• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI HAK PILIH BAGI ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA DALAM PEMILIHAN UMUM Studi Kasus di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Kota Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI HAK PILIH BAGI ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA DALAM PEMILIHAN UMUM Studi Kasus di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Kota Surakarta"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HAK PILIH BAGI ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA DALAM PEMILIHAN UMUM

Studi Kasus di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Kota Surakarta

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas HukumUniversitas

Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh:

RIA TRI AYU DINI NURWANA C.100.160.111

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

Waktu terbaik untuk memulai sesuatu adalah saat ini dan tempat terbaik untuk memulai adalah disini

Setiap orang adalah pejuang, meskipun yang mereka perjuangkan tidak sama dengan yang sedang kau perjuangkan

Selalu ada harapan untuk mereka yang berdoa dan selalu ada jalan untuk mereka yang mau berjuang

Semoga yang diperjuangkan didapatkan, yang ditunggu segera datang, yang diharapkan tidak mengecewakan, dan yang didoakan dikabulkan

Untuk masa sulitmu, biarlah Allah yang akan menguatkanmu. Tugasmu hanyalah memastikan bahwa jarakmu dengan Allah tidak pernah Jauh

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini, penulis persembahkan kepada :

 Bapak Drs. Mujito dan Ibu Sri Wahyuni tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dan selalu berjuang untukku dan menjadi semangatku.

 Bapak Dalmadi (alm) dan Ibu Sri Mulyani (alm) yang menjadi motivasi untuk membuat kalian bangga.

 Mas Anang-Mba Enry, Mba neri-Mas Hanung, yang telah memberikan banyak kasih sayang, support dan bantuannya kepadaku.

 Atha, Arsen, Zhanka dan Queen, keceriaan kalian menjadi semangatku.

 Bellatrix, Mega, Shintia, Indah, Hana, Kirei, Rully, Napil, Val, Alvin, Alex, dan para sahabatku yang lain yang tak kutuliskan disini tapi selalu tertulis dihati dan pikiranku.

 Kawan-kawan IMMawan dan IMMawati Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat Ahmad Dahlan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, keluarga baru yang kutemukan di bangku perkuliahan.

 Almamaterku UMS tempatku berproses dan menemukan jati diri

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji hanya untuk Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang senantiasa memberikan nikmat, rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sang revolusioner sejati yang membawa ummat-Nya dari zaman jahiliyah menujuh zaman Islamiyah.

Puji Syukur atas rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hak Pilih Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa Studi Kasus di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainudin Kota Surakarta”. Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan tidak hanya dari penulis saja, namun bantuan dan dukungan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Mujito dan Ibu Sri Wahyuni tercinta atas, bimbingan, Suport Usaha dan motivasinya dalam mengerjakan skripsi dan menyelesaikan studi. 2. Bapak (alm) Dalmadi dan (almh) Ibu Sri Mulyani yang telah menjadi salah

satu motivasi dalam meraih mimpi yang ingin dicapai oleh penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

4. Bapak Muchamad Iksan, S. H., M. H., selaku Ketua Program Studi S-1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

5. Ibu Inayah, S. H., M. H., selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah membimbing penulis selama 7 semester penulis menempuh studi di fakultas ini.

6. Bapak Iswanto, S. H., M. H., selaku Dosen Pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas bimbingan, arahan, dukungan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis hingga penulis memperoleh pengalaman hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

(8)

viii

8. Seluruh jajaran pegawai Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Kota Surakarta, terimakasih atas kesempatan untuk melakukan penelitian yang diberikan kepada penulis.

9. Ibu dr. Setyowati Raharjo, Sp. KJ., M. Kes., ibu dr. Adriesti Herdaethha, Sp. KJ., dan bapak Totok Hardiyanto, S. Km., M. M., terimakasih atas kesediaan waktu untuk diwawancara untuk mempermudah proses penyusunan skripsi ini.

10. Kakak-kakak dan Adik penulis tercita, Mas Anang, Mba Neri, Mba Enry, Mas Hanung, yang selalu memberikan dukungan moril, materil serta motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. IMMawan, IMMawati baik Kader, Pimpinan, Alumni, maupun anggota non-struktural Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat Ahmad Dahlan FH UMS, yang telah memberikan berbagai pelajaran dan ilmunya.

12. Para Sahabat seperjuangan Hana, Napil, Kirei yang telah menemani penulis berjuang dalam melakukan penelitian. Val, Rully, Alex, Alvin, Anita, Jeje, Jannah, Wisnu, Resky, Rizkum, Tyas, Rijal, Andi, dan kawan-kawan lainnya yang telah membantu penulis setiap menemui kesulitan dalam perkuliahan. 13. Teman-Teman angkatan 2016

14. Segala Pihak yang telah banyak membantu, yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu. Terimakasih atas inspirasi dan dukungan yang telah diberikan.

Dengan penuh kesadaran dan keterbatasan penulis mengucapkan banyak terima kasih atas selesainya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang dan menjadikan referensi untuk kedepannya.

Billahi fii sabiliilhaq fastabiqul khoirot Wassalamualaikum wr.wb

Penulis

Surakarta, 10 Februari 2020

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTARK ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Kerangka Pemikiran ... 10

F. Metode Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Tinjauan Tentang Negara Demokrasi ... 15

1. Pengertian Negara Demokrasi ... 15

2. Bentuk Negara Demokrasi ... 18

3. Ciri dan Prinsip Negara Demokrasi ... 20

4. Pemilu dalam Negara Demokrasi ... 22

B. Tinjauan Tentang Hak Sipil dan Politik ... 25

1. Pengertian Hak Sipil dan Politik ... 25

2. Bentuk Hak Sipil dan Politik ... 27

3. Hak Pilih Sebagai Bagian dari Hak Sipil dan Politik ... 29

C. Tinjauan Tentang Orang Dengan Gangguan Jiwa ... 32

(10)

x

2. Hak-Hak Orang Dengan Gangguan Jiwa ... 33

3. Klasifikasi Orang Dengan Gangguan Jiwa ... 35

BAB III PEMBAHASAN ... 38

A. Pelaksanaan Hak untuk Memilih bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa dalam Pemilihan Umum di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Kota Surakarta ... 38

B. Klasifikasi Orang Dengan Gangguan Jiwa Sehingga dapat Menggunakan Hak Untuk Memilih Dalam Pemilihan Umum di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Kota Surakarta ... 58 BAB IV PENUTUP ... 72 A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN ... 79

(11)

xi ABSTRAK

Pengaturan hak untuk memilih dalam pemilihan umum bagi orang dengan gangguan jiwa yang dirasa kurang memadahi, dan dilaksanakannya pemilihan umum pada 17 April 2019 yang diikuti oleh orang dengan gangguan jiwa yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Kota Surakarta. Sebanyak 56 orang dengan gangguan jiwa dikatakan layak dan dapat hak dapat memilih dalam pemilihan umum dan 21 orang dengan gangguan jiwa dikategorikan tidak layak memilih pemilihan umum karena dianggap tidak layak, hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana orang dengan gangguan jiwa dapat memilih dalam pemilihan umum karena dipandang oleh masyarakat mereka tidak mampu untuk berfikir bahkan dalam peraturan hukum perdata dan pidana di Indonesia orang dengan gangguan jiwa dikategorikan dalam orang yang tidak cakap hukum, dan tidak mampu bertanggung jawab, bagaimana terdapat 2 kategori bagi orang dengan gangguan jiwa di RSJD dr. Arif Zainudin Kota Surakarta yang dapat memilih dan tidak dapat memilih. Berdasarkan hukum positif Indonesia orang dengan gangguan jiwa memiliki hak untuk memilih dalam pemilihan umum pada pemilihan umum, orang dengan gangguan jiwa dapat layak untuk memiliki hak pilih apabila dia mengetahui realitas yang ada mengenai dirinya serta lingkungannya. Kemampuan untuk berfikir dan dapat memahami realitas orang dengan gangguan jiwa menjadi faktor kunci mengapa mereka klasifikasikannya orang dengan gangguan jiwa layak atau tidak layak untuk memilih dalam pemilihan umum.

