• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

261

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)

U R L : h t t p s : / / j i a p . u b . a c . i d / i n d e x . p h p / j i a p

Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (Studi paada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Madiun)

Arina Wiyanika

a 

a

Badan Keuangan dan Aset Daerah Kota Madiun, Jawa Timur, Indonesia

1. Pendahuluan

Perencanaan kebutuhan dan penganggaran merupakan kegiatan awal yang penting dilakukan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan barang milik daerah. Pengelolaan barang milik daerah dalam pelaksanaannya masih berhubungan dengan pengelolaan keuangan. Hal ini dikarenakan

———

 Corresponding author. Tel.: +62-812-1931-5768; e-mail: wiyanika02@gmail.com

barang milik daerah adalah semua barang yang diperoleh dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) atau perolehan lain yang sah. Dalam melakukan pembelian atau pengadaan barang milik daerah haruslah memenuhi kriteria memiliki nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan. Selain itu barang yang akan dibeli seyogyanya menunjang program dan kegiatan I N F O R M A S I A R T IK E L A B S T R A C T

Article history:

Dikirim tanggal: 27 Oktober 2020 Revisi pertama tanggal: 10 Juli 2021 Diterima tanggal: 01 Agustus 2021 Tersedia online tanggal: 20 Agustus 2021

Local asset planning is a important beginning activity in asset management.

Coordination needs to do asset management, include local asset planning. The study aims to know deeply how coordination of asset planning drafting and its obstacle factor with study at BPKAD in Madiun City. Data collection method include interview, observation, and literature review. Data analysis is descriptive qualitative. The result shows that coordination of asset planning drafting not optimal yet to make asset administrator in tune. It shows from repeat mistakes happen every local asset planning drafting. This affect lateness of determination of asset planning report. Obstacle factor of coordination of asset planning drafting are ability and understanding of asset administrator and not available yet of application and standard of asset planning.

INTISARI

Perencanaan aset daerah merupakan kegiatan awal yang penting dalam pengelolaan aset. Koordinasi perlu dilakukan dalam pengelolaan aset, termasuk perencanaan aset daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam bagaimana koordinasi penyusunan perencanaan aset dan faktor penghambatnya dengan studi di BPKAD Kota Madiun. Metode pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, dan studi pustaka. Analisis data bersifat deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi penyusunan perencanaan aset belum optimal untuk menyelaraskan pengelolaan aset. Hal ini terlihat dari kesalahan yang berulang terjadi setiap penyusunan perencanaan aset daerah. Hal tersebut mempengaruhi keterlambatan penetapan laporan perencanaan aset. Faktor penghambat koordinasi penyusunan perencanaan aset adalah kemampuan dan pemahaman pengelola aset serta belum tersedianya penerapan dan standar perencanaan aset.

2021 FIA UB. All rights reserved.

Keywords: local asset, planning, coordination

JIAP Vol 7, No 2, pp 261-272, 2021

© 2021 FIA UB. All right reserved

ISSN 2302-2698

e-ISSN 2503-2887

(2)

262 pemerintah daerah. Pengadaan barang milik daerah membutuhkan perencanaan yang memadai.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah mendefinisikan perencanaan kebutuhan sebagai kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam menentukan tindakan di masa mendatang.

Perencanaan kebutuhan barang milik daerah diwujudkan dengan menyusun dokumen tahunan tentang kebutuhan barang milik daerah atau yang disebut rencana kebutuhan barang milik daerah, disingkat RKBMD. Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dilaksanakan setelah rencana kerja OPD ditetapkan, dengan memperhatikan kebutuhan riil dan mempertimbangkan ketersediaan barang yang ada.

Perencanaan kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah memerlukan adanya pemahaman dari seluruh OPD atau unit kerja terhadap tahapan kegiatan pengelolaan barang milik daerah. Hal ini dimaksudkan agar tujuan perencanaan dapat tepat sasaran dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Proses pengelolaan barang milik daerah akan terus berlangsung selama barang milik daerah tersebut masih ada. Apalagi keberadaan barang milik daerah merupakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah dalam menunjang tugas pokok dan fungsi serta memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Usulan atas kebutuhan barang milik daerah setiap tahunnya selalu ada dengan jumlah yang tidak sedikit. Penambahan jumlah barang milik daerah yang semakin banyak akan mengakibatkan beban pengelolaan semakin besar pula.

Perlu adanya pemutakhiran data agar bisa menindaklanjuti barang milik daerah yang sudah tidak dapat dipergunakan. Aset yang sudah tidak dapat digunakan dan tidak memiliki manfaat secara ekonomis mungkin perlu dikurangi, dieliminasi, atau diganti (Jatmiko, 2017).

RKBMD merupakan dokumen perencanaan yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) bagi masing-masing OPD.

Perencanaan yang dimaksud adalah perencanaan atas barang atau aset yang sudah mulai rusak, sudah rusak, barang yang sudah tua, serta rencana dan kebutuhan lain yang dianggap penting untuk dimasukkan dalam perencanaan. Penyusunan RKBMD di Kota Madiun sendiri baru dimulai pada tahun 2015. Hal ini berawal dari adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2013 dikarenakan tindak lanjut atas peraturan daerah tentang barang milik daerah yang mengatur tentang tata cara perencanaan kebutuhan barang milik daerah belum diatur dalam peraturan walikota. Oleh karenanya pada

tahun 2015 disusunlah peraturan walikota Madiun Nomor 13 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Kebutuhan dan Pemeliharaan Barang Unit dan Rencana Kebutuhan dan Pemelihaaan Barang Milik Daerah serta Penganggarannya, yang selanjutnya menjadi pedoman awal dalam penyusunan RKBMD.

Dalam pengelolaan barang milik daerah, Pemerintah Kota Madiun telah menggunakan aplikasi sistem informasi manajemen daerah barang milik daerah (SIMDA BMD) yang bekerjasama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Meskipun dalam SIMDA BMD juga memiliki fitur perencanaan kebutuhan barang milik daerah, namun penyusunan RKBMD masih dilaksanakan secara manual karena format yang ada pada SIMDA BMD tidak sesuai dengan format pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Hal ini tentu saja membutuhkan lebih banyak waktu dalam pengerjaannya. Terlebih dalam penyusunannya masih terdapat kekeliruan pengurus barang dalam mengisi format yang membuat pengumpulan RKBMD menjadi terlambat dan kesalahan berulang setiap tahun. Hal ini membuktikan bahwa belum adanya keselarasan pemahaman antara pengurus barang dengan BPKAD selaku Pejabat Penatausahaan Barang Milik Daerah. Koordinasi penting dilakukan untuk dapat menyamakan pemahaman guna mencapai tujuan yang sama. Dengan latar belakang tersebut, penulis melakukan penelitian untuk mengetahui pelaksanaan koordinasi vertikal dan horizontal dalam penyusunan RKBMD dan faktor-faktor penghambatnya dengan studi pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Madiun.

2. Teori

2.1 Administrasi Publik dalam Otonomi Daerah Pengaturan diperlukan untuk menciptakan keteraturan dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan. Kegiatan pengaturan tersebut melibatkan adanya kerjasama dengan orang lain. Ali (2015) menjelaskan bahwa administrasi teraktualisasi melalui organisasi dan manajemen, akan diwarnai oleh perilaku individu dalam aktualisasi dirinya dikehidupan berorganisasi, terbukti pada apa yang disebut dengan manajemen. Dalam pemerintahan, administrasi dibutuhkan untuk mengatur tata kelola pemerintahan.

