A. Representasi masalah ... 32

B. Pembangkitan kromosom... 35

C. Pencarian nilai fitnes untuk masing-masing kromosom ... 35

D. Pemilihan kromosom untuk dijadikan induk ... 36

E. Proses reproduksi untuk mendapatkan kromosom-kromosom baru... 37

1. Operasi persilangan... 38

2. Operasi mutasi... 38

F. Proses pembentukan populasi baru ... 40

BAB IV IMPLEMENTASI DAN ANALISA HASIL PROGRAM A. Flowchart ... 41

B. Hasil program dan Analisis... 43

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 56

B. Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN... 59

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Contoh populasi dengan 5 kromosom yang diberi fitness baru 22

Tabel 2.2 Contoh masalah penjadwalan 3 x 3... 29

Tabel 3.1 Contoh inisialisasi populasi awal sebanyak 10 kromosom... 35

Tabel 3.2 Contoh kromosom dengan nilai fitness... 37

Tabel 4.1 Tabel masalah penjadwalan 4 x 4 ... 44

Tabel 4.2 Tabel masalah penjadwalan 6 x 6 ... 45

Tabel 4.3 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.25... 46

Tabel 4.4 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.3... 46

Tabel 4.5 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.35... 47

Tabel 4.6 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.4... 47

Tabel 4.7 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.45... 48

Tabel 4.8 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.5... 48

Tabel 4.9 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.55... 49

Tabel 4.10 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.6... 49

Tabel 4.11 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.65... 50

Tabel 4.12 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.7... 50

Tabel 4.13 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.01... 51

Tabel 4.14 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.02... 51

Tabel 4.15 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.03... 52

Tabel 4.16 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.04... 52

Tabel 4.17 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.05... 53

(18)

Tabel 4.18 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.06... 53

Tabel 4.19 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.07... 54

Tabel 4.20 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.08... 54

Tabel 4.21 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.09... 55

Tabel 4.22 Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.1... 55

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Ilustrasi Algoritma Genetika ... 15

Gambar 2.2 Contoh kromosom dengan pengkodean biner... 18

Gambar 2.3 Contoh kromoson dengan pengkodean permutasi ... 19

Gambar 2.4 Contoh kromosom dengan pengkodean nilai ... 19

Gambar 2.5 Contoh kromosom dengan pengkodean pohon ... 20

Gambar 2.6 Contoh penggunaan metode seleksi roda roulette... 21

Gambar 2.7 Contoh proses persilangan satu titik ... 25

Gambar 2.8 Contoh proses persilangan dua titik ... 26

Gambar 2.9 Contoh proses mutasi ... 27

Gambar 2.10 Representasi Gantt-Chart dari solusi masalah 3 x 3... 30

Gambar 2.11 Hubungan jadwal Semiactive, Active dan Nondelay diperlihatkan oleh diagram Venn ... 31

Gambar 3.1 Operasi dari job dan korespondensi mesin... 34

Gambar 3.2 Urutan proses dari job pada mesin1 ... 34

Gambar 3.3 Satu jadwal yang dikerjakan ... 34

Gambar 3.4 Ilustrasi proses persilangan ... 39

Gambar 3.5 Ilustrasi proses mutasi ... 40

Gambar 4.1 Flowchart penyelesaian masalah penjadwalan Job-Shop... 42

Gambar 4.2 Representasi Gantt-Chart untuk masalah penjadwalan 4 x 4.. 45

(20)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.25... 46

Grafik 4.2 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.3... 46

Grafik 4.3 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.35... 47

Grafik 4.4 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.4... 47

Grafik 4.5 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.45... 48

Grafik 4.6 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.5... 48

Grafik 4.7 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.55... 49

Grafik 4.8 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.6... 49

Grafik 4.9 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.65... 50

Grafik 4.10 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross = 0.7... 50

Grafik 4.11 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.01... 51

Grafik 4.12. Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.02... 51

Grafik 4.13. Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.03... 52

Grafik 4.14. Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.04... 52

Grafik 4.15. Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.05... 53

Grafik 4.16. Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.06... 53

Grafik 4.17. Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.07... 54

Grafik 4.18. Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.08... 54

Grafik 4.19. Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.09... 55

Grafik 4.20. Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.1... 55

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah penjadwalan tidak terlepas dari kehidupan kita sehari-hari. Masalah penjadwalan Job-Shop sering muncul di berbagai bidang, seperti pada sistem manufaktur, perencanaan produksi, perencanaan komputer, logistik, komunikasi, dan lain sebagainya (Gen dan Cheng,1997). Pada umumnya masalah penjadwalan tersebut sulit untuk dipecahkan, karena berkaitan dengan kompleksnya sifat dari penjadwalan tersebut. Masalah ini telah diteliti selama beberapa dekade, namun tidak ada solusi algoritma yang efisien yang dikenal untuk memecahkannya.

Masalah penjadwalan Job-Shop merupakan satu dari masalah penjadwalan yang ada (Garey et al., 1976). Secara umum, permasalahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: terdapat n pekerjaan dan m mesin. Masing-masing n pekerjaan meliputi o operasi, dimana masing-masing operasi tersebut memiliki durasi waktu yang harus diproses oleh masing-masing mesin dan tidak dapat diinterupsi hingga mesin tersebut selesai memprosesnya. Masing-masing mesin dapat memproses paling banyak satu operasi pada waktu yang sama. Membuat jadwal pekerjaan untuk satu mesin dan n pekerjaan ada n! (n faktorial) kemungkinan solusi jadwal, tetapi jika terdapat m mesin maka banyaknya jadwal yang mungkin adalah (n!)m kemungkinan solusi jadwal, sehingga akan memerlukan waktu yang cukup

(22)

lama untuk mendapatkan jadwal yang optimal. Jadwal adalah mpengalokasikan operasi pada interval waktu untuk diproses oleh mesin. Permasalahannya adalah bagaimana mendapatkan jadwal dengan total waktu yang minimum antara operasi pertama mulai diproses dan operasi terakhir selesai diproses (the makespan), dengan tetap memenuhi urutan proses operasi.

Masalah penjadwalan Job-Shop merupakan masalah optimasi yang paling sulit, maka prosedur heuristik merupakan solusi alternatif yang cukup menarik (Moon dan Lee, 1997). Algoritma yang bersifat pendekatan dan probabilistik terhadap solusi yang ingin dicari biasanya dikenal dengan algoritma heuristik. Sebagai contoh, untuk mendapatkan total waktu (makespan) minimum pada masalah penjadwalan Job-Shop, harus dilakukan kombinasi operasi agar dapat diselesaikan oleh suatu mesin, dengan tetap memenuhi urutan proses operasi tersebut. Dalam hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menyelesaikannya jika dilakukan dengan metode konvensional. Karena itu dibutuhkan suatu algoritma yang cepat dengan melakukan pendekatan terhadap solusi dari masalah penjadwalan Job-Shop, walaupun total waktu (makespan) tidak yang terminimum, akan tetapi mendekati solusi yang diinginkan.

(23)

digunakan pada masalah-masalah yang tergolong sulit dan dalam berbagai variasi telah diterapkan ke berbagai masalah sains dan teknik yang salah satunya adalah masalah penjadwalan Job-Shop.

