• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah, yang diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, aktivitas insulin, maupun keduanya (Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2010). Individu yang didiagnosis mengidap penyakit kronis menghadapi proses adaptasi atau penyesuaian yang dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah karakteristik penyakit, karakteristik individu, dan karakteristik lingkungan sosial (Brannon, Feist & Updegraff, 2014).

Pada masa adaptasi, sering kali penyandang sakit kronis dihadapkan dengan stres yang dikarenakan oleh perilaku dan kebiasaan hidup yang harus berubah seiring dengan berubahnya kondisi tubuh (Pickup & Williams, 1991). Adaptasi atau penyesuaian yang harus dihadapi oleh penyandang diabetes mencakup bagaimana menghadapi simtom-simtom penyakit, mengelola stres yang diakibatkan oleh pengobatan, menjalani hidup dengan senormal mungkin, serta menghadapi kemungkinan datangnya kematian (Brannon dkk., 2014). Reaksi- reaksi psikologis seperti penyangkalan terhadap diagnosis penyakit, perasaan marah, bahkan depresi disertai perasaan tidak berharga, tidak berdaya, dan menyalahkan diri sendiri dapat muncul karena penyakit kronis seperti diabetes membutuhkan tritmen dan monitor seumur hidup (Pickup & Williams, 1991).

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis dengan jumlah kasus terbanyak hampir di semua negara di dunia, dan jumlah tersebut terus meningkat secara signifikan seiring dengan perubahan gaya hidup yang mengarah pada berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya obesitas (Shaw, Sicree & Zimmet, 2009). Penelitian Shaw dkk (2009)

(2)

menyebutkan bahwa di negara berkembang, jumlah penyandang diabetes akan meningkat 69%

dari tahun 2010 ke tahun 2030. Seiring dengan hasil penelitian tersebut, Konsensus Diabetes Melitus Tipe 2 Indonesia yang disusun oleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia menyebutkan bahwa menurut prediksi World Health Organization (WHO), jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia akan mengalami peningkatan signifikan, dari 8,4 juta di tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 mendatang (PERKENI, 2011).

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai angka 2,1%, meningkat dari tahun 2007 sebesar 1,1%. Propinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah yakni sebesar 3,7% sementara prevalensi Jawa Tengah adalah 1,9%, berada di urutan ke-18 propinsi dengan jumlah prevalensi diabetes tertinggi (Depkes RI, 2013).

Berdasarkan data kasus penyakit tidak menular di Jawa Tengah yang dimuat dalam Buku Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2012, Kota Surakarta menempati peringkat pertama kota dengan jumlah kasus diabetes tipe 2 terbanyak di Provinsi Jawa Tengah.

Kabupaten Klaten menempati urutan ke-5 dengan jumlah kasus diabetes tipe 2 sebanyak 10.219 di tahun 2012 (Depkes RI, 2012). Di Kabupaten Klaten, berdasarkan data registrasi pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam Klaten pada tahun 2014, jumlah pasien diabetes melitus berada di urutan ketiga terbanyak (13%), setelah hipertensi dan infeksi saluran kencing. Berdasarkan data registrasi pasien rawat jalan, jumlah pasien diabetes melitus berada di urutan kedua terbanyak (17%) setelah hipertensi.

American Diabetes Association mengklasifikasikan diabetes melitus berdasarkan penyebabnya ke dalam empat tipe yakni tipe 1, tipe 2, tipe lain, dan gestational. Sekitar 5%

hingga 10% penyandang diabetes merupakan penyandang diabetes tipe 1 dengan karakteristik

(3)

adanya kerusakan pankreas yang disebabkan oleh faktor genetik, imunologis, maupun faktor lingkungan, sehingga penyandang diabetes tipe 1 memerlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah (Smeltzer dkk., 2010). Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh masih dapat memproduksi insulin namun jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan atau tubuh mengalami resistensi terhadap insulin (Taylor, 2012). Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum, karena 90% hingga 95% penyandang diabetes didiagnosis menyandang diabetes tipe 2 (Smeltzer dkk., 2010). Diabetes tipe lain terjadi akibat pengaruh obat dan zat kimia, infeksi, imunologi, ataupun sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes lain (Pramono, 2011). Diabetes gestational merupakan diabetes yang terjadi karena meningkatnya kadar gula darah pada tubuh selama masa kehamilan (Smeltzer dkk., 2010).

