• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salahsatu kewenangan otonomi daerah yaitu memiliki kewenangan untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salahsatu kewenangan otonomi daerah yaitu memiliki kewenangan untuk"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salahsatu kewenangan otonomi daerah yaitu memiliki kewenangan untuk memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah (Undang-Undang, 1999).

Sehingga keanekaragaman bahasa, sastra dan budaya daerah, telah menjadi tanggung jawab daerah.

Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 di Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 4301 khususnya Pasal 37 ayat (1) tentang butir bahasa disebutkan sebagai berikut: bahan kajian bahasa mencakup bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dengan pertimbangan: satu, bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional. Dua, bahasa daerah merupakan bahasa ibu peserta didik. Tiga, bahasa asing terutama bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sangat penting kegunaannya dalam pergaulan global. Sedangkan Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37, disebutkan kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat muatan lokal kearah pengembangan budi pekerti serta kepribadian.

Pemerintah daerah mengembangkan kelestarian bahasa daerah salahsatu bidang sasaran yaitu, melalui bidang pendidikan. Karena bahasa daerah merupakan jendela untuk mengetahui kearifan lokal masing-masing daerah, seperti halnya bahasa Jawa hingga saat ini masih digunakan secara produktif oleh

(2)

suku Jawa baik di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta dan masyarakat Jawa di luar suku Jawa. Dalam rangka pelestarian bahasa Jawa, maka pemerintah daerah menerapkan kebijakan di bidang pendidikan yaitu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006.

Dimulai tahun ajaran 2005/2006 mata pelajaran Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa diberikan di SMA, MA dan SMK sebagai kurikulum muatan lokal wajib (mulok), berdasarkan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 423.5/0912 tanggal 29 Maret 2005 tentang Penerapan Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Jawa bagi SMA/ MA/ SMK, dengan tujuan:

a. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Jawa sebagai lambang kebanggaan daerah, identitas daerah, dan alat perhubungan atau komunikasi di dalam keluarga dan masyarakat.

b. Siswa memahami Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa dari segi bentuk makna, dan fungsi.

c. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Jawa dengan baik dan benar untuk bermacam-macam tujuan, keperluan dan keadaan.

d. Siswa memiliki kemampuan menikmati dan memanfaatkan karya sastra dan budaya Jawa untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (Diknas Propinsi DIY, 2006).

(3)

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 2006). Keunggulan lokal, dalam prakteknya sekolah kurang mengenal potensi secara mendalam kondisi lingkungan, kurang SDM kompeten untuk subyek keunggulan lokal tertentu, kurang sarana/prasarana dan menjadi beban tambahan (Depdiknas Balitbang Puskur, 2008).

Pengembangan muatan lokal memerlukan data potensi kebutuhan daerah, potensi satuan pendidikan, serta dukungan internal dan eksternal. Data potensi satuan pendidikan antaralain bakat dan minat peserta didik, keberadaan guru, dan sarana prasarana yang berhubungan dengan pengembangan muatan lokal (Direktorat Pembinaan SMA, 2010).

Keberhasilan muatan lokal di sekolah, secara faktual juga sangat beragam, sejalan dengan pendapat Sam Mukhtar Chaniago & Tuti Tarwiyah Adi (2005:

200), yaitu

Keberhasilan muatan lokal tersebut sangat ditentukan pertama, oleh sumber daya manusianya, yaitu guru. Guru masih sangat dominan dalam menentukan keberhasilan muatan lokal. Kedua adalah faktor sarana pendukung, terutama buku-buku (bahasa, keterampilan, kesenian, dan lain- lain), serta media yang mendukung. Disusul faktor ketiga yaitu dukungan dana yang memadai.

