• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Empiris pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman di Yogyakarta)

SKRIPSI

ISLAM

jsaimma

Disusun Oleh:

Nama

No. Mhs

: Febri Hendri : 01312 297

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA 2008

(2)

(Studi Empiris pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman di Yogyakarta)

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir guna Memperoleh gelar Sarjana Strata-1 di Program Studi Akuntansi,

Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia

wmmu

Oleh Nama

Nomor Mahasiswa

Program Studi

: FebriHendri : 01312 297 : Akuntansi

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI

YOGYAKARTA

2008

(3)

"Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi. Apabila kemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, saya sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku.".

11

Yogyakarta, 29 Juli 2008 Penulis,

Febri Hendri

(4)

(Studi Empiris pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman di Yogyakarta)

Nama

Nomor Mahasiswa

Program Studi

Febri Hendri

01312 297 Akuntansi

Yogyakarta, 29 Juli 2008 Telah disetujui dan disahkan oleh

Dosen Pembimbing,

Mfihmudi, SE, M.Si, AK

i n

(5)

Penagruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating

Disusun Oleh: FEBRI HENDRI Nomor Mahasiswa: 01312297

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan dinyatakan LULUS

Padatanggal: 15 September 2008

Pembimbing Skripsi/Penguji : Mahmudi, SE, M.Si, Ak

Penguji : Arief Rahman, SE, M.Com

lengetahui

Jtas Ekonomi

Indonesia

, M.Bus, Ph.D

(6)

1 ^

* . 1

Sr

$ i t 1

<S

8 I

4

®

f i I 4

^ I I

* 1 ! I I $

•^

1 t 1 1 I

ft

I

® I

(7)

-^$

I 1 4

•S I.

i 1 I

I

a

I

I

"S

^

'8 1

«

4 * * * 1

i

.6

4

$

§ i I i i

so-

-a

f 1

1 I

1 $

I

tf ! i I I

^ # 1

s*

4 4

s

•1

.5

I

a"

I 1 4 i

'•0.

4

N2.

(8)

tentang pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran dengan komitmen organisasi sebagai variable moderating, dengan variabel yang diteliti adalah variabel partisipasi anggaran sebagai variable independen, variabel

senjangan anggaran sebagai variabel dependen, dan varaibel komitmen

organisasi sebagai variabel moderating. Teknikpenetuan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling berupa purposive sampling. Penelitian ini menggunakan alat analisis deskriptif dan anaslisis kuantitatif dengan metode analisis data yang digunakan adalah regresi berganda.

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh secara parsial dan signifikan antara komitmen anggaran terhadap senjangan anggaran dengan dengan arah negatif, hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,048, yang berada di bawah 0,05, sedangkan koefisien regresinya menunjukkan nilai -

1,027 yang berarti memiliki arah negatif dengan begitu rumusan masalah terjawab dan hipotesis pertama dapat diterima. Terdapat pengaruh secara parsial dan signifikan antara partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran dengan dengan arahpositif, hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,027, yang berada di bawah 0,05, sedangkan koefisien regresinya menunjukkan nilai 2,294 yang berarti memiliki arah positif dengan begitu rumusan masalah

terjawab dan hipotesis kedua dapat diterima.

Katakunci: "partisipasi anggaran, senjangan anggaran"

VI

(9)

Assalammualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirrabbiralamin,

Segala puji dan syukur terpanjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penuhsan skripsi ini dengan judul "PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN

TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN

ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING" dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana S-l pada jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Dalam penuhsan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan hasil yang terbaik. Dan tak mungkin terwujud tanpa adanya dorongan,bimbingan,bantuan moril maupun materil dan do'a berbagai pihak.

Karena itu penulis pada kesempatan ini mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Asmai Ishak, Drs., Mbus., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

2. Bapak Mahmudi, S.E., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih banyak atas bimbingan dan waktunya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Isti Rahayu, Dra., M.Si., AK. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Segenap Dosen Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pelajaran berharga.

"Ternyata kuliah di UII harus penuh perjuangan!"

5. Seluruh Karyawan Falkutas Ekonomi Uneversitas Islam Indonesia

Yogyakarta.

v u

(10)

yang telah menerima saya dan meluangkan waktunya untuk memberikan data dan informasi guna penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu atas motivasi, do'a yang tiada henti, dukungannya selama ini serta kasih sayang yang telah diberikan kepadaku.

8. Saudara-saudaraku, abangku Syafriadi, adekku Wawan Syahputra dan

Mico yang selalu menjadi motivatorku.

9. Buat sahabat-sahabatku yang telah mensuportku, terimakasih buat kalian

semua atas suportnya.

10. Teman sekaligus abangku yang selalu memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini (bang Iwan sekeluarga).

11. Buat teman seperjuanganku Aji yang selalu menemaniku bergadang.

12. Buat Lap Top ku yang sangat membantuku dalam membuat skripsi ini.

13. Buat AB 8018 AN yang selalu setia menemaniku kemana aja.

14. Buat Lala yang menjadi orang yang selalu mencintaiku dalam suka dan duka, terima kasih buat semuanya semoga kita selalu sukses dalam

cita&cinta.

15. Temen-temen kampusku yang terus berjuang demi meraih cita-citanya, terus berjuang pantang mundur dan selalu berdoa kepada Allah SWT biar dapat tercapai cita-citanya.

16. Keluarga Besar di Pekanbaru, terimakasih atas doa dan dukungannya.

17. Woko dan Fariq yang selalu bahagia disetiap saat baik suka maupun duka.

Terima kasih untuk semuanya yang selalu membuatku tertawa.

18. Teman-teman nongkrong di kantin FE UII yang selalu menemaniku

sebelum kuliah mulai.

19. Anak-anak ex-Taman Cemara yang selalu memberi semangat.

Penulis menyadari dalam penuhsan skripsi ini masih jauh dari kesempumaan, baik dalam penyusunan maupun penyajiannya. Oleh karena itu, penulis

v i n

(11)

Wabilahitaufiqwalhidayah

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

IX

Yogyakarta, 29 Juli 2008

Penulis,

(Febri Hendri)

(12)

Halaman Judul Skripsi i

Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme ii

Halaman Persetujuan ni

Halaman Persembahan iv

Motto v

Abstrak ' vj

Kata Pengantar vji

Daftarlsi x

Daftar Tabel xiii

DaftarGambar xjv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Rumusan Masalah 7

1.3. Tujuan Penelitian 8

1.4. Manfaat Penelitian 8

1.5. SistematikaPenuhsan 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penganggaran 10

(13)

2.1.3. Pendekatan Bottom-Up Terhadap Anggaran 12

2.1.4. Jenis-jenis Anggaran 13

2.2 Senjangan Anggaran 16

2.3. Penganggaran SektorPublik 18

2.3.1. Konsep Anggaran Sektor Publik 18

2.3.2. Pengertian Anggaran Sektor Publik 19

2.3.3. PentingnyaAnggaran SektorPublik 20

2.3.4. Fungsi Anggaran SektorPublik 21

2.3.5. Jenis-jenis Anggaran SektorPublik 26

2.3.6. Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik 28

2.4 Komitmen Organisasi 30

2.4.1. Definisi Komitmen Organisasi 30

2.4.2. PembentukanKomitmen 32

2.5. Agency Theori 34

2.6. Pendekatan Kontijensi 38

2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu 39

2.8. Kerangka Berpikir 42

2.9. Pengembangan Hipotesis 42

BAB ffl METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel 47

XI

(14)