Kata Kunci: Hak Pilih, Orang Dengan Gangguan Jiwa, Klasifikasi, RSJD kota Surakarta.

(12)

xii ABSTACT

Setting the right to vote in elections for people with mental disorders who are deemed inadequate, and the holding of the general election on April 17, 2019 which was followed by people with mental disorders who were treated at the Regional Mental Hospital dr. Arif Zainudin Surakarta City. As many as 56 people with mental disorders are said to be eligible and can have the right to vote in general elections and 21 people with mental disorders are categorized as unfit for general elections because they are considered unfit, this raises the question of how people with mental disorders can vote in elections because they are viewed by society they are unable to think even in legal regulations civil and criminal law in Indonesia people with mental disorders are categorized as people who are not capable of law, and are unable to be responsible, how there are 2 categories for people with mental disorders in RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta City who can vote and cannot vote . Under the positive law of Indonesia, people with mental disorders have the right to vote in general elections in elections, people with mental disorders can be eligible to have the right to vote if they know the reality that exists about themselves and their environment. The ability to think and be able to understand the reality of people with mental disorders is a key factor why they classify people with mental disorders eligible or not eligible to vote in general elections.

Keywords: Suffage, people with mental disorders, classification of Surakarta City Mental Hospital.

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mukallaf atau mahkum’alaih, adalah orang-orang yang dikenakan pembebanan hukum (taklif) atau subjek hukum. Hukum islam menilai orang yang terkena beban hukum adalah orang telah baligh dan berakal. Berdasarkan segi usia, mukallaf telah memiliki kemampuan lahir dan batin untuk mengerjakan taklif-Nya, dari segi akal, mukallaf telah memiliki kemampuan membedakan yang baik dan buruk, benar dan salah, serta memahami jenis hukum suatu objek perbuatan.1 Dasar timbulnya pembebanan hukum adalah akal dan pemahaman, artinya seseorang baru dapat dibebani hukum apabila berakal dan dapat memahami secara baik taklif yang ditujukan kepadanya. Dengan demikian orang yang tidak atau belum berakal, seperti orang gila dan anak kecil dianggap tidak bisa memahami taklif dari syara’. Termasuk ke dalam hal ini orang yang dalam keadaan tidur, mabuk, dan lupa. Orang yang yang sedang tidur, mabuk, dan lupa tidak dikenai taklif karena sedang dalam keadaan tidak sadar (hilang akal).2

Pengertian Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa dalam Pasal 1 Angka (3) adalah orang yang

1 Muhammad Syukri Albani Nasution, 2014 Filsafat Hukum Islam. (Jakarta : Rajawali Pers), hal. 82. 2 Nugroho Eko Atmanto, Taklif dan Mukallaf, 2011,

(14)

2

mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Gangguan Jiwa menurut departemen kesehatan Republik Indonesia adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Fungsi jiwa yang terganggu meliputi fungsi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Terganggunya fungsi jiwa dapat mengakibatkan seorang individu sulit atau bahkan tidak mampu berfikir dan memahami akibat dari sebuah perbuatan yang dilakukannya.

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Pasal ini jelas disebutkan bahwa Setiap warga negara memiliki hak dan kedudukan yang sama dimata hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, sesuai dengan asas equality before the law. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan manusia pada umumnya yang sehat secara jasmani dan rohani. Hal tersebut diperkuat dengan Pasal 43 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia menyatakan bahwa: “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan

(15)

3

hak melalui pemungutan suara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak orang dengan gangguan jiwa diatur dalam Pasal 148Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang menyatakan bahwa:

“(1) penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara. (2) Hak sebagaimana dimaksud pada Pasal (1) meliputi persamaan perlakuan dalam setiap aspek kehidupan kecuali peraturan perundang-undangan menyatakan lain”.

Pengecualian dalam Undang-Undang kesehatan nomor 36 tahun 2009 Pasal 148 adalah sebuah hal yang wajar, dan didalam sistem hukum di negara Indonesia sendiri orang dalam gangguan jiwa memiliki aturan tersendiri.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan mengenai orang yang tidak cakap hukum diatur dalam Pasal 1330 ayat 2, yakni orang-orang dibawah pengampuan, yaitu orang gila dan hilang ingatan. Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan orang dengan gangguan jiwa harus dengan pengampuan, sehingga orang dengan gangguan jiwa merupakan orang yang memiliki sebuah kekhususan dan harus didampingi dalam bertindak dalam perbuatan hukum perdata.

Pasal 44 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berbunyi: “Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”

(16)

4

“Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.”

Pasal tersebut menjelaskan mengenai adanya alasan penghapus pidana yaitu alasan pemaaf. Alasan pemaaf merupakan alasan subyektif yaitu alasan yang dapat menghapuskan hukuman pidana terhadap pelaku yang tindak pidana, perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum. Hal tersebut dikarenakan pelaku dimaafkan karena dilihat dari sisi pelaku tidak dapat mepertanggunjawabkan perbuatannya, dalam hal ini pelaku merupakan orang yang memiliki gangguan jiwanya.

Selain itu ada pengecualian dalam Pasal 145 ayat (1) poin (4) yang menyatakan orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang tidak diperbolehkan untuk didengar kesaksiannya. Serta Pasal 171 poin (b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang nomor 8 tahun 1981) yang menyatakan mengenai pengecualian untuk memberi kesaksian dibawah sumpah yakni, orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali, dari Pasal tersebut dapat didimpulkan bahwa mereka yang termasuk dalam klasifikasi Pasal 171 termasuk orang dengan gangguan jiwa tidak dapat mempertanggungjawabkan kesaksiannya secara sempurna sehingga tidak perlu diambil sumpah atau janji, dan kesaksian yang mereka berikan hanyalah menjadi sebuah petunjuk saja. Beberapa contoh Pasal tersebut menjelaskan bahwa di Indonesia mengakui

(17)

5

adanya pengecualian hak orang dalam gangguan jiwa. dapat pula menjadikan pengecualian-pengecualian hak yang lain dengan suatu alasan yang jelas, logis dan menjadi sebuah dasar demi kemajuan bangsa Indonesia sendiri.

