• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2021"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMBAHAN PEWARNA ORGANIK DARI DAUN SUJI (Pleomele angustifolia)

SKRIPSI

Oleh

JOSE 160405052

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

DENGAN PENAMBAHAN PEWARNA ORGANIK DARI DAUN SUJI (Pleomele angustifolia)

SKRIPSI

Oleh

JOSE 160405052

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)
(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal Dari Kulit Kacang Tanah (Arachis Hypogeal L.) Dengan Penambahan Pewarna Organik Dari Daun Suji (Pleomele angustifolia)”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai metode biodegradasi untuk produk rubber dam lateks karet alam berpengisi selulosa mikrokristal dari kulit kacang tanah dan menggunakna pengisi organik dari daun suji. Metode biodegradasi dan penggunaan bahan organik di dalam pembuatan produk rubber dam lateks karet alam diharapkan dapat menjadi sumbangsih dalam mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah lateks karet alam.

Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua yang tiada hentinya mendo’akan, membimbing serta memberi semangat dan dukungan baik materil maupun spiritual.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian penulisan skripsi ini.

3. Ibu Prof. Dr. Halimatuddahliana, ST., M.Sc. sebagai Dosen Penguji I yang telah memberikan arahan dan masukan pada saat seminar proposal dan seminar hasil penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak M. Hendra Sahputra Ginting, ST., MT. sebagai Dosen Penguji II yang telah memberikan arahan dan masukan pada saat seminar proposal dan seminar hasil penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T., selaku Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

(7)

6. Ibu Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D, IPM, selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Erni, S.T., M.T., Ph.D sebagai Sekretasris Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan bantuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

9. Pegawai administrasi Departemen Teknik Kimia, terkhusus buat Kak Sri dan Bang Erik yang telah banyak membantu penulis dalam administrasi dan Kak Afifah yang telah mendukung dan selalu memberikan informasi seputar laboratorium.

10. Adik-adik tercinta, Jopin Beatrice, Devyn Roberta, dan Edric Roland Li yang selalu mendukung dan menyemangati penulis dalam penulisan skripsi ini.

11. Handy Inarto, yang selalu ada dan membantu penulis kapan saja, memberikan dukungan penuh dimana dan kapan saja.

12. Semua pihak yang ikut terlibat dalam penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Pada akhirnya, demi kesempurnaan skripsi ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 11 Maret 2021 Penulis

Jose

(8)

DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

My dearest Dad and Mom,

Cheers to the greatest parents on earth, my superheroes. Without you, I might not be the person I am today. Thank you for your endless support, guidance and love all this

time. Thank you for always being there through my hard time. Your word and virtues will always be part of the deeper voice in me, giving me the guidance I need. I love

you with all my heart, thanks Dom and Mom for everything.

My dear sisters Jopin Beatrice & Devyn Roberta, My dear brother Edric Roland Li

My best friends for life. All of you are my vitamins and my mood booster. Thank you for always believing in me and being my daily support. Thank you for all your love. I am more than blessed to have three of you as my siblings. You are all the best and I

will always being there for you all. I love you.

(9)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Jose

NIM : 160405052

Tempat/Tgl. Lahir : Medan/ 17 Juni 1997 Nama orang tua : Ir. Sanatali Kaharuli

Lisah

Alamat orang tua : Jl. Selam 1 No. 25 E Medan

Indonesia Asal Sekolah:

• SMP Bodhicitta, tahun 2009 – 2012

• SMA Bodhicitta, tahun 2012 – 2015

• S1 Akuntansi IB IT&B, tahun 2015 – 2020 Pengalaman Organisasi/Kerja:

1. Intern di PT. Toba Pulp Lestari Tbk., Agustus – Oktober 2019.

2. Guru Menari SD Bodhicitta, Juli 2019 – Desember 2020.

3. Asisten Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara, Agustus 2019 – Desember 2020.

Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai:

1. Peraih IPK Terbaik seluruh prodi IB IT&B angkatan 2015 pada wisuda tahun 2020 2. Penerima Beasiswa Tanoto Foundation 2017

3. Juara 3 Pidato Mandarin Tio Ciu Festival 2015 4. Juara 2 Pidato Inggris Carnegie Award 2015

5. Juara 3 Penulisan Paper Kerukunan Beragama Kota Medan 2015 Artikel yang akan dipublikasikan:

Indonesian Journal of Chemistry (IJC)

“BIODEGRADATION OF RUBBER DAM PRODUCTS FILLED WITH

MICROCRYSTAL CELLULOSE FROM PEANUT SHELLS (ARACHIS HYPOGEAL L.) WITH ADDITION OF ORGANIC DYES FROM SUJI LEAVES (PLEOMELE ANGUSTIFOLIA)”

(10)

BIODEGRADASI PRODUK RUBBER DAM BERPENGISI SELULOSA MIKROKRISTAL DARI KULIT KACANG TANAH (ARACHIS HYPOGEAL L.) DENGAN PENAMBAHAN PEWARNA ORGANIK DARI

DAUN SUJI (PLEOMELE ANGUSTIFOLIA)

ABSTRAK

Rubber dam merupakan produk tipis yang digunakan untuk mempermudah dalam operasi gigi. Biasanya rubber dam terbuat dari lateks karet alam yang sulit terdegradasi karena sambung silang sulfur. Oleh karena itu dibuatlah pengisi mikrokristal selulosa dari kulit kacang tanah beserta penambahan pewarna organik dari daun suji untuk pembuatan produk rubber dam agar lebih mudah mengalami biodegradasi. Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh pembebanan pengisi mikrokristal selulosa (MCC) sebagai pengisi organik dan pewarna organik dari daun suji pada produk rubber dam lateks karet alam terhadap kemampuan biodegradasinya dengan metode penanaman dalam tanah dengan pupuk, tanpa pupuk dan dengan penggantungan. Pembuatan rubber dam lateks karet alam melalui proses casting. Penelitian ini dimulai dengan proses pra-vulkanisasi lateks karet alam pada suhu 70 oC dan diikuti dengan proses vulkanisasi pada suhu 120 oC selama 10 menit setelah itu ditaburi CaCO3 proses selanjutnya klorinasi produk rubber dam lateks karet alam. Hasil persentase berat hilang menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah pembebanan MCC akan meningkatkan kemampuan biodegradasinya dimana persentase berat hilang tertinggi terdapat pada penanaman dengan pupuk sebesar 25,78% dan 24,39% dengan menggunakan pewarna organik dan tanpa pewarna. Untuk penanaman tanpa pupuk dan penggantungan secara berurutan sebesar 20,55%; 19,53% dan 9,59%; 8,85%

untuk pewarna organik dan tanpa pewarna. Hasil uji mekanik didukung oleh analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) yang ditunjukkan dengan kerusakan pada permukaan dengan penanaman menggunakan pupuk lebih signifikan dibanding dua metode lainnya. Berdasarkan hasil analisa FTIR (Fourier Transform Infrared) puncak serapan mengalami penurunan intensitas setelah proses penanaman dibandingkan sebelum proses penanaman.

Kata kunci: Biodegradasi, Penanaman, Penggantungan, Pupuk, Rubber Dam

(11)

BIODEGRADATION OF RUBBER DAM PRODUCTS FILLED WITH MICROCRYSTAL CELLULOSE FROM

PEANUT SHELLS (ARACHIS HYPOGEAL L.) WITH ADDITION OF ORGANIC DYES FROM SUJI LEAVES

(PLEOMELE ANGUSTIFOLIA)

ABSTRACT

Rubber dam is a thin product which is used to facilitate dental operations. Usually rubber dams are made from natural rubber latex which is difficult to degrade due to sulfur cross-linking. Therefore, a microcrystalline cellulose filler from peanut shells was made along with the addition of organic dyes from suji leaves for the production of rubber dam products to make it easier to biodegrade. This study examines the effect of loading microcrystalline cellulose (MCC) as an organic filler and organic dye from suji leaves on natural rubber latex products on their biodegradability by planting in the soil with fertilizers, without fertilizers and by hanging on the air. The production of natural rubber latex rubber dam go through a casting process. This research began with the pre-vulcanization process of natural rubber latex at 70oC and wass followed by a vulcanization process at 120oC for 10 minutes after which CaCO3 wass sprinkled, the next process was chlorination of natural rubber latex dam products. The result of the weight lost percentage showed that the higher the amount of MCC loading will increase its biodegradability where the highest percentage of lost weight was found in planting with fertilizers of 25.78% and 24.39% using organic dyes and without dyes.

For planting without fertilizer and hanging respectively 20.55%; 19.53% and 9.59%;

8.85% for organic dyes and without dyes. The mechanical test results were supported by Scanning Electron Microscopy (SEM) analysis which indicated that the damage to the surface with planting using fertilizers was more significant than the other two methods. Based on the results of FTIR (Fourier Transform Infrared) analysis, the absorption peak decreased in intensity number after the planting process compared to before the planting process.

