• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN NUMERIK GARIS PANTAI DENGAN PERSAMAAN DIFUSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMODELAN NUMERIK GARIS PANTAI DENGAN PERSAMAAN DIFUSI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN NUMERIK GARIS PANTAI DENGAN PERSAMAAN DIFUSI

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

NOVIA ARISANDI 12 0404 064

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PEMODELAN NUMERIK GARIS PANTAI DENGAN PERSAMAAN DIFUSI

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum / Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh:

NOVIA ARISANDI 12 0404 0664

Pembimbing

Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc NIP. 19660417 199303 1 004

Penguji I Penguji II

Ir. Alferido Malik Ivan Indrawan, ST.MT

NIP. 1930504 198103 1 003 NIP. 1930504 198103 1 003

Mengesahkan:

Ketua Departemen Teknik Sipil

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

2016

(4)

ABSTRAK

Perubahan garis pantai dipengaruhi oleh proses alam seperti gelombang, arus, dan sedimentasi. Proses alam tersebut mengakibatkan terjadinya erosi dan abrasi pada pantai.

Perubahan garis pantai baik maju atau mundur menimbulkan berbagai permasalahan, seperti hal pemanfaatan lahan dan terancamnya aktivitas manusia. Untuk itu dibutuhkan suatu kemampuan untuk memprediksi perubahan garis pantai.

Pergerakan garis pantai dievaluasi dengan membuat pemodelan numerik menggunakan persamaan difusi dan one line model. Data-data parameter fisik yang digunakan merupakan data-data yang sudah disesuaikan berdasarkan literature yang ada.

Setiap pemodelan membandingkan persamaan secara implisit dan eksplisit. Perhitungan dilakukan menggunakan program Matlab.

Pemodelan One Line Model secara Eksplisit menghasilkan nilai y yang sangat bervariasi namun memiliki keterbatasan karena metode ini dibatasi dengan waktu. Pemodelan One Line Model secara Impisit menghasilkan nilai y yang tidak jauh berbeda dengan pemodelan secara Eksplisit. Pemodelan ini lebih stabil dan tidak berbatas dengan perubahan waktu namun memiliki persamaan atau perhitungan yang lebih rumit dibandingkan dengan metode Explisit. Pemodelan dengan persamaan difusi secara Eksplisit menghasilakn nilai y bervariasi namun memiliki keterbatasan yaitu karena dibatasi dengan nilai time step yang dapat mempengaruhi kestabilan. Pemodelan dengan persamaan difusi secara Implisit menghasilkan nilai y bervariasi dan nilai y tidak terlalu jauh dengan persamaan difusi secara eksplisit namun memiliki keterbatasan yaitu penginputan data script lebih rumit.

Hasil pemodelan menunjukkan bahwa perbandingan besar perubahan garis pantai dengan model difusi dan one line model ternyata tidak jauh beda. Namun lebih disarankan menggunakan one line model atau persamaan difusi secara implisit karena menghasilkan perhitungan dan pemodelan yang lebih stabil dan tidak terbatas perubahan waktu.

Kata kunci: garis pantai, model difusi, one line model.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat karunia-Nya, serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Sholawat dan Salam tidak lupa pula saya curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa kita menuju alam yang terang benderang akan ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Tugas Akhir ini berjudul “PEMODELAN NUMERIK GARIS PANTAI DENGAN PERSAMAAN DIFUSI”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat menempuh jenjang pendidikan Strata Satu (S-1) pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, tentunya tidak dapat terlepas dari segala hambatan dan rintangan, namun berkat bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak serta dukungan dan saran dari berbagai pihak, akhirnya Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk tidak berlebihan kiranya dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan begitu banyak ilmu yang tak ternilai harganya serta masukan- masukan, tenaga, pikiran yang dapat membimbing saya sehingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

(6)

4. Bapak Ir. Alferido Malik dan Bapak Ivan Indrawan,ST.MT selaku dosen pembanding / penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Dan juga Bapak Ir.

Terunajaya, M.Sc selaku koordinator sub-jurusan TSA.

5. Bapak/Ibu Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang bermanfaat selama saya menempuh pendidikan di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak/Ibu Staf TU Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dalam proses administrasi selama saya menempuh pendidikan di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua saya yang telah sabar membesarkan, mendidik, selalu senantiasa memberikan dukungan semangat dan doa kepada saya. Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan dan kasih saying yang tiada henti. Dan juga kepada Nantulang yang selama ini memberikan dorongan moril dan materil.

8. Ketiga adikku tersayang Doni, Sofie dan Romi. Serta abang dan kakakku Bang Henry, Bang Erik, dan Kak Citra yang selalu memberikan dukungan dan doa sehingga saya tetap semangat mengerjakan tugas akhir ini.

9. Rekan mahasiswa seperjuangan 2012 , Hafni, Aulia, Ilham, Rissa, Onzet, Anshar, Puter, Nirwan, Ridwan, Fadel, Bidin, Tama, Tyo, Hendra dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih kepada semuanya yang telah banyak membantu selama ini.

(7)

10. Robi Arianta Sembiring, ST. M.Eng. sebagai partner yang setia menemani, membantu, serta memotivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

11. Sahabatku, Malida, Anis, Ana, Eka, Dini, Bece terima kasih sudah setia menemani selama ini.

12. Abang- abang dan Adik-adik mahasiswa stambuk 2010, 2013, 2014, 2015 yang telah banyak membantu memberikan dukungan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Saya menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menambah pengetahuan dan wawasan saya di masa depan.

Akhirnya saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya dan rekan-rekan serta adik-adik di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Medan, Januari 2017

Novia Arisandi 120404064

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……….... i

ABSTRAK ……….. ii

KATA PENGANTAR ……….……… iii

DAFTAR ISI ……….……….. vi

DAFTAR TABEL ……….. ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR NOTASI ……….……… xii

BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Perumusuan Masalah ……… 3

1.3 Pembatasan Masalah ………. 3

1.4 Tujuan Penelitian ……….. 4

1.5 Manfaat Penelitian ……… 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 5

2.1 Definisi Pantai ………. 5

2.2 Gelombang ……….. 9

2.3 Transformasi Gelombang dari Laut Lepas Menuju Pantai ……... 13

2.3.1 Refraksi dan Pendangkalan Gelombang ……… 13

2.3.2 Difraksi Gelombang ……….... 16

2.3.3 Refleksi Gelombang ………... 17

2.4 Arus di Dekat Pantai ……….. 18

(9)

2.5 Gelombang Pecah ………..……….... 20

2.6 Transpor Sedimen Pantai ………..…... 23

2.7 Model Perubahan Garis Pantai ……….……… 25

2.8 One Line Model ………..………… 27

2.8.1 One Line Model secara Eksplisit ………. 30

2.8.2 One Line Model secara Implisit ………….………... 32

2.9 Persamaan Difusi (Diffusion Equation) …………...…………. 34

2.9.1 Persamaan difusi secara Eksplisit ………. 34

2.9.2 Persamaan difusi secara Implisit ……… 35

2.9.3 Persamaan difusi secara Crank Nicolson …………...…… 36

2.10 Program MATLAB ……… 37

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………. 38

3.1 Identifikasi Masalah ………. 39

3.2 Tahap Studi Kepustakaan ………. 40

3.3 Tahap Penentuan Data yang Diperlukan ……….. 40

3.4 Tahap Pengolahan Data ……… 40

3.5 Sistematika Penulisan ……….. 41

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 43

4.1 Umum ……….……… 43

4.2 Model Klasik One Line Model ……….. 44

4.2.1 Skenario Pemodelan ……….. 44

4.2.2 Hasil dan Analisa Pemodelan ………….……… 45

(10)

