• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONFIGURASI DESIGN DELTA WINGLET VORTEX GENERATOR TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KONFIGURASI DESIGN DELTA WINGLET VORTEX GENERATOR TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

i

WINGLET VORTEX GENERATOR TERHADAP PERFORMA PERPINDAHAN PANAS

MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik Mesin pada Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma

Disusun oleh:

STEVANUS HANUNG TRI BUDIHARTO NIM. 195214023

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2020

(2)

iv

ABSTRAK

Penggunaan Vortex generator berfungsi untuk mengurangi wake region (fluida terjebak) dan memperluas permukaan perpindahan kalor sekaligus memicu terbentuknya pusaran (longitudinal vortices). Akibat adanya pusaran tersebut membuat pencampuran udara di dalam FTHE (Fin tube heat exchanger) semakin meningkat. FTHE dikatakan bagus apabila pepindahan kalornya besar. Yang mempengaruhi besar kecilnya pepindahan kalor FTHE adalah adanya wake region di belakang setiap tube, sehingga udara terjebak di dalamnya. Semakin besar wake region maka performa FTHE semakin rendah.

Penelitian ini menggunakan metode simulasi CFD, untuk mengetahui pengaruh penggunaan Delta Winglet vortex generator (DWVG) pada plain FTHE.

Ada 5 variasi yang dipakai dalam simulasi ini, yakni bilangan Reynolds 500, 600, 700, 800 dan 900. Ketebalan Vortex generator sama dengan tebal fin, dengan angle of attack 15°(DWVG15), 20°(DWVG20), 25°(DWVG25) dan diposisikan sejajar dengan tube.

Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan harga perpindahan kalor tertinggi sebesar 78,63% pada DWVG25 FTHE. Nilai pressure drop terendah sebesar 71,63% pada DWVG15 FTHE.

Kata kunci: vortex generator, wake region, longitudinal vortices dan simulasi 3D.

(3)

v

ABSTRACT

The use of a Vortex generator serves to reduce wake and expand the surface of heat transfer as well as trigger the formation of longitudinal vortices.

As a result of this vortex, the mixing of the air in the FTHE (Fin tube heat exchanger) increases. FTHE is good if the heat transfer is large. The wake region size affects the FTHE performance. Air is trapped in the wake region. The larger the wake region size , the lower the heat transfer value.

This study uses the CFD simulation method, to determine the effect of using the Delta Winglet vortex generator on plain FTHE. There are 5 variations used in this simulation, Reynolds number 500, 600, 700, 800, and 900. The thickness of the vortex generator is the same as the thickness of the fin, with an angel of attack 15 (DWVG15), 20 (DWVG20), 25 (DWVG25) and positioned parallel to the tube.

The result of this study showed the highest increase in heat transfer value of 78.63% at DWVG25 FTHE. The lowest pressure drop value is 71.63% at DWVG15 FTHE

Keywords: vortex generators, wake region, longitudinal vortices and 3D simulation.

(4)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

LEMBAR ERNYATAAN ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Rumusan Masalah ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II DASAR TEORI... 4

2.1 Heat Exchanger ... 4

2.2 Vortex Generator ... 5

2.3 Klasifikasi Aliran ... 8

2.4 Fully Developed Flow ... 8

2.5 Aliran Internal dan Eksternal ... 10

2.6 Performa Heat Exchanger ... 11

2.6.1 Pressure Loss ... 11

2.6.2Koefisien Perpindahan Kalor... 12

2.6.3Nusselt Number ... 12

2.6.4Colburn Factor ... 12

(5)

x

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 14

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 14

3.2 Variabel Penelitian ... 15

3.3 Skema Fine Tube Heat Exchanger dan Vortex Generator ... 16

3.4 Computional Domain ... 20

3.5 Penggenerasian Mesh ... 20

3.6 Karakteristik Fluida ... 22

3.7 Boundary Condition ... 22

3.8 Solution Control ... 23

3.9 Convergence Criteria ... 24

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI ... 25

4.1 Pengaruh Vortex Generator Terhadap Bilangan Nusselt ... 25

4.2 Pengaruh Vortex Generator Terhadap Pressure Drop ... 26

4.3 Kontur Kecepatan Aliran ... 27

4.4 Kontur Distribusi Temperatur ... 33

BAB V KESIMPULAN ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(6)

xi

Lampiran A Tabel Boundary Condition yang Digunakan pada Simulasi. ... 43 Lampiran B Data Bilangan Nusselt dan Pressure Drop dari Hasil Simulasi. 44

(7)

xii

Gambar 2.1 (a) Individually Fined Tube; (b) Flat Fined Tube ... 4

Gambar 2.2 Vortex Generator Jenis Wing dan Winglet. ... 5

Gambar 2.3 Visualisasi Kecepatan Aliran pada Simulasi yang Dilakukan Oleh Li et al, 2014. ... 6

Gambar 2.4 Visualisasi Distribusi Temperatur Aliran Pada Simulasi yang Dilakukan Oleh Li et al, 2014 ... 7

Gambar 2.5 Jenis Aliran ... 8

Gambar 2.6 Profil Kecepatan dan Tekanan Aliran Dalam Saluran ... 9

Gambar 2.7 Skema (a) Prediksi Aliran Ideal dan (b) Aliran Sebenarnya pada Fluida yang Mengalir Melalui Sebuah Silinder Pejal ... 10

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 14

Gambar 3.2 Skema FTHE Isometric View ... 16

Gambar 3.3 Skema FTHE Top View ... 16

Gambar 3.4 Skema FTHE Side View ... 17

Gambar 3.5 Skema Plain FTHE ... 17

Gambar 3.6 Skema Side View Vortex Generator ... 18

Gambar 3.7 Skema DWVG15 ... 18

Gambar 3.8 Skema DWVG20 ... 18

Gambar 3.9 Skema DWVG25 ... 19

Gambar 3.10 Computational Domain ... 20

Gambar 3.11 Visualisasi Meshing ... 21

Gambar 3.12 Visualisasi Meshing dari Jarak Dekat ... 21

Gambar 3.13 Iterasi yang Telah Converged pada Kasus FTHE DWVG25 Menggunakan Variasi Bilangan Reynolds 500 ... 24

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Attack Angel Vortex Generator Terhadap Bilangan Nusselt dengan Variasi Bilangan Reynolds ... 25

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Attack Angel Vortex Generator Terhadap Pressure Drop dengan Variasi Bilangan Reynolds ... 26