Dikeluarkannya Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-undang dianggap tidak adil yakni dalam Pasal 57 ayat (3) huruf a yang menyebutkan bahwa untuk terdaftar menjadi pemilih dan dapat menggunakan hak pilih maka harus memenuhi syarat yaitu tidak sedang terganggu jiwanya/ ingatannya. Sehingga dalam pemilihan kepala daerah di berbagai wilayah di Indonesia orang dengan gangguan jiwa dilarang atau tidak diperbolehkan untuk memberikan hak pilihnya. Hal tersebut menjadi sebuah polemik hingga membuat Perhimpunan Jiwa Sehat, Pusat Pemilihan umum Akses Penyandang Cacat (PPUA PENCA) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi membuat permohonan kepada MK karena menganggap Pasal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 43 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan tersebut untuk sebagian yakni menganggap bahwa Pasal 57 Ayat (3) huruf a. Undang-Undang nomer 8 tahun 2015 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang-Undang-Undang

(18)

6

Dasar tahun 1945, dan memperbolehkan orang dengan gangguan jiwa dapat memilih dalam pemilihan umum dengan syarat orang dengan gangguan jiwa tersebut tidak mengalami gangguan jiwa permanen menurut profesional bidang kesehatan jiwa sehingga dapat menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih. Hal ini diputuskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 135/PUU-XIII/2015. Konsekuensi logis dari putusan ini adalah pemerintah mempersiapkan tenaga medis dibidang kejiwaan yang memadahi sehingga dapat memberikan diagnosis terhadap penyakit kejiwaan yang dialami oleh penderita gangguan jiwa dan mengkategorikan bahwa orang tersebut dapat atau tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

Lahirnya Undang-Undang tentang pemilihan umum terbaru tidak menyebutkan adanya larangan kepada orang dengan gangguan jiwa untuk menyalurkan hak pilihnya diatur dalam BAB IV Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu yang mengatur hak memilih, dalam Pasal 198 yang memiliki hak untuk memilih adalah (1) Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. (2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih. (3) Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih. Di dalam aturan tersebut tidak adanya larangan

(19)

7

untuk penderita gangguan jiwa baik permanen maupun tidak permanen untuk memberikan hak suaranya.

Rumah Sakit Daerah (RSJD) Dr Arif Zainudin Solo merupakan salah satu rumah sakit jiwa dari tiga rumah sakit jiwa yang dimiliki oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah terletak di jalan Ki Hajar Dewantara No. 80 Surakarta. Rumah sakit ini menyelenggarakan pemilihan umum bagi orang dengan gangguan jiwa. Pemerintah provinsi Jawa Tengah memiliki 3 rumah sakit jiwa daerah yang diantaranya terletak di Kota Surakarta, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Magelang. Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Kota Surakarta merupakan rumah sakit jiwa yang memiliki kapasitas pasien rawat inap 297 pasien, setiap harinya melayani kurang lebih 80-100 pasien rawat inap, dan lebih dari 200 pasien rawat jalan. Pada tanggal 17 April 2019 sebanyak 56 Pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr Arif Zainudin Solo memberikan hak suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.3 Dari rencana awal 77 pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr Arif Zainuddin Solo, hanya 56 yang diperbolehkan mencoblos Pemilu 2019. Sedangkan 21 lainnya, setelah melalui proses pemeriksaan, belum diperkenankan menyalurkan hak suaranya. Spesialis Kedokteran Jiwa RSJD Solo, dr Maria Rini Yuni Indriati mengatakan, sesuai ketetapan rumah sakit, pasien yang bisa mencoblos adalah yang dalam kondisi tenang, stabil, dan

3

Tribunnews Rabu, 17 April 2019, 14:24, Rata-rata Pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Solo Nyoblos Kurang dari 5 Menit, dalam https://www.google.com/amp/solo.tribunnews.com/amp/2019/04/17/rata-

rata-pasien-rumah-sakit-jiwa-daerah-solo-nyoblos-kurang-dari-5- menit#ampshare=http://solo.tribunnews.com/2019/04/17/rata-rata-pasien-rumah-sakit-jiwa-daerah-solo-nyoblos-kurang-dari-5-menit, diakses pada 19 April 2019 pukul 11.16

(20)

8

sudah melewati proses pemeriksaan.4 Dari peristiwa tersebut menimbulkan pro dan kontra, mengenai hak pilih bagi orang dengan gangguan jiwa.

Darp pemaparan diatas membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan mendalam mengenai hak politik seperti apakah yang dimiliki oleh orang dalam gangguan jiwa sehingga dapat menyampaikan hak suaranya dalam pemilihan umum. Berdasarkan uraian tersebut penulis terdorong untuk melakukan penelitian mengenai “Hak Pilih bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa dalam Pemilihan Umum di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Arif Zainudin Kota Surakarta”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan hak pilih bagi orang dengan gangguan jiwa dalam pemilihan umum di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Arif Zainudin Kota Surakarta?

2. Bagaimana klasifikasi orang dengan gangguan jiwa sehingga dapat mempergunakan hak politiknya untuk memilih dalam pemilihan umum di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Arif Zainudin Kota Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

4 Merdeka.com, Rabu, 17 April 2019 14:06, Sebelum Nyoblos Pemilu 2019, 56 Pasien RSJ Solo Dites

Tiga Pertanyaan

(21)

9

1. Untuk mengetahui bagaimana hak pilih bagi orang dengan gangguan jiwa dalam pemilihan umum di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Arif Zainudin Kota Surakarta.

2. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi orang dengan gangguan jiwa sehingga dapat mempergunakan hak pilih dalam pemilihan umum di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Arif Zainudin Kota Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum pada umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya mengenai hak pilih bagi orang dalam gangguan jiwa dalam pemilihan umum dan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai literatur terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahapan berikutnya.

2. Secara Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban serta saran atas keresahan berbagai yang pihak terkait dengan masalah yang diteliti. b. Untuk menjawab permasalahan yang diteliti oleh penulis yaitu hak

pilih bagi orang dalam gangguan jiwa dalam pemilihan umum di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Arif Zainudin Kota Surakarta.

(22)

10

c. Memberikan sumbangan dan masukan guna referensi tentang hak pilih bagi orang dalam gangguan jiwa dalam pemilihan umum di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Arif Zainudin Kota Surakarta.

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur dalam menggambarkan secara garis besar mengenai permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis memaparkan mengenai hak orang dengan gangguan jiwa untuk memilih dalam pemilihan umum ditinjau dari konsep negara demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan berada di tangan rakyat, rakyat menjadi penentu dalam tata kelola pemerintahan di dalam suatu negara. Berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, negara demokrasi hukum dibuat untuk melindungi hak-hak asasi warga negara, melindungi mereka dari tindakan diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial sehingga proses politik berjalan damai. 5

Negara hukum merupakan salah satu ciri dari sistem demokrasi. Terdapat lima ciri negara demokrasi yaitu: (1) negara hukum, (2) pemerintah dibawag kontrol nyata masyarakat, (3) pemilihan umum yang bebas, (4)

5 Eman Hermawan, 2001, Politik Membela yang Benar (Teori, Kritik & Nalar), (Yogyakarta: KLIK)

(23)

11

prinsip mayoritas, (5) jaminan terhadap hak-hak demokratis.6 Negara Hukum merupakan negara yang mana setiap tindakan dari pemerintah dan segenap alat perlengkapan negara terhadap rakyatnya harus berdasarkan hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan oleh rakyat/wakilnya dalam Dewan Perwakilan Rakyat.7 Ciri dari negara hukum salah satunya adalah adanya pengakuan hak asasi manusisa. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat dan dimiliki oleh manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki derajat yang sama antara manusia satu dengan manusia lainnya. hak sipil dan politik termasuk dalam hak asasi manusia. Dalam hak Sipil dan politik adalah Hak untuk turut serta dalam pemerintahan, termasuk dalam hal ini hak untuk turut serta dalam pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat ataupun pemimpin negara.