Eksplisit dan Implisit ………...……… 53

4.3 Pemodelan dengan Persamaan Difusi ……… 54

4.3.1 Skenario Pemodelan ……… 54

4.3.2 Hasil dan Analisa Pemodelan ………. 55

4.3.3 Perbandingan Hasil Pemodelan dengan Persamaan Difusi secara Eksplisit, Implisit dan Crank Nicolson ……….………. 67

4.4 Perbandingan Hasil Pemodelan dengan One Line Model dan Persamaan Difusi ……….…… 68

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 69

5.1 Kesimpulan ………... 69

5.2 Saran ………. 70

DAFTAR PUSTAKA ……… 71

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Koefisien Refleksi ……… 18 Tabel 2.2 Kriteria Gelombang Pecah Thornton dan Guza ………... 22 Tabel 4.1 Perintah kerja untuk program MatLab untuk One Line Model secara Eksplisit ……….... 46 Tabel 4.2 Nilai Perubahan Garis Pantai dengan metode One Line Model secara Eksplisit ………...…. 47 Tabel 4.3 Perintah kerja untuk program MatLab untuk One Line Model secara Implisit ………..……49 Tabel 4.4 Nilai Perubahan Garis Pantai dengan metode One Line Model secara Implisit ………... 51 Tabel 4.5 Perintah kerja untuk program MatLab untuk Persamaan Difusi secara Eksplisit ……….... 55 Tabel 4.6 Nilai Perubahan Garis Pantai dengan metode Persamaan Difusi secara Eksplisit ……….... 57 Tabel 4.5 Perintah kerja untuk program MatLab untuk Persamaan Difusi secara Implisit ………. 59 Tabel 4.6 Nilai Perubahan Garis Pantai dengan metode Persamaan Difusi secara Implisit ……….……….… 61 Tabel 4.7 Perintah kerja untuk program MatLab untuk Persamaan Difusi secara Crank Nicolson ………. 63 Tabel 4.8 Nilai Perubahan Garis Pantai dengan metode Persamaan Difusi secara Crank Nicolson ……….… 65

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Definisi dan Batasan Pantai ………... 5

Gambar 2.2 Definisi dan Karakteristik Gelombang di Daerah Pantai …………... 8

Gambar 2.3 Gelombang Pembangun atau Pembentuk Pantai ………... 10

Gambar 2.4 Gelombang Perusak Pantai ………... 11

Gambar 2.5 Refraksi Gelombang dengan Berbagai Tipe Bentuk Garis Pantai ………... 15

Gambar 2.6 Difraksi Gelombang di Belakang Rintangan….………... 17

Gambar 2.7 Profil Gelombang Sinusoidal di Laut Lepas ……… 20

Gambar 2.8 Tipe Gelombang pada Saat Pecah ……… 21

Gambar 2.9 Transpor Sedimen Sepanjang Pantai ……… 24

Gambar 2.10 Konsentrasi Sedimen, Arus dan Transpor Sepanjang pantai ………..……. 25

Gambar 2.11 Pembagian Garis Pantai Menjadi Sederetan Sel ……… 27

Gambar 2.12 Angkutan Sedimen yang Masuk dan Keluar ……….. 27

Gambar 2.13 Sedimen Masuk dan Keluar ………... 28

Gambar 2.14 Skematik Diagram untuk One Line Model ……… 29

Gambar 2.15 Skematik diagram untuk Pemodelan Numerik ……….. 29

Gambar 2.16 Skema Eksplisit ………. 36

Gambar 2.17 Skema Implisit ………... 37

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian Tugas Akhir ………. 38

Gambar 4.1 Hasil plot (gambar) dari MatLab yang menunjukan hasil perubahan garis pantai metode One Line Model Eksplisit ………...……… 48

(13)

Gambar 4.2 Hasil plot (gambar) dari MatLab yang menunjukan hasil perubahan garis pantai metode One Line Model secara Implisit ...……… 52 Gambar 4.3 Hasil plot (gambar) Perbandingan yang menunjukan hasil perubahan garis pantai dengan One Line Model secara Eksplisit dan Implisit……….. 53 Gambar 4.4 Hasil plot (gambar) dari MatLab yang menunjukan hasil perubahan garis pantai dengan persamaan difusi secra eksplisit ……...……… 58 Gambar 4.5 Hasil plot (gambar) dari MatLab yang menunjukan hasil perubahan garis pantai dengan persamaan difusi secara implisit ………...……….. 62 Gambar 4.5 Hasil plot (gambar) dari MatLab yang menunjukan hasil perubahan garis pantai dengan persamaan difusi secara crank nicolson ……….. 66 Gambar 4.6 Hasil plot (gambar) Perbandingan yang menunjukan hasil perubahan garis pantai dengan Persamaan Difusi secara Eksplisit, Implisit dan Crank Nicolson

……...…… 67 Gambar 4.7 Hasil plot (gambar) Perbandingan yang menunjukan hasil perubahan garis pantai metode One Line Model dan Persamaan Difusi secara Eksplisit dan implisit maupun Crank Nicolson ………...……… 68

(14)

DAFTAR NOTASI

𝐴 = Amplitudo Gelombang 𝐵 = Tinggi bibir pantai

𝐶𝑞 = Kecepatan grup gelombang 𝐺 = Difusivitas sejajar pantai

𝑄 = Debit pergerakan sedimen pantai t = waktu

𝑥 = absis searah sepanjang pantai 𝑦 = jarak profil pantai

𝑒𝑟𝑓 = fungsi error

𝜎 = kemiringan bibir pantai

∆𝑥 = kenaikan absis searah sepanjang pantai

∆𝑦 = kenaikan jarak profil pantai

∆𝑏 = sudut gelombang pecah

∆𝑡 = kenaikan waktu 𝐻𝑏= Breaking wave height 𝐾 = Dimensionless parameter 𝑘 = breaking index

𝑔 = percepatan gravitasi (m/s2) 𝑠 = specific gravity

𝑝 = porosity

= depth of closure

𝛽𝑖 = sudut untuk garis pantai normal

(15)

𝛼𝑏𝑖 = sudut dari refraksi gelombang pecah 𝛿𝑏 = sudut gelombang pecah

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Triatmodjo (1999), daerah pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut, sehingga dalam pengembangannya perlu memperhatikan ekosistem pesisir terutama kawasan pantai. Kawasan pantai ini sangat dinamis karena mengalami kontak langsung dengan aktivitas manusia dan aktivitas alam terutama yang terjadi di laut. Selain itu, pantai merupakan interaksi antara darat, laut, dan udara, sehingga pantai merupakan kawasan yang sangat kompleks.

Upaya manusia dalam memanfaatkan kawasan pantai sering tidak dilandasi pemahaman yang baik tentang perilaku pantai. Akibatnya, berbagai masalah pantai bermunculan. Salah satunya adalah proses abrasi dan akresi garis pantai. Proses abrasi dan akresi garis pantai pada mulanya timbul secara alami, akan tetapi proses akan berlangsung lebih cepat jika pembangunan sarana kepentingan manusia tidak didasari dengan pengetahuan yang baik tentang perilaku proses dinamika perairan pantai, dalam hal ini perubahan garis pantai (Dewi, 2011).

Sebagian besar permasalahan pantai adalah erosi yang berlebihan. Erosi pantai terjadi apabila di suatu pantai yang ditinjau mengalami kehilangan/pengurangan sedimen, artinya sedimen yang terangkut lebih besar dari yang di endapkan. Sedimentasi dapat mengurangi fungsi pantai atau bangunan –

(17)

bangunan pantai, seperti pengendapan di muara yang dapat mengganggu aliran sungai dan lalu lintas pelayaran, serta pengendapan di pelabuhan dan alur pelayaran.Erosi merupakan proses terbawanya tanah dan lumpur kedalam laut dan meninggalkan pasir dan kerikil yang tetap berada di daerah pantai.