Algoritma genetika pertama kali diperkenalkan oleh John Holland dan murid-muridnya di Universitas Michigan pada tahun 1960. Algoritma genetika adalah algoritma yang berdasarkan konsep teori evolusi alam dan genetika. Teori evolusi alam dan genetika pertama kali dikemukakan oleh Charles Darwin. Dalam teori genetika disebutkan bahwa sifat tertentu dari suatu mahluk hidup ditentukan oleh susunan gen dalam kromosom mahluk hidup tersebut. Teori genetika dalam algoritma genetika digunakan untuk merepresentasikan setiap solusi dari masalah yang ada, karena setiap solusi diandaikan mempunyai kromosom yang berbeda dengan solusi yang lainnya. Sedangkan evolusi alam adalah proses seleksi terhadap anggota dari berbagai populasi berdasarkan tingkat ketahanan hidup suatu makhluk hidup. Proses-proses dalam evolusi alam yang digunakan dalam algoritma genetika adalah seleksi alam dan reproduksi. Proses seleksi alam digunakan untuk memilih solusi yang baik, sedangkan proses reproduksi digunakan untuk menghasilkan solusi baru yang diharapkan mempunyai kromosom lebih baik dari solusi sebelumnya.

(24)

karena tidak harus menelusuri semua kemungkinan penyelesaian. Walaupun ada kemungkinan dengan menggunakan algoritma genetika tidak dapat ditemukan solusi terbaik, tetapi paling tidak dapat ditemukan solusi yang mendekati solusi terbaik dalam waktu yang relatif cepat.

(25)

B. Perumusan Masalah

Pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi adalah: 1. Bagaimana penerapan algoritma genetika pada masalah

penjadwalan Job-Shop?

2. Bagaimana membuat program untuk mendapatkan total waktu (makespan) minimum pada masalah penjadwalan Job-Shop?

C. Pembatasan Masalah

Pembahasan skripsi ini dibatasi pada:

1. Pengkodean penjadwalan Job-Shop menggunakan representasi berbasis operasi (operation-based representation).

2. Jumlah input mesin dan job sama, minimal 3 dan maksimal 10. 3. Input ukuran populasi minimal 10 dan maksimal 50.

4. Input generasi minimal 10 dan maksimal 500

5. Proses persilangan menggunakan Precedence Preservative Crossover (PPX).

6. Proses mutasi menggunakan job-pair exchange mutation.

7. Untuk mendapatkan makespan minimum pada masalah penjadwalan Job-Shop penulis akan menggunakan software aplikasi MATLAB.

(26)

D. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini untuk menambah pengetahuan kepada pembaca mengenai algoritma genetika dan penjadwalan Job-Shop, serta penerapan algoritma genetika untuk masalah penjadwalan Job-Shop.

E. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu dengan menggunakan buku-buku, jurnal-jurnal, dan makalah-makalah yang berkaitan dengan algoritma genetika dan penjadwalan Job-Shop, sehingga tidak ditemukan hal baru.

F. Manfaat Penulisan

(27)

G. Sistematika Penulisan

Bab pertama adalah pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab kedua adalah landasan teori, pada bab ini diuraikan tentang latar belakang biologi, algoritma genetika, pengertian penjadwalan dan penjadwalan Job-Shop.

Bab ketiga adalah algoritma genetika untuk masalah penjadwalan Job-Shop. Bab ini menguraikan mengenai langkah-langkah algoritma genetika dalam menyelesaikan masalah penjadwalan Job-Shop, representasi masalah, pembentukan kromosom, pencarian nilai fitness masing-masing kromosom, operasi perkawinan silang, dan operasi mutasi.

Bab keempat adalah implementasi dan analisa hasil program, pada bab ini berisi tentang implementasi sistem yang dibangun, meliputi penjelasan flowchart dan analisa hasil program.

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Latar Belakang Biologi

Semua makhluk hidup terdiri dari beberapa sel dimana setiap

selnya terdapat kumpulan kromosom yang sama. Kromosom adalah untaian

dari DNA yang membentuk model yang membedakan seluruh organisme.

Sebuah kromosom terdiri dari gen-gen yang merupakan blok dari DNA.

Setiap gen terbentuk dari protein tertentu. Gen tersebut mengkodekan

sebuah trait (ciri bawaan) misalnya warna mata, warna kulit, dan lain-lain.

Kemungkinan penentuan untuk sebuah trait disebut allele seperti warna

hitam dan sawo matang untuk warna kulit. Setiap gen memiliki posisi

tersendiri pada kromosom yang disebut locus.

Saat melakukan reproduksi, yang muncul pertama kali adalah

rekombinasi (crossover atau persilangan). Gen-gen dari parents (induk)

membentuk kromosom baru menjadi offspring (keturunan) baru yang

kemudian juga dapat bermutasi. Mutasi merupakan perubahan yang terjadi

pada elemen suatu DNA. Perubahan itu terjadi mungkin disebabkan karena

kesalahan penggandaan gen-gen dari parents (induknya). Fitnes dari

makhluk hidup diukur dari kesuksesannya mempertahankan hidupnya.

(29)

Ruang Pencarian

Untuk menyelesaikan suatu masalah, maka dicari solusi yang

terbaik dari semua kemungkinan solusi yang ada. Kumpulan semua

kemungkinan solusi disebut ruang pencarian (search space). Setiap titik

pada ruang pencarian merupakan satu solusi yang mungkin (feasible

solution) dan dapat diberi pengenal dalam bentuk nilai atau fitnesnya

terhadap masalah yang akan diselesaikan. Proses pencarian solusi menjadi

rumit jika tidak diketahui di mana harus mencari atau pencarian dimulai dari

mana. Banyaknya metode yang dikenal untuk menemukan solusi yang

layak, diantaranya adalah algoritma genetika yang dibuat berdasarkan

analogi mekanisme yang terjadi terhadap proses evolusi.

B. Algoritma Genetika

1. Pengantar Algoritma Genetika

Algoritma genetika ditemukan oleh John H. Holland dari

Universitas of Michigan pada tahun 1960-an. Saat ini algoritma genetika

mulai banyak digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah

optimasi yang kompleks. Algoritma ini merupakan metode optimasi

yang tidak berdasarkan matematika, melainkan berdasarkan pada

fenomena alam yang dalam penelusurannya mencari titik optimal

berdasarkan ide yang ada pada genetika dan teori Darwin (1809-1882)

yaitu “survival of the fittest” yang menyatakan bahwa evolusi jenis-jenis

(30)

Individu yang lebih kuat (fit) akan memiliki tingkat survival dan tingkat

reproduksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan individu yang

kurang fit. Beberapa aplikasi yang diselesaikan dengan algoritma

genetika yaitu sistem dinamikal nonlinear, lintasan robot, program LISP,

perancangan jaringan syaraf tiruan, strategi perencanaan, Film-copy

Deliverer Problem, Knapsack Problem, Quadratic Assigment Problem,

Traveling Salesman Problem dan Minimum Spanning Tree Problem.

Algoritma genetika merupakan suatu metode penyelesaian yang

tergolong heuristik. Algoritma heuristik adalah algoritma yang bersifat

pendekatan atau probabilistik terhadap solusi yang ingin dicari.

Ciri-ciri dari algoritma heuristik adalah:

i. Akan selalu memberikan solusi yang baik walaupun belum

tentu merupakan solusi yang optimal.

ii. Lebih cepat dan mudah untuk mengimplementasikan

daripada algoritma eksak yang diketahui menjamin

memberikan solusi yang lebih optimal.

Sedangkan ciri-ciri dari algoritma genetika adalah:

i. Bekerja dengan sebuah himpunan pengkodean solusi yang

bukan merupakan himpunan solusi itu sendiri.

ii. Mencari solusi dari suatu populasi yang bukan merupakan

sebuah solusi yang tunggal.

(31)

iv. Menggunakan operasi random dengan aturan perubahan

probabilitas, bukan operasi dengan aturan tertentu dalam

setiap iterasi.

