• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal Pada Perikanan Jaring Arad Di Perairan Selat Sunda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal Pada Perikanan Jaring Arad Di Perairan Selat Sunda"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN MULTISPESIES SUMBER DAYA

IKAN DEMERSAL PADA PERIKANAN JARING ARAD

DI PERAIRAN SELAT SUNDA

SISKA AGUSTINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal pada Perikanan Jaring Arad di Perairan Selat Sunda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Siska Agustina

(4)

RINGKASAN

SISKA AGUSTINA. Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal pada Perikanan Jaring Arad di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER dan NURLISA A BUTET.

Potensi sumberdaya ikan di Perairan Selat Sunda terdiri dari ikan pelagis, ikan demersal, ikan karang, kerang-kerangan, cumi-cumi dan udang. Ikan demersal di Kabupaten Pandeglang merupakan produksi tertinggi kedua dengan jumlah total produksi pada tahun 2013 sebesar 9361.724 ton. Jaring arad atau pukat pantai adalah salah satu alat tangkap yang dominan menangkap ikan demersal di Selat Sunda. Perikanan jaring arad bersifat multispesies, dengan hasil tangkapan terdiri dari 6 kelompok ikan yaitu biji nangka (Upeneus moluccensis), peperek (Eubleekeria splendens), kurisi (Nemipterus nematophorus), tiga waja (Otolithes ruber), layur (Lepturacanthus savala), dan kelompok spesies lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju eksploitasi aktual sumber daya ikan demersal, mengetahui status pemanfaatan ikan demersal oleh alat tangkap jaring arad dengan model bioekonomi multispesies, dan mengidentifikasi alternative pengelolaan yang tepat bagi ikan demersal pada perikanan jaring arad di Selat Sunda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Oktober 2014 dan Maret 2015 di PPP Labuan Banten. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer (panjang total ikan, bobot ikan, jenis kelamin, TKG, dan wawancara dengan nelayan jaring arad) dan data sekunder (data statistik perikanan dari DKP Pandeglang. Analisis data meliputi parameter pertumbuhan, penentuan ukuran rata-rata tertangkap, penentuan ukuran rata-rata matang gonad, mortalitas dan laju eksploitasi, analisis bioekonomi multipsesies, analisis bioekonomi kompetisi, analisis laju degradasi dan depresiasi, dan analisis stakeholder.

Hasil menunjukkan bahwa laju eksploitasi untuk ikan biji nangka, peperek, kurisi, dan ikan layur telah melebihi eksploitasi optimumnya (50%), artinya secara biologi sumber daya tersebut telah mengalami overexploited. Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap lebih kecil dibandingkan ukuran pertama kali matang gonad (Lc<Lm), hal ini berarti ikan yang tertangkap lebih banyak pada usia muda dan immature. Status pemanfaatan ikan demersal oleh jaring arad adalah fully exploited (>70% dari MSY) dengan nilai upaya dan produksi aktual (E= 8950 trip,

h= 1374 ton and π= Rp. 11370 juta) lebih kecil dibandingkan kondisi optimum (E=

10811 trip, h= 1811 ton and π= Rp. 14477 juta). Sehingga peningkatan hasil tangkapan dan upaya tangkapan masih dapat ditingkatkan sampai pada batas optimumnya. Berdasarkan hasil analisis pemangku kepentingan, nelayan menjadi pelaksana untuk pengelolaan ikan demersal di Selat Sunda. Pengelolaan ikan demersal di perairan Selat Sunda dapat dilakukan dengan penambahan upaya tangkapan sampai pada batas upaya MEY, menetapkan kuota penangkapan, melakukan pengaturan mata jaring, dan penentuan daerah pemijahan ikan.

(5)

SUMMARY

SISKA AGUSTINA. Management Resources of Multispecies Demersal Fish on Small Bottom Trawl Fisheries in the Sunda Strait Waters. Supervised by MENNOFATRIA BOER and NURLISA A BUTET.

Fish diversity in the Sunda Strait waters consists of pelagic fish, demersal fish, reef fish, shells, squids, and shrimp. Demersal fish in Pandeglang Regency is the second largest catches amounting to 9361.724 tons. Small bottom trawl is one of the fishing gear for demersal fish in the Sunda Strait. Character of demersal fish resources in tropical waters is multispecies consisting of six group of fish i.e., Goldband goatfish (Upeneus moluccensis), Splendid ponyfish (Eubleekeria splendens), Threadfin bream (Nemipterus nematophorus), Tigertooth croaker (Otolithes ruber), Savalai hairtail (Lepturacanthus savala), dan other species. The research was aimed at determining actual exploitation rate of demersal fish, utilization status of demersal fish caught by small bottom trawl using bioeconomic multispesies model, and identifying more suitable and sustainable alternative management for small bottom trawl fisheries. This research was conducted during May-October 2014 and May 2015 at Coastal Fishing Port (PPP) of Labuan, Banten. Data used in this research consisted of primary data (total length, weight, sex, TKG, and interview on the small bottom trawl fishermen) and secondary data (statistic data of fisheries acquired from Marine and Fishery Ministry of Pandeglang District). Data analysis consisted of growth parameters, determination of length at first capture, determination of length at first maturity, mortality and exploitation rate, bioeconomic multispesies analysis, bioeconomic competition analysis, degradation and depretiation rate analysis, and stakeholders identification analysis. The result showed that value of exploitation rates for Goldband goatfish, Splendid ponyfish, Threadfin bream, Tigertooth croaker, and Savalai hairtail exceeded optimum exploitation (50%), consequently, demersal fish had already been overexploited. Value of length at first capture lower then the value of length maturity (Lc<Lm), as a consequence, the fishes landed in PPP Labuan were dominated by immature fish. Utilization status of demersal fish caught by small bottom trawl was fully exploited (>70% from MSY), value of effort and production

on actual condition (E= 8950 trips, h= 1374 tons and π= Rp. 11370 million) was

lower than the optimum condition (E= 10811 trips, h= 1811 tons and π= Rp. 14477

million). Fishing activity using small bottom trawl could still be increased until to optimum condition. Based on stakeholder analysis, fishermen become the executor for management of demersal fish in Sunda Strait. Restriction on fishing effort, as well as quota, mesh size, and spawning ground determination are of concern for management for demersal fish.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

PENGELOLAAN MULTISPESIES SUMBER DAYA

IKAN DEMERSAL PADA PERIKANAN JARING ARAD

DI PERAIRAN SELAT SUNDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul “Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal pada Perikanan Jaring Arad di Perairan Selat Sunda”.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak : 2013. 089. 521219, Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian

kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi

Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat

Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M Si (sebagai anggota peneliti).

2. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Nurlisa A Butet, MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.

3. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku penguji luar komisi.

4. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku wakil dari Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

5. Keluarga: Bapak Ibu, Kakak-kakak, Ade, dan Chandra Syayid Bani atas dukungan dan kasih sayang yang diberikan.

6. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang atas bantuan memperoleh data penelitian.

7. Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPP Labuan, Banten atas sarana dan prasarana selama penelitian dilakukan.

8. Tim BOPTN 2014: Nurul Mega, Widyanti, Boy Beni, Rosita, Risti, M. Yunus, dan seluruh tim lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kerjasamanya selama penelitian berlangsung.

9. Teman-teman: Febi, Anandinta, Inggar, Laras, Ruri, Werdhiningtyas, Rezaninda, Agus, Yuyun, Dewi, Luffisari, Lusita, Akrom, Ayu, Annisa, Nina, teman-teman MSP 47, SPL 2013, dan SPL 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan.

10.Teman-teman Laboratorium biologi molekuler MSP: Lalu Panji, Wahyu, Findra, Lela, Lita, Yustin, Fajrin.

11.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis.

