• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal Pada Perikanan Dogol Di Perairan Selat Sunda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal Pada Perikanan Dogol Di Perairan Selat Sunda."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN MULTISPESIES SUMBER DAYA IKAN

DEMERSAL PADA PERIKANAN DOGOL

DI PERAIRAN SELAT SUNDA

SELVIA OKTAVIYANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demesal pada Perikanan Dogol di Perairan Selat Sunda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Selvia Oktaviyani

(4)

RINGKASAN

SELVIA OKTAVIYANI. Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal pada Perikanan Dogol di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER dan YONVITNER.

Dogol merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan di Perairan Selat Sunda. Pada umumnya, ikan-ikan tersebut didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten. Operasi penangkapan yang dilakukan sepanjang tahun dengan intensitas penangkapan yang cukup tinggi akan memberikan tekanan terhadap kelestarian sumber daya ikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi hasil tangkapan dogol, status ekploitasi dan tingkat eksploitasi optimal serta mengidentifikasi alternatif pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2014 di PPP Labuan, Banten. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer (yang diperoleh melalui wawancara dan kuisioner kepada nelayan dan stakeholder lain) dan data sekunder (data statistik perikanan tangkap DKP Kabupaten Pandeglang). Analisis data meliputi catch per unit effort (CPUE),

revenue per unit effort (RPUE), estimasi parameter biologi, estimasi parameter ekonomi, estimasi keuntungan ekonomi, model optimasi (statik dan dinamik), analisis laju degradasi dan laju depresiasi, analisis participatory fishing ground mapping dan analisis stakeholder.

Komposisi hasil tangkapan dogol sangat beragam (multispesies), yang terdiri atas ikan demersal, ikan pelagis dan cumi-cumi. Ikan demersal merupakan kelompok ikan yang paling banyak tertangkap, seperti ikan kurisi, biji nangka, sebelah, peperek dan tigawaja. Daerah tangkapan ikan-ikan tersebut berada di sekitar Perairan Selat Sunda seperti Teluk Labuan, Pulau Papole, Pulau Rakata, Pulau Panaitan, Pulau Sebesi, Pulau Carita, Pulau Sebuku, Pulau Rakata Kecil, Pulau Anak Rakata dan Tanjung Lesung. Musim puncak penangkapan terjadi sekitar bulan Juli hingga November, sedangkan musim paceklik terjadi pada bulan Desember hingga Januari dan sisanya dianggap musim sedang. Status eksploitasi multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol adalah eksploitasi penuh (fully exploited) dan tingkat eksploitasi optimal berada pada kondisi

Maximum Economic Yield (MEY) dengan nilai hasil tangkapan 1 526 ton, 13 443 trip serta keuntungan sebesar Rp. 10 949 020 000. Berdasarkan hasil analisis

stakeholder, nelayan merupakan pelaksana atau pemain utama dalam pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda. Bebarapa alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan adalah pembatasan upaya penangkapan dan kuota hasil tangkapan, peningkatan ukuran mata jaring,

menerapkan sistem “reward and punishment” dan membangun kerjasama antar stakeholders.

(5)

SUMMARY

SELVIA OKTAVIYANI. Management Resources of Multispecies Demersal Fish on Dogol Fisheries in the Sunda Strait. Supervised by MENNOFATRIA BOER and YONVITNER.

Dogol is one of the fishing gears to catch fish in Sunda Strait. Mostly, those fish were landed in Coastal Fishing Port (PPP) Labuan, Banten. Fishing operation carried out throughout the year with a high fishing intensity will gave a pressure on the sustainability of fisheries resources. The purpose of this study is to know the composition of dogol catches, determine the exploitation status and the optimal exploitation as well as identifying alternative management resources of multispecies demersal fish on dogol fisheries in Sunda Strait. This study was conducted in February until July 2014 in Coastal Fishing Port (PPP) Labuan, Banten. Data used in this study consisted of primary data (was obtained through interviews and questionnaires to fishermen and other stakeholder) and secondary data (statistic from DKP Pandeglang). Analysis data consisted of the catch per unit effort (CPUE), revenue per unit effort (RPUE), biological parameters, economic parameters, economic rent, optimation model (static and dynamic), degradation and depretiation rate analysis, participatory fishing ground mapping analysis analysis and stakeholder analysis.

Composition of dogol cathes was varies (multispecies), consisted of demersal fish, pelagic fish and squids. Demersal is fish group that dominan catched, as threadfin bream, goatfish, ponyfish, flatfish and drums. Its fishing ground are in the waters around the Sunda Strait, such as Labuan Bay, Papole Island, Rakata, Panaitan Island, Sebesi Island, Carita Island, Sebuku Island, Small Rakata Island, Anak Rakata Island and Lesung Cape. Peak fishing season is occurred around July to November, meanwhile famine season is on December-January and the rest is moderate season. Exploitation status of dogol catches were fully exploited and optimal exploitation rate is at Maximum Economic Yield (MEY) condition with the value of the catch 1 526 tonnes, 13 443 trips as well as a profit of Rp. 10 949 020 000. Based on the results of the stakeholder analysis, fisherman is the executor or player for the management resources of multispecies demersal fish on dogol fisheries in Sunda Strait. Several management alternative that can be done are the restriction of fishing effort and catches quota, increase in mesh size, implementing a system of "reward and punishment" and build cooperation among stakeholders.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

PENGELOLAAN MULTISPESIES SUMBER DAYA IKAN

DEMERSAL PADA PERIKANAN DOGOL

DI PERAIRAN SELAT SUNDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengelolaan Multispesies Sumber Daya lkan Demersal pada Perikanan Dogol di Perairan Selat Sunda

Nama NIM

: Selvia Oktaviyani : C252130486

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Mennofatria DEA

Ketua

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Tanggal Ujian: 20 Agustus 2015

Anggota

Diketahui oleh

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pengelolaan Multispesies Sumber Daya Ikan Demersal pada Perikanan Dogol di Perairan Selat Sunda”. Pelaksanaan penelitian dan penyusun karya tulis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa S2 sinergi sekolah pascasarjana IPB.

2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan dan Kode Belanja (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak: 2013.089.521219, Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan

judul “ Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumber Daya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi

Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi (sebagai anggota peneliti).

3. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Yonvitner, SPi MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.

4. Dr Ir Zairion, MSc selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku ketua program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) yang telah memberikan saran dan koreksi dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.

5. Bapak dan ibu staff pengajar serta staff administrasi pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) yang telah banyak membantu selama penulis menempuh masa studi.

6. Ayah, ibu dan seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan semangatnya.

7. Seluruh teman MSP 46, SPL 2012, Agus Setiawan, dan teman-teman BOPTN 2013 atas doa, kerja sama, bantuan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 METODE 5

Waktu dan Lokasi Penelitian 5

Pengumpulan Data 5

Prosedur Analisis Data 6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Hasil 17

Pembahasan 34

4 SIMPULAN DAN SARAN 41

Simpulan 41

Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 47

(12)

DAFTAR TABEL

1. Rangkuman kebutuhan dan analisis data 6

2. Rumus perhitungan kondisi pengelolaan sumber daya ikan model statik 13

3. Ukuran kuantitatif terhadap pengaruh dan kepentingan stakeholder 16

4. Jumlah dan nilai hasil tangkapan dogol pada tahun 2013 21

5. Paremeter biologi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol 24

6. Biaya penangkapan rill sumber daya ikan demersal pada perikanan

dogol 25

7. Harga rill sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol 25

8. Rata-rata keuntungan ekonomi sumber daya ikan demersal pada

perikanan dogol 29

9. Nilai hasil tangkapan (ton), upaya (trip), dan keuntungan (Juta Rp) sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol 30

10. Nilai hasil tangkapan (ton), upaya (trip), dan keuntungan (Juta Rp) sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol 31

