5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kampanye
Ruslan (2013), mengartikan kampanye sebagai kegiatan komunikasi persuasif yang fokus dan terencana dengan jelas, yang ditujukan untuk khalayak tertentu dalam periode waktu yang telah ditentukan.
2.1.1. Tujuan Kampanye
Ostergaard (2002), dikutip dari Venus (2018), menyatakan ada tiga aspek yang saling berkaitan dan harus dilakukan secara bertahap demi berjalannya kampanye, yaitu:
1. Awareness
Memunculkan kesadaran masyarakat mengenai suatu masalah dengan harapan dapat menarik perhatian target untuk memahami masalah tersebut, kemudian memberikan informasi mengenai kampanye.
2. Attitude
Membuat pendapat atau sikap yang memihak topik kampanye, seperti simpati, suka dan kepedulian terhadap masalah.
3. Action
Merubah perilaku masyarakat sehingga dapat melakukan tindakan sesuai dengan kampanye yang dijalankan, hal ini dijadikan tolak ukur keberhasilan sebuah kampanye.
6 2.1.2. Jenis Kampanye
Larson (1992), dikutip dari Ruslan (2013, hlm. 25), mengklasifikasikan kampanye menjadi:
1. Kampanye Produk
Berorientasi pada produk, biasanya dipakai untuk kegiatan komersial seperti pemasaran produk atau jasa, contohnya kampanye Bijak Berplastik dari PT Danone AQUA yang baru-baru ini membuat air minum yang dikemas dalam botol plastik hasil daur ulang.
2. Kampanye Kandidat
Berorientasi pada kandidat, biasanya dipakai untuk kepentingan politik, contohnya kampanye Joko Widodo – Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019.
3. Kampanye Sosial
Berorientasi pada perubahan sosial, biasanya bertujuan untuk mengenalkan kebiasaan baru yang positif, contohnya membawa kantong belanja sendiri, sehingga tidak memerlukan plastik. Penulis memakai jenis kampanye ini dengan tujuan dapat meningkatkan kesadaran target untuk menonton film sesuai usia di bioskop.
2.1.3. Teknik Kampanye
Ruslan (2013) membagi teknik kampanye dengan tujuan pesan kampanye dapat tersampaikan dengan baik menjadi 7, yaitu:
1. Partisipasi
Memanfaatkan minat atau ketertarikan target dengan tujuan dapat membangun rasa untuk saling menghargai dan mengerti satu sama lain.
7 2. Asosiasi
Memanfaatkan kejadian, peristiwa atau topik populer yang sudah atau sedang terjadi dengan tujuan dapat menarik perhatian target kampanye.
3. Integratif
Menempatkan diri sebagai target kampanye dengan cara menggunakan kata- kata “kita”, “kami”, dan sebagainya dengan tujuan memperlihatkan kepada target bahwa kampanye merupakan kepentingan bersama bukan hanya milik pelaksana.
4. Ganjaran
Mempengaruhi target dengan dua cara, yaitu memberikan ancaman untuk membangkitkan rasa takut atau kekhawatiran dan iming-iming berupa hadiah atau manfaat yang mampu membujuk target sehingga mau berpartisipasi.
5. Penataan Patung Es
Menyampaikan pesan kampanye dengan sedemikian rupa sehingga menarik untuk dilihat, nyaman untuk didengar, mudah untuk diingat, dan sebagainya.
6. Empati
Menempatkan diri ke dalam situasi atau kondisi target kampanye dengan tujuan dapat memperoleh empati dari target.
7. Paksaan
Menggunakan ancaman dengan paksaan dengan tujuan dapat membangkitkan ketakutan atau kekhawatiran bagi target kampanya apabila menghiraukan pesan yang ada di dalam kampanye.