Pemilu merupakan tanda kehendak rakyat dalam suatu demokrasi, karena tanpa ada pemilu suatu negara tidak dapat disebut sebagai negara demokrasi dalam arti yang sesungguhnya, artinya adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam proses politik termasuk dalam pemilu.8

Orang dengan gangguan jiwa merupakan rakyat biasa yang seharusnya memiliki hak yang sama dengan manusia pada umumnya, akan tetapi adanya ketidakwarasan atau gangguan jiwa yang dialaminya dapat menyebabkannya tidak mampu mempetanggungjawabkan

6

Wandhi Pratama Putra Sisman dan Ruslan Rauf, 2016, Pendidikan Kewarganegaraan Bingkai

NKRI, (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media), hal. 193.

7 Opcit, Eman Hermawan, Hal.53.

8 Sodikin, Hukum Pemilu, 2014, Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, (Jakarta: Gramata

(24)

12

perbuatnnya atau tidak mampu melihat konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Akibatnya, jika ia melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terhadapnya tidak dapat dikenakan tuntutan hukuman. Dalam pemilihan umum seharusnya orang dengan gangguan jiwa memiliki hak yang sama dengan manusia lainnya, akan tetapi karena gangguan dalam mentalnya dan cara berfikirnya tersebut dapat menghalanginya dalam melakukan segala aktifitas termasuk untuk memilih dalam pemilihan umum.

Persamaan hak asasi manusia menjadikan setiap orang memiliki hak yang sama dalam segala hal termasuk pemilihan umum. Dalam hal ini tidak semua orang dapat memilih dalam pemilihan umum, dan dibutuhkan adanya pembatasan hak untuk memilih dalam pemilihan umum, termasuk didalamnya orang dengan gangguan jiwa. Pembatasan tersebut harus sesuai dengan aturan-aturan dan kemaslahatan bersama, sehingga membentuk pemilihan umum yang Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia, Jujur dan Adil.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian dengan menggambarkan atau mendeskripsikan mengenai suatu permasalahan secara objektif, artinya dalam penelitian ini memaparkan suatu keadaan yang

(25)

benar-13

benar terjadi atau sesuai dengan kenyataan. Penelitian ini memberikan gambaran atau deskripsi dari “Hak Politik untuk Memilih bagi Orang dalam Gangguan Jiwa sebagai Pemilih dalam Pemilihan Umum”

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Empiris. Metode pendekatan yuridis empiris merupakan cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah dalam penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu yang kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer dilapangan-lapangan.9

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Zainudin Kota Surakarta.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan

Dilakukan dengan cara menelaah, membaca buku atau mempelajari, mencatat, dan mengutip buku, peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas.

9Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat,

(26)

14

b. Studi Lapangan

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan melakukan riset atas data yang dimiliki oleh Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Zainudin Kota Surakarta dan wawancara dengan pegawai rumah sakit serta psikiater Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Zainudin Kota Surakarta. Wawancara yang dilakukan berpedoman pada daftar pertanyaan yang disiapkan sebelumnya.

5. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data dengan teknik kualitatif yaitu menganalisis sesuatu yang digambarkan dengan mendeskripsikan atau menjelaskan mengenai data yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi sebuah rangkaian peristiwa atau kasus. Cara menganalisis ini menggunakan pengumpulan dan pedoman wawancara secara langsung yang disusun secara sistematis.

(27)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Negara Demokrasi

1. Pengertian Negara Demokrasi

Pengertian demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa (epistemologis) dan istilah (terminologis). Secara epistemologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu ”demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cretein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos adalah keadaan Negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan oleh rakyat.1

Hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal, yaitu:

a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people)

Mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintah yang sah dan diakui (ligimate government) dimata rakyat. Sebaliknya ada

1 Dwi Sulisworo, Tri Wahyuningsih, Dikdik Baegaqi Arif, 2012, DEMOKRASI,

http://eprints.uad.ac.id/9437/1/DEMOKRASI%20dwi.pdf, diunduh 25 November 2019 Puku:l 5.19 WIB

(28)

16

pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unligimate government). Pemerintahan yang diakui adalah pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan rakyat. Pentingnya legimintasi bagi suatu pemerintahan adalah pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi dan program-programnya.

b. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people)

Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan sendiri. Pengawasan yang dilakukan oleh rakyat (sosial control) dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung (melalui DPR).

c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people)

Mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat. Pemerintah diharuskan menjamin adanya kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat dalam menyampaikan aspirasinya baik melalui media pers maupun secara langsung.

Demokrasi dijelaskan sebagai bentuk pemerintahan dimana hak-hak untuk membuat keputusan-kepuutusan politik digunakan secara langsung oleh setiap warga negara, yang diaktualisasikan melalui prosedur pemerintahan mayoritas, yang biasa dikenal dengan istilah demokrasi langsung. Demokrasi juga dijelaskan sebagai bentuk pemerintahan

(29)

17

dimana warga negara menggunakan hak yang sama tidak secara pribadi tetapi melalui para wakil yang duduk di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Wakil-wakil itu dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab terhadap rakyat. Ini yang disebut demokrasi perwakilan.2

Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik merupakan amanat dari Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kata republik berasal dari bahasa latin yakni respublica. Res yang berarti milik atau kepunyaan dan publica berarti umum atau orang banyak. Bagir Manan mengemukakan bahwa istilah republik berasal yang dari peradaban romawi dapat dipahami dalam pengertian sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan (kepentingan) umum (rakyat).3 Istilah republik dapat dikaitkan dengan konteks ketatanegaraan dan penyelenggaraan negara yang diartikan sebagai suatu bentuk pemerintahan. Sehingga republik dapat diartikan sebagai penyelenggaraan pemerintahan atau negara yang dilaksanakan oleh dan untuk kepentingan umum.4 Konsekuensi logis dari negara republik adalah adanya ruang bagi warga negara untuk menentukan arah tata kelola negara, baik langsung ataupun melalui keterwakilan.5 Ikut campurnya warga negara dalam tata kelola pemerintahan berarti bahwa suatu negara menganut prinsip kedaulatan rakyat atau yang sering disebut demokrasi.

2

Rafael Raga Maran, 2014, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta : Rineka Cipta), hal. 201.

3 Zulkarnaen dan Beni Ahmad Saebani, 2012, Hukum Konstitusi (Bandung: Pustaka Setia), hal 327. 4 Hotma P. Sibuea, 2014, Ilmu Negara (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama), hal 187.