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran penelitian 4

2. Lokasi Penelitian 5

3. Matriks pengaruh dan kepentingan 17

4. Komposisi alat tangkap di Selat Sunda tahun 2013 18

5. Upaya tangkap (effort) di Selat Sunda tahun 2004-2013 19

6. Hasil tangkapan dogol di Selat Sunda tahun 2004-2013 20

7. CPUE dogol di Selat Sunda tahun 2004-2013 20

8. Rata-rata komposisi hasil tangkapan dogol tahun 2004-2013 22

9. Perkembangan hasil tangkapan ikan kurisi, biji nangka, peperek,

sebelah dan tigawaja tahun 2004-2013 23

10. Perkembangan hasil tangkapan ikan kurisi (a), biji nangka (b), sebelah

(c), peperek (d) dan tigawaja (e) 23

11. Dinamika CPUE dan RPUE ikan kurisi (a), biji nangka (b), sebelah (c),

peperek (d) dan tigawaja (e) 27

12. Laju degradasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol 32

13. Laju depresiasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol 32

14. Matriks pengaruh dan kepentingan stakeholder 33

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil tangkapan dan upaya tangkap dogol 47

2. Hasil tangkapan dogol di Perairan Selat Sunda 47

3. Hasil tangkapan dan upaya tangkap sumber daya ikan demersal pada

perikanan dogol 48

4. Catch per Unit Effort (CPUE) dan Revenue per Unit Effort (RPUE) 48

5. Contoh perhitungan parameter biologi pada ikan biji nangka 49

6. Proporsi biaya penangkapan pada tahun 2013 50

7. Hasil tangkapan aktual dan lestari sumber daya ikan demersal pada

perikanan dogol 50

8. Koefisien degradasi sumber daya ikan yang tertangkap dogol 50

9. Keuntungan ekonomi aktual dan lestari sumber daya ikan demersal

pada perikanan dogol 51

10. Koefisien depresiasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol 51

11. Variabel penilaian pengaruh stakeholder 52

12. Variabel penilaian kepentingan stakeholder 52

13. Nilai pengaruh dan kepentingan dalam analisis stakeholder 53

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan Selat Sunda merupakan salah satu perairan di Indonesia yang memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Perairan ini memiliki luas sebesar 5 618 km² dan termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia 572 (WPP RI 572) bersama Perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. Estimasi potensi sumber daya ikan di kawasan ini mencapai 565 200 ton/tahun dengan proporsi 85% untuk ikan pelagis, 12% ikan demersal dan 3 % untuk udang, ikan karang, cumi-cumi dan lobster (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2011). Salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan Perairan Selat Sunda adalah Kabupaten Pandeglang. Kabupaten ini terletak di ujung barat Provinsi Banten dengan luas Perairan sebesar 1 702 km² dan memiliki garis pantai sepanjang 230 km. Batas administrasi bagian barat Kabupaten Pandeglang adalah Selat Sunda, Kabupaten Lebak di bagian timur, Kabupaten Serang di bagian utara dan di bagian selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Pandeglang dikatakan sebagai salah satu pusat produksi perikanan di Provinsi Banten karena letaknya yang strategis dengan dua perairan potensial yaitu Selat Sunda dan Samudera Hindia (Irhamni 2009). Dalam rangka mengembangkan potensi perikanan tangkapnya, Kabupaten ini dilengkapi oleh satu pelabuhan yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan. Menurut Rahardjo et al. (1999), pelabuhan ini disebut sebagai sentra pengembangan komoditas unggulan perikanan laut di wilayah Perairan Selat Sunda.

Dogol merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan di Perairan Selat Sunda. Alat tangkap ini merupakan jenis pukat tarik yang dioperasikan dengan bantuan kapal (Kepmen KP No 6 Tahun 2011). Jumlah upaya tangkap dogol pada tahun 2013 mencapai 16 793 trip dengan hasil tangkapan sebesar 2 617.3 ton atau 11,2% dari total hasil tangkapan ikan (DKP Kabupaten Pandeglang 2014). Ikan-ikan yang tertangkap menggunakan dogol sangat beragam, terdiri atas ikan demersal, ikan pelagis, udang-udangan dan cumi-cumi. Pada tahun 2013, jumlah hasil tangkapan dogol didominasi oleh ikan demersal dengan nilai lebih dari 62% dari keseluruhan hasil tangkapan dogol (DKP Kabupaten Pandeglang 2014).

Upaya tangkap dogol di Perairan Selat Sunda cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 2006 (Lampiran 1). Hal ini disebabkan oleh sumber daya ikan yang dianggap sebagai barang milik bersama (common property) dengan pemanfaatan yang bersifat terbuka (open access), sehingga kegiatan penangkapan ikan dilakukan secara bebas tanpa ada batasan. Selain itu, tingginya permintaan pasar akan sumber daya ikan juga ikut memicu peningkatan tersebut. Keadaan seperti ini jika tidak dikelola dengan baik, maka akan mengancam kelestarian sumber daya ikan.

(16)

2

pengelolaan perikanan hendaknya dapat memadukan berbagai macam aspek, seperti aspek biologi, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan suatu analisis terhadap sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol dengan mempertimbangkan aspek biologi, ekonomi dan sosial melalui keterlibatan stakeholder. Mengingat sumber daya ikan yang ditangkap oleh dogol sangat beragam atau bersifat multispesies, maka dalam penelitian ini diterapkan suatu analisis bioekonomi yang berorientasi pada banyak spesies. Diharapkan, informasi yang dihasilkan dapat memberikan alternatif pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda yang lebih tepat dan berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Banten masih terkonsentrasi di sekitar Perairan Selat Sunda. Pada tahun 2013 jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi cukup besar yakni 1 296 unit dengan jenis alat tangkap yang digunakan sangat beragam (DKP Pandeglang 2014). Setidaknya ada sebelas alat tangkap yang tercatat digunakan nelayan untuk menangkap ikan di Selat Sunda, salah satunya adalah dogol. Lampara dasar dan cantrang juga dikategorikan sebagai dogol oleh DKP Kabupaten Pandeglang. Ketiganya merupakan jenis pukat tarik berkapal yang memiliki hasil tangkapan dominan berupa ikan demersal.

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No 45 Tahun 2011, sumber daya ikan demersal di WPP 572 berada dalam kategori esploitasi penuh (fully exploited) dengan estimasi potensi sebesar 68 900 ton atau sekitar 12% dari total estimasi potensi sumber daya ikan. Kategori ini menggambarkan keadaan dimana stok sumber daya sudah tereksploitasi mendekati nilai MSY nya. Pada kondisi fully exploited, peningkatan upaya tangkap sangat tidak dianjurkan walaupun jumlah tangkapan masih bisa meningkat karena akan mengganggu kelestarian sumber daya ikan dan CPUE akan menurun (Destilawati 2012). Sumber daya perikanan memiliki kemampuan untuk dapat memperbaiki diri (renewable), namun apabila dimanfaatkan melebihi batas kelestariannya akan menyebabkan tangkap lebih. Kondisi tangkap lebih (overfishing) biasanya didasarkan pada rasio penangkapan yang telah melebihi jumlah Maximum Sustainable Yield (MSY) yang telah disepakati (Guillen et al. 2013). Adanya tekanan penangkapan yang tinggi ditambah dengan kerusakan lingkungan di wilayah pesisir, membuat kekhawatiran terjadinya degradasi dan depresiasi sumber daya ikan semakin besar.

(17)

3 aspek sosial. Konflik antar stakeholder juga kerap muncul dalam usaha perikanan tangkap sebagai dampak kurangnya koordinasi dan kerja sama diantara masing-masing stakeholder. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini diantaranya adalah:

1. Apa saja komposisi hasil tangkapan dogol di Perairan Selat Sunda?

2. Bagaimana status eksploitasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda?

3. Bagaimana tingkat eksploitasi optimal sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol dengan menggunakan model bioekonomi?

4. Bagaimana alternatif pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui komposisi hasil tangkapan ikan yang tertangkap dogol di Perairan Selat Sunda

2. Mengetahui status eksploitasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda.

3. Mengetahui tingkat eksploitasi optimal sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol dengan menggunakan model bioekonomi.

