• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. negara, memberikan peluang sekaligus tantangan bagi komunitas negara-negara di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. negara, memberikan peluang sekaligus tantangan bagi komunitas negara-negara di"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Globalisasi menciptakan hubungan yang lebih dinamis bagi kerjasama antar negara, memberikan peluang sekaligus tantangan bagi komunitas negara-negara di dunia. Globalisasi telah memudarkan batas-batas geografis antarnegara seiring dengan meningkatnya kerjasama ekonomi, politik, keamanan dan kerjasama lain baik dalam kerjasama bilateral, regional maupun multilateral.1 Dengan perkataan lain, di era globalisasi, kerjasama dan diplomasi antarnegara merupakan hal yang niscaya terjadi, bahkan menjadi sebuah tren.

Sadar akan kuatnya arus globalisasi, negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara pada giliranya bersepakat untuk membentuk sebuah badan kerjasama antarnegara yang bernama Association South East Asia Nations (ASEAN). Asosiasi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ini didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, yang ditandai dengan penandatanganan Deklarasi ASEAN (atau Deklarasi Bangkok)2 oleh para pendiri ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Kemudian Brunei Darussalam bergabung pada tanggal 7 Januari 1984, Vietnam pada tanggal

1 Armanatha Nasir, Kesiapan Diplomasi Ekonomi Indonesia dalam Perdagangan Multilateral, dalam Menjinakkan Metakuasa Global; Suara Indonesia Untuk Globalisasi Yang Lebih Adil, Imam Cahyono (Ed), Kerjasama Prakarsa dan LP3ES, Jakarta, Desember 2008. Hal.

155.

2 Dalam Deklarasi Bangkok tersebut termuat tujuan-tujuan dibentuknya ASEAN yang ringkasannya adalah sebagai berikut: 1) Mempercepat pertumbuhan ekonomi, 2) Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional. 3) Meningkatkan kerjasama aktif dalam berbagai bidang, 4) Saling memberikan bantuan dalam pendidikan dan bidang lain, 5) Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri, 6) Memajukan kajian Asia Tenggara, dan 7). Memelihara kerjasama internasional, lihat, Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hal 142.

(2)

2

28 Juli 1995, Laos dan Myanmar pada tanggal 23 Juli tahun 1997, dan Kamboja pada tanggal 16 Desember 1998, dan saat ini ASEAN beranggotakan 10 (sepuluh) negara.3

Dengan berjalannya waktu dan dalam rangka menghadapi berbagai tantangan kerjasama regional—termasuk krisis ekonomi 1997—para pempimpin ASEAN bersepakat untuk memformulasikan ASEAN Vision 2020. Formulasi ASEAN Vision 2020 ini merupakan hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN II yang dilaksanakan di Kuala Lumpur, Malaysia, tanggal 15 Desember 1997. Dalam ASEAN Vision 2020 termaktub tiga (3) kesepakatan kerjasama antara negara-negara ASEAN. Kesepakatan tersebut diantaranya adalah; pertama, menciptakan kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing tinggi serta melakukan pembangunan ekonomi untuk mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Kedua, mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa. Dan ketiga, meningkatkan pergerakan tenaga profesional dan jasa secara bebas di kawasan ASEAN.4

Langkah untuk memperkuat ASEAN Vision 2020 tersebut kembali digulirkan pada saat KTT ASEAN di Bali pada bulan Oktober 2003. Dalam KTT tersebut dihasilkan Deklarasi Bali Concord II yang memuat kesepakatan untuk mewujudkan masyarakat ASEAN (ASEAN community) pada tahun 2020.

Masyarakat ASEAN (ASEAN community) tersebut terdiri dari tiga pilar, yaitu pada bidang keamanan dan politik dibentuk ASEAN Securty Community (ASC),

3 Tim Penulis Kementerian Perdangan Indonesia, Informasi Umum: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Kementerian Perdangan Indonesia, Jakarta, 2011, hal. 3.

4Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta, 2013, hal 3.

(3)

3

pada bidang ekonomi dibentuk ASEAN Economic Community (AEC/MEA), dan pada bidang sosial budaya dibentuk ASEAN Socio-Culture Community (ASCC). 5 Ketiga pilar tersebut saling berkaitan satu sama lain dan saling memperkuat tujuan pencapaian perdamaian yang berkelanjutan, stabilitas, serta pemerataan kesejahteraan di kawasan.

Tanpa bermaksud menafikan tiga pilar yang lain, dari ketiga pilar tersebut, MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) merupakan pilar yang cukup menarik untuk dibicarakan. Kemenarikan MEA ini bukanlah berangkat dari ruang kosong. Jika ditelusuri, sebagai forum regional yang awalnya bertujuan untuk kepentingan politik, ASEAN mulai memberi perhatian pada kerjasama ekonomi pada akhir 1970-an yang ditandai dengan penandatanganan Preferential Trading Arrangement (PTA) pada 1977. Penandatangan PTA ini menandai dimulainya proses liberalisasi dan integrasi ekonomi secara formal di forum ASEAN.

Selanjutnya untuk mempercepat proses integrasi ekonomi, para pemimpin ASEAN membentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 1992, yang diikuti dengan pembentukan ASEAN Frameworks Agreement on Services (AFAS) pada 1995 dan ASEAN Investment Area (AIA) pada 1998,6 kemudian dilengkapi dengan perumusan sektor prioritas integrasi7 dan kerjasama di bidang moneter lain. Semua hal tersebut merupakan perwujudan dari usaha mencapai MEA.8

5 Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta, 2013, hal. 5

6 Aswin Kosotali dan Gunawan Saichu, “Integrasi Ekonomi: Konsep Dasar dan Realitas”

dalam Rahmat Dwi Saputra, dkk, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, Kompas Gramedia: Jakarta, 2008, hal. 38.