2. Deskripsi Algoritma Genetika

Algoritma genetika adalah teknik pencarian stokastik yang

berdasarkan pada mekanisme seleksi alam dan sifat genetika. Dalam

implementasinya, algoritma genetika meniru beberapa proses yang

terdapat pada evolusi alam dimana evolusi terjadi pada kromosom yang

mengkodekan struktur makhluk hidup. Individu-individu yang ada pada

saat tertentu dalam suatu populasi merupakan individu-individu yang

berhasil mempertahankan hidupnya sedangkan yang lemah akan punah.

Individu-individu yang berhasil mempertahankan hidupnya akan

membentuk individu baru.

Beberapa teori dasar evolusi yang diadopsi oleh algoritma genetika

adalah:

a. Evolusi adalah proses seleksi alam dan reproduksi yang bekerja

pada kromosom.

b. Seleksi alamiah berhubungan dengan kinerja dari struktur yang

dikodekan oleh kromosom.

c. Proses reproduksi adalah titik dimana terjadi evolusi.

Rekombinasi akan menciptakan kromosom baru yang berbeda

(32)

Teori dasar evolusi tersebut bila diimplementasikan dalam bentuk

algoritma genetika, maka diharapkan mampu menyelesaikan

masalah-masalah yang sulit dengan cara yang sama seperti yang dilakukan

melalui evolusi.

Keuntungan algoritma genetika adalah sifat metode pencariannya

yang lebih optimal, tanpa terlalu memperbesar ruang pencarian dan

tanpa kehilangan kesempurnaan (completness) sehingga dapat dengan

mudah diimplementasikan ke suatu permasalahan.

Algoritma genetika merupakan algoritma yang bermanfaat dan

efisien, ketika diterapkan dalam masalah dengan:

a. Pencarian dalam ruang pencarian yang besar, kompleks

atau hanya sedikit yang diketahui.

b. Tidak ada analisis matematika yang memungkinkan.

c. Kurang atau tidak ada pengetahuan yang memadai untuk

merepresentasikan masalah ke dalam ruang pencarian yang

lebih sempit.

d. Metode konvensional sudah tidak mampu menyelesaikan

masalah yang dihadapi.

Algoritma genetika berbeda dengan teknik optimasi konvensional

dan prosedur pencarian dalam beberapa segi fundamental:

1) Algoritma genetika bekerja dengan sebuah himpunan

pengkodean dari sekumpulan solusi, bukan pada solusi itu

(33)

2) Algoritma genetika mencari beberapa solusi dari sebuah

populasi, bukan satu solusi.

3) Algoritma genetika menggunakan fungsi fitnes, bukan

menggunakan turunan atau pengetahuan lainnya.

4) Algoritma genetika menggunakan aturan perubahan

probabilistik, bukan aturan deterministik.

Istilah-istilah yang digunakan dalam algoritma genetika, dijelaskan

dalam tabel dibawah ini:

Istilah dalam algoritma

genetika

Keterangan.

Populasi Himpunan beberapa solusi

Kromosom Solusi

Gen Bagian dari kromosom

Parent Solusi yang akan dikenakan proses

persilangan atau mutasi

Offspring Solusi baru yang dihasilkan melalui

proses persilangan atau mutasi

Persilangan Proses yang melibatkan dua solusi

untuk mendapatkan solusi baru

Mutasi Proses yang melibatkan satu solusi

untuk mendapatkan solusi baru

(34)

3. Struktur Umum Algoritma Genetika

Bila P(t) dan C(t) adalah induk dan keturunan pada generasi t,

struktur umum algoritma genetika adalah sebagai berikut:

prosedur algoritma genetika : begin

t ← 0;

inisialisasi P(t); evaluasi P(t);

while(kondisi terminasi tidak terpenuhi) do rekombinasi P(t) untuk menghasilkan anak

C(t);

evaluasi C(t);

seleksi P(t+1) dari P(t) dan C(t); t ← t+1;

end

end

Struktur umum algoritma genetika (Mitsuo Gen dan Runwei

(35)

Ilustrasi Algoritma Genetika

mutation

0011011001

0011001001 crossover

1100101010 1011101110

1100101110

1011101010

solutions evaluation

1100101110 1011101010 0011001001

offspring

fitness computation

decoding 1100101010

1011101110 0011011001 1100110001 chromosomes

selection solutions

encoding

new population

(36)

Keterangan gambar

Dalam menyelesaikan masalah, algoritma genetika diawali dengan

menginisialisasikan himpunan solusi yang dibangkitkan secara acak. Himpunan

solusi ini disebut populasi. Setiap individu pada populasi disebut kromosom yang

menggambarkan sebuah solusi dari masalah yang akan diselesaikan. Sebuah

kromosom dapat dinyatakan dalam simbol string misalnya kumpulan string bit.

Kromosom-kromosom dapat berubah terus menerus disebut dengan regenerasi.

Pada setiap generasi, kromosom dievaluasi dengan mengunakan alat ukur yang

disebut fungsi fitnes (tingkat kesesuaian). Untuk membuat generasi berikutnya,

kromosom-kromosom baru yang disebut offspring (keturunan) terbentuk dengan

cara menggabung dua kromosom dari generasi sekarang dengan menggunakan

operator crossover / persilangan atau mengubah sebuah kromosom dengan

menggunakan operator mutasi. Generasi baru dibentuk dengan cara seleksi yang

dilakukan terhadap parents dan offspring berdasarkan nilai fitnesnya dan

menghilangkan yang lainnya. Kromosom-kromosom yang lebih sesuai memiliki

probabilitas untuk dipilih. Setelah beberapa generasi, algoritma ini akan

konvergen ke arah bentuk kromosom yang terbaik, dengan harapan dapat

(37)

4. Operator dan Fungsi Evaluasi

Biasanya, inisialisasi diasumsikan secara random. Rekombinasi

melibatkan crossover dan mutasi untuk menghasilkan keturunan

(offspring). Pada kenyataannya, hanya ada dua jenis operasi dalam

algoritma genetika, yaitu operasi genetik (crossover / persilangan dan

mutasi) dan operasi evolusi (seleksi). Pada teori evolusi, mutasi ini

merupakan operator kromosom yang memungkinkan makhluk hidup

melakukan penyesuaian dengan lingkungannya walaupun lingkungan

barunya tidak sesuai dengan lingkungan induknya semula.

Faktor terbesar dalam teori evolusi yang menyebabkan suatu

kromosom bertahan, punah, melakukan persilangan atau mutasi adalah

lingkungan. Pada algoritma genetika, faktor lingkungan diperankan oleh

fungsi evaluasi. Fungsi evaluasi menggunakan kromosom sebagai

masukan dan menghasilkan angka tertentu yang menunjukkan kinerja

pada masalah yang diselesaikan. Pada masalah optimasi, fungsi evaluasi

adalah fungsi tujuan (objective function). Nilai fungsi evaluasi disebut

nilai kesesuaian (fitness value). Nilai inilah yang akan menentukan

(38)

5. Pengkodean

Beberapa jenis pengkodean yang sering digunakan dalam

mengkodekan solusi terhadap suatu masalah, yaitu:

5.1. Pengkodean biner (Binary Encoding)

Pengkodean biner ini merupakan cara pengkodean yang

paling umum digunakan karena pengkodean ini merupakan yang

pertama kali digunakan dalam Algoritma Genetika oleh Holland.

Dalam pengkodean biner, setiap kromosom dinyatakan dalam

barisan bit 0 atau 1. Gambar 2.2 merupakan contoh kromosom

dengan pengkodean biner.