4. Memberikan alternatif pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda yang lebih tepat dan berkelanjutan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan alternatif pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda, sehingga kegiatan pemanfaatan tersebut tidak memberikan ancaman terhadap kelestarian ikan dan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Ruang Lingkup Penelitian

Dogol merupakan alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan di Perairan Selat Sunda. Ikan-ikan yang ditangkap oleh dogol sangat beragam (multispesies), mulai dari ikan demersal, pelagis, udang-udangan dan cumi-cumi. Sumber daya ikan yang dianggap sebagai barang miliki bersama (common property) dengan pengelolaan yang bersifat terbuka (open access) serta tingginya permintaan pasar menyebabkan kegiatan penangkapan ikan dilakukan secara bebas tanpa adanya pengontrolan. Keadaan tersebut jika dibiarkan akan mengancam kelestarian sumber daya ikan hingga mengarah pada tangkap lebih atau overfishing.

(18)

4

pendekatan ini adalah bahwa setiap jenis ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan mempu bertahan secara berkelanjutan. Namun, pendekatan pengelolaan dengan konsep ini belakangan banyak dikritik karena terlalu sederhana dan tidak mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi (Fauzi 2010).

Untuk menjamin keberlanjutan sumber daya perikanan maka ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi aspek biologi, ekonomi dan sosial. Aspek biologi yang diamati pada penelitian ini meliputi parameter biologi (daya dukung lingkungan, koefisien kemampuan tangkap dan laju pertumbuhan intrinsik) dan laju degradasi. Pada aspek ekonomi meliputi perhitungan penerimaan per satuan upaya, estimasi biaya dan harga, model optimasi (statik dan dinamik) serta laju depresiasi. Aspek sosial meliputi identifikasi stakeholder untuk mengetahui tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam kegiatan pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda. Alur lengkap kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Sumber daya ikan di Perairan Selat Sunda

Adanya aktivitas penangkapan menggunakan dogol

Indikasi tangkap lebih (overfishing)

Analisis laju degradasi dan laju depresiasi

Strategi pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol

Analisis stakeholder

Model Optimasi (statik dan dinamik)

Status eksploitasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol

Open access

Common property

(19)

5

2 METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2014 di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (Gambar 2). Wawancara dilaksanakan di TPI 1 dan TPI 3 yang berada di muara Cipunteun sebagai tempat pangkalan kapal-kapal dogol.

Gambar 2 Lokasi Penelitian

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer seperti informasi mengenai alat tangkap dogol, ukuran mata jaring, ukuran kapal, biaya operasi penangkapan, pendapatan, daerah tangkapan dan musim penangkapan diperoleh melalui wawancara dan kuisioner kepada nelayan yang dipilih melalui metode purposive sampling. Metode ini sering juga disebut sebagai judgment sampling karena pengambilan contoh dilakukan secara sengaja berdasarkan kualitas informasi yang dimiliki oleh informan dan berdasarkan pertimbangan karakteristik tertentu yang dianggap memiliki sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Tongco 2007). Daftar pertanyaan dibuat terstruktur dengan tujuan penelitian. Responden yang dipilih adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap dogol dengan jumlah 17 orang

(20)

6

informasi-informasi terkait lainnya. Rangkuman kebutuhan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rangkuman kebutuhan dan analisis data

Aspek Data Analisis Data

Biologi 1. Hasil tangkapan dogol (Sekunder) 2. Upaya penangkapan dogol (Sekunder)

1. Catch per unit Effort

(CPUE)

2. Estimasi parameter biologi 3. Laju degradasi

Ekonomi 1. Biaya operasi penangkapan (Primer) 2. Harga ikan (Sekunder)

3. Hasil tangkapan dogol (Sekunder) 4. Upaya penangkapan dogol (Sekunder) 5. Discount rate (Sekunder)

6. Indeks Harga Konsumen (IHK) (Sekunder)

1. Estimasi parameter ekonomi 2. Model Optimasi statik 3. Model Optimasi dinamik 4. Laju depresiasi

5. Revenue per Unit Effort

(RPUE)

6. Estimasi keuntungan ekonomi

Sosial 1. Informasi terkait pemangku kepentingan (stakeholder) (Primer)

1. Analisis stakeholder

Pendukung 1. Peta daerah penangkapan (Primer) 2. Perkembangan unit penangkapan

Catch per Unit Effort (CPUE)

Catch per Unit Effort atau CPUE merupakan perbandingan antara nilai hasil tangkapan atau jumlah produksi ikan (catch) dengan upaya tangkap (fishing effort) dari suatu alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap ikan (Prakasa

et al. 2014), seperti dogol. Untuk mendapatkan nilai CPUE masing-masing jenis ikan demersal yang ditangkap menggunakan dogol, maka terlebih dahulu ditentukan proporsi upaya tangkapnya dan kemudian diagregasikan sesuai proporsinya tersebut. Hal ini dilakukan sebagai pendekatan adaptif terhadap karakter perikanan Indonesia yang bersifat multispesies (Zulbainarni 2012). Nilai CPUE diperoleh melalui rumus sebagai berikut (Zulbainarni 2012):

Est =

CPUE : hasil tangkapan per satuan upaya

E : total effort atau upaya tangkap dengan dogol (trip)

Est : proporsi effort atau upaya tangkap (trip) spesies s pada tahun t (trip)

hst : hasil tangkapan spesies s pada tahun t (ton)

(21)

7

Revenue per Unit Effort

Peramalan keuntungan ekonomi dapat diestimasi dengan hitungan bio income atau Revenue per Unit Effort (RPUE), seperti yang dikemukan oleh Bene and Tewfik (2000) in Khoiriya (2010) sebagai berikut:

�� = ��

(3) Keterangan :

�� : pendapatan per upaya pada spesies s tahun j (Rp)

�� : hasil tangkapan per upaya spesies s tahun j : harga spesies s tahun j (Rp/ton)

Estimasi Parameter Biologi

Nilai parameter biologi terdiri dari intrinsic growth (r), catchability coefficient (q) dan carrying capacity (K). Estimasi parameter biologi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol dapat dilakukan dengan beberapa model produksi surplus. Pemilihan model yang tepat dilakukan melalui evaluasi model secara statistik yaitu nilai R2. Model yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti model Schaefer (1954). Pada saat tidak ada kegiatan penangkapan, tingkat perubahan stok ditulis:

= 1− � (4)

Produksi penangkapan ikan bisa diasumsikan sebagai fungsi dari usaha perikanan dan stok ikan. Secara matematis ditulis:

ℎ =ℎ , (5)

Keterangan :

ht : produksi perikanan atau hasil tangkapan periode t (ton)

Et : upaya tangkap periode t (trip)

Fungsiℎ , di atas menghubungkan faktor produksi yakni x dan E

(usaha perikanan) dengan produksi. Secara eksplisit, fungsi produksi yang sering digunakan dalam manajemen perikanan adalah:

ℎ = (6)

Keterangan :

q : koefisien kemampuan tangkap (1/unit upaya standar)

Perubahan stok merupakan selisih antara laju pertumbuhan biomassa dengan jumlah biomassa yang ditangkap atau hasil tangkapan. Jika proses produksi dinamis dimasukkan dalam model stok dinamis, dapat dinyatakan secara matematis pada persamaan berikut:

(22)

8

Dengan mengasumsikan persamaan di atas pada kondisi keseimbangan jangka panjang, hasil tangkapan dan upaya tangkap lestari dari fungsi dinamis secara matematis adalah:

ℎ = = 1− � (8)

Berdasarkan persamaan tersebut, nilai biomassa (xt) diperoleh:

= � 1− (9)

fungsi tangkap lestari sebagai berikut:

ℎ = � 1− (10)

fungsi kuadratik pada persamaan di atas secara matematis ditulis:

= � 1− (11)

Persamaan di atas menyatakan bahwa asusmsi model Schaefer dalam keseimbangan antara hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dan upaya tangkap adalah linear, dengan persamaan regresi:

= + + (12)

= ℎ

(13)

= �

(14)

=�

2

(15)

=

(16)

= _ (17)

Adapun besaran koefisien q, r dan K diperoleh dengan cara sebagai berikut (Susilo 2010a; Destilawati 2012; Simarmata 2014).

q=

2 3 1 =

1 t

(23)