Bogor, September 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 METODE 4

Waktu dan Lokasi Penelitian 4

Pengumpulan Data 5

Prosedur Analisis Data 7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Hasil 18

Pembahasan 36

4 SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 55

(12)

DAFTAR TABEL

1 Rangkuman kebutuhan data dan analisis data penelitian pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal di Selat Sunda 6 2 Penentuan Tingkat Kematangan Gonad secara morfologi 7

3 Hubungan timbal balik antarspesies ikan 15

4 Kategori skala Likert dalam penentuan tingkat pengaruh dan kepentingan

stakeholder 17

5 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan dominan tertangkap jaring arad

di Perairan Selat Sunda 24

6 Panjang ikan pertama kali tertangkap (Lc) ikan dominan tertangkap

jaring arad di Perairan Selat Sunda 24

7 Panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) ikan dominan tertangkap

jaring arad di Perairan Selat Sunda 25

8 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan demersal 25 9 Nilai parameter biologi multispesies sumber daya ikan dominan

tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda dengan model

Schaefer 26

10 Koefisien ketergantungan antarspesies ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda dengan model Schaefer 26 11 Biaya penangkapan riil ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan

Selat Sunda 27

12 Harga riil multispesies ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan

Selat Sunda 28

13 Nilai EMSY,hMSY,πMSY, EMEY,hMEY,πMEY multispesies sumber daya ikan

dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda 28 14 Nilai EOPT, hOPT,πOPT multispesies sumber daya ikan dominan

tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda 29 15 Hubungan kompetisi ikan biji nangka dengan ikan peperek 30 16 Hubungan kompetisi ikan biji nangka dengan ikan kurisi 30 17 Hubungan kompetisi ikan biji nangka dengan ikan tiga waja 31 18 Hubungan kompetisi ikan biji nangka dengan ikan layur 31 19 Implementasi model bioekonomi kompetisi ikan biji nangka dengan

ikan peperek 32

20 Implementasi model bioekonomi ikan biji nangka dengan ikan

kurisi 32

21 Implementasi model bioekonomi ikan biji nangka dengan ikan tiga

waja 33

22 Implementasi model bioekonomi ikan biji nangka dengan ikan

layur 34

23 Tingkat dan status pemanfaatan ikan dominan tertangkap jaring

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian pengelolaan multispesies sumber daya

ikan demersal di Selat Sunda 4

2 Lokasi penelitian di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten 5 3 Matriks pengaruh dan kepentingan (Eden dan Ackerman 1998 in Bryson

2004) 18

4 Mata pencaharian penduduk Desa Teluk tahun 2014 19 5 Komposisi alat tangkap di Selat Sunda tahun 2013 19 6 Perkembangan armada jaring arad tahun 2008-2013 20 7 Perkembangan upaya penangkapan arad tahun 2008-2013 21 8 Produksi multispesies jaring arad tahun 2013 22

9 Hasil tangkapan jaring arad tahun 2013 22

10 Grafik perkembangan produksi multispesies sumber daya perikanan

demersal di Selat Sunda tahun 2008-2013 23

11 Grafik hubungan antara upaya tangkapan dan hasil tangkapan pada

kondisi MSY 30

12 Koefisien degradasi ikan demersal di Selat Sunda 35 13 Koefisien depresiasi ikan demersal di Selat Sunda 35 14 Matriks pengaruh dan kepentingan antar stakeholder 36 15 Status pemanfaatan sumber daya ikan menurut Kepmen KP RI No.

45/MEN/2011 moderate exploited (hijau),fully exploited (kuning), dan

over exploited (merah) 42

16 Perbandingan upaya penangkapan optimal pada kondisi MEY multispesies dan MEY multispesies kompetisi 44 17 Perbandingan jumlah upaya penangkapan optimal pada setiap kondisi

pengusahaan multispesies sumber daya perikanan 45

DAFTAR LAMPIRAN

1 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinerakan

berdasarkan data panjang 55

2 Frekuensi panjang ikan dominan tertangkap jaring arad 57 3 Pemisahan kelompok ukuran ikan dominan tertangkap jaring arad di

perairan Selat Sunda 59

4 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan dominan tertangkap jaring arad

di perairan Selat Sunda 63

5 Pendugaan ukuran rata-rata pertama kali ikan tertangkap (Lc) ikan dominan tertangkap jaring arad di perairan Selat Sunda 64 6 Tingkat kematangan gonad (TKG) dan pendugaan panjang ikan pertama

kali matang gonad (Lm) ikan dominan tertangkap jaring arad 66 7 Pendugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan dominan tertangkap

(14)

8 Estimasi parameter biologi ikan dominan tertangkap jaring arad di perairan Selat Sunda dengan model Schaefer. 69 9 Jenis makanan biji nangka, peperek, kurisi, tigawaja, dan layur. 70 10 Pendugaan parameter ekonomi (biaya dan harga) ikan dominan

tertangkap jaring arad di perairan Selat Sunda. 70 11 Pendugaan produksi aktual dan lestari ikan biji nangka, peperek, kurisi,

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dugaan potensi sumber daya perikanan di Selat Sunda pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI) 572 adalah 565.30 ribu ton/thn dan pada tahun 2011 penangkapan sudah mencapai 558.60 ribu ton/tahun yang didaratkan di Provinsi Lampung dan Provinsi Banten (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap/ DJPT 2011). Total produksi perikanan di Provinsi Banten sebesar 30% berasal dari Selat Sunda (Boer dan Aziz 2007). Menurut Irhamni (2009) Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Provinsi Banten karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia dengan produksi sekitar 30 ribu ton (20%) atau 117 milyar rupiah pada tahun 2003 (BRKP 2003). Kabupaten Pandeglang memiliki satu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) yaitu PPP Labuan dan tujuh Tempat Pendaratan Ikan (TPI) yaitu TPI Panimbang, Carita, Citeureup, Sidamuki, Sumur, Tamanjaya, dan Pulu Merak (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten 2006).

Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Pandeglang terdiri dari ikan pelagis, ikan demersal, ikan karang, kerang-kerangan, cumi-cumi dan udang (DKP Pandeglang 2013). Ikan demersal di Kabupaten Pandeglang merupakan produksi tertinggi kedua setelah ikan pelagis kecil dengan jumlah total produksi pada tahun 2013 sebesar 9361.724 ton yang terdiri dari ikan kurisi, biji nangka, kuniran, layur, peperek, bambangan, kuwe, tiga waja dan ikan lainnya. Menurut DKP Pandeglang (2013), ikan demersal ditangkap berbagai jenis alat tangkap, antara lain payang, pukat cincin, pukat pantai, bagan, jaring insang, jaring rampus, dan dogol. Jaring arad atau pukat pantai adalah salah satu alat tangkap yang dominan menangkap ikan demersal di PPP Labuan Banten. Jaring arad merupakan jaring modifikasi dari alat tangkap trawl. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 2/ PERMEN/-KP/ 2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat Tarik pada pasal 4 menyebutkan dogol, cantrang, dan lampara dasar sebagai salah satu alat tangkap yang dilarang. Sehingga operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap dogol perlahan mulai dikurang dan beralih ke alat tangkap demersal lainnya.

Jaring arad atau pukat pantai adalah salah satu alat tangkap yang dominan menangkap ikan demersal di PPP Labuan Banten. Jaring arad adalah alat tangkap yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu. Mengacu pada Tatalaksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries) (FAO 1995), permasalahan utama pada perikanan jaring arad adalah ketidakselektifan alat tangkap ini terhadap hasil tangkapan sehingga hasil tangkap sampingan (HTS) yang tertangkap jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan udang sebagai target spesies. Manadiyanto et al. (2000) menjelaskan hasil tangkapan utama jaring arad adalah udang dan ikan demersal. Ikan demersal merupakan ikan yang pergerakannya lambat, sehingga sangat rentan terhadap tekanan penangkapan. Jenis ikan ini hidup di dasar perairan dengan,ruaya terbatas pada lokasi tertentu (Muhammad 2011). Hasil tangkapan ikan demersal oleh alat tangkap jaring arad adalah 2602.58 ton pada tahun 2013.

(16)

2

pelaku perikanan. Menurut Zulbainarni (2012) model pengelolaan ekonomi yang umum digunakan adalah menggunakan spesies tunggal. Menurut Pauly (1979) pendekatan spesies tunggal sering kali tidak cukup dalam pengelolaan sumber daya perikanan tropikal yang ekosistemnya sangat kompleks. Kompleksitas sumber daya perikanan di Indonesia menyebabkan perlunya pengkajian pengelolaan sumber daya perikanan dengan menggunakan pendekatan multispesies. Analisis bioekonomi multispesies adalah suatu analisis bioekonomi yang berorientasi pada banyak spesies (Zulbainarni et al. 2011).