5 Rames Hutagaol, SH, MH, Visualisasi Hak Politik Warga Negara (Sebuah Perbandingan

(30)

18

Demokrasi didefinisikan sebagai suatu sistem pemerintahan dengan mengikutsertakan rakyat.6

2. Bentuk Negara Demokrasi

Dari sudut pandang “titik tekan” yang menjadi perhatiannya, demokrasi dapat dibedakan antara :

a. Demokrasi formal; yaitu demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Jadi kesempatan ekonomi dan politik bagi semua orang adalah sama.

b. Demokrasi material; yakni demokrasi yang menekankan pada upaya-upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan dalam bidang politik kurang diperhatikan, atau bahkan dihilangkan

c. Demokrasi gabungan, yakni demokrasi sintesis dari demokrasi formal dan demokrasi material. Demokrasi ini berupaya mengambil hal-hal baik dan membuang hal-hal buruk dari demokrasi formal dan demokrasi material.

Dilihat dari sudut pandang “cara penyaluran” kehendak rakyat, bentuk demokrasi dapat dibedakan antara lain :

6 Subandi Al Marsudi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, (Jakarta: PT.

(31)

19

a. Demokrasi langsung, yakni rakyat secara langsung mengemukakan kehendaknya di dalam rapat yang dihadidri oleh seluruh rakyat. b. Demokrasi perwakilan atau demokrasi representatif, yakni rakyat

menyalurkan kehendaknya, dengan memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat. Pada era modern ini pada umumnya, Negara-negara menjalankan demokrasi perwakilan karena jumlah penduduk cenderung bertambah banyak dan wilayah negara semakin luas, sehingga demokrasi langsung sulit untuk dilaksanakan.

c. Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum, yakni gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Ini artinya, rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi dewan itu dikontrol oleh pengaruh rakyat dengan sistem “referendum” dan “inisiatif rakyat”

Dari sudut pandang tugas-tugas dan hubungan antara alat-alat perlengkapan negara”, demokrasi dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, antara lain:

a. Demokrasi dengan sistem parlementer, yakni dalam demokrasi ini terdapat hubungan erat antara badan legislatif dengan badan eksekutif. Hanya badan legislatif saja yang dipilih rakyat, sedangkan badan eksekutif yang biasa disebut “kabinet” dipimpin oleh seorang perdana menteri yang dibentuk berdasarkan

(32)

20

dukungan suara terbanyak yang terdapat dalam dewan perwakilan rakyat atau di parlemen.

b. Demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan, yakni demokrasi dalam arti kekuasaan dipisahkan menjadi kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif.

Demokrasi dengan sistem referendum, yakni demokrasi perwakilan dengann kontrol rakyat secara langsung terhadap wakil-wakilnya di dewan perwakilan rakyat. Ada 2 macam referendum yakni “referendum obligator” dan “referendum fakultatif”. Dalam referendum obligator, kebijakan atau undang-undang yang diajukan oleh pemerintah atau dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dapat dijalankan setelah disetujui oleh rakyat dengan suara terbanyak. Referendum obligator biasanya dilaksanakan terhadap hal-hal krusial atau penting, yang menyangkut hajat orang banyak dan perubahan dasar negara. Dalam referendum fakultatif, undang-undang yang dibuat Dewan Perwakilan Rakyat baru dimintakan persetujuan rakyat, apabila dalam jangka waktu tertentu setelah undang-undang diumumkan, sejumlah rakyat memintanya.7

3. Ciri dan Prinsip Negara Demokrasi

Ciri-ciri dari pemerintahan di negara demokrasi adalah sebagai berikut:

7 AA. Sahid Gatara, 2008, Ilmu Politik Memahami dan Menerapkan, (Bandung: Pustaka Setia), hal.

(33)

21

a. Adanya keterlibatan warga negara dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun keterwakilan.

b. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.

c. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara. d. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di

dalam lembaga perwakilan rakyat.8

Menurut Franz Magnis Suseno ada 5 ciri hakiki negara demokratis, yaitu:9

1. Negara Hukum;

2. Pemerintah yang dibawah kontrol nyata masyarakat; 3. Pemilihan umum yang bebas;

4. Prinsip mayoritas;

5. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.

Demokrasi juga memandang adanya kesetaraan dalam poltik dan dapat melindungi hak-hak individu atau hak asasi manusia, termasuk hak untuk memperoleh penghidupan yang layak, hak untuk berkumpul dan menyatakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab, serta hak-hak lainnya.10

8

Budi Prayitno, 1991, Apakah Demokrasi Itu?, (Jakarta: LIPI), hal. 4.

9 Nurtjahyo, Hendra, 2006, Filsafat Demokrasi,( PT. Bumi Aksara, Jakarta), hal. 74.

10 Ellya Rosana, Negara Demokrasi Dan Hak Asasi Manusia,

https://media.neliti.com/media/publications/140388-ID-negara-demokrasi-dan-hak-asasi-manusia.pdf, diakses pada 26 November 2019 pukul 13.38 WIB.

(34)

22

Demokrasi sebagai gagasan politik mengandung 5 (lima) kriteria, yaitu: (1) persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat; (2) partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif, (3) pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis, (4) kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya keputusan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang mewakili masyarakat, dan (5) pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat mencakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.11

4. Pemilu dalam Negara Demokrasi

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi dan melaksanakan pemilihan umum sebagai bentuk kedaulatan rakyat, hal ini tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Kedaulatan rakyat (democratie) di Indonesia itu diselenggarakan secara langsung dan melalui perwakilan. Secara langsung kedaulatan

11 Robert A. Dahl, 1985, Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol, terjemahan Sahat

(35)

23

rakyat diwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; Presiden dan Wakil Presiden; dan Kekuasaan Kehakiman yang terdiri dari Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.12

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyebutkan mengenai pemilihan umum pada Pasal 22E BAB VIIB:

(1) Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

(2) Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah.

(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan

(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, mandiri.

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

Pemilihan umum yang diselenggarakan pada 17 April 2019 berdasar pada Undang-Undang no. 7 tahun 2017 tantang Pemilihan Umum. Yang merupakan suatu peraturan khusus yang dibuat untuk mengatur penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia. Undang-Undang tentang Pemilihan Umum ini merupakan amanat dari Pasal 22E

12

(36)

24

Undang-Undang Dasar tahun 1945 Ayat (6) yang menyebutkan Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan Undang-Undang.

Pemilu merupakan tanda kehendak rakyat dalam suatu demokrasi, karena tanpa ada pemilu suatu negara tidak dapat disebut sebagai negara demokrasi dalam arti yang sesungguhnya, artinya adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam proses politik termasuk dalam pemilu.13 Prinsip persamaan atau kesetaraan merupakan salah satu prinsip dari demokrasi prinsip ini dalam konteks politik diimplementasikan dalam konsep “one man one vote one value”, artinya tidak ada beda antara kualitas satu suara seorang pengusaha dengan kualitas satu suara seorang pedagang kaki lima dan seorang mahasiswa yang bodoh.14

Seluruh warga negara memiliki suara dalam pelaksanaan kekuasaan dan ikut ambil bagian secara nyata.15 Menurut Nohlen Pemilihan umum atau yang sering disebut dengan pemilu adalah “satu-satunya metode demokratik” untuk memilih wakil rakyat.16

Secara Teoritis pemilihan umum dianggap merupakan tahap paling awal dari berbagai

13 Sodikin, Hukum Pemilu, 2014, Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, (Jakarta: Gramata

Publishing), hal. 3.

