• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan)."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Minyak Sawit dan Turunannya

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman keras (tahunan) berasal dari Afrika yang bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian tempat 500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan usia produktif hingga 25 – 30 tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. (Pahan 2011) Tetapi untuk perkebunan, umur ekonomis kelapa sawit adalah 25 –35 tahun, dengan tinggi pohon berkisar antara 10 - 11 m.

2

Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomis tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan TBS (tandan buah segar).

Buah sawit dibagian sabut (daging buah) menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebanyak 20-24 persen. Sementara itu, bagian inti kelapa sawit menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil atau PKO) sebanyak 3-4 persen (Sunarko 2008).

Minyak sawit dan minyak inti sawit umumnya digunakan untuk pangan dan nonpangan. Dalam produksi pangan, minyak sawit dan minyak inti sawit digunakan sebagai bahan untuk membuat minyak goreng, lemak pangan, margarin, lemak khusus (substitusi cacao butter), kue, biskuit, dan es krim. Dalam produksi nonpangan, minyak sawit dan minyak inti sawit digunakan sebagai bahan untuk membuat sabun, detergen, surfakat, pelunak (plasticizer), pelapis (surface coating), pelunas, sabun metalik, bahan bakar mesin diesel, dan kosmetika (Sunarko 2008). Hingga saat ini terdapat sekitar 23 jenis produk turunan CPO yang telah diproduksi di Indonesia. Dengan pengolahan CPO ini menjadi berbagai produk turunan, maka akan memberikan nilai tambah lebih besar lagi bagi negara karena harga relatif mahal dan stabil. Penggunaan CPO untuk industri hilirnya di Indonesia saat ini masih relatif rendah yaitu baru sekitar 35% dari total produksi (Kementerian Perindustrian 2012).

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sebagaimana dituangkan dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional menetapkan bahwa

2

Tim Dosen Mata Kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan. 2011. Handout Mata Kuliah Ilmu Tanaman

Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB

(tidak dipublikasikan).

(2)

7 industri berbasis CPO sebagai prioritas yang pengembangannya dapat dilakukan dengan pendekatan klaster. Berdasarkan road map pengembangan klaster industri prioritas Tahun 2010-2014 dalam hal pengelompokan Industri Pengolahan Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian (2009) adalah sebagai berikut:

1. Kelompok Industri Hulu

Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa sawit / tandan buah segar (hulu) kemudian diolah menjadi minyak sawit mentah (hilir perkebunan sawit dan hulu bagi industri yang berbasiskan CPO).

2. Kelompok Industri Antara

Dari minyak sawit (CPO) dapat diproduksi berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan ataupun nonpangan. Diantara kelompok industri antara sawit termasuk didalamnya industri olein, stearin, oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol)

3. Kelompok Industri Hilir

Dari produk antara sawit dapat diproduksi berbagai jenis produk yang sebagian besar adalah produk yang memiliki pangsa pasar potensial, baik untuk pangsa pasar dalam negeri maupun pangsa pasar ekspor.

Pengembangan industri hilir sawit perlu dilakukan mengingat nilai tambah produk hilir sawit yang tinggi. Jenis industri hilir minyak sawit spektrumnya sangat luas, hingga lebih dari 100 produk hilir yang telah dapat dihasilkan pada skala industri. Namun baru sekitar 23 jenis produk hilir (pangan dan nonpangan) yang sudah diproduksi secara komersial di Indonesia.

2.2. Pengembangan Industri Minyak Sawit dan Turunannya di Indonesia

Departemen Pertanian (2007) menyatakan bahwa produksi CPO Indonesia

yang diolah di dalam negeri sebagian besar masih dalam bentuk produk antara

seperti RBD palm oil, stearin dan olein, yang nilai tambahnya tidak begitu besar

dan baru sebagian kecil yang diolah menjadi produk-produk oleokimia dengan

nilai tambah yang cukup tinggi. Industri olahan minyak sawit terbesar di

(3)

8 Indonesia adalah industri minyak goreng. Industri minyak goreng yang diproses lewat refineri membutuhkan bahan baku CPO sekitar 4 hingga 5 juta ton setiap tahunnya. Saat ini tercatat Indonesia memiliki 94 refineri yang tersebar di 19 propinsi. Industri refinasi ini hanya menghasilkan nilai tambah yang relatif kecil tetapi kapasitas terpasang industri ini sudah terlalu besar (Kementerian Perindustrian 2011).