Kromosom 1

Kromosom 2

1 0 1 0 1 0 0 1

0 0 1 1 1 0 1 0

Gambar 2.2: Contoh kromosom dengan pengkodean biner

Pengkodean biner memberikan banyak kemungkinan

untuk kromosom walaupun dengan jumlah allele yang sedikit yaitu

0 atau 1. Pada pihak lain, pengkodean biner ini sering tidak sesuai

untuk banyak masalah dan kadang-kadang pengoreksian harus

dilakukan setelah proses evolusi (persilangan dan/ atau mutasi).

Contoh masalah yang sesuai untuk pengkodean biner antara lain

masalah knapsack.

5.2. Pengkodean permutasi (Permutation Encoding)

Pengkodean permutasi dapat digunakan dalam masalah

pengurutan. Dalam pengkodean permutasi setiap kromosom

(39)

dalam suatu urutan. Gambar 2.3 merupakan contoh kromosom

dengan pengkodean permutasi.

Kromosom 1

Kromosom 2

1 3 4 2 6 5 7 8

3 4 6 1 5 2 8 7

Gambar 2.3 : Contoh kromoson dengan pengkodean permutasi

Pengkodean permutasi hanya berguna untuk masalah pengurutan.

5.3. Pengkodean nilai (Value Encoding)

Pengkodean nilai dapat digunakan untuk masalah yang

mempunyai nilai yang rumit. Dengan pengkodean nilai ini, setiap

kromosom merupakan suatu barisan dari nilai-nilai. Nilai-nilai

dapat berupa apa saja yang berhubungan dengan masalah. Gambar

2.4 merupakan contoh kromosom dengan pengkodean nilai.

Kromosom 1

Kromosom 2

1.2 5.6 0.3 2.6 4.5 3.7 1.4

A B D H F I E H

Gambar 2.4: Contoh kromosom dengan pengkodean nilai

Pengkodean nilai ini baik digunakan untuk beberapa

masalah. Di pihak lain, untuk mengkodekan tipe ini sering perlu

pengembangan persilangan dan mutasi baru yang spesifik untuk

permasalahannya. Contohnya dalam masalah mencari bobot untuk

jaringan syaraf.

5.4. Pengkodean pohon (Tree Encoding)

Pengkodean pohon ini lebih banyak digunakan untuk

menyusun program untuk pemrograman genetika. Dalam

(40)

beberapa objek, seperti fungsi atau perintah dalam bahasa

pemrograman.

Pengkodean pohon ini baik digunakan untuk menyusun

program untuk masalah mencari fungsi berdasarkan nilai-nilai yang

diberikan. Gambar 2.5 merupakan contoh kromosom dengan

pengkodean pohon.

Kromosom:

+

x /

y 5

( + x (/ 5 y))

Gambar 2.5 : Contoh kromosom dengan pengkodean pohon

6. Seleksi

Seleksi akan menentukan individu-individu mana saja yang akan

dipilih untuk dilakukan rekombinasi dan bagaimana offspring/keturunan

terbentuk dari individu-individu terpilih. Langkah pertama yang

dilakukan dalam seleksi ini adalah pencarian nilai fitnes. Ada beberapa

(41)

6.1. Seleksi Roda Roulette

Metode seleksi roda roulette merupakan metode yang

paling sederhana, dan sering juga dikenal dengan nama stochastic

sampling with replacement. Sesuai dengan namanya, metode ini

menirukan permainan roulette-wheel di mana masing-masing

kromosom menempati potongan lingkaran pada roda roulette

secara proporsional sesuai dengan nilai fitnesnya. Kromosom yang

mempunyai nilai fitnes lebih besar menempati potongan lingkaran

yang lebih besar dibandingkan dengan kromosom bernilai fitnes

rendah. Gambar 2.6 ilustrasi sebuah contoh penggunaan metode

roda roulette.

Kromosom Nilai Fitnes Probabilitas

K1 1 0.25 K2 2 0.5 K3 0.5 0.125 K4 0.5 0.125 Jumlah 4

Gambar 2.6 Contoh penggunaan metode seleksi roda roulette.

K1 K3

K4

K2

Kromosom K1 mempunyai probabilitas 25% untuk

dipilih setiap kali suatu kromosom dipilih (setiap roda diputar).

Probabilitas masing-masing individu dapat dicari dari pembagian

fitnes masing-masing individu dengan total fitnes dalam populasi.

Seleksi dengan roda roulette berdasarkan skala fitnes.

Karena terpilihnya suatu kromosom dalam populasi untuk dapat

berkembang biak adalah sebanding dengan fitnesnya, maka akan

(42)

sehingga dapat membawa ke hasil optimum lokal (konvergensi

dini) ke suatu hasil yang bukan optimum global. Sebaliknya, jika

semua kromosom dalam populasi mempunyai fitnes yang hampir

sama, maka seleksi ini akan menjadi seleksi yang bersifat acak.

6.2. Seleksi Ranking

Seleksi dengan roda roulette sebelumnya memiliki

kelemahan ketika fitnes yang tersebar dalam populasi berbeda jauh

misalnya jika fitnes dari kromosom terbaik dalah 90% dari

keseluruhan roda roulette, maka kromosom lain akan mempunyai

kesempatan yang kecil untuk terpilih.

Pada seleksi ranking, pertama yang dilakukan adalah

merangkingkan kromosom dalam populasi kemudian setiap

kromosom menerima nilai fitnes dari ranking tersebut. Kromosom

yang terjelek akan mendapatkan nilai fitnes 1, yang kedua

mendapat nilai fitnes 2 dan seterusnya sampai yang terbaik

mendapatkan nilai fitnes N (jumlah kromosom dalam populasi).

Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada tabel 2.1.

Kromosom Fitnes Fitnes Baru

B D E C A

5 5 5 10 15

1 2 3 4 5

(43)

6.3. Seleksi Turnament

Seleksi turnamen merupakan jenis seleksi yang divariasi

berdasarkan seleksi roda Roulette dan seleksi ranking. Sejumlah k

kromosom tertentu dari populasi dengan n kromosom (k ≤ n)

dipilih secara acak dengan probabilitas yang sama. Dari k

kromosom yang terpilih tersebut kemudian dipilih suatu kromosom

dengan fitnes terbaik, yang diperoleh dari hasil pengurutan

rangking fitnes kromosom-kromosom yang dipilih tersebut.

Perbedaan dengan seleksi roda Roulette adalah bahwa

pemilihan kromosom yang akan digunakan untuk berkembang biak

tidak berdasarkan skala fitnes dari populasi. Untuk k = 1, seleksi

turnament ini akan sama dengan seleksi secara acak karena hanya

melibatkan satu kromosom. Untuk k = 2, maka dua kromosom

dalam populasi akan dipilih secara acak, kemudian dari dua

kromosom tersebut dipilih satu kromosom dengan fitnes terbaik.

Biasanya yang sering digunakan adalah untuk k = 2 tergantung dari

ukuran populasi.

7. Operasi Genetik

7.1. Persilangan / Crossover

Salah satu komponen paling penting dalam algoritma

genetika adalah persilangan atau crossover. Persilangan atau

crossover berfungsi menggabungkan dua string induk yang

(44)

induknya. Sebuah kromosom yang mengarah pada solusi yang

bagus dapat diperoleh dari proses persilangan dua buah kromosom.

Persilangan bisa juga berakibat buruk jika ukuran populasinya

sangat kecil. Dalam suatu populasi yang sangat kecil, suatu

kromosom dengan gen-gen yang mengarah ke solusi akan sangat

cepat menyebar ke kromosom-kromosom lainnya. Untuk

mengatasi masalah ini dilakukan dengan suatu probabilitas tertentu

Pc. Artinya, penyilangan bisa dilakukan hanya jika suatu bilangan

random [0,1) yang dibangkitkan kurang dari Pc yang ditentukan.