3.4. Uji Asumsi Klasik 51

3.5. AnalisisData 54

BABIV ANALISISDANPEMBAHASAN

4.1 Uji Item Pertanyaan 59

4.1.1 Uji Validitas 59

4.1.2 Uji Reliabilitas 60

4.2. Data dan Analisis Data 60

4.2.1. Analisis Deskriptif 60

4.2.2. Analisis Kuantitatif 68

4.3. Interpretasi dan Pembahasan 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 80

5.2 Saran gl

Daftar Pustaka

Lampiran

x u

(15)

Tabel Halaman

3.1. Pengukuran Auto Korelasi 54

4.1. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan 59

4.2. Hasil Uji Reliability Item Pertanyaan 60

4.3. Jawaban Responden 61

4.4. Variabel Komitmen Organisasi 63

4.5. Variabel Senjangan Anggaran 66

4.6. Hasil Uji Koefisien Regresi Variabel Independen Terhadap Variabel

Dependen 69

4.7. Hasil Uji Normalitas Data 71

4.8. Hasil Uji Multikolinearitas 72

4.9. Hasil Uji Heterokedastistas 73

4.10. Hasil Uji Anova 76

x i n

(16)

Halaman

2.1. Kerangka Berpikir 42

x i v

(17)

1.1. Latar Belakang Masalah

Menurut pandangan teori ekonomi publik, fungsi ekonomi pemerintah terdiri dari tiga fungsi pokok, yakni fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Ketiga fungsi tersebut menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah, namun untuk menuju kepada sistem pemerintahan yang efektif dan efisien sebagian besar wewenang dan tanggung jawab pemerintah didesentralisasikan kepada pemerintah daerah dan tetap menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, contohnya seperti kebijakan yang mengatur variabel ekonomi makro yang menggunakan instrumen kebijakan moneter (pencetakan uang, devaluasi), dan kebijakan fiskal (perpajakan).

Dikaitkan dengan pengertian desentralisasi, maka desentralisasi di

bidang ekonomi pemerintah, adalah penyerahan sebagian kewenangannya kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi, yang ditujukan untuk mengatur dan mengurus perekonomian daerah dalam rangka menciptakan stabilitas perekonomian

secara nasional.

UU mengenai perimbangan keuangan, yaitu: UU nomor 22 dan 25 tahun

1999 dan direvisi dengan UU nomor 32 dan 33 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah. UU

(18)

pembagian fungsi dan wewenang penyelenggaraan pemerintahan di antara pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam UU nomor 22 tahun

1999.

Lahirnya kebijakan otonomi daerah yang ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian disusul dengan kebijakan desentralisasi fiskal yang berlandaskan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah tidak terlepas dari tuntutan reformasi yang bergulir mulai beberapa tahun sebelumnya. Salah satu isu utama yang menjadi agenda reformasi adalah adanya perubahan sistem pemerintahan daerah dari sentralistik menuju ke desentralistik.

Alokasi anggaran pemerintah antar sektor merupakan indikator keberpihakan pemerintah dalam memacu pertumbuhan sektor tersebut. Pada awal pembangunan, perhatian pemerintah sebagian besar diarahkan untuk pembangunan sektor pertanian, terutama dalam mencapai swasembada pangan.

Untuk itu, berbagai program dilaksanakan dalam rangka mendorong produksi pertanian terutama tanaman pangan, mulai dari subsidi input dan output, subsidi kredit, kelembagaan sampai pada investasi pemerintah untuk pembangunan

infrastruktur seperti saluran irigasi dan pencetakan areal baru.

Seiring dengan pergeseran paradigma perekonomian dan setelah

mencapai swasembada beras pada tahun 1984, arah kebijakan pembangunan

(19)

moneter diarahkan untuk memacu pertumbuhan sektor industri mulai dari deregulasi sektor perbankan, kebijakan perdagangan luar negeri, dan juga alokasi anggaran untuk pengembangan infrastruktur sektor industri. Perubahan arah kebijakan makro ini menimbulkan dampak, baik langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai sektor lain yang penting. Dampak langsung yang dirasakan adalah stimulasi pada sektor turunannya yang secara relatifmenjadi berkurang meskipun secara tidak langsung terdapat dampak positif dengan meningkataya permintaan pada produk non migas, karena pertumbuhan sektor

industri.

Pada dasawarsa terakhir, perubahan lingkungan strategis baik internal maupun eksternal sangat cepat dan besar pengaruhnya terhadap kebijakan pemerintah baik fiskal maupun moneter. Beberapa perubahan lingkungan strategis telah terjadi, baik domestik maupun internasional, seperti: (1) dinamika ekonomi global dengan segala manfaat dan kelemahannya; (2) perubahan sistem manajemen pembangunan ke arah desentralisasi dan otonomi daerah di Kabupaten atau Kota; dan (3) reorientasi peran pemerintah dalam pembangunan dari sebagai "pelaku" menjadi "pemicu dan pemacu"

pembangunan yang dilaksanakan masyarakat (Suryana A, 2001).

Perubahan lingkungan strategik tersebut, mendorong Indonesia pada

suatu situasi transisi berkepanjangan dalam kehidupan berbangsa dan

(20)

menjadi sebuah kesempatan yang hams dikelola dengan baik agar dapat memberikan hasil yang diinginkan. Perubahan paradigma ini diharapkan mampu mengakomodasi aspirasi terhadap ketidak merataan yang merupakan tuntutan penting sehingga terciptanya otonomi daerah untuk mencapai tingkat kesejahteraan lebih tinggi bagi daerah yang memang memiliki kelebihan.

Sementara itu perubahan lingkungan strategis domestik yang sangat besar mempengaruhi kebijakan perekonomian adalah desentralisasi fiskal dan

otonomi daerah. Perubahan lingkungan strategis tersebut berdampak pada perubahan kebijakan yang diambil pemerintah serta pada penerimaan dan belanja pemerintah. Dalam konteks perimbangan keuangan pusat dan daerah, berarti sebagian penerimaan dalam negeri diserahkan penggunaannya kepada daerah. Sebagai konsekuensinya jumlah anggaran pembangunan yang dikelola

pemerintah pusat menurun drastis.

Secara garis besar, fiskal dalam keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran

daerah. Kedua komponen tersebut sangat menentukan kedudukan suatu pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan otonomi. Implementasi desentralisasi fiskal dan otonomi daerah yang didasarkan pada Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah

(21)

sesuai dengan kepentingan masyarakat daerahnya. Pemerintah daerah berwenang untuk menetapkan prioritas pembangunan sesuai dengan potensi

dan sumberdaya yang dimilikinya.

Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik ke

desentralistik, yang dimulai pada tahun anggaran 2001 (Januari 2001) tersebut membawa konsekwensi perlunya diadakan perubahan pendekatan pada manajemen keuangan daerah terutama pada sisi pengelolaan fiskal. Kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah juga perlu disesuaikan dengan semangat pelaksanaan otonomi daerah yakni dengan

menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal.