Pendekatan bioekonomi multispesies adalah pendekatan yang memadukan kekuatan ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan faktor biologi yang menentukan produksi suplai ikan dengan berorientasi pada banyak spesies. Hingga pada akhirnya informasi yang didapatkan dari analisis tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan alternatif pengelolaan penangkapan ikan demersal di wilayah Kabupaten Pandeglang sehingga terciptanya pemanfaatan yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta memberikan keuntungan yang optimum bagi masyarakat dan nelayan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan KEPMEN No. 45 tahun 2011 tingkat pemanfaatan ikan demersal di Selat Sunda sudah Fully-Exploited. Hal ini disebabkan peningkatan penangkapan dari tahun ke tahun karena peningkatan permintaan terhadap jenis tersebut. Menurut Sumirat (2011) produksi perikanan di Provinsi Banten terus meningkat untuk setiap tahunnya, yang dikhawatirkan akan mengalami tangkap lebih apabila dibiarkan terus terjadi (Sumirat 2011). Ikan demersal di Kabupaten Pandeglang ditangkap dengan menggunakan banyak alat tangkap (multigear). Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 2/PERMEN/-KP/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat Tarik pada pasal 4 menyebutkan bebrapa alat tangkap seperti payang, pukat pantai, dogol, cantrang, dan lampara dasar sebagai salah satu alat tangkap yang dilarang. Dengan adanya peraturan tersebut akan berdampak pada penurunan hasil tangkapan ikan demersal oleh alat tangkap dogol, sehingga kemungkinan nelayan akan mengganti alat tangkap menjadi alat tangkap yang diperbolehkan seperti jaring dan dapat meningkatkan armada penangkapan alat tangkap tersebut sehingga tekanan penangkapan diduga akan meningkat.

Selama ini pemanfaatan sumberdaya ikan berorientasi pada pemanfaatan jangka pendek yaitu ikan ditangkap sebanyak-banyaknya agar mendapatkan keuntungan yang besar tanpa memikirkan dampaknya dalam jangka panjang. Perolehan izin yang mudah menyebabkan nelayan-nelayan skala kecil meningkat. Akibatnya adanya peningkatan jumlah nelayan dan upaya tangkap menyebabkan tekanan yang semakin tinggi terhadap sumberdaya ikan tersebut.

(17)

3 pengelolaan (management) dalam perikanan. Menurut Beddington et al. (2007) in

Fauzy (2010) kegagalan dalam pengelolaan dapat menyebabkan terjadinya krisis dalam perikanan dan mengancam kelestarian sumber daya ikan.

Berdasarkan dengan hal tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini meliputi komposisi hasil tangkapan ikan demersal, status pemanfaatan sumber daya ikan demersal melalui laju eksploitasi sumber daya, tingkat produksi, upaya dan rente ekonomi optimal sumberdaya ikan, laju degradasi dan depresiasi, serta kontribusi perikanan tersebut terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Pandeglang. Berdasarkan analisis data tersebut dapat dirancang alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan demersal di Kabupaten Pandeglang yang tertangkap oleh alat tangkap jaring arad.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menginventarisasi dan mengkaji komposisi hasil tangkapan ikan demersal yang tertangkap oleh jaring arad.

2. Mengkaji tingkat eksploitasi optimal dan aktual multispesies ikan demersal yang tertangkap jaring arad berdasarkan data hasil tangkapan di PPP Labuan, Banten.

3. Mengkaji tingkat pemanfaatan multispesies sumber daya ikan demersal yang tertangkap oleh jaring arad secara biologi dan ekonomi berdasarkan data hasil tangkapan PPP Labuan, Banten dengan model bioekonomi multispesies.

4. Mengusulkan kebijakan yang dapat berlaku dalam pengelolaan sumberdaya ikan demersal oleh jaring arad di Kabupaten Pandeglang.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah dalam rangka mengontrol kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan yang tertangkap dengan alat tangkap jaring arad dengan memadukan dua sektor disiplin ilmu yaitu biologi dan ekonomi. Informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan. Sehingga kegiatan pemanfaatan tidak memberikan ancaman terhadap kelestarian ikan dan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan dengan mengoptimalkan keuntungan yang mungkin diperoleh.

Ruang Lingkup Penelitian

Perikanan demersal di Indonesia merupakan tipe perikanan yang multispesies

(18)

4

setiap tahunnya dikhawatirkan akan mengancam kelestariannya dan mengalami

overfishing. Selain masalah tersebut, kegiatan usaha penangkapan juga menimbulkan masalah lain yang terkait dengan ekonomi dan kesejahteraan nelayan. Kegiatan penangkapan yang tinggi tidak mampu memberi keuntungan yang maksimal kepada nelayan sehingga pertumbuhan ekonomi tidak mengalami perkembangan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengelolaan yang menggunakan pendekatan ekonomi bukan hanya aspek biologi dari sumberdaya ikan tersebut. Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan aspek biologi dan ekonomi. Alur lengkap kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar1 Kerangka pemikiran penelitian pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal di Selat Sunda

2

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

(19)

5 tersebut tertangkap dari fishing ground di wilayah Selat Sunda yang ditunjukkan oleh titik-titik penangkapan pada Gambar 2. Wawancara dilaksanakan di TPI I yang berada di muara Cipunteun sebagai tempat pendaratan ikan-ikan demersal. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan untuk identifikasi biologi perikanannnya. Laboratorium tersebut merupakan bagian dari Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar2 Lokasi penelitian di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan yang meliputi data biologi dan hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait. Pengumpulan data biologi dilakukan melalui pengukuran panjang total, bobot basah, jenis kelamin, dan TKG ikan demersal di PPP Labuan Banten. Pengumpulan data primer lainnya seperti informasi mengenai alat tangkap, ukuran mata jaring, ukuran kapal, hasil tangkapan, biaya operasi, pendapatan, dan musim penangkapan didapatkan melalui responden yang dipilih dengan metode purposive sampling. Pemilihan responden melalui purposive sampling yaitu penetapan responden secara sengaja oleh peneliti dengan kriteria atau pertimbangan (Faisal 2010). Responden yang dipilih sebanyak 17 nelayan yang menangkap ikan demersal dengan menggunakan jaring arad.

(20)

6

kedalam 6 kelompok, yaitu spesies biji nangka (Upeneus moluccensis), peperek (Eubleekeria splendens), kurisi (Nemipterus nematophorus), tiga waja (Otolithes ruber), layur (Lepturacanthus savala), dan kelompok spesies lainnya. Ikan contoh diidentifikasi menggunakan FAO species identification guide for fishery purposes

(1999). Ikan-ikan yang dianalisis secara biologi adalah ikan biji nangka (Upeneus moluccensis), peperek (Eubleekeria splendens), kurisi (Nemipterus nematophorus), dan layur (Lepturacanthus savala). Sedangkan ikan yang dianalisis secara ekonomi adalah ikan spesies biji nangka (Upeneus moluccensis), peperek (Eubleekeria splendens), kurisi (Nemipterus nematophorus), tiga waja (Otolithes ruber), dan layur (Lepturacanthus savala).