Dari hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh

praktisi algoritma genetika menunjukkan bahwa angka probabilitas

persilangan sebaiknya cukup tinggi, yaitu 80% sampai 95% untuk

memberikan hasil yang baik. Untuk beberapa masalah tertentu

probabilitas persilangan 60% memberikan hasil yang lebih baik

(Obitko,1998). Segera setelah induk untuk persilangan terpilih

maka digunakan operasi persilangan sehingga terbentuk keturunan

dari induk tersebut.

Ada beberapa persilangan / Crossover:

7.1.1. Persilangan satu titik

Proses persilangan ini adalah dengan memilih satu

titik persilangan. Kromosom offspring kemudian dibentuk

(45)

persilangan. Yang disalin dari induk pertama selebihnya

disalin dari induk ke dua.

Sebagai contoh, andaikan terdapat dua kromosom

induk dengan panjang L = 6 yaitu 000000 dan 111111. Jika

titik persilangan adalah 4 maka dihasilkan dua offspring

yaitu 000011 dan 111100. Gambar 2.7 merupakan contoh

proses persilangan satu titik.

Kromosom induk1 0 0 0 0 0 0

Kromosom induk2 1 1 1 1 1 1

Offspring 1 0 0 0 0 1 1

Offspring 2 1 1 1 1 0 0

Gambar 2.7: Contoh proses persilangan satu titik

7.1.2. Persilangan dua titik

Proses persilangan ini adalah memilih dua titik

persilangan. Kromosom offspring kemudian dibentuk

sebagai barisan bit dari awal sampai titik persilangan

pertama disalin dari induk pertama, bagian dari titik

persilangan pertama dan kedua disalin dari induk kedua,

kemudian selebihnya disalin dari induk pertama lagi.

Sebagai contoh, andaikan terdapat dua kromosom

induk dengan panjang L = 6 yaitu 000000 dan 111111. Jika

terdapat dua titik persilangan yaitu 2 dan 4 maka dihasilkan

2 offspring yaitu 001100 dan 110011. Gambar 2.8

(46)

Kromosom 1 0 0 0 0 0 0

Kromosom 2 1 1 1 1 1 1

Offspring 1 0 0 1 1 0 0

Offspring 2 1 1 0 0 1 1

Gambar 2.8: Contoh proses persilangan dua titik

7.2. Mutasi

Setelah proses persilangan selesai, kemudian dilakukan

proses mutasi yang dikenakan pada keturunannya. Mutasi adalah

proses mengubah nilai dari satu atau beberapa gen dalam 1

kromosom. Mutasi berfungsi dalam melakukan perubahan yang

bukan disebabkan oleh persilangan.

Jika dalam proses pemilihan kromosom-kromosom

cenderung terus pada kromosom yang baik saja maka sangat

mudah terjadi konvergensi dini, yaitu mencapai solusi optimum

lokal. Untuk menghindari terjadinya konvergensi dini dan tetap

menjaga perbedaan kromosom-kromosom dalam populasi, selain

melakukan pendekatan selektif yang lebih efisien, operasi mutasi

juga dapat dilakukan.

Proses mutasi ini adalah acak, sehingga tidak selalu

menjamin bahwa setelah proses mutasi akan diperoleh kromosom

fitnes yang lebih baik, tetapi dengan adanya mutasi ini diharapkan

agar kromosom yang diperoleh akan mempunyai fitnes yang lebih

baik dibandingkan sebelum operasi mutasi. Gambar 2.9 merupakan

(47)

1 1 0 0 1 1

Kromosom sebelum mutasi

Kromosom sesudah mutasi 1 1 0 1 0 0

Gambar 2.9: Contoh proses mutasi

Akan tetapi operasi mutasi mendapat kontroversi

penerapannya dalam algoritma genetika karena sifatnya yang acak

sehingga dapat menggangu kromosom dengan fitnes terbaik yang

telah diperoleh. Kadang operasi mutasi tetap digunakan dengan

probabilitas yang sangat kecil yaitu Pm<1. Jadi kemungkinan

kromosom mengalami perubahan akibat mutasi sangat kecil.

C. Penjadwalan Job-Shop

Menurut Baker (1974) penjadwalan adalah proses pengalokasian

sumber daya yang tersedia untuk mengerjakan tugas dalam jangka waktu

tertentu. Masalah penjadwalan muncul apabila pada saat yang sama terdapat

sekumpulan job yang harus dihadapi dengan terbatasnya mesin atau fasilitas

produksi yang tersedia. Salah satu usaha yang dilakukan untuk tercapainya

penjadwalan yang optimal adalah dengan melakukan peminimalan total

waktu penyelesaian serangkaian proses produksi (makespan).

Masalah penjadwalan Job-Shop merupakan persoalan pengurutan

sejumlah operasi yang diproses pada mesin-mesin tertentu. Masalah

penjadwalan Job-Shop adalah bagaimana menyusun semua operasi dari

semua job pada tiap mesin dalam rangka meminimasi fungsi obyektif.

(48)

Mesin yang umum adalah satu, dimana terdapat m mesin yang akan

memproses n job. Masing-masing job memerlukan operasi yang harus

diproses secara berurutan, dimana masing-masing operasi memiliki durasi

waktu dan tidak dapat diinterupsi hingga mesin tersebut berhenti berproses.

Masing-masing mesin dapat memproses paling banyak satu operasi pada

waktu yang sama.

Model Job-Shop Klasik

Masalah penjadwalan Job-Shop klasik dapat dinyatakan sebagai

berikut: terdapat m mesin yang berbeda dan n job yang berbeda untuk

dijadwalkan. Setiap job terdiri atas satu set operasi dan urutan operasi

pada mesin sudah terspesifikasi. Beberapa batasan untuk job dan mesin

diantaranya:

a. Job tidak boleh dikerjakan mesin yang sama lebih dari satu kali.

b. Tidak ada batasan antara operasi dari job yang berbeda.

c. Operasi tidak dapat diinterupsi.

d. Masing-masing mesin dapat memproses hanya satu job pada satu

waktu.

e. Tidak ada ketetapan maupun batas waktu penyelesaian seluruh

pekerjan.

Permasalahannya adalah menentukan urutan operasi pada mesin

untuk meminimasi makespan, yaitu waktu yang ditetapkan untuk

(49)

Sebagai contoh penjadwalan 3 job dan 3 mesin (Yamada dan

Nakano, 1997)

Tabel 2.2: masalah 3 x 3

Mesin Waktu

Job 1 1 2 3 Job 1 3 3 3

Job 2 1 3 2 Job 2 2 3 4

Job 3 2 1 3 Job 3 3 2 1

Terdapat 3 job yang harus diproses oleh 3 mesin. Job 1 harus

diproses oleh ke-3 mesin, urutan pertama mesin 1 memproses job 1

dengan waktu 3 satuan waktu, urutan kedua mesin 2 memproses dengan

waktu 3 satuan waktu, dan urutan ketiga mesin 3 memproses dengan 3

satuan waktu. Pada job 2 dan job 3 sama halnya dengan job 1.

Didapatkan total waktu yang diperlukan untuk memproses seluruh

job dari mulai diprosesnya job awal hingga job akhir selesai diproses,

digambarkan dalam bentuk Gantt-Chart seperti pada gambar 2.10

berikut.

M 1 J 1 J 2 J 3

M 2 J 3 J 1 J 2

M 3 J 2 J 1 J 3

Gambar 2.10: Representasi Gantt-Chart dari solusi masalah 3 x 3

10 waktu

8 12

6 4

(50)

Pada prinsipnya, terdapat sejumlah jadwal yang mungkin pada

permasalahan penjadwalan Job-Shop sebab waktu yang kosong diantara

dua operasi dapat disisipi sehingga dapat dilakukan pergeseran ke kiri

pada operasi yang masih mungkin. Pergeseran suatu jadwal dikatakan

local left shift jika suatu operasi dapat dimulai dalam waktu yang lebih

awal tanpa mengubah urutan operasi. Pergeseran suatu jadwal dikatakan

global left shift adalah jika suatu operasi dapat dimulai dalam waktu

yang lebih awal tanpa penundaan operasi lain sampai pergeseran

mengubah urutan operasi.