(4)

Dari sudut proses pembelajaran,seperti halnya muatan lokal, guru sebagai pengelola memegang peranan yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan, seperti pendapat Wayan Rai (2005: 130-144), yaitu

Guru hendaknya mampu menjadi manajer kelas yang baik, dengan mengorganisasikan materi dan kegiatan pembelajaran sedemikian rupa agar tercipta suasana belajar yang dinamis, aktif, inovatif, dan menyenangkan bagi siswa. Hal ini akan dapat dilaksanakan bila guru telah memiliki kompetensi dan profesionalisme. Sedangkan dari sudut situasi belajar, kemampuan guru dalam menciptakan ketertiban kelas, minat dan motivasi belajar, fasilitas belajar dan iklim sekolah yang kondusif, ikut menentukan keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.

Dari sudut manajemen pembelajaran bahasa Jawa di SMA, menurut Mulyana (2008: 175), yaitu

Sekolah perlu menyediakan (a) sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kebutuhan proses pembelajaran seperti buku-buku atau media pembelajaran bahasa Jawa (buku-buku tentang wayang, adat Jawa, karya sastra dan budaya Jawa) perlu disediakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan siswa mendalami bahasa Jawa (b) ruang belajar yang nyaman, laboratorium bahasa, sastra dan budaya Jawa (c) gedung sekolah yang representatif.

Selain itu menurut Mulyana (2006: 4), yaitu persoalan yang mendesak dan perlu dilakukan untuk memperoleh hasil belajar bahasa Jawa yang maksimal sesuai tujuan kebijakan muatan lokal bahasa Jawa, yaitu

Persoalan yang mendesak dan perlu dilakukan ialah meningkatkan kemampuan guru (dapat dilakukan dengan penyuluhan baik secara kuantitatif maupun kualitatif), membenahi bahan pengajaran, mengevaluasi proses belajar mengajar, serta meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam belajar, serta membangun karakter guru bahasa Jawa yang santun dan penuh kasih sayang. Jelasnya, faktor intern dan ekstern siswa didik harus benar-benar dibenahi untuk memperoleh hasil belajar bahasa Jawa yang maksimal.

(5)

Tetapi dalam penerapan kebijakan pendidikan, permasalahan di lapangan sering dijumpai, sehingga hasil yang didapat belum sesuai dengan harapan, hal ini disebabkan karena adanya kesenjangan dalam pelaksanaan. Faktor-faktor yang menyebabkan kebijakan-kebijakan tidak sesuai dengan harapan menurut Budi Winarno (2008: 247), yaitu:

1. Sumber-sumber yang tidak memadai

2. Cara yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan 3. Masalah-masalah publik

4. Cara orang menanggapi atau menyesuaikan diri terhadap kebijakan- kebijakan publik yang justru meniadakan dampak yang diinginkan 5. Tujuan-tujuan yang tidak sebanding dan bertentangan satu sama lain 6. Biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah jauh lebih besar

dibanding dengan masalah tersebut

7. Banyak masalah-masalah pendidikan yang tidak mungkin dapat diselesaikan.

Kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di tingkat SMA dilihat berdasarkan pelaksanaan pembelajaran dan kesulitan yang dialami guru dan siswa, menurut Endang Kurniati & Esti Sudi Utami (2009: 198-205), yaitu

Pembelajaran bahasa Jawa belum sesuai yang diharapkan. Nilai rata-rata siswa banyak yang di bawah KKM. Di samping itu siswa tidak berminat mengikuti pembelajaran bahasa Jawa. Bahkan tidak sedikit siswa yang menyepelekan mata pelajaran bahasa Jawa karena siswa beranggapan pelajaran bahasa Jawa tidak penting. Karena posisi pelajaran Bahasa Jawa merupakan muatan lokal, maka baik kepala sekolah, guru, maupun siswa kurang merespon secara positif. Dalam pelaksanaannya, tidak dipersiapkan dengan matang, guru tidak berlatarbelakang pendidikan bahasa Jawa, sarana dan prasarana pembelajaran seadanya, dan perangkat kurikulum tidak dipersiapkan dengan baik.

