BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Sebelum dilakukannya penelitian, peneliti terlebih dahulu menyusun proposal penelitian dan mencari alat ukur yang sesuai yang dapat digunakan untuk mengukur pola asuh dan asertivitas. Peneliti juga mencari pondok pesantren yang dapat dijadikan tempat dilakukannya penelitian ini. Namun mengingat subyek penelitian ini adalah para pelajar di pondok pesantren, alat ukur yang didapat dirasa kurang sesuai untuk usia dan keadaan pelajar yang dituju, sehingga untuk kedua variabel peneliti membuat alat ukur sendiri dengan menyesuaikan pada keadaan subyek. Untuk alat ukur asertivitas peneliti merujuk pada teori yang dikemukakan Fensterheim dan Baer (1980). Sedangkan untuk pola asuh peneliti menyusunnya berdasarkan pada teori Baumrind (dalam Papalia, Olds dan Feldman, 2008; Dariyo, 2004).
B. Pelaksanaan Penelitian
Sebelum dilakukannya penelitian, pada tanggal 2 Juni 2015 peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba atau try out kepada 80 pelajar disalah satu Pondok Pesantren di Jakarta. Setelah melakukan uji coba maka peneliti mulai menganalisa dan mendapatkan hasil yang akan kembali dibuat menjadi kuesioner baru dan disebarkan pada penelitian selanjutnya.
Adapun pelaksanaan penelitian selanjutnya dilaksanakan tepatnya pada hari Jumat, 12 Juni 2015 di Pondok Pesantren Daarul Rahman yang bertempat di Sawangan Depok. Kuesioner diberikan secara langsung kepada subyek yang telah ditentukan jumlahnya. Setelah subyek mengisi kuesioner akan diberikan souvenir berupa pulpen bermotif sebagai ucapan terima kasih peneliti atas partisipasi dalam penelitian ini.
C. Gambaran Umum Pondok Pesantren
Penelitian ini bertempat di salah satu Pondok Pesantren yang berada di daerah Sawangan Depok. Pondok Pesantren ini adalah pondok ketiga setelah dua Pondok Pesantren sebelumnya yang lebih dulu dibangun di daerah Jakarta Selatan dan Bogor. Pondok Pesantren ini menganut sistem yang sama dengan pondok modern Gontor, dimana santri di dalamnya diharuskan bermukim mengerjakan rutinitas seperti mengaji kitab kuning, solat berjama’ah lima waktu, dan kegiatan lainnya.
Selain mengajarkan ilmu-ilmu agama, Pondok Pesantren ini juga unggul dalam bidang umum seperti IPA, IPS, Biologi, Fisika, dan lain sebagainya. Fasilitas yang disediakan juga lengkap seperti ruang laboratorium, lab komputer dan penunjang lainnya. Selain para ustadz dan ustadzah sebagai tenaga pengajar dan pendidik yang bermukim, pondok ini juga menggandeng guru-guru yang kompeten di bidang ilmu pengetahuan umum. Beberapa ekstrakurikulernya juga selain marawis, qosidah, sebagaimana umumnya di Pondok Pesantren, juga terdapat marching band,
D. Gambaran Umum Subyek Penelitian
1. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambaran umum subyek penelitian ini diperoleh dari data yang diisi subyek, yaitu berupa jenis kelamin dan kelas. Subyek penelitian ini adalah pelajar atau santri di Pondok Pesantren Daarul Rahman Sawangan, Depok. Dimana terdapat laki-laki dan perempuan dengan jumlah sebagaimana tabel berikut ini :
Tabel 4.1
Gambaran Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 100 41.2 %
Perempuan 143 58.8 %
Total 243 100.0 %
2. Data Responden Berdasarkan Tingkatan Kelas
Subyek penelitian ini terdiri dari kelas satu sampai dengan kelas lima. Adapun kelas enam tidak termasuk dalam penelitian ini dikarenakan mereka telah lebih dulu menyelesaikan proses belajar. Saat dilakukannya penelitian pelajar kelas enam sedang melakukan ziarah wali songo sebagaimana agenda tahunan yang telah ditetapkan Pondok Pesantren. Berikut tabel keterangan data responden berdasarkan tingkatan kelas :
Tabel 4.2
Gambaran Subyek Berdasarkan Tingkatan Kelas
Tingkatan Kelas Frekuensi Persentase
Kelas I 56 23.0 %
Kelas II 66 27.2 %
Kelas III 46 18.9 %
Kelas IV 37 15.2 %
Kelas V 38 15.6 %
Total 243 100.0 %
E. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian
1. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau keshahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Pengujian validitas ini menggunakan bantuan program spss versi 20.