Berdasarkan dua konsep diatas, penjadwalan dapat dibedakan menjadi

[Gen dan Cheng,1997]:

a) Jadwal Semiactive

Dikatakan semiactive jika tidak terdapat local left shift

b) Jadwal Active

Jadwal dikatakan active jika tidak terdapat global left shift

c) Jadwal Nondelay

Jadwal dikatakan nondelay jika tidak ada mesin yang

menganggur/tidak memproses apa-apa pada suatu waktu ketika dapat

(51)

Hubungan jadwal Semiactive, Active dan Nondelay diperlihatkan

oleh diagram Venn pada gambar 2.11 berikut:

*opt

Semi-active active nondelay

Gambar 2.11: Hubungan jadwal Semiactive, Active dan Nondelay diperlihatkan

oleh diagram Venn

Jadwal yang optimal terletak pada himpunan jadwal active. Jadwal

Nondelay lebih kecil daripada jadwal active, tetapi tidak menjamin

(52)

BAB III

ALGORITMA GENETIKA

UNTUK PENJADWALAN JOB-SHOP

Pada skripsi ini akan dibuat sistem dengan menggunakan algoritma untuk membantu user dalam menyelesaikan masalah penjadwalan job-shop yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah penjadwalan dengan waktu yang relatif singkat. Penulis membangun sistem ini dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab.

Di bawah ini akan dituliskan secara rinci penggunaan algoritma genetika untuk menyelesaikan penjadwalan job-shop.

A. Representasi Masalah

Hal yang paling penting dalam menyelesaikan masalah optimasi adalah representasi atau pemodelan masalah ke dalam suatu model yang sesuai dengan algoritma yang digunakan. Untuk menyelesaikan penjadwalan job-shop dengan algoritma genetika, maka masalah harus direpresentasikan atau dimodelkan terlebih dahulu.

Untuk menyelesaikan penjadwalan job-shop akan digunakan operation-based representation. Representasi ini mengkodekan jadwal sebagai urutan operasi dan setiap gen mewakili satu operasi. Kemudian digunakan simbol berupa angka untuk menamai masing-masing gen, dimana urutan dari angka merepresentasikan urutan operasi sedangkan angka itu

(53)

sendiri adalah nama dari job. Panjang dari kromosom terdiri dari n x m gen, dimana n = jumlah job, dan m = jumlah mesin.

Contoh: 3 x 3 job mesin (tabel 2.2). Misal kromosomnya , dimana 1 mewakili job1, 2 mewakili job2, dan 3

mewakili job3. Karena masing-masing job mewakili 3 operasi, berarti terdapat 3 simbol yang sama di dalam kromosom. Sebagai contoh terdapat 3 gen yang sama pada urutan kedua dari kromosom tersebut, dimana gen tersebut mewakili 3 operasi dari job2. 2 yang pertama merepresentasikan operasi pertama dari job2 akan diproses oleh mesin1, 2 yang kedua merepresentasikan operasi kedua dari job2 akan diproses oleh mesin3, dan 2 yang ketiga merepresentasikan operasi ketiga dari job2 akan diproses oleh mesin2. Relasi koresponden antara operasi dari job dan proses mesin dijelaskan pada gambar dibawah ini.

[

3 2 2 1 1 2 3 1 3

]

Kromosom

[

3 2 2 1 1 2 3 1 3

]

[

3 2 2 1 1 2 3 1 3

]

[

3 2 2 1 1 2 3 1 3

]

Mesin 1 2 3 1 3 2 2 1 3

(a) (b) (c)

Gambar 3.1 Operasi dari job dan korespondensi mesin (a) untuk job1, (b) untuk job2, dan (c) untuk job3

Berdasarkan relasi diatas, dapat memperoleh korespondensi daftar mesin yaitu

(54)

Kromosom

[

3 2 2 1 1 2 3 1 3

]

Mesin

[

2 1 3 1 2 2 1 3 3

]

Gambar 3.2 Urutan proses dari job pada mesin1

Dari gambar 3.2 dapat dilihat bahwa urutan proses job untuk mesin1 adalah , untuk mesin2 adalah

3 1

2− − 3−1−2, dan untuk mesin3 adalah .

Dapat juga diringkas seperti pada gambar dibawah ini.

3 1 2− −

M1 J2 J1 J3

M2 J3 J1 J2

M3 J2 J1 J3

2 3 5 7 8 11 12 waktu

Gambar 3.3. Satu jadwal yang dikerjakan

B. Pembangkitan Kromosom

(55)

gen-gen sebanyak jumlah job dikali jumlah mesin yang dimasukkan. Tabel 3.2 merupakan contoh inisialisasi populasi awal sebanyak 10 kromosom.

Kromosom ke- Bentuk representasinya k1 3 2 1 3 2 2 3 1 1 k2 3 1 2 1 3 3 2 1 2 k3 2 1 1 2 2 3 3 3 1 k4 3 1 3 1 3 2 2 2 1 k5 1 2 2 1 2 1 3 3 3 k6 3 1 1 2 1 3 3 2 2 k7 3 1 3 1 3 2 1 2 2 k8 3 3 3 2 2 1 1 2 1 k9 3 3 2 1 1 1 2 2 3 k10 3 3 2 2 3 2 1 1 1

Tabel 3.1. Contoh inisialisasi populasi awal sebanyak 10 kromosom

C. Pencarian nilai fitnes untuk masing-masing kromosom

Kromosom yang telah dibangkitkan akan ditentukan berdasarkan nilai fitnesnya. Nilai fitnes disini merupakan solusi dari permasalahan penjadwalan job-shop yaitu makespan. Setiap kromosom yang telah dikodekan akan diterjemahkan untuk dicari nilai fitnesnya.

(56)

Secara matematis, fungsi fitnes untuk mencari waktu yang minimum untuk menyelesaikan job dapat dituliskan sebagai berikut:

= ≤ ≤

n 1 i

} ik C { m k 1

max Min

Dimana:

= waktu penyelesaian job i pada mesin k Cik

i = 1, 2, 3, ... , n k = 1, 2, 3, ... , m

D. Pemilihan kromosom untuk dijadikan induk

(57)

Kromosom ke-

Bentuk representasinya Fitnes k1 3 2 1 3 2 2 3 1 1 21 k2 3 1 2 1 3 3 2 1 2 19 k3 2 1 1 2 2 3 3 3 1 18 k4 3 1 3 1 3 2 2 2 1 17 k5 1 2 2 1 2 1 3 3 3 16 k6 3 1 1 2 1 3 3 2 2 16 k7 3 1 3 1 3 2 1 2 2 14 k8 3 3 3 2 2 1 1 2 1 13 k9 3 3 2 1 1 1 2 2 3 13 k10 3 3 2 2 3 2 1 1 1 11

Tabel 3.2 merupakan contoh kromosom dengan nilai fitnes

Untuk proses persilangan / crossover, induk yang dipilih sebanyak dua. Dari tabel 3.2 terlihat bahwa kromosom k10 dan k9 yang mempunyai fitnes terbaik, oleh karena itu kedua kromosom tersebut mempunyai kemungkinan untuk melakukan proses persilangan / crossover. Sedangkan untuk proses mutasi, induk yang dipilih hanya satu dan yang dipilih adalah kromosom yang mempunyai fitnes terburuk. Dari tabel 3.2 terlihat bahwa kromosom k1 yang mempunyai fitnes terburuk, oleh karena itu kromosom k1 mempunyai peluang untuk melakukan proses mutasi.