Ikan contoh masing-masing dipilih secara acak dari tumpukan ikan yang didaratkan. Jumlah ikan contoh yang diambil pada setiap pengambilan contoh berkisar 50-200 setiap ekor. Data sekunder merupakan data statistik perikanan tangkap yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti DKP Kabupaten Pandeglang dan kantor UPT Labuan. Rangkuman kebutuhan data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rangkuman kebutuhan data dan analisis data penelitian pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal di Selat Sunda

No Tujuan Data Analisis Data

1. Mengkaji parameter pertumbuhan ikan demersal 2. Menganalisis ukuran rata-rata

matang gonad

3. Menganalisis ukuran pertama kali tertangkap

1.Sebaran frekuensi panjang (P)

covered conden method

4. Mengkaji laju mortalitas dan eksploitasi ikan demersal 5. Mengetahui pola produksi ikan

demersal yang didaratkan di PPP Labuan

1. Produksi ikan (S) 2. Harga ikan (S)

Analisis time series

6. Mengidentifikasi model

pengelolaan yang tepat bagi ikan demersal di PPP Labuan

7. Menganalisis pengaruh dan tingkat kepentingan antar stakeholder

Peran dan fungsi

stakeholder (P)

Analisis Stakeholder

Keterangan : P: Data Primer S: Data Sekunder

(21)

7 berdasarkan bentuk, warna, ukuran, dan perkembangan isi gonad. Penentuan TKG ikan tembang mengacu pada penentuan TKG ikan Effendie (2002) pada Tabel 2. Tabel 2 Penentuan Tingkat Kematangan Gonad secara morfologi

TKG Betina Jantan

I Ovari seperti benang, panjangnya sampai

ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin

Testis seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh

II Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari

kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas

Ukuran testis lebih besar pewarnaan seperti susu

III

Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat

Permukaan testis tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar

IV

Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut

Dalam keadaan diawet mudah putus, testis semakin pejal

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan

Testis bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi

Prosedur Analisis Data

Identifikasi kelompok ukuran ikan

Sebaran frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok ukuran yang dapat menduga kelompok umur ikan. Data panjang total ikan dikelompokkan ke dalam beberapa kelas panjang sedemikian, sehingga kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi). Pendugaan kelompok umur dilakukan dengan analisis frekuensi

panjang ikan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) (FISAT II, FAO-ICLARM Stock Assesment Tool) untuk menentukan sebaran normalnya. Menurut Boer (1996), jika fiadalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i= 1,

2, …, N), µjadalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σjadalah simpangan baku

panjang kelompok umur ke-j, dan pjadalah proporsi ikan dalam kelompok umur

ke-j (j = 1, 2, …, G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {μ̂j,

σ̂j,̂pj} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):

= ∑== (1)

qij dihitung dengan persamaan:

= � √ � � − (�− �) (2)

qij adalah fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µjdan simpangan

baku σj, dan xiadalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan

dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, σj, pj sehingga

(22)

8

Pendugaan parameter pertumbuhan sumber daya ikan

Koefisien pertumbuhan yang digunakan mengikuti model von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999) yang dirumuskan sebagai:

� = ∞ [ − (− − )] (3)

Lt adalah ukuran ikan pada umur t (cm), L∞adalah panjang asimptotik (cm), K

adalah koefisien pertumbuhan (tahun-1), dan t0 adalah umur hipotesis ikan pada

panjang nol (tahun).

Koefisien pertumbuhan K dan L∞ pada (2) diduga dengan menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan berdasarkan pertumbuhan von Bertalanffy untu Lt pada saat t + ∆t dan t sedemikian sehingga:

+∆ = ∞ − − ∆ + − ∆ � (4) Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear y=b0+b1x, dengan Lt

sebagai absis (x), Lt+∆t sebagai ordinat (y), b0= L∞ (1-b), dan b1= exp -K∆t . Nilai

K dan L∞ diduga dengan rumus:

= − (5)

dan

L∞= (6)

Pendugaan umur teoritis dihitung melalui persamaan empiris Pauly (1984), yaitu:

Log -t0 = -0.3922-0.2752 Log L∞-1.0380 Log K (7)

Panjang rata-rata pertama kali ikan tertangkap

Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) dilakukan dengan metode kantung berlapis (covered conden method). Hasil dari perhitungan tersebut membentuk kurva ogif selektifitas alat berbentuk sigmoid yang menyerupai kurva distribusi normal komulatif yang mengacu pada Beverton dan Holt (1957) in Sparre dan Venema (1999) dengan formula:

� = + � � −� ∗ (8)

Sl adalah jumlah esstimasi, L adalah interval titik tengah panjang kel, S1 dan S2 adalah konstanta.

Ukuran rata-rata pertama kali ikan matang gonad

Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan mencapai matang gonad (M) adalah Metode Spearman-Karber yang menyatakan bahwa logaritma ukuran rata-rata mencapai matang gonad adalah (Udupa 1986):

= [� + � ] − � ∑ (9)

(23)

9

M = antilog m (10)

dan selang kepercayaan 95% bagi log m dibatasi sebagai:

�� ( ± .9 √� ∑ × ) (11)

m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai

tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada

kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah

ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan M adalah panjang ikan pertama

kali matang gonad.

Laju mortalitas dan laju eksploitasi sumber daya ikan

Menurut Sparre dan Venema 1999 parameter mortalitas meliputi mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F), dan mortalitas total (Z). Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:

ln � +

∆ , = h – Z t( +

(11)

Persamaan (11) diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y=b0+b1x, dengan y= ln C (LI+L2)

∆t L1,L2 sebagai ordinat, x = ( L1+L2)

2 ) sebagai absis, dan Z =-b1

(Lampiran 1).

Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:

M = exp (-0.0152 – 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T) (12) M adalah mortalitas alami (per tahun), dan T adalah suhu rata-rata perairan (0C).

Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui maka laju mortalitas penangkapan dapat ditentukan melalui hubungan:

F = Z – M (13)

Selanjutnya Pauly (1984) menyatakan laju eksploitasi dapat ditentukan dengan membandingkan F dengan Z sebagai berikut:

E

=

FZ (14)

F adalah laju mortalitas penangkapan (per tahun), Z adalah laju mortalitas total (per tahun), dan E adalah tingkat eksploitasi.

Catch per unit effort (CPUE) sumber daya ikan

(24)

10

(1983), penghitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pada suatu daerah perairan tertentu. Menurut Gulland (1983), penghitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pada suatu daerah perairan tertentu. Untuk mendapatkan nilai CPUE maka terlebih dahulu kita menentukan proporsi upaya tangkap untuk masing-masing spesies. Kemudian nilai CPUE untukkonsep multispesies diperoleh melalui:

=∑ ℎℎ�

� ∑ (15)

di mana :

= ∑ (16)

Ent adalah proporsi effort atau upaya tangkap (trip) spesies ke-n tahun t, hnt adalah

hasil tangkapan spesies ke-n tahun t, n adalah spesies 1, 2,……n dan E adalah total upaya dengan alat tangkap contohnya jaring arad.

Estimasi parameter biologi sumber daya ikan

Nilai parameter biologi terdiri dari intrinsic growth (r), catchability coefficient

(q) dan carrying capacity (k). Estimasi parameter biologi multispesies sumberdaya ikan demersal dapat dilakukan dengan beberapa model produksi surplus. Pemilihan model yang tepat dilakukan melalui evaluasi model secara statistik meliputi nilai R2 dan t statistik. Model yang digunakan mengikuti model Schaefer (1954). Model

Schaefer menurut Fauzi (2010) pada saat tidak ada kegiatan penangkapan, tingkat perubahan stok ditulis:

= �

(17)

Produksi penangkapan ikan bisa diasumsikan sebagai fungsi dari usaha perikanan dan stok ikan. Secara matematis ditulis:

ℎ = ℎ � , (18)

ht adalah produksi perikanan periode t, Et adalah usaha perikanan (effort) periode t.

Fungsi ℎ � , diatas menghubungkan faktor produksi yakni x dan E (usaha perikanan) dengan produksi. Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering digunakan dalam manajemen perikanan adalah:

ℎ = � (19)

Jika proses produksi dinamis dimasukkan dalam model stok dinamis, dapat dinyatakan secara matematis pada persamaan berikut:

= � −� − ℎ (20)

(25)

11

ℎ = � = � −� (21)

Berdasarkan persamaan tersebut, nilai biomassa (xt) diperoleh:

� = − � (22)

fungsi tangkap lestari sebagai berikut:

ℎ = − � (23)

fungsi kuadratik pada persamaan diatas secara matematis ditulis: ℎ

� = − (24)

Persamaan diatas menyatakan bahwa asusmsi model Schaefer dalam keseimbangan antara hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dan upaya tangkap adalah linear, dengan persamaan regresi:

= + + (25)

di mana:

=ℎ (26)

= (27)

= (28)

= dan = _� . � adalah biomassa ikan tahun ke-t (ton), K adalah daya dukung lingkungan (ton/tahun), r adalah laju pertumbuhan alami (ton/tahun), q adalah koefisien daya tangkap (ton/tahun), adalah upaya penangkapan tahun ke-t (trip), ℎ adalah hasil tangkapan tahun ke-t (ton), dan adalah konstanta.