Gambar 4.3 Skala Kontur Kecepatan Aliran pada FTHE ... 27

(8)

xiii

Gambar 4.5 Kontur Kecepatan Plain FTHE pada Re 600 ... 27

Gambar 4.6 Kontur Kecepatan Plain FTHE pada Re 700. ... 28

Gambar 4.7 Kontur Kecepatan Plain FTHE pada Re 800. ... 28

Gambar 4.8 Kontur Kecepatan Plain FTHE pada Re 900. ... 28

Gambar 4.9 Kontur Kecepatan DWVG15 FTHE pada Re 500. ... 28

Gambar 4.10 Kontur Kecepatan DWVG15 FTHE pada Re 600. ... 29

Gambar 4.11 Kontur Kecepatan DWVG15 FTHE pada Re 700. ... 29

Gambar 4.12 Kontur Kecepatan DWVG15 FTHE pada Re 800. ... 29

Gambar 4.13 Kontur Kecepatan DWVG15 FTHE pada Re 900. ... 29

Gambar 4.14 Kontur Kecepatan DWVG20 FTHE pada Re 500. ... 29

Gambar 4.15 Kontur Kecepatan DWVG20 FTHE pada Re 600. ... 30

Gambar 4.16 Kontur Kecepatan DWVG20 FTHE pada Re 700. ... 30

Gambar 4.17 Kontur Kecepatan DWVG20 FTHE pada Re 800. ... 30

Gambar 4.18 Kontur Kecepatan DWVG20 FTHE pada Re 900. ... 30

Gambar 4.19 Kontur Kecepatan DWVG25 FTHE pada Re 500. ... 30

Gambar 4.20 Kontur Kecepatan DWVG25 FTHE pada Re 600. ... 31

Gambar 4.21 Kontur Kecepatan DWVG25 FTHE pada Re 700. ... 31

Gambar 4.22 Kontur Kecepatan DWVG25 FTHE pada Re 800. ... 31

Gambar 4.23 Kontur Kecepatan DWVG25 FTHE pada Re 900. ... 31

Gambar 4.24 Skala Kontur Temperatur pada FTHE. ... 33

Gambar 4.25 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 500. ... 33

Gambar 4.26 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 600. ... 33

Gambar 4.27 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 700. ... 33

Gambar 4.28 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 800. ... 34

Gambar 4.29 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 900. ... 34

Gambar 4.30 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 500. 34 Gambar 4.31 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 600. 34 Gambar 4.32 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 700. 35 Gambar 4.33 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 800. 35 Gambar 4.34 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 900. 35

(9)

xiv

Gambar 4.36 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 600. 35 Gambar 4.37 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 700. 36 Gambar 4.38 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 800. 36 Gambar 4.39 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 900. 36 Gambar 4.40 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 500. 36 Gambar 4.41 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 600. 36 Gambar 4.42 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 700. 37 Gambar 4.43 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 800. 37 Gambar 4.44 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 900. 37 Gambar 4.45 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 900. ... 38 Gambar 4.46 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 900. 38 Gambar 4.47 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 900. 38 Gambar 4.48 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 900. 38

(10)

xv

Tabel 3.1 Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 15

Tabel 3.2 Karakteristik Fluida Kerja ... 22

Tabel 3.3 Tipe yang Digunakan pada Setiap Descretization ... 23

Tabel 3.3 Convergence Criteria untuk Setiap Residual ... 24

(11)

xvi

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vortex generator merupakan suatu alat yang berfungsi untuk meningkatkan performa FTHE. Prinsip kerja vortex generator adalah menginduksi aliran sekunder agar timbul pusaran aliran (longitudinal vortices) dengan cara memotong thermal boundary layer yang terbentuk di sepanjang dinding dan memindahkan panas dari dinding ke pusat aliran [S. Ferrouillat et al. ,2006]. Hal ini mengakibatkan nilai perpindahan panas meningkat namun disertai dengan peningkatan nilai pressure drop pada FTHE. Karena inilah maka penelitian terus berkembang untuk menemukan penggunaan vortex generator yang meningkatkan Nu dan menurunkan pressure drop. Ada 2 jenis vortex generator, yakni wing dan winglet. Jenis wing adalah vortex generator dengan posisi tegak lurus terhadap arah aliran, sedangkan jenis winglet adalah vortex generator dengan posisi membentuk sudut tertentu terhadap arah aliran [He dan Zhang, 2012].

Peningkatan nilai perpindahan panas FTHE tersebut terjadi karena penambahan vortex generators pada FTHE. Yang berakibat terbentuknya pusaran aliran fluida yang berfungsi untuk mengurangi wake region di belakang tube dan mempertahankan tekanan. Dampak berkurangnya wake region adalah pencampuran fluida dalam aliran menjadi lebih merata sehingga distribusi temperatur menjadi lebih merata. Hasil akhir yang didapat adalah peningkatan performa FTHE. Di sisi lain penambahan vortex ini berpengaruh terhadap peningkatan pressure drop. Hal ini disebabkan karena adanya tambahan gesekan fluida dengan permukaan vortex generator. Tekanan fluida berkurang selama melewati saluran. Penurunan tekanan akibat penambahan vortex generator bisa dikurangi dengan rekayasa aliran fluida. Rekayasa aliran fluida dapat dilakukan dengan variasi geometri dan posisi vortex generator. Hal ini menyebabkan kecepatan aliran bisa dipertahankan selama melewati saluran. Pada penelitian ini akan dilakukan investigasi pengaruh delta winglet vortex generators (DWVG)

(13)

2

yang diposisikan sejajar tube dengan variasi angel of attack 15, 20, dan 25

terhadap performa FTHE.

Performa FTHE dipengaruhi oleh nilai pressure drop yang rendah dan nilai perpindahan kalor yang rendah di bagian air-side. Masalah tersebut timbul setelah aliran fluida menabrak tubes. Tekanan aliran turun akibat gesekan dan terbentuk wake region di belakang tubes. Wake region membuat fluida mengalir tidak sempurna sehingga pencampuran fluida di bagian air-side menjadi tidak merata. Akibatnya nilai perpindahan panas di bagian air-side menjadi rendah.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini akan meneliti fenomena aliran dan perpindahan kalor pada bagian air-side dari sebuah pendingin ruangan Karena masih sedikitnya penelitian mengenai DWVG maka penelitian ini dilakukan untuk menginvestigasi karakteristik penggunaan DWVG.

Pada penelitian ini akan digunakan metode computational fluid dynamic untuk mendapatkan analisa pressure drop, bilangan Nusselt, kontur distribusi temperatur, dan kontur aliran fluida.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan Delta Winglet Vortex Generator pada plain FTHE dengan variasi attack angle 15°(DWVG15), 20°(DWVG20), 25°(DWVG25) dan diposisikan sejajar dengan tube sehingga dapat diketahui karakteristik masing – masing attack angle vortex generator. Parameter yang digunakan untuk mengetahui karakterisik attack angle vortex generator pada fin and tube heat exchanger adalah:

a. Nilai bilangan Nusselt b. Nilai pressure drop c. Kontur kecepatan d. Kontur temperatur

(14)

3 1.3 Rumusan Masalah

Wake region yang terjadi di belakang tube dan nilai perpindahan kalor bagian air-side yang rendah dibandingkan dengan bagian liquid-side menyebabkan Performa perpindahan kalor FTHE menjadi rendah. Penggunaan vortex generator pada penelitian ini menyebabkan terjadinya rekayasa fenomena aliran di dalam saluran yang berguna untuk mengurangi ukuran wake region dan meningkatkan performa perpindahan kalor pada bagian air-side FTHE.

