BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Teki
2.1.1 Taksonomi tumbuhan
Menurut Sugati (1991), taksonomi tumbuhan rumput teki adalah: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Cyperales Suku : Cyperaceae Marga : Cyperus
Jenis : Cyperus rotundus Linn 2.1.2 Deskripsi tumbuhan
Rumput teki atau terkadang disebut teki, tekan, motta, karehawai, rukut teki, rukut wuta adalah rumput yang dapat hidup sepanjang tahun. Beberapa negara memberi nama tumbuhan ini: musta, mustaka, mutha, mothan, nagamothan, xiang fu, nutgrass, tirirca, tagernut, hama - suge, so ken chiu, tage - tage (Dalimartha, 2009).
Teki tumbuh liar di tempat terbuka pada lapangan rumput, pinggir jalan, tanah terlantar, tegalan, atau lahan pertanian yang tumbuh sebagai gulma yang sukar diberantas. Rumput ini bisa tumbuh pada bermacam - macam tanah dan terdapat dari 1 - 1000 m dpl (Dalimartha, 2009).
Rumput teki merupakan tumbuhan terna, batang segitiga dan bersudut tajam. Daun 4 - 10 helai berjejal pada pangkal batang membentuk roset akar, dengan pelepah daun tertutup tanah. Helaian daun bangun pita, bertulang sejajar, tepi rata, permukaan atas berwarna hijau mengilap dengan panjang 10 - 60 cm dan lebar 2 - 6 cm. Perbungaan majemuk berbentuk bulir mempunyai 8 - 25 bunga yang berkumpul berbentuk paying, berwarna kuning atau cokelat kuning. Buah berbentuk batu, kecil, bentuknya memanjang sampai bulat telur sungsang. Umbi menjalar, berbentuk kerucut yang besar pada pangkalnya, kadang - kadang melekuk, berwarna cokelat, berambut halus berwarna cokelat atau cokelat kehitaman, keras, wangi dan panjang 1,5 - 4,5 cm dengan diameter 5 - 10 mm (Dalimartha, 2009).
2.1.3 Manfaat umbi rumput teki
Umbi rumput teki merupakan tumbuhan serbaguna, banyak digunakan dalam pengobatan tradisional di seluruh dunia untuk mengobati kejang perut, luka, bisul dan lecet. Sejumlah aktivitas farmakologi dan biologi termasuk anti-Candida, antiinflamasi, antidiabetes, antidiare, sitoprotektif, antimutagenik, antibakteri, antioksidan, sitotoksik dan apoptosis, aktivitas analgesik dan antipiretik telah dilaporkan untuk tumbuhan ini (Lawal dan Adebola, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Puspitasari, dkk., (2003), ekstrak etanol umbi teki dapat mengurangi jumlah geliat pada mencit yang diinduksi nyeri secara kimiawi. Ekstrak umbi teki dapat memperpanjang waktu reaksi mencit setelah induksi nyeri secara termik. Ekstrak umbi teki dosis 7 mg/20g BB dapat berpengaruh nyata dalam mengurangi jumlah geliat mencit setelah induksi nyeri secara kimiawi dan memperpanjang waktu reaksi mencit setelah induksi nyeri
secara termik. Ekstrak umbi teki dosis 7 mg/20g BB mempunyai efek analgesik yang paling efektif yaitu tidak berbeda dengan asetosal 200 mg/kg BB.
2.1.4 Kandungan umbi rumput teki
Rumput teki, seperti tumbuhan lain, memiliki banyak kandungan kimia, banyak yang dapat menunjukkan aktivitas farmakologi, namun komponen aktif utama tampaknya adalah seskuiterpen. Di antara seskuiterpen utama yang diidentifikasi dalam umbi rumput teki sejauh ini adalah: α-cyperone, β-selinene, cyperene, cyperotundone, patchoulenone, sugeonol, kobusone, dan isokobusone. (Subhuti, 2005).