Menurut Fauzi (2010) nilai dan dapat diduga nilainya, namun akan

terjadi masalah “curse of dimensionality” yang artinya ada tiga parameter (K, r, dan

q) yang akan diduga dengan dua konstanta ( dan ), sehingga tidak mungkin K, r, dan q dapat diduga. Menurut Fauzi (1999) in Fauzi (2010) untuk menghindari

curse of dimensionality”, salah satu nilai harus diduga terlebih dahulu. Parameter yang diduga adalah nilai q melalui Algoritma Fox sebagai berikut:

̂ = [| − + /

+− + |] / � − � (29)

dimana

= ℎ = � (30)

� = − / ∗ (31)

(26)

12

̂ adalah rata-rata geometric dari nilai q. Nilai dan adalah koefisien regresi CPUE dengan effort (E) dan nilai = 2 untuk fungsi logistik. Setelah nilai q diduga maka nilai K dan r dapat diduga dengan rumus:

= (33)

= (34)

Estimasi parameter ekonomi sumber daya ikan

Estimasi biaya input sumber daya ikan

Pada penelitian ini data biaya penangkapan diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden yang menangkap ikan demersal di Kabupaten Pandeglang. Biaya penangkapan per upaya tangkap terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Dalam kajian bioekonomi model Gordon Schaefer biaya penangkapan didasarkan pada asumsi bahwa hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan dan dianggap konstan, sehingga dalam penelitian ini biaya penangkapan didefinisikan sebagai biaya variabel per trip.

Selain upaya tangkap, biaya penangkapan juga dihitung secara proporsional dengan rumus (Zulbainarni 2012):

= ℎ�

∑ ℎ� ∑ (35)

di mana :

= ∑ (36)

cn adalah proporsi biaya penangkapan spesies ke-n, dan c adalah total biaya

penangkapan.

Biaya penangkapan yang diperoleh dari data primer dibuatkan data series biaya penangkapan riil tahunnya dengan cara:

= [

�] (37)

Cnt adalah biaya rill pada tahun ke-t, Cstd adalah biaya nominal pada tahun standar

(tahun 2013), IHKt adalah Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t,

dan IHKstd adalah Indek Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar

(tahun 2013)

Estimasi harga output sumber daya ikan

Estimasi harga output ditentukan berdasarkan data wawancara dengan nelayan ikan demersal sebagai respondennya. Data harga output yang diperoleh kemudian dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikan dengan IHK yang berlaku di Pandeglang, Banten. Secara matematis dinotasikan sebagai berikut (Fauzi dan Anna 2005):

� = [

(27)

13 Pnt adalah biaya rill pada tahun ke-t, Pstd adalah biaya nominal pada tahun standar

(tahun 2015), IHKt adalah Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t,

IHKstd adalah Indek Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar (tahun

2015)

Pengelolaan dengan model bioekonomi multispesies sumber daya ikan Pengelolaan sumber daya ikan pada kondisi Maximum Sustainable Yield

(MSY)

Fungsi produksi lestari sumber daya ikan merupakan persamaan kuadratik. Tingkat upaya tangkap yang dilakukan untuk mencapai hasil tangkapan optimum (MSY) dapat diketahui dengan menyamakan turunan pertama persamaan regresi linear di atas terhadap tingkat upaya tangkap sama dengan nol. Secara matematis ditulis (Fauzi 2010):

� = (39)

ℎ � = (40)

� � = ℎ������ = �

4 = (41)

� adalah upaya lestari, ℎ � adalah hasil tangkapan lestari, � � tinggkat biomass pada level MSY.

Pengelolaan sumber daya ikan pada kondisi Maximum Economic Yield

(MEY)

Kegiatan penangkapan ikan demersal di Selat Sunda dengan menggunakan alat tangkap jaring arad menangkap ikan biji nangka, peperek, kurisi, tiga waja, layur, dan ikan lainnya. Menurut Zulbainarni (2012) secara matematis dituliskan sebagai:

�� = � ��

� − � (42)

n adalah spesies ke-1, 2, …., 6, xn adalah biomassa spesies ke-n, rn adalah intrinsic growth rate spesies ke-n, Kn adalah carrying capacity spesies ke-n, qn adalah koefisien kemampuan tangkap spesies ke-n, En adalah upaya penangkapan (effort) n. Dimana spesies 1 ikan biji nangka, spesies 2 ikan peperek, spesies ke-3 ikan kurisi, spesies ke-4 ikan tiga waja, spesies ke-5 ikan layur, dan spesies ke-6 ikan lainnya.

Tingkat upaya penangkapan pada kondisi maximum economic yield (MEY) yang diperoleh dari turunan pertama rente ekonomi terhadap upaya tangkap sama dengan 0 sebagai berikut:

� = �� � �� (43)

� = � + � � �� (44)

(28)

14

dengan keuntungan kondisi MEY sebagai berikut:

� � , = ∑ � − (46)

Analisis kebijakan penangkapan optimal sumber daya ikan

Optimalisasi bermaksud menemukan jalan keluar terbaik dalam melakukan kegiatan. Menurut Hatwick (1990) pengetahuan mengenai perbedaan antara tingkat tangkapan, upaya aktual, dan optimal, diperlukan dalam penentuan kebijakan. Eksploitasi optimal dapat diketahui dengan menggunakan teori capital ekonomi sumber daya yang dikembangkan oleh Clark dan Munro (1975) in Zulbainarni (2012) sebagai beriuk:

� = ∫∞ −� [∑ � − ] � � (47)

PV adalah present value rente ekonomi sumber daya perikanan, p adalah harga

output per satuan unit, c adalah biaya per satuan input, δ adalah social discount rate

(konstan).

Berdasarkan persamaan diatas diturunkan sedemikian rupa sehingga didapatkan biomassa optimal (x*) yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat upaya penangkapan dan hasil tangkapan yang optimal, secara matematis dapat ditulis:

� ∗= �[

� � �+ − �

� + √ � � �+ − �

� + 8 �

� � � �] (48) Hasil tangkapan optimal dapat ditulis:

ℎ ∗=��∗ � ���∗− [�− � − ��∗/ � ] (49) Upaya tangkapan optimal dapat ditulis:

∗= ℎ ∗� ∗ (50)

Dengan demikian rente ekonomi sumber daya perikanan dapat diperoleh dengan persamaan:

� ∗ = ∑ ℎ ∗ − ∗ (51)

Pengelolaan dengan model bioekonomi multispesies kompetisi sumber daya ikan

Hubungan ketergantungan antarspesies ikan

(29)

15 �

= � , � , � � , � = � −� + ∏= � (52)

Apabila nilai koefisien lebih kecil dari nol, hubungan ketergantungan antarspesiesnya adalah kompetisi (Tabel 3).

Tabel 3 Hubungan timbal balik antarspesies ikan

Hubungan timbal balik Spesies 1 Spesies 2

Kompetisi �X1/ �X2 < 0 �X1/ �X2 < 0

Predator prey (X1: predator, X2: prey) �X1/ �X2 > 0 �X1/ �X2 < 0

Mutualisme �X1/ �X2 > 0 �X1/ �X2 > 0

Komensalisme (X1: commensal) �X1/ �X2 > 0 �X1/ �X2 = 0

Amensalisme (X1: amensal) �X1/ �X2 < 0 �X1/ �X2 = 0

Spesies-spesies yang saling berkompetisi dalam kegiatan penangkapan dengan jaring arad, secara matematis ditulis sebagai berikut:

= � , � , � � , � = � −� + ∏= � (52)

Apabila nilai koefisien lebih kecil dari nol, hubungan ketergantungan antarspesiesnya adalah kompetisi (Tabel 1).

Analisis model bioekonomi kompetisi sumber daya ikan

Berdasarkan hasil analisis ketergantungan antarspesies yang tertangkap oleh jaring arad saling berkompetisi. Dalam pengelolaan sumber daya perikanan dinamis, persamaan yang dapat menjelaskan perubahan setiap stok yang saling berkompetisi dapat diperoleh dengan memodifikasi model logistik menggunakan model Lotka-Volterra (Anderson dan Seijo 2010):

= − . − (53)

= − . − (54)

. adalah kelimpahan spesies ke-1 yang berkompetisi waktu ke waktu, . adalah spesies ke-2 yang berkompetisi waktu ke waktu, adalah koefisien ketergantungan kompetisi untuk spesies ke-1 yang menunjukkan efek dari spesies 2 terhadap spesies 1, adalah koefisien ketergantungan kompetisi untuk spesies ke-2 yang menunjukkan efek dari spesies 1 terhadap spesies 2.