E. Proses reproduksi untuk mendapatkan kromosom-kromosom baru

(58)

1. Operasi Persilangan / crossover

Untuk mendapatkan individu baru salah satu cara yang dilakukan adalah dengan melakukan persilangan / crossover. Operasi persilangan / crossover melibatkan dua induk yang telah terpilih dan akan menghasilkan sebuah offspring. Dalam masalah ini yang digunakan adalah metode precedence preservation crossover (PPX). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

i. Random bilangan biner sepanjang jumlah gen pada kromosom.

ii. Dimulai dari bilangan biner pertama paling kiri, jika bernilai 0 maka gen untuk offspring diambil dari gen pertama pada parent pertama yang belum terpakai. Dan pada parent kedua dicari gen yang paling kiri yang sama dengan gen yang diambil dari parent pertama yang belum dipakai kemuadian dicoret.

iii. Jika bilangan biner bernilai 1 maka gen untuk offspring diambil gen paling kiri dari parent kedua yang belum terpakai. Dan pada parent pertama dicari gen paling kiri yang sama dengan gen yang diambil dari parent kedua yang belum terpakai kemudian dicoret.

(59)

Ilustrasi proses persilangan terlihat pada gambar 3.4. P 3 2 2 3 1 1 3 1 2

Gambar 3.4 Ilustrasi proses persilangan 1

H 0 1 1 1 0 0 0 1 1

2 3 3 2 1 3 1 1 2 P2

O 3 2 3 2 1 1 3 1 2

2. Operasi mutasi

(60)

p1 [ 3 2 1 2 3 4 1 2 4 4 1 3 4 1 2 3 ]

o1 [ 3 2 1 4 3 4 1 2 4 4 1 3 2 1 2 3 ]

Gambar 3.5 Ilustrasi Operasi Mutasi

F. Proses pembentukan populasi baru

(61)

BAB IV

IMPLEMENTASI DAN ANALISA HASIL PROGRAM

A. Flowchart

Suatu algoritma disusun dengan tujuan untuk menyusun tahap-tahap penyelesaian suatu masalah. Akan tetapi metode ini memiliki kelemahan, yaitu bahwa penyusunan algoritma sangat dipengaruhi oleh tata bahasa pembuatnya sehingga kadang-kadang akan sulit dipahami oleh orang lain. Untuk membantu kesulitan tersebut, maka diperlukan flowchart atau bagan alir. Secara garis besar flowchart penyelesaian masalah penjadwalan Job-Shop dengan algoritma genetika terlihat pada gambar 4.1 berikut.

(62)

Mulai

Input parameter Job-Shop dan Algoritma Genetika(jumlah job, mesin, operasi, ukuran populasi, Prob

cross, Prob mutasi, dan generasi)

k=1 Inisialisasi populasi

Evaluasi populasi

Crossover

Mutasi

k=jumlah generasi?

k = k+1

Selesai ya

tidak Evaluasi Populasi

Seleksi

Gambar 4.1. Flowchart penyelesaian masalah penjadwalan Job-Shop

Gambar 4.1. Flowchart penyelesaian masalah penjadwalan Job-Shop

Mulai

Input parameter Job-Shop dan Algoritma Genetika(jumlah job, mesin, operasi, ukuran populasi, Prob

cross, Prob mutasi, dan generasi)

Inisialisasi populasi

k=1

Evaluasi populasi

Crossover

Mutasi

k=jumlah generasi?

k = k+1

Selesai ya

tidak Evaluasi Populasi

(63)

B. Analisis Hasil Program

Program aplikasi yang dibuat berfungsi untuk mencari total waktu yang diperlukan dari mesin pertama mulai memproses pekerjaan hingga mesin terakhir selesai memproses pekerjaan (makespan) atau dapat dikatakan mendapat jadwal dengan makespan minimum.

Di dalam program ini parameter yang diinputkan adalah:

1. Parameter Job-Shop. Parameter Job-shop diantaranya banyaknya jumlah job, mesin dan operasi.

2. Parameter algoritma genetika. Parameter algoritma genetika diantaranya:

a. uk_pop, merupakan banyaknya populasi yang akan dibangkitkan dan bentuk populasi awal secara acak.

b. Generasi, merupakan banyaknya generasi yang akan dihasilkan. Jumlah generasi besar berarti semakin banyak iterasi yang dilakukan, dan semakin besar pula domain solusi yang akn dieksplorasi.

c. Pcross adalah probabilitas persilangan / crossover. Probabilitas ini menentukan peluang dari kromosom untuk melakukan persilangan / crossover. Tidak ada aturan yang pasti tentang berapa nilai parameter ini.

(64)

melakukan mutasi. Tidak ada aturan yang pasti tentang berapa nilai parameter ini.

Tabel masalah penjadwalan 4 x 4 terlihat pada tabel 4.1 berikut.

Mesin Waktu

Job1 1 2 3 4 Job1 3 3 3 2

Job2 4 1 3 2 Job2 1 2 3 4

Job3 2 1 4 3 Job3 3 2 3 2

Job4 4 3 2 1 Job4 3 2 3 4

Tabel 4.1. Tabel masalah penjadwalan 4 x 4

Contoh output masalah penjadwalan 4 x 4 (lampiran output) dilakukan dengan ukuran populasi = 10, banyaknya iterasi = 50, Pcross = 0.25 dan Pmut = 0.01, mencapai nilai minimum pada generasi ke-26 dengan nilai fitnes 14 satuan waktu. Proses persilangan / crossover terjadi pada generasi 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 15, 19, 25, 31, 37 dan 43, sedangkan proses mutasi tidak terjadi. Dan salah satu jadwal yang dapat dikerjakan adalah

1 1 1 2 2 3 3 0 0 4 4 4 4 0 3 3 3 1 1 1 4 4 4 2 2 2 2 0 0 0 0 0 4 4 2 2 2 1 1 1 3 3 2 4 4 4 0 0 0 3 3 3 0 0 1 1

(65)

M1 J 1 J 2 J 3 J 4

M2 J 3 J 1 J 4 J 2

M3 J 4 J 2 J 1 J 3

M4 J 2 J 4 J 3 J 1

4

3 6 9 13

2 5 7 8 10 11 12 14

1

waktu

Gambar 4.2. Representasi Gantt-Chart untuk masalah penjadwalan 4 x 4

Hasil penelitian dari program bila pengambilan parent untuk dikenai proses mutasi, dipilih yang mempunyai nilai fitnes terburuk. Tabel masalah penjadwalan 6 x 6 terlihat pada tabel 4.2 berikut.

Mesin Waktu

Job1 3 1 2 4 6 5 Job1 1 3 6 7 3 6

Job2 2 3 5 6 1 4 Job2 8 5 1 5 5 4

Job3 3 4 6 1 2 5 Job3 5 4 8 9 1 7

Job4 2 1 3 4 5 6 Job4 5 5 5 3 8 9

Job5 3 2 5 6 1 4 Job5 9 3 5 4 3 1

Job6 2 4 6 1 5 4 Job6 3 3 9 10 4 1

Tabel 4.2. Tabel masalah penjadwalan 6 x 6

(66)

a. Probabilitas Crossover, Pcross=0.25 Probabilitas Cross Mutasi Banyaknya Percobaan 0.01 3 0.02 3 0.03 6 0.04 8 0.05 6 0.06 1 0.07 4 0.08 6 0.09 5 0.25 0.1 5

Grafik Probelm6, Pcross=0.25

0 2 4 6 8 10

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Probabilitas Mutasi P er co b aan

Tabel 4.3 Hasil penelitian masalah 6x6, Pcross=0.25 dari 20 kali percobaan.