Pada perkembangannya, administrasi negara yang

semula berkaitan dengan pemerintah saja sudah

mengalami perubahan dengan melibatkan masyarakat

dan sektor swasta dalam mengelola pemerintahan. Hal itu

mengakibatkan perubahan dari administrasi negara

menjadi administrasi publik. Dengan adanya perubahan

menjadi administrasi publik, masyarakat juga menuntut

adanya perubahan pelayanan publik yang lebih baik. Hal

(3)

263 ini sejalan dengan pendapat Thoha (2015) bahwa ilmu administrasi publik merupakan suatu kajian sistematis yang memuat perencanaan realitas dari upaya untuk menata pemerintahan menjadi tata pemerintahan yang baik (good governance).

Dengan adanya otonomi daerah, maka administrasi publik berperan dalam mengawal pelaksanaan pemerintahan yang baik melalui kebijakan yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Penyerahan sebagian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menjalankan pemerintahannya.

Administrasi publik tidak hanya sekedar wadah, alat, pelaksana otonomi atau desentralisasi, tetapi juga sebagai pelaku bahkan mengambil peran (role) didalam implementasi otonomi atau desentralisasi (Utomo, 2012).

Hal ini disebabkan otonomi tidak hanya sebagai technical administration saja, tetapi juga sebagai process of political interaction yaitu sebagai arah dalam tercapainya pemberdayaan daerah.

2.2 Pengelolaan Barang Milik Daerah

Dalam rangka mendukung kegiatan operasionalnya, setiap OPD membutuhkan aset. Kebutuhan akan aset tersebut bervariatif tergantung pada kegiatan yang dilakukan. Yusuf (2013) mengungkapkan bahwa aset daerah terdiri enam golongan yang termasuk aset tetap yaitu: golongan tanah, golongan peralatan dan mesin, golongan gedung dan bangunan, golongan jalan, irigasi, dan jaringan, golongan aset tetap lainnya, dan golongan konstruksi dalam pengerjaan. Aset tetap adalah aset yang digunakan dalam jangka panjang dan merupakan aset berwujud (tangible assets) karena dapat terlihat langsung secara fisik (Hery, 2015). Aset tetap umumnya diperoleh dengan cara pembelian menggunakan APBD. Meskipun demikian aset dapat diperoleh melalui sistem bangun- guna-serah ataupun pemanfaatan lain.

Jumlah aset yang banyak dan variatif jenisnya, mengharuskan pemilik aset, utamanya pemerintah untuk melakukan pencatatan dengan akurat. Untuk dapat dikategorikan dalam aset tetap, maka harus memenuhi karakteristik yaitu memiliki bentuk fisik, digunakan dalam kegiatan operasional organisasi, tidak untuk dijual kembali, memiliki masa pakai yang relatif lama, dan dapat memberikan manfaat pada masa yang akan datang (Purwaji, Wibowo & Lastanti, 2017). Kepemilikan aset dalam jumlah besar menuntut OPD untuk dapat mengelola dengan baik. Pengelolaan tersebut berguna untuk menjaga agar aset tetap dapat digunakan sebagai operasional, juga mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan kerugian bagi pemilik. Upaya yang dapat dilakukan oleh OPD dalam mengelola aset yang dimilikinya adalah melalui pengendalian aset tetap.

2.3 Perencanaan dan Penganggaran Barang Milik Daerah

Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2012). Sebagai langkah awal sebelum melaksanakan kegiatan, perencanaan memiliki peranan yang penting. Rohman (2018) mendefinisikan perencanaan sebagai upaya penggunaan sumber daya yang dimiliki organisasi secara maksimal untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan dibutuhkan untuk dapat menggunakan sumber daya yang dimiliki secara optimal.

Hal ini karena adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh organisasi.

Dalam perencanaan tercakup sumber-sumber yang dibutuhkan, tugas atau kewajiban yang harus diselesaikan, tindakan atau cara terbaik yang diputuskan akan dilakukan, dan waktu atau jadwal yang ditaati untuk melaksanakan kegiatan (Pudjianto, 2019). Sifat komprehensif suatu perencanaan dapat dipenuhi dengan membangun partisipasi seluruh stakeholder agar didapat informasi yang lengkap dan dipahami bersama untuk kemudian dibangun keputusan terbaik (Mahi &

Trigunarso, 2017). Dalam melaksanakan perencanaan tidak akan lepas dari penganggaran. Kesalahan dalam merencanakan dan menganggarkan suatu kegiatan akan berdampak pada pelaksanaan kegiatan tersebut. Hal ini disebabkan salah satu fungsi anggaran adalah sebagai pedoman dalam bekerja.

Dalam pengelolaan barang milik daerah juga terdapat kegiatan perencanaan kebutuhan dan penganggaran yang merupakan kegiatan awal yang penting dan mempengaruhi kegiatan selanjutnya dalam pengelolaan barang. Kebutuhan atas barang milik daerah sebagai operasional dalam melaksanakan tugas pemerintahan, membutuhkan adanya perencanaan yang dilaksanakan berdasarkan proses tertentu. Hal ini didasari bahwa kebutuhan atas barang milik daerah yang diusulkan setiap tahun membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Satuan Kerja Perangkat Daerah diharapkan melakukan perencanaan kebutuhan ideal dan selanjutnya membandingkan dengan aset/ barang yang telah tersedia untuk setiap golongan/ jenis aset/ barang milik daerah (Yusuf, 2013).

2.4 Koordinasi dalam Penyusunan RKBMD

Moekijat (1994) mendefinisikan koordinasi merupakan penyelarasan secara teratur atau menyusun kembali kegiatan-kegiatan yang saling bergantung dari individu-individu guna mencapai tujuan bersama.

Kapasitas koordinasi sebagai mekanisme yang

memfasilitasi koordinasi dalam jaringan aktor yang

saling tergantung. Jordan & Schout (2006)

(4)

264 mengemukakan bahwa terdapat dua fokus koordinasi yang dipahami pada pemerintahan tradisional, yaitu hierarki dan mekanisme pasar. Hierarki berfungsi paling baik ketika bagian-bagian organisasi terintegrasi dari atas ke bawah, juga terdapat aturan yang jelas.

Pada dasarnya koordinasi didefinisikan membawa bagian yang berbeda secara bersama-sama untuk membentuk keseluruhan yang saling terkait (Jordan &

Schout, 2006). Sedangkan Siswanto (2013) menjelaskan bahwa koordinasi merupakan penyelarasan aktivitas secara teratur dalam memberikan jumlah, waktu, dan pengarahan yang tepat untuk tujuan tertentu. Terry dalam Moekijat (1994) menjelaskan bahwa terdapat empat jenis koordinasi, yaitu koordinasi intern, koordinasi ekstern, koordinasi vertikal, dan koordinasi horisontal. Disisi lain, Jordan & Schout (2006) mengidentifikasi enam kapasitas koordinasi utama, yaitu: hirarki; aturan prosedur birokrasi; keterampilan; spesifikasi output (manajemen berdasarkan tujuan); mekanisme koordinasi horisontal;

dan pernyataan misi.

Adanya koordinasi menciptakan kedisiplinan bekerja. Hal ini karena keteraturan akibat pelaksanaan koordinasi menyebabkan tidak adanya kegiatan yang bertentangan dengan peraturan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Waworuntu (2016), koordinasi membangun kedisiplinan dalam bekerja dan kedisiplinan yang terbentuk akan semakin menguatkan koordinasi.

Koordinasi mengacu pada kualitas kolaborasi yang ada pada organisasi. Tanpa adanya koordinasi yang baik tidak akan dapat menyelaraskan kegiatan pada organisasi, yang pada akhirnya dapat memunculkan permasalahan bagi organisasi. Daft (2012) menyampaikan bahwa koordinasi adalah hasil dari informasi dan kerja sama. Koordinasi berhubungan erat dengan kerja sama dan cara mengkomunikasikan informasi dalam organisasi.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan agar koordinasi berjalan dengan optimal, yaitu adanya regulasi dalam pelaksanaan koordinasi, mekanisme pelaksanaan koordinasi, media komunikasi yang digunakan pada pelaksanaan koordinasi, hubungan antar aktor pada pelaksanaan koordinasi dan kepemimpinan koordinator pada pelaksanaan koordinasi.