Apabila <1 maka efek spesies 2 pada spesies 1 kurang dari efek spesies 1 pada anggotanya sendiri. Sebaliknya apabila >1, efek spesies 2 pada spesies 1 lebih besar daripada pengaruh spesies 1 pada anggotanya sendiri. Dengan model Lotke-Volterra terdapat 4 kasus yang dapat terjadi tergantung daya dukung dan koefisien ketergantungan sehingga dengan diturunkan sedemikian rupa dapat dihitung biomassa spesies ke-1 dan spesies ke-2 pada kondisi kompetisi:

(30)

16

� = −� − +� (56)

Tingkat upaya penangkapan yang optimal dengan mempertimbangkan ketergantungan ekologi perikanan (kompetisi) dapat diperoleh dari turunan pasrsial rente ekonomi masing-masing spesies terhadap proporsi upaya penangkapan masing-masing spesies sama dengan nol, maka diperoleh upaya pada kondisi MEY sebagai berikut (Zulbainarni 2012):

Analisis laju degradasi sumber daya ikan

Degradasi dapat diartikan sebagai tingkat atau laju penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Kondisi ini dapat terjadi karena pengaruh kondisi alam maupun karena pengaruh aktivitas manusia. Degradasi sumberdaya alam dapat dihitung berdasarkan Anna (2003):

∅DG=1+EXP1 hδ ho

(59)

∅ adalah laju degradasi, ℎ adalah produksi lestari pada periode t, dan ℎ adalah produksi aktual pada periode t.

Analisis laju depresiasi sumber daya ikan

Analisis depresiasi sumberdaya ditujukan untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumberdaya alam, atau dengan kata lain depresiasi merupakan pengukuran degradasi yang dirupiahkan. Menurut Anna (2003) formula pengukuran depresiasi dinotasikan sebagai berikut:

∅DP=1+EXP1 π∂ π0

(60)

∅ � adalah laju depresiasi, � adalah rente lestari pada periode t, dan � adalah rente aktual pada periode t.

Analisis stakeholder pada pengelolaan sumber daya ikan

Brown et al. (2001) menyatakan analisis stakeholder adalah sistem pengumpulan informasi dari individu atau sekelompok orang yang berpengaruh di dalam memutuskan, mengelompokkan informasi dan menilai kemungkinan konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok berkepentingan. Analisis stakeholder

(31)

17 Menurut Pomeroy dan Douvere (2008) analisis stakeholder atau kelembagaan adalah pendekatan dan prosedur untuk memperoleh pemahaman tentang system dengan cara mengidentifikasi pelaku utama dan pemegang kepentingan dalam system dengan menilai kepentingan masing-masing. Aktor ini dapat dikategorikan sesuai dengan banyak atau sedikitnya pengaruh dan kepentingan relatif terhadap keberhasilan pengelolaan SDA. Langkah-langkah analisis stakeholder menurut Grimble (1995) dan Bryson (2004):

1. Identifikasi stakeholder yang berperan dalam pemanfaatan sumber daya perikanan demersal.

2. Menentukan kategori stakeholder dalam kelompok prioritas sebagai

primary stakeholders, secondary stakeholders, dan external stakeholders.

3. Mengidentifikasi kepentingan dan karakteristiksetiap stakeholder.

4. Mengidentifikasi pola dan konteks interaksi antar stakeholder.

5. Menetapkan pilihan untuk pengelolaan.

Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengidentifikasi tingkat kepentingan dan pengaruh masih-masing stakeholder. Penentuan skor menggunakan skala Likert. Menurut Azwar (1995) skala Likert berwujud kumpulan pertanyaan-pertanyaan sikap yang ditulis, disusun, dan dianalisis sedemikian rupa sehingga respons seseorang terhadap pertanyaan tersebut dapat diberikan angka (skor) dan kemudian dapat diinterpretasikan. Biasanya dalam skala Likert terbagi dalam lima kategori yang digunakan (Tabel 4).

Setelah penentuan skor setiap stakeholder, kemudian skor diplotkan ke dalam sebuah matriks berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingan masing-masing

stakeholder. Matriks tersebut membentuk empat kuadran yaitu kuadran I (subject), kuadran II (players), kuadran III (crowd), dan kuadran IV (context setters) (Eden dan Ackerman 1998 in Bryson 2004). Matriks tersebut disajikan pada Gambar 3. Tabel 4 Kategori skala Likert dalam penentuan tingkat pengaruh dan kepentingan

stakeholder

Skor Kriteria Keterangan

Kepentingan stakeholder

5 Sangat tinggi Sangat bergantung pada keberadaan sumber daya 4 Tinggi Ketergantungan tinggi pada keberadaan sumber daya 3 Cukup tinggi Cukup bergantung pada keberadaan sumber daya 2 Kurang tinggi Kurang bergantung pada keberadaan sumber daya 1 Rendah Tidak bergantung pada keberadaan sumber daya Pengaruh stakeholder

(32)

18

Gambar 3 Matriks pengaruh dan kepentingan (Eden dan Ackerman 1998 in

Bryson 2004)

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi umum lokasi penelitian di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten

Pusat perekonomian Kabupaten Pandeglang terletak di dua kota yakni Pandeglang dan Labuan. Pandeglang merupakan wilayah pesisir dengan panjang pantai 307 km dan yang dapat dimanfaatkan diluar kawasan lindung sepanjang 240 km, sehingga merupakan kabupaten dengan produksi perikanan yang tinggi. Kecamatan Labuan merupakan pusat perekonomian di Kabupaten Pandeglang berasal dari sektor perikanan. Labuan berbatasan langsung dengan perairan Selat Sunda dan memiliki pelabuhan pendaratan ikan dengan produktivitas yang tinggi yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan

(33)

19

Gambar 4 Mata pencaharian penduduk Desa Teluk tahun 2014 Sumber: Profil Desa Teluk (2014)

PPP Labuan merupakan pelabuhan perikanan yang memiliki fasilitas yang baik. Fasilitas pokok digunakan untuk menjamin keselamatan umum dan dapat dibedakan menjadi fasilitas pelindung (breakwater), fasilitas tambat (dermaga), fasilitas penghubung (jalan) dan fasilitas lahan (lahan pelabuhan). Fasilitas fungsional secara langsung dimanfaatkan untuk keperluan sendiri maupun diusahakan lebih lanjut dan dapat dikelompokkan menjadi fasilitas penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya (gedung TPI, pasar ikan, cold storage), fasilitas suplai air bersih, es dan tangki BBM, fasilitas pemeliharaan kapal dan alat tangkap (bengkel), fasilitas perkantoran, dan fasilitas transportasi (alat-alat angkut ikan dan es). Penggunaan alat tangkap di PPP Labuan cukup beragam. Gambar 5 menunjukkan jenis alat tangkap yang dioperasikan di PPP Labuan Banten.

Gambar 5 Komposisi alat tangkap di Selat Sunda tahun 2013 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Berdasarkan gambar 5 alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal di wilayah ini adalah alat tangkap dogol yang termasuk didalamnya cantrang dan lampara dasar dan alat tangkap jaring arad atau small bottom trawl. Jaring arad yang beroperasi di Kabupaten Pandeglang sebesar 7% dari total armada yang beroperasi. Tahun 2013 hasil tangkapan jaring arad sebesar 2602.58 ton, sedangkan hasil tangkapan total ikan demersal sebesar 9361.724 ton. Alat tangkap

(34)

20

jaring arad di Desa Teluk Labuan dikenal dengan sebutan jaring apolo. Jaring arad merupakan jaring modifikasi dari alat tangkap trawl.