14 Khairul Fahmi, 2011, Pemilihan Umum & Kedaulatan Rakyat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada)

hal. 40.

15 John Stuart Mill, 2005, On Liberty (Perihal Kebebasan) diterjemahkan oleh Alex Lanur,

(Jakarta:Yayasan Obor Indonesia), hal. xx.

16 Hatamar Rasyid, 2017, Pengantar Ilmu Politik Perspektif Barat dan Islam (Jakarta: PT. Raja

(37)

25

rangkaian kehidupan ketatanegaraan yang demokratis, sehingga pemilu merupakan motor penggerak mekanisme sistem politik demokrasi.17

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan umum menjabarkan terkait pengertian dari pemilihan umum sebagai berikut;

“Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan”.

B. Tinjauan Tentang Hak Sipil dan Politik 1. Pengertian Hak Sipil dan Hak Politik

Hak sipil dan politik adalah bagian dari hak asasi manusia. Kovenan internasional tentang hak sipil politik tidak memberikan pengertian definitif tetapi Ifdhal Kasim dalam bukunya yang berjudul Hak Sipil dan Politik, menyimpulkan bahwa hak sipil politik adalah hak yang bersumber dari martabatan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang hak-hak sipil dan politik yang

17 B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara, Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi,

(38)

26

pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Hak sipil dan politik merupakan sebuah perangkat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.18 Menurut Robert A. Dahl menyebutkan indikator untuk mengukur eksistensi hak politik, yaitu (1) hak untuk memberikan suara; (2) hak untuk memperebutkan jabatan publik; (3) hak berkompetisi dalam memperebutkan suara; (4) pemilihan yang bebas dan adil; dan (5) pembuatan kebijakan pemerintah berdasarkan suara atau pilihan publik.19

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik). Undang-undang ini menjelaskan bahwa Negara Indonesia mengakui adanya Hak-Hak Sipil dan Politik yang meratifikasi Konvenan Internasional tersebut. Substansi ICCPR bertujuan mempertegas pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik telah telah diatur dalam DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) sebagai ketentuan yang mengikat secara hukum dan menjabarkan lebih lanjut mengenai pokok-pokok HAM yang terkait. ICCPR terdiri dari pembukaan, berisi 6 BAB dan 53 Pasal.

ICCPR memperbolehkan negara-negara pihak ICCPR untuk mengurangi kewajiban dalam pemenuhan hak-hak tersebut. Walaupun keleluasan tersebut rawan disalahgunakan oleh negara, tetapi

18 Ifdhal Kasim, 2001, Hak Sipil dan Politik, Penerbit ELSAM, Jakarta.

19 Robert A. Dahl, 1999, The Past and The Future of Democracy, (Universita degli Studi di Siena),

(39)

27

penyimpangan itu dimungkinkan apabila sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak bersifat diskriminatif, yaitu: a) menjaga keamanan/ moralitas umum, dan b) menghormati hak/ kebebasan orang lain.20

Perbedaan Hak Sipil Dan Politik dapat dijelaskan bahwa Hak sipil adalah hak kebebasan fundamental yang diperoleh sebagai hakikat dari keberadaan seorang manusia. Hak asasi politik ialah hak dasar dan bersifat mutlak yang melekat di dalam setiap warga Negara yang harus dijunjung tinggi dan di hormati oleh Negara dalam keadaan apapun.21

2. Bentuk Hak Sipil dan Hak Politik

Hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh Negara agar manusia bebasmenikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang hak sipil dan politik.22

Hak-hak yang termasuk kedalam hak sipil dan politik adalah sebagai berikut:

a. Hak untuk hidup;

b. Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi; c. Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa;

d. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi;

20

Ifdhal Kasim, (2001), Resume Buku: Hak Sipil dan Politik: Esai-esai Pilihan (Buku 1). ELSAM. Xvii.

21Sa‟duddin (Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera). Pengaturan Hak asasi

politik Warga Negara. http://www.dakta.com. Diakses Pada 11 November 2019 Pukul 20.14

22

(40)

28

e. Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah;

f. Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama di hadapan hukum; g. Hak untuk bebas berpikir, berkeyakianan dan beragama;

h. Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi; i. Hak untuk berkumpul dan berserikat;

j. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.

Konvenan Internasional Sipil dan Politik, ICCPR (International Convenan on Civil and Political Rights) mengklasifikasikan hak sipil dan politik menjadi dua jenis yaitu: kategori non-derogable, yaitu hak-hak yang bersifat absolut dan tidak boleh dikurangi, walaupun dalam keadaan darurat. Hak ini terdiri atas; (i) hak atas hidup (rights to life); (ii) hak bebas dari penyiksaan (right to be free from slavery); (iii) hak bebas dari penahanan karena gagal dalam perjanjian (utang); (iv) hak bebas dari pemidanaan yang bersifat surut, hak sebagai subjek hukum, dan atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, agama.

Dan Kategori derogable adalah hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi dalam pemenuhannya oleh Negara. Hak dan kebebasan yang termasuk dalam derogable ini adalah: (i) hak atas kebebasan berkumpul secara damai; (ii) hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh; (iii) hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi, termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dari segala gagasan tanpa

(41)

29

memperhatikan batas (baik melalui lisan maupun tulisan). 23 Hak derogable boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara. Penyimpangan tersebut hanya diperbolehkan apabila sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak bersifat diskriminatif, yaitu demi; (i) menjaga keamanan/ moralitas umum, dan (ii) menghormati hak/ kebebasan orang lain.

3. Hak Pilih Sebagai Bagian dari Hak Sipil dan Politik

Konsepsi demokrasi selalu menempatkan rakyat pada posisi yang strategis dalam sistem ketatanegaraan.24 Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right) setiap individu atau warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara.

Salah satu implementasi konsep kedaulatan rakyat dalam pengambilan keputusan adalah dengan turut terlibatnya rakyat dalam tata kelola pemerintahan yang diatur secara tegas dalam konstitusi. Sebagaimana pada Bab VIIB Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan tentang Pemilihan Umum, dalam proses pemilihan umum rakyat secara tegas dikatakan sebagai pemilih serta orang yang dapat

23

Kemenkumham, Hak Politik Warga Negara Sebuah Perbandungan Hukum Konstitusi

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/2941-hak-politik-warga-negara-sebuah-perbandingan-konstitusi.html, diakses pada 13 November 2019 pukul 10.25.