Dalam penyusunan RKBMD pun membutuhkan koordinasi yang optimal dalam menerapkan prinsip- prinsip tersebut secara keseluruhan untuk mewujudkan penyusunan RKBMD yang tepat waktu dan berdaya guna.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena

yang dialami oleh subjek penelitian secara langsung dan dengan mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Penelitian kualitatif bersifat alamiah karena berdasarkan pada keadaan langsung yang terjadi selama penelitian sebagai sumber data dan peneliti sebagai instrumen kunci yang mengatur cara perolehan data.

Selanjutnya data yang berupa kata-kata dan gambar yang diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumen dideskripsikan untuk menjelaskan hasil penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang mendalam dengan memahami fenomena dan kondisi sekitar subjek penelitian.

Penelitian dilakukan terhadap koordinasi vertikal yang dilaksanakan oleh BPKAD dengan Sekretaris Daerah Kota Madiun dan koordinasi horizontal antara BPKAD dengan OPD dilingkungan pemerintah Kota Madiun. Sedangkan yang diteliti adalah pelaksanaan koordinasi dalam penyusunan RKBMD, dengan fokus penelitian yaitu regulasi, mekanisme, media komunikasi, hubungan antar aktor, dan kepemimpinan koordinator, serta faktor-faktor penghambat koordinasi dalam penyusunan RKBMD, dengan fokus penelitian yaitu SDM penyusun RKBMD, ketersediaan sarana dan prasarana, serta ketersediaan anggaran.

Pada penelitian ini, sumber data berasal dari informan, peristiwa, dan dokumen yang terkait. Informan kunci ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling dengan menggunakan criterion based selection, yaitu penulis menentukan sendiri jumlah informan berdasarkan pertimbangan tertentu. Pertimbangan utama dalam menentukan informan adalah penguasaan informasi dan data yang diperlukan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan kriteria tersebut, maka penulis memilih informan dari pelaku yang terlibat langsung mengkoordinasikan penyusunan RKBMD, yaitu pejabat dan aparatur sipil negara yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam penyusunan RKBMD di Kota Madiun yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Kepala BPKAD Kota Madiun, Kepala Bidang Akuntansi dan Aset pada BPKAD, Kepala Subbidang Penatausahaan Aset pada BPKAD, dan staf penyusun RKBMD pada BPKAD.

Sedangkan untuk instansi, difokuskan kepada leading

sector yang bertanggung jawab atas masalah yang diteliti,

yaitu BPKAD Kota Madiun. Kemudian penulis

menggunakan model interaktif dari Miles & Huberman

untuk menganalisis data hasil penelitian. Komponen-

komponen analisis data model interaktif dimaksud terdiri

dari kondensasi data, penyajian data, serta penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Penelitian ini dilaksanakan

selama tiga bulan mulai tanggal 15 April 2020 sampai

dengan tanggal 15 Juli 2020.

(5)

265 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1 Pelaksanaan Koordinasi Vertikal yang Dilaksanakan oleh BPKAD dengan Sekretaris Daerah Kota Madiun dalam Penyusunan RKBMD 4.1.1 Regulasi

Penyusunan RKBMD di Pemerintah Kota Madiun dimulai pada Tahun 2015 dengan berpedoman pada Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2015. Namun sejak terbit peraturan terbaru pada Tahun 2016, regulasi yang digunakan beralih pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Selanjutnya penyusunan RKBMD mengacu pada permendagri tersebut karena tercantumkan secara rinci waktu pelaksanaan penyusunan, tahapan yang perlu dilalui dalam penyusunan, hingga format yang bisa digunakan untuk keseragaman penyusunan.

Permendagri sebagai regulasi yang digunakan oleh pemerintah Kota Madiun merupakan produk hukum dari pemerintah pusat dan perlu dibuatkan turunan produk hukum daerah terbaru yang mengatur secara teknis terkait penyusunan RKBMD dan koordinasinya. Hal ini dikarenakan belum adanya tindak lanjut pembaharuan atas peraturan daerah dan peraturan walikota yang telah ada sebelum terbitnya Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.

4.1.2 Mekanisme

Mekanisme koordinasi dalam penyusunan RKBMD pada pemerintah Kota Madiun berawal dari dibuatnya surat edaran oleh BPKAD dengan tanda tangan sekretaris daerah. Selanjutnya surat edaran yang dilampiri format dan tata cara pengisian format tersebut disebarkan keseluruh OPD di lingkungan Pemerintah kota Madiun.

Dalam surat edaran tersebut juga dicantumkan batas waktu pengumpulan usulan kebutuhan dari OPD. Hal ini dimaksudkan agar OPD dapat langsung menyusun usulan kebutuhannya dengan mengisi format yang telah tersedia dan juga dapat mengumpulkan tepat waktu maksimal pada tanggal yang telah ditetapkan.

Penyusunan usulan kebutuhan tersebut masih dilaksanakan secara manual dengan membuat tabel-tabel sebagaimana contoh format yang dilampirkan pada surat edaran. Selanjutnya OPD menyusun usulan kebutuhannya dan mengirimkan ke BPKAD dalam bentuk softcopy dan hardcopy. Kemudian oleh BPKAD usulan tersebut ditelaah dengan mengecek data yang tercatat pada SIMDA BMD dan berdasarkan pertimbangan kewajaran semata. Hal ini dikarenakan belum adanya standar barang dan standar kebutuhan pada pemerintah kota Madiun. Meskipun setiap tahunnya pemerintah kota Madiun sudah menerbitkan standar harga yang menjadi acuan dalam setiap penentuan anggaran.

4.1.3 Media Komunikasi

Internal BPKAD melaksanakan koordinasi melalui tatap muka, mengingat tempat kerja staf dan kepala sub bidang berdekatan, cenderung berhadapan. Pada kesempatan tertentu, penyampaian perintah dilakukan dengan cara memanggil staf ke meja kasubbid untuk penjelasan lebih detail. Namun jika kondisi sedang tidak dalam satu tempat, koordinasi dilakukan dengan menggunakan telepon atau whatsapp untuk tetap terhubung ketika membutuhkan pertimbangan dari pimpinan. Sedangkan media komunikasi utama yang digunakan BPKAD untuk berkoordinasi dengan sekretaris daerah melalui surat yang lebih dapat dipertanggungjawabkan secara kedinasan.

Dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan RKBMD, tidak terdapat rapat koordinasi sebelum pelaksanaan maupun rapat evaluasi setelah pelaksanaan berakhir.

Sehingga permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan ditindaklanjuti pada saat itu dan bila terjadi kembali permasalahan pada tahun berikutnya, penyelesaian dilakukan dengan melihat pengalaman pada tahun sebelumnya. Surat usulan dari OPD yang ditelaah oleh tim aset dilakukan dengan mempertimbangkan kewajaran atas usulan dan melihat ketersediaan barang yang ada pada OPD melalui aplikasi SIMDA BMD. Kewajaran tersebutlah yang dikoordinasikan dengan pimpinan karena tidak adanya batasan atau standar yang jelas.