1.4 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas sebelumnya, maka pada penelitian ini ditentukan batasan masalah sebagai berikut:

a. Digunakan vortex generator jenis DW dengan angle of attack 15°, 20°, 25°

b. Analisa dilakukan pada satu baris geometri in-line FTHE.

c. Simulasi dilakukan pada aliran steady.

d. Jennis aliran yang digunakan adalah aliran laminar.

e. Fluida yang digunakan adalah udara bebas.

f. Model turbulen yang digunakan adalah k-ε.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapatkan dari penelitian investigasi struktur aliran perpindahan panas Delta Winglet Vortex Generators enggunakan simulasi 3D yang dilakukan dituliskan sebagai berikut:

a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai literatur pertimbangan pembuatan heat exchanger.

b. Hasil penelitian dapat menunjukkan karakteristik masing – masing penggunaan angle of attack pada delta winglet vortex generator di FTHE.

c. Hasil penelitian dapat menjadi acuan bagi peneliti berikutnya yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan vortex generator.

(15)

4 BAB II DASAR TEORI

2.1 Heat Exchanger

Heat exchanger (HE) adalah alat yang digunakan untuk mentransfer energi panas (entalpi) antara dua atau lebih fluida, antara permukaan padat dan fluida, atau antara partikel padat dan fluida, pada suhu yang berbeda dan dalam kontak termal [Shah, 2003]. Umumnya HE digunakan untuk mendinginkan atau memanaskan fluida dan melakukan proses evaporasi atau kondensasi dari satu aliran fluida atau lebih. Perpindahan kalor yang terjadi pada HE terjadi secara indirect contact.

Terdapat dinding pemisah yang berfungsi untuk memindahkan panas dan mencegah terjadinya pencampuran fluida. Beberapa contoh HE yang sering digunakan adalah radioator kendaraan, kondensor, evaporator, pemanas air dan cooling tower.

Gambar 2.1 (a) Individually Fined Tube; (b) Flat Fined Tube [Shah, 2003].

Berdasarkan konstruksinya HE dibagi menjadi tubular, plate-type, extended surface dan regenerative. Performa extended surface lebih unggul dibandingkan yang lainnya. Hal itu disebabkan karena penambahan permukaan perpindahan kalor (fins). Design extended surface HE yang paling sering

(a) (b)

(16)

5

digunakan adalah fin and tube heat exchanger. Berdasarkan jenis sirip yang digunakan, dapat dilihat pada Gambar 2.1, FTHE dibagi menjadi dua jenis, yaitu individually fined tube dan flat fined tube. Perpindahan kalor pada FTHE terjadi antara dua fluida melalui proses konduksi melalui tube dan fin. FTHE dapat bekerja saat salah satu aliran fluida memiliki tekanan yang lebih tinggi atau pada salah satu fluida memiliki koefisien perpindahan kalor yang lebih tinggi. Contoh penggunaan FTHE sebagai kondensor pada pembangkit listrik, pendingin oli pada propulsive power plant, air-cooled exchanger pada kegiatan industri, dan kondensor dan evaporator pada air conditioning dan refrigeration system.

2.2 Vortex Generator

Vortex generator (VG) adalah salah stau dari teknologi pasif yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi termal penukar kalor. Prinsip kerja vortex generator adalah menginduksi aliran sekunder agar timbul pusaran aliran (longitudinal vortices) dengan cara memotong thermal boundary layer yang terbentuk di sepanjang dinding dan memindahkan panas dari dinding ke pusat aliran [S. Ferrouillat et al. ,2006]. Pada Gambar 2.2 ditunjukkan beberapa jenis vortex generator yang telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya.

Gambar 2.2 Vortex Generator Jenis Wing dan Winglet [He dan Zhang, 2012].

Ada 2 jenis vortex generator, yakni wing dan winglet. Jenis wing adalah vortex generator dengan posisi tegak lurus terhadap arah aliran, sedangkan jenis

(17)

6

winglet adalah vortex generator dengan posisi membentuk sudut tertentu terhadap arah aliran [He dan Zhang, 2012]. Masih banyak penelitian dilakukan untuk semakin mendalami karakteristik masing – masing vortex generator. Nama vortex genenerator digolongkan berdasarkan bentuk geometri dan kemiripan karakteristik kerjanya. Pada bagian ini hanya dibahas mengenai vortex generator jenis winglet karena penelitian ini hanya dilakukan pada lingkup vortex generator jenis winglet.

Gambar 2.3 Visualisasi Kecepatan Aliran pada Simulasi yang Dilakukan Oleh Li et al, 2014.

Pada gambar 2.3 dapat kita lihat di kasus (a) terdapat wake region yang cukup besar dan kecepatan tertinggi terletak pada aliran utama. Pada kasus (b) kecepatan yang mendekati dinding sudah terlihat adanya peningkatan, tetapi masih terlihat jelas wake region setelah tube. Pada kasus (c) wake region dibelakang tube berkurang dan kecepatan terlihat menyebar , tetapi fluida berkumpul di wavy fin yang berakibat kecepatannya menjadi rendah. Pada kasus (d) zona stagnan dengan kecepatan rendah dan perpindahan panas yang lemah berkurang secara signifikan. Pusaran yang dihasilkan oleh vortex generator jauh

(18)

7

lebih tidak teratur dibandingkan dengan 3 kasus yang lain. Kecepatan di sekitar tabung juga jauh lebih tinggi dibandingkan kecepatan aliran utama. Hal ini disebabkan vortex generator membangun saluran konvergen antara vortex generator dengan dinding tabung sehingga udara yang mengalir melalui saluran tersebut dipercepat dan diarahkan menuju dinding tabung. Di sisi berikutnya, 2 vortex generator terakhir meningkatkan perpindahan panas di wake region yang berkecepatan rendah. Kita bisa melihat bahwa kecepatan sampai akhir saluran terlihat merata. Hal ini menyebabkan zona perpindahan panas menjadi meningkat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada kasus (d) memiliki perpindahan panas yang paling baik dibandingkan 3 kasus yang lain.

Gambar 2.4 Visualisasi Distribusi Temperatur Aliran pada Simulasi yang Dilakukan Oleh Li et al, 2014.

Pada gambar 2.4 kita bisa melihat bahwa distribusi suhu fluida kasus (d) adalah yang terbaik. Perbedaan yang signifikan antara suhu input dibandingkan suhu outputnya, menandakan bahwa proses perpindahan panas berlangsung lebih efektif dibadingkan 3 kasus yang lain.