Keywords: Biodegradation, Burial, Fertilizer, Organic dyes, Rubber dam

(12)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

PRAKATA ... iv

DEDIKASI ... vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Rubber Dam... 8

2.2 Biodegradasi ... 10

2.3 Lateks Karet Alam ... 13

2.4 Pembuatan Produk Lateks Karet Alam ... 14

2.4.1 Bahan Penyambung Silang ... 14

2.4.2 Bahan Pencepat Reaksi (Accelerator) ... 15

2.4.3 Bahan Pengaktif (Activator) ... 15

2.4.4 Bahan Penstabil (Stabilizer) ... 16

2.4.5 Bahan Antioksidan (Antioxidant) ... 16

2.4.6 Bahan Penyerasi (Compatibilizer) ... 17

(13)

2.4.7 Bahan Pengisi (Filler) ... 17

2.4.8 Bahan Pewarna ... 18

2.5 Kulit Kacang Tanah sebagai Pengisi ... 18

2.6 Ekstrak Daun Suji sebagai Bahan Pewarna ... 20

2.7 Polivinil Pirolidon ... 20

2.8 Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 21

2.9 Metode Pencetakan (Casting)... 23

2.10 Pengujian dan Karakterisasi ... 23

2.10.1 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FT-IR) ... 23

2.10.2 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) ... 25

2.10.3 Analisa X-Ray Diffraction (XRD) ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1 Lokasi Penelitian ... 28

3.2 Bahan dan Peralatan ... 28

3.2.1 Bahan ... 28

3.2.1.1 Bahan yang Digunakan untuk Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang ... 28

3.2.1.2 Bahan yang Digunakan untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam ... 28

3.2.2 Peralatan ... 29

3.2.2.1 Peralatan yang Digunakan untuk Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 29

3.2.2.2 Peralatan yang Digunakan untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam ... 30

3.3 Formulasi Bahan ... 30

3.3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif ... 30

3.3.2 Formulasi Dispersi Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 31

3.4 Prosedur Penelitian ... 31

3.4.1 Prosedur Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 31

(14)

3.4.2 Prosedur Pendispersian Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang

Tanah ... 32

3.4.3 Prosedur Analisa Hasil Dispersi Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 32

3.4.4 Prosedur Ekstraksi Pewarna dari Daun Suji ... 33

3.4.5 Prosedur Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) dari Lateks Karet Alam D 1076 ... 33

3.4.6 Prosedur Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam ... 33

3.4.6.1 Prosedur Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam ... 33

3.4.6.2 Prosedur Uji Kloroform pada Lateks Karet Alam Pra- Vulkanisasi ... 34

3.4.6.3 Prosedur Vulkanisasi dan Pembuatan Produk Rubber Dam ... 34

3.4.7 Prosedur Analisa Biodegradasi Produk Rubber Dam ... 35

3.4.7.1 Prosedur Analisa Biodegradasi Tanpa Pemupukan .. 35

3.4.7.2 Prosedur Analisa Biodegradasi Dengan Pemupukan 35 3.4.7.3 Prosedur Analisa Biodegradasi Dengan Penggantungan ... 36

3.5 Pengujian Selulosa Mikrokristal dan Produk Rubber Dam Lateks Karet Alam ... 36

3.5.1 Analisa X-Ray Diffraction (XRD) ... 36

3.5.2 Karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR) ... 36

3.5.3 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) ... 37

3.6 Flowchart Percobaan ... 38

3.6.1 Flowchart Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 38

3.6.2 Flowchart Pendispersian Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 40

3.6.3 Flowchart Analisa Hasil Dispersi Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 41

3.6.4 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) dari Lateks Karet Alam... 42

(15)

3.6.5 Flowchart Pembuatan Pewarna Organik dari Daun Suji ... 43

3.6.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam ... 44

3.6.7 Flowchart Uji Kloroform pada Lateks Karet Alam Pra- Vulkanisasi ... 45

3.6.8 Flowchart Vulkanisasi dan Pembuatan Produk Rubber Dam Lateks Karet Alam ... 46

3.6.9 Flowchart Analisa Biodegradasi Tanpa Pemupukan ... 47

3.6.10 Flowchart Analisa Biodegradasi Dengan Pemupukan ... 48

3.6.11 Flowchart Analisa Biodegradasi Dengan Penggantungan ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Analisa X-Ray Diffraction (XRD) Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 50

4.2 Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal dengan Penanaman Tanpa Pupuk ... 51

4.2.1 Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal Tanpa Pewarna dengan Penanaman Tanpa Pupuk ... 51

4.2.2 Perbandingan Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal Tanpa Pewarna dengan Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal dan Penambahan Pewarna Organik ... 55

4.3 Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal dengan Penanaman Menggunakan Pupuk ... 60

4.4 Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal dengan Penggantungan ... 67

4.5 Analisa Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) untuk Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal dan Penambahan Pewarna Organik Daun Suji dengan ... 76

4.5.1 Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal Tanpa Pupuk ... 76

4.5.2 Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal dengan Pupuk ... 78

(16)

4.5.3 Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa

Mikrokristal dengan Penggantungan ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rubber Dam ... 9 Gambar 2.2 Struktur Umum Lateks cis-1,4-poliisoprena ... 13 Gambar 2.3 Hasil FTIR pada Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Sagu Setalah Biodegradasi ... 25 Gambar 2.4 Hasil SEM pada Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Kacang Setalah Penanaman Dalam Tanah ... 26 Gambar 2.5 Hasil XRD Selulosa Mikrokristal dari Limbah Tongkol Jagung ... 27 Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang

Tanah ... 39 Gambar 3.2 Flowchart Pendispersian Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah dan PVP ... 40 Gambar 3.3 Flowchart Analisa Hasil Dispersi Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah dan PVP ... 41 Gambar 3.4 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) dari Lateks Karet Alam ... 42 Gambar 3.5 Flowchart Ekstraksi Pewarna dari Daun Suji ... 43 Gambar 3.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam ... 44 Gambar 3.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi

... 45 Gambar 3.8 Flowchart Vulkanisasi dan Pembutan Produk Rubber Dam Lateks Karet Alam ... 46 Gambar 3.9 Flowchart Biodegradasi Produk Rubber dam Tanpa Pemupukan ... 47 Gambar 3.10 Flowchart Biodegradasi Produk Rubber dam Dengan Pemupukan 48 Gambar 3.11 Flowchart Biodegradasi Produk Rubber dam Dengan Cara Digantung

... 49 Gambar 4.1 Hasil XRD Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 50 Gambar 4.2 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Proses Penanaman Tanpa Pupuk Tanpa Menggunakan Pewarna ... 52

(18)

Gambar 4.3 Rubber Dam Menggunakan Pengisi 8 gram dan Tanpa Pewarna Metode Penanaman Tanpa Pupuk (a) Sebelum Biodegradasi (b) Setelah Biodegradasi ... 52 Gambar 4.4 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Proses Penanaman Tanpa Pupuk Menggunakan Pewarna Organik ... 55 Gambar 4.5 Perbandingan Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal Tanpa Pewarna dengan Menggunakan Pewarna Organik pada Metode Penanaman Tanpa Pupuk ... 56 Gambar 4.6 Morfologi SEM Produk Rubber Dam (a) Sebelum Biodegradasi (Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik); Setelah Biodegradasi dengan Metode (b) Tanpa Pupuk (Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik) .. 57 Gambar 4.7 Proses Biodegradasi Rubber Dam Menggunakan Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik Metode Penanaman Tanpa Pupuk Selama 5 Minggu ... 58 Gambar 4.8 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Proses Penanaman Menggunakan Pupuk (a) Menggunakan Pewarna Organik dan (b) Tanpa Menggunakan Pewarna ... 60 Gambar 4.9 Perbandingan Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal Tanpa Pewarna dengan Menggunakan Pewarna Organik pada Metode Penanaman Menggunakan Pupuk ... 61 Gambar 4.10 Morfologi SEM Produk Rubber Dam (a) Sebelum Biodegradasi (Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik); Setelah Biodegradasi dengan Metode (b) Menggunakan Pupuk (Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik) ... 62 Gambar 4.11 Proses Biodegradasi Rubber Dam Menggunakan Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik Metode Penanaman Menggunakan Pupuk Selama 5 Minggu ... 64 Gambar 4.12 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penggantungan (a) Menggunakan Pewarna Organik dan (b) Tanpa Menggunakan Pewarna ... 67

(19)

Gambar 4.13 Perbandingan Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal Tanpa Pewarna dengan Menggunakan Pewarna Organik

pada Metode Penggantungan ... 68

Gambar 4.14 Morfologi SEM Produk Rubber Dam (a) Sebelum Biodegradasi (Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik); Setelah Biodegradasi dengan Metode (b) Penggantungan (Pengisi 0 gram dan Pewarna Organik) ... 69