Sementara itu, menurut Abimanyu (2003), dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, kebijakan pengalokasian anggaran belanja bagi daerah, baik dalam bentuk dana perimbangan maupun dana alokasi khusus diupayakan tetap konsisten dengan kebijakan fiskal nasional. Kebijakan dimaksud lebih

diarahkan untuk memperkecil ketimpangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dengan tetap menjaga netralitas fiskal, memperkecil ketimpangan, serta meningkatkan akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas kinerja pemerintah daerah (Mardiasmo,2002a; Sidik,2002).

Otonomi daerah yang terbentuk melahirkan kesenjangan dalam

penganggaran daerah, dimana kesenjangan terjadi diantara divisi-divisi yang

(22)

penyusunan anggaran dapat mengurangi senjangan anggaran. Hal ini terjadi karena bawahan membantu memberikan informasi pribadi tentang prospek masa depan sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat. Sedangkan hasil penelitian Lowe dan Shaw (1968); Young (1985) dan Lukka (1988) dikutip dari Lutuheru (2005). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Onsi, Camman, Merchant, dan Dunk. Hasil penelitian Onsi, Camman, Merchant, dan Dunk menunjukkan bahwa partisipasi anggaran dan senjangan anggaran mempunyai hubungan positif, yaitu peningkatan partisipasi semakin meningkatkan senjangan anggaran. Hasil penelitian yang berlawanan ini mungkin karena ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran, sehingga dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dorongan manajer dan orang yang terlibat dalam penyusunan anggaran untuk melakukan senjangan anggaran masih tetap belum dapat disimpulkan penyebabnya (Nouri dan Parker dikutip dari Lutuheru, 2005). Dalam penelitian ini diajukan variabel komitmen organisasi untuk menyehdiki pengaruh variabel tersebut terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran.

Komitmen organisasi menunjukkan keyakinan dan dukungan yang

kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh organisasi

(Mowday et al. dikutip dari Lutuheru (2005)). Manajer yang memiliki tingkat

(23)

terjadinya senjangan anggaran dapat dihindari. Sebaliknya, individu dengan komitmen rendah akan mementingkan dirinya sendiri atau kelompoknya.

Individu tersebut tidak memiliki keinginan untuk menjadikan organisasi ke arah yang lebih baik, sehingga kemungkinan terjadinya senjangan anggaran apabila dia terlibat dalam penyusunan anggaran akan lebih besar.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang diteliti selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1. Apakah komitmen organisasi mempunyai pengaruh terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran di Kabupaten Sleman?

2. Bagaimanakah pengaruh yang terjadi antara partisipasi anggaran terhadap kesenjangan anggaran dengan komitmen organisasi sebagai variabel

moderasi di Kabupaten Sleman?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji:

1. Pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan antara partisipasi

anggaran dan senjangan anggaran di Kabupaten Sleman.

(24)

kesenjangan anggaran dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderasi di Kabupaten Sleman.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis untuk menerapkan ilmu akuntansi yang didapat dibangku kuliah dengan kehidupan nyata

dilapangan.

2. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi para mahasiswa lain sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian mengenai senjangan anggaran.

3. Bagi kalangan akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama yang berkaitan dengan

senjangan anggaran.

4. Penelitian ini diharapakan. dapat memberikan kontribusi praktis untuk Pemerintah Daerah dalam menerapkan partisipasi penyusunan anggaran.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab yaitu,

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan titik tolak penulisan skripsi yang meliputi: latar belakang

masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(25)

empiris.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, variable penelitian,

dan metode analisis data.

BAB IV ANALISISDANPEMBAHASAN

Pada bab ini akan menganalisis dan membahas masalah yang diteliti mengenai pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderating.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran

dari penelitian ini.

(26)

Pada bagian ini dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan pendekatan- pendekatan yang menjelaskan pengertian Anggaran, hubungan keagenan, agency theory, serta prosedur penyusunan atau penetapan anggaran Pemerintah daerah dan

teori yang menjelaskan hubungan dari beberapa variabel tersebut berupa hasil penemuan terdahulu yang menjadi landasan teori dan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang sedang diteliti.

2.1. Penganggaran

Anggaran harus dipandang dan perspektif sebenamya sebagai suatu alat bantu bagi manajemen dalam perencanaan, koordinasi, dan pengendalian.Anggaran adalah ungkapan keuangan dari program kerja untuk mencapai sasaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Tunggal, 1995; 1).

Sebagai suatu rencana anggaran mencakup proyeksi keuangan dipadukan dengan asumsi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu serta hal-hal relevan

lainnya. Dalam proses penyusunan serta penggunaannya, anggaran berfungsi sebagai alat koordinasi antar bagian yang mendorong adanya komunikasi dan

kesaruan tindakan.

Tentu saja anggaran berguna dalam tahap penilaian sebagai tolok ukur pelaksanaan rencana organisasi. Anggaran juga didefmisikan sebagai suatu rencana tindakan (plan ofaction) yang dinyatakan secara kuantitatif mengenai

10

(27)

apa yang ingin dicapai oleh suatu organisasi pada masa mendatang dalam hubungannya dengan posisi keuangan dan rencana-rencana lainnya yang relevan

dengan hal-hal tersebut. Tujuan penyusunan anggaran adalah untuk membantu manajemen dalam mengendalikan jalannya organisasi.

2.1.1. Partisipasi Anggaran

Menurut Brownell (dikutip dari Lutuheru, 2005) partisipasi anggaran sebagai suatu proses dalam organisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Partisipasi banyak menguntungkan bagi suatu organisasi, hal ini diperoleh dari hampir penelitian tentang partisipasi. Sord dan Welsch (dikutip dari Lutuheru, 2005) mengemukakan bahwa tingkat partisipasi yang lebih tinggi akan menghasilkan moral yang lebih baik dan inisiatif yang lebih tinggi pula. Partisipasi telah ditunjukkan berpengaruh secara positif terhadap sikap pegawai, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi, dan meningkatkan kerja sama diantara manajer.

Partisipasi anggaran pada sektor publik terjadi ketika antara pihak eksekutif, legislatif dan masyarakat bekerja sama bekerja sama dalam pembuatan

anggaran. Anggaran dibuat oleh kepala daerah melalui usulan dari unit-unit

kerja yang disampaikan kepada kepala bagian dan diusulkan kepada kepala

daerah, dan setelah itu bersama-sama DPRD menetapkan anggaran yang dibuat

sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. Proses penganggaran daerah

dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri memuat Pedoman Penyusunan

(28)

Rancangan APBD yang dilaksanakan oleh tim anggaran eksekutif bersama- sama unit organisasi perangkat daerah (unit kerja)

2.1.2. Proses Anggaran

Suatu anggaran merupakan titik fokus dari keseluruhan proses perencanaan dan pengendalian. Anggaran membantu manajer dalam merencanakan kegiatan dan memonitor kinerja operasi serta pendapatan yang dihasilkan oleh pusat pertanggungjawaban (responsibility center).