Kondisi sebaliknya terjadi pada industri oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, methyl esther, dan glycerine) masih relatif kecil padahal nilai tambahnya cukup besar. Hingga saat ini, di Indonesia tercatat sembilan produsen oleokimia dasar yang memproduksi fatty acid, fatty alcohol dan glycerine. Kapasitas terpasang fatty acid mencapai 986.000 ton/tahun, fatty alohol mencapai 490.000 ton/tahun dan glycerine mencapai 141.700 ton/tahun. Industri biodiesel atau methyl esther di Indonesia dimiliki oleh 20 produsen dengan total kapasitas terpasang mencapai 3,07 juta ton/tahun (Dewan Minyak Sawit Indonesia 2010).

Produk-produk yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat luas. Hal ini terlihat dari pohon industri minyak sawit mentah (CPO) yang tersaji pada Lampiran 8. Selain itu, pada Tabel 1 dijabarkan tentang jenis industri dan nilai tambahnya.

Tabel 1. Jenis Industri Berbasis Minyak sawit dan Nilai Tambahnya

No Produk Bahan baku Tingkat

Teknologi

Pertambahan Nilai

1 Olein & Stearin CPO Menengah 20%

2 Fatty acids CPO, PKO,katalis Tinggi 50%

3 Ester Palmitat,Miristat Tinggi 150%

4 Surfactant/emulsifier Stearat, Oleat,sorbitol, gliserol

Tinggi 200%

5 Sabun mandi CPO, PKO,

NaOH, pewarna, parfum

Sederhana 300%

6 Lilin Stearat Sederhana 300%

7 Kosmetik (lotion, cream), bedak, shampoo

Surfaktan, ester, amida

Sederhana 600%

Sumber : Departemen Pertanian (2007)

(4)

9 2.3. Penelitian Terdahulu

2.3.1. Dayasaing Komoditas Indonesia

Febriyanthi (2008) melakukan penelitian tentang dayasaing ekspor komooditi teh Indonesia di pasar internasional. Alat yang digunakan untuk meneliti dayasaing teh adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), sementara Teori Berlian Porter digunakan untuk menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keunggulan komoditi suatu negara. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa struktur pasar yang dihadapi teh Indonesia dalam pasar teh internasional, adalah pasar persaingan oligopoli dan pasar persaingan monopoli. Posisi Indonesia di masing-masing pasar tersebut adalah market follower. Akibatnya Indonesia sangat rentan terhadap adanya kekuatan pesaing- pesaing yang kuat, seperti Sri Langka, Kenya, Cina dan India. Berdasarkan analisis keunggulan komparatif, Indonesia memiliki dayasaing yang kuat. Namun dilihat dari keunggulan kompetitif, Indonesia masih berdayasaing lemah. Secara garis besar hal ini menunjukkan bahwa dayasaing Indonesia di pasar internasional masih lemah. Namun, dalam penelitiannya Febriyanthi (2008) belum melakukan analisis keterkaitan antar komponen yang menentukan dayasaing suatu negara (competitive advantage of nations). Analisis keunggulan komparatif dengan metode RCA menunjukkan bahwa komoditas teh Indonesia yang berdayasaing kuat adalah teh hijau kode HS 090210 dan teh hitam kode HS 090240 dikarenakan keunggulan komparatif yang dimiliki kedua produk itu dan nilai ekspor yang cukup tinggi, serta pangsa pasar yang luas.

Sari (2008) melakukan penelitian tentang analisis dayasaing dan strategi ekspor kelapa sawit (CPO) Indonesia di pasar internasional. Dalam penelitiannya, analisis yang dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pangsa pasar dan Revealed Comparative Advantage (RCA), sedangkan analisis kualitatif dengan menggunakan analisis SWOT. Dari hasil perhitungan, didapatkan bahwa pangsa pasar Indonesia berada pada posisi teratas kemudian disusul Malaysia dan Kolombia. Indonesia menguasai pangsa pasar dari tahun 2000 sampai dengan 2005, walaupun besarnya pangsa pasar Indonesia berfluktuasi tetapi cenderung tetap mengalami kenaikan.

CPO Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Hal ini

(5)

10 ditunjukkan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) yang lebih dari satu.

Kemudian, kendala dalam pemasaran dan produksi CPO Indonesia secara umum adalah kebijakan pemerintah yang menghambat, nilai (value) dan produktivitas yang rendah, tingginya biaya ekspor, penyelundupan CPO. Maka dari itu, strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan dayasaing ekspor CPO Indonesia adalah meningkatkan mutu, produksi hulu maupun hilir, penambahan dan perbaikan infrastruktur dan penataan kebijakan pemerintah mengenai pajak ekspor kelapa sawit.