Gambar 4.15 Proses Biodegradasi Rubber Dam Menggunakan Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik Metode Penggantungan Selama 5 Minggu... 70

Gambar 4.16 Perbandingan Berat Hilang Biodegradasi Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal (a) Menggunakan Pewarna Organik (b) Tanpa Menggunakan Pewarna ... 73

Gambar 4.17 Hasil Spektrum FT-IR Produk Rubber Dam Tanpa Pupuk (a) Sebelum dan (b) Sesudah Biodegradasi (Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik) ... 76

Gambar 4.18 Hasil Spektrum FT-IR Produk Rubber Dam Dengan Pupuk (a) Sebelum dan (b) Sesudah Biodegradasi (Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik) ... 79

Gambar 4.19 Hasil Spektrum FT-IR Produk Rubber Dam Dengan Penggantungan (a) Sebelum dan (b) Sesudah Biodegradasi (Pengisi 0 gram dan Pewarna Organik)... 82

Gambar LB.1 Proses Delignifikasi ... 106

Gambar LB.2 Proses Pemutihan ... 106

Gambar LB.3 Proses Hidrolisis ... 106

Gambar LB.4 Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 107

Gambar LB.5 Proses Pendispersian Selulosa Mikrokristal, Polivinil Pirolidon dan Air ... 107

Gambar LB.6 Bahan Pewarna Organik Daun Suji ... 107

Gambar LB.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam ... 107

Gambar LB.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam ... 108

Gambar LB.9 Cetakan Produk Lateks Karet Alam ... 108

Gambar LB.10 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam ... 108

(20)

Gambar LB.11 Produk Rubber Dam (a) Dengan Pewarna Organik Daun Suji dan (b)

Tanpa Pewarna ... 109

Gambar LB.12 Pupuk Kompos ... 109

Gambar LB.13 Proses Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penggantungan 109 Gambar LB.14 Proses Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penanaman dalam Tanah dengan Pupuk dan Tanpa Pupuk ... 110

Gambar LB.15 Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam Penggantungan, Tanpa Pupuk, dengan Pupuk, dan Produk Rubber Dam (a) dengan Pewarna Organik Daun Suji dan (b) tanpa Pewarna ... 110

Gambar LB.16 Biodegradasi Produk Rubber Dam Tanpa Pupuk ... 111

Gambar LB.17 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Pupuk ... 111

Gambar LB.18 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penggantungan ... 111

Gambar LC.1 Hasil FT-IR Produk Rubber Dam Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik ... 112

Gambar LC.2 Hasil FT-IR Produk Rubber Dam Tanpa Pupuk Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik ... 112

Gambar LC.3 Hasil FT-IR Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Pupuk Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik ... 113

Gambar LC.4 Hasil FT-IR Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penggantungan Pengisi 0 gram dan Pewarna Organik ... 113

Gambar LC.5 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Tanpa Pupuk Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik ... 114

Gambar LC.6 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Menggunakan Pupuk Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik ... 114

Gambar LC.7 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penggantungan Pengisi 0 gram dan Pewarna Organik ... 115

(21)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Variabel Tetap yang Dilakukan Dalam Penelitian ... 5

Tabel 1.2 Variabel Berubah yang Dilakukan Dalam Penelitian ... 6

Tabel 1.3 Formulasi Larutan Dispersi Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 6

Tabel 1.4 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif ... 7

Tabel 2.1 Sifat Fisik dari Rubber Dam ... 9

Tabel 2.2 Jumlah Produksi Kacang Tanah di Indonesia ... 19

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Kulit Kacang Tanah ... 19

Tabel 3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif ... 30

Tabel 3.2 Formulasi Larutan Dispersi Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 31

Tabel 3.3 Tabel Tingkat Pematangan Lateks Karet Alam dengan Tes Koagulasi Kloroform ... 34

Tabel LA.1 Data Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam Tanpa Pupuk (Dengan Pewarna) ... 98

Tabel LA.2 Data Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam Tanpa Pupuk (Tanpa Pewarna) ... 98

Tabel LA.3 Data Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Pupuk (Dengan Pewarna) ... 98

Tabel LA.4 Data Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Pupuk (Tanpa Pewarna) ... 99

Tabel LA.5 Data Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penggantungan (Dengan Pewarna) ... 99

Tabel LA.6 Data Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penggantungan (Tanpa Pewarna) ... 99

Tabel LA.7 Persentase Berat Bahan Rubber Dam Tanpa Pengisi dan Tanpa Pewarna ... 100

Tabel LA.8 Persentase Berat Bahan Rubber Dam Pengisi 2 gram dan Tanpa Pewarna ... 100

(22)

Tabel LA.9 Persentase Berat Bahan Rubber Dam Pengisi 4 gram dan Tanpa Pewarna ... 101 Tabel LA.10 Persentase Berat Bahan Rubber Dam Pengisi 6 gram dan Tanpa Pewarna

... 101 Tabel LA.11 Persentase Berat Bahan Rubber Dam Pengisi 8 gram dan Tanpa Pewarna

... 102 Tabel LA.12 Persentase Berat Bahan Rubber Dam Tanpa Pengisi dan Dengan Pewarna ... 102 Tabel LA.13 Persentase Berat Bahan Rubber Dam Pengisi 2 gram dan Dengan Pewarna ... 103 Tabel LA.14 Persentase Berat Bahan Rubber Dam Pengisi 4 gram dan Dengan Pewarna ... 103 Tabel LA.15 Persentase Berat Bahan Rubber Dam Pengisi 6 gram dan Dengan Pewarna ... 104 Tabel LA.16 Persentase Berat Bahan Rubber Dam Pengisi 8 gram dan Dengan Pewarna ... 104

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN ... 98 LA.1 Data Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam Tanpa Pupuk ... 98 LA.2 Data Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Pupuk ... 98 LA.3 Data Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penggantungan ... 99 LA.4 Persentase Berat Bahan Penyusun Rubber Dam Terhadap Berat Total

Rubber Dam ... 99 LA.5 Perhitungan Indeks Kristalinitas dari Hasil XRD ... 104

LAMPIRAN B DOKUMENTASI PENELITIAN ... 106 LB.1 Proses Pembuatan Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ..

... 106 LB.2 Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah ... 106 LB.3 Proses Pendispersian Selulosa Mikrokristal, Polivinil Pirolidon dan

Air ... 107 LB.4 Bahan Pewarna Organik Daun Suji ... 107 LB.5 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam ... 107 LB.6 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam ... 108 LB.7 Cetakan Produk Lateks Karet Alam ... 108 LB.8 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam ... 108 LB.9 Produk Rubber Dam Berpengisi Selulosa Mikrokristal ... 109 LB.10 Pupuk Kompos ... 109 LB.11 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penggantungan ... 109 LB.12 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penanaman dalam Tanah

dengan Pupuk dan Tanpa Pupuk ... 110 LB.13 Hasil Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Pupuk, Tanpa

Pupuk, Penggantungan dan Produk Rubber Dam ... 110 LB.14 Biodegradasi Produk Rubber Dam Tanpa Pupuk Selama 5 Minggu .

... 111

(24)

LB.15 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Pupuk Selama 5 Minggu ... 111 LB.16 Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Penggantungan Selama 5

Minggu ... 111 LAMPIRAN C HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN ... 112 LC.1 Hasil FT-IR Produk Rubber Dam Pengisi 8 gram dan Pewarna

Organik ... 112 LC.2 Hasil FT-IR Biodegradasi Produk Rubber Dam Tanpa Pupuk Pengisi

8 gram dan Pewarna Organik ... 112 LC.3 Hasil FT-IR Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Pupuk

Pengisi 8 gram dan Pewarna Organik ... 113 LC.4 Hasil FT-IR Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan

Penggantungan Pengisi 0 gram dan Pewarna Organik ... 113 LC.5 Hasil SEM Biodegradasi Produk Rubber Dam Tanpa Pupuk Pengisi

8 gram dan Pewarna Organik ... 114 LC.6 Hasil SEM Biodegradasi Produk Rubber Dam dengan Pupuk Pengisi

8 gram dan Pewarna Organik ... 114 LC.7 Hasil SEM Biodegradasi Produk Rubber Dam Dengan

Penggantungan Pengisi 0 gram dan Pewarna Organik ... 115

(25)

DAFTAR SINGKATAN

ASTM American Standard Testing Method ZDEC Zinc Diethyl Dithiocarbamate

ZnO Zinc Oxide

Phr Part per Hundred Rubber

XRD X-Ray Diffraction

FT-IR Fourier Transform Infra-Red SEM Scanning Electron Microscope

(26)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi karet dunia pada tahun 2016 meningkat menjadi 26,9 juta ton jika dibandingkan dengan tahun 2010. International Rubber Study Group (IRSG) juga memperkirakan total konsumsi karet dunia akan meningkat rata-rata 2,8% per tahun dari tahun 2017 - 2025. Pada tahun 2017, IRSG memperkirakan total konsumsi karet dunia adalah 28,05 juta ton. Mengenai total konsumsi karet dunia yang dikhawatirkan, yang meliputi 12,3 ton karet alam (NR) dan 14,5 juta ton karet sintetis. Angka-angka ini dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pencinta lingkungan karena ini menunjukkan lebih banyak limbah karet yang akan dihasilkan (Nuzaimah, dkk., 2018).