Selain erosi, gelombang juga menyebabkan terjadinya abrasi, yaitu pengikisan pantai oleh hantaman gelombang laut yang menyebabkan berkurangnya areal daratan. Perbandingan dari penambahan dan pengurangan sedimen merupakan keseimbangan yang akan merefleksikan kestabilan garis pantai, sebaliknya bila terjadi abrasi akan terjadi pengurangan pada pantai, dinamika yang terjadi akan mengarah kepada perubahan bentuk dan garis pantai. Curah hujan dengan intensitas yang tinggi juga dapat mempengaruhi perubahan garis pantai.

Perubahan garis pantai baik maju atau mundur menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya pemanfaatan lahan, bertambah atau berkurangnya luas daratan, terancamnya aktivitas manusia dan lain sebagainya. Perubahan – perubahan yang terjadi ini mempunyai skala waktu (bulan, tahun, dekade bahkan abad) dan ruang (dari suatu daerah pantai, lokal, regional, sampai tingkat nasional).

Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu kemampuan untuk memprediksi perubahan garis pantai. Secara umum, terdapat beberapa metode dalam memprediksi perubahan garis pantai, mulai dari metode yang paling sederhana yaitu dengan menggunakan model matematika atau model numerik hingga metode yang berbasis SIG dan penginderaan jauh. Adapun jenis-jenis model

(18)

numerik yang dapat digunakan adalah model EOF (Empirical Orthogonal Function) dan model garis tunggal (One-Line Model).

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dibahas pada tugas akhir ini adalah:

1. Mengetahui dan mengevaluasi perubahan garis pantai yang terjadi akibat proses alam seperti gelombang, arus dan sedimentasi yang memungkinkan terjadinya erosi atau abrasi pada pantai tersebut.

2. Membuat pemodelan garis pantai berlumpur secara numerik dengan menggunakan persamaan difusi dan one line model.

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam tugas akhir ini meliputi :

1. Penelitian dilakukan untuk mengetahui dan mengevaluasi pergerakan garis pantai.

2. Pemodelan dikerjakan dengan menggunakan persamaan difusi dan juga one line model dan diolah menggunakan program MATLAB.

3. Pengaruh dari pasang-surut diabaikan.

4. Pantai yang dimodelkan adalah pantai terbuka yang pergerakan garis pantainya disebabkan oleh serangan ombak.

5. Parameter fisik yang tidak terukur diasumsikan berdasarkan literature yang ada.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari tugas akhir ini adalah :

(19)

1. Mengetahui dan mengevaluasi pergerakan garis pantai

2. Memahami proses pergerakan garis pantai dengan menggunakan konservasi volume (massa).

3. Membuat pemodelan numerik terhadap pergerakan garis pantai dengan menggunakan persamaan difusi dan one line model.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian tugas akhir ini,yaitu :

1. Mengurangi berbagai masalah pantai yang bermunculan seperti proses abrasi dan akresi garis pantai.

2. Memprediksi garis pantai yang akan terjadi

3. Meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya tentang sedimentasi terhadap perubahan garis pantai yang terjadi.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pantai

Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan tentang hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(21)

Gambar 2.1 Definisi dan batasan pantai (Triatmodjo, 1999)

Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Sedangkan pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan tanah dimulai dari batas garis pasang tertinggi.

(22)

Daerah lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan air laut dimulai dari sisi laut pada garis suhu terendah, termasuk dasar laut dan bagian di bawahnya. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kriteria sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimum 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah daratan.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah (Dept. Dalam Negeri dan Otonomi Daerah,2001), garis pantai (coastline) didefinisikan sebagai : “garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan”.

International Hydrographic Organization (IHO) yang Sebelumnya bernama International Hydrographic Bureau, yang didirikan pada tahun 1919 dan mulai berdiri pada tahun 1970 yang berkedudukan di Monaco juga menyebutkan tentang pengertian garis pantai.Dalam IHO dijelaskan bahwa definisi garis pantai secara umum adalah perpotongan antara daratan dengan muka air. Pada daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut, garis pantai didekati (approximates) sebagai garis rata-rata muka air tinggi atau Mean High Water Line (MHWL). Sedangkan pada daerah yang tidak dipengaruhi oleh fluktuasi pasang surut, garis pantai yang digunakan adalah Mean Water Level Line (MWL) atau Mean Sea Level (MSL).

(23)

Pantai merupakan gambaran nyata interaksi dinamis antara air, gelombang dan material (tanah). Angin dan air bergerak membawa material tanah dari satu tempat ke tempat lain, mengikis tanah dan kemudian mengendapkannya lagi di daerah lain secara terus-menerus. Dengan kejadian ini menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai.Perubahan garis pantai merupakan rangkaian proses pantai yang diakibatkan oleh faktor eksternal (arus, gelombang, angin dan pasang surut) dan internal (karakteristik dan tipe sedimen serta lapisan dasar dimana sedimen tersebut berada). Perubahan garis pantai ini dapat disebabkan oleh hempasan gelombang yang menuju garis pantai sehingga menyebabkan erosi dan abrasi.

Erosi adalah proses pengikisan padatan (sedimen tanah, batuan dan partikel lainnya) yang berada di garis pantai yang terjadi karena adanya transportasi gelombang laut.Sedangkan abrasi merupakan pengikisan pantai oleh hantaman gelombang laut yang menyebabkan berkurangnya areal daratan.Namun tidak selamanya hempasan gelombang yang menuju garis pantai dapat menyebabkan erosi dan abrasi, dimana akan terjadi juga yang dinamakan sedimentasi.

Sedimentasi adalah peristiwa pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau anginyang terjadi di pantai.Kombinasi hempasan gelombang dan arus pada bibir pantai mempengaruhi pergerakan sedimen yang mengubah posisi garis pantai.Selain proses diatas curah hujan dengan intensitas yang tinggi juga dapat mempengaruhi perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai juga dapat diprediksi dengan membuat model matematik yang didasarkan pada imbangan sedimen pantai pada daerah pantai yang ditinjau.

(24)

Selain beberapa definisi seperti yang disebutkan di atas, perlu juga

mengetahui beberapa definisi yang berkaitan dengan karakteristik gelombang di daerah sekitar pantai, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Definisi dan karakteristik gelombang di daerah pantai (Triatmodjo, 1999)

Ditinjau dari profil pantai, daerah ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore, dan backshore. Perbatasan antara inshore dan foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka air rendah dan permukaan pantai. Proses gelombang pecah di daerah inshore sering menyebabkan longshore bar yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air rendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi. Profil pantai daerah ini memiliki kemiringan yang lebih curam daripada profil di daerah inshore dan backshore. Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan garis pantaiyang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tinggi.

(25)

2.2 Gelombang

Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal.Gelombang terjadi karena beberapa sebab, antara lain:

a. Karena angin.

Gelombang terjadi karena adanya gesekan angin di permukaan, oleh karena itu arah gelombang sesuai dengan arah angin.

b. Karena menabrak pantai.

Gelombang yang sampai ke pantai akan terjadi hempasan dan pecah. Air yang pecah itu akan terjadi arus balik dan membentuk gelombang, oleh karena itu arahnya akan berlawanan dengan arah datangnya gelombang.

c. Karena gempa bumi.

Gelombang laut terjadi karena adanya gempa di dasar laut.Gempa terjadi karena adanya gunung laut yang meletus atau adanya getaran/pergeseran kulit bumi di dasar laut.Gelombang yang ditimbulkan biasanya besar dan disebut dengan gelombang Tsunami.