8 2.1.4. Strategi Komunikasi
Schramm (2008), dikutip dari Ruslan (2013, hlm. 38), menyatakan ada 4 strategi komunikasi yang menentukan proses keberhasilan kampanye, yaitu:
1. Dibuat secara menarik agar dapat menarik perhatian target,
2. Dilambangkan melalui gambar atau tulisan yang mudah dipahami target, 3. Menimbulkan kebutuhan atau kebiasaan baru pada target,
4. Merupakan kebutuhan atau kebiasaan yang dapat dilakukan.
2.1.5. Strategi Penyampaian Kampanye
Sugiyama dan Andree (2010), menjelaskan bahwa strategi penyampaian kampanye terbagi menjadi 5 tahap yaitu attention, interest, search, action, dan share yang disingkat menjadi AISAS. Strategi ini dimulai pada saat target melihat salah satu media kampanye yang berhasil menggaet minatnya, sehingga timbul rasa ketertarikan dan keingintahuan untuk mulai mencari informasi terkait kampanye tersebut, setelah berhasil mencari informasi yang dibutuhkan target akan memutuskan untuk mengikuti pesan yang terkandung di dalam kampanye atau tidak, jika target mengikuti maka tahap keempat sudah selesai dan selanjutkan target akan masuk ke tahap terakhir yaitu membagikan, tahap ini berperan penting dalam penyebaran kampanye. Strategi ini tidak harus selalu mengikuti semua tahapan, dalam artian setelah tahap action dan interest, tahapan lain dapat dilewati atau diulang.
9 Gambar 2.1. AISAS sebagai Strategi Penyampaian Kampanye
(The Dentsu Way, 2010)
2.1.6. Tahapan Perancangan Kampanye
Gregory (2000) menjelaskan bahwa perencanaan kampanye wajib dilakukan agar kampanye berjalan dengan lancar. Venus (2018) menetapkan 7 tahap sebagai komponen perancangan kampanye, yaitu:
1. Analisa Masalah
Pengumpulan latar belakang informasi terkait permasalahan yang terjadi dan menganalisa kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman untuk mengetahui potensi dan permasalahan yang akan dihadapi.
2. Tujuan Program Kampanye
Menentukan tujuan yang akan dicapai secara jelas, spesifik, dan realistis.
3. Sasaran Kampanye
Identifikasi dan segmentasi target potensial sesuai dengan tujuan agar proses kampanye lebih terfokus. Arens (1999) mengatakan bahwa segmentasi target ditentukan oleh demografis, geografis, perilaku, dan psikografis.
4. Pesan Kampanye
Pesan digunakan sebagai media untuk mengiring target ke tujuan yang akan dicapai, dengan cara membuat tema kampanye secara keseluruhan.
10 5. Strategi dan Taktik
Menyusun big idea atau pendekatan yang akan digunakan dalam kampanye yang berdasarkan permasalahan, tujuan, dan target yang sudah dipilih.
6. Alokasi Waktu dan Sumber Daya
Memaparkan waktu dan sumber daya dalam bentuk ringkasan sejelas mungkin, waktu meliputi tahap perancangan awal hingga selesai sedangkan sumber daya meliputi manusia, biaya operasional, dan peralatan.
7. Evaluasi
Mengetahui pencapaian yang sudah diperoleh kampanye, sehingga dapat digunakan sebagai tolak ukur atas keberhasilan kampanye dalam menarik perhatian atau mempengaruhi target sehingga menghasilkan kebiasan baru yang sesuai dengan tujuan awal kampanye.
Desain Komunikasi Visual 2.2.1. Prinsip Desain
Pentak dan Lauer (2016), membagi prinsip dalam desain menjadi 5 bagian, yaitu:
1. Kesatuan
Kesatuan dalam desain direncanakan dan dikendalikan oleh desainer, agar komposisi yang diciptakan mempunyai harmoni, dengan cara menciptakan persepsi visual berupa pengelompokan, pengulangan, atau kesinambungan objek dengan bantuan area negatif.
2. Emphasis
Emphasis dibuat untuk menarik perhatian dengan memfokuskan target ke objek utama, emphasis dapat dicapai dengan cara mengatur kontras, isolasi,
11 atau penempatan objek sehingga dapat dijadikan titik fokus karya.