Produksi karet alam secara global meningkat sekitar 79,4% dari 6,8 juta metrik ton pada tahun 2000 menjadi 12,2 juta metrik ton pada tahun 2013. Karet alam digunakan setiap hari dalam berbagai aplikasi seperti pertanian, transportasi, dan berbagai peralatan pertanian, selain itu, merupakan komponen utama dalam ban karet. Saat ini, sebagian besar limbah karet dihilangkan dengan cara dibakar atau digunakan sebagai tempat pembuangan sampah, tetapi proses ini dapat menyebabkan pencemaran yang serius. Biodegradasi limbah karet telah banyak diminati menggunakan mikroba. Peran mikroba dalam proses degradasi adalah melepaskan enzim ekstraseluler untuk memecah rantai polimer menjadi molekul kecil dan produk tersebut diserap ke dalam sel untuk digunakan sebagai karbon dan sumber energi. Proses akhir, CO2, H2O dan produk metabolik lainnya dilepaskan dan dapat digunakan oleh organisme hidup lainnya. Oleh karena itu, biodegradasi merupakan salah satu cara alternatif untuk mengurai limbah karet dan dapat mengatasi permasalahan lingkungan. Namun demikian, degradasi mikroba pada karet poliisoprena merupakan proses yang sangat lambat yang memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Degradasi mikroba pada karet cis-1,4-poli (isoprena) saat ini sedang diselidiki secara intensif (Nawong, dkk., 2018).

Saat ini produk lateks karet alam telah cukup populer digunakan oleh masyarakat dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah rubber dam yang digunakan di dalam dunia kedokteran gigi. Namun produk lateks karet alam cukup sulit terdegradasi secara

(27)

alami oleh lingkungan. Salah satu jalan alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan ini adalah dengan penambahan pengisi alami yang dapat terbiodegradasi seperti material berbasis selulosa. Walaupun lateks karet alam dapat mengalami biodegradasi, namun dengan adanya penambahan pengisi alami dapat mempercepat aktivitas mikroorganisme, oleh karena itu mampu untuk menguraikan lateks karet alam secara efektif. Bakteri dan juga jamur memiliki kemampuan untuk mendegradasi produk lateks karet alam (Rahman, dkk., 2018). Biodegradasi merupakan solusi penanganan limbah secara biologi dengan memanfaatkan peran mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan sebagai agen biodegradasi adalah mikroorganisme yang mampu menguraikan limbah organik menjadi senyawa organik yang lebih sederhana (Turista, 2017). Dalam proses biodegradasi, bakteri yang mendegradasi mengkonsumsi lateks karet alam sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya (Adzami, dkk., 2018). Salah satu alternatif untuk mengatur limbah lateks karet alam adalah dengan menerapkan cara biodegradasi untuk produk karet. Pada penelitian yang dilakukan saat ini, produk lateks karet alam ditanam di dalam tanah dengan jangka waktu selama 5 minggu. Mikroba diketahui dapat mengdegradasi produk karet secara efektif (Nayanashree dan Thippeswamy, 2015).

Menurut Forrest (2014) sekitar 20 – 30% limbah lateks padat dibuang dalam landfill. Sisanya dilakukan dengan pembakaran terbuka, insinerasi dan tempat pembuangan terbuka. Pembakaran terbuka dan insinerasi sulit diterapkan karena biaya yang tinggi dan membutuhkan energi yang banyak. Sulitnya limbah film ataupun produk lateks karet alam seperti sarung tangan, rubber dam, dll., terdegradasi karena bahan kuratif seperti sulfur, antioksidan dan lain-lain (Misman dan Azura, 2014).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi proses biodegradasi dalam tanah adalah populasi mikroba, kandungan nutrien, suhu, kadar air dan kehadiran material inhibitor/toxic (Ikram dan Hashim, 2002). Jadi, rubber dam sebagai salah satu produk lateks karet alam sulit mengalami biodegradasi.

Rubber dam adalah lembaran tipis dari karet yang ditempatkan di atas gigi selama proses perawatan gigi. Prinsip dari rubber dam mengisolasikan satu atau lebih gigi melalui lembaran karet sehingga dokter gigi dapat melangsungkan kerjanya spesifik pada gigi tertentu (Begum, 2004).

(28)

Kebanyakan rubber dam terbuat dari lateks karet alam sebagai komponen utamanya (Yanpiset dkk, 2017). Lateks karet alam memiliki kekuatan (strength) yang tinggi, fleksibilitas yang baik dan elastik (Roslim dkk, 2012). Lateks karet alam mengandung berat molekul yang tinggi sehingga menyebabkan sulit untuk terdegradasi (Watcharakul dkk, 2012). Dampak dari lamanya waktu degradasi tersebut mengakibatkan bau tidak sedap dan kerusakan tanah (Hasibuan dkk, 2012).

Dikarenakan lamanya waktu degradasi dari produk lateks, maka perlu untuk menambahkan yang dapat menjadikan produk lateks karet alam bisa terdegradasi yang biasanya adalah pengisi dari alam atau organik.

Umumnya dicari pengisi yang dapat diperbaharui dan mudah untuk terdegradasi seperti pengisi organik (lignin, pati dan selulosa) (Vanova dkk, 2013). Keunggulan dari penggunaan pengisi organik yaitu harga yang terjangkau, keberadaannya berlimpah, densitas rendah, kekuatan tarik yang tinggi dan bersifat biodegradable (Zaaba dkk, 2017). Beberapa penelitian tentang pembuatan produk lateks karet alam dengan pengisi organik seperti ampas tebu (Sukardi dkk, 2016) dan kulit kacang (Sareena dkk, 2012) dimana terjadi peningkatan pada kekuatan tarik, pemanjangan saat putus, densitas sambung silang dan bisa terbiodegradasi. Melihat keunggulan dari pengisi organik maka perlulah dilakukan penelitian tentang penambahan pengisi organik terhadap biodegradasi dari produk rubber dam. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai pengisi organik adalah limbah kulit kacang.

Kacang adalah salah satu hasil pertanian yang penting di dunia. Produksi dari kacang menghasilkan limbah dalam jumlah besar yaitu kulit kacang (Zaaba dkk, 2017). Kulit kacang yang dihasilkan sekitar 20% dari kacang kering dalam satuan massa yang jumlahnya lumayan besar (Bharthare dkk, 2014). Komposisi kulit kacang mengandung selulosa (35,7%), hemiselulosa (18,7%), lignin (30,2%) dan kandungan abu (5,9%) (Punnadiyil dkk, 2016). Material selulosa memiliki sifat mudah terdegradasi, baik degradasi secara biologi, kimia dan mekanik (Sareena dkk, 2014), memiliki sifat yang kuat dan kaku serta ikatan hidrogen dalam struktur selulosa dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik (Punnadiyil dkk, 2016).

Di samping pengisi, perlunya diberikan warna pada produk lateks karet alam yang menjadikan produk yang dapat membuat konsumen tertarik untuk memilihnya.

Pewarna alami merupakan alternatif pewarna yang tidak toksik, dapat diperbaharui

(29)

(renewable), mudah terdegradasi dan ramah lingkungan. Sumber pewarna alami adalah tumbuhan, binatang, dan mikroorganisme (Pujilestari, 2015). Tumbuhan yang dapat menghasilkan pewarna alami yaitu pandan suji. Daun suji (Pleomele angustifolia) merupakan tanaman yang dapat menghasilkan warna hijau karena memiliki pigmen klorofil (Anditasari, dkk., 2014). Daun suji segar yang memiliki kadar air basis basah sebesar 73,25%, mengandung 3773,9 ppm klorofil yang terdiri atas 2524,6 ppm klorofil a dan 1250,3 ppm klorofil b (Aryanti, dkk., 2016). Namun penelitian tentang pembuatan produk rubber dam dengan penambahan pewarna organik masih jarang dilakukan. Melihat keunggulan dari pewarna organik dan keunggulan rubber dam maka perlulah dilakukan penelitian tentang penambahan pewarna organik terhadap biodegradasi dari produk rubber dam.

Penelitian mengenai biodegradasi produk lateks karet alam dengan pengisi organik telah dilakukan dan dilaporkan bahwa produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit kacang dapat terdegradasi dan menunjukkan penambahan pengisi organik meningkatkan laju biodegradasi (Sareena dkk, 2014). Untuk proses biodegradasi, produk lateks karet alam ditanam dengan kedalaman tertentu dari permukaan tanah, dan dilakukan variasi pada tanah dimana ada tanah yang diberikan pupuk dan ada yang tidak menggunakan pupuk. Proses penanaman dan penggantungan sampel dilakukan dalam waktu tertentu (Kamil, dkk., 2012).