4.1.4 Hubungan Antar Aktor

Penyusunan RKBMD melibatkan aktor dari staf hingga sekretaris daerah. Hubungan antar aktor tersebut merupakan hubungan hierarki antara atasan dan bawahan. Sehingga pemberian perintah pun berdasarkan tugas pokok dan fungsi kedinasan. Koordinasi dilakukan secara berjenjang vertikal kepada atasan langsungnya hingga pada akhirnya memperoleh persetujuan dari sekretaris daerah. Sebagaimana yang diatur dalam peraturan bahwa pimpinan memiliki kewenangan yang lebih besar dibandingkan dengan bawahannya. Oleh karenanya staf meminta persetujuan terhadap pimpinannya sebagai bentuk tanggung jawab atas kinerja yang telah dilaksanakan. Dalam penyusunan RKBMD, staf aset sebagai pelaksana kegiatan ditingkat bawah yang melaksanakan perintah dari pimpinan. Selanjutnya dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan pimpinan diatasnya dan seterusnya hingga pimpinan tertinggi sekretaris daerah sebagai koordinator.

4.1.5 Kepemimpinan Koordinator

Koordinator dalam penyusunan RKBMD adalah

sekretaris daerah selaku pengelola barang. Namun,

sebagai leading sector, secara teknis kegiatan

penyusunan RKBMD dilaksanakan oleh BPKAD. Pada

pelaksanaan kegiatan diserahkan kepada staf pelaksana,

(6)

266 sedangkan pimpinan mendapatkan laporan secara umum atau jika terdapat permasalahan yang membutuhkan keputusan pimpinan. Yang lebih diutamakan dalam penyusunan RKBMD ini adalah telah terlaksananya kegiatan secara rutin setiap tahun sebagaimana yang diamanatkan oleh permendagri yang dibuktikan dengan diterbitkannya output berupa dokumen RKBMD per OPD dan tingkat kota. Meskipun pada waktu penetapan RKBMD seringkali terlambat dari jadwal yang telah ditetapkan. Koordinator yang cenderung menerima laporan secara umum tanpa adanya keterlibatan secara langsung berdampak pada RKBMD hanya dijadikan sebagai referensi semata.

4.2 Pelaksanaan Koordinasi Horizontal antara BKAD dengan OPD di Lingkungan Pemerintah Kota Madiun dalam Penyusunan RKBMD

4.2.1 Regulasi

Pedoman awal yang digunakan dalam penyusunan RKBMD Tahun 2015, yaitu Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2015. Selanjutnya mulai Tahun 2016 regulasi yang digunakan beralih pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 karena terbitnya peraturan terbaru tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah. Berdasarkan pengamatan yang dilaksanakan, format yang dijadikan lampiran dalam surat edaran yang disampaikan kepada OPD juga merupakan format yang diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.

Bateman & Snell (2008) menyatakan bahwa dalam rangka memperbaiki koordinasi, organisasi juga dapat mengandalkan diri pada formalisasi yaitu adanya peraturan yang mengatur cara orang-orang saling berinteraksi dalam organisasi. Namun belum ada tindak lanjut pembaharuan atas Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 8 Tahun 2015 dan Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2015.

4.2.2 Mekanisme

BPKAD sebagai pembantu pengelola barang, secara teknis bertindak selaku leading sector dalam segala kegiatan pengelolaan barang milik daerah, termasuk juga dalam mengkoordinasikan kepada OPD terkait penyusunan RKBMD. Penyusunan RKBMD diawali dengan penyusunan rencana kebutuhan barang pada tingkat OPD sebagai tindak lanjut dari surat edaran yang dikirimkan oleh BPKAD. Pada tahap ini, perlu adanya koordinasi antara kepala OPD selaku pengguna barang dengan pejabat penatausahaan barang dan pengurus barang. Selain itu juga sering melibatkan bagian perencanaan yang dianggap lebih memahami terkait dengan rencana kerja dan RKA dari OPD yang bersangkutan. Selanjutnya hasil perencanaan kebutuhan barang dari OPD diusulkan kepada sekretaris daerah selaku pengelola barang melalui BPKAD. Langkah

berikutnya, BPKAD akan mengumpulkan dan mengkompilasi RKBMD dari masing-masing OPD untuk dilakukan penelaahan. Kemudian oleh BPKAD, usulan tersebut ditelaah dengan berdasarkan data yang tercatat pada SIMDA BMD dan pertimbangan kewajaran. Hal ini dikarenakan belum adanya standar barang dan standar kebutuhan pada Pemerintah Kota Madiun.

Setiap tahun, penyusunan RKBMD pada Pemerintah Kota Madiun dilaksanakan sebanyak dua kali.

Pelaksanaannya dimulai sekitar Bulan Mei sejak diedarkannya surat edaran ke OPD untuk penyusunan RKBMD pada tahun berikutnya. Selain itu, penyusunan RKBMD juga dilaksanakan untuk perubahan usulan kebutuhan pada tahun berjalan yang dilaksanakan pada saat pelaksanaan perubahan APBD. Penyusunan RKBMD perubahan tersebut dilaksanakan karena adanya perubahan dari usulan kebutuhan yang telah disusun sebelumnya. Pada saat proses penelaahan berlangsung, ketika ditemukan adanya kejanggalan dan ketidakwajaran usulan, pihak BPKAD menindaklanjuti dengan mengkonfirmasikannya pada OPD yang bersangkutan melalui pengurus barang. Kemudian pengurus barang inilah yang secara tidak langsung ditugaskan untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak yang bersangkutan dalam internal OPD.

Mekanisme penyusunan RKBMD pada Pemerintah Kota Madiun tersebut tidak hanya dilakukan untuk usulan kebutuhan pada tahun berikutnya tetapi juga pada perubahan usulan kebutuhan pada tahun berjalan.

Penerbitan dokumennya pun dilaksanakan untuk tiap-tiap OPD dengan tanda tangan pengurus barang dan kepala OPD, hasil penelaahan masing-masing OPD dengan paraf kepala BPKAD dan sekretaris daerah, serta dokumen hasil kompilasi seluruh OPD tingkat kota.

Dalam mekanisme penyusunan RKBMD pada lingkungan Pemerintah Kota Madiun, terdapat beberapa hal dalam pelaksanaan yang menjadi kebijakan walaupun tidak diamanatkan oleh peraturan secara eksplisit.

Adapun salah satu kebijakan tersebut adalah melaksanakan koordinasi dengan OPD melalui surat edaran. BPKAD membijaksanai hal tersebut dengan mengingatkan tugas dari masing-masing OPD dalam melaksanakan perencanaan atas barang melalui surat edaran sebelum batas waktu pengumpulan yang ditetapkan peraturan.

Selanjutnya kebijakan lainnya adalah adanya

penyusunan usulan kebutuhan pada saat perubahan

anggaran pada tahun berjalan bagi seluruh OPD. Hal ini

dikarenakan dalam perjalanan terdapat perubahan-

perubahan usulan kebutuhan yang dianggap lebih

prioritas untuk ditindaklanjuti pada tahun tersebut. Di

samping itu, selain menerbitkan dokumen hasil

penelaahan atas usulan RKBMD dari masing-masing

OPD, juga menerbitkan dokumen yang merupakan hasil

kompilasi dari keseluruhan OPD menjadi satu, yaitu

(7)

267 RKBMD tingkat kota. Namun demikian, sangat disayangkan dokumen-dokumen tersebut tanggal penetapannya tidak tercantumkan secara jelas, hanya berupa tahun saja. Sebagai bagian dalam perencanaan, RKBMD memiliki jadwal yang jelas yang harus diperhatikan. Hal ini karena dalam perencanaan tercakup sumber-sumber yang dibutuhkan, tugas atau kewajiban yang harus diselesaikan, tindakan atau cara terbaik yang diputuskan akan dilakukan, dan waktu atau jadwal yang ditaati untuk melaksanakan kegiatan (Pudjianto, 2019).

Dengan demikian, dalam hal ketaatan terhadap waktu dan jadwal yang telah ditetapkan, belum terlaksana dengan optimal.