Komposisi kimia dari minyak volatile rumput teki telah banyak dipelajari. Fourchemotypes (H-, K-, M-, O-) dari minyak esensial dari berbagai bagian Asia telah dilaporkan. H - type dari Jepang yang ditemukan mengandung α-cyperone (36,6%), β-selinene (18,5%), cyperol (7,4%) dan caryophyllene (6,2%). M-type dari Cina, Hongkong, Jepang, Taiwan dan Vietnam mengandung α-cyperone (30,7%), cyperotundone (19,4%), β-selinene (17,8%), cyperene (7,2%) dan cyperol (5,6%). O-type dari Jepang, Taiwan, Thailand, Hawai dan Filipina ditandai oleh cyperene (30,8%), cyperotundone (13,1%) dan β-elemene (5,2%). K-type yang juga berasal dari Hawai, didominasi oleh cyperene (28,7%), cyperotundone (8,8%), patchoulenyl acetatet (8,0%) dan sugeonyl acetate (6,9%) (Lawal dan Adebola, 2009).
Studi fitokimia sebelumnya pada Cyperus rotundus mengungkapkan adanya beberapa bahan kimia yang terkandung yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, pati, glikosida, seskuiterpen dan saponin (Lawal dan Adebola, 2009). Kandungan nutrisi umbi rumput teki sebagai berikut: lemak (29,48 ± 0,28)%, protein (9,04 ±
0,33)%, abu (2,67 ± 0,21)%, serat (12,63 ± 0,01)% dan karbohidrat (21,47 ± 0,83)%. Kandungan mineralnya sebagai berikut: tembaga (28,11 ± 0,02) mg/100g, magnesium (50,76 ± 0,50) mg/100g, kalium (110,11 ± 0,71) mg/100g, kalsium (16,40 ± 0,32) mg/100 g dan natrium (110,11 ± 0,71) mg/100g (Oladunni, dkk., 2011).
2.2 Mineral
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur - unsur mineral. Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur mineral yang berbeda jenisnya yang diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik (Winarno, 1995).
Mineral merupakan bagian dari tubuh juga memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Jumlah mineral mikro dalam tubuh kurang dari 15 mg (Almatsier, 2001).
2.2.1 Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5 - 2% dari berat badan orang dewasa. Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh antara lain pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi - reaksi biologik, kontraksi otot serta menjaga permeabilitas membran sel (Almatsier, 2001).
Angka kecukupan rata - rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) sebagai berikut bayi 300 - 400 mg, anak - anak 500 mg, remaja 600 - 700 mg, dewasa 500 - 800 mg, ibu hamil dan menyusui ± 400 mg. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu, dapat menyebabkan konstipasi. Kelebihan kalsium bisa terjadi bila menggunakan suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier, 2001).
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya. Tulang rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis. Kadar kalsium dalam darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang. Kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan, sehingga terjadi kejang otot misalnya pada kaki (Almatsier, 2011).
Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik, serealia, kacang - kacangan dan hasil olahan kacang - kacangan, tahu dan tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier, 2001).
2.2.2 Kalium
Tubuh seorang dewasa mengandung kalium (250 g) dua kali lebih banyak dari natrium (110 g) (Winarno, 1995). Seperti halnya natrium, kalium merupakan
ion bermuatan positif, akan tetapi berbeda dengan natrium, kalium terutama terdapat di dalam sel. Perbandingan natrium dan kalium di dalam cairan intraselular adalah 1:10, sedangkan di dalam cairan ekstraselular 28:1. Sebanyak 95% kalium tubuh berada di dalam cairan ekstraselular (Almatsier, 2001).
Bersama natrium, kalium memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam basa. Bersama kalsium, kalium berperan dalam transmisi saraf dan relaksasi otot. Di dalam sel, kalium berfungsi sebagai katalisator dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis glikogen dan protein. Tekanan darah normal memerlukan perbandingan antara natrium dan kalium yang sesuai di dalam tubuh (Almatsier, 2001).