Manajer hams menyatakan sasaran, menetapkan batasan, menentukan keburuhan fisik dan sumber daya manusia, memeriksa persyaratan, menyediakan fleksibihtas, mempertimbangkan asumsi-asumsi, memberikan umpan balik, dan mempertimbangkan keluhan-keluhan yang ada. Proses anggaran hams distandardisasikan dengan formulir anggaran, instruksi, dan

prosedur.

2.1.3. Pendekatan Bottom-Up Terhadap Anggaran

Para manajer nonkeuangan harus dapat menggunakan pendekatan bottom-up dalam melakukan penganggaran. Pendekatan ini dimulai dari

tingkat dasar atau tingkat operasional (departemental). Sasaran dari

tingkat operasional ini harus konsisten dengan keseluruhan sasaran

korporasi. Anggaran individual manajer kemudian dimasukkan ke dalam

anggaran keseluruhan organisasi.

(29)

Anggaran manajer kemudian ditinjau, disesuaikan, dan diserujui oleh manajemen puncak (bila anggaran dikembalikan lagi oleh manajemen puncak, berarti hal ini tidak diinginkan, selanjutnya manajer akan membuat beberapa rekomendasi dan memberikan keterangan yang lebih

detil).

Pendekatan bottom-up bermanfaat bila para manajer unit inovatif.

Dalam hal ini, para manajer departemen mengetahui apa yang harus dicapai, peluang apa yang muncul, wilayah permasalahan yang perlu diperbaiki, apa saja sumber-sumber daya yang tersedia, dan bagaimana

menggunakannya. (Tunggal, 1995; 3)

2.14. Jenis-Jenis Anggaran

Manajer hams mempersiapkan anggaran induk, yang terdiri dari beberapa sub anggaran yang terintegrasi untuk memberikan gambaran mengenai kegiatan- kegiatan yang telah direncanakan. Ukuran dan sifat anggaran bervariasi tergantung pada karakteristik departemen masing-masing. Jumlah yang dianggarkan dapat bempa jumlah yang realistis, optimistis ataupun pesimistis

supaya fleksibel. (Tunggal, 1995; 4)

Manajer dapat membuat anggaran untuk penjualan, biaya penjualan,

produksi, pembelian, bahan langsung, tenaga kerja langsung, overhead, biaya-

biaya umum dan administratif, biaya penjualan (selling expenses), program-

program (misalnya, riset dan pengembangan), ams kas, modal kerja, dan

(30)

pengeluaran modal. Setelah penjualan dibuat proyeksinya, biaya manufaktur dan biaya operasi harus diestimasi karena kedua biaya ini seringkali berhubungan dengan penjualan. Manajer harus mengetahui bagaimana anggaran-anggaran ini saling berhubungan.

Anggaran operasi (operating budget) digunakan untuk menghitung biaya produk yang diproduksi atau jasa yang dihasilkan. Anggaran jenis ini

memeriksa aspek manufaktur dan operasi bisnis.

Anggaran keuangan (financial budget) dapat digunakan untuk memeriksa kondisi keuangan dari divisi ,yaitu dengan memeriksa rasio

aktiva terhadap kewajiban (assets to liabilities), arus kas, modal kerja, profitabilitas, dan statistik lainnya yang berhubungan dengan kesehatan

keuangan.

Anggaran kas (cash budget) digunakan untuk perencanaan dan pengendalian terhadap kas. Anggaran ini membandingkan rasio perkiraan arus kas masuk terhadap arus kas keluar untuk periode waktu tertentu.

Anggaran kas membantu manajer untuk memelihara saldo kas supaya seimbang dengan kebutuhan bisnis. Anggaran kas membantu manajer menghindari kas yang tidak terpakai dan dari kemungkinan kekurangan

kas.

Anggaran pengeluaran modal (capital expenditure budget) berisi proyek-

proyek penting jangka panjang dan modal (aktiva tetap seperti pabrik dan

peralatan) yang harus dibeli. Estimasi biaya proyek dan waktu pengeluaran

(31)

modal juga terdapat dalam anggaran ini. Periode anggaran biasanya meliputi 3 sampai 10 tahun. Anggaran modal biasanya mengklasifikasikan proyek berdasarkan tujuannya seperti pengembangan lini produk baru, mengurangi biaya, mengganti peralatan yang usang atau yang sudah tidak berfungsi dengan baik, memperbesar atau merangsang lini produk, dan memenuhi persyaratan keselamatan kerja. Anggaran suplemental (supplemental budget) memberikan pendanaan tambahan untuk item-item

yang tidak termasuk dalam anggaran reguler. Penganggaran inkremental (incremental budgeting) mengukur kenaikan anggaran dalam dolar atau

persentase tanpa mempertimbangkan anggaran keseluruhan.

Penganggaran add-on meninjau anggaran-anggaran tahun yang lalu dan menyesuaikannya dengan data sekarang ,seperti inflasi dan perubahan personalia. Dana-dana tambahan ditambahkan ke dalam anggaran untuk menyesuaikan dengan kebutuhan saat ini. Dalam situasi add-on, tidak terdapat insentif untuk efisiensi namun adanya persaingan membutuhkan cara-cara baru dan lebih baik dalam melakukan segala sesuatunya.

Anggaran golongan (bracket budget) merupakan rencana kontinjensi di mana biaya diprediksi pada jumlah yang lebih tinggi dan lebih rendah daripada angka dasarnya (base figure). Penjualan diprediksi pada tingkat- tingkat yang berbeda tersebut. Bila angka dasar penjualan tidak dicapai,

anggaran bracket memberikan manajer perasaan untuk merencanakan efek

pendapatan bersih (earnings) dan kontinjensi. Anggaran ini mungkin cocok

(32)

bila diperkirakan ada risiko kerugian yang besar dan penurunan harga yang

tajam.

Anggaran bidang (stretch budget) merupakan anggaran yang optimistis dan biasanya digunakan untuk penjualan yang diproyeksikan tinggi pencapaiannya. Anggaran ini sangat jarang digunakan untuk menghitung biaya. Namun, bila proyeksi biaya dibuat, proyeksi ini hams berdasarkan pada target penjualan anggaran standar. Angka-angka pada anggaran stretch dapat formal ataupun informal. Manajer operasi tidak dapat dikenai

tanggung jawab untuk anggaran stretch ini.

Penganggaran berdasarkan aktivitas (activity-based budgeting) ialah perkiraan biaya untuk aktivitas atau fungsi-fungsi tertentu. Anggaran strategis mengintegrasikan perencanaan strategis dan pengendalian peng anggaran. Anggaran ini berguna dalam periode yang tidak menentu dan tidak stabil. Anggaran target merupakan rencana yang mengkategorikan pengeluaranpengeluaran utama dan menyesuaikannya dengan tujuan divisi.

Pembelanjaan dolar berjumlah besar memerlukan persetujuan yang khusus.

2.2. Senjangan Anggaran

Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi

sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan

kegiatan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Schief dan Lewin, 1970; Welsch,

Hilton dan Gordon, dikutip dari Lutuheru, 2005). Sebagai alat perencanaan, anggaran

(33)

merupakan rencana kegiatan yang terdiri dari sejumlah target yang akan dicapai oleh para manajer departemen suatu perusahaan dalam melaksanakan serangkaian kegiatan tertentu pada masa yang akan datang. Anggaran digunakan oleh manajer tingkat atas sebagai suatu alat untuk melaksanakan tujuan-tujuan organisasi kedalam dimensi kuantitatif dan waktu, serta mengkomunikasikannya kepada manajer-manajer tingkat bawah sebagai rencana kerja jangka panjang maupun jangka pendek. Sasaran anggaran dapat dicapai melalui pelaksanaan serangkaian aktifitas yang telah ditetapkan sebelumnya dalam banruk angggaran.