Gelombang yang bergerak menuju pantai memiliki ketinggian dan periode gelombang yang tergantung kepada panjang fetch pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Semakin panjang jarak fetchnya,ketinggian gelombangnya akan semakin besar.

(26)

Ada dua tipe gelombang bila dipandang dari sisi sifat-sifatnya,yaitu:

1. Gelombang pembangun/pembentuk pantai (Constructive wave), mempunyai ketinggian kecil dan kecepatan rambatnya rendah.Sehingga saat gelombang tersebut pecah di pantai akan mengangkut sedimen (material pantai). Material pantai akan tertinggal di pantai (deposit) ketika aliran balik dari gelombang pecah meresap ke dalam pasir atau pelan-pelan mengalir kembali ke laut. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. dibawah ini

Gambar 2.3. Gelombang Pembangun/Pembentuk Pantai

2. Gelombang perusak pantai (Destructive wave), mempunyai ketinggian dan kecepatan rambat yang besar (sangat tinggi).Air yang kembali berputar mempunyai lebih sedikit waktu untuk meresap kedalam pasir. Ketika gelombang datang kembali menghantam pantai akan ada banyak volume air yang terkumpul dan mengangkut material pantai menuju ke tengah laut atau ketempat lain. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4. dibawah ini.

(27)

Gambar 2.4. Gelombang Perusak Pantai

Selain pembagian gelombang dari sisi sifat-sifatnya, gelombang di laut juga dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada gaya pembangkitannya, yaitu :

1.Gelombang yang disebabkan oleh angin.

Angin yang berhembus di atas permukaan laut akan memindahkan energinya ke air. Tekanan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi semakin besar, dan apabila angin berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk (Triatmodjo, 1999).

Angin yang bertiup di atas permukaan laut merupakan pembangkit utama gelombang.Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak menentu dan bergantung pada beberapa sifat gelombang periode dan tinggi dimana gelombang dibentuk.Gelombang yang bergerak dengan jarak yang sangat jauh sehingga

(28)

semakin jauh meninggalkan daerah pembangkitnya, tidak lagi dipengaruhi oleh angin. Gelombang ini akan lebih teratur dan jarak yang ditempuh selama pergerakannya dapat mencapai ribuan mil. Tinggi gelombang rata-rata yang dihasilkan oleh angin merupakan fungsi dari kecepatan angin, waktu dimana angin bertiup, dan jarak dimana angin bertiup tanpa rintangan.Umumnya semakin kencang angin bertiup semakin besar gelombang yang terbentuk dan pergerakan gelombang mempunyai kecepatan yang tinggi sesuai dengan panjang gelombang yang besar.Gelombang yang terbentuk dengan cara ini umumnya mempunyai puncak yang kurang curam jika dibandingkan dengan tipe gelombang yang dibangkitkan dengan angin yang berkeceptan kecil atau lemah.

2. Gelombang yang disebabkan oleh pasang surut.

Gelombang pasang surut yang terjadi di suatu perairan yang diamati adalah merupakan penjumlahan dari komponen-komponen pasang yang disebabkan oleh gravitasi bulan, matahari, dan benda-benda angkasa lainnya yang mempunyai periode sendiri.

2.3 Transformasi Gelombang dari Laut Lepas Menuju Pantai.

Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi dan pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi dan gelombang pecah (Triatmodjo, 1999).

2.3.1 Refraksi dan Pendangkalan Gelombang

(29)

Refraksi dan pendangkalan gelombang akan dapat menentukan tinggi gelombang di suatu tempat berdasarkan karakteristik gelombang datang. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang di sepanjang pantai. Perubahan arah gelombang karena refraksi tersebut menghasilkan konvergensi (penguncupan) atau divergensi (penyebaran) energi gelombang dan mempengaruhi energi gelombang yang terjadi di suatu tempat di daerah pantai (CERC, 1984).

Anggapan – anggapan yang digunakan dalam studi refraksi adalah (CERC, 1984):

1. Energi gelombang antara dua orthogonal adalah konstan

2. Arah penjalaran gelombang tegak lurus pada puncak gelombang, yaitu dalam arah orthogonal gelombang

3. Cepat rambat gelombang yang mempunyai periode tertentu di suatu tempat hanya tergantung pada kedalaman di tempat tersebut

4. Perubahan topografi dasar adalah berangsur – angsur

5. Gelombang mempunyai puncak yang panjang, periode konstan, amplitudo kecil dan monokhromatik

6. Pengaruh arus, angin dan refleksi dari pantai diabaikan

Refraksi gelombang adalah peristiwa perubahan arah gelombang yang bergerak ke arah pantai dari kedalaman air yang dalam menuju kedalaman air yang

(30)

diakibatkan oleh perbedaan kecepatan gelombang yang biasanya disertai juga dengan perubahan panjang gelombang yang mengecil.Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai akan mengalami perubahan bentuk. Didalam laut bentuk gelombang adalah sinusoidal. Dilaut transisi dan dangkal, puncak gelombang menjadi semakin tajam sementara lembah gelombang menjadi semakin landai. Pada suatu kedalaman tertentu puncak gelombang sedemikian tajam sehingga tidak stabil dan pecah.Setelah pecah gelombang terus menjalar ke pantai, dan semakin dekat dengan pantai tinggi gelombang semakin berkurang.Selain mempengaruhi arah gelombang, refraksi juga sangat berpengaruh terhadap tinggi gelombang dan distribusi energi gelombang di sepanjang pantai.

Pola refraksi gelombang pada berbagai bentuk kontur kedalaman perairan dan garis pantai memperlihatkan bahwa pada garis pantai yang lurus dengan kontur kedalaman yang sejajar terhadap garis pantai, maka arah gelombang akan tegak lurus terhadap kontur kedalaman (Gambar 2.5.a). Pantai yang mempunyai tonjolan dengan kontur kedalaman yang lebih dekat, maka arah gelombang akan berbentuk konvergen. Pantai ini adalah daerah abrasi karena terjadi pemusatan energi. Pantai yang mempunyai lekukan dengan kontur kedalaman yang lebih jauh, maka arah gelombang berbentuk divergen, pantai ini adalah daerah akresi karena terjadi penyebaran energi gelombang (Gambar 2.5.b). Pantai lurus yang mempunyai kontur kedalaman cekung (Gambar 2.5.c) arah gelombang berbentuk konvergen, sedangkan pada kontur kedalaman cembung (Gambar 2.5.d) arah gelombang divergen.

(31)

Gambar 2.5 Refraksi gelombang dengan berbagai tipe bentuk kontur garis pantai (a) kontur lurus dan sejajar; (b) gabungan antara submarine ridge dan submarine canyon; (c) submarine ridge dan; (d) submarine canyon. (CERC,1984)

2.3.2 Difraksi Gelombang

Difraksi terjadi apabila tinggi gelombang di suatu titik pada garis puncak gelombang lebih besar daripada titik di dekatnya, yang menyebabkan perpindahan energi sepanjang puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih kecil.Difraksi gelombang akan terjadi apabila gelombang yang datang terhalang oleh suatu penghalang, dapat berupa bangunan pemecah gelombang maupun pulau- pulau kecil yang ada disekitarnya. Akibat dari terhalangnya gelombang datang akan membelok di sekitar ujung rintangan/penghalang dan masuk ke daerah terlindung yang ada di belakangnya. Besar kecilnya gelombang yang dipantulkan tergantung pada bentuk dan jenis rintangan.Dalam hal ini, akan terjadi transfer energi dalam arah tegak lurus ke daerah terlindung. Suatu Gelombang akan membentuk gerakan maju melintasi permukaan air sehingga terjadi gerakan kecil kearah depan dari

(32)

massa air itu sendiri.Semua fenomena yang di alami gelombang pada hakekatnya berhubungan erat dengan topografi dasar laut (sea bottom topography). Contoh Difraksi Gelombang dapat kita lihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Difraksi Gelombang di Belakang Rintangan (Triatmodjo,1999)

Pada rintangan (pemecah gelombang) tunggal, tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung pada jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r, sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintanganβ dan sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan θ. Perbandingan antara tinggi gelombangdi titi yang terletak di daerah terlndung dan tinggi gelombang datang disebut koefisien difraksi K’.