Mekanisme dalam penelaahan usulan kebutuhan yang hanya berdasarkan data tercatat pada aplikasi SIMDA BMD dan kewajaran dari pihak BPKAD pun dinilai masih bersifat subjektif. Terlebih informasi atas klarifikasi kewajaran hanya berasal dari pengurus barang karena menganggap pengurus barang sudah melaksanakan koordinasi dengan pihak-pihak yang bersangkutan di internal OPDnya. Sifat komprehensif suatu perencanaan dapat dipenuhi dengan membangun partisipasi seluruh stakeholder agar didapat informasi yang lengkap dan dipahami bersama untuk kemudian dibangun keputusan terbaik (Mahi & Trigunarso, 2017).

Agar mampu mewujudkan tujuan penyusunan RKBMD yang berdaya guna, diperlukan pemahaman yang selaras antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan menggunakan komunikasi yang baik agar koordinasi dapat berjalan dengan lancar. Koordinasi mengacu pada prosedur-prosedur yang menghubungkan berbagai bagian pada organisasi guna mencapai misi organisasi secara keseluruhan (Bateman & Snell, 2008).

Adapun koordinasi yang diterapkan pada Pemerintah Kota Madiun dimulai dengan penyampaian surat edaran kepada OPD tentang penyusunan RKBMD untuk perencanaan tahun berikutnya. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman yang sama tentang cara menyusun RKBMD melalui pengisian format yang diberikan. Namun, pengurus barang masih mengalami kesulitan dalam mengisi format yang ada. Hal tersebut juga dikarenakan dalam penyusunan RKBMD masih manual tanpa bantuan aplikasi.

Selanjutnya koordinasi dilaksanakan secara informal melalui telepon maupun whatsapp group dan jaringan pribadi yang sifatnya antar personal. Tujuannya untuk mengklarifikasikan pada saat proses penelaahan maupun berkonsultasi kepada tim aset terkait tata cara pengisian format. Sedangkan koordinasi BPKAD dengan sekretaris daerah dilakukan setelah RKBMD tersusun dan mengajukan dokumen untuk memintakan tanda tangan hasil penelaahan dan penetapan terhadap RKBMD yang telah lengkap. Secara singkat mekanisme koordinasi dalam penyusunan RKBMD pada lingkungan Pemerintah Kota Madiun dapat dilihat pada bagan 1.

Gambar 1 Mekanisme Koordinasi Horizontal Penyusunan RKBMD

Sumber: Hasil analisis, 2020

Koordinasi antara BPKAD dengan sekretaris daerah cenderung dilakukan pada saat akhir memintakan persetujuan dan penetapan atas RKBMD. Kompilasi dokumen atas usulan kebutuhan seluruh OPD dirasa lebih menyulitkan pimpinan untuk melakukan pengecekan dibandingkan dengan pengecekan RKA yang pasti juga ada usulan belanja modal pada kode rekening belanja modal meskipun usulannya belum tentu sama dengan yang diusulkan pada RKBMD. Komunikasi dalam penyampaian informasi pada saat koordinasi pun menjadi penting untuk diperhatikan.

4.2.3 Media Komunikasi

Pelaksanaan koordinasi dalam penyusunan RKBMD membutuhkan media untuk menyampaikan informasi secara selaras dan dapat dipahami bersama. Media komunikasi utama yang digunakan berupa surat yang diedarkan pada seluruh OPD. Berdasarkan dokumen yang dihimpun penulis selama pengamatan, terdapat perbedaan waktu pengumpulan usulan kebutuhan OPD dari tahun ke tahun sebagaimana yang tertera dalam surat edaran yang juga disampaikan kepada seluruh OPD sebagai berikut:

Tabel 1 Batas Waktu Pengumpulan Dokumen RKBMD pada Tahun 2016 s.d. 2020

Sumber: BPKAD Kota Madiun (diolah)

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada Tahun 2016 batas waktu pengumpulan pada minggu ke-1 bulan Juni. Selanjutnya pada Tahun 2017 batas

No Tahun Tanggal Surat Batas Waktu

Pengumpulan Keterangan 1 2016 30 Mei 2016 8 Juni 2016 7 hari kerja 2 2017 5 Juni 2017 9 Juni 2017 4 hari kerja 3 2018 27 April 2018 11 Mei 2018 10 hari

kerja

4 2019 13 Juni 2019 24 Juni 2019 7 hari kerja

5 2020 27 Mei 2020 5 Juni 2020 7 hari kerja

(8)

268 waktu pengumpulan usulan RKBMD dari OPD pada minggu ke-1 Bulan Juni. Kemudian pada Tahun 2018 batas waktu pengumpulan usulan RKBMD dari OPD lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu pada minggu ke-2 Bulan Mei. Sedangkan pada Tahun 2019 batas waktu pengumpulan usulan RKBMD mengalami kemunduran pada awal minggu ke-4 Bulan Juni. Kemudian pada Tahun 2020 ini batas waktu pengumpulan usulan RKBMD yang tertera pada surat edaran kembali pada minggu ke-1 Bulan Juni.

Seyogyanya, batas waktu pengumpulan usulan RKBMD dari OPD pada minggu ke-1 Bulan Juni sebagaimana yang diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.

Meskipun demikian, berdasarkan catatan pengamatan penulis selama di lapangan, sampai dengan batas waktu pengumpulan yang telah ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juni 2020, hanya ada lima OPD dari total 34 OPD yang mengumpulkan.

Media komunikasi yang digunakan dalam koordinasi penyusunan RKBMD selain melalui surat dinas, yaitu melalui telepon, whatsapp group, dan tatap muka. Melalui media komunikasi tersebut, BPKAD memberikan informasi tentang penyusunan RKBMD, mengingatkan OPD yang belum mengumpulkan, dan mengkonfirmasikan usulan kebutuhan pada proses penelaahan. Komunikasi tersebut dapat bersifat dua arah, dengan artian bahwa tidak hanya dari BPKAD saja yang dapat memulai interaksi dengan OPD, tetapi dari pihak OPD dapat memulai komunikasi dengan BPKAD, yang biasanya dilakukan oleh pengurus barang sebagai wakil dari OPD masing-masing. Hal ini disebabkan masih banyaknya pengurus barang yang kurang memahami perencanaan barang pada OPD-nya.

Selain itu permasalahan yang masih terjadi adalah ketidaksesuaian dalam pengisian format usulan kebutuhan. Hal tersebut dikarenakan penyusunan RKBMD masih dilaksanakan secara manual dengan cara pengurus barang membuat tabel sebagaimana contoh format yang disampaikan BPKAD. Padahal dalam SIMDA BMD juga terdapat fitur perencanaan yang dapat diisi dengan data usulan kebutuhan dari OPD. Tetapi pada penyusunan RKBMD tidak digunakan karena tidak sesuai dengan format yang diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.

Koordinasi berhubungan erat dengan kerja sama dan cara mengkomunikasikan informasi dalam organisasi.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Daft (2012) bahwa koordinasi adalah hasil dari informasi dan kerja sama.

Sehingga koordinasi tidak dapat terwujud jika tidak adanya kerja sama antara kedua belah pihak. Dalam hal ini BPKAD bekerja sama dengan seluruh OPD dilingkungan Pemerintah Kota Madiun agar mau menyusun RKBMD sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang - undangan. RKBMD yang

merupakan usulan kebutuhan dari OPD, diharapkan benar-benar menjadi langkah dalam menganalisa dan menentukan kebutuhan OPD bukan hanya keinginan untuk pengadaan barang yang sebenarnya tidak diperlukan oleh OPD.