Selain itu, proses pembelajaran muatan lokal bahasa Jawa dewasa ini hampir di bagian jenjang tidak memperhatikan hal-hal dasar karakteristik bahasa Jawa, sehingga terjadi kerancuan di sana-sini dan berakibat pudarnya minat peserta didik

(6)

pada pelajaran bahasa Jawa itu sendiri, oleh karena perlu dirumuskan sebuah rumusan baru untuk lebih bisa mengoptimalkan pembelajaran bahasa Jawa yang sistematis, karena penguasaan bahasa Jawa dengan baik akan membuka titik-titik akses yang dikehendaki sesuai dengan tujuan akhir dari diberikannya sebuah mata pelajaran bahasa Jawa kepada peserta didik ( Setya Amrih Prasaja, 2008: 12).

Pembelajaran bahasa Jawa sejak tahun ajaran 2005/2006 perlu diteliti keefektivan kebijakan untuk mengetahui keberhasilan tujuan kurikulum mulok bahasa Jawa. Pernyataan tersebut sejalan pendapat Farida Nugraheni (2008:70) yaitu,

Sudah lama keprihatinan akan kondisi pembelajaran bahasa dan sastra Jawa itu mengemuka dalam berbagai seminar, namun belum juga ditemukan formula yang tepat sebagai solusi untuk mengatasi solusinya. Kalaupun ada alternatif solusinya, akhirnya terhenti pada tataran wacana, jarang terealisasi, karena berbagai alasan. Misalnya terbatasnya alokasi waktu, terbatasnya fasilitas buku- buku sastra (baik teori maupun karya kreatif), rendahnya minat baca siswa, dan yang paling penting rendahnya kompetensi guru dalam mengajarkannya.

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Undang-Undang RI Nomor 14 , 2005). Kompetensi guru bahasa Jawa merupakan modal utama ke ketercapaian tujuan kebijakan kurikulum mulok bahasa Jawa di SMAN, sedangkan pembelajaran bahasa Jawa menurut Endang Kurniati dan Esti Sudi Utami (2007: 7-17), yaitu

Pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa SMA belum mamuaskan. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan kurikulum dan materi ajar yang tidak memperhatikan kompetensi komunikatif siswa yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan sosial budaya siswa. Hal ini terjadi karena guru bahasa Jawa SMA bukan berlatar belakang bidang studi pendidikan bahasa Jawa, sehingga tidak bisa mengembangkan kurikulum, materi ajar, dan PBM yang komunikatif.

Dengan kondisi pembelajaran seperti itu, kompetensi siswa tidak berkembang.

(7)

Berdasarkan data survei, kendala penerapan kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di tingkat SMAN kota Yogyakarta diantaranya adalah (1) Tahun ajaran 2005/2006 seleksi penerimaan guru bahasa Jawa belum menggunakan standar sesuai kualifikasi ijasah Strata 1(S1) bahasa Jawa, sehingga kebijakan di beberapa SMAN kota Yogyakarta merekrut guru bahasa Jawa yang tidak memiliki ijasah S1 bahasa Jawa. Kemudian tahun ajaran 2006/2007 kebijakan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) guru sesuai persyaratan kompetensi yaitu berijasah minimal S1 Kependidikan Bahasa Jawa atau S1 Sastra Jawa ditambah Akta Mengajar IV hanya mengangkat satu guru. Sedangkan pengangkatan guru bahasa Jawa tahun ajaran 2011/2012 ada delapan guru sehingga di SMAN kota Yogyakarta berjumlah sebelas SMAN baru terdapat delapan guru PNS bahasa Jawa. SMAN Kota Yogyakarta terdapat tiga SMAN yang sejak tahun ajaran 2005/2006 belum memiliki guru bahasa Jawa yang dipilih melalui mekanisme jalur seleksi seperti pengangkatan CPNS guru bahasa Jawa. (2) Keterbatasan alokasi waktu yang dipengaruhi oleh kebijakan sekolah. Alokasi waktu bahasa Jawa, sesuai KTSP adalah 2 jam pelajaran, tetapi oleh kebijakan sekolah dikurangi menjadi satu jam pelajaran. Pengurangan jam pelajaran mulok bahasa Jawa menyebabkan beberapa guru kesulitan dalam memotivasi belajar siswa. Kebijakan sekolah mengurangi jam pelajaran mulok bahasa Jawa menyebabkan keleluasaan guru dalam menyampaikan kegiatan belajar mengajar bahasa Jawa kurang optimal.(3) Penerapan kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di lingkungan sekolah belum didukung oleh sarana prasarana bernuansa Jawa seperti seperangkat