9

r : laju pertumbuhan intrinsik (%/tahun)

q : koefisien kemampuan tangkap (1/unit upaya standar) K : daya dukung lingkungan (ton)

CPUE : hasil tangkapan per satuan upaya a : intercept

b : slope

Estimasi Biaya Penangkapan

Dalam kajian bioekonomi model Gordon Schaefer, biaya penangkapan didasarkan atas asumsi hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan sehingga biaya penangkapan dapat didefenisikan sebagai variabel per hari operasi dan dianggap konstan. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara terhadap nelayan yang menangkap ikan menggunakan dogol di Perairan Selat Sunda. Selain upaya tangkap, biaya penangkapan juga dihitung secara proporsional dengan rumus sebagai berikut (Zulbainarni 2012):

= ℎ

�ℎ � (24)

Keterangan :

c : total biaya penangkapan dogol (Rp/trip)

cs : proporsi biaya penangkapan dogol spesies s (Rp/trip)

hst : hasil tangkapan spesies s pada tahun t (ton)

s : spesies 1, 2, ...5 t : 1,2, ....n (tahun)

(24)

10

= �

(25)

Keterangan

cst : biaya rill spesies s pada tahun ke-t (Rp/trip)

cstd : biaya nominal pada tahun standar (tahun 2013) (Rp/trip)

IHKt : Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t

IHKstd : Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar (tahun 2013)

s : spesies 1, 2, ...5 t : 1,2,3... n (tahun) Estimasi Harga Ikan

Data harga ikan diperoleh dari nilai produksi hasil tangkapan dalam data

time series perikanan tangkap DKP Kabupaten Pandeglang. Data yang telah diperoleh kemudian dikonversi ke pengukuran rill dengan cara menyesuaikan dengan IHK yang berlaku di Kabupaten Pandeglang. Secara matematis dinotasikan sebagai berikut (Fauzi dan Anna 2005):

= �

(26) Keterangan:

pst : harga rill spesies s pada tahun t (Rp/ton)

pstd : harga nominal pada tahun standar (tahun 2013) (Rp/ton)

IHKt : Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t

IHKstd : Indek Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar (tahun 2013)

s : spesies 1, 2, ...5 t : 1,2,3... n (tahun) Analisis Produksi Surplus

Fungsi density dependent growth yang umum digunakan dalam literatur ekonomi sumber daya ikan adalah model pertumbuhan logistik (logistic growth model). Model pertumbuhan logistik secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Fauzi 2010):

� = ( ) = 1− � (27)

Keterangan :

� = ( ) : fungsi perubahan atau pertumbuhan stok ikan

x : stok ikan (ton)

(25)

11 Untuk menangkap (memperoleh manfaat) sumber daya ikan dibutuhkan faktor input yang biasa disebut upaya atau effort. Aktivitas penangkapan atau produksi dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut:

ℎ= (28)

Keterangan :

h : produksi perikanan atau hasil tangkapan (ton)

q : koefisien kemampuan tangkap (1/unit upaya standar) x : stok ikan (ton)

E : upaya tangkap (trip)

Adanya aktivitas penangkapan, maka fungsi perubahan stok menjadi:

=� 1− (29)

Dengan mensubstitusikan variabel x ini kembali ke dalam persamaan (28), diperoleh persamaan berbentuk kuadratik terhadap input yang disebut sebagai fungsi produksi lestari atau dikenal juga dengan kurva produksi lestari (yieldeffort curve) sebagai berikut:

ℎ= � 1− (30)

Dalam perspektif model Schaefer, pengelolaan sumber daya ikan yang terbailah pada saat produksi lestari berada pada titik tertinggi kurva yield-effort. Titik ini kemudian disebut dengan maximum sustainable yield (MSY). Pada tingkat output sebesar MSY, input yang dibutuhkan adalah sebesar Emsy. Secara

matematis, tingkat input sebesar ini bisa ditentukan dengan memecahkan turunan pertama persamaan (30) terhadap effort (E), sehingga diperoleh nilai EMSY sebagai

berikut:

�ℎ

� = � −

2 2�

= 0 (31)

atau

� = 2 (32)

Dengan mensubstitusikan persamaan ke dalam persamaan (30), maka diperoleh nilai tingkat hasil tangkapan pada tingkat MSY atau ℎ sebagai berikut:

ℎ� = �

4 (33)

(26)

12

Pengelolaan sumber daya perikanan haruslah memberikan manfaat ekonomi (rente atau keuntungan ekonomi). Rente tersebut merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dari ekstraksi sumber daya ikan (TR = ph) dengan

π : rente atau keuntungan sumber daya perikanan (Rp)

p : harga ikan (Rp/ton)

h : hasil tangkapan (ton)

c : biaya penangkapan (Rp/trip)

E : upaya tangkap/ effort (trip)

Dengan mensubstitusikan persamaan h=αE-βE2 ke dalam persamaan (35) maka akan diperoleh penerimaan dari sisi input, secara matematis ditulis sebagai berikut:

π=p E- E2 -cE (36) Persamaan di atas diturunkan terhadap variabel input (E), dimana ��

� = 0,

maka diperoleh nilai Emey sebagai berikut: Emey=

r

2q

1-c

pqK (37) Dengan asumsi bahwa sistem dalam kondisi keseimbangan (lestari)

dengan h = F(x), maka diperoleh fungsi stok ikan (x) pada kondisi MEY:

xmey=

persamaan (30) maka akan diperoleh nilai hmey sebagai berikut: hmey=

(27)

13

Dengan subsitusi aljabar dan dengan bantuan persamaan (28), tingkat upaya optimal dalam kondisi akses terbuka dapat dihitung sebagai berikut:

Eoa= r

q

1-c

Kpq (42)

Hasil tangkapan, biomassa, upaya tangkap dan keuntungan ekonomi dalam kondisi pengelolaan MSY, MEY dan Open Access dilakukan pada setiap spesies ikan demersal yang tertangkap dogol. Rumus perhitungan dari nilai-nilai tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rumus perhitungan kondisi pengelolaan sumber daya ikan model statik

Parameter Kondisi

Optimalisasi pemanfaatan sumber daya ikan dengan menggunakan model dinamik ditulis dalam bentuk fungsi kontinyu sebagai berikut (Fauzi 2010):

maxπ t = πt=0~ (x t ,h t e-∂tdt (43) dengan kendala:

∂x

∂t = F x t -h t , dengan 0 ≤ h ≤ hmax

(28)

14

� adalah rente marjinal akibat perubahan biomass, ��

�ℎ adalah rente marjinal akibat

perubahan tangkapan (panen), �

� adalah produktivitas dari biomassa. Fungsi rente

atau keuntungan sumber daya dinyatakan sebagai berikut:

π x,h = ph-c h

qx=

p-c

qx h (45) Dengan fungsi pertumbuhan sebagaimana disebutkan pada Golden Rule,

maka dapat melakukan penurunan sesuai kaidah pada persamaan (44) yang

Dengan mensubstitusikan ketiga persamaan di atas ke dalam persamaan (44), maka diperoleh hasil tangkapan optimal:

h●=x

c(pqx-c) δ-r (1-2x

K ) (49)

Kemudian persamaan (47) dan (44) disubstitusikan ke dalam persamaan (49) sehingga nilai stok ikan optimal, yaitu:

x●=�

Dengan diketahuinya nilai stok dan hasil tangkapan optimal, maka nilai upaya optimal dapat diketahui dengan formula sebagai berikut:

E●= h ●

qx●

(51)

(29)

15

c : biaya penangkapan (Rp/trip)

q : koefisien kemampuan tangkap (1/unit upaya standar) r : laju pertumbuhan intrinsik (%/tahun)

K : daya dukung lingkungan (ton)

δ : discount rate

Laju Degradasi Sumber Daya Ikan

Degradasi dapat diartikan sebagai tingkat atau laju penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Degradasi sumber daya alam dapat dihitung berdasarkan Anna (2003):

∅DG= 1

ℎ : hasil tangkapan lestari pada periode t (ton)

ℎ0 : hasil tangkapan aktual pada periode t (ton) t : 1,2 ...n (tahun)

Laju Depresiasi Sumber Daya Ikan

Analisis depresiasi sumber daya ditujukan untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumber daya alam, atau dengan kata lain depresiasi merupakan pengukuran degradasi yang dirupiahkan (Fauzi dan Anna 2005). Menurut Anna (2003) formula pengukuran depresiasi dinotasikan sebagai berikut:

(30)

16

1. Menentukan banyaknya jumlah responden. 2. Membuat peta dasar dari lokasi penelitian.

3. Membuat plot-plot lokasi penangkapan dalam bentuk spasial ke peta dasar dimana informasi yang diperoleh berdasarkan wawancara dengan nelayan dogol.