Cahya (2010) melakukan penelitian tentang dayasaing ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Metode pengolahan data yang digunakan antara lain Herfindahl Index (HI), Concertation Ratio (CR), Revealed Comparative Advantage (RCA), Teori Berlian Porter, dan Analisis SWOT. Hasil analisis kompetitif ikan tuna Indonesia melalui Teori Berlian Porter menunjukkan bahwa ikan tuna Indonesia belum memiliki keunggulan kompetitif. Keadaan sumberdaya faktor (alam, manusia, iptek, modal, dan infrastrukutur) masih mengalami banyak masalah, kondisi permintaan di dalam dan luar negeri cukup baik, keberadaan industri terkait dan pendukung belum cukup baik untuk menunjang keadaan ikan tuna nasional. Struktur persaingan ikan tuna di pasar internasional sangat ketat terkait munculnya pesaing baru terkait adanya teknologi budidaya, posisi tawar pembeli dan pemasok yang cukup tinggi, adanya produk substitusi seperti ikan salmon, dan negara pesaing yang terus meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya. Peran pemerintah sudah cukup baik namun masih perlu ditingkatkan terkait dengan perbaikan kondisi faktor sumberdaya yang menjadi masalah utama dalam pengembangan ikan tuna nasional. Peran kesempatan yang ada seperti penemuan teknologi budidaya dan adanya perdagangan bebas dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dayasaing ikan tuna nasional.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah dalam penelitian

ini dilakukan penentuan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen minyak

sawit dibandingkan negara lainnya dengan menggunakan Revealed Comparative

Advantage. Selain itu ada analisis komponen-komponen penentu dayasaing suatu

komoditas serta keterkaitan antar komponen tersebut dengan menggunakan

Porter’s Diamond Theory. Ditambah lagi, penelitian ini juga dilengkapi dengan

(6)

11 analisis pengembangan industri minyak sawit di Indonesia dengan menggunakan analisis SWOT dan dipetakan dalam bentuk arsitektur strategi yang selanjutnya analisis tersebut dapat digunakan sebagai informasi dalam membuat strategi pengembangan industri minyak sawit di Indonesia untuk meningkatkan dayasaing minyak sawit Indonesia.

2.3.2. Strategi Pengembangan Komoditas

Cahyani (2008) melakukan penelitian mengenai dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis gula Indonesia. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa hasil peramalan menunjukkan konsumsi gula Indonesia sampai tahun 2025 terjadi peningkatan. Sedangkan produksi gula cenderung konstan. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi gula dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Selain itu, jika dilihat dari tiap komponen dayasaing agribisnis gula, terdapat keterkaitan antar komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung. Namun, keterkaitan yang tidak saling mendukung lebih dominan dalam penelitian ini. Hal ini menyebabkan dayasaing agribisnis gula Indonesia masih lemah. Beberapa strategi yang dirumuskan untuk meningkatkan dayasaing agribisnis gula diantaranya adalah mengoptimalkan sumberdaya yang ada, pengembangan produk hasil samping pengolahan gula, peningkatan kualitas dan efisiensi produksi gula, meningkatkan kinerja usahatani dengan penerapan teknologi on farm, penguatan kelembagaan, menjaga ketersediaan pasokan tebu, pengaturan produksi dan impor gula rafinasi, menciptakan lembaga permodalan bagi petani dan industri gula, rehabilitasi sarana prasarana penunjang pabrik gula, penataan varietas dan pembibitan, mengatur ketersediaan pupuk dan bibit dalam waktu, jumlah, jenis, dan harga yang tepat, pengembangan industri gula di luar Jawa, perbaikan manajemen tebang muat angkut (TMA), mencari teknik budidaya yang sesuai untuk lahan bukan sawah, rehabilitasi tanaman tebu keprasan (bongkar ratoon). Cahyani (2008) juga merumuskan rancangan arsitektur strategik agribisnis gula di Indonesia.

Puspita (2009) melakukan penelitian mengenai dayasaing serta

pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Dalam penelitiannya

disebutkan bahwa dalam sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia, masing-

(7)

12 masing subsistem agribisnis belum saling mendukung dan terkait satu sama lain.

Hal ini terlihat pada subsistem agribisnis hulu yang belum terbentuk sehingga sarana produksi berupa benih masih sulit diperoleh. Selain itu, kegiatan usahatani juga belum mampu mendukung subsistem agribisnis hilir yang telah berkembang.

Strategi yang digunakan untuk mengembangkan dan mengingkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal diantaranya adalah optimalisasi lahan gandum lokal, membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan, penguatan kelembagaan, melakukan bimbingan, pembinaan dan pendampingan bagi petani, membentuk kerjasama antara petani dengan industri makanan, menciptakan sumber permodalan bagi petani, mengatur ketersediaan benih, menciptakan varietas gandum baru untuk dataran rendah dan medium, melakukan sosialisasi dan promosi agribisnis gandum lokal, pembatasan volume impor, menciptakan produk olahan gandum lokal berkualitas tinggi untuk pasar tertentu serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal. Puspita (2009) juga merumuskan rancangan arsitektur strategik agribisnis gandum lokal di Indonesia.