(19)

8 2.3 Klasifikasi Aliran

Aliran fluida umumnya diklasifikasikan dalam 3 bentuk aliran yakni aliran laminar, transisi, dan aliran turbulen. Aliran laminar adalah aliran yang steady sedangkan aliran turbulen adalah aliran yang tidak steady dan berfluktuasi.

Sedangkan aliran yang berada di antara perubahan laminar menjadi turbulen disebut aliran transisi.

Jenis suatu aliran umumnya ditentukan dengan menggunakan nilai yang disebut bilangan Reynold. Bilangan Reynold adalah rasio perbandingan antara gaya inersia dan gaya viskos .

 UD/

Re  (2.1)

Dimana U adalah kecepatan aksial rata-rata dalam satuan m/s, D adalah diameter dalam tabung dalam satuan m, dan ʋ adalah viskositas kinematik dalam satuan N/m2. Aliran dengan nilai bilangan Reynold kurang dari 2300 adalah aliran laminar sedangkan nilai bilangan Reynold diatas 4000 adalah aliran turbulen.

Nilai bilangan Reynold diantara 2300 dan 4000 merupakan aliran transisi.

Gambar 2.5 Jenis Aliran [Shah, 2003].

2.4 Fully Developed Flow

Fully developed flow adalah aliran yang secara keseluruhan mengalami efek viskos. Aliran ini adalah pengembangan dari aliran inviscid yang masuk pada

(20)

9

daerah entrance. Aliran inviscid adalah aliran yang mengabaikan efek viskos atau tidak mengalami efek viskos

Gambar 2.6 Profil Kecepatan dan Tekanan Aliran Dalam Saluran [White, 2011].

Untuk mendapatkan aliran fully developed, aliran inviscid akan bergerak sejauh nilai X = Le. Aliran fully developed digunakan dalam perhitungan analisis simulasi karena memiliki nilai kecepatan aliran, gesekan, dan pressure drop yang linear.

 

Re

UD g

D g 

 

 

Le

(2.2)

(21)

10 2.5 Aliran Internal dan Eksternal

Aliran laminar dan turbulen dapat terjadi pada aliran internal maupun eksternal. Aliran internal adalah aliran yang dibatasi oleh dinding dan memiliki pengaruh viscous yang dapat terus meningkat sampai mempengaruhi seluruh aliran. Aliran eksternal adalah aliran yang tidak terbatas oleh dinding apapun, ruang lingkupnya dapat terus bertambah tanpa batasan peningkatan tebal viscous layer. Walaupun teori boundary layer dapat membantu dalam melakukan perhitungan aliran eksternal, tetapi untuk beberapa kasus dengan geometri yang kompleks dibutuhkan data eksperimental dari gaya dan momentum yang disebabkan oleh aliran tersebut. Aliran eksternal sering ditemui pada bidang aerodinamika, hidrodinamika, transportasi, wind engineering dan ocean engineering.

Gambar 2.7 Skema (a) Prediksi Aliran Ideal dan (b) Aliran Sebenarnya pada Fluida yang Mengalir Melalui Sebuah Silinder Pejal [White, 2011].

Aliran ideal dengan skema pada Gambar 2.7 (a), aliran turbulen melewati silinder, maka terdapat boundary layer yang tipis di sekitar silinder dan terdapat boundary

(22)

11

layer yang menyatu di bagian belakang. Namun setelah dilakukan percobaan, didapatkan aliran yang sebenarnya yaitu sesuai dengan Gambar 2.5 (b), yang menunjukkan terbentuknya boundary layer tipis di bagian depan sampai dengan bagian samping silinder. Saat aliran melewati permukaan tube terjadi gesekan dan pemisahan aliran oleh permukaan tube. Hal ini membuat tekanan dibelakang tube berkurang. Yang berakibat aliran tidak bisa menyatu dengan sempurna di belakang tube, sehingga terbentuk wake.

2.6 Performa Heat Exchanger

Karakteristik performa perpindahan kalor direpresentasikan dengan analisa aliran fluida dan analisa perpindahan kalor. Analisa aliran fluida menggunakan parameter nilai pressure drop dan friction factor. Analisa perpindahan kalor menggunakan 2 parameter yakni parameter bilangan nusselt dan colburn factor

2.6.1 Pressure Loss

Kerugian tekanan akibat gesekan pada dinding saluran dengan luas penampang yang konstan diasosiasikan terhadap nilai friction factor yang bergantung pada nilai Reynolds dan geometri luas penampang suatu aliran.

2 / D U

L P

2



 

 

f (2.3)

Dimana f adalah nilai friction factor, U adalah kecepatan rata-rata aliran, dan adalah nilai pressure drop. Pressure drop dapat di hitung berdasarkan selisih antara tekanan masuk dan tekanan keluar.

outlet

inlet P

P

P 

(2.4)

(23)

12 2.6.2 Koefisien Perpindahan Kalor

Koefisien perpindahan kalor menyatakan besarnya kalor yang dapat diterima fluida atau convective heat flux (q”) per satuan perbedaan temperatur antara temperatur wall dan temperature fluida (Tw – Tm).

Besarnya koefisien perpindahan kalor dapat dituliskan sebagai berikut:

) (Tw Tm h q

  (2.5)

dengan q  dalam satuan W m2 dan

T w Tm

dalam satuan kelvin.

2.6.3 Nusselt Number

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh vortex generator terhadap peningkatan perpindahan kalor pada FTHE. Untuk mengetahui nilai perpindahan kalor maka dibutuhkan parameter. Salah satunya adalah bilangan Nusselt. Bilangan Nusselt adalah harga perpindahan kalor konveksi (h) dibagi dengan harga konduksi termal suatu molekul pada hydraulic diameter tertentu (k/Dh).

k

NuhDh (2.6)

Dimana h adalah koefisien perpindahan kalor dalam W/m2.K, Dh adalah hydraulic diameter dalam meter, dan k adalah konduktivitas termal fluida dalam W/m.K.

2.6.4 Colburn factor

Colburn factor adalah modifikasi bilangan Stanton yang dipakai dalam perhitungan fluida dengan Prandtl number pada 0.5 < Pr < 10 untuk aliran laminar ke aliran turbulen dengan fluida yang berbeda. Colburn factor dapat dinyatakan sebagai representasi dari rasio perpindahan konveksi terhadap nilai perubahan entalpi pada fluida kerja.

(24)

13

3 / 2

p m 3

/ 2

. k c V Pr h

.

St 

 







cp

j

 (2.7)

Dimana St adalah bilangan Stanton, Pr adalah bilangan Prandtl, h adalah koefisien perpindahan kalor dalam W/m2.K, ρ adalah massa jenis dalam kg/m3, Vm adalah kecepatan rata-rata inlet dalam m/s, Cp adalah kalor spesifik dalam J/kg.K, µ adalah viskositas dinamis fluida dalam Pa.s, dan k adalah konduktivitas termal fluida dalam W/m.K.