3. Skala dan Proporsi
Skala digunakan untuk menarik perhatian dengan cara memperkecil atau memperbesar objek sehingga tidak sesuai dengan ukuran aslinya, juga sebagai panduan hirarki visual.
4. Keseimbangan
Keseimbangan dibuat dengan membagi objek secara simetris atau meletakkan objek yang berbeda namun memiliki persamaan warna, tekstur atau motif.
5. Irama
Irama merupakan prinsip yang berdasarkan repetisi visual, baik dari warna, garis, bidang, atau tekstur.
2.2.2. Warna
Ambrose dan Harris (2016) menyatakan warna sebagai figur penting dalam desain yang menciptakan kedinamisan sehingga dapat menarik minat pembaca, selain itu warna juga dapat mengarahkan mata pembaca dari bagian satu ke yang lainnya, warna terbagi menjadi 3 komponen dasar, yaitu warna, kecerahan, dan saturasi.
Gambar 2.2. Warna
(https://i.stack.imgur.com/xjgXX.jpg, 2017)
Gambar 2.3. Kecerahan (https://i.stack.imgur.com/xjgXX.jpg, 2017)
Gambar 2.4. Saturasi
(https://i.stack.imgur.com/xjgXX.jpg, 2017)
12 2.2.2.1. Harmoni Warna
Adams dan Stone (2017) menjelaskan harmoni warna sebagai perpaduan yang menciptakan harmonisasi berdasarkan roda warna, yang dibagi menjadi:
1. Komplementer
Perpaduan antar dua warna kontras yang berseberangan.
Gambar 2.5. Komplementer (Color Design Workbook, 2017)
2. Split Komplementer
Perpaduan tiga warna yang mana dua warna diantaranya merupakan tetangga dari komplemen warna pertama.
Gambar 2.6. Split Komplementer ((Color Design Workbook, 2017)
3. Triad Komplementer
Perpaduan antar tiga warna dengan jarak tiga warna, yang bila ditarik garis lurus akan membentuk segitiga sama kaki.
13 Gambar 2.7. Triad Komplementer
(Color Design Workbook, 2017)
4. Tetrad Komplementer
Perpaduan empat warna yang tercipta dari gabungan dua split komplementer.
Gambar 2.8. Tetrad Komplementer (Color Design Workbook, 2017)
5. Analogus
Perpaduan antar dua warna atau lebih yang bersebelahan.
Gambar 2.9. Split Komplementer (Color Design Workbook, 2017)
14 6. Monokrom
Perpaduan warna yang terdiri dari perbedaan tingkat kecerahan dan saturasi sebuah warna.
Gambar 2.10. Split Komplementer (Color Design Workbook, 2017)
Tipografi
Ambrose dan Harris (2017) menyatakan tipografi sebagai salah satu elemen yang berpengaruh dalam kualitas sebuah desain. Menurut Felici (2011), typeface atau jenis huruf adalah sebuah set karakter termasuk huruf, angka, simbol, dan tanda baca yang memiliki persamaan desain dan gaya, sedangkan font merupakan cabang dari typeface dengan ukuran dan bobot spesifik, yang dapat digunakan dengan media komputer, potongan logam, atau potongan kayu.
2.3.1. Jenis Tipografi
Ambrose dan Harris (2017) mengklasifikasikan tipografi menjadi 4 jenis, yaitu:
1. Block
Jenis type ini berdasarkan gaya penulisan yang dipakai selama abad pertengahan. Huruf ini biasanya digunakan sebagai huruf kapital awal karena bentuk huruf yang rumit, sehingga akan sulit dibaca jika diaplikasikan ke dalam paragraf.
15 Gambar 2.11. Jenis Type Block
(Typography, 2017)
2. Roman (serif)
Jenis type ini mempunyai spasi antar huruf yang proporsional, sehingga mudah dibaca dan biasanya digunakan untuk menulis paragraf. Roman typeface dibagi lagi menjadi 6 sub-klasifikasi, yaitu Old Style, Transitional, Modern, Slab Serif (Egyptian), Clarendon, dan Typewriter.