2.3.3 Refleksi Gelombang

(33)

Gelombang datang yang mengenai / membentur suatu rintangan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting di dalam perencanaan bangunan pantai. Suatu bangunan mempunyai sisi miring dan terbuat dari tumpukan batu akan bisa menyerap energi gelombang lebih banyak dibandingkan dengan bangunan tegak dan masif. Pada bangunan vertikal, halus, dan dinding tidak permeabel, gelombang akan dipantulkan seluruhnya.

Besar kemampuan sautu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi,yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi gelombang datang Hi, seperti yang dilihat pada table 2.1.

Tabel 2.1 Koefisien Refleksi (Triatmodjo,1999)

2.4. Arus di Dekat Pantai

Di daerah lepas pantai (offshore zone) gelombang menimbulkan gerak orbit partikel air, gerak orbit partikel air tidak tertutup sehingga menimbulkan transpor masa air. Gelombang yang bergerak menuju garis pantai akan membawa energi dan

(34)

disertai dengan terangkutnya sedimen dasar dalam arah menuju pantai (onshore) dan meninggalkan pantai (offshore).Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar yang dapat menggerakkan sedimen dasar gerak massa air tersebut disertai dengan terangkutnya sedimen. Arus yang terjadi si surf zone dan swash zone adalah yang paling penting di dalam analisis pantai, dimana sangat tergantung pada arah datang gelombang (Triatmodjo, 1999).

Untuk onshore, sudut angindidefinisikan relatif terhadap garis pantai.Angin darat bertiup langsung dari laut menuju pantai, di sekitar arah yang sama gelombang bergerak. Angin lepas pantai bertiup dari pantai ke laut, ke arah yang berlawanan dari gelombang yang masuk. (Gelombang sering berasal dari ratusan mil jauhnya di mana angin bertiup ke arah yang berbeda. Itu sebabnya pada saat terjadi gelombang angin di pantai bertiup kearah lepas pantai.) Angin yang bertiup dari kanan atau kiri sisi pantai sejajar dengan pantai.

Sedangkan untuk offshore, pada saat cuaca terang zona lepas pantai terletak di bawah dasar gelombang dan tidak terpengaruh oleh gelombang normal.Zona lepas pantai biasanya hanya menerima sedimen halus yang mengendap dari suspensi (namun dapat menerima sedimen berbutir kasar selama badai, ketika basis gelombang diturunkan).

Triatmodjo (1999) menyebutkan Arus pasang terjadi pada waktu pasang dan arus surut terjadi pada saat periode air surut. Titik balik (slack) adalah saat di mana arus berbalik antara arus pasang dan arus surut. Titik balik ini bisa terjadi pada saat

(35)

muka air tertinggi dan muka air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol. Arus sepanjang pantai dapat juga dibentuk oleh pasang surut permukaan laut.

2.5. Gelombang Pecah

Profil gelombang adalah sinusoidal di laut lepas (Gambar 2.7), semakin menuju ke perairan yang lebih dangkal puncak gelombang makin tajam dan lembah gelombang semakin datar. Selain itu, kecepatan dan panjang gelombang berkurang secara berangsur-angsur sementara tinggi gelombang bertambah. Gelombang menjadi tidak stabil (pecah) jika terlampau curam atau tinggi gelombang mencapai batas tertentu. Tinggi maksimum gelombang di laut lepas terbatas pada kecuraman gelombang maksimum untuk bentuk gelombang yang relatif stabil. Gelombang yang mencapai limited steepness akan mulai pecah yang mengakibatkan sebagian energinya hilang (CERC, 1984).

Gambar 2.7 Profil gelombang sinusoidal di laut lepas (USACE,2003)

Ada tiga tipe gelombang pada saat pecah : spilling breaker, plunging

(36)

berdasarkan nilai dari proses disipasi energy. Spilling breaker terjadi jika parameter kurang dari 0.5, plunging breaker berada diantara 0.5 sampai 3.3 dan surging braeaker lebih dari 3.3 (Shibayama, 2009).

Spilling terjadi apabila gelombang dengan kemiringan yang kecil menuju ke pantai yang datar, gelombang mulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan pecahnya berangsur-angsur. Plunging terjadi apabila kemiringan gelombang dan dasar laut bertambah, gelombang akan pecah dan puncak gelombang akan memutar dengan masa air pada puncak gelombang akan terjun ke depan. Surging terjadi pada pantai dengan kemiringan yang cukup besar seperti yang terjadi pada pantai berkarang, daerah gelombang pecah sangat sempit dan energi dipantulkan kembali ke laut dalam (CERC, 1984).

(37)

Gambar 2.8 Tipe gelombang pada saat pecah (Shibayama,2009)

Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringan gelombang, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang dan kedalaman air. Untuk perairan dangkal formula gelombang pecah dapat ditulis (Horikawa, 1988):

𝐻𝑏

𝑑𝑏 = 0.78

Keterangan:

Hb = tinggi gelombang pecah (m)

db = kedalaman air pada saat gelombang pecah (m)

(38)

Thornton dan Guza (1983), merangkum beberapa kriteria gelombang pecah yang telah dirumuskan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Diantaranya Collins (1970), Battjes (1972), Kuo dan Kuo (1974) serta Goda (1975) seperti diperlihatkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kriteria gelombang pecah Thornton dan Guza (1983)

Gelombang yang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai dapat menyebabkan arus menyusur pantai (longshore current). Arus menyusur pantai terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai (CERC, 1984).

2.6 Transpor Sedimen Pantai

Transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor sedimen pantai dapat diklasifikasikan menjadi transpor menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport) dan transpor sepanjang pantai (longshore transport).

Transpor menuju dan meninggalkan pantai mempunyai arah rata – rata tegak lurus

(39)

pantai, sedangkan transpor sepanjang pantai mempunyai arah rata – rata sejajar pantai (Triatmodjo, 1999)

Transpor sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua komponen utama, yaitu transpor sedimen dalam arah mata gergaji di garis pantai dan transpor sepanjang pantai di surf zone (Gambar 2.9). Pada waktu gelombang menuju pantai dengan membentuk sudut terhadap garis pantai maka gelombang tersebut akan naik ke pantai (uprush) yang juga membentuk sudut. Massa air yang naik tersebut kemudian turun lagi dalam arah tegak lurus pantai. Gerak air tersebut membentuk lintasan seperti mata gergaji, yang disertai dengan terangkutnya sedimen dalam arah sepanjang pantai. Komponen kedua adalah transpor sedimen yang ditimbulkan oleh arus sepanjang pantai yang dibangkitkan oleh gelombang pecah. Tanspor sedimen ini terjadi di surf zone (Triatmodjo, 1999).

Gambar 2.9 Transpor sedimen sepanjang pantai (Triatmodjo,1999)

Zenkovitch (dalam Triatmodjo,1999) melakukan pengukuran transpor sedimen sepanjang pantai. Hasil pengukuran diberikan dalam Gambar 2.10 Terdapat dua puncak terkosentrasi sedimen suspensi yang ditimbulkan oleh

(40)

gelombang pecah di sekitar lokasi gelombang pecah dan di garis pantai.