2.6.5 Model Turbulen k-ε

Simulasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak konvensional ANSYS FLUENT. Dalam penelitian ini digunakan persamaan energi k- untuk perhitungan aliran fluida termal turbulen. k adalah energy kinetik turbulen dan  adalah energy disipasi. Model persamaan energi k- memberikan hasil yang maksimal dalam simulasi penukar panas [Qian et al,2018].

(25)

14 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Penelitian pengaruh DWVG terhadap perpindahan panas dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini.

(26)

15

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian analisis simulasi fluida pada FTHE ini ditetapkan dua jenis. Yakni variabel terikat dan variabel bebas.

Penetapan tersebut berdasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Tabel 3.1 Variabel Bebas dan Variabel Terikat.

No Variabel bebas Variabel terikat

1 Bilangan Reynolds 500, 600, 700, 800, 900 Nilai bilangan Nusselt 2 Temperatur fluida kerja 310,6 K Nilai pressure drop 3 Temperatur dinding tube 291,77 K Kontur kecepatan 4 Variasi angel of attack delta vortex generator

pada FTHE

Kontur temperatur

(27)

16

3.3 Skema Fine Tube Heat Exchanger dan Vortex Generator Penelitian Simulasi ANSYS Fluent dalam penelitian ini membutuhkan geometri agar simulasi dapat dilakukan. Berikut ini adalah skema geometri fin tube heat exchanger dan voertex generator yang digunakan dalam penelitian:

Gambar 3.2 Skema FTHE Isometric View.

Gambar 3.3 Skema FTHE Top View.

(28)

17

Gambar 3.4 Skema FTHE Side View.

Dalam penelitian ini dilakukan simulasi menggunakan delta winglet vortex generator dengan variasi angel of attack dan plain FTHE sebagai acuan awalnya.

Vortex generator yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Delta winglet vortex generator dengan angel of attack 15 (DWVG15) 2. Delta winglet vortex generator dengan angel of attack 20 (DWVG20) 3. Delta winglet vortex generator dengan angel of attack 25 (DWVG25)

Gambar 3.5 Skema Plain FTHE.

(29)

18

Gambar 3.6 Skema Side View Vortex Generator.

Gambar 3.7 Skema DWVG15.

Gambar 3.8 Skema DWVG20.

(30)

19

Gambar 3.9 Skema DWVG25.

(31)

20 3.4 Computional Domain

Computational domain pada peneltian ini dibagi menjadi tiga bagian.

Pertama adalah upstream extanded region. Fungsi bagian ini adalah membangun fluida kerja memiliki aliran yang berkembang penuh (fully developed flow).

Kedua adalah bagian dimana fluida melewati heat exchanger. Ketiga adalah downstream extanded region. Berikut ini adalah skema computational domain penelitian ini:

Gambar 3.10 Computational Domain.

3.5 Penggenerasian Mesh

Penggenerasian meshing dalam Simulasi ANSYS Fluent di penelitian ini menggunakan jenis maped face meshing. Jenis ini dipilih agar meshing yang terbentuk lebih terstruktur. Ukuran meshing pada bagian fluida yang melewati heat exchanger dibuat lebih kecil dibandingkan extanded region. Dengan harapan dapat meningkatkan akurasi perhitungan. Visualisasi meshing dapat dilihat pada Gambar 3.11. perlakuan khusus dilakuakan disekitar tube dengan menambahkan inflasi pada meshing yang digenerasikan. Inflasi membuat ukuran meshing disekitar pertemuan tube dengan fin menjadi lebih kecil dengan harapan dapat

(32)

21

meningkatkan akurasi perhitungan yang dilakukan. Visualisasi inflasi meshing dapat dilihat ada gambar 3.12 .

Gambar 3.11 Visualisasi Meshing.

Gambar 3.12 Visualisasi Meshing dari Jarak Dekat.

(33)

22 3.6 Karakteristik Fluida

Fluida yang digunakan dalam penelitian ini adalah fluida udara.

Karakteristik yang dimiliki fluida udara digunakan dapat dapat dilihat pada tabel 3.2.berikut ini :

Tabel 3.2 Karakteristik Fluida Kerja.

Karakteristik Fluida Nilai Satuan

Massa jenis 1,1363 kg m3

Kalor spesifik 1006,8 J / kg . K Konduktifitas termal fluida 0,0269 W mK

Temperatur 310,6 K

3.7 Boundary Condition

Simulasi penelitian dilakukan pada kondisi steady. Geometri penelitian diambil ruang diantara sepasang sirip pada fin tube heat exchanger di bagian evaporator air conditioner. Pada ruang tersebut dilewatkan fluida kerja berupa udara bebas yang divariasikan berdasarkan bilangan Reynolds. Bilangan Reynolds yang digunakan adalah 500, 600, 700, 800, dan 900. Material yang digunakan untuk dinding fin dan vortex generator adalah aluminium dengan karakteristik sebagai berikut: tebal 0,032mm, massa jenis 2719kg m3 , kalor spesifik 871J/kg.K, dan konduktifitas termal 202,4W mK. Sedangkan pada bagian tube menggunakan material tembaga dengan karakteristik sebagai berikut: massa jenis

m3

kg

8974 , kalor spesifik 381J/kg.K, dan konduktivitas termal 387,6W mK. Dinding heat exchanger dianggap memiliki distribusi suhu yang merata, yaitu

K.

77 , 291

(34)

23 3.8 Solution Control

Pada dasarnya ANSYS Fluent menggunakan metode control volume untuk mengubah general scalar trnsport equation menjadi sebuah persamaan tersendiri atau discrete yang dapat diselesaikan secara numerik.

Tabel 3.3 Tipe yang Digunakan pada Setiap Descretization.

Discretization Type

Pressure-Velocity Coupling SIMPLE

Pressure Standard

Momentum Second Order Upwind

Turbulent Kinetic Energy First Order Upwind Turbulent Dissipation Rate First Order Upwind

Energy Second Order Upwind

Pada Pressure-Velocity Coupling dipilih tipe SIMPLE algorithm karena pada algoritma tersebut digunakan relasi antara kecepatan dan koreksi tekanan pada persamaan kesetimbangan massa untuk mendapatkan fenomena tekanan yang terjadi pada kasus yang diteliti. Pressure discretization dipilih tipe standard karena pada kasus yang diteliti memiliki perbedaan tekanan antar sel yang relatif rendah. Turbulent Kinetic Energy dan Turbulent Dissipation Rate digunakan tipe First Order Upwind karena persamaan ordo satu dapat memenuhi kebutuhan perhitungan yang dilakukan pada kedua bagian tersebut. Untuk Momentum dan Energy dipilih tipe Second Order Upwind karena dibutuhkan hasil data yang lebih akurat dari perhitungan momentum dan energi yang berupa hasil data fenomena kecepatan aliran dan distribusi temperatur.