Karena merupakan bagian esensial semua sel hidup, kalium terdapat di dalam semua makanan baik berasal dari tumbuh - tumbuhan maupun hewan. Sumber utama adalah makanan mentah/segar, terutama buah, sayuran dan kacang - kacangan. Kebutuhan minimum akan kalium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari. Kekurangan kalium dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui saluran cerna atau ginjal. Kehilangan banyak melalui saluran cerna dapat terjadi karena muntah - muntah, diare kronis atau kebanyakan menggunakan laksan (obat pencuci perut). Kebanyakan kehilangan melalui ginjal adalah karena penggunaan obat - obat diuretik terutama untuk pengobatan hipertensi. Dokter sering memberikan suplemen kalium bersamaan dengan obat - obatan ini. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, kelumpuhan, mengigau dan konstipasi. Kelebihan kalium akut dapat terjadi bila konsumsi melalui saluran cerna atau tidak melalui saluran cerna (parenteral) melebihi 18 g
untuk orang dewasa tanpa diimbangi oleh kenaikan ekskresi. Hiperkalemia akut dapat menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian. Kelebihan kalium dapat terjadi bila ada gangguan fungsi ginjal (Almatsier, 2001).
2.2.3 Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Cairan saluran cerna, sama seperti cairan empedu dan pankreas, mengandung banyak natrium. Sebagai kation utama dalam cairan ekstraseluler, natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut. Natriumlah yang sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel - sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Natrium menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh dengan mengimbangi zat - zat yang membentuk asam. Natrium berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot. Natrium berperan pula dalam absorpsi glukosa dan sebagai alat angkut zat - zat gizi lain melalui membran, terutama melalui dinding usus sebagai pompa natrium (Almatsier, 2001).
Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamat, kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Di antara makanan yang belum diolah, sayuran dan buah mengandung paling sedikit natrium. WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari. Pembatasan ini dilakukan mengingat peranan potensial natrium dalam menimbulkan tekanan darah tinggi (hipertensi) (Almatsier, 2001).
Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis dan kehilangan nafsu makan. Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, keringat berlebihan dan bila menjalankan diet yang sangat terbatas dalam natrium. Bila
kadar natrium darah turun, perlu diberikan natrium dan air untuk mengembalikan keseimbangan. Kelebihan natrium dapat menimbulkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi. Hal ini dapat diatasi dengan banyak minum. Kelebihan konsumsi natrium secara terus - menerus terutama dalam bentuk garam dapur dapat menimbulkan hipertensi (Almatsier, 2001).
2.3 Analisis Kualitatif 2.3.1 Kalsium
Kalsium membentuk kation kalsium(II), Ca2+, dalam larutan - larutan air. Garam - garamnya biasanya berupa bubuk putih dan membentuk larutan yang tidak berwarna. Untuk mempelajari reaksi - reaksi kualitatif umumnya digunakan larutan kalsium klorida (Svehla, 1990).
Menurut Svehla, (1990), reaksi - reaksi kualitatif untuk ion kalsium adalah sebagai berikut:
1. Dengan penambahan larutan amonium karbonat, akan terbentuk endapan amorf putih kalsium karbonat yang membentuk kristal dengan mendidihkannya. Endapan larut dalam air yang mengandung asam karbonat berlebihan (misal air soda yang baru dibuat) dan jika dididihkan akan mengendap kembali.
2. Dengan penambahan larutan asam sulfat encer, akan terbentuk endapan kristal putih kalsium sulfat yang cukup larut dalam air. Dengan adanya etanol, kelarutannya menjadi jauh lebih sedikit. Endapan melarut dalam asam sulfat pekat. Jika dilihat di bawah mikroskop, kristal kalsium sulfat berbentuk seperti kumpulan jarum yang memanjang.
3. Dengan penambahan larutan amonium oksalat, akan terbentuk endapan kristal putih kalsium oksalat, segera dari larutan - larutan pekat dan lambat dari larutan - larutan encer. Pengendapan dipermudah dengan menjadikan larutan bersifat basa. Endapan praktis tidak larut dalam air, tidak larut dalam asam asetat, tetapi mudah larut dalam asam - asam mineral. . Jika dilihat di bawah mikroskop, kristal kalsium oksalat berbentuk seperti amplop.