4. Formulasi peta sebaran daerah penangkapan ikan. Analisis Stakeholder

Analisis stakeholder didefinisikan sebagai pendekatan dan prosedur untuk memperoleh pemahaman tentang sistem dengan cara mengidentifikasi pelaku utama dan pemangku kepentingan dalam sistem dan menilai kepentingan masing-masing di dalamnya (Pomeroy dan Douvere 2008). Selain itu, melalui analisis ini juga dapat diketahui tingkat kepentingan dan pengaruh dari pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan. Pengaruh adalah kekuatan yang dimiliki oleh stakeholder terhadap suatu kegiatan, sedangkan kepentingan adalah prioritas yang diberikan oleh kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dari setiap stakeholder. Pengukuran tingkat pengaruh

stakeholder dilihat dari kewenangan individu atau organisasi tersebut dalam kebijakan pengelolaan, kapasitas terhadap sumber daya dan kelembagaan serta kemampuannya berinteraksi dengan massa besar. Sementara itu, pengukuran tingkat kepentingan stakeholder dilihat dari manfaat yang diperoleh stakeholder

dari sumber daya ikan, tingkat ketergantungan stakeholder dan prioritas terhadap pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda. Variabel dan indikator dari penilaian tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder disajikan pada Lampiran 11 dan Lampiran 12.

Tabel 3 Ukuran kuantitatif terhadap pengaruh dan kepentingan stakeholder

Kepentingan stakeholder

Skor Kriteria Keterangan

5 Sangat tinggi Sangat bergantung pada keberadaan sumber daya ikan demersal 4 Tinggi Ketergantungan tinggi terhadap sumber daya ikan demersal 3 Cukup tinggi Cukup bergantung terhadap sumber daya ikan demersal 2 Kurang tinggi Ketergantungan terhadap sumber daya ikan demersal rendah 1 Rendah Tidak bergantung terhadap sumber daya ikan demersal Pengaruh stakeholder

Skor Kriteria Keterangan

5 Sangat tinggi Sangat mempengaruhi pengelolaan sumber daya ikan demersal

4 Tinggi Mempengaruhi pengelolaan sumber daya ikan demersal

3 Cukup tinggi Cukup mempengaruhi pengelolaan sumber daya ikan demersal 2 Kurang tinggi Kurang mempengaruhi pengelolaan sumber daya ikan demersal

1 Rendah Tidak mempengaruhi pengelolaan sumber daya ikan demersal

Stakeholder yang akan diwawancarai terdiri atas nelayan juragan, ABK, pengepul, pengusaha perikanan, masyarakat, konsumen, pedagang, perangkat desa, petugas TPI dan staff DKP Pandeglang. Jumlah total responden pada analisis ini adalah 28 orang. Tahapan analisis stakeholder terdiri atas mengidentifikasi tujuan dan stakeholder utama, menyelidiki kepentingan, karakteristik dan pengaruh stakeholder, mengklasifikasikan stakeholder

(31)

pertanyaan-17 pertanyaan yang terkait dengan tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder

seperti yang disajikan pada Tabel 3. Nilai skor dari seluruh pertanyaan dirata-ratakan dan dipetakan ke dalam bentuk matriks pengaruh dan kepentingan yang disajikan pada Gambar 3.

Tinggi

Subject Players

(Kuadran I) (Kuadran II)

Bystanders Actors

(Kuadran III) (Kuadran IV)

Rendah Pengaruh Tinggi Gambar 3 Matriks pengaruh dan kepentingan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis Kabupaten Pandeglang terletak antara 6⁰21-7⁰10 LS dan 104⁰48-106⁰11 BT dengan luas wilayah 2 747 km². Kabupaten ini berbatasan dengan dua perairan potensial yaitu Perairan Selat Sunda di bagian barat dan Samudera Hindia di bagian selatan. Luas perairan laut Kabupaten Pandeglang mencapai 1 702 km² dengan panjang garis pantai ± 230 km atau 461 km jika termasuk pulau-pulau kecil di kabupaten ini (DKP Kabupaten Pandeglang 2014). Dalam rangka mendukung pengembangan kegiatan perikanan laut, maka Kabupaten Pandeglang memiliki sembilan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), diantaranya yaitu TPI Carita, Labuan, Sidamukti, Panimbang, Citeureup, Sumur, Taman Jaya, Cikeusik dan Sukanagara. Diantara yang lain, PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan memiliki prospek yang cukup besar dan menjadi sentra pengembangan perikanan laut di Perairan Selat Sunda (Rahardjo et al. 1999).

PPP Labuan terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dengan luas wilayah mencapai 15.66 km². Pelabuhan ini merupakan salah satu tempat berlabuhnya kapal yang menangkap ikan di Perairan Selat Sunda. Lokasi yang strategis dan akses yang mudah menuju perairan tersebut menjadi peluang dan kesempatan pelabuhan ini untuk

K

epe

nti

nga

n

(32)

18

mengembangkan kegiatan perikanan tangkap. Secara umum, fasilitas yang terdapat di PPP Labuan dikategorikan menjadi tiga, yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok terdiri atas fasilitas pelindung yang berfungsi untuk menahan gelombang seperti breakwater, fasilitas tambat berupa dermaga sebagai tempat bongkar muat hasil tangkapan dan bertambatnya kapal, fasilitas Perairan berupa kolam pelabuhan dan alur pelayaran serta fasilitas penghubung. Sementara itu, fasilitas fungsional terdiri atas Tempat Pelelangan Ikan (TPI), cold storage, docking kapal, perbengkelan nelayan, kantor pelabuhan, layanan bahan bakar dan fasilitas air bersih. PPP Labuan memiliki 3 gedung TPI, yaitu TPI 1 yang berada di sisi muara sungai Cipunten, TPI 2 di tepi pantai dan TPI 3 yang berada di dekat pasar ikan. Penyelenggara ketiga TPI tersebut adalah Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pandeglang. Kategori ketiga adalah fasilitas penunjang berupa jalan masuk, drainase, MCK, mesjid, puskesmas, jaringan listrik dan telepon (PIPP 2015).

Penyelenggaraan kegiatan perikanan tangkap di PPP Labuan sudah cukup berkembang. Hal ini ditandai dengan berkembangnya unit penangkapan ikan yang terdiri atas nelayan, armada penangkapan dan alat tangkap. Sebagian besar nelayan yang mendaratkan ikan di PPP Labuan digolongkan sebagai kelompok nelayan penuh, yakni nelayan yang menghabiskan seluruh waktunya untuk menangkap ikan. Hanya sebagian kecil orang yang menjadikan profesi nelayan sebagai pekerjaan sampingan. Lebih dari 60% penduduk di sekitar Desa Teluk berprofesi sebagai nelayan.

Gambar 4 Komposisi alat tangkap di Selat Sunda tahun 2013

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Nelayan yang menangkap ikan di Perairan Selat Sunda dan mendaratkan ikannya di PPP Labuan menggunakan armada penangkapan dan alat tangkap yang beragam. Pada umumnya armada penangkapan yang digunakan berupa kapal motor dengan ukuran 2-30 GT, bahkan ada beberapa kapal dengan ukuran hingga 50 GT (DKP Kabupaten Pandeglang 2014). Sementara itu, alat tangkap yang dioperasikan terdiri atas payang, dogol, arad, purse seine, gillnet, rampus, bagan tancap, bagan apung, pancing dan garok. Jaring arad merupakan alat tangkap dominan yang dioperasikan oleh nelayan di Perairan Selat Sunda. Komposisi alat tangkap di Selat Sunda disajikan pada Gambar 4.