(8)

gamelan Jawa, media pembelajaran beberapa tokoh wayang kulit, kamus bahasa Jawa, majalah berbahasa Jawa, slogan ditulis menggunakan bahasa Jawa, lukisan kaligrafi aksara Jawa atau”kridhasastra” dan video dokumenter tentang budaya Jawa. Menurut Sutrisna Wibawa (2006:11) Kegiatan ekstrakurikuler untuk mendukung kegiatan kurikuler juga perlu digalakkan misalnya majalah dinding yang memuat karya siswa, sanggar sastra, karawitan, dan berbagai lomba bahasa, sastra dan kesenian Jawa. (4) Kebijakan sekolah-sekolah di wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam rangka pelestarian bahasa Jawa yaitu dengan himbauan berbicara menggunakan bahasa Jawa di lingkungan sekolah pada hari Sabtu belum dilaksanakan secara optimal. (5) Pembelajaran bahasa Jawa sesuai KTSP diberikan di kelas X, kelas XI dan kelas XII dengan jumlah jam dua jam pelajaran per minggu. Kebijakan beberapa SMAN Kota Yogyakarta sesuai data survei menerapkan pembelajaran bahasa Jawa untuk X dan kelas XI, sedangkan kelas XII tidak ada pembelajaran bahasa Jawa. Beberapa guru kesulitan dalam pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Jawa sesuai tujuan kurikulum mulok bahasa Jawa, karena pembelajaran bahasa Jawa tidak dilaksanakan di kelas XII.

Berdasar uraian di latar belakang masalah maka peneliti tertarik mengangkat judul tentang PENGARUH KOMPETENSI GURU MOTIVASI BELAJAR LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI KOTA YOGYAKARTA.

(9)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Sekolah kurang mengenal potensi secara mendalam kondisi lingkungan.

2. Kurang Sumber Daya Manusia atau SDM kompeten untuk subyek keunggulan lokal tertentu.

3. Kurang sarana/prasarana dan menjadi beban tambahan.

4. Tidak sedikit siswa yang menyepelekan mata pelajaran bahasa Jawa karena siswa beranggapan pelajaran bahasa Jawa tidak penting.

5. Karena posisi pelajaran Bahasa Jawa merupakan muatan lokal, maka baik kepala sekolah, guru, maupun siswa kurang merespon secara positif.

6. Dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa, tidak dipersiapkan dengan matang, guru tidak berlatar-belakang pendidikan bahasa Jawa.

7. Sarana dan prasarana pembelajaran bahasa Jawa seadanya, dan perangkat kurikulum tidak dipersiapkan dengan baik.

8. Keprihatinan akan kondisi pembelajaran bahasa dan sastra Jawa itu mengemuka dalam berbagai seminar, namun belum juga ditemukan formula yang tepat sebagai solusi untuk mengatasi solusinya.

9. Minat baca siswa terhadap buku-buku berbahasa Jawa masih rendah.

10. Pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa SMA belum mamuaskan, kurikulum dan materi ajar yang tidak memperhatikan kompetensi komunikatif siswa yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan sosial budaya siswa.

(10)

11. Kompetensi guru dalam mengajarkan materi bahasa Jawa masih rendah.

12. Kebijakan sekolah mengurangi jam pelajaran mulok bahasa Jawa menyebabkan keleluasaan guru dalam menyampaikan kegiatan belajar mengajar bahasa Jawa kurang optimal.

13. Kebijakan muatan lokal bahasa Jawa diterapkan di lingkungan sekolah belum didukung oleh sarana prasarana bernuansa Jawa, seperti seperangkat gamelan Jawa, media pembelajaran beberapa tokoh wayang kulit, kamus bahasa Jawa, majalah berbahasa Jawa, slogan ditulis menggunakan bahasa Jawa, lukisan kaligrafi aksara Jawa atau”kridhasastra” dan video dokumenter tentang budaya Jawa.