4. Dengan penambahan reagensia asam pikrolonat, akan terbentuk kristal - kristal empat persegi panjang yang khas dari kalsium pikrolonat.
5. Dengan uji nyala menggunakan kawat Ni/Cr, ion kalsium akan memberikan nyala merah bata pada nyala bunsen.
2.3.2 Kalium
Garam - garam kalium mengandung kation monovalen K+. Garam - garam ini biasanya larut dan membentuk larutan yang tidak berwarna, kecuali bila anionnya berwarna. Untuk mempelajari reaksi - reaksi kualitatif umumnya digunakan larutan kalium klorida (Svehla, 1990).
Menurut Svehla, (1990), reaksi - reaksi kualitatif untuk ion kalium adalah sebagai berikut:
1. Dengan penambahan larutan natrium heksanitritokobaltat(III), akan terbentuk endapan kuning kalium heksanitritokobaltat(III). Endapan tidak larut dalam asam asetat encer. Endapan terbentuk segera dari larutan pekat dan lambat dari larutan encer.
2. Dengan penambahan larutan asam tartrat, akan terbentuk endapan kristalin putih kalium hidrogen tartrat. Endapan sedikit larut dalam air. Pengendapan dapat dipercepat dengan penambahan alkohol.
3. Dengan penambahan larutan asam perklorat, akan terbentuk endapan kristalin putih kalium perklorat. Endapan sedikit larut dalam air dan praktis tidak larut dalam alkohol.
4. Dengan penambahan larutan asam pikrat, akan terbentuk endapan kristal kuning kalium pikrat. Jika dilihat di bawah mikroskop, kristal kalium pikrat berbentuk seperti jarum kasar.
5. Dengan uji nyala menggunakan kawat Ni/Cr, ion kalium akan memberikan warna ungu lembayung pada nyala bunsen.
2.3.3 Natrium
Dalam garam - garamnya, natrium berada sebagai kation monovalen Na+. Garam - garam ini membentuk larutan yang tidak berwarna, hampir semua garam natrium larut dalam air. Untuk mempelajari reaksi - reaksi kualitatif umumnya digunakan larutan natrium klorida (Svehla, 1990).
Menurut Svehla, (1990), reaksi - reaksi kualitatif untuk ion natrium adalah sebagai berikut:
1. Dengan penambahan larutan uranil magnesium asetat, akan terbentuk endapan kristalin kuning natrium uranil magnesium asetat. Pengendapan dapat dipercepat dengan penambahan alkohol.
2. Dengan penambahan reagensia zink uranil asetat, akan terbentuk endapan kristalin kuning natrium zink uranil asetat. Reaksi ini cukup selektif untuk natrium. Jika dilihat di bawah mikroskop, kristal natrium zink uranil asetat berbentuk jarum halus.
3. Dengan penambahan larutan asam pikrat, akan terbentuk endapan kristal kuning natrium pikrat. Jika dilihat di bawah mikroskop, kristal natrium pikrat berbentuk seperti jarum halus yang tersusun di pinggir.
4. Dengan uji nyala menggunakan kawat Ni/Cr, ion natrium akan memberikan warna kuning keemasan pada nyala bunsen.
2.4 Spektrofotometri Serapan Atom
Pemanfaatan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955 (Khopkar, 1984). Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur - unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak bergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2007).
Metode spektrofotometri serapan atom mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom - atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sedang kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom yang mana pada transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan ke tingkat eksitasi. Tingkat eksitasinya pun
bermacam - macam. Misalkan, suatu unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6 dan 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s ini dapat mengalami eksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV atau ke tingkat 4p dengan energi 3,6 eV, masing - masing sesuai dengan panjang gelombang 589 nm dan 330 nm (Khopkar, 1984).