Proses penyusunan anggaran melibatkan banyak pihak, mulai dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. Anggaran mempunyai dampak langsung terhadap perilaku manusia (Siegel dan Shim, 2001), terutama bagi orang yang langsung terlibat dalam penyusunan anggaran. Untuk menghasilkan sebuah aggaran yang efektif, manajer membutuhkan kemampuan untuk memprediksi masa depan, dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti faktor lingkungan, partisipasi dan gaya penyusunan. Pada saat bawahan memberikan perkiraan yang bias kepada atasan, timbul senjangan anggaran (budgetary slack). Jadi senjangan anggaran dapat didefinisikan sebagai tindakan bawahan yang mengecilkan kapabilitas produktifiiya ketika dia diberi kesempatan untuk menentukan standar kerjanya

(Young, 1985).

(34)

2.3. Penganggaran Sektor Publik

2.3.1. Konsep Anggaran Sektor Publik

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran. Penganggaran jalan organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal tersebut berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa politisnya. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justra hams diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiyai

dengan uang publik.

Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika pemmusan strategi dan perencanaan strategik telah selesai dilakukan. Anggaran merupakan artikulasi

dari hasil pemmusan strategi dan perencanaan strategik yang telah dibuat. Tahap

penganggaran menjadi sari gat penting karena anggaran yang tidak efektif dan

tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang

(35)

sudah disusun. Anggaran mempakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.

Aspek-aspek yang hams tercakup dalam anggaran sektor pub\ik meliputi:

1. Aspek perencanaan;

2. Aspek pengendalian; dan 3. Aspek akuntabilitas publik.

Penganggaran sektor publik hams diawasi mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Proses penganggaran akan lebih efektifjika diawasi oleh lembaga pengawas khusus (oversight body) yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan pengendalian anggaran.

2.3.2. Pengertian Anggaran Sektor Publik

Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik mempakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang.

Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik mempakan

suatu rencana finansial yang menyatakan:

(36)

1 Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluarantoelanja); dan 2.Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untukmendanai

rencana tersebut (pendapatan).

2.3.3. Pentingnya Anggaran Sektor Publik

Tidak semua aspek kehidupan masyarakat tercakup oleh anggaran sektor publik. Terdapat beberapa aspek kehidupan yang tidak tersentuh oleh anggaran sektor publik, baik skala nasional maupun lokal. Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat, seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan, dan sebagainya agar terjamin secara layak. Tingkat kesejahteraan masyarakat dipengamhi oleh keputusan yang diambil oleh pemerintah melalui anggaran yang mereka buat.

Dalam sebuah negara demokrasi, pemerintah mewakili kepentingan rakyat, uang yang dimiliki pemerintah adalah uang rakyatdan anggaran menunjukkan rencana pemerintah untuk membelanjakan uang rakyat tersebut.

Anggaran mempakan blue print keberadaan sebuah negara dan mempakan arahan di masa yang akan datang.

Anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan, yaitu:

a. Anggaran mempakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup

masyarakat.

b. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat

(37)

yang tak terbatas dan terns berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity ofresources), pilihan (choice), dan trade offs.

c. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik mempakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga- lembaga publik yang ada.

2.3.4. Fungsi Anggaran Sektor Publik

Anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu: (1) sebagai alat perencanaan, (2) alat pengendalian, (3) alat kebijakan fiskal, (4) alat politik, (5) alat koordinasi dan komunikasi, (6) alat penilaian kinerja, (7) alat motivasi, dan (8) alat menciptakanruang publik.

1. Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (Planning Tool)

Anggaran mempakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.

Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk:

a) Meramuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan

misi yang ditetapkan.

b) Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan

(38)

organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya

c) Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah

disusun

d) Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.

2. Anggaran Sebagai Alat Pengendalian (Control Tool)

Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Tanpa anggaran, pemerintah tidak dapat mengendalikan pemborosan-pemborosan pengeluaran. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa presiden, menteri, gubernur, bupati, dan manajer publik lainnya dapat dikendalikan melalui anggaran. Anggaran sektor publik dapat digunakan untuk mengendalikan (membatasi kekuasaan)

eksekutif.

Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang

bukan mempakan prioritas. Anggaran mempakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan

pemerintah.

Sebagai alat pengendalian manajerial, anggaran sektor publik

digunakan untuk meyakinkan bahwa pemerintah mempunyai uang yang

cukup untuk memenubi kewajibannya. Selain itu, anggaran digunakan untuk

(39)

memberi infonnasi dan meyakinkan legislatif babwa pemerintah bekerja secara efisien, tanpa ada kompsi dan pemborosan.

Pengendalian anggaran publik dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu:

a. Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan;

b. Menghitung selisih anggaran (favourable dan unfavourable variances);

c. Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan (controllable) dan tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) atas suatu varians;

d. Merevisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya.

3. Anggaran Sebagai Alat Kebijakan Fiskal (Fiscal Tool)

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Melalui anggaran publik tersebut dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.

4. Anggaran Sebagai Alat Politik (Political Tool)

Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan

kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik,

anggaran mempakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif

dan kesepakatan legislatif alas penggunaan dana publik untuk kepentingan

(40)

tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih mempakan alat politik (political tool). Oleh karena itu, pembuatan anggaran publik membutuhkan political skill, coalition building, keahlian bemegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik oleh para manajer publik. Manajer publik hams sadar sepenuhnya bahwa kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui dapat menjatuhkan kepemimpinannya, atau paling tidak menurunkan kredibilitas pemerintah.

5. Anggaran Sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi (Coordination and Communication Toof)

Setiap unit kerja pemerintahan terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran publik mempakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan. Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja datam lingkungan eksekutif. Anggaran hams dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.

6. Anggaran Sebagai Alat Penilaian Kinerja (Performance Measurement Tool)

Anggaran mempakan wujud komitmen dari budget holder

(eksekutif) kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan

dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan

anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil

(41)

dicapai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran mempakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja.

7. Anggaran Sebagai Alat Motivasi (Motivation Tool)

Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but achieveable. Maksudnya adalah target

anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi, namun juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai.

8. Anggaran Sebagai alat untuk Menciptakan Ruang Publik (Public Sphere)

Anggaran publik tidak boleh diabaikan oleh kabinet, birokrat, dan

DPR/DPRD. Masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi, dan berbagai organisasi

kemasyarakatan hams terlibat dalam proses penganggaran publik. Kelompok

masyarakat yang terorganisir akan mencoba mempengarahi anggaran

pemerintah untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang

kurang terorganisasi akan mempercayakan aspirasinya melalui proses politik

yang ada. Pengangguran, tuna wisma dan kelompok lain yang tak

terorganisasi akan dengan mudah dan tidak berdaya mengikuti tindakan

pemerintah. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan suara mereka, maka

mereka akan mengambil tindakan dengan jalan lain seperti dengan tindakan

massa, melakukan boikot, vandalisme, dan sebagainya.