(33)

19 Perkembangan Upaya Tangkap dan Hasil Tangkapan Dogol

Salah satu alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan di Perairan Selat Sunda adalah dogol. Kategori dogol oleh DKP Kabupaten Pandeglang terdiri atas dogol, lampara dasar dan cantrang. Ketiganya merupakan Alat Penangkapan Ikan (API) yang termasuk ke dalam pukat tarik berkapal (vessel seines net) dan API berkantong (cod-end) tanpa alat pembuka mulut jaring, pengoperasiannya dengan cara melingkari gerombolan (schooling) ikan dan menariknya ke kapal yang sedang berhenti/berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui kedua bagian sayap dan tali selambar (Baskoro 2006; Kepmen KP RI No 6 Tahun 2010). Biasanya jenis alat tangkap ini bertujuan untuk menangkap udang atau ikan-ikan demersal di perairan dengan dasar berupa pasir, lumpur atau campuran keduanya (Sudirman 2008). Ukuran kapal dogol yang dioperasikan di Perairan Selat Sunda berkisar antara 2 hingga 30 GT. Upaya tangkap dan hasil tangkapan dogol pada tahun 2004 hingga 2013 disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5 Upaya tangkap (effort) di Selat Sunda tahun 2004-2013

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Upaya tangkap dogol pada tahun 2004 hingga 2013 mengalami fluktuasi, namun cenderung mengalmi peningkatan (Gambar 5). Upaya tangkap terbesar terdapat pada tahun 2012 sebesar 16 810 trip, sedangkan upaya tangkap terendah terjadi pada tahun 2005 dengan nilai 11 984 trip. Peningkatan tersebut disebabkan oleh tidak adanya regulasi dari pemerintah daerah setempat terkait pembatasan upaya tangkap dogol serta masih terbukanya akses pemanfaatan sumber daya ikan (open access) di Perairan Selat Sunda. Selain itu, pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah pesisir juga menjadi salah satu pemicu adanya peningkatan upaya

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(34)

20

Gambar 6 Hasil tangkapan dogol di Selat Sunda tahun 2004-2013

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Hasil tangkapan dogol setiap tahunnya mengalami fluktuasi, namun cenderung mengalami penurunan (Gambar 6). Hasil tangkapan terbesar terdapat pada tahun 2004 dengan jumlah 3 742.9 ton, sedangkan hasil tangkapan terendah terdapat pada tahun 2013 yaitu 2 617.3 ton. Menurut Antika et al.(2014), jumlah hasil tangkapan nelayan bergantung pada teknologi yang digunakan. Namun permasalahan yang terjadi adalah kurangnya kekuatan modal nelayan untuk mengakses teknologi, kurangnya aktivitas penyuluhan atau teknologi dan rendahnya lembaga penyedia teknologi. Permasalahan ini pada akhirnya membuat hasil tangkapan nelayan belum optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Utami

et al. (2012) dan Panayotou (1982), bahwa hasil tangkapan ikan tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya upaya penangkapan yang dilakukan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tenaga kerja, kelimpahan sumber daya ikan dan permodalan. Nilai hasil per unit upaya tangkap (CPUE) dogol ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7 CPUE dogol di Selat Sunda tahun 2004-2013

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014) 0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

H

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(35)

21 Hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dogol berfluktuasi setiap tahunnya (Gambar 7). Pada tahun 2005, CPUE mengalami peningkatan namun kembali turun pada tahun 2006. Selanjutnya, CPUE kembali meningkat pada tahun 2007 hingga akhirnya mengalami penurunan hingga tahun 2013. Penurunan nilai CPUE menunjukkan bahwa peningkatan upaya tangka tidak diiringi dengan peningkatan hasil tangkapan. Menurut Berachi 2003 in Utami et al. (2012), besaran CPUE dapat digunakan sebagai indikator tingkat efisiensi teknik dari upaya penangkapan (effort), sehingga CPUE yang lebih rendah mencerminkan tingkat efisiensi penggunaan effort yang lebih baik dan begitupun sebaliknya. Menurunnya efisiensi teknik penggunaan upaya tangkap (effort) diduga disebabkan oleh adanya alat tangkap lain yang lebih efektif dan efisien yang juga menangkap sumber daya ikan yang sama dengan dogol, seperti pukat cincin dan jaring arad. Selain itu, penurunan nilai CPUE juga dapat disebabkan karena ketersediaan sumber daya ikan di alam terus menurun, kondisi tersebut jika terus dibiarkan akan mengarah kepada overeksploitasi (Sobari et al. 2009; Badrudin et al. 2010). Menurut Punt et al. (2000); Maunder dan Punt (2004), perubahan nilai CPUE juga dapat disebabkan oleh adanya perbedaan distribusi jumlah upaya tangkap pada musim atau area tertentu, alat tangkap lain dan kemampuan serta kebiasaan penangkapan. Nilai CPUE juga dapat mencerminkan suatu jumlah strategi penangkapan yang terkait dengan pemilihan daerah penangkapan, tipe habitat dan teknik penangkapan, walaupun dengan jumlah upaya tangkap (trip) yang sama (Pelletier dan Ferraris 2000; Winker et al. 2013). Hasil tangkapan, upaya tangkap dan CPUE dogol juga disajikan pada Lampiran 1.

Komposisi Hasil Tangkapan Dogol

Alat tangkap dogol yang beroperasi di Perairan Selat Sunda mampu menangkap beragam jenis ikan, seperti ikan demersal, pelagis dan biota laut lain seperti cumi-cumi (DKP Kabupaten Pandeglang 2014). Pada tahun 2013, jumlah hasil tangkapan dogol cukup besar yaitu sebesar 2 617.27 ton atau sebesar 11.2 % dari total keseluruhan hasil tangkapan yang tercatat oleh DKP Kabupaten Pandeglang. Jumlah dan nilai dari hasil tangkapan dogol ditunjukkan pada Tabel 4 Tabel 4 Jumlah dan nilai hasil tangkapan dogol pada tahun 2013

Jenis Ikan Hasil tangkapan (ton) Nilai (Rp 1000)

Pelagis 796.05 8 572 660

Demersal 1 629.17 21 382 950

Cumi-cumi 192.05 4 963 010

Total 2 617.27 34 918 620

Rata-rata 872.40 11 639 540

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

(36)

22

dasar atau dekat dasar perairan (demersal). Sementara itu, rata-rata komposisi hasil tangkapan dogol ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Rata-rata komposisi hasil tangkapan dogol tahun 2004-2013

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Pada Gambar 8, diketahui bahwa terdapat lima jenis ikan demersal yang paling banyak ditangkap menggunakan dogol yaitu ikan kurisi, biji nangka, peperek, sebelah dan tigawaja dengan proporsi masing-masing adalah 12% untuk ikan kurisi, biji nangka 22%, peperek 13%, sebelah 11% dan 9% untuk ikan tigawaja serta 36% untuk jenis ikan lainnya. Kelompok ikan lainnya terdiri atas jenis ikan demersal lain, ikan pelagis dan cumi-cumi yang memiliki hasil tangkapan yang tidak terlalu besar (Lampiran 2). Jenis-jenis ikan demersal tersebut juga tercatat sebagai hasil dominan yang tertangkap oleh cantrang, sebagai salah satu kategori dogol oleh DKP Kabupaten Pandeglang (Fahmi et al.