7 Sektor prioritas integrase ekonomi ASEAN ini ada 12 sektor, yaitu produk pertanian, angkutan udara, otomotif, e-ASEAN, elektronik, perikanan, kesehatan, produk karet, tekstil dan apparel, pariwisata, produk kayu, dan jasa logistik. Lihat, Joko Siswanto dan Aditya Rachmanto,

“Menuju Kawasan Bebas Aliran Barang ASEAN 2015” dalam Rahmat Dwi Saputra, dkk,

(4)

4

Realisasi konsep MEA yang mulai digunakan sejak Deklarasi Bali Concord II itu dibangun melalui lima pilar, yaitu: aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.9 Selain itu, pembentukan MEA ini dilakukan melalui empat kerangka strategis, yaitu pencapaian pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global. Dengan terbentuknya MEA ini diharapkan dapat menjadi strategi untuk mencapai daya saing yang tangguh dan di sisi lain akan berkontribusi positif bagi masyarakat ASEAN secara keseluruhan maupun individual negara anggota. Penbentukan MEA juga diharapkan akan menjadikan posisi ASEAN semakin kuat dalam menghadapi negosiasi internasional, baik dalam merespons meningkatnya kecenderungan kerjasama regional, maupun dalam posisi tawar ASEAN dengan mitra dialog, seperti China, Korea, Jepang, Australia-Selandia Baru, dan India.10

Langkah untuk memperkuat untuk memperkuat kerangka kerja MEA kembali digulirkan oleh para Pemimpin ASEAN pada tahun 2006 antara lain dengan formulasi blue print atau cetak biru. Blueprint pada ASEAN Economi Community tersebut memuat beberapa pokok kerjasama utama. Pertama, ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi harus didukung elemen barang, jasa, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, Kompas Gramedia: Jakarta, 2008, hal. 72.

8 Aida S Budiman, “Pendahuluan”, dalam Rahmat Dwi Saputra, dkk, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, Kompas Gramedia: Jakarta, 2008, hal. 2.

9 Ibid.

10 Rizal A. Sjaafara dan AIDA S. Budiman, “Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015”, dalam Rahmat Dwi Saputra, dkk, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, Kompas Gramedia: Jakarta, 2008, hal. 9-10.

(5)

5

investasi, tenaga terdidik, dan aliran modal yang lebih bebas. Kedua, ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi, harus didukung oleh elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerese. Ketiga, sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata, harus dilakukan dengan membangun dan memperkuat pengembangan usaha kecil dan menegah serta prakarsa untuk memperkuat negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos dan Voetnam). Keempat, ASEAN sebagai kawasan yang terintergrasi dengan perekonomian global, harus didukung oleh penguatan hubungan ekonomi kawasan dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.11

Pada perkembangan berikutnya, dengan mempertimbangkan keuntungan dan kepentingan ASEAN untuk menghadapi tantangan daya saing global, kemudian para pempimpin ASEAN memutuskan untuk mempercepat Pembentukan MEA dari 2020 menjadi 2015 (12th ASEAN Summit, Januari 2007).

Keputusan ini juga menjadi political will para pemimpin ASEAN ditandai dengan ditandatanganinya ASEAN Charter (Piagam ASEAN) yang terdiri dari cetak biru dan jadwal strategis pencapaian MEA di Singapura pada 20 November 2007 (13th ASEAN Summit, 20 November 2007). Dokumen tersebut berisi komitmen negara anggota atas keseriusan pencapaian MEA di mana evaluasi pencapaian MEA akan dilakukan melalui serangkaian indikator kinerja yang disepakati dan diumumkan ke masyarakat luas.12

11 Menuju ASEAN Economic Community, Ibid, hal 10

12 Aida S Budiman, “Pendahuluan”, ibid, hal. 3.

(6)

6

Sebagai salah satu anggota ASEAN yang juga turut menandatangani komitmen tersebut, Indonesia harus berupaya mencapai MEA di tahun 2015 guna menjaga kredibilitas nasioal. Apalagi bagi Indonesia, ASEAN merupakan lingkungan utama politik luar negerinya.13 Sebagai salah satu negara yang memiliki peranan terpenting dalam ASEAN, Indonesia tentu dituntut untuk merealisasikan lima pilar MEA, yaitu aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.

Namun, realitas sikap pemerintah Indonesia saat ini, dalam kajian hubungan internasional, Indonesia masih melihat ASEAN dalam bingkai politik luar negeri.

Indonesia masih menganggap ASEAN sebagai bagian luar dari sistem Negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari isu nasionalisme yang begitu kuat. Semangat nasionalisme inilah yang kadang berseberangan dengan realitas politik perdagangan ASEAN. Semangat nasionalisme ini secara normatif memiliki hubungan erat dengan proteksionisme. Padahal, tuntutan realisasi MEA mengharuskan Indonesia untuk membuka pasarnya secara luas dan bebas. Di sini kemudian Indonesia harus mengalami dilema, di satu sisi pemerintah dengan perjanjian ASEAN Economic Community harus membuka pasar, tetapi di sisi lain harus tetap menjaga kepentingan nasional dan memberikan perlindungan terhadap pasar dalam negeri. Indonesia harus mengupayakan komitmennya terhadap MEA dengan melakukan liberalisasi pasar, namun di sisi lain Indonesia dituntut untuk tetap teguh dengan prinsip ekonomi yang berbasis kekeluargaan.

13 Pandu Utama Mandala, Peran Indonenesia Dalam Regionalisme ASEAN, Tesis Ilmu Politik, FISIP-Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hal 80.

(7)

7

Sikap Indonesia terhadap negara-negara ASEAN inilah yang dianggap justru menghambat pengembangan ekonomi ASEAN untuk menjadi komunitas ekonomi dunia. Dari 10 negara ASEAN, Indonesia merupakan negara yang paling terakhir malakukan ratifikasi terhadap piagam tersebut. Indonesia baru melakukan ratifikasi terhadap perjanjian ASEAN Economic Community pada tahun 2008.14 Selain itu, di antara negara-negara yang menjadi anggota ASEAN, Indonesia merupakan Negara yang paling banyak memiliki hambatan non-tarif, yaitu sebanyak 14 non-tariff measures (NTM).15

Berangkat pada kondisi nasional dan internasional tersebut secara perlahan pemerintah Indonesia yang dimotori oleh kementrian perindustrian dan perdagangan membuka keran pasar internasional. Salah satu sektor yang diupayakan adalah sektor industri, dalam hal ini industri otomotif. Pemerintah melihat, sektor industri otomotif adalah salah satu sektor yang paling siap dan mampu bersaing di pasar regional maupaun internasional. Setidaknya ada 3 alasan mengapa sektor industri otomotif ini menjadi prioritas, pertama karena dalam sektor otomotif Indonesia merupakan koordinator negara-negara ASEAN untuk mengintegrasikannya di era MEA. Kedua, produk otomotif Indonesia sudah ada yang telah diekspor di kawasan negara-negara ASEAN.16 Ketiga, berdasar pada data Gaikindo, daya saing industri otomotif Indonesia saat ini terus meningkat, baik dari sisi jumlah produksi maupun penjualan. Bahkan dalam segi penjualan,

14 Pandu Utama Mandala, Peran Indonenesia Dalam Regionalisme ASEAN, ibid hal 85.

15 Joko Siswanto dan Aditya Rachmanto, “Menuju Kawasan Bebas Aliran Barang ASEAN 2015”, ibid, hal. 107.

16 Syamsul Arifin dan Aida S. Budiman, “Peluang dan Tantangan Pembentukan MEA 2015 bagi Indonesia’, dalam Rahmat Dwi Saputra, dkk, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, Kompas Gramedia: Jakarta, 2008, hal. 287.