Maka dari itu penelitian ini menggunakan pengisi dari kulit kacang tanah dan pewarna alami dari daun suji sehingga diharapkan dapat terbiodegradasi dengan sempurna dan dengan waktu yang tidak terlalu lama untuk menjadikan lingkungan yang lebih baik dan ramah lingkungan. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini juga diharapkan memiliki sifat mekanik yang baik, biodegradasi yang bagus dan bisa diaplikasikan dalam penggunaan rubber dam. Di samping itu pengisi dari kulit kacang tanah menjadikan limbah kulit kacang menjadi bahan yang lebih bermanfaat. Begitu pula halnya dengan daun suji sebagai pewarna organik dalam pembuatan produk lateks karet alam juga menjadikan daun suji lebih bermanfaat dimana biasanya dimanfaatkan sebagai pewarna kue.

(30)

1.2 Perumusan Masalah

Memanfaatkan selulosa mikrokristal dari kulit kacang tanah sebagai pengisi organik dan ekstrak daun suji sebagai pewarna organik pada produk lateks karet alam yaitu rubber dam, diharapkan produk rubber dam akan memiliki proses biodegradasi yang lebih baik dan ramah lingkungan. Maka dari itu rumusan masalah dari penelitian ini adalah memahami proses biodegradasi dari produk rubber dam berpengisi selulosa mikrokristral dari kulit kacang tanah yang menggunakan pewarna organik dari daun suji dengan metode tanpa pemupukan, dengan pemupukan, dan penggantungan.

1.3 Tujuan Penelitian

Pemanfaatan bahan-bahan organik dalam pembuatan rubber dam bertujuan untuk mengetahui metode biodegradasi yang terbaik pada produk rubber dam berpengisi selulosa mikrokristral dari kulit kacang tanah yang menggunakan pewarna organik dari daun suji.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Pemanfaatan tepung kulit kacang tanah sebagai pengisi yang mampu terdegradasi dan menjadikan produk yang berwawasan lingkungan.

2. Pemanfaatan daun suji sebagai pewarna organik yang ramah lingkungan dan bersifat biodegradable.

3. Memberikan informasi tambahan bagi dunia industri tentang pemanfaatan lanjutan limbah padat kulit kacang tanah.

4. Memberikan informasi terutama dalam bidang biodegradasi tentang pengaruh metode biodegradasi pada produk lateks karet alam sehingga dapat diketahui metode yang memberikan hasil terbaik.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering.

(31)

2. Bahan kuratif lateks karet alam dalam pembuatan produk rubber dam seperti sulfur, zink oksida (ZnO), zinc diethyldithiocarbamate (ZDEC) dan antioksidan (AO).

Variabel-variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

Tabel 1.1 Variabel Tetap yang Dilakukan Dalam Penelitian

No Variabel Keterangan

1 Suhu pra-vulkanisasi 70 oC

2 Waktu pravulkanisasi ±5 – 15 menit

3 Waktu vulkanisasi 10 menit

4 Suhu vulkanisasi 120 oC

5 Ketebalan rubber dam 0 – 0,2 mm

Tabel 1.2 Variabel Berubah yang Dilakukan Dalam Penelitian

No Variabel Keterangan

1 Waktu degradasi 1-5 minggu

2 10% Dispersi selulosa mikrokristal dari kulit kacang tanah dan PVP

0 gram; 2 gram; 4 gram; 6 gram; 8 gram

3 Pewarna Organik Daun Suji 0 gram; 0,5 gram

4 Metode degradasi penanaman tanpa pupuk,

dengan pupuk dan digantung Formulasi larutan dispersi selulosa mikrokristal dari kulit kacang tanah dan PVP yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Tabel 1.3 Formulasi Larutan Dispersi Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah dan PVP

Bahan Persentase (%)

Selulosa Mikrokristal dari Kulit Kacang Tanah 10

Air 89

PVP 1

Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(32)

Tabel 1.4 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif

Uji-uji yang dilakukan pada produk rubber dam berpengisi selulosa mikrokristal dengan menggunakan pewarna organik daun suji dalam penelitian ini adalah:

1. Analisa morfologi pada produk menggunakan uji Scanning Electron Microscopy (SEM) di Laboratorium Scanning Electron Microscope (SEM), Labortorium Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

2. Analisa gugus yang terbentuk pada produk menggunakan uji Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

3. Analisa indeks kristalinitas pada produk menggunakan uji X-Ray Diffraction (XRD) di Labortorium Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

4. Biodegradasi vulkanisat produk rubber dam di tanam dalam tanah tanpa pemupukan, dengan pemupukan dan dengan penggantungan di udara bebas.

Bahan Berat Kering

(phr)

Berat Basah (gram) High Ammonia Lateks 60% karet kering 100 166,67

Dispersi Sulfur 50% 0,6 1,2

Dispersi ZDEC 50% 0,5 1

Dispersi ZnO 30% 0,25 0,83

Dispersi Antioksidan 50% 2 4

Dispersi KOH 10% 0,2 2

10% Dispersi Selulosa Mikrokristal dari Kulit

Kacang Tanah dan PVP - 0, 2, 4, 6, 8

Pewarna Organik Daun Suji - 0; 0,5

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rubber Dam

'Prosedur endodontik tidak boleh dilakukan tanpa rubber dam' dengan jelas menekankan peran penting rubber dam (RD) untuk setiap prosedur endodontik.

Selama lebih dari 150 tahun, telah diketahui bahwa penggunaan rubber dam mengurangi kontaminasi mikroba dan potensi bagi pasien menelan atau menghirup irrigant, handfile, puing-puing gigi yang terinfeksi, dll (Ahmed, dkk., 2014).

Isolasi gigi menggunakan bendungan karet pertama kali diusulkan oleh Sanford Christie Barnum pada tahun 1864 (Hegde, dkk., 2014). Rubber dam diakui secara universal sebagai tambahan yang berguna selama perawatan operatif dan endodontik.

Banyak pihak berwenang mengadvokasi penggunaannya dan mendorong para praktisi untuk menerapkannya dalam praktik rutin, menekankan bahwa itu adalah unsur yang sangat diperlukan dalam pelayanan kesehatan kontemporer. Beliau menawarkan beberapa manfaat selama perawatan gigi seperti: bidang yang lebih kering, visibilitas dan akses yang lebih baik, melindungi inhalasi atau menelan instrumen halus dan irrigan gigi, dan pengendalian infeksi. Retraksi bibir, pipi dan lidah juga difasilitasi oleh penggunaan rubber dam. Mengingat banyak keuntungan rubber dam, telah direkomendasikan untuk digunakan sebagai standar perawatan oleh organisasi profesional (Abdulrab, dkk., 2016).

Rubber dam adalah teknik yang paling efektif dan telah merevolusi masalah dalam hal pengendalian kelembaban selama perawatan gigi serta sebagai salah satu alat yang paling berguna dan penting dalam dunia kedokteran gigi. Hal ini ditandai dengan peningkatan akses ke daerah operasi dan isolasi yang efektif seperti perawatan saluran akar gigi dan perawatan endodontik (Begum, 2004). Adapun keuntungan dari penggunaan rubber dam (Ballal dkk, 2013) yaitu:

1. Menyediakan area operasi yang kering dan bersih.

2. Melindungi pasien dari kemungkinan menelan instrumen endodontik.

3. Melindungi jaringan lunak (jaringan lidah, bibir dan pipi) selama proses operasi.

4. Mengurangi kandungan mikroba aerosol selama prosedur endodontik dan mengurangi resiko infeksi silang.

(34)

5. Meningkatkan efisiensi operasi, akses dan visibilitas ke area operasi.

6. Menghilangkan kebutuhan terhadap penggunaan kapas yang diganti terus menerus karena kelebihan air liur.

7. Melindungi dokter gigi dan asisten gigi terhadap infeksi yang dapat ditularkan oleh air liur pasien

8. Meminimalkan pembicaraan pasien selama perawatan saluran akar dan mendorong mereka untuk membuka mulut mereka

Gambar 2.1 Rubber Dam (Mohammed, 2017)

Rubber dam memiliki banyak jenis berdasarkan ketebalan, ukuran dan warna.

Berdasarkan ketebalan, rubber dam terbagi menjadi 4 yaitu light gauge (0,13 – 0,18 mm), medium gauge (0,18 – 0,23 mm), heavy gauge (0,23 – 0,28 mm) dan extra heavy gauge (0,28 – 0,33 mm). Lembaran dengan ketebalan sedang terutama digunakan untuk tujuan endodontik karena kecenderungannya lebih sedikit untuk robek dan juga menarik jaringan lunak (Hegde, dkk., 2014).