4.2.4 Hubungan Antar Aktor

Penyusunan RKBMD pada masing-masing OPD melibatkan aktor-aktor yang berpengaruh yaitu kepala OPD selaku pengguna barang, pengurus barang, bagian perencanaan dan bagian umum. Hal ini dikarenakan kebutuhan yang diusulkan haruslah sesuai dengan renja yang disusun oleh bagian perencanaan. Sedangkan bagian umum berperan dalam hal pengadaan dan pemeliharaan sarpras yang direncanakan. Dalam penyusunan RKBMD dilingkungan Pemerintah Kota Madiun dilakukan oleh BPKAD selaku leading sector yang membantu sekretaris daerah selaku pengelola barang dalam hal pelaksanaan teknis dan pengurus barang menjadi perwakilan dari masing-masing OPD.

Selanjutnya informasi yang diperoleh ataupun yang ditanyakan oleh BPKAD akan disampaikan kepada OPD- nya oleh pengurus barang. Kemudian pengurus barang lah yang akan berkoordinasi dengan aktor-aktor yang bersangkutan di internal OPD-nya. Hal ini disebabkan pengurus barang dianggap yang bertugas dalam keseluruhan hal terkait pengelolaan barang milik daerah termasuk dalam perencanaan dan penganggaran barang milik daerah. Meskipun pada prakteknya yang lebih mengetahui perihal perencanaan dan penganggaran belanja di OPD termasuk didalamnya belanja modal adalah bagian perencanaan.

Permasalahan komunikasi dalam mengkoordinasikan data yang dibutuhkan kepada aktor- aktor yang terkait di internal OPD dapat menjadi kendala.

Hal tersebut dikarenakan yang selalu ditugaskan dalam setiap bintek tentang pengelolaan barang milik daerah adalah pengurus barang. Sedangkan kepala OPD maupun bagian perencanaan tidak pernah diikutsertakan.

Sedangkan di BPKAD, pelaksana teknis dalam

penyusunan RKBMD, mulai dari menerima usulan

hingga penelaahan dilakukan oleh unsur staf di bidang

akuntansi dan aset, utamanya yang bagian aset. Masing-

masing aktor tersebut memiliki tanggung jawab tersendiri

guna terwujudnya penyusunan RKBMD yang baik dan

berdaya guna. Sebab ketika ada salah satu aktor yang

tidak menjalankan perannya dengan sebagaimana

mestinya, maka akan mengakibatkan ketimpangan tugas

dan ketidakharmonisan hubungan dalam satu kesatuan

pelaksanaan tugas. Oleh karenanya diperlukan

pemahaman yang sama dari seluruh aktor yang berperan

dalam penyusunan RKBMD tersebut guna terwujudnya

tujuan sebagaimana yang diharapkan. Hubungan antar

(9)

269 aktor dalam koordinasi penyusunan RKBMD tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut.

Gambar 2 Hubungan antar Aktor Koordinasi Penyusunan RKBMD

Sumber: Hasil analisis, 2020 4.2.5 Kepemimpinan Koordinator

Berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, RKBMD ditetapkan oleh sekretaris daerah selaku pengelola barang milik daerah. Hal ini juga menandakan bahwa koordinator setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah, termasuk penyusunan RKBMD adalah sekretaris daerah. Meskipun prakteknya dilapangan, tugas pengelola BMD dibantu oleh Kepala BPKAD selaku pejabat penatausahaan BMD. Meskipun BPKAD merupakan salah satu OPD dipemerintah Kota Madiun yang juga memiliki tugas menyusun RKBMD sebagaimana OPD lain, tetapi dengan adanya jabatan khusus yang melekat pada BPKAD sesuai permendagri, yaitu pejabat penatausahaan yang diamanatkan kepada kepala BPKAD dan pengurus barang pengelola yang diamanatkan kepada kepala bidang akuntansi dan aset, maka dalam penyusunan RKBMD pun BPKAD bertindak membantu koordinator yang menghimpun usulan RKBMD dari seluruh OPD, selain juga sebagai pengguna barang, BPKAD tetap menyusun usulan kebutuhan OPDnya sendiri.

Peran sekretaris daerah yang cenderung tidak terlibat langsung dalam penyusunan RKBMD,

memberikan dampak kurangnya perhatian kepala OPD selaku pengguna barang dalam penyusunan RKBMD.

Hal tersebut menjadikan RKBMD sebagai referensi semata yang sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan.

Sedangkan rekapan usulan kebutuhan dari seluruh OPD yang diserahkan oleh BPKAD ke sekretaris daerah dianggap kurang dapat dievaluasi secara mendetail dibandingkan jika rekapan dibuat per OPD. Di sisi lain, sekretaris daerah mengaku lebih mudah menemukan rencana pengadaan barang dari OPD melalui kode rekening belanja modal yang ada didalam dokumen RKA karena tampilannya yang disusun per OPD.

Kepemimpinan koordinator dalam koordinasi penyusunan RKBMD dilingkungan Pemerintah Kota Madiun dilakukan melalui persetujuan pada surat edaran penyusunan RKBMD. Selain itu juga dengan pengambilan kebijakan ketika terjadi kendala dan permasalahan. Langkah yang digunakan oleh sekretaris daerah ketika menemukan adanya permasalahan ataupun ketidakwajaran dalam usulan kebutuhan barang OPD adalah mengkomunikasikan kepada BPKAD untuk segera mengkonfirmasi dan menindaklanjuti. Selain itu juga menyampaikan secara umum melalui pertemuan- pertemuan yang dihadiri oleh kepala OPD terkait ketidakwajaran usulan tersebut. Sedangkan monitoring dan evaluasi belum dilakukan pada penyusunan RKBMD di Pemerintah Kota Madiun.

Sekretaris daerah melaksanakan koordinasi dalam bentuk pemberian arahan dan saran ketika terjadi permasalahan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, sekretaris daerah menyerahkan kepada BPKAD dalam hal teknis penyusunan RKBMD.

Penetapan RKBMD tetap dilakukan oleh sekretaris daerah sebagaimana tanda tangan yang tercantum dalam buku RKBMD tingkat kota. Namun pada praktiknya, sekretaris daerah lebih mengetahui usulan kebutuhan barang yang diajukan OPD dalam RKA pada saat penentuan anggaran, dibandingkan dalam dokumen RKBMD, yang seyogyanya dijadikan acuan dalam penyusunan RKA. Penyusunan RKBMD pun diserahkan pelaksanaannya kepada BPKAD, dan sekretaris daerah hanya menerima dokumen rekapan total usulan kebutuhan barang dari seluruh OPD dalam satu buku.

Rekapan total tingkat kota yang memuat keseluruhan usulan kebutuhan barang dari seluruh OPD, dirasa menyulitkan ketika harus diteliti satu per satu oleh sekretaris daerah. Selain itu, karena secara teknis sudah dijalankan oleh BPKAD, dianggap dokumen tersebut telah diteliti dan ditelaah oleh BPKAD.

4.3 Faktor Penghambat Koordinasi dalam Penyusunan RKBMD

4.3.1 Sumber Daya Manusia penyusun RKBMD

Kemampuan penyusun RKBMD dalam memahami penyusunan RKBMD berpengaruh terhadap pelaksanaan Sekretaris

Daerah selaku Pengelola

Barang Kepala BPKAD selaku

Pejabat Penatausaha-

an Barang

Pejabat Penatausaha-

an Pengguna Barang Kepala

OPD selaku Pengguna

Barang

Kepala Bidang Akuntansi dan

Aset selaku Pengurus

Barang Pengelola

Kepala OPD selaku Pengguna

Barang

Pejabat Penatausaha-

an Pengguna Barang

Pengurus Barang Pengguna

Pengurus Barang Pengguna Kepala

Sub bidang Penataus

Staf

Subbag Perenca

na-an Subbag

Perenca

na-an

(10)

270 kegiatan. Salah satu contohnya adalah waktu yang dibutuhkan pengurus barang untuk memahami maksud dari surat edaran tentang penyusunan RKBMD dan mengkoordinasikannya dengan internal OPD maupun dengan BPKAD. Beragamnya usia pengurus barang yang ada di OPD satu dengan yang lainnya juga mempengaruhi kemampuan dan pemahaman pengurus barang. Adapun daftar usia pengurus barang dilingkungan pemerintah kota Madiun dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2 Daftar Usia Pengurus Barang di Lingkungan Pemerintah Kota Madiun Tahun Anggaran 2019-2020

No Rentang usia Tahun 2019 Tahun 2020

1 20 – 25 th 0 1

2 26 – 30 th 0 2

3 31 – 35 th 9 7

4 36 – 40 th 16 11

5 41 – 45 th 22 25

6 46 – 50 th 26 26

7 51 – 55 th 41 38

8 56 – 60 th 25 28

Total 139 138

Sumber: BPKAD Kota Madiun (diolah)

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa usia pengurus barang pada 138 OPD dan unit kerja dilingkungan Pemerintah Kota Madiun beragam.