Uji validitas dilakukan terhadap 48 item skala pola asuh dan 52 item skala asertivitas. Dimana dengan subyek uji coba sebanyak 80 pelajar maka didapatkan nilai r tabel dengan taraf signifikansi 5%
sebesar 0,220. Dimana jika nilai r hitung yang didapatkan lebih kecil dari nilai r tabel maka item dinyatakan tidak valid. Sedangkan item dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel akan dinyatakan valid.
Dari hasil uji validitas skala pola asuh didapatkan hasil bahwa 29 item dinyatakan valid dan 19 item tidak valid. Sebagaimana pada tabel keterangan item skala pola asuh berikut.
Tabel 4.3
Nomer Item Tidak Valid Skala Pola Asuh No. No
item
Nilai rtabel
Nilai rhitung
Ket No. No item
Nilai rtabel
Nilai rhitung
Ket
1 4 0,220 -0,100 Tidak Valid
11 14 0,220 0,213 Tidak Valid
2 13 0,220 -0,292 Tidak Valid
12 32 0,220 0,081 Tidak Valid
3 16 0,220 0,192 Tidak Valid
13 5 0,220 0,190 Tidak Valid
4 28 0,220 0,158 Tidak Valid
14 3 0,220 0,068 Tidak Valid
5 38 0,220 -0,078 Tidak Valid
15 6 0,220 0,213 Tidak Valid
6 23 0,220 -0,233 Tidak Valid
16 18 0,220 0,116 Tidak Valid
7 29 0,220 -0,096 Tidak Valid
17 21 0,220 -0,047 Tidak Valid
8 36 0,220 -0,036 Tidak Valid
18 24 0,220 0,079 Tidak Valid
9 40 0,220 0,178 Tidak Valid
19 30 0,220 -0,289 Tidak Valid
10 45 0,220 0,079 Tidak Valid
Sedangkan dari hasil uji validitas skala asertivitas didapatkan hasil bahwa 26 item dinyatakan valid dan 26 item tidak valid karena memiliki nilai lebih kecil dari nilai r tabel. Item-item valid selanjutnya akan digunakan dalam skala penelitian selanjutnya sedangkan item-item yang tidak valid akan dibuang. Berikut tabel keterangan nomor item yang tidak valid dari skala asertivitas.
Tabel 4.4
Nomer Item Tidak Valid Skala Asertivitas No. No
item
Nilai rtabel
Nilai rhitung
Ket No. No item
Nilai rtabel
Nilai rhitung
Ket
1 6 0,220 -0,033 Tidak Valid
14 25 0,220
0,218 Tidak Valid 2 10 0,220
-0,156 Tidak Valid
15 30 0,220
0,119 Tidak Valid 3 22 0,220
-0,175 Tidak Valid
16 31 0,220
0,116 Tidak Valid 4 28 0,220
-0,058 Tidak Valid
17 34 0,220
0,101 Tidak Valid 5 33 0,220
-0,141 Tidak Valid
18 39 0,220
0,014 Tidak Valid 6 35 0,220
-0,277 Tidak Valid
19 41 0,220
0,003 Tidak Valid 7 38 0,220
-0,053 Tidak Valid
20 42 0,220
0,217 Tidak Valid 8 1 0,220 0,032 Tidak
Valid
21 44 0,220
0,215 Tidak Valid 9 8 0,220
0,123
Tidak Valid
22 45 0,220
0,206
Tidak Valid
10 9 0,220
0,128 Tidak Valid
23 46 0,220
0,193 Tidak Valid 11 11 0,220
0,163 Tidak Valid
24 48 0,220
0,084 Tidak Valid 12 12 0,220
0,215 Tidak Valid
25 49 0,220
0,020 Tidak Valid 13 20 0,220
0,199 Tidak Valid
26 29 0,220
0,087 Tidak Valid
2. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
Reliabilitas merujuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu (Arikunto, 2006). Untuk menguji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan teknik pengukuran alpha croncbach. Berdasarkan perhitungan statistik dengan bantuan spss 20.0 for windows, maka ditemukan nilai alpha untuk skala pola asuh dan asertivitas sebagai berikut :
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas
Skala Pola Asuh Cronbach's Alpha Keterangan Otoritatif
Otoritarian Permisif Asertivitas
.771 .676 .731 .833
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
F. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov dimana data harus memiliki nilai Asymp-sig (2-tailed) lebih besar dari >
0,05 untuk dapat dinyatakan berdistribusi normal. Sebaliknya bila signifikansi lebih kecil < 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.