(42)

2.3.5. Jenis-Jenis Anggaran Sektor Publik

Anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Anggaran Operasional

Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah "Belanja Rutin". Belanja Rutin (recurrent expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut "rutin" karena Sifat pengeluaran tersebut berulang- ulang ada setiap tahun.

2. Anggaran Modal.

Angggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja investasi/Modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cendemng melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.

Pada dasarnya, pemerintah tidak mempunyai uang yang dimiliki sendiri, sebab selumhnya adalah milik publik. Dalam sebuah masyarakat demokratis, rakyat memberi mandat kepada pemerintah melalui proses pemilihan umum.

Politisi menstranslasikan mandat terse but dalam bentuk kebijakan publik dan

(43)

program yang memberi manfaat bagi pemilih yang direfleksikan dalam anggaran.

Adanya keterbatasan sumber daya, menyebabkan anggaran mempunyai trade offs, sebagian uang tidak dapat dialokasikan untuk suatu bidang tanpa mengu-

rangi jumlah alokasi pada bidang yang lain, atau adanya penambahan jumlah pajak yang dibayar publik. Pemerintah tidak mungkin memenuhi pennintaan selurah stakeholder-nya secara simultan. Pemerintah memutuskan bidang mana yang akan didahulukan atau diprioritaskan. Anggaran berfungsi sebagai alat politis yang digunakan untuk memutuskan prioritas dan kebutuhan keuangan pada sektor tersebut.

Prinsip-prinsip anggaran sektor publik meliputi:

a. Otorisasi oleh legislatif

Anggaran publik hams mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.

b. Komprehensif

Anggaran hams menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana non-budgetair pada dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.

c. Keutuhan anggaran

Semua penerimaan dan belanja pemerintah haris terhimpun dalam dana umum (generalfund)

d. NondiscretionaryAppropriation

Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif hams termanfaatkan secara

(44)

ekonomis, efisien, dan efektif.

e. Periodik

Anggaran mempakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan maupun multitahunan.

f. Akurat

Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran.

g. Jelas

Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan.

h. Diketahui publik

Anggaran haras diinformasikan kepada masyarakat luas.

2.3.6. Proses Penyusunan anggaran Sektor Publik

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang

dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada

DPR/DPRD dan masyarakat tentang program-program apa yang direncanakan

pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana

program-program tersebut dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan anggaran

tahunan mempakan rangkaian proses anggaran. Proses penyusunan anggaran

(45)

mempunyai empat tujuan, yaitu:

1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah.

2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses pemrioritasan.

3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.

4. Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR/DPRD dan masyarakat luas.

Faktor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah:

1. Tujuan dan target yang hendak dicapai

2. Ketersediaan sumber daya (faktor-faktor produksi yang dimiliki pemerintah) 3. Waktu yangdibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target

4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi anggaran, seperti: munculnya peraturan pemerinlah yang bam, fluktuasi pasar, perubahan sosial dan politik, bencana alam, dan sebagainya.

Pengelolaan keuangan publik melibatkan beberapa aspek, yaitu aspek penganggaran, aspek akuntansi, aspek pengendalian, dan aspek auditing.- Aspek penganggaran mengantisipasi pendapatan dan belanja (revenues and expenditures), sedangkan aspek akuntansi terkait dengan proses mencatat,

mengolah, dan melaporkan segala aktivitas penerimaan dan pengeluaran

(receipts and disbursmenls) atas dana pada saat anggaran dilaksanakan. Kedua

aspek tersebut dianggap penting dalam manajemen keuangan publik. Namun,

(46)

diantara kedua aspek tersebut aspek penganggaran dianggap sebagai isu sentral bila dipandang dari sisi waktu. Kalau aspek akuntansi lebih bersifat

"retrospective" (pencatatan masa lalu), maka aspek penganggaran lebih bersifat

"prospective" atau "anticipatory" (perencanaan masa yang akan datang).

Karena aspek penganggaran dianggap sebagai isu sentral, maka para manajer publik perlu mengetahui prinsip-prinsip pokok yang ada pada siklus anggaran.

2.4. Komitmen Organisasi

2.4.1. Definisi Komitmen Organisasi

Komitmen adalah salah satu bagian yang berperan dalam menentukan keberhasilan perusahaan dengan membina tenaga kerja secara professional.

Perusahaan berusaha mencari dan membina karyawan dengan semangat kerja yang tinggi, menciptakan dan membina sumber daya yang mampu bersaing dan karyawan harus mempunyai komitmen organisasi yang kuat (Porter, dikutip dari Budi Yuwono, 2000,12)

Definisi-definisi komitmen adalah:

1. Komitmen adalah suatu orientasi terhadap organisasi yang

menghubungkan atau mengikat identifikasi diri seorang karyawan serta

kegunaan untuk berprestasi lebih baik dalam organisasi kerja (Sheldon,

dikutip dari Budi Yuwono, 2000,12)

(47)

2. Mempakan keadaan seseorang atau individu menjadi lebih terikat, terlihat aktif disuatu organisasi kerja (Salacik, dikutip dari Budi Yuwono, 2000,

12).

3. Komitmen mempakan suatu fenomena struktural hasil dari transaksi

individu dengan suatu organisasi dalam suatu side-bets selama beberapa tahun (Hrebiniak dan alluto dikutip dari Budi Yuwono, 2000,12).

Side-bets adalah suatu proses penghubungan antara tindakan individu

dengan kondisi kerja bempa boundary agar lebih terikat dalam perusahaan. Boundary adalah bempa aturan dan tata nilai perusahaan yang membatasi, sehingga individu hams memahami sesuai ketentuan.

4. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi (Wiener, dalam Latuheru, 2005; 122)

5. Komitmen mempakan suatu orientasi sikap bempa, kemampuan identifikasi, kondisi kerja organisasi, kemamuan terlibat aktif, memiliki rasa kesetiaan dan kepemilikan terhadap organisasi.

6. Komitmen mempakan proses penyeragaman dan pengintegrasian nilai- nilai dan tujuan dengan organisasi, dalam mencapai tujuan bersama.

Menurat Hall dan Mowday dikutip dari Budi Yuwono (2000, 13)

pengertian komitmen dapat dilihat dengan beberapa cirri-ciri khusus

didalamnya, termasuk tingkat kualitas hubungan karyawan dengan

(48)

pemsahaan. Hubungan antara karyawan dengan pemsahaan hams memenuhi syarat-syarat yang antara lain terdapat ketertarikan dan penerimaan oleh karyawan, terhadap nilai-nilai organisasi, kemauan karyawan berusaha keras dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan pemsahaan, keinginan dan kesediaan karyawan untuk tetap menjadi anggota pemsahaan (Mowday dan Bowlian dalam Porter, dikutip dari Budi Yuwono, 2000,13).

Secara menyeluruh komitmen pemsahaan bukan hanya sebagai penjumlahan dari bermacam-macam faktor pembentukan komitmen, namun ada keterlibatan antara satu faktor dengan faktor yang lain. Terhadap keterlibatan berbagai faktor yang berhubungan dan salaing mempengaruhi komitmen. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat dijelaskan bahwa komitmen adalah sikap seorang karyawan dalam mengidentifikasi diri terhadap nilai-nilai tujuan pemsahaan, keinginan terlibat aktif dalam bekerja, serta keinginan untuktetap menjadi anggota organisasi pemsahaan.