Jaring arad adalah alat tangkap yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu. Mengacu pada Tatalaksana Perikanan yang Bertanggung Jawab

(Code of Conduct for Responsible Fisheries) (FAO 1995), permasalahan utama pada perikanan jaring arad adalah ketidakselektifan alat tangkap ini terhadap hasil tangkapan sehingga hasil tangkap sampingan (HTS) yang tertangkap jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan udang sebagai target spesies. Manadiyanto

et al. (2000) menjelaskan hasil tangkapan utama jaring arad adalah udang dan ikan demersal. Target penangkapan utama jaring arad di Kabupaten Pandeglang adalah ikan demersal, hal ini dikarenakan udang tidak banyak tersedia di wilayah perairan sekitar PPP Labuan. Jaring arad memiliki daerah penangkapan yang cukup dekat dari pantai, yaitu di Pulau Papole, Panimbang, dan Perairan Carita dengan jarak tempuh dari pelabuhan sekitar 0.5-2 jam.

Perkembangan alat tangkap jaring arad di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten

Menurut data statistik perikanan Kabupaten Pandeglang, alat tangkap jaring arad mulai tercatat datanya sejak tahun 2004. Jaring arad sebagai alat tangkap ikan sudah lama digunakan di Kabupaten Pandeglang namun sebelum tahun 2004 diklasifikasikan sebagai jaring trawl atau pukat harimau. Hal ini sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No.31/2004 pasal 9 ayat (1) tentang perikanan yang menyebutkan larangan kepemilikan dan penggunaan alat tangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah Indonesia termasuk didalamnya jaring trawl atau pukat harimau, dan/ atau kompressor. Setalah dikeuarkan UU tersebut maka nelayan melakukan berbagai modifikasi terhadap alat tangkap jaring trawl menjadi jaring arad atau pukat pantai atau jaring apolo, yang dimaksudkan agar lebih ramah lingkungan. Perkembangan armada atau kapal jaring arad di Kabupaten Pandeglang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Perkembangan armada jaring arad tahun 2008-2013 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

0

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(35)

21 Jumlah armada jaring arad yang beroperasi di Kabupaten Pandeglang dalam waktu 6 tahun mengalami peningkatan pada tahun 2009 dan kembali menurun pada tahun 2010. Tren perubahan jumlah armada cenderung menurun. Armada jaring arad yang beroperasi di Kabupaten Pandeglang memiliki kapasitas yang kecil yaitu <5 dan 5-10 GT. Tahun 2013 jumlah armada yang aktif beroperasi sebanyak 113 armada, terdiri dari 48 armada berkapasitas <5 GT dan 65 armada berkapasitas 5-10 GT. Kapasitas kapal yang beroperasi relatif kecil sehingga operasi penangkapan yang dilakukan one day trip atau sehari melaut. Kapal ini dioperasikan oleh 3 orang termasuk juru mudi kapal. Kapal berangkat ke fishing ground pada pagi hari dan kembali pada sore hari. Hasil tangkapan biasanya tidak diikutsertakan dalam pelelangan, namun langsung diambil oleh tengkulak.

Selama satu bulan nelayan melakukan operasi penangkapan 20 hari dan 10 hari digunakan untuk istirahat dan memperbaiki kerusakan alat tangkap dan kapal. Perkembangan jumlah trip melaut armada jaring arad selama tahun 2008-2013 disajikan pada Gambar 7. Perkembangan jumlah trip melaut alat tangkap jaring arad memiliki tren yang sama dengan perkembangan jumlah armadanya yaitu cenderung menurun mengikuti penurunan jumlah armadanya. Jumlah armada mengalami penurunan sejak tahun 2009. Hal ini diikuti pula dengan penurunan trip penangkapan, namun trip penangkapan pada tahun 2011 kembali pengalami peningkatan meskipun tidak signifikan. Peningkatan ini diduga karena pada tahun 2011 nelayan meningkatkan operasi penangkapannya dari 20 hari dalam sebulan menjadi hingga 25 hari dalam sebulan. Berdasarkan keterangan dari nelayan setempat pada tahun 2011 banyak kapal yang kepemilikannya bukan pribadi sehingga nelayan dapat bergantian menggunakan kapal tersebut. Hal ini menyebabkan nelayan yang pergi melaut dapat berbeda untuk setiap harinya sehingga nelayan tersebut tidak membutuhkan waktu khusus untuk istrirahat.

Gambar 7 Perkembangan upaya penangkapan jaring arad tahun 2008-2013 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

0

2008 2009 2010 2011 2012 2013

u

(36)

22

Komposisi hasil tangkapan jaring arad di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten

Sumber daya ikan demersal di Selat Sunda merupakan tipe perikanan yang

multispesies. Begitupula jenis ikan yang tertangkap oleh jaring arad terdiri dari 19 spesies (ikan, cumi-cumi, dan udang) namun jumlah setiap spesiesnya relatif sedikit. Spesies ikan yang tertangkap jaring arad dikelompokkan kedalam 6 kelompok, yaitu spesies biji nangka (Upeneus moluccensis), peperek (Eubleekeria splendens), kurisi (Nemipterus nematophorus), tiga waja (Otolithes ruber), layur (Lepturacanthus savala), dan kelompok spesies lainnya. Produksi multispesies sumber daya ikan demersal yang ditangkap dengan jaring arad di perairan Selat Sunda ditunjukkan oleh Gambar 8.

Gambar 8 Produksi multispesies jaring arad tahun 2013 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Hasil tangkapan jaring arad diwakili oleh lima spesies dominannya yaitu ikan biji nangka, peperek, kurisi, tiga waja, dan layur. Ke 5 spesies ikan ini memiliki presentase 53% dari hasil tangkapan totalnya dan 47% termasuk ikan lainnya yang terdiri dari 15 spesies. Perbandingan hasil tangkapan dominan 5 spesies ikan dengan hasil tangkapan total jaring arad disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Hasil tangkapan jaring arad tahun 2013 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Peperek

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(37)

23 Tren perkembangan hasil tangkapan 5 spesies dominan dan hasil tangkapan total menurun dari tahun 2008 hingga 2013. Sedangkan perbandingan hasil tangkapan 5 spesies dominan terhadap hasil tangkapan total cenderung stabil, artinya ke 5 spesies dominan ini sedikitnya dapat mewakili keseluruhan spesies yang tertangkap. Perkembangan hasil tangkapan dominan jaring arad dari tahun 2008 hingga 2013 disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Grafik perkembangan produksi multispesies sumber daya perikanan demersal di Selat Sunda tahun 2008-2013

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Gambar 10 menunjukkan hasil tangkapan ikan demersal oleh alat tangkap jaring arad menurun mulai dari tahun 2008-2013. Hasil tangkapan dominan adalah ikan biji nangka dan ikan peperek. Penurunan hasil tangkapan ikan ini dapat disebabkan adanya peningkatan alat tangkap lain yang lebih produktif dalam penangkapan ikan demersal.

Parameter pertumbuhan ikan demersal ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda

Parameter pertumbuhan ikan mula-mula diduga melalui analisis pemisahan kelompok ukuran. Analisis pemisahan kelompok ukuran panjang ikan dilakukan dengan metode NORMSEP dengan bantuan program FISAT II. Pemisahan kelompok ukuran ikan pada didasarkan pada sebaran kelas frekuensi panjang terdapat pada Lampiran 2. Berdasarkan data kelompok ukuran ikan (Lampiran 3) maka dapat dilakukan pendugaan parameter pertumbuhan meliputi nilai koefisien pertumbuhan (k), panjang asimptotik tubuh ikan (L∞), dan umur teoritik ikan pada saat panjang ikan nol (t0) yang dianalisis dengan menggunakan model von

Bertalanffy disajikan dalam Lampiran 4. Pendugaan parameter pertumbuhan disajikan pada Tabel 5.

Jenis ikan yang dianalisis parameter pertumbuhannya adalah ikan biji nangka, peperek, kurisi, dan layur. Ikan peperek memiliki nilai k yang lebih besar dibandingkan ikan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ikan peperek dapat tumbuh lebih cepat mencapai L∞, sehingga ukuran ikannya lebih kecil dibandingkan ikan lainnya. Ikan biji nangka dan ikan layur betina memiliki L∞ yang lebih kecil dibandingkan jantanya, sedangkan ikan peperek dan kurisi L∞ betina lebih besar

0

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(38)

24

dibandingkan ikan jantannya. Perbedaan nilai L∞ dipengaruhi oleh nilai k masing-masing spesies.