Keberhasilan analisis dengan spektrofotometri serapan atom ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Temperatur nyala harus sangat tinggi. Jumlah atom natrium yang tereksitasi dari keadaan asas (3s) ke keadaaan tereksitasi 3p adalah kecil (Gandjar dan Rohman, 2007). Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah propana, butana, hidrogen dan asetilen, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen, N2O dan asetilen
(Khopkar, 1984). Pentingnya suhu pada proses eksitasi untuk dilakukan pengukuran spektrofotometri serapan atom dapat dilihat pada tabel 2.1 (Gandjar dan Rohman, 2007).
Tabel 2.1 Eksitasi atom pada berbagai suhu
Atom Panjang
gelombang
Banyaknya atom yang tereksitasi
2000ºK 3000ºK 4000ºK
Cs 852 4x10-4 7x10-3 3x10-3
Na 590 1x10-5 6x10-4 4x10-3
Ca 420 1x10-7 4x10-3 6x10-4
Zn 210 7x10-15 6x10-20 2x10-2
Logam - logam yang mudah diuapkan seperti Cu, Pb, Zn, Cd, umumnya ditentukan pada suhu rendah sedangkan untuk unsur - unsur yang tak mudah diatomisasi diperlukan suhu tinggi. Suhu tinggi dapat dicapai dengan
menggunakan suatu oksidator bersama dengan gas pembakar, contohnya atomisasi unsur seperti Al, Ti, Be, perlu menggunakan nyala oksiasetilena atau nyala nitrogen oksiasetilena sedangkan untuk atomisasi unsur alkali yang membentuk refraktori harus menggunakan campuran asetilen udara. Atomisasi sempurna sampai saat ini sulit dicapai, meskipun sudah banyak kombinasi bermacam gas. Belakangan ini ada kecenderungan untuk menggunakan tungku grafit yang dengan mudah dalam beberapa detik dapat mencapai temperatur 2000 - 3000ºK (Khopkar, 1984).
2.4.1 Instrumen spektrofotometri serapan atom
Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2.1 Instrumen spektrofotometer serapan atom 2.4.1.1 Sumber sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah. Bila antara anoda dan katoda diberi suatu selisih
tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas - berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron - elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas - gas mulia yang diisikan tadi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Akibat dari tabrakan - tabrakan ini membuat unsur - unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion - ion gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur - unsur yang akan dianalisis. Unsur - unsur ini akan ditabrak oleh ion - ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur - unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom - atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi - energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.4.1.2 Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom - atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom - atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless).
a. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala
tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen - udara suhunya sebesar 2200ºC dan gas asetilen - dinitrogen oksida (N2O) sebesar 3000ºC .
Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Tanpa nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann. Sejumlah sampel diambil sedikit, lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom - atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.4.1.3 Monokromator
Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak panjang gelombang yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.4.1.4 Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.4.1.5 Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4.2 Gangguan - gangguan pada spektrofotometri serapan atom
Gangguan - gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa - peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi kimia (Khopkar, 1984).
Menurut Gandjar dan Rohman, (2007), gangguan - gangguan yang terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul - molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. Adanya gangguan - gangguan di atas dapat diatasi dengan menggunakan cara - cara sebagai berikut:
a. Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi b. Penambahan senyawa penyangga
d. Pengekstraksian ion atau gugus pengganggu
4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik. Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom - atom yang akan dianalisis.
2.6 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:
a. Kecermatan (Accuracy)
Kecermatan (accuracy) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu:
1. Metode simulasi
Metode simulasi (spiked - placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).
2. Metode penambahan baku
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004).
Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel placebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi (Harmita, 2004).
b. Keseksamaan (Presicion)
Keseksamaan (presicion) diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel -sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).
Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004).
c. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).
d. Linearitas dan rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).
Secara statistik linearitas dari kurva kalibrasi dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Nilai r ≥ 0,95 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Shargel dan Andrew, 1999).
e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation) Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda - beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko (Harmita, 2004).
f. Ketangguhan metode (Ruggedness)
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan lain - lain. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara laboratorium dan antar analis (Harmita, 2004).
g. Kekuatan (Robustness)
Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak dibatasi) perubahan komposisi organik fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2 - 3ºC). Perubahan lainnya dapat dilakukan bila sesuai dengan laboratorium (Harmita, 2004).