Berdasarkan ukuran, rubber dam terdapat dua yaitu 6”x6” (152 mm x 152 mm) dan 5”x5” (127 mm x 127 mm). Berdasarkan warna, ada rubber dam yang bewarna hijau, biru, gelap dan natural. Berikut merupakan sifat fisik dari rubber dam (Four D Rubber, 2018).

Tabel 2.1 Sifat Fisik dari Rubber Dam (Four D Rubber, 2018)

No. Parameter Nilai

1. Kuat Tarik 20 MPa

2. Modulus pada pemanjangan 500 % 1,3 MPa

3. Pemanjangan saat putus 800 %

4. Kekuatan Sobek 70 N/mm

(35)

2.2 Biodegradasi

Total konsumsi karet dunia yang bersangkutan diperkirakan mencapai 26,8 juta metrik ton, yang meliputi 12,3 ton karet alam (NR) dan 14,5 juta ton karet sintetis.

Lateks karet alam diterapkan dalam fabrikasi lebih dari 40.000 produk karena dicirikan oleh elastisitas dan kelenturan yang baik, kekuatan, dan ketahanan terhadap kelelahan.

Dari yang dilaporkan, tidak mengherankan bahwa pembuangan produk lateks karet alam, setelah penggunaan, merupakan salah satu masalah utama limbah padat di seluruh dunia. Berbagai penelitian mengenai biodegradasi karet alam dan sintetis telah diusulkan sebagai alternatif yang valid untuk mengatasi masalah lingkungan yang disebabkan oleh penumpukan limbah karet yang tidak terkendali yang lazim di tanah (Mollea dan Bosco, 2020).

Biodegradasi atau degradasi biotik atau penguraian biotik adalah penguraian bahan kimia oleh bakteri atau cara biologis lainnya. Istilah ini sering digunakan dalam kaitannya dengan ekologi, pengelolaan limbah, biomedis dan lingkungan alami (bioremediasi) dan sekarang umumnya dikaitkan dengan produk ramah lingkungan yang mampu terurai kembali menjadi unsur-unsur alami. Produk yang “dapat terurai secara hayati” memiliki kemampuan untuk diuraikan, dengan aman, andal, dan relatif cepat, dengan cara biologis, menjadi bahan baku alam dan menghilang ke alam (Patel, dkk., 2011).

Biodegradasi didefinisikan sebagai pengurangan berat molekul dengan mikroorganisme yang terjadi secara alami seperti bakteri, jamur, dan aktinomiset (Gnanavel, dkk., 2012). Biodegradasi dianggap sebagai jenis degradasi, yang melibatkan aktivitas biologis. Organisme hidup yang lebih besar dapat berperan tetapi organisme yang paling penting adalah bakteri dan jamur. Salah satu definisi dari polimer yang dapat terbiodegradasi adalah polimer yang dapat terdegradasi di mana mekanisme degradasi primer adalah melalui aksi dan metabolisme mikroorganisme.

Selama proses biodegradasi, molekul polimer dengan berat molekul tinggi terurai menjadi senyawa dengan berat molekul rendah dan akhirnya karbon dioksida dan air oleh ekso dan endo-enzim atau disekresikan produk samping. Biomassa meningkat dengan meningkatnya populasi mikroba. Oleh karena itu, biodegradasi polimer dapat dinilai dengan mengukur sifat-sifat kimianya, kemunduran fisik, sifat-sifat kimia dari

(36)

produk-produk baru yang dibentuk, dan / atau pengamatan pertumbuhan mikroba pada substrat polimer (Jayasekara, dkk., 2005).

Biodegradasi merupakan mekanisme pelemahan penting dari konsentrasi kontaminan dalam air tanah dan tanah. Biodegradasi ketika itu terjadi, membatasi migrasi polutan dan mengurangi massa kontaminan di bawah permukaan.

Biodegradasi adalah reaksi biokimiawi yang dimediasi oleh mikroorganisme (Eskander dan Saleh, 2017).

Biodegradasi yaitu pemecahan zat organik oleh aktivitas mikroba yang melibatkan serangkaian reaksi enzimatik. Umunya terjadi karena senyawa tersebut dimanfaatkan sebagai sumber makanan (substrat). Biodegradasi disebut juga dengan mineralisasi, dengan produk akhirnya berupa karbon dioksida dan air yang dipakai dalam pengolahan limbah (Ginting dan Hasibuan, 2012). Degradasi molekul bisa dilakukan pada keadaan aerobik dan anaerobik. Polimer linear umumnya lebih biodegradable daripada polimer bercabang. Biodegradabilitas dari bahan polimer bisa dilakukan dalam berbagai lingkungan seperti di tanah, kompos dan cuaca (Siddiquee dkk., 2014).

Proses degradasi oleh mikroba dapat mempengaruhi produk lateks karet alam.

Dalam proses biodegradasi, mikroorganisme menyerang polimer untuk mengambil sumber karbon yang dibutuhkannya. Proses degradasi kemudian berlanjut dengan jalan memperluas permukaan melalui pengikisan dan pelubangan material polimer.

Dengan adanya pengikisan dan pelubangan ini, maka kecepatan degradasi akan meningkat karena lubang yang terbentuk mempercepat difusi oksigen dan enzim ke dalam matriks polimer (Ginting dan Hasibuan, 2012). Mikroorganisme menghasilkan enzim yang mengkatalisis reaksi dengan menggabungkan atau kombinasi substrat.

Faktor yang mempengaruhi mikroba yaitu suhu, ketersediaan oksigen, penanaman dalam tanah, kedalaman produk ditanam, kelembaban dan ukuran (Lake, 2013).

Zat aditif seperti pengisi dapat meningkatkan kemampuan biodegradasi dari material karet (Rose dan Steinbuchel, 2005). Degradasi dari karet meliputi dua langkah reaksi. Mikroba mampu mendegradasi rantai isoprena utama menjadi dua bagian. Pada langkah pertama, polimer awalnya dengan berat molekul yang sangat tinggi didegradasi menjadi polimer dengan berat molekul sedang. Pada langkah kedua, polimer dengan berat molekul sedang didegradasi lagi menjadi polimer dengan berat

(37)

molekul rendah. Mikroba dapat mendegradasi karet alam secara efektif. Mikroba tersebut memanfaatkan hidrokarbon dari lateks karet alam sebagai sumber utama karbon dan energi. Kemudian mampu untuk menghasilkan produk degradasi dengan berat molekul rendah (Cherian dan Jayachandran, 2009).

Untuk mencegah pencemaran lingkungan, maka dilakukan penelitian tentang biodegradasi. Menurut Sareena dkk (2014), dilakukan uji biodegradasi terhadap karet alam berpengisi tepung kulit kacang tanah dan tepung cangkang kelapa. Diperoleh bahwa penambahan pengisi organik dan ukuran partikel pengisi berpengaruh terhadap biodegradasi produk tersebut dimana semakin banyak jumlah pengisi maka berat yang hilang akan meningkat. Sifat mekanik dan kuat tarik menurun setelah diberi pengisi organik dalam uji penanaman di tanah yang menandakan bahwa telah terjadi degradasi produk karena penambahan pengisi.

Menurut Kamil dkk (2012), dilakukan uji biodegradasi dengan teknik penanaman terhadap produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit pisang.

Penambahan pembebanan tepung kulit pisang yang diputihkan akan meningkatkan kemampuan biodegradasi produk lateks karet alam. Produk lateks karet alam dengan pembebanan pengisi tepung kulit pisang yang diputihkan lebih cepat terbiodegradasi dibandingkan produk lateks karet alam yang tidak diberi pengisi. Proses biodegradasi produk yang ditanam dengan pemupukan lebih cepat dibanding produk yang tanpa pemupukan. Hasil FT-IR menunjukan bahwa cis-1,4-poliisoprena berhasil digunakan sebagai sumber karbon dan diuraikan oleh mikroba.

Menurut Khoesoema dkk (2012), dilakukan uji biodegradasi dengan pencuacaan alami terhadap produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit pisang. Hasil FT-IR menunjukan bahwa produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit pisang yang diputihkan juga mengalami degradasi. Setelah penggantungan, produk lateks karet alam yang tidak berpengisi menjadi lebih lembut dan lengket karena oksidasi oksigen dan degradasi oleh sinar ultraviolet sementara produk karet berpengisi tepung kulit pisang yang diputihkan tidak begitu lembut karena sinar ultraviolet tidak dapat menembus matriks karet karena adanya pengisi, sehingga lebih tahan untuk produk yang terpapar sinar matahari dan cuaca.

(38)

2.3 Lateks Karet Alam

Natural rubber latex (NRL) atau lateks karet alam yang diekstraksi dari Hevea brasiliensis (pohon karet) adalah sistem koloid yang mengandung 50% air, 4-5% non karet (seperti protein, lemak, dll.), dan 30–45% partikel karet (cis-1,4- poliisoprena).