Adapun dari data yang ada diperoleh nilai Asymp-sig (2-tailed) untuk pola asuh sebesar 0,307 > 0,05 yang artinya data ini berdistribusi normal.
Sedangkan untuk asertivitas diperoleh nilai Asymp-sig (2-tailed) 0,157 >
0,05 yang juga berarti berdistribusi normal.
G. Analisis Deskriptif
Sebelum melakukan uji korelasi, peneliti terlebih dahulu akan menyajikan frekuensi subyek penelitian dalam kategori berdasarkan norma kenyataan dan norma harapan. Untuk variabel asertivitas akan dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu tinggi, sedang dan rendah sebagaimana akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif Skala Asertivitas Berdasarkan Norma Harapan Pada kategorisasi asertivitas berdasarkan norma harapan, terdapat 26 item dengan empat opsi pilihan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) sehingga memiliki skor maksimal 104 dan skor minimal 26 dengan mean sebesar 65 dan standar deviasi 13.
Maka berdasarkan norma harapan diatas diperoleh sebanyak 106 anak (43,6%) berada dikategori asertivitas yang tinggi, 137 anak (56,4%) memiliki asertivitas yang sedang, dan tidak ada satupun anak (0%) yang memiliki asertivitas pada kategori rendah. Hal ini sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel. 4.6
Kategorisasi Asertivitas Berdasarkan Norma Harapan Kategori Norma Frequency Percent
Tinggi > 78 106 43.6
Sedang 52 – 78 137 56.4
Rendah < 52 - -
Total 243 100.0
2. Analisis Deskriptif Skala Asertivitas Berdasarkan Norma Kenyataan
Kategorisasi asertivitas berdasarkan norma kenyataan diperoleh dengan melihat skor total dari seluruh subyek penelitian. Maka dari perhitungan dengan menggunakan statistik SPSS diperoleh mean sebesar 77,5 dan standar deviasi sebesar 7,5 dengan skor maksimal 99 dan minimal 55.
Berdasarkan norma kenyataan dari data yang diperoleh diatas maka diperoleh sebanyak 40 anak (16,5%) berada dikategori asertivitas yang tinggi, 169 anak (69,5%) memiliki asertivitas yang sedang, dan 34 anak (14%) memiliki asertivitas pada kategori rendah. Hal ini sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel. 4.7
Kategorisasi Asertivitas Berdasarkan Norma Kenyataan Kategori Norma Frequency Percent
Tinggi > 85 40 16.5
Sedang 70 – 85 169 69.5
Rendah < 70 34 14.0
Total 243 100.0
H. Hasil Uji Korelasi
Analisis korelasional antara pola asuh orang tua dengan asertivitas remaja dilakukan dengan menggunakan analisis pearson correlation pada program SPSS versi 20. Berikut adalah pemaparan hasil uji korelasi antara pola asuh dengan asertivitas :
Tabel 4.8 Hasil Uji Korelasi Pola Asuh dengan Asertivitas
No Variabel Mean SD 1 2 3
1. Otoritatif 36.839 3.318
2. Otoritarian 24.098 3.235 .512
3. Permisif 18.271 4.251 -.560 -.494
4. Asertivitas 77.506 7.598 .257 .229 -.297
Berdasarkan hasil uji korelasi diatas maka ditemukan hubungan positif signifikan antara pola asuh tipe otoritatif dengan asertivitas dimana nilai r yang diperoleh sebesar 0,257 dengan signifikansi 0,000. Begitu pula pada
hasil uji korelasi antara pola asuh tipe otoritarian dengan asertivitas ditemukan adanya hubungan positif signifikan keduanya dimana nilai r sebesar 0,229 dengan signifikansi 0,000.
Pada tabel diatas juga menunjukkan adanya korelasi antara pola asuh tipe permisif dan asertivitas dengan koefisien korelasi sebesar -0,297 dengan signifikansi 0,000 dimana ini berarti adanya hubungan negatif signifikan antara pola asuh tipe permisif dengan asertivitas
Berdasarkan data dan penjabaran diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa masing-masing dari tipe pola asuh yang dibagi menjadi pola asuh otoritatif, otoritarian dan permisif ketiganya memiliki hubungan yang signifikan dengan asertivitas. Dimana pola asuh tipe permisif memiliki hubungan yang lebih tinggi dari dua tipe pola asuh lainnya dengan berkorelasi negatif.