Konsentrasi tinggi di dekat garis pantai disebabkan oleh air berbentuk gergaji seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Zenkovitch juga mengukur laju transpor sedimen sepanjang pantai seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.10. Tinggi histogram diperoleh dengan membagi laju transpor total tiap blok dengan lebar blok tegak lurus garis pantai. Di daerah gelombang pecah sebagian besar terjadi dalam suspensi sedang di luar gelombang pecah sebagai bedload (Triatmodjo, 1999).

Gambar 2.10 Konsentrasi sedimen, arus, dan transport sepanjang pantai (Triatmodjo,1999)

2.7 Model Perubahan Garis Pantai

Perubahan garis pantai dapat diprediksi dengan membuat model matematik yang didasarkan pada imbangan sedimen pantai pada daerah pantai yang ditinjau.

Perubahan profil pantai sangat dipengaruhi oleh angkuatan sedimen tegak lurus pantai. Gelombang badai yang terjadi dalam waktu singkat dapat menyebabkan

(41)

terjadinya erosi pantai. Selanjutnya gelombang biasa yang terjadi sehari – hari akan membentuk kembali pantai yang sebelumnya tererosi. Dengan demikian dalam satu siklus yang tidak terlalu lama profil pantai kembali pada bentuk semula, dengan kata lain dalam satu siklus tersebut pantai dalam kondisi stabil. Sebaliknya, akibat pengaruh transpor sedimen sepanjang pantai, sedimen dapat terangkut sampai jauh dan menyebabkan perubahan garis pantai. Untuk mengembalikan perubahan garis pantai pada kondisi semula diperlukan waktu cukup lama. Bahkan apabila gelombang dari satu arah lebih dominan daripada gelombang dari arah yang lain, sulit untuk mengembalikan garis pantai pada kondisi semula. Dari uaraian tersebut dapat disimpulkan bahwa transpor sedimen sepanjang pantai merupakan penyebab utama terjadinya perubahan garis pantai. Dengan alasan tersebut maka dalam model perubahan garis pantai ini hanya diperhitungkan transpor sedimen sepanjang pantai (Triatmodjo, 1999).

Model perubahan garis pantai didasarkan pada persamaan kontinuitas sedimen. Untuk itu pantai dibagi menjadi sejumlah sel (ruas). Pada setiap sel ditinjau angkutan sedimen yang masuk dan keluar. Sesuai dengan hukum kekelan massa, jumlah laju aliran massa netto di dalam sel adalah sama dengan laju perubahan massa di dalam sel tiap satuan waktu (Triatmodjo, 1999).

Beberapa model numerik telah dibuat untuk mensimulasikan perubahan garis pantai, model ini meliputi model dua dimensi dan tiga dimensi. Model dua dimensi menghitung perubahan garis pantai dengan cara mengamati pergerakan posisi garis pantai dengan asumsi bahwa profil pantai tidak berubah yang biasa

(42)

disebut metode One-Line, sedangkan model tiga dimensi mengamati variasi topografi.

Model perubahan garis pantai yang dibuat didasarkan pada persamaan kontinuitas sedimen. Dalam hal ini, panjang pantai dibagi menjadi sejumlah ruas titik sel dengan panjang yang sama (Gambar 2.11). Pada setiap sel ditinjau angkutan sedimen yang masuk dan keluar dari sel (Gambar 2.12).

Gambar 2.11 Pembagian garis pantai menjadi sederatan sel (Horikawa, 1988) Gambar 2.12 Angkutan sedimen yang masuk dan keluar sel (Horikawa, 1988)

Sesuai dengan hukum kekekalan massa, maka laju angkutan sedimen bersih di dalam sel adalah sebanding dengan perubahan massa di dalam sel setiap satuan waktu.

Angkutan sedimen yang masuk dan keluar sel dan perubahan volume yang terjadi di dalamnya diperlihatkan pada Gambar 2.13.

(43)

Gambar 2.13 Sedimen masuk dan sedimen yang keluar (Horikawa, 1988)

2.8 One Line Model (Model Satu Garis)

One line model (model satu garis) merupakan model bentuk sederhana yang digunakan untuk menguji perilaku groin di pantai dan menjelaskan riwayat waktu dari posisi garis pantai sepanjang garis pantai. Konsep One Line model bertumpu pada pengamatan umum bahwa profil pantai mempertahankan bentuk rata-rata yang merupakan karakteristik dari pantai tertentu, terlepas dari saat perubahan yang ekstrim seperti yang dihasilkan oleh gelombang laut. Didalam konsep One-Line, penyelesaian dapat diselesaikan dengan solusi numerik dan analitik (Robert G.

Dean, 2004).

(44)

Gambar 2.14 Skematik diagram untuk one line model (a) plan (b) profile ( Robert G. Dean, 2004)

Gambar 2.15 Skematik diagram untuk pemodelan numeric ( Robert G. Dean, 2004)

Persamaan One-Line berawal dari rumus transport sedimen lepas pantai, Dapat ditunjukkan dalam persamaan (2.1) :

𝑄 = 𝐾 𝜌𝐻𝑏5/2 √𝑔/𝑘 𝑠𝑖𝑛2 (𝛿𝑏−𝛾)

16(𝜌𝑠−𝜌)(1−𝑝) = 𝐶𝑞sin 2(𝛿𝑏 − 𝛾) (2.1)

(45)

Dimana Cq merupakan kesesuaian dan (𝛿𝑏 − 𝛾) adalah ukuran sudut gelombang datang relatif pada garis pantai normal yang diukur dari sumbu y.

Kemudian rumus transport sedimen lepas pantai tersebut disesuaikan dengan konservasi dari persamaan pasir. Pada transport sediment diselisih antara debit sediment yang sudah diketahui dengan debit sediment yang dicari disesuaikan kembali dengan kondisi yang ada di profil pantai yaitu diantaranya, kedalaman air laut saat batas gelombang pecah datang (ho) dan batas antara garis pantai dengan sempadan pantai atau berm height (B). Debit sediment yang diselisihkan disesuaikan terhadap setiap titik grid sepanjang pantai (Δx), dimana kondisi profil pantai berhubungan terhadap perubahan nilai profil pantai (Δy) dan waktu yang terjadi (Δt). Hal ini dapat diperhatikan melalui persamaan (2.2)

∆𝑡 [𝑄(𝑥) − 𝑄(𝑥 + ∆𝑥)] = [𝑦(𝑡 + ∆𝑡∆) − 𝑦(𝑡)](ℎ𝑜 + 𝐵)∆𝑥 (2.2) Atau dengan menggunakan Deret Taylor dan argument bahwa Δx dan Δt menjadi sangat kecil, maka didapatkan persamaan (2.3)

𝜕𝑦

𝜕𝑡

+

1

(ℎ𝑜+𝐵)

𝜕𝑄

𝜕𝑥

= 0

(2.3)

Dengan mensubstitusikan ekspresi untuk kecepatanpengangkutan persamaan (2.1) kedalam persamaan berikut maka diperoleh solusi analitis. Seperti ditunjukkan pada persamaan (2.4) berikut

𝑄 = 𝐶𝑞 𝑠𝑖𝑛2(𝛿𝑏 − 𝛾)

= 𝐶𝑞[𝑠𝑖𝑛2𝛿𝑏(𝑐𝑜𝑠2𝛾 − 𝑠𝑖𝑛2𝛾) − 2 𝑐𝑜𝑠2𝛿𝑏 𝑠𝑖𝑛𝛾 𝑐𝑜𝑠𝛾] (2.4) Kemudian Q disubstitusikan dengan sin γ dan cos γ dengan nilai 𝜕𝑦 𝜕𝑥⁄ yang lebih kecil, maka didapat persamaan (2.5) seperti berikut

𝑄 = 𝐶𝑞𝑠𝑖𝑛2𝛿𝑏 − 2𝐶𝑞𝑐𝑜𝑠2𝛿𝑏 = 𝑄𝑜 − 𝐺(ℎ𝑜 + 𝐵)𝜕𝑦

𝜕𝑥 (2.5)

(46)

Dari persamaan (2.3) diasumsikan nilai 𝜕𝑦 𝜕𝑥⁄ ≪1, sehingga diperoleh persamaan (2.6) berikut

𝜕𝑄

𝜕𝑥≅ −𝐺(ℎ𝑜 + 𝐵)𝜕2𝑦

𝜕𝑥2 (2.6)

Kemudian turunan Q disederhanakan kedalam persamaan (2.3) dengan pertambahan waktu, sehingga diperoleh persamaan (2.7) berikut

𝜕𝑦

𝜕𝑡 = 𝐺𝜕2𝑦

𝜕𝑥2 (2.7)

Persamaan diatas merupakan persamaan difusi satu dimensi klasik yang akan dikembangkan sesuai dengan persamaan debit sediment di setiap titik sejajar pantai dengan penambahan waktu sehingga diperoleh solusi untuk nilai y untuk situasi pantai yang berbeda dengan perhitungan analitik dimetode One-Line model.