2.4.2. Pembentukan Komitmen

Komitmen pemsahaan dibentuk dengan syarat-syarat haras terdapa

unsur-unsur kelekatan dan keterlibatan karyawan. (Porter 1983 dikutip dari

Budi Yuwono, 2000, 14). Dimensi kelekatan dalam komitmen berasal dari

proses identifikasi dan intemalisasi nilai-nilai dan tujuan perusahaan

dilanjutkan dengan praktek-praktek pelaksanaan tugas secara nyata dalam

kinerja karyawan (Beker 1982, O'Rielly dan Chatman dikutip dari Budi

(49)

Yuwono, 2000, 13). Karyawan dengan tingkat pemahaman nilai-nilai dengan tujuan kerja yangjelas, diharapkan mempunyai kesadaran dalam menjalankan tugas dan kesetiaan terhadap perasahaan. Komitmen berhubungan dengan kepatuhan karyawan terhadap peraturan dan kebijaksanaan tempat kerja (Angle dan Perry dikutip dari Budi Yuwono, 2000,14).

Tahap pembentukan komitmen meumt Miner dikutip dari Budi Yuwono, 2000,14) adalah:

1. Komitmen pada masa awal muncul, jika terdapat kesesuaian anatara harapan-harapan individu pada pekerjaan dengan kondisi karakteristik pekerjaan. Invidu melakukan pengenalan dan identifikasi sejak awal bergabung ditempat kerja. Karakteristik personal bempa nilai-nilai, keyakinan diri dan kepribadian yang dimiliki seseorang. Sedangkan karakteristik pekerjaan adalah semangat kerja, komunikasi dengan pihak pemsahaan, perasaan dirugikan oleh perasahaan dan perasaan ketidakadilan ditepat kerja.

2. Komitmen selama masa kerja dipengaruhi oleh kualitas komitmen awal

dan persepsi terhadap perasahaan. Jika karyawan merasakan penilaian

positif selama bekerja, maka cenderang meningkatkan komitmen. Pada

tahap ini karyawan seringkali dihadapkan pada kondisi dilematis untuk

tetap bergabung atau mencari tempat kerja lain, terutama bila selama ini

dianggap kurang memberikan keberuntungan.

(50)

3. Komitmen pada pengembangan karir selanjutnya semakin kuat jika merasa memperoleh keberuntungan sehingga karyawan merasa memiliki, mempunyai keterlibatan yang tinggi dan lebih semangat bekerja demi mencapai karir selanjutnya.

Komitmen dikembangkan berdasarkan excahange teory, berupa hubungan timbal balik organisasi kerja karyawan (Porter 1983 dikutip dari Budi Yuwono, 2000, 16). Organisasi mengharapkan partisipatif kerja karyawan sesuai dengan kualitas dan kuantitas kemampuan yang dimiliki.

Konsep hubungan dapat tercipta karena terdapat situasi harmonis antara personal dengan orgaisasi kerja.

2.5. Agency Theory

Penjelasan konsep senjangan anggaran dapat dimulai dari pendekatan agency theory. Praktik senjangan anggaran dalam perspektif agency theory dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen (manajemen) dengan principal yang timbul ketika setiap pihak bemsaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Teori keagenan dikembangkan pertama kali oleh Jensen dan Meckling dikutip dari Latuheru (2005). Teori keagenan ini membahas hubungan antara prinsipal (pemilik pemsahaan dan pemegang saham) dengan agen (manajemen).

Jensen dan Meckling dikutip dari Latuheru (2005) menyebutkan dalam

hubungan ini mencakup pula pelimpahan wewenang dalam pembuatan keputusan

(51)

dari prinsipal kepada agen dengan tujuan agar manajemen memaksimumkan nilai pemsahaan yang berarti menaikkan kesejahteraan para pemegang saham. Secara khusus teori keagenan membahas tentang adanya hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (prinsipal) mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain (agen), yang melakukan pekerjaan. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahaan antara kepemilikan (prinsipal/investor) dan pengendalian (agen/manajer). Investor memiliki harapan bahwa manajer akan menghasilkan return dari uang yang mereka investasikan. Jika kedua belah pihak dalam hubungan ini mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, dapat dipastikan agen tidak bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Hal inilah yang sering disebut dengan konflik kepentingan. Teori keagenan bemsaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi jikapihak-pihak yang saling bekerjasama memiliki tujuan

dan pembagian kerja yang berbeda.

Menurut Eisenhardt (1989) dikutip dari Darmawati dkk (2005) teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul ketika (1) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen beriawanan dan (2) prinsipal mengalami kesulitan untuk memverifikasi apa yang sesungguhnya sedang dikerjakan manajemen. Kedua, adalah masalah pembagian risiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko.

Berkaitan dengan masalah keagenan, partisipasi dan kesenjangan

anggaran yang mempakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan,

(52)

diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan bahwa atasan tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana yang ada pada pemerintah, dan berkaitan dengan bagaimana para bawahan mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, Darmawati dkk, 2005).

Konflik kepentingan yang dikarenakan oleh kemungkinan bahwa agen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal akan memicu terjadinya biaya yang disebut biaya keagenan. Jensen dan Meckling dikutip dari Latuheru (2005) mendefinisikan biaya keagenan dalam tigajenis, yaitu:

a. Biaya monitoring (monitoring cost), pengeluaran biaya yang dirancang untuk mengawasi aktivitas-aktivitas yangdilakukan oleh agen.

b. Biaya bonding (bonding cost), untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal atau untuk menjamin bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika agen melaksanakan sesuai dengan

kontraknya.

c. Kerugian residual (residual loss), yang merupakan nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kemakmuran yang dialami oleh prinsipal sebagai akibat dari perbedaan kepentingan.

Teori keagenan juga menyatakan bahwa konflik kepentingan antara

prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat

menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada dalam perasahaan. Namun

munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yang

(53)

disebut biaya keagenan (Jensen dan Meckling, dikutip dari Latuheru, 2005).

Biaya keagenan tersebut dapat dikurangi dengan beberapa pendekatan, antara

lain:

a) Memberikan atau memperbesar peran manajemen di dalam pemsahaan (insider stakeholders). Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan bawahan dengan atasan. Dengan adanya peran ini pihak manajemen merasa ikut memiliki dan merasakan langsung dari hasil keputusan yang diambil.

Dengan demikian, bawahan mempakan insentif bagi pihak manajemen dalam meningkatkan komitmen organisasi.

b) Pendekatan pengawasan dengan menggunakan hutang. Menumt Jensen dan Meckling dikutip dari Latuheru (2005) dengan peningkatan penggunaan hutang dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen. Grossman dan Hart dikutip dari Latuheru (2005) menyatakan bahwa penggunaan hutang juga akan meningkatkan kemungkinan risiko kebangkratan dan kehilangan pekerjaan (job loss), sehingga memberikan motivasi kepada manajer untuk mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu dan meningkatkan efisiensi

perasahaan.

c) Kepemilikan instirusional (institutional investors) sebagai agen pengawas

(monitoring agents). Moh'd dkk. (1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi

anggaran pada pemerintah dapat mengurangi biaya keagenan dan

meningkatkan nilai organisasi. bawahan biasanya sebagai large stakeholders

(54)

memiliki dorongan yang lebih kuat untuk melakukan pengawasan terhadap

manajerpengeloladaripada kepala daerah.