I. Uji Beda Asertivitas berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil uji beda asertivitas pada jenis kelamin dengan menggunakan uji t test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan asertivitas pada remaja ditinjau dari perbedaan jenis kelamin. Dimana artinya baik remaja laki-laki ataupun perempuan di Pondok Pesantren Daarul Rahman memiliki asertivitas yang tidak berbeda atau sama. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi yang diperoleh sebesar (p = 158) > 0,05 yang berarti hipotesis nol diterima atau tidak terdapat perbedaan variansi pada keduanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut :
Tabel 4.9 Hasil Uji Beda Asertivitas Pada Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Asertivitas
Laki-laki Perempuan
M SD M SD N df T Sig
78.33 8.385 76.93 6.968 243 241 1.416 158
J. Pembahasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data penelitian, pola asuh yang dibagi menjadi tiga tipe yaitu otoritatif, otoritarian, dan permisif memiliki hubungan dengan tinggi rendahnya asertivitas yang dimiliki remaja. Hubungan yang dihasilkan pola asuh berdasarkan masing-masing tipe ini berada pada rentang korelasi sebesar 0,2. Dimana untuk pola asuh otoritatif diperoleh skor korelasi sebesar 0,257 dengan p = 0,000. Demikian pula pada pola asuh tipe otoritarian yang berkorelasi positif dengan asertivitas sebesar 0,229 dengan p = 0,000. Sedangkan pola asuh tipe permisif berkorelasi secara negatif dengan asertivitas yaitu sebesar -0,297 dengan signifikansi 0,000.
Adapun dari ketiga pola asuh ini, pola asuh tipe permisif memiliki hubungan yang lebih tinggi dengan asertivitas dibanding dua tipe pola asuh lainnya sebesar -0,297. Namun hubungan pola asuh permisif dengan asertivitas ini berkorelasi negatif, yang berarti semakin permisif pola asuh yang diterapkan maka semakin rendah tingkat asertivitas anak, demikian sebaliknya.
Sebagaimana Pellerin (2005) mengatakan anak dengan pola asuh permisif ini memiliki tingkat masalah perilaku dan penyalahgunaan zat yang lebih tinggi dibanding pola asuh lainnya. Pola asuh permisif ini mungkin memiliki manfaat tertentu dalam hal kebebasan berekspresi anak, namun terlalu memberi kebebasan juga dapat menyebabkan seseorang justru gagal memperhitungkan kebutuhan orang lain, yang mengarah ke konflik interpersonal (Nalls, 2013). Dan hal ini jelas bertentangan dengan perilaku asertif, dimana orang yang asertif berarti ia dapat mempertahankan haknya namun dengan tetap memperhitungkan hak orang lain serta tidak melanggarnya (McBride, 1998).
Selanjutnya adalah pola asuh otoritatif yang memiliki hubungan positif dengan asertivitas sebesar 0,257. Ini menandakan bahwa semakin otoritatif pola asuh yang diterapkan orang tua maka akan semakin tinggi pula asertivitas anak. Sebagaimana pola asuh otoritatif ini masih diyakini menjadi pola asuh yang lebih diutamakan dari dua pola asuh lainnya (Jenaabadi, Pourghaz, Efteghari, 2014). Hal ini sejalan dengan Baumrind (Papalia, Olds dan Feldman, 2008) yang menyatakan bahwa pola asuh otoritatif dapat menjadikan anak lebih independen, terkontrol, bertanggung jawab, dan asertif.
Asertivitas remaja di Pondok Pesantren Daarul Rahman tergolong cukup baik sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam analisis deskriptif dimana banyak dari mereka yang berada pada kategori sedang dan tinggi dan hanya sedikit remaja yang berada pada kategori rendah. Tepatnya
sebanyak 40 anak berada dikategori asertivitas yang tinggi, 169 anak memiliki asertivitas sedang, dan sisanya dengan jumlah yang lebih sedikit yaitu 34 anak berada pada kategori asertivitas rendah.
Berdasarkan pada data deskriptif yang diperoleh tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa asertivitas remaja di Pondok Pesantren Daarul Rahman tergolong cukup baik. Namun jika melihat korelasi yang dihasilkan setiap pola asuh dengan asertivitas yang berada pada rentang 0,2 maka hal ini mengindikasikan bahwa terdapat banyak variabel lain diluar pola asuh orang tua yang justru lebih dominan pengaruh dan keterkaitannya terhadap asertivitas remaja dalam penelitian ini.