Gambar 2.12. Jenis Type Roman (Typography, 2017)
3. Gothic (sans-serif)
Jenis type ini juga mempunyai spasi antar huruf yang proporsional, namun tidak mempunyai kait seperti Roman typeface. Desain huruf yang rapi dan sederhana ini membuat mereka ideal untuk digunakan dalam judul, sub-judul, dan paragraf pendek, namun agak susah dibaca bila digunakan dalam paragraf
16 panjang. Gothic typeface dibagi lagi menjadi 6 sub-klasifikasi, yaitu Grotesque, Neo Grotesque, Geometric, Humanistic, Square, dan Rounded.
Gambar 2.13. Jenis Type Gothic (Typography, 2017)
4. Script
Jenis type ini dibuat untuk menyerupai tulisan tangan. Biasanya digunakan sebagai dekoratif karena susah dibaca bila digunakan dalam paragraf panjang.
Gambar 2.14. Jenis Type Script (Typography, 2017)
2.3.2. Pengaturan Jarak
Lupton (2010) menjelaskan pengaturan spasi atau jarak pada tipografi bertujuan untuk menciptakan teks yang nyaman untuk dibaca atau menambah kesan estetika.
1. Kerning
Pengaturan spasi diantara dua huruf, biasanya digunakan untuk huruf yang mempunyai sudut terbuka seperti T, V, W, dan Y.
17 2. Tracking
Pengaturan spasi sebuah kata, kalimat, atau paragraf. Biasanya digunakan pada judul teks dan logo, karena semakin besar teks semakin besar pula spasi antar huruf sehingga diperlukan pengaturan ulang pada spasi.
3. Leading
Pengaturan jarak antar baris yang biasanya digunakan untuk menciptakan visual yang menarik. Umumnya jarak normal antar baris adalah 120 persen dari ukuran hurufnya.
2.3.3. Alignment
Ambrose dan Harris (2016) menjelaskan bahwa teks dapat diselaraskan dengan berbagai cara sesuai kebutuhan, yang dibagi menjadi:
1. Rata Kiri
Gambar 2.15. Teks Rata Kiri (The Production Manual, 2016)
2. Rata Kanan
Gambar 2.16. Teks Rata Kanan (The Production Manual, 2016)
18 3. Tengah
Gambar 2.17. Teks Rata Tengah (The Production Manual, 2016)
4. Rata Kiri-kanan
Gambar 2.18. Teks Rata Kiri (The Production Manual, 2016)
Teori Tata Letak (Layout)
Tondreau (2019) menyatakan bahwa layout digunakan untuk mengatur ruang pada media desain agar informasi dapat tersampaikan dengan jelas kepada pembaca.
Lupton dan Phillips (2008) menyatakan bahwa layout berasal dari hubungan antar garis vertikal dan horizontal.
2.4.1. Elemen dalam Layout
Tondreau (2019) menyatakan ada 6 elemen utama dalam layout, yaitu:
19 Gambar 2.19. Elemen-elemen Layout
(Layout Essentials, 2019)
1. Kolom
Susunan berbentuk vertikal yang membatasi teks dan gambar pada bidang kerja, ukuran dan jumlah kolom dapat berubah, tergantung pada tujuan pembuatan.
2. Modules
Bagian yang dihasilkan dari potongan antara kolom dan baris.
3. Margins
Bagian yang menentukan batas antara kertas dan bidang kerja, bagian ini dapat diisi dengan nomor halaman, catatan, dan keterangan.
4. Spatial Zones
Area yang terbentuk dari dua atau lebih modul yang disatukan, sehingga dapat membentuk area baru yang dapat dipergunakan untuk menaruh iklan, gambar, dan informasi lainnya.
20 5. Flowlines
Garis bayangan yang diciptakan sebagai metode untuk memandu pembaca dalam memilih kolom mana yang akan dibaca selanjutnya.
6. Markers
Bagian yang membantu pembaca untuk mengetahui informasi yang dibaca, seperti nomor halaman, headers, dan footers.