Tabel 5 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda

Jenis ikan Jenis kelamin Parameter pertumbuhan

k (bulan-1) L∞ (mm) t0 (bulan) jaring arad di Perairan Selat Sunda

Panjang pertama kali ikan tertangkap adalah panjang ikan yang sebanyak 50% ditangkap di suatu perairan. Analisis panjang ikan demersal pertama kali tertangkap (Lc) disajikan pada Lampiran 5 dan Tabel 6 dengan grafik panjang pertama kali tertangkap pada Lampiran 3.

Tabel 6 Panjang ikan pertama kali tertangkap (Lc) ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda

Jenis ikan Jenis kelamin Lc (mm) estimasi growth overfishing (%)

Biji nangka Betina 113.39 51

Panjang rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda

Panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) dianalisis berdasarkan data tingkat kematangan gonad ikan (TKG) yang mengacu pada klasifikasi Cassie (1956) in Effendie (2002). TKG adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Grafik TKG dan analisis Lm untuk ikan demersal disajikan pada Lampiran 6. Nilai Lm menunjukkan ikan-ikan tersebut rata-rata 50% telah mengalami matang gonad pada sebaran ukuran nilai Lm

(39)

25 pada Tabel 7. Setiap jenis ikan memiliki nilai Lm yang berbeda, salah satunya dikarenakan ukuran ikan setiap jenisnya berbeda. Selain itu, faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi perbedaan nilai Lm untuk setiap jenis ikan.

Tabel 7 Panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda

Jenis ikan Jenis kelamin Lm (mm) estimasi recruitmen overfishing (%)

Biji nangka Betina 117.95 40

Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan demersal

Pendugaan laju mortalitas total (Z) dilakukan dengan metode kurva hasil tangkapan yang dilinearkan sehingga berbasis data panjang. Mortalitas (Z) terdiri dari mortalitas akibat kematian alami (M) dan mortalitas akibat adanya penangkapan (F). Laju eksploitasi sumber daya ikan diduga melalui hubungan antara mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F). Perhitungan laju mortalitas dan laju eksploitasi disajikan pada Lampiran 7. Laju eksploitasi dianalisis dengan menggunakan data panjang ikan, sehingga perhitungannya berdasarkan pada data primer biologi. Data primer biologi yang digunakan merupakan data dari hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Nilai mortalitas alami (M), penangkapan (F), total (Z), dan laju eksploitasi (E) disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan demersal Jenis ikan Jenis kelamin Mortalitas

Z (/tahun) M (/tahun) F (/tahun) E (%)

(40)

26

(eksploitasi). Laju eksploitasi yang melebihi nilai optimum 0.5 menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) mengindikasikan suatu sumber daya mengalami overeksploitasi.

Analisis pendekatan model biologi multispesies sumber daya ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda

Estimasi parameter biologi ikan dominan tertangkap jaring arad Estimasi parameter biologi multispesies sumber daya perikanan demersal menggunakan model surplus produksi Schaefer (Lampiran 8). Model ini dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) paling tinggi. Parameter biologi yang dianalisis terdiri dari intrinsic growth rate (r) atau tingkat pertumbuhan alami multispesies sumber daya perikanan demersal, cathcability coefficient (q) atau koefisien kemampuan tangkap jaring arad dan carrying capacity (K) atau daya dukung lingkungan perairan Selat Sunda. Nilai masing-masing parameter biologi disajikan Tabel 9.

Tabel 9 Nilai parameter biologi multispesies sumber daya ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda dengan model Schaefer

No Spesies r (%/tahun) q (1/unit upaya standar) K (ton/tahun)

Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa tingkat pertumbuhan alami ikan tiga waja paling tinggi dan dan yang paling rendah ikan peperek. Hal ini berarti ikan tiga waja lebih cepat tumbuh dibandingkan spesies yang lainnya. Ikan biji nangka memiliki daya dukung tertinggi, artinya spesies ini dapat hidup lebih banyak di perairan Selat Sunda. Koefisien kemampuan tangkap spesies kurisi dan layur lebih tinggi dibandingkan spesies lainnya yang artinya ikan kurisi dan layur peluang tertangkap oleh jaring aradnya lebih tinggi.

Ketergantungan antarspesies ikan dominan tertangkap jaring arad Sumber daya ikan demersal yang ditangkap dengan jaring arad memiliki interaksi-interaksi yang terjadi antar spesies ikan biji nangka, peperek, kurisi, tiga waja, dan layur yang akan saling berpengaruh satu dengan yang lainnya. Hasil perhitungan koefisien ketergantungan antarspesies disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Koefisien ketergantungan antarspesies ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda dengan model Schaefer

No Spesies Koefisien ketergantungan

1 Biji nangka -1.7581E-28

2 Peperek -1.9843E-28

3 Kurisi -2.8119E-28

4 Tiga waja -1.8596E-28

(41)

27

Nilai koefisien ketergantungan yang negatif menunjukkan bahwa spesies biji nangka, peperek, kurisi, tiga waja, layur, dan ikan lainnya yang ditangkap oleh jaring arad saling berkompetisi (Anderson dan Seijo 2010). Kompetisi dalam hal ini dapat berupa berkompetisi dalam mendapatkan makanan. Jenis makanan ikan biji nangka, peperek, kurisi, tiga waja, dan layur disajikan dalam Lampiran 9. Analisis pendekatan model ekonomi multispesies sumber daya sumber daya ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda

Analisis biaya penangkapan ikan dominan tertangkap jaring arad Biaya penangkapan multispesies sumber daya ikan demersal berasal dari biaya operasi penangkapan jaring arad. Biaya penangkapan dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan nelayan dan data sekunder dari dinas Kabupaten Pandeglang. Data biaya dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) jenis makanan (food) untuk wilayah Provinsi Banten untuk mengeliminir pengaruh dari inflasi. Pendugaan biaya penangkapan pada kelima jenis ikan disajikan pada Lampiran 10. Biaya penangkapan riil sumber daya ikan demersal disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Biaya penangkapan riil ikan dominan tertangkap jaring arad di Perairan Selat Sunda

Tahun IHK* Biaya riil (juta ton)

Biji nangka Peperek Kurisi Tiga waja Layur

2008 124.73 0.09 0.07 0.07 0.03 0.01

*) Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang (2015) (diolah)

Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa biaya penangkapan riil nelayan di PPP Labuan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Biaya penangkapan riil tertinggi adalah untuk menangkap ikan biji nangka sebesar Rp 0.11 juta ton atau Rp 110 000. Biaya penangkapan untuk ikan lainnya merupakan dari gabungan ikan-ikan hasil tangkapan ikan jaring arad kecuali 5 kelompok jenis ikan yang dominan.

Gambar

Gambar2 Lokasi penelitian di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten
Tabel 1. Tabel 1 Rangkuman kebutuhan data dan analisis data penelitian pengelolaan
Tabel 2 Penentuan Tingkat Kematangan Gonad secara morfologi
Gambar 3 Matriks pengaruh dan kepentingan (Eden dan Ackerman 1998 in
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi dan Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan Kurisi ( Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Selat Sunda yang Didaratkan

Upaya pengelolaan ikan tembang di perairan Selat Sunda yang dapat dilakukan berupa pengaturan upaya penangkapan yang mengacu pada jumlah tangkapan yang

Berdasarkan ukuran ikan layur yang tertangkap pada masing-masing alat tangkap menunjukkan bahwa alat tangkap yang ramah terhadap ikan layur jantan dan betina yang artinya

dominan berada di perairan Selat Malaka yaitu berasal dari Genus Chamalycaeus , sedangkan dari tangkapan trawl ikan demersal yang dominan merupakan

Data hasil tangkapan (catch), upaya penangkapan (effort) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan menggunakan alat tangkap jaring rampus dan cantrang dengan perahu

Untuk mengetahui CPUE ikan demersal dalam penelitian ini menggunakan hasil produksi dan trip standar selama 5 tahun, untuk data produksi alat tangkap arad di

Berdasarkan hasil wawan- cara dengan nelayan yang menangkap ikan tembang, daerah penangkapan untuk sumber- daya ikan tersebut meliputi perairan Selat Sunda yakni di

Data hasil tangkapan (catch), upaya penangkapan (effort) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan menggunakan alat tangkap jaring rampus dan cantrang dengan perahu