Grafik 4.1 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross=0.25

Dari grafik 4.1 di atas terlihat bahwa percobaan terbanyak untuk mendapatkan solusi optimum terjadi jika Pcross=0.25 maka Pmut=0.04 b. Probabilitas Crossover, Pcross=0.30

Probabilitas Cross Mutasi Banyaknya Percobaan 0.01 4 0.02 5 0.03 3 0.04 3 0.05 7 0.06 6 0.07 5 0.08 7 0.09 8 0.3 0.1 8

Grafik Problem6, Pcross=0.3

0 2 4 6 8 10

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Probabilitas Mutasi P er co b aan

Tabel 4.4 Hasil penelitian masalah 6x6, Pcross=0.3 dari 20 kali percobaan.

Grafik 4.2 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross=0.3

(67)

c. Probabilitas Crossover, Pcross=0.35 Probabilitas Cross Mutasi Banyaknya Percobaan 0.01 6 0.02 4 0.03 3 0.04 4 0.05 4 0.06 5 0.07 8 0.08 7 0.09 10 0.35 0.1 3

Grafik Problem6, Pcross=0.35

0 2 4 6 8 10 12

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Probabilitas Mutasi P er co b aan

Tabel 4.5 Hasil penelitian masalah 6x6, Pcross=0.35 dari 20 kali percobaan.

Grafik 4.3 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross=0.35

Dari grafik 4.3 di atas terlihat bahwa percobaan terbanyak untuk mendapatkan solusi optimum terjadi jika Pcross=0.35 maka Pmut=0.09 d. Probabilitas Crossover, Pcross=0.40

Probabilitas Cross Mutasi Banyaknya Percobaan 0.01 3 0.02 3 0.03 4 0.04 10 0.05 1 0.06 5 0.07 2 0.08 12 0.09 8 0.4 0.1 6

Grafik Problem6, Pcross=0.4

0 2 4 6 8 10 12 14

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Probabilitas Mutasi P er co b aan

Tabel 4.6 Hasil penelitian masalah 6x6, Pcross=0.4 dari 20 kali percobaan.

Grafik 4.4 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross=0.4

(68)

e. Probabilitas Crossover, Pcross=0.45 Probabilitas Cross Mutasi Banyaknya Percobaan 0.01 5 0.02 8 0.03 5 0.04 4 0.05 3 0.06 6 0.07 7 0.08 5 0.09 13 0.45 0.1 7

Grafik Problem6, Pcross=0.45

0 2 4 6 8 10 12 14

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Probabilitas Mutasi P er co b aan

Tabel 4.7 Hasil penelitian masalah 6x6, Pcross=0.45 dari 20 kali percobaan.

Grafik 4.5 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross=0.45

Dari grafik 4.5 di atas terlihat bahwa percobaan terbanyak untuk mendapatkan solusi optimum terjadi jika Pcross=0.45 maka Pmut=0.09 f. Probabilitas Crossover, Pcross=0.50

Probabilitas Cross Mutasi Banyaknya Percobaan 0.01 7 0.02 4 0.03 2 0.04 4 0.05 3 0.06 5 0.07 8 0.08 7 0.09 14 0.5 0.1 5

Grafik Problem6, Pcross=0.5

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Probabilitas Crossover P er co b aan

Tabel 4.8 Hasil penelitian masalah 6x6, Pcross=0.5 dari 20 kali percobaan.

Grafik 4.6 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross=0.5

(69)

g. Probabilitas Crossover, Pcross=0.55 Probabilitas Cross Mutasi Banyaknya Percobaan 0.01 2 0.02 5 0.03 4 0.04 5 0.05 4 0.06 10 0.07 10 0.08 8 0.09 8 0.55 0.1 9

Grafik Problem6, Pcross=0.55

0 2 4 6 8 10 12

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Probabilitas Mutasi P er co b aan

Tabel 4.9 Hasil penelitian masalah 6x6, Pcross=0.55 dari 20 kali percobaan.

Grafik 4.7 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross=0.55

Dari grafik 4.7 di atas terlihat bahwa percobaan terbanyak untuk mendapatkan solusi optimum terjadi jika Pcross=0.55 maka Pmut=0.06 dan Pmut=0.07

h. Probabilitas Crossover, Pcross=0.60

Probabilitas Cross Mutasi Banyaknya Percobaan 0.01 2 0.02 4 0.03 2 0.04 8 0.05 4 0.06 6 0.07 7 0.08 5 0.09 5 0.6 0.1 6

Grafik Problem6, Pcross=0.6

0 2 4 6 8 10

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Probabilitas Mutasi P er co b aan

Tabel 4.10 Hasil penelitian masalah 6x6, Pcross=0.6 dari 20 kali percobaan.

Grafik 4.8 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross=0.6

(70)

i. Probabilitas Crossover, Pcross=0.65 Probabilitas Cross Mutasi Banyaknya Percobaan 0.01 3 0.02 5 0.03 2 0.04 6 0.05 6 0.06 10 0.07 5 0.08 5 0.09 8 0.65 0.1 10

Grafik Problem6, Pcross=0.65

0 2 4 6 8 10 12

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Probabilitas Mutasi P er co b aan

Tabel 4.11 Hasil penelitian masalah 6x6, Pcross=0.65 dari 20 kali percobaan.

Grafik 4.9 Grafik hasil penelitian masalah 6 x 6, Pcross=0.65

Dari grafik 4.9 di atas terlihat bahwa percobaan terbanyak untuk mendapatkan solusi optimum jika Pcross=0.65 maka Pmut=0.06 dan Pmut=0.1

j. Probabilitas Crossover, P

Gambar

Tabel 4.18    Hasil penelitian masalah 6 x 6, Pmut = 0.06............................
Gambar 2.1.   Ilustrasi Algoritma Genetika
Gambar 2.6 Contoh penggunaan metode seleksi roda roulette.
Tabel 2.1: Contoh populasi dengan 5 kromosom yang diberi fitness baru
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Perencanaan Bangunan Pelindung Pantai Untuk Penanganan Masalah Abrasi Di Pantai Sari Kota Pekalongan (Dengan Bantuan Program GENESIS)”9. Tidak lupa pula salawat dan salam

Saliva adalah cairan yang tidak berwarna dengan konsistensi seperti lendir. Saliva merupakan sekresi yang berkaitan dengan mulut dan diproduksi oleh tiga pasang

Terdapat hubungan yang signifikan antara Obesitas dengan Derajat Osteoartritis Genu pada lansia di RSUD Prof.. Bagi lansia penderita OA Genu dengan masalah

Hal ini merupakan jawaban pemerintah terkait dengan kesetaraan gender dianggap perlu, untuk mendukung pembangunan baik di bidang ekonomi, politik, sosial, hukum

Fenomena ini terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa masih ada 10% responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang penyebab gangguan jiwa di

Berdasarkan pada Tabel 2 bahwa sebanyak 6 orang siswi yang mengalami dismenorea (11,8%) berada di skala nyeri ringan, sebanyak 38 orang siswi yang mengalami dismenorea

Pada tahun 2005 kesenian Raksasa disajikan sebagai penyempurna upacara dalam upacara bersih desa di Desa Salamrejo, dengan demikian atraksi untuk memakan ayam hidup-hidup yang

Pada umumnya piutang timbul ketika sebuah perusahaan menjual barang atau jasa secara kredit dan berhak atas penerimaan kas di masa mendatang, yang prosesnya dimulai dari