2.4.2. Struktur Dasar Layout
Tondreau (2019) menyatakan bahwa ada 5 struktur dasar layout, yaitu:
1. Single-column Grid
Hanya memakai 1 grid, biasanya dipergunakan untuk naskah yang panjang, contohnya buku, esai, atau laporan formal.
Gambar 2.20. Single-column Grid (Layout Essentials, 2019)
2. Two-column Grid
Memakai dua kolom, grid ini dapat dipakai untuk mengatur teks yang lumayan panjang atau sebagai pemisah untuk informasi yang berbeda. Ukuran grid dapat diatur, dengan lebar yang sama atau tidak, biasanya digunakan untuk majalah dan laporan non-formal.
21
Gambar 2.21. Two-column Grid (Layout Essentials, 2019)
3. Multicolumn Grids
Memakai dua kolom atau lebih dengan tujuan dapat memberikan lebih banyak fleksibilitas pada desain, biasanya digunakan untuk majalah dan situs web.
Gambar 2.22. Multicolumn Grid (Layout Essentials, 2019)
4. Modular Grids
Grid ini menggabungkan kolom vertikal dan horizontal sehingga cocok untuk
mengatur teks dan informasi yang kompleks, biasanya digunakan untuk koran dan kalender.
Gambar 2.23. Modular Grid (Layout Essentials, 2019)
22 5. Hierarchical Grids
Grid ini terdiri atas baris dengan tinggi yang berbeda, sehingga biasanya digunakan sebagai penunjuk hirarki pada desain.
Gambar 2.24. Hierarchical Grid (Layout Essentials, 2019)
Ilustrasi
Houston (2016) menjelaskan ilustrasi sebagai gambar yang menyampaikan sebuah konsep dengan tujuan untuk menarik perhatian dan meringkas informasi yang akan disampaikan, sehingga pembaca dapat mengerti dengan mudah.
2.5.1. Jenis Ilustrasi
Male (2017) menjelaskan ada 5 jenis ilustrasi berdasarkan perannya, yaitu:
1. Teknis
Digunakan untuk menyampaikan informasi, instruksi, referensi, atau dokumentasi mengenai sebuah topik yang kurang sesuai atau tidak bisa menggunakan bantuan fotografi, biasanya digunakan untuk buku panduan atau medis.
2. Editorial
Digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan atau intisari dalam majalah atau koran, sehingga biasanya berhubungan erat dengan jurnalisme.
23 3. Fiksi Naratif
Digunakan sebagai gambaran dari cerita fiksi agar pembaca dapat memahami isi dan latar cerita dengan mudah, biasanya digunakan dalam buku cerita anak dan komik.
4. Iklan
Digunakan sebagai media persuasif untuk menyampaikan ide atau sugesti terkait produk yang diiklankan agar tertanam di benak pembaca sehingga meningkatkan kesadaran akan merek dan produk terkait.
5. Identitas
Digunakan sebagai pengenal atau ciri khas yang mempresentasikan sebuah merek yang dapat mendukung penjualan dan pemasaran, biasa digunakan dalam bentuk logo dan kemasan.
Copywriting
Moriarty, Mitchell, dan Wells (2012), menjelaskan copywriting sebagai teks yang dibuat untuk menyampaikan pesan kepada target, copy yang efektif mempunyai karakteristik yang singkat, padat, dan jelas. Berikut adalah elemen-elemen yang pada umumnya dipakai dalam copywriting:
2.6.1. Headline
Frase atau kalimat utama yang digunakan sebagai judul atau pembuka yang bertujuan untuk menarik perhatian dan menyampaikan pesan kampanye.
2.6.2. Bodycopy
Paragraf singkat yang menjelaskan tentang isi kampanye secara keseluruhan, biasanya berukuran lebih kecil dibanding teks lainnya.
24 2.6.3. Tagline
Kalimat singkat yang meringkas pesan kampanye secara keseluruhan, biasanya berhubungan erat dengan judul kampanye dan digunakan untuk periode waktu yang panjang.