(8)

8

Indonesia saat ini tercatat sebagai negara dengan jumlah penjualan produk otomotif terbanyak di ASEAN.

Kapasitas produksi industri otomotif Indonesia memang masih berada di bawah Thailand. Namun, melihat tren pertumbuhan produktivitas industri otomotif di Negara-negara ASEAN, agaknya daya saing industri otomotif Indonesia dalam hal produktivitasnya dapat dikatakan memiki prospek yang cerah. Berdarkan data dari GAIKINDO, sejak tahun 2007 hingga tahun 2015 pertengahan, pertumbuhan produktivitas industri otomotif Indonesia hampir selalu bergerak naik. Pada tahun 2007 produktivitas industri otomotif Indonesia masih menduduki peringkat ketiga di ASEAN, di bawah Malaysia dan Thailand. Pada tahun 2008 produktivitas industri otomotif Indonesia mulai naik dan mengungguli Malaysia. Namun, pada tahun 2009 produktivitas industri otomotif Indonesia kembali terpuruk dan kembali berada di bawah Malaysia. Sejak tahun 2009 hingga 2015 pertengahan, produktivitas industri otomotif Indonesia terus tumbuh pesat dan jauh meninggalkan salah satu pesaingnya, yaitu Malaysia. Sejak tahun 2010 pertumbuhan produktivitas industri otomotif Indonesia terus membaik dan menempati posisi nomor dua untuk kawasan ASEAN, di bawah Thailand.17

Namun, meskipun dari segi produktivitas industri otomotif Indonesia masih berada di bawah Thailand, dari segi penjualan atau pasar saat ini industri otomotif Indonesia sudah mengungguli Thailand dan berhasil menjadi yang nomor satu di ASEAN. Pada tahun 2007 dan 2009 pasar industri otomotif Indonesia memang pernah mengalami penurunan dan berada di peringkat ke tiga di kawasan ASEAN,

17 GAIKINDO

(9)

9

di bawah Malaysia dan Thailand. Namun, pada perkembangan berikutnya pertumbuhan pasar industri otomotif Indonesia terus bergerak naik dan berhasil menjadi yang nomor satu di kawasan ASEAN pada tahun 2011 dengan penjualan mencapai 894.164 unit per tahun, mengungguli Thailand yang pada waktu itu hanya mencatat penjualan sebesar 794.081.18

Dua tahun kemudian, pada tahun 2012 dan 2013 pasar industri otomotif Thailand kembali naik cukup pesat dan kembali mengungguli pasar industri otomotif Indonesia. Namun, kondisi pasar industri otomotif Thailand jatuh cukup jauh pada tahun 2014 dan 2015. Situasi politik Thailand yang tidak menentu membuat pasar pasar industri otomotif Thailand terpuruk dan jatuh, yang pada tahun 2012 mencapai penjualan 1.436.335 unit per tahun, menjadi 881.832 unit per tahun pada tahun 2014.19 Sementara di sisi lain, pasar industri otomotif Indonesia terus menujukkan pertumbuhan yang positif. Sejak tahun 2010 tren pasar industri otomotif Indonesia terus tumbuh baik dan pada tahun 2014 dan 2015 bergerak jauh mengungguli pasar industri otomotif Thailand.

Geliat positif pertumbuhan daya saing industri otomotif di Indonesia tersebut, tentu tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah dalam menyokong pertumbuhan industri otomotif tanah air di era MEA. Sebagaimana pendapat Michael E. Porter,20 kuat atau lemahnya daya saing sebuah industri, dalam hal ini industri otomotif, akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan Negaranya.

Seperti, peran Negara dalam menciptakan kondisi nasional yang kondusif,

18 Ibid.

19 Ibid.

20 Michael E. Porter, “The Competitive Advantages of Nations” dalam Harvard Busisnes Review, edisi March-April 1990.

(10)

10

pembuatan peraturan-peraturan, dan dorongan produksi. Atas dasar hal tersebut, penulis kemudian menjadi tertarik untuk mengkaji kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia di sektor industri otomotif secara lebih mendalam.

B. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang yang telah diulas sebelumnya, maka ada dua pertanyaan yang hendak dijawab dalam penelitian ini, yaitu;

1. Seberapa efektif kebijakan peningkatan daya saing industri otomotif Indonesia dalam menghadapi MEA 2015?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami dan memaparkan kebijakan pemerintah Indonesia dalam menguatkan daya saing di sektor industri otomotif menghadapi MEA 2015.

2. Mengamati efektivitas kebijakan pemerintah Indonesia dalam menguatkan daya saing di sektor industri otomotif menghadapi MEA 2015.

D. TINJAUAN PUSTAKA

Topik tentang MEA 2015 dan topik tentang industri otomotif merupakan topik yang cukup umum. Ada banyak literatur yang membahas tentang topik MEA 2015, demikian juga yang membahas tentang industri otomotif. Namun, sejauh pengamatan penulis, literatur-literatur yang membahas tentang kebijakan pemerintah Indonesia terkait perkembangan daya saing industri otomotif dalam

(11)

11

menghadapi MEA 2015 serta efektivitas dari kebijakan tersebut terhadap daya saing industri otomotif Indonesia di era MEA 2015, masih amat langka. Berikut akan disajikan beberapa literatur yang memiliki keterkaitan tema, namun dalam beberapa hal cukup berbeda dengan penelitian yang hendak penulis lakukan.

Pertama, kajian yang dilakukan oleh Jose Fernandes dan Roos K.

Andadari21, keduanya meneliti tentang persepsi kelompok sosial (dalam hal ini mahasiswa) dalam masyarakat dalam menyongsong diberlakukannya MEA 2015.