Belakangan ini lateks karet alam banyak digunakan dalam artefak seperti sarung tangan, kondom, dan dot botol bayi (Borges, dkk., 2014).

Lateks karet alam adalah getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet (Hevea brasilliensis), berwarna putih dan berbau segar. Cara penyadapan dan penanganan karet alam sangat berpengaruh kepada sifat bekuan sekaligus tingkat kebersihannya. Getah lateks karet alam dari Hevea brasilliensis dalam satu kali penyadapan dapat diperoleh sekitar 200-400 ml, yang mengandung berbagai komponen non karet, baik organik maupun inorganik pada penambahan karet. Lateks memiliki sifat kurang mantap sehingga harus diolah secepat mungkin. Umumnya, komposisi dari lateks karet alam meliputi karet (30-40 %), resin (1-2 %), protein (2- 2,5 %), gula (1-1,5 %), abu (0,7-0,9 %) dan air (55-60 %) (Andriyanti dkk, 2010).

Gambar 2.2 Struktur Umum Lateks cis-1,4-poliisoprena (Matador, 2007) Natural rubber latex (NRL) atau lateks karet alam adalah sistem polikoloid dari partikel karet dan juga partikel non karet dalam serum berair. Dalam Hevea brasiliensis, partikel-partikel karet pada prinsipnya adalah cis-1,4-poliisoprena yang di enrobed dalam suatu lapisan pelindung membran protein-fosfolipid-protein. Selama koagulasi yang spontan, karbohidrat dalam lateks karet alam dioksidasi menjadi asam format, asam asetat dan asam propionat dll oleh bakteri dan kompleks protein- fosfolipid dihidrolisis oleh enzim, yang merusak stabilitas lateks karet alam. Ketika lateks karet alam terkoagulasi, beberapa komponen nonrubber dapat tetap berada di koagulum (Zhong, dkk., 2009).

Lateks kebun umumnya mengandung kadar karet kering (KKK) antara 25–35%.

Lateks ini belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan belum sesuai untuk digunakan sebagai bahan industri karet pada umumnya. Dengan demikian, lateks perlu

(39)

dipekatkan terlebih dahulu hingga memiliki kadar karet kering 60% atau lebih. Lateks dengan kadar karet kering 60% ini disebut dengan lateks pekat (concentrated latex).

Proses pembuatan lateks pekat dihasilkan dengan pemusingan (centrifuging), pendadihan (creaming) dan penguapan (evaporating). Pada umumnya pengolahan lateks pekat dengan cara pemusingan ditujukan untuk memproduksi lateks pekat amonia tinggi (HA-centrifuge). Lateks pekat hasil pemusingan kemudian ditambahkan dengan NH3 sehingga kadar NH3 dalam lateks menjadi 0,7% atau lebih (Yuliana, 2015).

2.4 Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

Kompon lateks merupakan campuran dari lateks karet alam dengan berbagai bahan kimia yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk akhir berupa vulkanisat dengan proses tertentu. Kompon lateks diperlukan dalam pembuatan produk film lateks karet alam. Berbagai bahan kimia yang digunakan berupa bahan penyambung silang, bahan pemercepat reaksi, bahan pengaktif, bahan penstabil, bahan antioksidan, bahan pengisi dan bahan penyerasi.

2.4.1 Bahan Penyambung Silang

Proses sambung silang pada karet, biasanya disebut dengan vulkanisasi, adalah proses pembentukan struktur jaringan tiga dimensi dari molekul polimer yang linear melalui proses kimia ataupun fisika. Struktur jaringan tiga dimensi merupakan hal utama yang akan mempengaruhi sifat elastis dari karet (Akiba dan Hasyim, 1997).

Sistem vulkanisasi terutama kumpulan aditif yang diperlukan untuk mengubah molekul polimer linier dasarnya menjadi jaringan tiga dimensi dengan penyisipan ikatan silang. Vulkanisasi sulfur biasanya dilakukan secara industri dengan memanaskan karet plastis mekanis dengan sulfur (Joseph, dkk., 2015). Bahan vulkanisasi yang paling sering digunakan pada karet adalah sulfur. Hal ini dikarenakan karet alam mengandung poliisoprena yang memiliki banyak ikatan rangkap dan bereaksi dengan sulfur membentuk suatu jaringan tiga dimensi serta mempengaruhi sifat karet seperti kekuatan dan ketahanannya (Kato dkk, 2015).

(40)

2.4.2 Bahan Pencepat Reaksi (Accelerator)

Akselerator vulkanisasi penting untuk vulkanisasi sulfur. Vulkanisasi sulfur dilakukan dengan memanaskan karet yang ditambahkan dengan sulfur. Tetapi, itu berlangsung sangat lambat tanpa adanya akselerator vulkanisasi, dan sifat-sifat karet vulkanisasinya lebih rendah. Akselerator vulkanisasi meningkatkan reaksi vulkanisasi dan meningkatkan kualitas karet (Komatsu, 2009).

Bahan pencepat reaksi merupakan bahan penting dalam sistem pematangan dengan sulfur. Bahan ini secara signifikan akan mengurangi waktu vulkanisasi, menurunkan suhu vulkanisasi dan meningkatkan efisiensi ikatan sulfur dalam karet untuk membentuk sambung silang. Umumnya, untuk mendapatkan sifat vulkanisat yang optimal maka jumlah akselerator yang digunakan sedikit (Matador, 2007). Dalam proses vulkanisasi, ZDEC sering dihubungkan dengan pemercepat dan peningkat pembentukan sambung silang sehingga meningkatkan sifat fisika dari produk akhir.

Reaksi dari ZDEC dan ZnO dengan sulfur membentuk kompleks sulfur-pemercepat aktif yang cocok untuk memicu pembentukan ikatan sambung silang sulfur di antara rantai polimer dan menghasilkan sambung silang mono-, di-, atau polisilfidik (Qamarina dan Amir, 2009).

2.4.3 Bahan Pengaktif (Activator)

Bahan pengaktif merupakan bahan yang digunakan untuk mengaktifkan bahan pemercepat pada saat proses vulkanisasi. Zink oksida (ZnO) merupakan bahan pengaktif yang paling umum digunakan untuk meningkatkan laju dan efisiensi vulkanisasi. Kation zink dari zink oksida akan bereaksi dengan bahan pemercepat membentuk kompleks aktif zink-bahan pemercepat yang merupakan langkah utama dalam proses vulkanisasi. Kompleks ini akan bereaksi dengan sulfur untuk membentuk agen aktif yang berinteraksi dengan bagian alilik dari karet untuk membentuk ikatan sambung silang (Ganjali dkk, 2009). Selain itu, ZnO juga bisa bertindak sebagai pengisi atau pewarna putih alami dalam komposisi karet. Bahan pengaktif lain yang bisa digunakan yaitu MgO, PbO dan Pb3O4 dimana penggunaannya pada kondisi tertentu (Matador, 2007).

Kemampuan oksida logam dalam meningkatkan efisiensi sistem pematangan berbasis sulfur telah ditemukan pada awal sejarah vulkanisasi, dan oksida logam yang

(41)

paling berguna yang diterapkan dalam peran "pengaktif" adalah seng oksida. ZnO memiliki efek signifikan pada jumlah dan sifat ikatan silang antara rantai karet molekuler dan maka dari itu dapat mengubah sifat fisik dari lateks karet alam (Joseph, dkk., 2015).

2.4.4 Bahan Penstabil (Stabilizer)

Penambahan bahan kimia tertentu ke dalam lateks umumnya akan menurunkan stabilitas koloid. Misalnya dengan penambahan zinc oksida, lateks akan mengental sampai batas tertentu sehingga stabilitas lateks sangat terpengaruh. Karenanya lateks harus distabilkan terlebih dahulu sebelum penambahan bahan kimia. Kalium hidroksida (KOH) digunakan secara luas sebagai alkali penstabil dimana penambahan KOH akan menjaga stabilitas dari lateks yang digunakan (Sebastian, 2005).

Perpindahan bahan penstabil dari elemen karet ke area luarnya, karena proses difusi, dapat meningkatkan konsentrasi efektif antioksidan, mengintensifkan ketahanan terhadap degradasi untuk area itu (Parra, dkk., 2000).

2.4.5 Bahan Antioksidan (Antioxidant)

Penghambatan oksidasi dalam polimer selama fabrikasi dan pemrosesan sangat penting untuk memastikan stabilitas polimer dalam jangka waktu tertentu terhadap beragam kondisi lingkungan seperti dengan penambahan antioksidan. Antioksidan adalah zat yang ditambahkan dalam jumlah kecil untuk memperpanjang umur dan mencegah material dari oksidasi. Hal ini dikarenakan bahan antioksidan bisa bereaksi dengan oksigen dan radikal bebas sehingga mencegah terdegradasinya vulkanisat karet (Suhaimi, 2015).