2.6.4. Slogan
Kalimat yang ringkas, menarik, dan mudah diingat yang mengikuti perkembangan zaman, biasanya dikaitkan dengan tagline.
2.6.5. Call to Action
Berfungsi sebagai penutup di kampanye yang mendorong target untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan pesan kampanye, atau memberikan informasi terkait kampanye seperti alamat web dan media sosial.
Media
Moriarty, Mitchell, dan Wells (2012), menjelaskan media sebagai medium yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Arora (2018) membagi media dengan rincian sebagai berikut:
2.7.1. Above The Line (ATL)
Media ini memiliki biaya yang cukup tinggi karena mempunyai cakupan yang luas dan diminati oleh banyak orang, namun tidak memiliki target spesifik, contohnya televisi, radio, koran atau majalah.
2.7.2. Below The Line (BTL)
Media ini memiliki cakupan yang lebih terperinci karena langsung menyasar kepada target yang dituju, contohnya sponsor, pameran atau sampling.
25 2.7.3. Through The Line (TTL)
Media ini merupakan gabungan dari ATL dan BTL, sehingga membuahkan hasil yang lebih efektif jika dibandingkan hanya memakai ATL atau BTL saja, contohnya iklan di majalah yang disertai contoh produk.
2.7.4. New Media
Perkembangan teknologi menciptakan media baru dalam bentuk digital yang sering digunakan beberapa tahun belakangan ini karena kemudahan dan kemurahannya, media ini juga dapat menjangkau target spesifik secara efektif dengan menerapkan batasan target secara demografis dan geografis pada saat menyebar kampanye, contohnya halaman web, media sosial, atau mesin pencari seperti google.
Motion Graphic
Stone (2018), menjelaskan motion graphic sebagai sebuah gambar bergerak hasil perpaduan komunikasi visual, animasi, dan suara, yang ditujukan menyampaikan pesan.
2.8.1. Elemen Video
Block (2013), membagi elemen menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Ruang
Ruang merupakan komponen visual yang kompleks, semua komponen visual berkumpul disini untuk membentuk sebuah komposisi. Ruang sangat dipengaruhi oleh perspektif, yang menggambarkan jarak antar komponen visual.
26 Gambar 2.25. Perbedaan Ukuran Komponen Visual karena Pengaruh Perspektif
(The Visual Story, 2013)
2. Garis dan Bidang
Garis dan bidang membantu perancangan set dan storyboard, serta mengatur detail pergerakan objek.
3. Gerakan
Gerakan juga merupakan komponen penting dalam video, tanpa ada gerakan, video tersebut hanya akan menjadi sebuah foto. Gerakan dalam video dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Objek
Segala komponen yang bergerak mengikuti garis panduan adalah objek bergerak, pergerakan pada objek dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Arah, objek bergerak kesana kemari tanpa ada batasan, objek dapat bergerak secara horizontal, vertikal, diagonal, atau berputar melingkar.
27 Gambar 2.26. Arah Gerakan Objek
(The Visual Story, 2013)
2) Karakteristik, objek bergerak secara lurus atau melengkung, dengan tetap mengikuti panduan garis.
Gambar 2.27. Karakteristik Gerakan Objek (The Visual Story, 2013)
3) Skala, objek bergerak secara lambat atau cepat tergantung pada besarnya bidang.
Gambar 2.28. Skala Gerakan Objek (The Visual Story, 2013)
b. Kamera
Pergerakan pada kamera dibagi menjadi 4, yaitu:
28 Gambar 2.29. Gerakan Kamera
(http://fineartstextualanalysis.blogspot.com/2012/09/camera-movement.html, 2012)
1) Pan
Kamera posisi diam di tempat, bergerak mengikuti objek secara horizontal.
2) Tilt
Kamera posisi diam di tempat, bergerak mengikuti objek secara vertikal.
3) Dolly
Kamera bergerak mendekati atau menjauhi objek.
4) Zoom
Kamera dengan posisi diam di tempat bergerak mendekati atau menjauhi objek.