Persepsi ini berkaitan dengan sikap-sikap individu dalam masyarakat. Pendekatan penelitian yang bersifat kualitatif ini menghasilkan rumusan bahwa tidak semua mahasiswa sebagai kelompok sosial masyarakat mengetahui tentang MEA 2015.

Faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah sumber informasi yang terbatas yang diakibatkan oleh ketidakterpaduan kebijakan serta tingkat antusiasme mahasiswa yang cukup rendah, menyebabkan informasi yang diterima tentang MEA 2015 amat terbatas. Namun, meskipun sedikit banyak kajian ini telah membahas tentang MEA 2015, kajian ini tidak membahas tentang kebijakan- kebijakan pemerintah Indonesia dalam sektor industri otomotif dalam menghadapi MEA 2015.

Kedua, Kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia berjudul “Outlook Ekonomi Indonesia; Integrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional”.22 Kajian ini disusun berdasar pada roundtable discussion pada

21 Jose Fernandes dan Roos K. Andadari, Persepsi Mahasiswa Terhadap Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana, Makalah, Semarang, Desember 2012.

22 Bank Indonesia, Outlook Ekonomi Indonesia; Integrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional, Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia, Jakarta, Januari 2008.

(12)

12

berbagai Focus Group Discussion yang dilakukan antara berbagai pihak, diantaranya Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan, BAPPENAS, IPB, LIPI, CSIS, KADIN, GAIKINDO, dan API. Pendekatan analisis penelitian ini merupakan analisis ekonomi dan merupakan kesimpulan dari tim peneliti ekonomi. Paparan tentang peta ekonomi beserta tantangan dan peluang ekonomi Indonesia nampak jelas dalam penelitian ini. Titik lemah dalam kajian ini, meski peta-peta tampak dijelaskan akan tetapi belum ada rumusan upaya-upaya strategis dalam bentuk kebijakan. Kebijakan diserahkan kepada otoritas kebijakan sehingga kajian ini lebih tepat disebut peta ekonomi. Sebagai peta, paparan dalam temuan kajiannya harus dikembangkan. Selain itu, kajian ini juga tidak mengangkat secara khusus tentang kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia dalam sektor industri otomotif dalam menghadapi MEA 2015..

Ketiga, Kajian berjudul “Integrasi Ekonomi Regional Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: Kajian mengenai kesiapan Indonesia menghadapi Free Flow of Goods sebagai implementasi dari Single Market and Production Base” oleh Solikhatun Isnaini.23 Penelitian ini berupaya untuk melihat pengaturan integrasi ekonomi regional ASEAN menurut Hukum Internasional. Fokus lain dalam pendekatan hukum ini juga untuk melihat bagaimana persiapan pemerintah Indonesia menghadapi integrasi ekonomi regional dalam mempersiapakan dasar hukum pemberlakuannya. Hasilnya, diantara negara-negara ASEAN, pemerintah Indonesia menjadi negara yang cukup terlambat dalam mempersiapkan aturan

23 Solikhatun Isnaini , Integrasi Ekonomi Regional Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: Kajian mengenai kesiapan Indonesia menghadapi Free Flow of Goods sebagai implementasi dari Single Market and Production Base, Fakultas Hukum, Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto, 2013.

(13)

13

hukum dalam persaingan ekonomi ASEAN tersebut. Karena berfokus pada kajian hukum, penelitian ini pun luput untuk mengangkat tema kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia dalam sektor industri otomotif dalam menghadapi MEA 2015.

Keempat, penelitian yang berjudul Implementasi Integrasi Ekonomi ASEAN 2015 Terhadap Ekonomi Indonesia yang ditulis oleh Jose Fernandes dan Roos K.

Andadari.24 Kajian ini juga melakukan kajian tentang implementasi integrasi ekonomi ASEAN terhadap ekonomi Indonesia. Kajian yang dilakukan bersifat futuristik atau berdasar pada prediksi-prediksi masa depan ekonomi Indonesia pasca diberlakukannya MEA 2015. Namun, buku ini juga tidak menyinggung tentang kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia dalam sektor industri otomotif dalam menghadapi MEA 2015.

Kelima, buku “Menuju ASEAN Economic Community” yang diterbitkan oleh Kementrian Perdagangan25. Seperti halnya kajian Jose Fernandes dan Roos K. Andadari, buku Kementrian Perdagangan ini juga bersifat futuristik, tetapi agak bertolak belakang. Kajian Jose Fernandes dan Roos K. Andadari lebih banyak menyampaikan tentang kekhawatiran akan masa depan ekonomi Indonesia karena pemerintah belum dianggap serius, maka sebaliknya Kementrian perdagangan justru lebih menampilkan optimisme masa depan ekonomi Indonesia dalam berbagai sektor dengan upaya-upaya yang sudah dilakukan. Seperti juga kajian futuristik sebelumnya buku ini tidak membahas secara spesifik tentang

24 Jose Fernandes dan Roos K. Andadari, Dampak Integrasi Ekonomi ASEAN 2015 Terhadap Ekonomi Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana, Semarang, 2013.

25 Kementrian Perdagangan RI, Menuju ASEAN Economic Community 2015, Direktur Jendral Perdagangan Internasional, Jakarta 2013

(14)

14

kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia dalam sektor industri otomotif dalam menghadapi MEA 2015.

Keenam, Penelitian yang berkaitan dengan peran dan kebijakan, beberapa diantaranya dilakukan oleh Pandu Utama Mandala26, Yuventus Effendi dan Suska27, serta Raisa Samantha Sudana28. Penelitian Pandu Utama Mandala berjudul “Peran Indonenesia Dalam Regionalisme ASEAN”, dan penelitian Yuventus Effendi dan Suska berjudul “ASEAN Investment Forum Untuk Mendorong Investasi di Kawasan ASEAN”. Sedangakan penelitian Raisa Samantha Sudana berjudul “Peranan Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Persiapan Menyongsong Asean Economic Comunity 2015”. Penelitian tersebut meski memiliki fokus pada kebijakan, ketiganya menggunakan pendekatan yang berbeda. Penelitian Pandu Utama Manadala menggunakan pendekatan ekonomi- politik, dan pendekatan Yuventus Effendi dan Suska menggunakan pendekatan ekonomi makro. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Samantha Sudana menggunakan pendekatan ilmu hukum. Jika ketiganya dilihat sebagai sebuah kesatuan, maka penelitian ini akan saling melengkapi. Pertama, pada penelitian yang dilakukan olej Pandu Utama Mandala, titik letak kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah tampak pada keniscayaan bahwa kebijakan harus mengedepankan kemandirian bangsa sehingga daya tawar negara dihadapan bangsa lain kuat. Potensi dan kekayaan alam Indonesia harus dimanfaatkan

26 Pandu Utama Mandala, Peran Indonenesia Dalam Regionalisme ASEAN, Tesis Ilmu Politik, FISIP-Universitas Indonesia, Jakarta, 2009

27 Yuventus Effendi dan Suska, ASEAN Investment Forum Untuk Mendorong Investasi di Kawasan ASEAN, Makalah Forum Investasi ASEAN, Jakarta 6 Desember 2011.