Meskipun tidak mengakibatkan kematian secara langsung, diabetes tipe 2 membutuhkan perawatan yang baik agar tidak menyebabkan komplikasi, baik komplikasi akut maupun kronis (Pramono, 2011). Penyakit komplikasi yang dapat muncul pada penyandang diabetes tipe 2 adalah hipoglikemia, hiperglikemia, penyakit retinopati, penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal, dan penyakit syaraf kaki (www.diabetes.org.uk). Di antara penyakit komplikasi yang dapat muncul pada penyandang diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular memiliki kemungkinan tertinggi untuk muncul (Brannon dkk., 2014). Dengan kata lain, penyandang diabetes harus menjaga dan mengontrol kadar gula darah agar risiko terjadinya komplikasi dapat berkurang.

Diabetes tipe 2 tidak hanya menyebabkan permasalahan di aspek fisik berupa tingginya risiko komplikasi, melainkan juga mempengaruhi aspek-aspek lain di kehidupan penyandang diabetes tipe 2, seperti aspek psikologis, sosial dan ekonomi. Price dan Wilson (2005) menyatakan bahwa penyandang maupun keluarga diabetes tipe 2 dapat merasakan beban psikologis sebagai dampak dari diagnosis penyakit kronis, berupa penolakan, cemas,

(4)

marah, perasaan bersalah, dan depresi. Aspek sosial seperti interaksi sosial dan hubungan interpersonal juga dapat terganggu akibat perasaan putus asa yang menyertai penyakit kronis.

Di samping itu, penurunan produktivitas kerja akibat kondisi fisik yang berdampak pada jumlah pendapatan serta kebutuhan akan biaya pengobatan yang tinggi memiliki dampak buruk terhadap kondisi ekonomi keluarga (Kusniawati, 2011).

Sebagai penyakit seumur hidup yang memberikan dampak besar terhadap berbagai aspek dalam kehidupan, penyandang dan keluarga penyandang diabetes perlu memiliki pemahaman mengenai penyakit diabetes, terutama dalam hal perawatan. Guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai penyakit diabetes serta perawatannya, terdapat organisasi atau perkumpulan penyandang diabetes di Indonesia seperti Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA), dan Perkumpulan Edukator Diabetes Indonesia (PEDI) yang memiliki kegiatan-kegiatan penunjang edukasi diabetes bagi penyandang dan keluarga penyandang diabetes.

Agar sukses menjaga kadar gula darah normal, penyandang diabetes dapat melakukan aktivitas-aktivitas self-care diabetes. Self-care, atau yang sering juga disebut dengan istilah self management, merupakan pelaksanaan aktivitas perawatan kesehatan diri, baik preventif

maupun terapeutik (Rahim-Williams, 2004).

Dorothea Orem, seorang teoritikus di bidang keperawatan dan pencetus self-care deficit nursing theory, mendefinisikan self-care sebagai aktivitas yang diinisiasi oleh individu

guna mempertahankan hidup, menjaga kesehatan serta kesejahteraan (Weiler & Crist, 2007).

Weiler dan Crist (2007) menyebutkan bahwa self-care merupakan perilaku yang dilakukan secara sadar, bersifat universal, dan terbatas pada diri sendiri.

Terdapat empat hal yang dapat dilakukan untuk merawat diabetes, yakni menjaga pola makan, olahraga rutin, memonitor gula darah secara rutin, dan melakukan pengobatan sesuai

(5)

dengan anjuran dokter (Cox & Gonder-Frederick, 1992). Keempat hal tersebut merupakan bentuk aktivitas self-care diabetes yang membutuhkan partisipasi aktif dari penyandang diabetes.