2008; Ernawati et al. 2011). Berdasarkan hasil tersebut, sumber daya ikan demersal yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi hanya pada hasil tangkapan dominan dogol yaitu ikan kurisi, biji nangka, peperek, sebelah dan tigawaja. Perkembangan Hasil Tangkapan Dominan Dogol

Hasil tangkapan dominan dogol terdiri atas ikan kurisi, biji nangka, peperek, sebelah dan tigawaja. Rata-rata hasil tangkapan kelima jenis ikan tersebut memberikan kontribusi sebesar 64% dari total hasil tangkapan dogol (Gambar 8). Perkembangan hasil tangkapan ikan kurisi, biji nangka, peperek, sebelah dan tigawaja disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 menunjukkan bahwa hasil tangkapan setiap jenis ikan mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Namun pada umumnya, cenderung mengalami penurunan kecuali pada jenis ikan kurisi. Ikan-ikan tersebut bukan hanya ditangkap menggunakan dogol, tetapi juga oleh alat tangkap lain seperti pukat pantai, jaring rampus, payang, purse seine, gill net dan bagan tancap. Secara rinci, perbandingan hasil tangkapan dominan dogol dan seluruh alat tangkap disajikan pada Gambar 10

kurisi 12%

biji nangka

19%

peperek 13% sebelah

11% tiga waja

9% ikan lainnya

(37)

23

Gambar 9 Perkembangan hasil tangkapan ikan kurisi, biji nangka, peperek, sebelah dan tigawaja tahun 2004-2013

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 10 Perkembangan hasil tangkapan ikan kurisi (a), biji nangka (b), sebelah (c), peperek (d) dan tigawaja (e)

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014) 0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(38)

24

(e)

Gambar 10 (lanjutan) Perkembangan hasil tangkapan ikan kurisi (a), biji nangka (b), sebelah (c), peperek (d) dan tigawaja (e)

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2014)

Hasil tangkapan dominan dogol yang terdiri atas ikan kurisi, biji nangka, sebelah, peperek dan tigawaja memiliki proporsi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil tangkapan dari seluruh alat tangkap (Gambar 10). Setiap alat tangkap yang beroperasi di Perairan Selat Sunda memiliki peluang untuk menangkap ikan-ikan tersebut baik sebagai hasil tangkapan utama atau sampingan. Upaya tangkap dan hasil tangkapan kelima jenis ikan tersebut disajikan pada Lampiran 3.

Estimasi Parameter Biologi Sumber Daya Ikan Demersal

Untuk membangun suatu model bioekonomi maka perlu diestimasi dua parameter, yaitu parameter biologi dan ekonomi. Parameter biologi yang diestimasi terdiri atas intrinsic growth atau laju pertumbuhan intrinsik (r),

catchability coefficient atau koefisien kemampuan tangkap (q) dan carrying capacity atau daya dukung (K). Menurut Prahadina (2014), ketersediaan data yang baik dan lengkap akan mempengaruhi penggunaan suatu metode untuk menentukan parameter biologi, sehingga jika data tidak baik maka akan menghasilkan model yang tidak best fit. Nilai dari ketiga parameter tersebut diduga menggunakan model Schaefer dan setiap nilainya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Paremeter biologi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol

No Spesies r (%/tahun) q (1/unit upaya standar) K(ton/tahun)

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2004-2013 (diolah)

Laju pertumbuhan intrinsik (r) pada kelima jenis ikan berkisar antara 0.12 hingga 1.81 % per tahun (Tabel 5). Nilai ini menunjukkan tingkat pertumbuhan tercepat dari suatu jenis ikan. Nilai koefisien kemampuan tangkap (q) berkisar antara 0.0000407 hingga 0.0003122. Sementara itu, nilai daya dukung lingkungan

(39)

25 (K) hasil tangkapan dominan dogol berkisar antara 936.61 hingga 5 336.99 ton, yang menunjukkan seberapa besar ekosistem dapat mendukung kehidupan suatu sumber daya.

Estimasi Parameter Ekonomi Sumber Daya Ikan Demersal

Parameter ekonomi yang diestimasi terdiri atas biaya operasional penangkapan dan harga ikan. Kedua nilai tersebut kemudian di konversi ke dalam pengukuran rill yang disesuaikan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kabupaten Pandeglang. Kategori IHK yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis makanan dan minuman. Biaya penangkapan rill pada setiap jenis ikan disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Biaya penangkapan rill sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol

Tahun Biaya penangkapan rill (Rp)

IHK Kurisi Biji nangka Sebelah Peperek Tigawaja

2004 114.91 139 148.11 83 694.09 77 486.44 94 621.15 45 287.45

2005 133.58 161 756.20 97 292.29 90 076.05 109 994.72 52 645.53

2006 150.24 181 930.31 109 426.51 101 310.27 123 713.18 59 211.44

2007 162.95 197 321.25 118 683.77 109 880.91 134 179.07 64 220.61

2008 124.73 151 039.46 90 846.44 84 108.29 102 707.30 49 157.63

2009 126.99 153 776.16 92 492.49 85 632.26 104 568.27 50 048.33

2010 144.89 175 451.83 105 529.87 97 702.64 119 307.80 57 102.94

2011 151.78 183 795.15 110 548.16 102 348.73 124 981.28 59 818.37

2012 157.67 190 927.53 114 838.11 106 320.49 129 831.32 62 139.70

2013 175.66 212 712.19 127 941.03 118 451.56 144 644.95 69 229.78

rata-rata 144.34 174 785.82 105 129.28 97 331.76 118 854.91 56 886.18 Sumber: data primer (diolah)

*)

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang 2014

Tabel 7 Harga rill sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol

Tahun Biaya harga rill (Rp/ton)

IHK Kurisi Biji nangka Sebelah Peperek Tigawaja

2004 114.91 9.98 7.03 6.29 4.09 4.57

2005 133.58 11.60 8.17 7.32 4.75 5.31

2006 150.24 13.04 9.19 8.23 5.35 5.97

2007 162.95 14.15 9.97 8.93 5.80 6.48

2008 124.73 10.83 7.63 6.83 4.44 4.96

2009 126.99 11.03 7.77 6.96 4.52 5.05

2010 144.89 12.58 8.86 7.94 5.16 5.76

2011 151.78 13.18 9.29 8.31 5.40 6.04

2012 157.67 13.69 9.65 8.64 5.61 6.27

2013 175.66 15.25 10.75 9.62 6.25 6.99

rata-rata 144.34 12.53 8.83 7.91 5.14 5.74

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2004-2013 (diolah)

*)

(40)

26

Berdasarkan pada Tabel 6, diketahui bahwa biaya rill yang dikeluarkan nelayan untuk melakukan satu kali operasi penangkapan berbeda-beda pada setiap jenis ikan. Biaya tersebut tergantung dari nilai proporsi antara biaya total per trip dengan jumlah hasil tangkapan per jenis ikan. Rata-rata biaya rill terbesar diperoleh pada ikan kurisi sebesar Rp 174 785, sedangkan ikan tigawaja memiliki rata-rata biaya rill terendah yaitu Rp 56 886. Menurut nelayan, besarnya biaya penangkapan akan sangat tergantung pada besarnya harga bahan bakar (solar). Akibat adanya peningkatan harga solar pada beberapa tahun terakhir maka biaya yang dikeluarkan nelayan juga semakin besar. Sementara itu, rata-rata harga rill pada setiap jenis ikan disajikan pada Tabel 7.

Harga rill sumber daya ikan berfluktuasi setiap tahunnya (Tabel 7). Ikan kurisi memiliki harga rill yang paling tinggi dengan rata-rata harga rill sebesar Rp 12 530 000/ton atau sekitar Rp 12 530/kg. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kurisi lebih bernilai ekonomis karena memiliki harga jual yang besar dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Sebaliknya untuk ikan peperek memiliki harga rill yang paling rendah dengan rata-rata sekitar Rp 5 140 000/ton. Penggunaan harga rill dan biaya penangkapan rill adalah untuk menentukan keuntungan yang lebih rill karena memperhitungkan faktor inflasi atau kenaikan harga dari tahun ke tahun (Zulbainarni 2012).

Analisis CPUE dan RPUE Sumber Daya Ikan Demersal

Analisis RPUE (Revenue per Unit Effort) merupakan suatu analisis yang bertujuan untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan upaya penangkapannya berdasarkan keuntungan atau laba yang akan diperolehnya. Analisis ini juga disebut sebagai prakiraan keuntungaan (Simarmata 2014). Nilai RPUE pada setiap jenis ikan ditentukan berdasarkan data CPUE dan harga setiap jenis ikan. Harga analisis RPUE sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol disajikan pada Gambar 11 dan Lampiran 4.