Jika melihat penelitian yang pernah dilakukan Jenaabadi, Pourghaz, dan Efteghari (2014) dimana ia menemukan adanya hubungan yang cukup tinggi antara ketiga tipe pola asuh dengan asertivitas pada pelajar di Sekolah Menengah Atas. Sedikit berbeda dengan penelitian ini, dimana hubungan antara ketiga tipe pola asuh memiliki skor yang jauh lebih rendah dengan asertivitas. Hal ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subyek penelitian. Dimana pada penelitian ini subyek yang digunakan bukanlah remaja yang menempuh pendidikan di sekolah umum melainkan para remaja yang bernaung dan tinggal menetap di sebuah institusi Pondok Pesantren.
Dengan perbedaan tempat dan waktu yang dihabiskan remaja Pondok Pesantren ini memungkinkan asertivitas mereka berkembang dengan dipengaruhi faktor-faktor penentu lainnya yang mungkin berasal dari dalam pondok tersebut.
Sebagaimana Palmer dan Froehner (dalam Anindyajati dan Karima, 2004) mengatakan bahwa asertivitas terus berkembang dan terjadi karena adanya proses pembelajaran dari hasil interaksi individu dengan sekitarnya.
Maka dengan begitu asertivitas ini pun dapat terbentuk dan berkembang dari lingkungan tempat remaja menghabiskan kesehariannya. Remaja yang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren dalam penelitian ini lebih banyak menghabiskan keseharian di Pondok Pesantren daripada dirumah.
Sehingga tingginya asertivitas mereka sangat mungkin dipengaruhi oleh banyak faktor dari internal Pondok Pesantren itu sendiri seperti sistem pendidikan yang diajarkan, gaya hidup serta kebiasaan-kebiasaan di dalamnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nafisah (2010) dimana dalam penelitiannya ia menemukan bahwa santri yang menempuh pendidikan formal di Pondok Pesantren jauh memiliki asertivitas yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak menempuh pendidikan formal. Pendidikan formal di Pondok Pesantren terus berlangsung dari subuh hingga malam hari, yang mana santri tidak hanya mengaji kitab kuning saja tetapi mereka juga diajarkan berdiskusi, bertukar pikiran, berdialog satu sama lainnya, sehingga pendidikan seperti inilah yang dapat melatih mereka menjadi lebih terbuka, berani menyampaikan pendapat, serta tidak gagap dalam berkomunikasi dengan orang lain (Dawam dan Ta’arifin, 2004).
Selain sistem pendidikan, banyaknya waktu yang para santri habiskan selama 24 jam bersama teman-temannya juga memungkinkan para remaja
ini menjadi lebih asertif, mudah berkomunikasi dan terbuka dengan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana Jersild, Brook dan Brook (dalam Setiono dan Pramadi, 2005) mengatakan bahwa peranan peer group dapat menjadikan individu menjadi lebih asertif. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, peneliti juga melihat dengan minimnya intensitas waktu bersama orangtua terkadang banyak remaja santri yang justru lebih berani menceritakan segala permasalahannya dengan teman yang sudah mereka anggap seperti keluarga sendiri dibandingkan mereka harus bercerita dengan orangtuanya. Disini peran peer group bahkan menjadi lebih dominan dibandingkan peran orangtua mereka.
Dengan tinggal jauh dan terpisah dari orang tua juga memungkinkan anak menjadi lebih asertif. Salah satu keuntungan dengan menetap di Pondok Pesantren adalah dimana para remaja yang terpisah dari orangtua ini mereka dilatih mempersiapkan segala kebutuhannya seorang diri, belajar mempertanggung jawabkan tingkah lakunya, serta menentukan apa yang akan dilakukannya sendiri. Sistem seperti ini memungkinkan remaja menjadi lebih mandiri. Kemandirian ini juga yang mungkin memengaruhi asertivitas santri remaja di Pondok Pesantren Daarul Rahman. Sebagaimana Destari dan Andrianto (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa semakin tinggi tingkat kemandirian seseorang maka semakin tinggi pula tingkat asertivitasnya.
Dari beberapa faktor yang telah disebutkan diatas mungkin pengaruh dan hubungannya jauh lebih dominan terhadap asertivitas remaja yang
menetap dan tinggal di Pondok Pesantren dibandingkan dengan pola asuh orangtua mereka. Hal ini mengingat para remaja ini menghabiskan hampir seluruh waktu mereka di dalam pondok sehingga tidak menutup kemungkinan segala pola hidup dan kebiasaan-kebiasaan didalamnya lebih mempengaruhi perkembangan asertivitas mereka.