28 Raisa Samantha Sudana, Peranan Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Persiapan Menyongsong Asean Economic Comunity 2015, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 2013.

(15)

15

dengan baik sehingga daya tawar Indonesia kuat. Kedua, kebijakan investasi di Indonesia menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia terbuka. Sebagai negara terbuka, Indonesia tidak lagi dianggap takut terhadap ancaman negara ataupun korporasi dari negara-negara lain yang melakukan usahanya di Indonesia. Namun demikian, investasi sebagai negara-negara di kawasan ASEAN harus mengedepankan kerjasama. Pada kajian hukum sebagaimana dilakukan oleh Sudana, kebijakan pemerintah, baik pada kerjasama ekonomi, politik, perdagangan ataupun investasi harus diletakkan pada konstitusi sehingga kebijakan tersebut tidak menabrak konstitusi dasar sebuah negara. Namun, penelitian-penelitian tersebut belum membahas secara spesifik tentang implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia terhadap daya saing sektor industri otomotif Indonesia di era MEA 2015.

Ketujuh, penelitian Patrick Kuntara Harpranata Silangit yang berjudul

“Langkah Strategis Ekonomi Indonesia Menghadapi ME ASEAN 2015“.29 Patrick mengungkapkan strategi kebijakan berkaitan dengan peningkatan daya saing produk Indonesia dalam menghadapi ME ASEAN 2015 berdasar analisis dari roadmap HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), setidaknya terdapat tiga indikator yang digunakan untuk meraba posisi Indonesia di ekonomi ASEAN.

Pertama, pangsa ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN cukup besar. Nilai ekspor Indonesia ke Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand mencapai 13,9 % dari total ekspor Indonesia pada 2005. Kedua, daya saing ekonomi Indonesia lebih buruk dibandingkan negara ASEAN lainnya. Sebagaimana yang dilaporkan oleh

29 Kuntara Harpranata Silangit, Langkah Strategis Ekonomi Indonesia Menghadapi ME ASEAN 2015, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2013

(16)

16

World Economic Forum dalam Global Competitiveness Index 2011-2012, peringkat Indonesia turun menjadi peringkat 46 dari peringkat 44 pada 2010.

Ketiga, percepatan investasi di Indonesia tertinggal bila dibandingkan negara ASEAN lainnya. Selain akibat dari sisa krisis ekonomi, rendahnya investasi dipicu pula oleh buruknya infrastruktur ekonomi, kelambanan birokrasi dan mahalnya izin usaha. Namun, penelitian ini juga masih belum membahas secara memadai tentang kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia dalam sektor industri otomotif dalam menghadapi MEA 2015.

Kedelapan, tesis Enggar Furi Herdianto yang berjudul Industri Otomotif Thailand Dan Indonesia: Analisis Rent.30 Tesis ini membahas efektivitas upgrading industri otomotif Thailand dan Indonesia melalui prespektif global value chain, serta pelajaran apa yang dapat Indonesia dapat pelajari dari perkembangan Thailand. Namun, karena berfokus pada upgrading industri otomotif Thailand dan Indonesia, tema tentang kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia dalam sektor industri otomotif dalam menghadapi MEA 2015, tidak mendapatkan porsi yang banyak dalam penelitian tersebut.

Kesembilan, tesis Muhtar Rasyid yang berjudul Kinerja sektor industri otomotif berdasarkan indiaktor price-cost margin di Indonesia, 1999-2006.31 Tesis ini menganalisis trend kinerja industri otomotif dan menguji pengaruh market share, intensitas kapital, intensitas impor serta produktivitas tenaga kerja terhadap kinerja industri otomotif nasional. Indikator price-cost margin digunakan

30 Enggar Furi Herdianto, Industri Otomotif Thailand Dan Indonesia: Analisis Rent, Hubungan Internasional UGM, 2013.

31 Muhtar Rasyid, Kinerja sektor industri otomotif berdasarkan indiaktor price-cost margin di Indonesia, 1999-2006, Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UGM, 2009.

(17)

17

untuk mengukur kinerja industri otomotif Indonesia tahun 1999-2006. Namun, meski sudah membahas tentang indutri otomotif Indonesia, tesis tersebut sama sekali tidak mengulas tentang keterkaitan industri otomotif dengan MEA 2015, terlebih tentang kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia dalam sektor industri otomotif dalam menghadapi MEA 2015..

Melihat tidak adanya literatur yang membahas secara spesifik tentang kontribusi sektor industri otomotif bagi Indonesia di era MEA 2015, maka penelitian ini pun menjadi amat relevan untuk dilakukan.

E. KERANGKA KONSEPTUAL

1. Konsep Porter’s Diamond Framework

Konsep Porter’s Diamond Framework ini merupakan konsep yang pertama kali dikenalkan secara eksplisit oleh Michael E. Porter. Dia pernah menuliskan sebuah artikel yang berjudul The Competitive Advantages of Nations.32 Dalam artikel itu, Michael E. Porter mengkaji secara mendalam tentang pengembangan daya saing industri. Berdasarkan kajiannya tersebut, Michael E. Porter kemudian mengatakan bahwa Daya saing suatu negara dalam industri tertentu dapat ditingkatkan melalui Diamond Framework.

Secara umum, konsep Diamond Framework ini menguraikan tentang hal- hal yang harus diperhatikan jika menginginkan mengembangkan daya saing sebuah industri. Menurut Porter, terdapat sinergi antara pemerintah dan dunia industri untuk meningkatkan daya saing negara dalam perdagangan internasionalnya. Sinergi tersebut amat membantu untuk mendukung eleman-

32 Michael E. Porter, “The Competitive Advantages of Nations” dalam Harvard Busisnes Review, edisi March-April 1990.

(18)

18

elemen penting dan membentuk keunggulan kompetitif. Terdapat empat pilar dalam membentuk daya saing suatu negara, dimana daya saing ini dapat ditingkatkan hingga mencapai titik yang membuat industri domestik mampu bersaing dengan industri global dalam perdagangan internasional.