2.8.2. Format Video
2.8.2.1. Ukuran Video
Ascher dan Pincus (2012), menyatakan bahwa format video dipengaruhi oleh tingkat kerapatan gambar, ukuran asli gambar, medium yang digunakan, cara pengambilan atau pembuatan video, dan standar penyiaran yang digunakan. Format video dibagi sesuai dengan rincian sebagai berikut:
29 Gambar 2.30. Ukuran Video
(The Filmmaker’s Handbook, 2012)
1. NTSC - DV (720 x 480 px)
2. PAL (720 x 576 px)
3. HD 720p (1280 x 720 px)
4. Full HD 1080i - 1080p (1920 x 1080 px)
5. 2K proyeksi sinema digital, rasio 1.85 (2048 x 1080 px)
6. Quad HD atau UHDTV (3840 x 2160 px)
7. 4K proyeksi sinema digital, rasio 1.85 (4096 x 2160 px)
2.8.2.2. Rasio Aspek
Menurut Ascher dan Pincus (2012), rasio aspek adalah perbandingan antara lebar dan panjang frame, yang berfungsi untuk membuat bentukan pada film.
30 Gambar 2.31. Rasio Aspek
(The Filmmaker’s Handbook, 2012)
Rasio 4:3 biasanya dipakai untuk televisi, rasio 16:9 untuk media digital seperti Youtube, sedangkan rasio 17:9 dipakai untuk proyeksi digital bioskop.
2.8.3. Pengambilan Gambar 2.8.3.1. Kedekatan
Mamer (2009) menjelaskan bahwa kedekatan adalah jarak antara subjek dan kamera terbagi menjadi 3 posisi dasar, yaitu:
Gambar 2.32. Tipe Kedekatan dalam Pengambilan Gambar (Film Directing Shot by Shot, 1991)
31 1. Long shot
Menunjukkan seluruh tubuh dari kepala sampai kaki, biasanya dipakai untuk menunjukkan suasana di sekitar.
2. Medium shot
Menunjukkan setengah tubuh dari kepala sampai pinggang, biasanya dipakai untuk menunjukkan ekspresi wajah dan bahasa tubuh.
3. Close-up
Terbagi menjadi 3 bagian, medium close-up menunjukkan kepala sampai dada, close-up menunjukkan kepala sampai leher, dan extreme close-up menunjukkan kening sampai bibir. Close-up biasanya dipakai
untuk menciptakan kesan atau efek dengan ekspresi wajah.
2.8.3.2. Sudut
Mamer (2009), menyatakan sudut dipakai untuk menciptakan kesan tersendiri pada gambar karena menimbulkan efek distorsi, yang terbagi menjadi 4 jenis, yaitu:
1. Low-angle
Kamera berada di bawah subjek, dengan sudut yang mendongak ke arah subjek atau keatas, untuk menciptakan kesan mengintimidasi atau mencekam.
2. High-angle
Kamera berada di atas subjek, dengan sudut yang menunduk ke arah subjek atau kebawah, untuk menciptakan kesan terintimidasi.
32 3. Eye-level
Kamera sejajar dengan subjek, tidak ada kesan yang diciptakan, sehingga biasanya dipakai untuk adegan percakapan.
4. Bird’s Eye View
Kamera berada jauh di atas subjek, dengan sudut hampir 90° kebawah, biasanya digunakan untuk adegan yang memperlihatkan suasana atau tempat secara keseluruhan.
Film
Ascher dan Pincus (2012), menjelaskan bahwa film adalah sebuah media komunikasi yang tersusun atas gambar bergerak, dengan ada atau tidaknya audio pendukung, yang ditujukan menyampaikan pesan.