(35)

24 3.9 Convergence Criteria

Persamaan yang digunakan dalam penelitian simulasi memiliki nilai residual yang fluktuatif dan semakin kecil seiring dengan banyaknya iterasi yang terjadi. Nilai tersebut menunjukkan semakin akuratnya suatu persamaan simulasi akibat semakin kecil nya sisa residual suatu persamaan. Penerapan batasan nilai residual adalah solusi dalam penyelesaian suatu persamaan simulasi. Nilai batasan tersebut disebut sebagai convergence criteria. Convergence criteria yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.4. Contoh iterasi yang memenuhi convergence criteria dapat dilihat pada Gambar 3.12 .

Tabel 3.4 Convergence Criteria untuk Setiap Residual.

Residual dari Convergence Criteria

continuity 1e-3

x-velocity 1e-3

y-velocity 1e-3

z-velocity 1e-3

energy 1e-6

k 1e-3

epsilon 1e-3

Gambar 3.13 Iterasi yang Telah Converged pada Kasus FTHE DWVG25 Menggunakan Variasi Bilangan Reynolds 500.

(36)

25 BAB IV

ANALISA HASIL SIMULASI

4.1 Pengaruh Vortex Generator Terhadap Bilangan Nusselt

Performa heat exchanger dapat dilihat dari nilai Nusselt. Dari grafik hasil simulasi di bawah ini, dapat kita lihat bahwa terjadi peningkatan performa perpindahan panas akibat dari penambahan bilangan Nusselt. Hal tersebut terjadi di semua percobaan yang dilakukan. Hasil tersebut senada dengan rumus Nu = h.Dh/ k = 0.332 Re0.5Pr1/3, artinya bahwa nilai Nuselt meningkat seiring peningkatan bilangan Reynolds [Cangel,2015]. Peningkatan perpindahan panas pada plain FTHE pada Re 600, 700, 800, dan 900 dibandingkan dengan Re 500 secara berturut-turut adalah 19,35%, 25,08%, 30,67%, dan 35,8%. Nilai rata-rata peningkatan perpindahan panas dari seluruh simulasi pada Re 600, 700, 800, dan 900 dibandingkan dengan Re 500 secara berurutan adalah 11,42%, 20,12%, 28,3%, dan 36,03%.

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Attack Angel Vortex Generator Terhadap Bilangan Nusselt dengan Variasi Bilangan Reynolds.

(37)

26

Sedangkan urutan peningkatan performa perpindahan panas pada Re500 sampai dengan 900 dari yang paling tinggi hingga yang terendah adalah DWVG25 FTHE, DWVG20 FTHE, dan DWVG15 FTHE dengan nilai 78,63%, 66,07%, dan 50,61%. Simulasi DWVG25 FTHE menghasilkan longitudinal vortices yang paling kuat dibandingkan dengan yang lain. Hal ini berefek pada pencampuran fluida kerja yang merata di saluran heat exchanger sehingga nilai perpindahan panasnya meningkat [Li et al,2013].

4.2 Pengaruh Vortex Generator Terhadap Pressure Drop

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Attack Angel Vortex Generator Terhadap Pressure Drop dengan Variasi Bilangan Reynolds

Grafik di atas memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan pressure drop di setiap kasus simulasi seiring dengan bertambahnya bilangan Reynolds. Pada bilangan Reynolds 900, pressure drop paling besar dihasilkan oleh DWVG25, dengan nilai sebesar 76,43 Pa. Nilai tersebut meningkat 144,02% dibandingkan dengan pressure drop yang dihasilkan PLAIN dengan bilangan Reynolds yang sama. Fenomena peningkatan pressure drop tersebut terjadi akibat dari timbulnya

(38)

27

longitudinal vortices oleh vortex generator sehingga fluida bergerak lebih lama di dalam saluran heat exchanger dibandingkan tanpa vortex generator [Saha et al.,2014].

Peningkatan pressure drop pada plain FTHE dari Re 600, 700, 800, dan 900 dibandingkan pada Re 500 secara berturut-turut adalah 35,25%, 69,23%, 104,36%, dan 143,08%. Sedangkan besarnya rata-rata peningkatan pressure drop dari bilangan Re 500 sampai dengan Re 900 pada DWVG15 FTHE, DWVG20 FTHE, dan DWVG25 FTHE adalah 71,63%, 96,71%, dan 132,59%.

4.3 Kontur Kecepatan Aliran

Penelitian ini menggunakan kontur dari vektor kecepatan aliran fluida untuk menginvestigasi fenomena aliran fluida yang terbentuk serta korelasinya dengan performa perpindahan kalor.

Gambar 4.4 sampai dengan Gambar 4.23 menunjukkan vektor kecepatan aliran semua simulasi dari bilangan Reynolds 500 sampai dengan 900 dengan skala vektor kecepatan ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Skala Kontur Kecepatan Aliran pada FTHE.

Gambar 4.4 Kontur Kecepatan Plain FTHE pada Re 500.

(39)

28

Gambar 4.5 Kontur Kecepatan Plain FTHE pada Re 600.

Gambar 4.6 Kontur Kecepatan Plain FTHE pada Re 700.

Gambar 4.7 Kontur Kecepatan Plain FTHE pada Re 800.

Gambar 4.8 Kontur Kecepatan Plain FTHE pada Re 900.

Gambar 4.9 Kontur Kecepatan DWVG15 FTHE pada Re 500.

(40)

29

Gambar 4.10 Kontur Kecepatan DWVG15 FTHE pada Re 600.

Gambar 4.11 Kontur Kecepatan DWVG15 FTHE pada Re 700.

Gambar 4.12 Kontur Kecepatan DWVG15 FTHE pada Re 800.

Gambar 4.13 Kontur Kecepatan DWVG15 FTHE pada Re 900.

Gambar 4.14 Kontur Kecepatan DWVG20 FTHE pada Re 500.

(41)

30

Gambar 4.15 Kontur Kecepatan DWVG20 FTHE pada Re 600.

Gambar 4.16 Kontur Kecepatan DWVG20 FTHE pada Re 700.

Gambar 4.17 Kontur Kecepatan DWVG20 FTHE pada Re 800.

Gambar 4.18 Kontur Kecepatan DWVG20 FTHE pada Re 900.

Gambar 4.19 Kontur Kecepatan DWVG25 FTHE pada Re 500.

(42)

31

Gambar 4.20 Kontur Kecepatan DWVG25 FTHE pada Re 600.

Gambar 4.21 Kontur Kecepatan DWVG25 FTHE pada Re 700.

Gambar 4.22 Kontur Kecepatan DWVG25 FTHE pada Re 800.

Gambar 4.23 Kontur Kecepatan DWVG25 FTHE pada Re 900.