Adapun empat pilar dalam membentuk daya saing suatu negara tersebut, 1) Factor condition, yaitu bagaimana kondisi faktor produksi pada suatu

negara seperti ketersediaan infrastruktur yang memadai dan lain hal yang dapat mendukung daya saing industri.

2) Demand condition, yaitu bagaimana kondisi permintaan pasar misalnya:

1.Memiliki pembeli yang beragam. 2. Adanya tekanan dari pelanggan untuk selalu melakukan inovasi. 3. Ukuran permintaan cukup besar dan dapat terlihat dengan jelas. 4. Memiliki segmen konsumen yang berlapis.

3) Related and supporting industry, yaitu kehadiran industri terkait dan industri pendukungnya yang berdaya saing internasional. Misalnya : 1.

Adanya akses yang efisien ke input. 2. Selalu ada koordinasi yang tak putus. 3. Menolong proses inovasi dan peningkatan (upgrading) berdasarkan pada pertukaran litbang, informasi, dan ide. 4. Membawa kepada industri yang kompetitif. 5. Mendorong permintaan untuk produk- produk pendukung. 6. Memaksakan keunggulan kompetitif untuk industri- industri yang terkait.

4) Firm strategy, structure, and rivaly, yaitu bagaimana negara mengkondisikan dan mengatur industri serta kaitannya dengan persaingan

(19)

19

domestik.33misalnya Perusahaan harus memiliki tujuan, struktur kepemilikan yang membanggakan bangsa, dan selalu berkomitmen dengan visi nasional maupun negara.

Berikut interaksi keempat elemen penting tersebut dalam sebuah gambar.

Interaksi Elemen Pembentuk Keunggulan Kompetitif

Diagram tersebut menunjukkan bahwa interaksi dari keempat elemen tersebut keterkaitannya didukung oleh peranan pemerintah dalam meningkatkan daya saing suatu industri. Pemerintah dapat memberikan lingkungan yang kondusif agar keempat elemen tersebut dapat bekerja secara optimal membentuk dan membangun daya saing negara.

Selain itu, menurut Michael E. Porter keempat hal tersebut dipengaruhi oleh dua hal, yaitu pemerintah (goverment) dan kesempatan (chance). Dua hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan Factor condition, Demand condition,

33 Ibid, hal. 78.

(20)

20

Related and supporting industry, dan Firm strategy, structure, and rivaly.34 Tanpa peran pemerintah dan adanya kesempatan, empat hal tersebut akan sulit utuk menjadi kondusif.

Dalam industri otomotif Indonesia, seiring dengan disepakatinya cetak biru MEA 2015, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mendorong pertumbuhan daya saing industri otomotif. Berdasarkan pengamatan penulis, pemerintah Indonesia cukup memberi perhatian lebih terhadap empat hal sebagaimana diuraikan Porter di atas.

Pertama, dalam hal memberi perhatian terhadap Factor condition. Ada dua kebijakan besar yang ditempuh pemerintah Indonesia dalam rangka memperhatikan Factor condition di sektor industri otomotif, yaitu Kebijakan Peningkatan Infrastruktur Industri Otomotif Indonesia oleh BUMN dan Kebijakan Pengembangan Teknologi Produk Industri Otomotif Indonesia oleh Kementerian Industri.

Kedua, pemerintah melalui kementerian perindustrian telah berusaha untuk memperhatikan apa yang disebut oleh Porter sebagai Demand condition.

Dalam hal menjaga kondisi permintaan pasar akan produk otomotif di era MEA 2015, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pengembangan kendaraan hemat energi, ramah lingkungan dan harga terjangkau (low cost green car/LCGC). Kebijakan ini diambil karena permintaan pasar Indonesia (ASEAN) saat ini cenderung mengarah pada kendaraan LCGC.

34 Michael E. Porter, “The Competitive Advantages of Nations” dalam Harvard Busisnes Review, edisi March-April 1990. Hlm. 78.

(21)

21

Ketiga, pemerintah Indonesia melalui kementerian perindustrian dan kementerian perdagangan juga memperhatikan kehadiran industri terkait dan industri pendukung industri otomotif, yaitu industri komponen. Ada dua kebijakan besar yang lakukan pemerintah Indonesia untuk mendorong daya saing industri komponen, yaitu pembatasan impor komponen dan program promosi produk komponen otomotif nasional.

Keempat, dalam hal Firm strategy, structure, and rivaly. Guna mengkondisikan dan mengatur industri serta kaitannya dengan persaingan domestik, pemerintah Indonesia melalui kementerian keuangan mengeluarkan paket kebijakan untuk mendorong investasi industri otomotif Indonesia. Dengan semakin banyaknya investasi yang masuk ke Indonesia di harapkan persaingan industri otomotif di Indonesia akan semakin kompetitif dan semakin memperkuat daya saingnya.

2. Konsep Daya Saing

Konsep daya saing merupakan satu dari sekian konsep yang sangat populer, tetapi tidak terlalu sederhana untuk dipahami. Seperti diungkapkan oleh Garelli, konsep yang multidimensi ini sangat memungkinkan beragam definisi dan pengukuran. Meski begitu, bahasan konsep daya saing setidaknya memiliki tiga aspek tinjauan, yakni: pada tingkat perusahaan, industri atau sehimpunan atau sekelompok industri, dan negara atau daerah (sebagai suatu entitas ekonomi).35

Pemaknaan daya saing pada konteks tersebut berbeda. Akan tetapi, daya saing pada masing-masing tingkatan tersebut saling terkait secara erat. Daya saing

35 Porter, Michael. 1990. The Competitive Advantage of Nations . New York : The Free Press, A Division of Macmillan 1990

(22)

22

pada tingkatan perusahaan merupakan elemen dasar dalam membentuk daya saing pada tingkat industri, daerah maupun negara.36 Sementara di pihak lain, berbagai kondisi dan faktor yang ada dalam suatu industri dan di suatu daerah tertentu atau negara dapat membentuk konteks bagi perkembangan daya saing perusahaan dalam industri dan di wilayah yang bersangkutan. Isu ini merupakan salah satu topik yang terus diperdebatkan dalam diskusi tentang daya saing.