24 Moh.Syaiful Rahman & Rosita Indrayati, 2019, Hak Pilih Penyandang Disabilitas dalam Pemilihan

(42)

30

mengajukan diri untuk dipilih. Dengan adanya bab tersebut, maka sudah sangat jelas bahwa hak pilih rakyat Indonesia dilindungi oleh konstitusi.25

Hak pilih diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa:

“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”

Pasal 6A Ayat (1) menyebutkan:

“Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”

Pasal 19 Ayat (1) menyebutkan:

“Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum”

dan Pasal 22C (1) UUD 1945:

“Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum”

Ketentuan-ketentuan tersebut menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap rakyat untuk dapat melaksanakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum perundang-undangan yang mengatur mengenai pemilihan umum sudah seharusnya membuka ruang yang seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk dapat menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan

25

(43)

31

umum.26 Perumusan pada pasal-pasal tersebut sangat jelas bahwa tidak dibenarkan adanya diskriminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan keturunan. Perumusan pada pasal-pasal tersebut sangat jelas bahwa tidak dibenarkan adanya diskriminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan keturunan.27

Untuk memilih dalam pemilihan umum seseorang harus memenuhi syarat yaitu terdata dalam daftar pemilih, ada tiga macam daftar pemilih yaitu Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), atau Daftar Pemilih Khusus (DPK). Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2018 tentang daftar pemilih di dalam negeri dalam penyelenggaraan pemilihan umum Pasal 3 menyebutkan

“Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih.”

hal ini menjadi dasar bagi seseorang dapat memiliki hak untuk memilih. Dalam peraturan ini juga menjelaskan secara lebih jelas mengenai syarat memperoleh hak pilih yaitu di pasal 4 ayat (2) yang menyebutkan

“Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:

a. genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih pada hari pemungutan suara sudah kawin, atau sudah pernah kawin; b. tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;

c. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

26 Ibid, hal. 155-156.

27 A.Gunawan Setiardja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Yogyakarta,

(44)

32

d. berdomisili di wilayah administratif Pemilih yang dibuktikan dengan KTP-el;

e. dalam hal Pemilih belum mempunyai KTP-el sebagaimana dimaksud dalam huruf d, dapat menggunakan Surat Keterangan yang diterbitkan oleh dinas yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil setempat; dan

f. tidak sedang menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Bunyi dari pasal 4 ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2018 tentang daftar pemilih di dalam negeri dalam penyelenggaraan pemilihan umum menyebutkan;

“Pemilih yang sedang terganggu jiwa/ingatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai Pemilih, harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter.”

C. Tinjauan Tentang Orang Dengan Gangguan Jiwa 1. Pengertian Orang Dengan Gangguan Jiwa

Menurut Group for Advabcement of Psikiatry (GAP) gangguan mental dimaknai sebagai sebagai suatu kesakitan yang mengurangi kapasitas seseorang untuk menggunakan (memelihara) pertimbangan-pertimbangannya, kebijaksanaan-kebijaksanaannya dan pengendaliannya dalam melakukan urusan-urusannya dan hubungan sosial sebagai jaminan keterikatannya pada institusi mental.28 Gangguan kejiwaan dan penyakit jiwa adalah akibat dari ketidak mampunya orang menghadapi

28 Moeljono Notosoedirjo, 2001, Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan, (Malang:Universitas

(45)

33

kesukarannya dengan wajar, atau tidak sanggup ia menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya.29

Ketidakwarasan atau gangguan jiwa merupakan salah satu dari berbagai macam gangguan jiwa, ketidakwarasan (insanity) merupakan istilah hukum yang mengandung arti bahwa individu yang dikenai predikat tidak waras tersebut secara mental tidak mampu mempetanggungjawabkan perbuatan-perbuatnnya atau tidak mampu melihat konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Akibatnya, jika ia melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terhadapnya tidak dapat dikenakan tuntutan hukuman. Jelas, ini menunjuk pada gangguan mental yang serius.30 Orang dengan gangguan jiwa dipandang sebagai orang yang tidak dapat mempertanggungjawabkan suatu perbuatan yang dilakukannya.

2. Hak-Hak Orang Dengan Gangguan Jiwa

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Hal ini menimbulkan suatu konsekuensi yang meliputi 3 (tiga) prinsip dasar yang wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu supremasi hukum, kesetaraan dihadapan hukum,

29 Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, 2001, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung), hal. 17. 30 MIF Baihaqi, 2005, Psikiatri (Konsep dasar dan gangguan-gangguan), (Bandung: PT. Refika

(46)

34

dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.31

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Setiap warga negara memiliki hak dan kedudukan yang sama dimata hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, sesuai dengan asas equality before the law. Pasal ini berbunyi:

“segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Hak orang dengan gangguan jiwa diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia tentang kesehatan nomor 36 tahun 2009 Pasal 148 yang menyatakan Orang Dengan Gangguan Jiwa memiliki hak yang sama dengan orang yang sehat jiwanya:

“(1) penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara. (2) Hak sebagaimana dimaksud pada Pasal (1) meliputi persamaan perlakuan dalam setiap aspek kehidupan kecuali peraturan perundang-undangan menyatakan lain”. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, menyatakan bahwa penyandang disabilitas mental atau Orang Dengan Gangguan Jiwa merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang harus

31

(47)

35

dilindungi hak-haknya. Hak tersebut termasuk juga hak untuk memilih dalam pemilihan umum.

3. Klasifikasi Orang Dengan Gangguan Jiwa

Klasifikasi gangguan mental banyak dan berbeda-beda antara bidang-bidang yang terkait, seperti psikiatri, psikologi, sosiologi, dan antropologi.32 A. Schott melakukan penelitian dan mengelompokkan enam kriteria untuk menentukan seseorang mengalami gangguan mental itu, yaitu: (1) orang yang memperoleh pengobaran psikiatri, (2) salah penyesuaian sosial, (3) hasil diagnosis psikiatri, (4) ketidakbahagiaan subjektif, (5) adanya simptom-simptom psikologid secara objektif, dan (6) kegagalan adaptasi secara positif.33

Keabnormalan dapat dibagi atas dua golongan yaitu: gangguan jiwa (neurose) dan sakit jiwa (psychose). Gejala dari sikap abnormal yaitu: ketegangan batin (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah/cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (cimpulsive), hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan, mengganggu ketenangan hidup, misalnya tidak bisa tidur nyenyak, tidak nafsu makan dan sebagainya. Orang yang kena neurose, masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psychose tidak. Disamping itu orang yang kena neurose

32 Yustius Semium, OFM., 2006, Kesehatan Mental 3, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius), hal. 10. 33 Moeljono Notosoedirjo, 2001, Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan, (Malang:Universitas

(48)

36

kepribadiannya tidak jauh dari realitas, dan masih hidup dalam alam kenyataanpada umumnya, sedangkan orang yang kena psychose, kepribadiannya dari segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada integritas dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.34

Di Indonesia untuk menentukan apakah seserang terganggu jiwa atau ingatannya harus berpedoman pada buku pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) edisi ketiga. Dalam buku ini gangguan jiwa memiliki berbagai variasi dari yang ringan hingga yang sangat seriud dan sangatlah luas. Untuk menentukan gangguan kejiwaan seseorang harus berdasar pada pemeriksaan kilnis pasien, dan penetapannya harus dilakukan oleh profesional tertentu berdasarkan aturan Undang-Undang Kesehatan Jiwa.