Dari semua simulasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kecepatan seiring bertambahnya nilai bilangan Reynolds. Hal ini sesuai dengan rumusnya, yakni gaya inersia dibagi dengan gaya viskos. Dimana kecepatan fluida adalah komponen pembentuk gaya inersia. Wake region terbentuk di setiap belakang tube. Besarnya wake region berbeda-beda, tergantung bilangan Reynolds dan angel of attack dari vortex generator. Vortex generator berperan untuk membuat

(43)

32

pusaran-pusaran yang mengganggu terbentuknya wake region dibelakang tube [Awais dan Bhuiyan,2019].

Pada plain FTHE dapat kita lihat bahwa kecepatan aliran fluida terganggu oleh adanya tube saja. Yang mengakibatkan terjadinya keseragaman kecepatan di bagian sisi kanan dan sisi kiri saluran serta terjadi wake region yang besar di belakang tube. Dampak positifnya adalah nilai pressure drop menjadi kecil disebabkan aliran fluida sangat cepat melewati saluran. Akan tetapi dampak negatifnya adalah nilai perpindahan panasnya menjadi rendah karena wake region yang besar dibelakang tube. Pada DWVG25 FTHE penggunaan vortex generator dengan angel of attack 25 membuat kecepatan fluida di akhir saluran semakin meningkat dibandingkan di awal saluran. Hal ini terjadi karena aliran fluida dibelokkan lebih tajam menuju ke inti aliran di belakang tube. Terjadi penyempitan saluran antara vortex generator dengan dinding tube. Penyempitan tersebut mengakibatkan kecepatan aliran bertambah kemudian terbentuk pusaran yang mengikis wake region. Dengan kata lain terjadi hambatan di bagian belakang tube sehingga kecepatan menurun, tetapi kecepatan bertambah lagi setelah fluida melewati celah antara vortex generator dengan dinding tube berikutnya. Hal ini terjadi sampai akhir saluran.

(44)

33 4.4 Kontur Distribusi Temperatur

Penelitian ini menggunakan kontur distribusi temperatur aliran fluida untuk menginvestigasi performa perpindahan kalor. Pada bagian ini membahas efek bilangan Reynolds dan pengaruh perubahan geometri FTHE terhadap distribusi temperatur menggunakan variasi attack angel vortex generator.

Gambar 4.24 Skala Kontur Temperatur pada FTHE.

Gambar 4.25 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 500.

Gambar 4.26 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 600.

Gambar 4.27 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 700.

(45)

34

Gambar 4.28 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 800.

Gambar 4.29 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 900.

Distribusi kontur temperatur simulasi FTHE Plain ditunjukkan pada Gambar 4.25 sampai dengan Gambar 4.29 pada bilangan Reynolds 500 sampai dengan 900. Terjadi perubahan gradien temperatur di setiap peningkatan bilangan Reynolds. Kecepatan fluida akibat peningkatan bilangan Reynolds mampu menggerakkan aliran menuju ke inti aliran. Akibatnya ukuran wake region menjadi berkurang dan pencampuran fluida menjadi meningkat.

Gambar 4.30 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 500.

Gambar 4.31 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 600.

(46)

35

Gambar 4.32 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 700.

Gambar 4.33 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 800.

Gambar 4.34 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15 FTHE pada Re 900.

Gambar 4.35 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 500.

Gambar 4.36 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 600.

(47)

36

Gambar 4.37 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 700.

Gambar 4.38 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 800.

Gambar 4.39 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 900.

Gambar 4.40 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 500.

Gambar 4.41 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 600.

(48)

37

Gambar 4.42 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 700.

Gambar 4.43 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 800.

Gambar 4.44 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 900.

Gambar 4.30 sampai dengan Gambar 4.34 adalah distribusi temperatur simulasi dengan angel of attack 15. Pada gambar tersebut dapat kita lihat ukuran wake region di belakang tube pertama dan ke dua terjadi perubahan yang signifikan Pencampuran fluida terjadi semakin merata akibat penambahan delta winglet yang dipasang dengan angel of attack 15. Aliran fluida dibelokkan menuju ke inti aliran di belakang tube oleh DWVG. Akibatnya timbul pusaran aliran (longitudinal vortices) dengan cara memotong thermal boundary layer yang terbentuk di sepanjang dinding dan memindahkan panas dari dinding ke pusat aliran [S. Ferrouillat et al. ,2006]. Gradien temperatur yang paling merata ditunjukkan pada simulasi DWVG25. Hal ini berdasarkan ukuran wake region di belakang tube. Dapat kita lihat bahwa DWVG25 memiliki hasil yang paling merata.

(49)

38

Perbandingan Kontur Temperatur pada bilangan Re900

Gambar 4.45 Kontur Distribusi Temperatur Plain FTHE pada Re 900.

Gambar 4.46 Kontur Distribusi Temperatur DWVG15FTHE pada Re 900.

Gambar 4.47 Kontur Distribusi Temperatur DWVG20 FTHE pada Re 900.

Gambar 4.48 Kontur Distribusi Temperatur DWVG25 FTHE pada Re 900.

Gambar 4.45 sampai dengan Gambar 4.47 menunjukkan kontur distribusi temperature dari plain FTHE, DWVG15 FTHE, DWVG20 FTHE, dan DWVG25 FTHE menggunakan bilangan Re 900. Pada bilangan Re 900, kita lihat bahwa terjadi penurunan temperatur fluida setelah melewati FTHE. Penurunan

(50)

39

temperatur setiap kasus memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Penurunan yang signifikan terjadi pada FTHE yang menggunakan vortex generator dibandingkan dengan plain FTHE. Pada Gambar 4.45, suhu fluida belum memiliki suhu yang sama dengan FTHE saat fluida meninggalkan FTHE diakibatkan adanya ukuran wake region yang besar yang berarti bahwa perpindahan kalor FTHE tersebut rendah [Li et al,14]. Berbeda dengan yang ditunjukkan oleh Gambar 4.46 sampai dengan Gambar 4.48, temperatur fluida pada tube ke-6 berada satu grade skala distribusi temperatur saat meninggalkan FTHE. Hal ini terjadi karena ukuran wake region di belakang tube mengecil akibat longitudinal vortices yang ditimbulkan oleh vortex generator. Longitudinal vortices yang paling kuat dihasilkan oleh DWVG25. Hal ini terjadi karena aliran fluida yang diinduksi oleh DWVG25 lebih mengarah ke inti aliran, sehingga wake ragion di belakang tube mengecil. Akibatnya pencampuran fluida menjadi lebih merata. Pada DWVG25 kita lihat suhu fluida saat melewati tube ke-5 sudah mendekati suhu FTHE, hal tersebut menandakan bahwa nilai perpindahan kalornya lebih tinggi dibandingkan plain ,DWVG20, dan DWVG15 FTHE.