Nurunisa (2011) melakukan penelitian mengenai dayasaing dan strategi pengembangan agribisnis teh Indonesia. Analisis dayasaingnya menggunakan Sistem Berlian Porter menunjukan bahwa komponen faktor sumberdaya dan komponen komposisi permintaan domestik, serta komponen faktor sumberdaya dengan komponen industri terkait dan industri telah saling mendukung, sementara komponen lainnya belum saling mendukung. Selain itu, apabila dilihat dari komponen pendukungnya, komponen peranan pemerintah baru memiliki keterkaitan yang mendukung dengan komponen faktor sumberdaya saja, sementara komponen peranan kesempatan telah mampu mendukung semua komponen utama. Strategi peningkatan dayasaing yang dihasilkan melalui analisis Matriks SWOT lebih mengarah kepada strategi peningkatan kinerja petani teh rakyat, yaitu dengan meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelompok tani dan dukungan dari adanya asosiasi dan Dewan Teh Indonesia.

Sementara untuk perkebunan besar negara dan swasta strategi lebih mengarah

kepada peningkatan produksi dan diversifikasi produk, khususnya untuk produk

teh tujuan ekspor. Permasalahan lain yang menjadi fokus strategi adalah

permasalahan yang terkait dengan konsumsi teh, strategi yang digunakan lebih

(8)

13 diutamakan kepada peningkatan upaya promosi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai teh dan manfaatnya. Kemudian, strategi yang telah dihasilkan dipetakan ke dalam rancangan arsitektur strategik, sehingga dihasilkan rancangan arsitektur strategik agribisnis teh Indonesia.

Sari (2011) melakukan penelitian mengenai dayasaing dan strategi pengembangan kedelai lokal di Indonesia. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa dalam sistem agribisnis kedelai lokal di Indonesia, masing-masing subsistem agribisnis belum saling mendukung dan terkait satu sama lain. Hasil analisis Sistem Berlian Porter menunjukkan bahwakomponen utama agribisnis kedelai lokal di Indonesia dayasaingnya lemah, namun dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia tersebut sangat didukung oleh komponen pendukungnya. Pada komponen peranan pemerintah ternyata kebijakan dan sikap yang diberikan pemerintah terhadap agribisnis kedelai lokal di Indonesia telah mendukung seluruh komponen dalam agribisnis kedelai di Indonesia. Begitu juga dengan komponen kesempatan yang memberikan dukungan terhadap seluruh komponen dalam agribisnis kedelai di Indonesia. Beberapa alternatif strategi digunakan untuk mengembangkan dan mengingkatkan dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Rancangan arsitektur strategik dibuat berdasarkan perumusan strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah

pada metode yang digunakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-

penelitian terdahulu adalah pada komoditi yang diteliti. Penelitian ini

menganalisis dayasaing minyak sawit Indonesia dan juga berusaha untuk

merumuskan strategi pengembangan industri minyak sawit Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

KATA PENGANTAR ……….. Latar Belakang Masalah ……….. Tujuan Penelitian ………. Sistematika Skripsi ……….. Landasan Teori ………. Tujuan Pengukuran Kinerja ………..

Observasi merupakan proses pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis mengenai prilaku dan proses kerja. 21 Adapun data yang diperoleh dari metode

Za istraživanje učinkovitosti dodatka za preglednike izabrana je najslabije rangirana web stranica u istraživanju pristupačnosti web stranica, na taj način moguće je saznati

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, likuiditas, profitabilitas, leverage dan efisiensi terhadap luas pengungkapan sukarela laporan

Dalam hal ini pasangan kandidat pada Pemilukada Tabanan yaitu Eka-Jaya dan Jana-Merta pada saat diadakan kampanye di desa senganan, mereka melakukan pendekatan dengan

Pemberian minyak buah merah sebagai antioksidan pada plasenta mencit bunting sebelum dipapar timah hitam dapat menurunkan ekspresi caspase-8 pada sel trofoblas

Penelitian dan pengembangan media ajar IPA menggunakan teknologi multimedia ini dilakukan pada kelas V Sekolah Dasar semester 2 dengan asumsi bahwa siswa pada kelas V ini

Uraian yang dikemukakan di atas mengenai pentingnya penggunaan komunikasi partisipatif terutama pada pelaksanaan program pembangunan maka dipandang perlu dilakukan