Daya saing industri dapat diartikan suatu industri dikatakan berdaya saing (kompetitif) jika memiliki tingkat produktivitas faktor keseluruhan (total factor productivity/TFP) sama atau lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pesaing asingnya (foreign competitors). Atau, suatu industri dapat dikatakan berdaya saing (kompetitif) jika memiliki biaya satuan (rata-rata) sama atau lebih rendah apabila dibandingkan dengan pesaing asingnya (foreign competitors).37

Selain itu, daya saing industri juga dilihat dalam konteks kemampuan perusahaan atau industri dalam menghadapi tantangan persaingan dari para pesaing asingnya (US Department of Energy). Aspek kemampuan yang dimaksud adalah daya dukung kemampuan perusahaan, industri, daerah, atau negara ataupun supranational regions untuk menciptakan tingkat pendapatan dan pemanfaatan faktor yang relatif tinggi, sambil tetap mampu mempertahankan keberadaan dalam persaingan internasional.38

Menurut Kadocsa, ada beberapa indikator untuk mengukur daya saing, yaitu penerimaan, ekspor, laba, pangsa pasar, produktifitas, standar teknis, nilai perusahaan, good will, pencitraan, kepuasan konsumen, dan nilai produk dan jasa

36 Ibid.

37 Ibid.

38 Ibid.

(23)

23

yang dihasilkan.39 Kadocsa juga menyatakan bahwa secara garis besar, faktor yang mempengaruhi daya saing dibagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Perbedaan antara faktor eksternal dan internal diberikan Kadocsa40 sebagai berikut:

FAKTOR EKSTERNAL FAKTOR INTERNAL

Employment Marketing

Productivity Innovation

Capital supply opportunities Productivity

Globalisation Knowledge-based development

EU Capital supply

Business relations Management, organisation, structure

Alliances Cost-efficiency

Networks Compliance

Untuk kasus daya saing industri otomotif Indonesia, setelah berbagai upaya dan kebijakan diterapkan oleh pemerintah Indonesia, daya saing industri otomotif Indonesia telah berhasil terangkat. Dalam hal produktivitas, berdasarkan catatan Gaikindo, jumlah produksi industri otomotif Indonesia naik rata-rata 18,1

% selama periode 2010-2014 yaitu mencapai 1.298.523 unit pertahun di tahun 2014, namun sedikit turun, yaitu 1,4%, pada pertengahan tahun 2015.41

39 György Kadocsa, “Research of Competitiveness Factors of SME” dalam Acta Polytechnica Hungarica Vol. 3, No. 4, 2006. Keleti Károly Faculty of Economics, Budapest Tech.

40 Ibid.

41 Data Base Gaikindo

(24)

24

Berikutnya dari segi pemasaran. sejak tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2015, tren pertumbuhan pasar atau penjualan produk industri otomotif Indonesia relatif baik. Terhitung sejak tahun 2010 hingga tahun 2013, pasar industri otomotif Indonesia selalu menunjukkan perkembangan yang positif. Rata- rata perkembangan pasar industri otomotif Indonesia sejak tahun 2010 hingga 2013 mencapai kisaran rata-rata pertumbuhan penjualan hingga 100.000 unit lebih dalam setiap tahunnya.42 Memang, kondisi pasar industri otomotif Indonesia sejak tahun 2010 hingga tahun 2015, pertumbuhannya tidak selalu positif. Semenjak tahun 2014 hingga pertengahan 2015, laju pertumbuhan pasar industri otomotif Indonesia cenderung menurun. Namun, tren pasar otomotif Indonesia yang menurun tersebut tidak terlalu jauh dan besar, hanya kisaran 20.000 unit dari tahun 2013 ke 2014.43 Kondisi penurunan pasar industri otomotif pada tahun 2014-2015 tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga hampir seluruh Negara di ASEAN, karena kondisi perokonomian dunia tidak tumbuh baik.

Kondisi penurunan pasar industri otomotif Indonesia tersebut masih wajar dan relatif sedikit. Apabila dibandingkan dengan penurunan pasar industri otomotif Thailand, Negara yang selama ini menduduki posisi pertama dalam pasar industri otomotif ASEAN, penurunan pasar industri omotif Indonesia masih tergolong rendah, bahkan cenderung stabil.

Dari segi investasi, Indonesia masih menjadi tujuan investasi sejumlah perusahaan otomotif global. Pada tahun 2013 pertumbuhan investasi di sektor otomotif Indonesia tumbuh sangat kuat, bahkan PMDN tumbuh hingga lebih dari

42 Ibid.

43 Ibid.

(25)

25

300% dan PMA tumbuh hingga lebih dari 100%. Namun, pertumbuhan investasi di sektor otomotif Indonesia cenderung turun cukup signifikan pada tahun 2014, yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) turun hingga 76,31% dan Penanaman Modal Asing (PMA) turun 44,77%.44 Kondisi penurunan tersebut kembali membaik setelah memasuki tahun 2015. Berdasarkan laporan triwulan I dan II BKPM, jumlah realisasi investasi untuk industri otomotif Indonesia mulai merangkak naik, terutama nilai investasi PMDN. Hingga bulan Juli 2015, nilai investasi PMDN untuk industri otomotif telah mencapai 934,16 milyar rupiah dengan jumlah proyek sebanyak 48 proyek. Sedangkan nilai investasi PMA untuk industri otomotif per Januari-Juli telah mencapai 955,5 juta dolar dengan jumlah proyek sebanyak 349 proyek.45

Berikutnya dari segi teknologi. Para pengusaha industri otomotif Indonesia terus bergerak untuk menghasilkan produk-produk otomotif yang berteknologi tinggi, terutama pada segmen produk LCGC yang merupakan produk utama industri otomotif Indonesia. Hingga tesis ini ditulis, beberapa perusahaan industri otomotif Indonesia telah mengeluarkan beberapa produk otomotif terbaru dengan kualitas teknologi yang bersaing.46

F. ARGUMEN UTAMA

Realitasnya Indonesia merupakan negara yang terluas dan terbesar penduduknya di kawasan ASEAN. Kondisi ini tentu menjadikan Indonesia sebagai objek pasar potensial bagi negara-negara yang industri otomotifnya kuat,

44 Laporan kinerja kementerian perindustrian tahun 2014.

45 Laporan triwulan I dan II 2015 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Indonesia Investment Coordinating Board.