2.8.1.Explicit One Line Model

Dalam metode secara eksplisit, persamaan dari angkutan endapan dan kontinuitas akan diselesaikan secara berturut-turut. Urutan penyelesaiannya akan di jelaskan seperti sebagai berikut. Nilai y yang telah diperbaiki atau diperbarui ,sedangkan nilai Q adalah perhitungan yang sesuai dengan,

𝑄𝑖𝑛+1 = 𝐶𝑞𝑖sin 2(𝛽𝑖𝑛− 𝛼𝑏𝑖𝑛) (2.8) Dimana,

𝐶𝑞𝑖 = 𝐾𝐻𝑏𝑖

5 2 √𝑔 𝑘

16(𝑠−1)(1−𝑝) (2.9)

𝛽𝑖 = 𝜇 −𝜋2− tan−1(𝑦𝑖−𝑦∆𝑥𝑖−1) (2.10)

Dimana,

(47)

𝑄𝑖𝑛+1 = sediment transport (angkutan sedimen) (xi) pada saat n+1 K = parameter dimensional ≈ 0,77

Hb = Tinggi gelombang pecah (m) g = gravitasi (m/s2)

k = index pemecah ≈ 0,78

s = specific gravity = 𝜌𝑠⁄ = 2,65 𝜌 p = porositas (0,3-0,4)

𝛽𝑖 = ukuran sudut untuk garis pantai normal

𝛼𝑏𝑖 = ukuran sudut dari hasil refraksi gelombang pecah

Nilai Qn+1 yang sudah diperbarui, sedangkan nilai y berubah sesuai dengan persamaan kontinuitas :

𝑦𝑖𝑛+1 = 𝑦𝑖𝑛∆𝑡

∆𝑥(ℎ+𝐵)(𝑄𝑖+1𝑛+1− 𝑄𝑖𝑛+1) (2.11)

Dasar dari istilah “eksplisit” adalah sekarang lebih nyata dan tepat untuk cara mengerjakan atau menyelesaikan 2 variabel (Q dan y) dalam waktu yang bersamaan sebagai satu kesatuan maupun terpisah. Metode eksplisit mempunyai standar atau ukuran kestabilan yang terbatas waktu (Δt), kira-kira,

∆𝑡 ≤∆𝑥2

2𝐺 (2.12)

Dimana G merupakan penentu sebelumnya, 𝐺 = 𝐾𝐻𝑏𝑖

5 2 √𝑔 𝑘

8(𝑠−1)(1−𝑝)(ℎ+𝐵) (2.13)

Dimana, ℎ =𝐻𝑏

𝑘 (2.14)

Dimana,

h* = kedalaman penutup; B = Tinggi berm 2.6.2.Implicit One Line Model

(48)

Untuk metode implisit dapat diselesaikan secara bersama dan memiliki hasil kestabilan yang lebih besar. Gambaran utama dari metode atau model implicit akan digambarkan dengan detail, karena tipe dari model ini tidak diterapkan atau digunakan sebelumnya untuk perkembangan garis pantai.

Mempertimbangkan bahwa kecocokan atau ketepatan nilai angkutan sedimen untuk memperkiran perubahan diantara langkah waktu n dan n+1 seperti bahwa pada (n+1/2) Δt, dan perhitungan untuk urutan pertama hasil dari perubahan dalam y. Persamaan untuk angkutan sedimennya yaitu,

𝑄𝑖𝑛+

1

2 = 𝑇(𝐻𝑏5 2

) 𝑛[𝑠𝑖𝑛2(𝛽𝐵− 𝛼𝑏𝑖) 𝑛cos(2𝛽𝑖) 𝑛− 𝑐𝑜𝑠2(𝛽𝐵− 𝛼𝑏𝑖) 𝑛 𝑦𝑖𝑛+1+ 𝑦𝑖𝑛− 𝑦𝑖−1𝑛+1−𝑦𝑖−1𝑛

√∆𝑥2+(𝑦𝑖𝑛−𝑦𝑖−1𝑛 ) 2 ] (2.15) Dan persamaan untuk pemeliharaan sedimen atau garis pantai adalah

𝑦𝑖𝑛+1 = 𝑦𝑖𝑛∆𝑡

𝐷∆𝑥[𝑄𝑖+1𝑛+

1

2− 𝑄𝑖𝑛+

1

2] (2.16)

Sebelumnya untuk menggambarkan persamaan untuk dapat diselesaikan, akan dituliskan kembali dalam bentuk yang selanjutnya

𝐴𝑖𝑦𝑖𝑛+1+ 𝑄𝑖𝑛+

1

2− 𝐴𝑖𝑦𝑖−1𝑛+1= 𝐷𝑖 (2.17)

𝐵𝑖𝑄𝑖+1𝑛+

1

2+ 𝑦𝑖𝑛+1− 𝐵𝑖𝑄𝑖𝑛+

1

2 = 𝐸𝑖 (2.18)

Dimana,

𝐴𝑖= 𝑇(𝐻52) 𝑛 𝑐𝑜𝑠2(𝛽𝐵−𝛼𝑏𝑖) 𝑛

√∆𝑥2+(𝑦𝑖𝑛−𝑦𝑖−1𝑛 ) 2

(2.19)

𝐷𝑖 = 𝑇(𝐻5 2 ) 𝑛[𝑠𝑖𝑛2(𝛽𝐵− 𝛼𝑏𝑖) 𝑛cos 2(𝛽𝑖) 𝑛− 𝑐𝑜𝑠2(𝛽𝐵− 𝛼𝑏𝑖) 𝑛 𝑦𝑖𝑛−𝑦𝑖−1𝑛

√∆𝑥2+(𝑦𝑖𝑛−𝑦𝑖−1𝑛 ) 2

]

(2.20)

𝐵𝑖 = ∆𝑡

𝐷∆𝑥 (2.21)

𝐸𝑖 = 𝑌𝑖 (2.22)

(49)

persamaan (2.17) dan (2.18) diselesaikan dengan metode double-sweep yang mana itu diasumsikan bahwa nilai Q dan y dihubungkan secara linear.