Kriteria gangguan mental dibagi menjadi enam macam, yaitu: (1) orang yang memperoleh pengobatan psikiatris dalam hal ini orang yang diklasifikasikan terganggu mentarlnya adalah orang yang memperoleh pengobatan (treatment) psikiatris yakni pada pasien-pasien yang memperoleh perawatan di rumah sakit, (2) orang yang salah penyesuaian sosialnya ini merupakan gejala sakit mental apabila seseorang tidak dapat menyesuaikan perilakunya dengan norma kelompok atau masyarakat sekitar, (3) hasil diagnosis psikiatris dikategorikan dengan melakukan

34

(49)

37

diagnosis berdasarkan kriteria yang ditetapkan terelebih dahulu oleh pihak yang melakukannya dan diklasifikasikan dengan tingkatan-tingkatan penyakit dalam masyarakat untuk menentukan kriteria mental, (4) ketidakbahagiaan secara subyektif dalam hal ini sakit mental sebagai pengalaman subyektif bagi seseorang, (5) adanya simptom-simptom psikologis secara obyektif gejala itu berdasarkan kriteria yang ditetapkan jika terdapat pada seseorang maka mengindikasikan bahwa dia sedang mengalami gangguan mental, dan (6) kegagalan adaptasi secara positif kriteria ini mengukur gangguan mental harus dengan mengetahui potensi individuna dan konteks sosialnya.

Beberapa sikap yang menunjukkan Sehatnya mental adalah: (1) sikap menghargai diri sendiri, (2) sikap memahami dan menerima keterbatasan diri sendiri dan keterbatasan orang lain, (3) sikap memahami bahwa semua tingkah laku ada penyebabnya, (4) sikap memahami dorongan untuk aktualisasi-diri.35

35

(50)

38 BAB III PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan untuk Memilih Bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa dalam Pemilihan Umum di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Kota Surakarta

Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, Istilah republik dapat dikaitkan dengan konteks ketatanegaraan dan penyelenggaraan negara yang diartikan sebagai suatu bentuk pemerintahan. Sehingga republik dapat diartikan sebagai penyelenggaraan pemerintahan atau negara yang dilaksanakan oleh dan untuk kepentingan umum.1 Konsekuensi dari negara republik adalah adanya ruang bagi warga negara untuk menentukan arah tata kelola negara, baik langsung ataupun melalui keterwakilan.2 Ikut campurnya warga negara dalam tata kelola pemerintahan berarti bahwa suatu negara menganut prinsip kedaulatan rakyat atau yang sering disebut demokrasi. Demokrasi didefinisikan sebagai suatu sistem pemerintahan dengan mengikutsertakan rakyat.3 Negara demokrasi di Indonesia dimplementasikan dengan diadakannya pemilihan umum, dimana hal ini menjadi tempat bagi rakyat untuk menentukan para pemimpinnya baik memilih lembaga eksekutif yaitu presiden dan wakil presiden, Gubernur dan wakil gubernur, Bupati dan

1

Hotma P. Sibuea, 2014, Ilmu Negara (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama), hal 187.

2 Rames Hutagaol, SH, MH, Visualisasi Hak Politik Warga Negara (Sebuah Perbandingan

Konstitusi) Berbasis Multimedia, Jurnal KomTekInfo Vol. 3, 2016, hal 84.

3 Subandi Al Marsudi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, (Jakarta: PT.

(51)

39

wakil Bupati ataupun Walikota dan Wakil Walikota. Dan memilih lembaga legislatif yakni Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah serta Dewan Perwakilan Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Didalam negara demokrasi menurut Franz Magnis Suseno memiliki 5 ciri yang hakiki, yaitu:4

1. Negara Hukum;

2. Pemerintah yang dibawah kontrol nyata masyarakat; 3. Pemilihan umum yang bebas;

4. Prinsip mayoritas;

5. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.

Di Indonesia yang merupakan negara demokrasi sudah sepantasnya untuk memenuhi lima unsur ini, Indonesia merupakan negara hukum yang diatur dalam Pasal 1 Ayat 3, konsekuensi dari Pasal ini adalah diakuinya asas equality before the law dimana semua orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum, Hal ini akibat adanya persamaan kedudukan dimata hukum, maka orang dengan gangguan jiwapun seharusnya diberikan kedudukan yang sama dan tanpa diskriminasi, termasuk persamaan kedudukan dalam pemilihan umum yang mengikut sertakan seluruh rakyat untuk berpartisipasi; artinya seluruh rakyat turut andil dalam pemilihan umum tanpa terkecuali, karena rakyat Indonesia berasal dari berbagai suku, agama, ras, golongan, tingkat sosial, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan yang berbeda-beda yang

4

(52)

40

semuanya seharusnya memiliki hak yang sama dalam pemilihan umum, maka dapat dikatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa yang merupakan rakyat Indonesia memiliki hak untuk memilih dalam pemilihan umum; unsur yang kedua adalah pemerintahan yang dibawah kontrol nyata masyarakat, di Indonesia masyarakat mengontrol pemerintahan di Indonesia dengan memilih pemimpin secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum; ketiga adalah unsur pemilihan umum yang bebas, pemilihan umum di Indonesia berdasarkan prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil yang sering disingkat LUBER JURDIL yang tertuang dalam Pasal 22E Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945; keempat adalah prinsip mayoritas, dalam pemilihan umum di Indonesia dipilih oleh rakyat secara langsung dengan asas one man one vote artinya setiap orang memiliki nilai yang sama dalam memilih, dan untuk memperhitungkan siapakah yang akan memimpin dengan perhitungan mayoritas masyarakat. Yang terakhir adalah adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis warga negara, termasuk dalam hal ini adalah hak politik yakni hak untuk dipilih dan hak untuk memilih dalam pemilihan umum, perlindungan hak-hak ini merupakan perlindungan hak bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali sehingga orang dengan gangguan jiwa yang merupakan rakyat Indonesia juga memperoleh jaminan hak termasuk hak memberikan suaranya dalam pemilihan umum.

Rabu 17 April 2019 merupakan pesta demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, memilih Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Rumah di Perumahan BSB Kecamatan Mijen Kota Semarang, 2) Menganalisis ben- tuk-bentuk pelanggaran KDB di Perumahan BSB beserta alasannya, 3) Membuat peta arahan prioritas

Untuk produk dari kami akan menyesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan dari nasabah/calon nasabah tersebut, jika ia adalah seorang pelajar, maka dari kami pun akan menawarkan

Hasil penelitian adalah penambahan garam dapat mengurangi nilai pengembangan, menurunkan indeks plastisitas, dan meningkatkan nilai kohesi pada tanah ekspansif.. Penambahan

Kenaikan pangkat Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d diberikan kepada pegawai yang menunjukan prestasi kerja luar biasa baiknya, atau

nilai signifikansi 0,000 yang menunjukkan bahwa variabel Kepribadian, Lingkungan Keluarga, dan Pendidikan Kewirausahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan

Ilmu ini dimulai dengan adanya beberapa ayat dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang hisa dianggap sebagai sebuah kaidah yang mencakup banyak

Judul :Analisis Kualitas Pelayanan, Harga, Lokasi Dan Kelengkapan Produk Yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Toko Kosmetik Wardah. Dengan ini saya menyatakan bahwa