(51)

40 BAB V KESIMPULAN

Pada penelitian ini telah dilakukan simulasi perpindahan kalor dan aliran fluida pada plain FTHE menggunakan variasi attack angel vortex generator. Dari simulasi yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai beikut:

1. Pada penelitian ini bilangan Nusselt dipilih untuk menyatakan performa perpindahan kalor. Penelitian ini menunjukkan performa perpindahan kalor yang berbeda – beda. Performa perpindahan kalor yang paling tinggi didapatkan dari penggunaan DWVG25 FTHE kemudian diikuti dengan DWDG20 FTHE, dan yang paling rendah adalah DWVG15 FTHE. Peningkatan performa perpindahan kalor FTHE pada variasi attack angel dari yang tertinggi hinga yang paling rendah secara berturut – turut adalah 78,63%, 66,07%, dan 50,61%.

2. Untuk peningkatan pressure drop yang paling rendah didapatkan dengan DWVG15 FTHE, diikuti dengan DWVG20 FTHE, dan yang tertinggi adalah DWVG25 FTHE. Penggunaan angel of attack 15 mampu mengurangi wake region dan meningkatkan pencampuran fluida dengan hambatan aliran yang paling rendah dibanding variasi attack angel yang lain. Besarnya peningkatan pressure drop dari nilai terkecil sampai terbesar adalah 71,63%, 96,71%, dan 132,59%

3. Investigasi karakteristik perpindahan kalor pada aliran fluida kerja dengan parameter kontur kecepatan aliran fluida kerja yang dihasilkan dalam simulasi, menunjukkan bahwa longitudinal vortices yang paling kuat dihasilkan oleh DWVG25 FTHE, diikuti oleh DWVG20 FTHE, dan yang paling lemah DWVG15 FTHE.

4. Hasil investigasi karakteristik perpindahan kalor pada aliran fluida kerja dengan parameter kontur distribusi temperatur pada simulasi ini, menunjukkan bahwa perpindahan kalor yang paling tinggi adalah DWVG25 FTHE , diikuti oleh DWVG20 FTHE dan DWVG15 FTHE.

(52)

41

DAFTAR PUSTAKA

ANSYS Inc., 2013, “ANSYS Fluent Theory Guide”, United States of America, ANSYS Inc.

Awais M., Bhuiyan Arafat A.,2019, “Enhancement of thermal and hydraulic performance of compact finned-tube heat exchanger using vortex generators (VGs): A parametric study”, International Journal of Thermal Sciences, Elsevier Inc.

Cengel, Yunus A, 2015, “Heat and Mass Transfer : Fundamental and Application”, Fifth Edition, New York: McGraw-Hill Companies.

He Y. L., Chu P., Tao W. Q., Zhang Y. W., Xie T., 2012 “Analysis of Heat Transfer and Pressure Drop fot Fin-and-Tube Heat Exchanger with Rectangular Winglet-Type Vortex Generators”, Applied Thermal Engineering, Elsevier Ltd.

He Y. L., Zhang Y., 2012, “Advances and Outlooks of Heat Transfer

Enhancement by Longitudinal Vortex Generators”, Advances in Heat Transfer, Elsevier Inc.

Li H. Y., Chen C. L., Chao M. S., Liang G. F., 2013, “Enhancing Heat Transfer in a Plate-Fin Heat Sink Using Delta Winglet VortexGenerators”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd.

Li M. J., Zhou W. J., Zhang J. F., Fan J. F., He Y. L., Tao W. Q., 2014, “Heat Transfer and Pressure Performance of a Plain Fin with Radiantly Arrange Winglets Around Each Tube in Fin-and-Tube Heat Transfer Surface”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd.

Qian Z., Wang Q., Cheng J.,2018, ” Analysis of heat and resistance performance of plate fin-and-tube heat exchanger with rectangle-winglet vortex generator”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd.

Saha P., Biswas G., Sarkar S., 2014, “Comparison of Winglet Type Vortex Generators Periodically Deployed in a Plate-Fin Heat Exchanger – A

(53)

42

Synergy Based Analysis”, International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd.

Shah, R. K., 2003, “Fundamentals of Heat Exchanger Design”, New Jersey, John Wiley & Sons Inc.

White F. M., 2011, “Fluid Mechanics”, New York, United States of America, McGraw-Hill.

(54)

43 LAMPIRAN

(55)

43 Lampiran A Tabel Boundary Condition yang Digunakan pada Simulasi.

Geometri FTHE

Tair

(K)

Twall

(K)

Massa Jenis (kg/m3) Kalor Spesifik

(J/kg·K) Konduktifitas Termal

Disimulasikan pada bilangan Reynolds udara fin tube udara fin tube udara fin tube

Plain FTHE

310,6 291,77 1,1363 2719 8974 1006,8 871 381 0,0269 202,4 387,6 500 600 700 800 900 DWVG15

DWVG20 DWVG25

(56)

44

Lampiran B Data Bilangan Nusselt dan Pressure Drop dari Hasil Simulasi.

Bilangan Reynolds

Bilangan Nusselt Pressure Drop

Plain

FTHE DWVG15 DWVG20 DWVG25 Plain

FTHE DWVG15 DWVG20 DWVG25

500 8,85 13,75 15,10 16,30 12,89 22,04 24,99 29,03

600 10,56 15,07 16,63 17,91 17,43 29,18 33,31 39,11

700 11,07 16,35 18,05 19,40 21,81 37,16 42,60 50,33

800 11,56 17,55 19,37 20,80 26,33 45,77 52,68 62,78

900 12,02 18,68 20,63 22,13 31,32 54,96 63,61 76,43

Referensi

Dokumen terkait

Namun berdasarkan hasil penelitian menggunakan hukum pareto 80/20 dimana setiap pertanyaan dalam kuesioner di frekuensikan satu per satu maka diketahui bahwa pengetahuan pegawai

Bacaan parameter COD sepanjang Sungai UTM adalah tidak seragam, di mana catatan menunjukkan terdapatnya pola turun-naik yang ketara di setiap lapan stesen persampelan dan

kerusakan yang terjadi pada jaringan ginjal ikan selais pada stasiun I dan stasiun II yaitu, pembengkakan glomerulus, pembengkakan pada semua bagian tubulus ginjal,

Pengambilan sampel secara gugus, yakni peneliti tidak mendaftar semua anggota atau unit yang ada di dalam populasi, melainkan cukup mendaftar banyaknya kelompok

Pemaparan makJumat secara terus kerana pengguna boleh meletakkan teks dan grafik pada paparan dalam sknn. Pencapaian maklumat secara terus melalui sambungan htperteks

Dalam hal ini, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengajukan tema dan judul : “ PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP SERTA KETERAMPILAN MAHASISWA TERHADAP

(3) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, forum musyawarah Desa, lembaga

Tako smo tudi v Republiki Sloveniji leta 2008 prvič dobili Zakon o preprečevanju nasilja v družini ZPND, Uradni list RS, 16/08 in nove pristojnosti policije, ki so vezane na