(41)

27

Gambar 11 Dinamika CPUE dan RPUE ikan kurisi (a), biji nangka (b), sebelah (c), peperek (d) dan tigawaja (e)

0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

R

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

R

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(42)

28

Gambar 11 (lanjutan) Dinamika CPUE dan RPUE ikan kurisi (a), biji nangka (b), sebelah (c), peperek (d) dan tigawaja (e)

Estimasi Keuntungan Ekonomi

Selain melihat dari nilai RPUE, analisis keuntungan ekonomi juga dilakukan dengan cara merata-ratakan keuntungan yang diperoleh sejak tahun 2004 hingga 2013. Keuntungan ekonomi dapat diperoleh dari selisih nilai total penerimaan (hasil tangkapan dikali dengan harga) dan total pengeluaran (jumlah upaya tangkap dikali dengan biaya operasional penangkapan). Keuntungan ekonomi ini perlu dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai laba atau profit dari suatu kegiatan penangkapan. Rata-rata keuntungan dari setiap jenis ikan disajikan pada Tabel 8.

0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

R

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(43)

29

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2004-2013 (diolah)

Setiap jenis ikan memiliki nilai rata-rata keuntungan ekonomi yang berbeda (Tabel 8). Diantara hasil tangkapan dominan dogol, ikan kurisi memiliki rata-rata keuntungan ekonomi aktual terbesar yaitu Rp 4 017 280 000, sedangkan ikan tigawaja memiliki keuntungan ekonomi aktual terendah sebesar Rp 552 080 000. Besar kecilnya keuntungan ekonomi sangat dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan, harga ikan rill, jumlah upaya tangkap dan biaya penangkapan rill Model Optimasi Statik

Model optimasi statik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Gordon-Schaefer. Model ini dikembangkan dengan asumsi bahwa faktor biaya penangkapan dan harga dari masing-masing spesies ikan adalah konstan sehingga dikatakan statik. Terdapat tiga kondisi atau rezim pengelolaan yang diperoleh melalui model ini, yang terdiri atas Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY) dan Open access (OA). Informasi hasil analisis yang diperoleh pada masing-masing kondisi disajikan pada Tabel 9.

(44)

30

Tabel 9 Nilai hasil tangkapan (ton), upaya (trip), dan keuntungan (Juta Rp) sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol

Spesies Kondisi Upaya (trip) Hasil tangkapan (ton) Keuntungan (Juta Rp)

Kurisi

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2004-2013 (diolah)

Model Optimasi Dinamik

Model optimasi dinamik merupakan model yang dikembangkan setelah adanya pemikiran mengenai kekurangan-kekurangan dari model optimasi statik. Dalam model ini dimasukkan faktor ekonomi yang lain yaitu discount rate.

(45)

31 Tabel 10 Nilai hasil tangkapan (ton), upaya (trip), dan keuntungan (Juta Rp)

sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol

Spesies Discount rate(δ) Upaya (trip) Hasil tangkapan (ton)

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2004-2013 (diolah)

Nilai hasil tangkapan, upaya tangkap dan keuntungan pada setiap discount rate menghasilkan nilai yang berbeda (Tabel 10). Namun, ada kecenderungan bahwa semakin besar nilai discount rate akan menghasilkan jumlah upaya tangkap yang juga semakin besar. Menurut Riana (2006), semakin tinggi discount rate maka akan menstimulus perburuan sumber daya, sehingga akan menyebabkan terjadinya degradasi dan pada akhirnya akan berdampak pada kepunahan sumber daya tersebut. Selain itu, perbedaan nilai discount rate juga menghasilkan selisih keuntungan yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol cukup peka terhadap laju inflasi.

Laju Degradasi dan Depresiasi Sumber Daya Ikan Demersal

Degradasi dan depresiasi sumber daya dapat diartikan sebagai penurunan nilai dari sumber daya baik secara kuantitas maupun kualitas dan manfaat secara ekonomi sebagai dampak dari pemanfaatan sumber daya tersebut (Randika 2008). Laju degradasi dari sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol disajikan pada Gambar 12 dan Lampiran 8.

(46)

32

mengalami degradasi. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka diketahui bahwa sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Selat Sunda belum mengalami degradasi. Nilai koefisien degradasi suatu sumber daya ikan sangat dipengaruhi dari hasil tangkapan pada setiap tahunnya. Oleh karena itu, pola grafik dari nilai koefisien degradasi akan seiring dengan pola grafik CPUE dogol. Nilai koefisien depresiasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol disajikan pada Gambar 13 dan Lampiran 10.

Gambar 12 Laju degradasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol

Gambar 13 Laju depresiasi sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol Sama halnya dengan laju degradasi, laju depresiasi untuk setiap jenis ikan juga mengalami fluktuasi setiap tahunnya (Gambar 13). Meskipun koefisien degradasi dan depresiasi berbeda setiap tahunnya, namun keseluruhan pola grafiknya hampir sama. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa kondisi biologi sumber daya ikan sangat berpengaruh pada tingkat keuntungan ekonomi yang akan diperoleh nelayan (Susilo 2010b). Laju depresiasi berfungsi untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumber daya alam (Fauzi dan Anna

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

K

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(47)

33 2005). Nilai rataan koefisien depresiasi tertinggi adalah ikan sebelah dengan nilai 0.43 dan 0.26 untuk ikan peperek yang memiliki rataan koefesien depresiasi terendah. Nilai kisaran toleransi untuk laju depresiasi adalah sama dengan laju degradasi yaitu 0-0.5 (Anna 2003; Randika 2008), sehingga sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda juga belum mengalami depresiasi.

Analisis Stakeholder

Analisis stakeholder didefinisikan sebagai pendekatan dan prosedur untuk memperoleh pemahaman tentang sistem dengan cara mengidentifikasi pelaku utama dan pemangku kepentingan dalam sistem dan menilai kepentingan masing-masing di dalamnya (Pomeroy dan Douvere 2008). Stakeholder merupakan individu atau kelompok yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan atau tindakan tertentu (Freeman 1984 in Reed et al. 2009). Penggunaan analisis

stakeholder diharapkan akan membantu proses koordinasi, kerja sama dan komunikasi antar stakeholder yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan multispesies sumber daya ikan demersal pada perikanan dogol di Perairan Selat Sunda. Beberapa fungsi penggunaan analisis ini adalah memungkinkan para pembuat kebijakan mendasarkan keputusan mereka pada pemahaman riil tentang bagaimana stakeholder yang berbeda-beda itu dapat memperoleh keuntungan bahkan kerugian dari suatu kebijakan, menyoroti persoalan potensial yang dapat diperkirakan mengancam keberhasilan kebijakan dan memfokuskan pada cara-cara meminimalkan problem potensial dan konflik kepentingan (Suporahardjo 2005). Berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingannya maka dibuat klasifikasi

stakeholder seperti pada matriks yang disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Matriks pengaruh dan kepentingan stakeholder

Keterangan:

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Lokasi Penelitian
Tabel 1  Rangkuman kebutuhan dan analisis data
Tabel 2  Rumus perhitungan kondisi pengelolaan sumber daya ikan model statik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan komposisi dan kelimpahan sumber daya ikan (SDI) di perairan Selat Alas Provinsi NTB; menentukan komoditas ikan

Upaya pengelolaan ikan tembang di perairan Selat Sunda yang dapat dilakukan berupa pengaturan upaya penangkapan yang mengacu pada jumlah tangkapan yang

Sistem Informasi Geografis pengelolaan neraca sumber daya mineral sebagai suatu aplikasi yang dapat membantu pengelolaan sumber daya mineral dengan cara online pada Pusat

Selanjutnya semakin baik kemampuan menentukan teknik resolusi konflik yang tepat maka akan meningkatkan dukungan terhadap pengelolaan sumber daya perikanan tangkap

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan “lelang lebak lebung” tidak efektif dalam mengatur pemanfaatan dan pengelolaan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil, guna melihat

Sistem informasi ini dimaksudkan kepada penyediaan informasi dalam bidang perikanan terutama mengenai klasifikasi dan deskripsi ikan, data pengkajian stok, data

Sebagaimana diketahui pada waktu itu, tekanan penangkapan sumber daya ikan demersal di berbagai sub area Laut Jawa tidak merata, di mana tekanan yang paling tinggi terjadi