𝑄𝑖+1𝑛+

1

2 = 𝐺𝑖𝑌𝑖𝑛+1+ 𝐻𝑖 (2.23)

𝑦𝑖𝑛+1 = 𝐺𝑖𝑄𝑖𝑛+

1

2+ 𝐻𝑖 (2.24)

Ini selesai jika nilai G, G*, H dan H* telah diketahui untuk semua i dan jika y atau Q juga telah diketahui dalam satu batas, akan lebih mungkin untuk menghitung semua nilai Q dan y dari persamaan di atas. Metode double-sweep dimulai dengan mensubtitusikan persamaan (2.23) dengan persamaan (2.18) dan penyelesaian untuk 𝑦𝑖𝑛+1,yang mana dihasilkan dalam

𝑦𝑖𝑛+1 = 𝐵𝑖

𝐵𝑖𝐺𝑖+1𝑄𝑖𝑛+

1

2+ 𝐸𝑖−𝐵𝑖𝐻𝑖

𝐵𝑖𝐺𝑖+1 (2.25)

Dan mensubtitusikan persamaan (2.24) dengan persamaan (2.17), 𝑄𝑖𝑛+

1

2 = 𝐴𝑖

𝐴𝑖𝐺𝑖+1𝑦𝑖−1𝑛+1+𝐷𝑖−𝐴𝑖𝐻𝑖

𝐴𝑖𝐺𝑖+1 (2.26)

Perbandingan dari persamaan (2.25) dan (2.26) dengan persamaan (2.23) dan (2.24) membuat suatu hubungan diantara yang tidak diketahui Gi, Hi, Gi*, dan Hi*

dan yang diketahui Ai, Bi, Di dan Ei sebagai, 𝐺𝑖 = 𝐴𝑖+1

𝐴𝑖+1𝐺𝑖+1 +1 (2.27)

𝐻𝑖 = 𝐷𝑖+1−𝐴𝑖+1𝐻𝑖

𝐴𝑖+1𝐺𝑖+1 +1 (2.28)

𝐺𝒊= 𝐵𝑖

𝐵𝑖𝐺𝑖+1 (2.29)

𝐻𝑖 =𝐸𝑖−𝐵𝑖𝐻𝑖

𝐵𝑖𝐺𝑖+1 (2.30)

2.9 Persamaan Difusi (Diffusion Equation)

(50)

Persamaan difusi yang akan digunakan dalam perhitungan permodelan numerik untuk garis pantai digunakan persamaan dibawah ini yang akan dikembangkan untuk pengolahan data dan akan dibuat secara eksplisit dan implisit sebagai perbandingan dari metode One Line Model sebelumnya.

𝜕𝑦

𝜕𝑡 = 𝐺𝜕2𝑦

𝜕𝑥2 (2.31)

Dimana,

G = koefisien difusi

2.9.1 Persamaan Difusi secara Eksplisit

Persamaan difusi yang akan dibuat dengan metode Eksplisit memiliki skema sebagai berikut,

Gambar 2.16 Skema Eksplisit

Dan jika skema itu dijabarkan maka di dapatlah persamaan seperti sebagai berikut,

𝜕2𝑦

𝜕𝑥2 = 𝑦𝑖+1𝑛 −2𝑦𝑖𝑛−𝑦𝑖−1𝑛

∆𝑥2 (2.32)

𝜕𝑦

𝜕𝑡 = 𝑦𝑖𝑛+1−𝑦𝑖𝑛

∆𝑡 (2.33)

Jadi,

𝜕𝑦

𝜕𝑡 = 𝐺𝜕2𝑦

𝜕𝑥2 (2.34)

(51)

𝑦𝑖𝑛+1−𝑦𝑖𝑛

∆𝑡 = 𝐺𝑦𝑖+1𝑛 −2𝑦𝑖𝑛+𝑦𝑖−1𝑛

(∆𝑥) 2 (2.35)

Disederhanakan menjadi,

𝑦𝑖𝑛+1 = 𝑦𝑖𝑛+ 𝜆(𝑦𝑖+1𝑛 − 2𝑦𝑖𝑛+ 𝑦𝑖−1𝑛 ) (2.36) Dengan,

𝜆 = 𝐺∆𝑡

(∆𝑥)2 (2.37)

Agar stabil,

∆𝑡 ≤(∆𝑥)2

2𝐺 (2.38)

2.9.2 Persamaan Difusi secara Implisit

Persamaan difusi yang akan dibuat dengan metode Implisit memiliki skema sebagai berikut,

Gambar 2.17 Skema Implisit

Dan jika skema itu dijabarkan maka di dapatlah persamaan seperti sebagai berikut,

𝜕2𝑦

𝜕𝑥2 = 𝑦𝑖+1𝑛+1−2𝑦𝑖𝑛+1−𝑦𝑖−1𝑛+1

∆𝑥2 (2.39)

𝜕𝑦 𝑦𝑛+1−𝑦𝑛

(52)

Jadi,

𝜕𝑦

𝜕𝑡 = 𝐺𝜕2𝑦

𝜕𝑥2 (2.41)

𝑦𝑖𝑛+1−𝑦𝑖𝑛

∆𝑡 = 𝐺𝑦𝑖+1𝑛+1−2𝑦𝑖𝑛+1−𝑦𝑖−1𝑛+1

∆𝑥2 (2.42)

Disederhanakan menjadi,

𝑦𝑖𝑛 = −𝜆𝑦𝑖−1𝑛+1+ (1 + 2𝜆)𝑦𝑖𝑛+1− 𝜆𝑦𝑖+1𝑛+1 (2.43) Dengan,

𝜆 = 𝐺∆𝑡

(∆𝑥)2 (2.44)

2.9.3 Persamaan Difusi secara Crank Nicholson

Persamaan difusi yang akan dibuat dengan metode Crank Nicholson memiliki skema sebagai berikut,

Gambar 2.17 Skema Crank Nicholson

Dan jika skema itu dijabarkan maka di dapatlah persamaan seperti sebagai berikut,

𝜕2𝑦

𝜕𝑥2 =1

2 ( 𝑦𝑖+1𝑛 −2𝑦𝑖𝑛−𝑦𝑖−1𝑛

∆𝑥2 +𝑦𝑖+1𝑛+1−2𝑦𝑖𝑛+1−𝑦𝑖−1𝑛+1

∆𝑥2 ) (2.40)

𝜕𝑦

𝜕𝑡 = 𝑦𝑖𝑛+1−𝑦𝑖𝑛

∆𝑡 (2.41)

Jadi,

Gambar

Gambar  2.2  Definisi  dan  karakteristik  gelombang  di  daerah  pantai  (Triatmodjo,  1999)
Gambar 2.4. Gelombang Perusak Pantai
Gambar 2.5 Refraksi gelombang dengan berbagai tipe bentuk kontur garis pantai  (a) kontur lurus dan sejajar; (b) gabungan antara submarine ridge dan submarine  canyon; (c) submarine ridge dan; (d) submarine canyon
Gambar 2.6 Difraksi Gelombang di Belakang Rintangan (Triatmodjo,1999)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

produk ternak dan pakan ternak Tanaman Pangan dan Hortikultura Prioritas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Ternak Prioritas Fokus Penelitian KKP3N 2015.. Fokus Penelitian

Slika 28 Rezultat analize naprezanja poprečne dvostruke cijevi.. Grafi č ki prikaz i tablica prikazuju raspodjelu naprezanja prema

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser pelekatan resin komposit packable dengan intermediate layer resin komposit flowable menggunakan

Berdasarkan hasil penghitungan diketahui nilai rata-rata hasil tes akhir (setelah uji coba pembelajaran dengan menerapkan lingkungan sekolah dan metode karyawisata

Menganalisis dan mengkaji implikasi pelaksanaan Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dalam memberikan perlindungan hukum bagi bank selaku kreditur

Sistem penjualan yang digunakan pada perusahaan pengecer yaitu penjualan tunai yang diasumsikan bahwa pembeli akan mengambil barang setelah harga barang dibayar dikasir, karena

Waktu membawa bahan ke Mesin Press Berem sebesar 0,82 menit diperoleh dari jarak Mesin pengaduk Kecil ke Mesin Rotary sebesar 20,19 m dibagi dengan kecepatan pemindahan