Terdapat pengurus barang dengan usia produktif dan juga yang usianya mendekati masa pensiun. Setiap tahun cenderung terdapat perubahan penunjukan pengurus barang, baik karena alasan pensiun, pindah tugas, meninggal dunia dan sebagainya. Hal tersebut tentu membutuhkan usaha ekstra bagi BPKAD dalam memberikan pemahaman dan pembelajaran mulai dari awal lagi. Sehingga hal ini menyebabkan penyusunan RKBMD menjadi lebih lama.

Selain itu, ketidaktahuan pengurus barang atas perencanaan kebutuhan barangnya menjadi salah satu penghambat koordinasi. Ketidaktahuan terhadap kebutuhan barang berdampak pada ketidakpahaman pada perencanaan barang. Hal ini disebabkan tidak diikutsertakan pengurus barang pada proses perencanaan dan hanya dianggap bertanggung jawab atas barang yang sudah selesai pengadaan. Padahal pengelolaan barang milik daerah berawal dari proses perencanaan, penatausahaan hingga barang tersebut dihapuskan ataupun dimusnahkan ketika dianggap sudah tidak memiliki nilai guna dalam pelaksanaan tugas.

BPKAD telah berupaya melaksanakan bimbingan teknis setiap tahun. Meskipun sifatnya mengingatkan kembali atau mereview tentang penyusunan RKBMD, nampaknya belum memberikan hasil yang maksimal dalam meningkatkan keselarasan pemahaman pada pengurus barang. Disisi lain, kurangnya pemahaman pengurus barang atas perencanaan usulan barang milik daerah mengakibatkan penyusunan RKBMD menjadi

kurang dapat terlaksana tepat waktu. Pengurus barang jarang dilibatkan dalam perencanaan barang di OPD dan hanya menerima perencanaan barang yang telah disusun oleh bagian perencanaan. Kurangnya pemahaman pengurus barang terutama dalam hal perencanaan kebutuhan barang OPD-nya menyebabkan koordinasi membutuhkan waktu yang lebih lama karena perlu menanyakan kembali kepada bagian perencanaan pada saat penelaahan.

4.3.2 Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Penyusunan RKBMD oleh masing-masing OPD perlu didukung adanya sarana dan prasarana yang memadai guna kelancaran pelaksanaan tugas dan memudahkan dalam pelaksanaan koordinasi. Sarana yang diperlukan dalam menyusun RKBMD pada masing- masing OPD yaitu perangkat komputer yang telah terinstal SIMDA BMD, telepon, meja, kursi, alat tulis, dan printer. Sedangkan prasarana pendukung yang dibutuhkan yaitu jaringan internet, standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga. Sarana yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Madiun sudah cukup memadai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, hanya saja masih kurang dalam hal pembangunan aplikasi yang dapat memudahkan pekerjaan dan belum tersedianya standar barang dan standar kebutuhan. Hal ini disebabkan aplikasi untuk penyusunan RKBMD belum terintegrasi dengan aplikasi keuangan.

Penyusunan RKBMD yang masih manual tentu membutuhkan waktu yang lebih lama. Terlebih ketika pemahaman pengurus barang masih kurang dalam mengisi kolom-kolom yang ada pada format yang sesuai dengan Permendagri. Selain itu juga belum adanya standar kebutuhan dan standar barang yang menjadi acuan bagi OPD dalam menyusun RKBMD. Adanya standar kebutuhan dapat memudahkan dalam penyelarasan kebutuhan dari masing-masing OPD. Tanpa adanya standar kebutuhan dan standar barang sebagaimana kondisi saat ini, sulit bagi BPKAD dan pengurus barang dalam menyusun RKBMD secara optimal sesuai amanat dari Permendagri. Bagi BPKAD, hal tersebut menyulitkan dalam menyelaraskan OPD terkait cara menganalisis kebutuhan barang milik daerah.

Selain itu juga berdampak dalam penelaahan atas usulan kebutuhan dari OPD. Analisis yang digunakan oleh OPD dalam penyusunan RKBMD masih berdasarkan perkiraan atas kebutuhan barang di OPD pada saat itu, bukanlah analisis atas kebutuhan maksimal suatu barang di OPD yang bersangkutan.

Kemudian standar yang digunakan berdasarkan batas kewajaran saja. Kewajaran dimaksud masih membuka peluang ketidakjelasan karena masing-masing individu memiliki batas kewajaran yang berbeda-beda.

Langkah terakhir yang ditempuh, yaitu

(11)

271 mengkoordinasikan dengan pimpinan. Dalam hal koordinasi, sarana yang tersedia di masing-masing OPD dapat digunakan sebagai media dalam berkomunikasi maupun penyusunan RKBMD. Selain juga dapat menggunakan sarana pribadi dari pengurus barang, yaitu handphone yang membantu proses koordinasi dengan pegawai aset. Namun demikian, prasarana penunjang seperti standar dan aplikasi yang belum tersedia, terbukti menghambat penyelarasan maksud dan tujuan kegiatan penyusunan RKBMD dengan penyusun RKBMD tersebut. Sehingga pada prakteknya, penyusunan RKBMD dilaksanakan guna memenuhi adanya output RKBMD sebagaimana yang diamanatkan oleh Permendagri dan belum secara optimal digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan sebagaimana seharusnya.

Tidak tersedianya standar kebutuhan dan standar barang dalam penyusunan RKBMD menyebabkan OPD mengusulkan kebutuhan barangnya sesuai dengan standar dan kebutuhannya sendiri tanpa adanya patokan yang jelas. Hal tersebut menimbulkan spesifikasi usulan kebutuhan antara OPD satu dengan lainnya berbeda walaupun jenis barang yang dimaksud sama. Perbedaan model dan spesifikasi tersebut pada akhirnya memberikan pengaruh pada harga barang dimaksud.

Praktek tersebut masih berjalan karena selama ini dalam mengajukan usulan kebutuhan barang pun cenderung mayoritas diterima oleh BPKAD. Dengan kondisi demikian, komunikasi yang berkelanjutan perlu terus disampaikan guna memberikan pemahaman yang selaras bagi seluruh penyusun RKBMD. Tingkat ketergantungan antar bagian dan kebutuhan komunikasi dalam melaksanakan tugas tertentu akan menentukan sejauh mana koordinasi diperlukan (Amirullah, 2015).

Dalam hal memberikan kemudahan dalam penyusunan RKBMD dengan beragam kebutuhan, maka perlu dibantu dengan adanya aplikasi yang terintegrasi dengan penyusunan RKA. Tujuannya untuk menyelaraskan usulan kebutuhan barang yang tercantum dalam RKBMD dengan yang diusulkan dalam RKA.