14. Kebijakan beberapa SMAN Kota Yogyakarta menerapkan pembelajaran bahasa Jawa untuk X dan kelas XI, sedangkan kelas XII tidak ada pembelajaran bahasa Jawa. Beberapa guru kesulitan dalam pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Jawa sesuai tujuan kurikulum mulok bahasa Jawa, karena pembelajaran bahasa Jawa tidak dilaksanakan di kelas XII.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, masalah penelitian ini dibatasi pada pengaruh kompetensi guru, motivasi belajar, lingkungan sekolah terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di Sekolah Menengah Atas Negeri atau SMAN kota Yogyakarta.

(11)

D. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah penelitian, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kompetensi guru terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta?

2. Bagaimana pengaruh motivasi belajar terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta?

3. Bagaimana pengaruh lingkungan sekolah terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta?

4. Bagaimana pengaruh kompetensi guru, motivasi belajar dan lingkungan sekolah secara bersama-sama terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini, adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi guru terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan sekolah terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta.

(12)

4. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi guru, motivasi belajar dan lingkungan sekolah secara bersama-sama terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini akan mengungkapkan secara kuantitatif tentang pengaruh kompetensi guru, motivasi belajar dan lingkungan sekolah terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta. Maka penelitian ini akan menghasilkan fakta empiris yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu manajemen pendidikan, khususnya di bidang kebijakan pendidikan. Dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lebih lanjut yang relevan dengan manajemen kebijakan pendidikan.

b. Sebagai masukan bagi Tim Pengembang Kurikulum Muatan Lokal di Tingkat Dinas Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Tim Pengembang Kurikulum Muatan Lokal di Tingkat Dinas Pendidikan Kota dan unit-unit SMAN Kota Yogyakarta khususnya, bahwa kompetensi guru, motivasi belajar dan lingkungan sekolah dapat mendukung keberhasilan pencapaian tujuan mulok bahasa Jawa.

(13)

2. Manfaat Praktis

a. Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan pembinaan terhadap guru bahasa Jawa SMAN khususnya pembinaan di bidang peningkatan kompetensi guru bahasa Jawa.

b. Bagi peneliti lain dapat menjadi masukan dan pembanding dari segi teknis maupun hasil temuan sehingga saling sumbang saran untuk pengembangan hasil penelitian dan wawasan keilmuan.

.

Referensi

Dokumen terkait

Pesantren Al-Falah Biru Pada Masa Revolusi Fisik Di Garut Tahun 1945-1949 Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu. Oman Abdurrahman berjudul Sejarah Berdirinya

dr.. bahwa dalnm rangka pemberian ljin Apotik KPRI RSUD Dr. SOETOMO IRD sesuai dcngan sural permohonan Sami Rahnyu, S.Farm, Apt tanggal 10 Mci 2010 tentang

HIDAYATNO, AKHMAD; AISYAH IADHA NURAINI; GAGAS HARISETO PRATOMO: Analisis Ergonomi Desain Ruang Kerja Penembak Pada Kendaraan Tempur Armoured Personnel Carrier

Selama pelaksanaan praktek kerja lapangan di BRI Unit Mangkoso saya dapat banyak pengetahuan tentang berbagai produk yang di pasarkan di BRI,dan juga dapat

Peningkatan kemampuan siswa diukur dengan melakukan observasi pada proses kegiatan belajar mengajar. Dari hasil pengamatan dapat dijelaskan bahwa kemampuan siswa

Jika Lembar Data Keselamatan kami telah diberikan kepada Anda beserta persediaan tinta Asli yang diisi ulang, diproduksi ulang, dan kompatibel atau non-HP, harap diketahui

Pork products stand out as having great export potential; bacon, ham, and pork leg (especially during the winter months) are all popular imports from the United States. Exports

Setelah mengumpulkan data melalui proses mengamati informasi yang diberikan di Buku Siswa, guru meminta siswa untuk menyebutkan urutan langkah-langkah pada