46 Bedah Produk LCGC, dalam Media Industri Kemenperin no. 03. 2013. hlm. 14

(26)

26

seperti Thailand, terlebih tahun 2015 ini ASEAN telah menerapkan MEA. Tidak mau menjadi objek pasar otomotif Thailand di era MEA, pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendorong daya saing industri-industri otomotif di Indonesia. Upaya-upaya pemeritah tersebut pada akhirnya cukup efektif mendorong laju pertumbuhan daya saing industri otomotif Indonesia, sehingga industri otomotif Indonesia semakin baik dan siap bersaing di era MEA, bahkan dari segi daya saing penjualan saat ini Indonesia tercatat menjadi yang nomor satu di ASEAN.

G. METODE PENELITIAN

Setiap kegiatan ilmiah untuk lebih terarah dan rasional diperlukan suatu metode yang sesuai dengan objek yang dikaji, karena metode berfungsi sebagai cara mengerjakan sesuatu untuk dapat menghasilkan hasil yang memuaskan. Di samping itu metode merupakan cara bertindak supaya peneliti berjalan terarah dan mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu, sebagai salah satu kegiatan ilmiah, maka penelitian ini pun memiliki metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif disini meletakkan kekuatan pada upaya obyektifitas. Pendekatan ini dipilih karena penelitian kualitatif mampu menjelaskan divergensi (kenyataan

(27)

27

ganda) sebuah obyek penelitian di mana peneliti dan obyek penelitiannya menjadi instrumen. Divergensi yang terjadi dapat bersifat bertolak belakang, linier maupun kausalitas (sebab-akibat). Dapat dimaknai bahwa, dalam satu sisi anggota legislatif merupakan orang-orang pilihan yang dihormati namun disisi lain sebagai orang terhormat tersebut tidak sedikit anggota dewan yang melakukan pelanggaran dengan tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sebagaimana seharusnya. Oleh karena itu, pengumpulan data dalam penelitian ini tidak selalu dapat dijelaskan secara teoretik, tetapi dipandu oleh fakta-fakta dalam penelitian lapangan.47

2. Obyek Penelitian

Segaris dengan masalah yang hendak diuraikan dalam penelitian ini, maka obyek penelitian ini adalah kebijakan-kebijakan pemerintah terkait perkembangan industri otomotif Indonesia sejak 2007-2015 sebagai upaya menghadapi MEA 2015, serta implementasi kebijakan-kebijakan tersebut terhadap daya saing industri otomotif Indonesia di Era MEA 2015.

3. Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini menggunakan data pustaka. Data pustaka tersebut berasal dari segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan sesuai dengan kajian topik yang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan

47 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2005, hal 3.

(28)

28

ilmiah, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, serta juga termasuk skripsi, tesis dan disertasi.48

Dalam penelitian ini, studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap berbagai sumber informasi sebagaimana disebut diatas yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah Indonesia dalam perdagangan, investasi dan upaya dalam meningkatkan daya saing pada sektor industri otomotif. Kepustakaan yang digunakan dalam penelitian ini dapat tertulis dalam bentuk cetak maupun elektronik.

4. Metode Analisa Data

Sesuai dengan jenis penelitian ini, teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengunakan teknik analisa kualitatif. Teknik analisa kualitatif adalah analisa data dengan menggunakan keterangan atau penjelasan-penjelasan secara teoritis tentang hubungan antara fakta yang terjadi, informasi dan data. Metode teknik analisa kualitatif secara spesifik yang digunakan adalah teknik induktif. Fakta, informasi data serta analisa tersebut diklasifikasikan dan dikelompokkan (cluster). Klasifikasi dan pengelompokan ini disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, khususnya sesuai dengan pembahasan pada setiap bab pembahasan penelitian ini. Proses analisa ini dilakukan sejak penelitian ini dilakukan dari melakukan reduksi data (pengumpulan data), display data (penyajian data) hingga pada verifikasi dan melakukan simpulani data.

Hasilnya dituangkan dalam laporan penelitian.49

48 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi (penyunting), Metode Penelitian Survai, Penerbit LP3ES, Jakarta, 1989

49 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2005, hal 89- 116.

(29)

29 H. JANGKAUAN PENELITIAN

Sebuah penelitian tentu memerlukan suatu batasan waktu yang akan diteliti agar tidak terlalu melebar. Dengan adanya jangkauan waktu yang jelas maka penelitian dapat lebih fokus terhadap pembuktian hipotesa dalam menjawab pertanyaan penelitian dan tidak melebar ke masalah yang tidak berkaitan. Dalam penelitian ini, jangkauan waktu yang diteliti adalah kebijakan-kebijakan pemerintah terkait perkembangan daya saing industri otomotif Indonesia untuk menghadapi MEA 2015, sejak tahun 2007 hingga pertengahan 2015 serta efektivitas kebijakan tersebut terhadap peningkatan daya saing industri otomotif di era MEA 2015.

Gambar

Diagram tersebut menunjukkan bahwa interaksi dari keempat elemen  tersebut  keterkaitannya didukung oleh peranan  pemerintah  dalam meningkatkan  daya saing suatu industri

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui efek hepatotoksik pemberian kombinasi parasetamol-ibuprofen dibandingkan parasetamol pada nekrosis hepar

 Telkom memiliki kekuatan finansial yang besar. Hal ini memudahkan Telkom untuk melakukan investasi peralatan telekomunikasi yang mahal. Selain itu, Telkom juga

Permasalahan yang dibahas yaitu konflik, sebab dan akibat konflik psikologis percintaan dalam pementasan opera melayu Bulang Cahaya karya Fedli Aziz.Penelitian

Kerapatan yang rendah juga ditinjau dari temuan jaringan komunikasi rumor pada jaringan follow dan interaksi yang bukan merupakan satu komponen jaringan besar

ULASAN Stok beras di Bulog mencukupi untuk kebutuhan bulan puasa dan lebaran 2017, pemerintah menjamin tidak akan ada kenaikan yang tidak wajar pada komoditas beras.. Pemerintah

Sedangkan, bahan yang digunakan diantaranya batang atas klon kopi lokal (Lampung) golongan Robusta (klon Tugu Sari, Tugu Hijau, Ciari, dan Ersad), batang bawah dari kopi

Keanekaragaman yang terdapat di alam bebas baik keanekaragaman darat, air tawar maupun laut secara alami akan membetuk suatu kesatuan yang disebut dengan lingkungan

Dengan demikian metode merupakan alat yang sangat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan direncanakan (Indra Novianto, 2011: 4).. Masalah yang saya