2.9.1. Batasan Umur dalam Film
Penggolongan usia didasarkan kepada sensor yang dilakukan oleh lembaga sensor film, untuk menilai dan menentukan kelayakan film, yang terbagi menjadi 4 golongan sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Pasal 7 Tahun 2009 Tentang Perfilman:
1. Untuk semua umur;
2. Untuk usia 13 (tiga belas) tahun atau lebih;
3. Untuk usia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih;
4. Untuk usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.
2.9.2. Tipe Film
Menurut Wyatt dan Saricks (2019), tipe film terbagi menjadi 4 grup:
33 1. Adrenalin
Tipe film yang mempunyai plot penuh aksi dan suasana yang tegang, adrenalin dibagi menjadi:
a. Petualangan: aksi pencarian dengan bahaya dan hambatan yang muncul seiring berjalannya waktu, contohnya Jumanji.
b. Thriller: peristiwa mengerikan yang sedang dialami karakter protagonis yang disebabkan oleh ulah karakter antagonis, contohnya Panic Room.
c. Ketegangan: peristiwa menegangkan yang akan terjadi secara bertahap, tipe ini sering muncul di tipe film lainnya, contohnya Gone Girl.
2. Intelek
Tipe film yang menarik minat penonton untuk memahami jalan cerita, intelek dibagi menjadi:
a. Ketegangan Psikologis: peristiwa menegangkan yang dilatarbelakangi oleh faktor psikologis, seperti ketidakstabilan mental, obsesi, atau balas dendam, contohnya Shutter Island.
b. Misteri: memecahkan sebuah kasus kejahatan dimana para sang investigator menjadi tokoh utama, contohnya Sherlock Holmes.
c. Fiksi Sastra: mengedepankan tata cara penulisan kata demi kata agar menjadi elegan, seringkali memakai bahasa yang puitis, biasanya lebih mementingkan karakter daripada jalan cerita, contohnya Da Vinci Code.
d. Fiksi Ilmiah: cerita rekaan penuh spekulasi yang berhubungan dengan ilmiah, biasa berlatar belakang waktu di masa depan, contohnya Interstellar.
34 3. Pemandangan
Tipe film yang mempunyai latar belakang tempat yang berbeda dari yang biasanya, pemandangan dibagi menjadi:
a. Fantasi: cerita khayalan yang biasa berhubungan dengan sihir, berlatar tempat di dunia lain dengan karakter yang unik dan memiliki kemampuan ajaib, contohnya Harry Potter.
b. Barat: berlatar belakang tempat di Amerika pada tahun 1900-an, biasanya mengangkat tokoh koboi pengembara sebagai karakter utama, contohnya The Hateful Eight.
c. Sejarah: mengisahkan peristiwa dengan latar belakang di masa lalu lengkap dengan kostum, kepercayaan, budaya, kebiasaan, dan kelas sosial, contohnya Dunkirk.
4. Emosi
Tipe film yang berdasarkan emosi yang terkandung di dalam cerita, emosi dibagi menjadi:
a. Romansa: kisah percintaan yang menceritakan tentang awal mula kedua orang atau lebih bertemu, kemudian saling jatuh cinta dan menjalin hubungan, contohnya Before Sunset.
b. Horor: kisah menegangkan yang berhubungan erat dengan hal-hal gaib dan paranormal, banyak adegan tak terduga yang sengaja dibuat untuk mengagetkan penonton, contohnya The Conjuring.
2.9.3. Jenis Film
Menurut Effendy (2009) saat ini film terbagi menjadi 4 jenis, yaitu:
35 1. Dokumenter
Menyajikan realitas yang terjadi dengan tujuan dapat menyebarkan informasi, pengetahuan, juga propaganda bagi individu atau kelompok tertentu.
2. Cerita Pendek
Menyajikan kisah nyata atau fiktif yang berdurasi kurang dari 60 menit, biasanya digunakan sebagai medium untuk berlatih membuat film.
3. Cerita Panjang
Menyajikan kisah nyata atau fiktif yang berdurasi lebih dari 60 menit, film yang tayang di bioskop masuk ke dalam kategori ini.
4. Berita
Menyajikan peristiwa yang terjadi sesuai fakta yang menarik dan penting untuk disajikan kepada khalayak umum.
5. Kartun
Cerita bergerak yang terbuat dari gambar non-realis atau semi-realis, dan kebanyakan ditujukan untuk anak-anak.