Antioksidan alami atau sintetis yang efektif dapat memperlambat dan meminimalkan oksidasi dengan bereaksi dengan oksigen dan radikal bebas. Mereka juga menghambat pembentukan radikal peroksida. Namun, tidak ada cara untuk sepenuhnya menghindari oksidasi bahan karet. Oksidasi dapat diakhiri dengan pemotongan rantai utama, ikatan silang, degradasi, atau modifikasi dari ikatan silang (Oncel, dkk., 2019).

(42)

2.4.6 Bahan Penyerasi (Compatibilizer)

Banyak upaya untuk meningkatkan keserasian dalam pematangan telah dilakukan seperti menggunakan compatibilizer, akselerator, dan mengendalikan migrasi kuratif. Compatibilizer atau bahan penyerasi digunakan sebagai agen penyerasi untuk membuat dispersi yang lebih baik di antara campuran karet (Mayasari, dkk., 2019).

Bahan penyerasi adalah bahan kimia yang mempunyai satu segmen kimia untuk menyambungkan satu polimer dan segmen kimia yang kedua dengan polimer yang lain dengan cara membentuk ikatan kovalen antara dua fasa. Penggunaan bahan penyerasi akan mengurangi kedua fasa polimer terpisah dengan cara meningkatkan pelekatan antar muka antara kedua fasa. Umumnya bahan penyerasi merupakan kopolimer blok atau cangkok yang terdiri dari segmen berlainan dengan cara kimia akan serasi dengan fasa matriks polimer yang digunakan (Maulida, 2010).

2.4.7 Bahan Pengisi (Filler)

Secara umum, lateks karet alam memiliki sifat fisik dan mekanik yang rendah.

Untuk membuat produk lateks karet alam dengan sifat fisik dan mekanik yang baik, memerlukan bahan kuratif. Selain bahan kuratif, pengisi juga harus ditambahkan.

Dalam penelitian ini selulosa digunakan sebagai pengisi organik. Penambahan pengisi selulosa dalam senyawa lateks karet alam diharapkan dapat meningkatkan kinerja bahan yang lebih baik sehubungan dengan sifat mekanik (Harahap, dkk., 2018).

Bahan pengisi ditambahkan dalam kompon lateks karet alam untuk menambah berat dan mengurangi biaya produksi serta berkontribusi dalam peningkatan pemrosesan atau sifat dari produk. Penambahan bahan pengisi akan meningkatkan sifat seperti kekuatan tarik, kekuatan robek dan ketahanan terhadap abrasi. Bahan pengisi terdapat dua jenis yaitu sebagai bahan pengisi aktif dan tidak aktif.

Karakteristik dari bahan pengisi yang akan menentukan sifat dari pengisi dan mempengaruhi terhadap kompon karet yaitu ukuran partikel, luas permukaannya dan keaktifan permukaan (Tugau, 2010).

(43)

2.4.8 Bahan Pewarna

Pewarna yang digunakan dalam pembuatan produk dapat mempengaruhi penampilan dan aroma yang diberikan kepada produk. Pewarna dapat dihasilkan dari tumbuhan maupun hewan dan juga dapat dibuat dari bahan kimia sintetik (Tama, dkk., 2014). Penggunaan pewarna sintetis dapat menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan. Pewarna alami merupakan alternatif pewarna yang tidak toksik, dapat diper- baharui (renewable), mudah terdegradasi dan ramah lingkungan (Pujilestari, 2015).

2.5 Kulit Kacang Tanah Sebagai Pengisi

Kacang (Arachis hypogaea) adalah tanaman yang tumbuh terutama untuk buah- buahannya dan merupakan salah satu tanaman pangan penting dunia. Kacang sering disebut kacang tanah karena polongnya tumbuh di bawah tanah. Produksi kacang menghasilkan limbah kulit kacang dalam jumlah besar. Upaya untuk menemukan pemanfaatan bahan limbah ini sebagian besar menghasilkan nilai yang rendah atau aplikasi terbatas (Obasi, 2015).

Sejauh ini pemanfaatan kacang tanah (Arachis hypogaea) masih terbatas pada pengolahan bijinya, kemudian diolah menjadi beranekaragam produk makanan ringan dan bumbu masakan. Namun pemanfaatan untuk kulitnya belum maksimal dimana kulit kacang tanah memiliki kandungan makronutrien yang belum banyak dimanfaatkan (Utomo, 2015). Kulit kacang tanah adalah produk limbah agro-industri yang jumlahnya melimpah. Secara global, 45,6 juta metrik ton kacang diproduksi setiap tahun dimana untuk setiap 1 kg kacang yang diproduksi, dihasilkan kulit kacang sebesar 230 – 300 g. Kulit kacang adalah sumber daya terbarukan yang bisa dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti makanan, pakan, kertas dan bioenergi industri (Anike dkk, 2016). Berikut ini merupakan tabel produksi kacang tanah di Indonesia menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

(44)

Tabel 2.2 Jumlah Produksi Kacang Tanah di Indonesia (Kementerian Pertanian Republik Indonesia)

Tahun Produksi (Ton)

2014 638.896

2015 605.449

2016 570.477

2017 497.447

2018 512.198

Dari Tabel 2.2 di atas, terlihat bahwa produksi kacang tanah di Indonesia pada tahun 2014 – 2018 cukup banyak sehingga kulit kacang tanah yang dihasilkan juga melimpah. Kulit kacang tanah memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai bahan pengisi organik dalam produk lateks karet alam. Berikut ini merupakan tabel dari komposisi kimia kulit kacang tanah.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Kacang Tanah (Punnadiyil dkk, 2016) Parameter Kandungan, % (w/w)

Selulosa 35,7

Hemiselulosa 18,7

Lignin 30,2

Abu 5,9

Dari Tabel 2.3 di atas, dapat dilihat bahwa kulit kacang tanah memiliki kandungan selulosa sebesar 35,7%. Melihat potensi dari limbah kulit kacang tanah yang mengandung selulosa yang cukup tinggi, maka kulit kacang tanah dijadikan selulosa mikrokristal dalam produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan mikroselulosa dapat memiliki luas permukaan yang tinggi dan bisa diperbaharui (Bano dan Yuvraj, 2017).

Seperti halnya bahan selulosa lainnya, kulit kacang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan mikrofibril lignin, yang dikelompokkan ke dalam makrofibril. Oleh karena itu, pemanfaatan kulit kacang (cangkang) sebagai pengisi alami akan mendorong rute aplikasi baru dalam konversi limbah pertanian menjadi sumber daya yang berguna untuk industri. Ini mempromosikan seruan universal untuk meningkatkan kelestarian lingkungan melalui pengurangan limbah padat kota dan generasi “limbah ke kekayaan” (Obasi, 2015). Kulit kacang tanah memiliki potensi untuk dijadikan bahan pengisi karena tersedia dalam jumlah yang banyak dan memiliki kandungan selulosa yang dapat disintesis menjadi selulosa mikrokristal serta dapat memanfaatkan limbah untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Penggunaan

Gambar

Gambar 2.1 Rubber Dam (Mohammed, 2017)
Gambar 2.3 Hasil FTIR pada Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Sagu Setalah  Biodegradasi
Gambar 2.4 Hasil SEM pada Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Kacang  Setalah Penanaman Dalam Tanah
Gambar 2.5 Hasil XRD Selulosa Mikrokristal dari Limbah Tongkol Jagung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan Tepung Kulit Pisang sebagai Pengisi pada Produk Lateks Karet alam dengan Teknik Pencelupan.Laporan Penelitian.. Medan: Universitas

Aplikasi web administrasi yang telah dibuat dapat memenuhi kebutuhan dasar dari proses bisnis Kiddy Baby Shop, dan masalah dalam pencatatan administrasi semua lebih

Kelompok I terdiri atas 4 petak (A, B, C, dan D) yang terdapat pada daerah relatif tinggi dengan kelerengan tajam, kelompok II terdiri atas 2 petak (G dan I) pada daerah relatif

Berdasarkan uji simultan (Uji F) dan analisis yang dilakukan diperoleh bahwa baik pada program studi farmasi fakultas farmasi dan program studi kimia fakultas MIPA

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Locus of Control Eksternal berpengaruh dan sebaliknya Work-Life Balance tidak berpengaruh terhadap Job Burnout Anggota Polri

Pembahasan mengenai konsep paguron menurut Ki Hadjar Dewantara selain menggunakan buku yang memuat pikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan, yaitu Bagian

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Stasion Meteorologi Maritim Semarang dari tahun 1977 sampai dengan 1997 diperoleh data angin bulanan yang disajikan dalam bentuk

Dalam beberapa kasus, remaja mempunyai kontrol diri yang rendah sehingga tidak dapat mengendalikan emosi dengan sangat baik Kurangnya kemampuan kontrol diri