Organisasi membutuhkan sistem untuk memproses informasi yang ada dan memungkinkan adanya komunikasi di antara unit-unit yang berbeda dan pada tingkat yang berbeda pula (Daft, 2012). Kondisi saat ini yang masih menggunakan sistem manual dalam penyusunan RKBMD tentu memberikan dampak yang signifikan. Salah satu yang terlihat adalah usulan kebutuhan barang dari OPD yang membutuhkan waktu lama dalam pengumpulan dokumen. Selain itu juga penyusunannya yang terpisah dan tidak terkait dengan aplikasi selanjutnya yaitu aplikasi penyusunan RKA.

4.3.3 Ketersediaan Anggaran

Penyusunan RKBMD merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh BPKAD utamanya

bidang akuntansi dan aset yang juga memiliki anggaran guna kelancaran jalannya kegiatan. Namun, anggaran yang disediakan untuk kegiatan penyusunan RKBMD berupa anggaran cetak penggandaan output dokumen saja. Disisi lain, dalam rangka mengapresiasi pengurus barang agar dapat melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan barang milik daerah dengan baik, Pemerintah Kota Madiun memberikan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan obyektif. Hal ini disebabkan tugas sebagai pengurus barang merupakan tugas tambahan yang dibebankan kepada seseorang yang ditunjuk dalam surat keputusan walikota.

Dalam pelaksanaan koordinasi, tidak disediakan anggaran khusus, melainkan menjadi bagian dalam pelaksanaan tugas yang mendukung terlaksananya kegiatan. Pelaksanaannya pun menggunakan sarana yang tersedia dikantor. Selanjutnya untuk anggaran yang dibutuhkan dalam mengusulkan kebutuhan barang pada masing-masing OPD berbeda tergantung dari banyaknya usulan kebutuhan barang untuk tahun anggaran berikutnya. Hal tersebut disesuaikan dengan plafon anggaran yang dimiliki masing-masing OPD. Dengan adanya pembatasan anggaran maka perlu adanya penerapan prioritas utama atas penggunaan anggaran, termasuk dalam belanja kebutuhan barang milik daerah.

Ketersediaan anggaran untuk penyusunan RKBMD hanya disiapkan untuk mencetak output berupa dokumen RKBMD. Namun hal tersebut juga tidak menjadi masalah ataupun menghambat bagi pihak BPKAD maupun pengurus barang dalam pelaksanaan koordinasi.

5. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Pelaksanaan koordinasi vertikal yang dilaksanakan oleh BPKAD dengan Sekretaris Daerah Kota Madiun dalam penyusunan RKBMD belum sepenuhnya mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 dan memberikan hasil yang positif utamanya dalam hal ketepatan pelaksanaan jadwal kegiatan dan penggunaan standar barang dan standar kebutuhan sebagai acuan penelaahan.

b) Pelaksanaan koordinasi horizontal antara BPKAD dengan OPD di lingkungan Pemerintah Kota Madiun dalam penyusunan RKBMD belum sepenuhnya mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 utamanya dalam hal mentaati jadwal kegiatan dan belum menggunakan standar barang, standar kebutuhan dan standar harga dalam penyusunan RKBMD.

c) Faktor-faktor penghambat koordinasi dalam penyusunan RKBMD, yaitu sebagai berikut:

 SDM Penyusun RKBMD

Kondisi pengurus barang sebagai sumber daya

manusia penyusun RKBMD memiliki keberagaman

(12)

272 usia, tingkat pendidikan dan beban kerja yang menyebabkan munculnya perbedaan kemampuan dalam memahami penyusunan RKBMD dan masih terdapat perubahan pengurus barang di tengah tahun anggaran berjalan yang belum memahami terkait penyusunan RKBMD. Hal ini juga berdampak pada waktu yang dibutuhkan untuk berkoordinasi dan ketepatan dalam penyusunan RKBMD.

 Ketersediaan sarana dan prasarana

Pada dasarnya sarana yang tersedia secara umum cukup memadai. Namun penyusunan RKBMD yang dilaksanakan secara manual dan belum terintegrasinya sistem aplikasi SIMDA dengan aplikasi keuangan menyebabkan penyusunan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pengecekan. Selain itu juga belum adanya prasarana pendukung berupa standar barang dan standar kebutuhan mengakibatkan kesulitan dalam melakukan penelaahan sehingga setiap usulan diterima dengan dasar kewajaran dan persetujuan pimpinan.

Daftar Pustaka

Ali, F. (2015). Teori dan Konsep Administrasi dari Pemikiran Paradigmatik Menuju Redefinisi.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Amirullah. (2015). Pengantar Manajemen: Fungsi- Proses-Pengendalian. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Bateman, T. S., & Snell, S. A. (2008). Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif. Jakarta: Salemba Empat.

Daft, R. L. (2012). Era Baru Manajemen. Jakarta:

Salemba Empat.

Hery. (2015). Pengantar Akuntansi Comprehensive Edition. Jakarta: Kompas Gramedia.

Jatmiko, D. P. (2017). Pengantar Manajemen Keuangan.

Yogyakarta: Diandra Kreatif.

Jordan, A., & Schout, A. (2006). The Coordination of European Union: Exploring the Capacities of Networked Governance. US: Oxford University Press.

Mahi, A.K., & Trigunarso, S.I. (2017). Perencanaan Pembangunan Daerah teori dan Aplikasi. Depok:

Kencana.

Moekijat. (1994). Koordinasi (Suatu Tinjauan Teoritis).

Bandung: Mandar Maju.

Pudjianto, W.S. (2019). Pendekatan Baru Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta: Kompas.

Purwaji, A., Wibowo., & Lastanti, S.H. (2017).

Pengantar Akuntansi 2. Jakarta: Salemba Empat.

Rohman, A. (2018). Dasar-Dasar Manajemen Publik.

Malang: Empatdua Kelompok Intrans Publishing.

Siswanto, H. B. (2013). Pengantar Manajemen. Jakarta:

Bumi Aksara.

Tarigan, R. (2012). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Thoha, M. (2015). Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group.

Utomo, W. (2012). Administrasi Publik Baru Indonesia:

Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Waworuntu, B. (2016). Perilaku Organisasi: Beberapa Model dan Submodel. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Yusuf, M. (2013). Delapan Langkah Pengelolaan Aset

Daerah Menuju Pengelolaan Keuangan Daerah

Terbaik. Jakarta: Salemba Empat.

Referensi

Dokumen terkait

Pedoman penyelenggaraan praktik kerja industri (Prakerin) bagi siswa SMK diatur dalam pedoman penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda (Depdikbut, 1994c)

• Peningkatan minat belajar siswa tidak terlepas dari pengamatan dalam pembelajaran di mana siswa senang dan bersemangat dalam proses pembelajaran, lebih perhatian terhadap materi

konsentrasi pelarut dan lama perendaman pada pembuatan gelatin dari kuli dan tulang ikan cucut serta karakterisasi terhadap sifat fisik gelatin kulii dan tulang ikan cucut

Memilih menu Pembuat Aplikasi merespon dengan memanggil dan masuk ke kelas pemilihan tingkat kesulitan dengan petunjuk permainan yang tertera pada background. Kondisi

Penyuluhan sanitasi lingkungan dan cara pembuatan sumur resapan guna menciptakan lingkungan sehat yang sesuai dengan standar kesehatan sudah terlaksana dan dapat

Sebagai peran dan fungsinya seharusnya media bisa memberikan informasi yang baik dan benar mengenai sosok calon pasangan presiden kepada masyarakat bukan memihak pada

Pencapaian kinerja yang telah dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung dalam persentase zona merah tingkat kecamatan yg tertib kinerja nyatanya pada

27 penelitian ini terdiri dari lima variabel amatan yang digunakan untuk menjelaskan proses niat konsumen untuk WOM dengan implementasi persepsi harga, kualitas pelayanan dan