2.6. Pendekatan Kontijensi

Penelitian-penelitian sebelumnya mengindikasikan hasil yang saling bertentangan mengenai hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran. Sebagian peneliti menyatakan bahwa dengan adanya partisipasi bawahan dalam proses penyusunan anggaran akan mengurangi kecenderungan untuk menciptakan senjangan anggaran (Camman 1976; Dunk 1993; Merchant 1985 dan Onsi 1973 dikutip dari Latuheru, 2005). Hal ini terjadi karena bawahan membantu memberikan informasi pribadi tentang prospek masa depan sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat. Sedangkan peneliti lain (Lowe dan Shaw 1968, Lukka 1988, Young 1985 dikutip dari Latuheru, 2005) mendapatkan bukti empiris bahwa partisipasi anggaran justru menyebabkan manajer yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran cenderang untuk melakukan senjangan anggaran. Oleh karena itu perlu menggunakan pendekatan-pendekatan lain dalam melihat hubungan kedua variabel tersebut.

Pendekatan lain tersebut meliputi penggunaan model keagenan (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya) atau dengan menggunakan berbagai faktor kontinjensi sebagai prediktor adanya senjangan anggaran (Govindarajan 1986

dikutip dari Latuhem, 2005).

Pengenalan teori kontinjensi pada bidang teori organisasi telah

(55)

memberikan kontribusi pada pengembangan akuntansi manajemen terutama dalam menjelaskan faktor-faktor yang mempengarahi prestasi organisasi.

Penerapan pendekatan kontinjensi dalam menganalisis dan mendesain sistem pengendalian khususnya dalam bidang sistem akuntansi manajemen telah menarik minat para peneliti. Beberapa penelitian dalam bidang akuntansi manajemen melalui pendekatan kontinjensi bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel-variabel kontekstual dengan desain sistem akuntansi manajemen dan untuk mengevaluasi keefektifan hubungan antara dua variabel.

2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Onsi (1973); Camman (1976); Merchant (1985) dan Dunk (1993) dalam Latuhem (2005), menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi senjangan anggaran. Hal ini terjadi karena bawahan membantu memberikan informasi pribadi tentang prospek masa depan sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat.

Hasil penelitian Lowe dan Shaw (1968); Young (1985) dan Lukka (1988)

dalam Latuhem (2005), berbeda dengan penelitian yang dilakukan Onsi,

Camman, Merchant, dan Dunk. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa

partisipasi anggaran dan senjangan anggaran mempunyai hubungan positif, yaitu

peningkatan partisipasi semakin meningkatkan senjangan anggaran. Hasil

penelitian yang beriawanan ini mungkin karena ada faktor lain yang juga

berpengaruh terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan

(56)

anggaran, sehingga dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dorongan manajer dan orang yang terlibat dalam penyusunan anggaran untuk melakukan senjangan anggaran masih tetap belum dapat disimpulkan penyebabnya (Nouri dan Parker dikutip dari Latuheru, 2005). Dalam penelitian ini diajukan variabel komitmen organisasi untuk menyehdiki pengamh variabel tersebut terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Berlianus Patria Latuhem (2005), dengan

tujuan penelitian untuk menguji pengarah komitmen organisasi sebagai variabel

moderating terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan

anggaran, dengan menggunakan variabel independen partisipasi anggaran dan

variabel dependen kesenjangan anggaran serta membentuk satu variabel

pemoderasi yaitu komitmen organisasi. Penelitian ini mengambil sampel

penelitian pada kawasan industri Maluku dengan menggunakan alat analisis

metode statistik regresi berganda (multiple regression). Dengan hasil penelitian

Hasil analisis regresi dan perhitungan matematis partial derivative menerima

hipotesis 1, yaitu komitmen organisasi mempunyai pengaruh negatif terhadap

hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran dan

menunjukan adanya pengarah yang signifikan. Hasil pengujian ini sekaligus

menjawab pertanyaan penelitian bahwa komitmen organisasi mempunyai

pengaruh terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan

anggaran, sekaligus menunjukan bahwa hubungan antara partisipasi dan

senjangan anggaran dipengaruhi oleh variable moderating. Pengamh non

(57)

monotonic menunjukkan arah yang sesuai dengan hipotesis yang diajukan, yaitu

semakin besar komitmen organisasi akan menyebabkan semakin menurunnya kecendemngan individu yang berpatisipasi dalam penyusunan anggaran untuk melakukan senjangan anggaran, dengan kata lain pengamh interaksi antara komitmen organisasi dengan partisipasi anggaran dapat menumnkan kecendemngan manajer untuk menciptakan senjangan anggaran. Hal ini ditunjukkan oleh nilai inflection point yang berada pada titik 52,52 dengan slope menunjukkan sifat hubungan yang negatif. Semakin tinggi tingkat komitmen organisasi maka semakin berpengaruh secara negatifhubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran, yang berarti bahwa semakin tinggi komitmen organisasi maka semakin menurunkan kecendemngan manajer yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran untuk menciptakan senjangan

anggaran.

Penelitian ini mempakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Latuhem (2005) dengan persamaan pada;

1. Variabel yang digunakan yaitu variabel independen partisipasi anggaran, variabel dependen kesenjangan anggaran dan variabel pemoderasi komitmen organisasi

2. Alat Analisis yang digunakan

Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian Latuhem (2005)

yaitu;

Gambar

Tabel Halaman

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hidayati dan Murni (2009), yang menemukan bahwa peluang pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap ERC karena objek

Bramstio Setiawan/A210150160, PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP MINAT MEMBANGUN DIGITAL ENTREPRENEURSHIP DENGAN KONSEP EKONOMI KREATIF MAHASISWA PENDIDIKAN

 Olahraga - Olahraga bisa membantu untuk menjadi salah satu cara mencegah wasir ambeien, dengan olahraga yang teratur maka aliran darah akan selalu lancar dan penekanan

Hal ini juga dikuatkan dengan observasi kelas dengan guru mata pelajaran Biologi Juhaeda, S.Si diketahui fakta di lapangan bahwa dalam proses pembelajaran di

“ Terapi Rational Emotive Behavior Pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak. Di MTs Darul Anwar Cranggang Dawe Kudus Tahun Pelajaran

1) Meningkatkan posisi ekonomi Kota Magelang untuk menghadapi pasar bebas MEA. Kota Magelang sebagai daerah cepat tumbuh dan cepat maju memiliki laju pertumbuhan

Undang-undang Kepailitan bahkan menegaskan kembali bahwa tindakan Kurator di atas dijamin oleh Pasal 16 ayat (2) pada pokoknya menyatakan bahwa terhadap putusan

“We’ve been saying it’s high time Bridger met more people, and honestly, Thisbe, does anyone on Earth need a sensayer as much as we do?”.. Cheers rose from the other soldiers on