Kemampuan penyandang diabetes dalam melakukan aktivitas-aktivitas self-care tidak sama antara satu individu dengan individu lain. Ada banyak hal yang mempengaruhi penyandang diabetes dalam melakukan aktivitas self-care diabetes, diantaranya adalah efikasi diri (Souza & Zauszniewski, 2005), pengetahuan (Sigurdardottir, 2005), dukungan sosial (Shrivastava, Shrivastava & Ramasamy, 2013), dukungan finansial (Sousa & Zauszniewski, 2005), serta peran petugas kesehatan dalam mempromosikan self-care (Shrivastava dkk., 2013).

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa perilaku self-care pada penyandang diabetes merupakan hal multidimensional yang memiliki dimensi psikologis. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui dinamika psikologis self-care yang terjadi pada penyandang diabetes tipe 2.

B. Rumusan Masalah

Jumlah kasus diabetes melitus tipe 2 di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

Agar kadar gula darah terkontrol dan risiko komplikasi dapat diminimalkan, penyandang diabetes perlu melakukan self-care diabetes. Aktivitas-aktivitas self-care diabetes meliputi menjaga pola makan sehat dan seimbang, rutin berolahraga, memonitor gula darah secara rutin, dan melakukan pengobatan sesuai anjuran dokter. Kemampuan penyandang diabetes dalam menjalani self-care diabetes berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa aspek psikologis yakni efikasi diri, pengetahuan, dukungan sosial, dukungan finansial dan peran petugas kesehatan. Penelitian ini bermaksud untuk mengeksplorasi

(6)

bagaimana aspek-aspek psikologis tersebut berdinamika satu sama lain dalam mempengaruhi self-care penyandang diabetes, yang dalam penelitian ini disebut dengan dinamika psikologis.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika psikologis self-care pada penyandang diabetes tipe 2 sebagai upaya menjaga kadar gula darah untuk meminimalkan risiko komplikasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah untuk menambah khasanah dalam ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Kesehatan, mengenai gambaran akan dinamika psikologis self-care penyandang penyakit kronis diabetes melitus tipe 2.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi subjek penelitian dan penyandang diabetes melitus tipe 2 lainnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai hal-hal yang berkenaan dengan self-care diabetes.

b. Bagi keluarga serta orang terdekat penyandang diabetes melitus tipe 2, penelitian ini diharapkan dapat membantu memahami dinamika psikologis self-care yang dialami penyandang diabetes, sehingga dapat memberi dukungan yang tepat.

(7)

c. Bagi peneliti, proses penelitian ini telah memberikan pengetahuan baru dan penghayatan mengenai dinamika psikologis yang terjadi pada kehidupan penyandang diabetes.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan itu, kajian telah dijalankan untuk mengenal pasti persepsi pelajar UTM terhadap pelaksanaan polisi tersebut daripada aspek kesediaan, minat dan keyakinan pelajar dalam

Meloxicam secara bermakna menunjukkan resiko yang lebih kecil terhadap insiden saluran cerna daripada natrium diklofenak setelah 2 minggu pengobatan dalam hal keluhan nyeri

Variabel-variabel yang terkena dampak dari pembangunan Jalur Lingkar Luar Timur terhadap ekonomi pada Kawasan Surabaya Timur adalah PDRB, pendapatan per kapita, prospek

 Bagian vestibulum sisi lateral dengan mendorong spekulum ke lateral, medial dengan mendorong ke medial, superior dengan mendorong ke atas, inferior dengan mendorong ke

C. Menindaklanjuti Nota Dinas Sekretaris Ditjen Perbendaharaan Nomor ND-1752/PB.1/2012 tanggal 15 Agustus 2012 hal Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pejabat/Pegawai Ditjen

Ternak dipelihara dalam kandang percobaan selama enam minggu.Data hasil pengamatan ditabulasi dan dianalisis menggunakan analisis ragam, jika antar perlakuan ditemukan

Berdasarkan kepada perbincangan kajian lepas, hipotesis untuk kajian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan di antara literasi kewangan dan gelagat kewangan

Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan