KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TEMBANG
(
Sardinella fimbriata
Valenciennes, 1847)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA
ANISA NURUL FAUZIYAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) di Perairan Selat Sunda” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2015
Anisa Nurul Fauziyah
ABSTRAK
ANISA NURUL FAUZIYAH. Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh
MENNOFATRIA BOER dan ACHMAD FAHRUDIN.
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting di perairan Selat Sunda dan merupakan salah satu ikan tangkapan dominan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten. Tingginya permintaan masyarakat mengakibatkan peningkatan penangkapan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kondisi stok ikan tembang di Perairan Selat Sunda. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2014. Analisis data terdiri atas: hubungan panjang bobot, parameter pertumbuhan, laju ekspoitasi, dan model produksi surplus. Pola pertumbuhan ikan tembang betina dan jantan masing-masing adalah allometrik positif dan isometrik. Ukuran pertama kali matang gonad (Lm) ikan tembang betina dan jantan masing-masing sebesar
155,84 mm dan 143,42 mm. Panjang tubuh asimptotik (L∞) ikan tembang betina dan jantan masing-masing 190,58 mm dan 169,98 mm. Upaya optimum menggunakan model Fox menunjukkan nilai sebesar 2840 trip/tahun dengan hasil tangkapan maksimum lestari 3436,87 ton/tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 2474,52 ton/tahun. Laju eksploitasi ikan tembang telah melebihi 50% artinya ikan tembang di Selat Sunda diduga telah mengalami tangkap lebih. Kata kunci: Ikan tembang, laju eksploitasi, pertumbuhan, tangkapan maksimum lestari, PPP Labuan
ABSTRACT
ANISA NURUL FAUZIYAH. Stock Assessment of Fringescale Sardinella (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) in the Sunda Strait. Guided by MENNOFATRIA BOER and ACHMAD FAHRUDIN.
Fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) is a small pelagic fish that has an economically important value in Sunda Strait and it is one of fish catches dominant ashore on PPP Labuan. High amount of demand to this fish from community lead to the high fishing activity to catch this fish. The purpose of this research was to review the stock condition of fringescale sardinella on Sunda Strait. This research was implemented on June-October 2014. Data analysis of this research consist of: relation of length and weight, growth parameter, exploitation rate and surplus production model. Growth pattern of females and males fish were positive allometric and isometric. Size at first maturity (Lm)of this fish for female
3436,87 tonnes/year and total allowable catch 2474,54 tonnes/year. Exploitation rate of this fish was over 50% which identified the catches of this fish in Sunda Strait was overexploited.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TEMBANG
(
Sardinella fimbriata
Valenciennes, 1847)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA
ANISA NURUL FAUZIYAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Stok Sumber Daya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) di Perairan Selat Sunda”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi kepada Penulis.
2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Openisbahnal Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2014, kode Mak: 2014. 089. 521219, Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian
kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi
Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat
Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer
DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia MSi (sebagai anggota peneliti).
3. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku pembimbing akademik yang telah memberi saran selama perkuliahan.
4. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA dan Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku Komisi Pendidikan Program S1 dan Dr Ir Etty Riani, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Keluarga; Ayah, Mama, Dinda, dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan kepada Penulis baik moril maupun materil.
7. Sahabat; Alissa Dhoivina, Jelita Ardiningrum, Aisya Intan, Siti N Khotini, Meti F, Poppy H, F.J. Al-Ilmil I. atas doa, motivasi dan dukungannya.
8. Teman-teman; Risti, Nur Laily, Kak Siska, Kak Wida, Kak Mega, tim penelitian Labuan, seluruh Asisten MOSI, dan seluruh MSP 48 atas doa, semangat, dukungan, dan bantuannya.
Saran dan kritik atas skripsi penelitian ini sangat diharapkan demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi penelitian ini.
Bogor, Maret 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Pengumpulan Data 3
Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Hasil 10
Pembahasan 19
KESIMPULAN DAN SARAN 23
Kesimpulan 23
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 27
RIWAYAT HIDUP 39
DAFTAR TABEL
1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002) 6 2 Nisbah kelamin ikan tembang pada setiap pengambilan contoh 11 3 Nisbah kelamin ikan Tembang TKG III dan TKG IV 13 4 Parameter pertumbuhan ikan tembang berdasarkan model von
Bertalanffy 17
5 Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang 18 6 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip) 18 7 Pendugaan hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan lestari (trip)
dengan pendekatan model Fox 18
8 Perbandingan pola pertumbuhan ikan tembang 20
9 Parameter pertumbuhan ikan tembang dari berbagai penelitian 22
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian 3
2 Komposisi tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang 10
3 Hubungan panjang bobot ikan tembang betina 11
4 Hubungan panjang bobot ikan tembang jantan 12
5 Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina 12
6 Tingkat kematangan gonad ikan tembang jantan 13
7 Faktor kondisi ikan tembang betina dan jantan berdasarkan waktu
pengamatan 14
8 Perubahan modus frekuensi panjang total ikan tembang betina 15 9 Perubahan modus frekuensi panjang total ikan tembang jantan 16 10 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan tembang betina 17 11 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan tembang jantan 17 12 Grafik model produksi surplus dengan pendekatan model Fox 19
DAFTAR LAMPIRAN
1
Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinierkan
berdasarkan data panjang 27
2 Uji chi-square terhadap nisbah kelamin ikan tembang 29
3 Hubungan panjang bobot ikan tembang 29
4 Tingkat kematangan gonad ikan tembang 30
5 Ukuran pertama kali matang gonad 30
6 Faktor kondisi ikan tembang betina dan jantan 31
7 Sebaran frekuensi ikan tembang 32
8 Sebaran frekuensi ikan tembang dengan program ELEFAN 33
9 Pendugaan pertumbuhan ikan tembang 34
10 Pendugaan laju mortalitas ikan tembang 36 11 Standarisasi alat tangkap ikan tembang 37
12 Model produksi surplus 38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perairan Selat Sunda termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 572 yang berbatasan dengan Samudera Hindia dan Laut Jawa. Potensi perikanan paling tinggi di WPP RI-572 adalah ikan pelagis kecil yaitu sekitar 315,1 ribu ton/tahun (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap/DJPT 2011). Beberapa jenis ikan pelagis kecil yang ditangkap di perairan Selat Sunda meliputi tembang, tongkol, kembung, dan selar. Hasil tangkapan ikan tembang di perairan Selat Sunda cukup tinggi dibandingkan dengan jenis ikan lainnya karena ikan tembang tertangkap hampir setiap waktu dan memiliki harga jual yang terjangkau untuk semua kalangan masyarakat. Tangkapan ikan tembang pada tahun 2013 mencapai 2248,52 ton per tahun (DKP Pandeglang 2014). Hasil tangkapan nelayan di perairan Selat Sunda, khususnya ikan tembang, banyak didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan yang terletak di Kabupaten Pandeglang.
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan sumber daya ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting. Ikan ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk segar dan olahan. Sumber daya ikan tembang tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan gizi semata, namun juga mampu mendorong kegiatan perekonomian yang berpengaruh terhadap masyarakat Pandeglang. Tingginya permintaan konsumen akan ikan tembang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kegiatan penangkapan. Tingginya tekanan penangkapan dikhawatirkan dapat menyebabkan kondisi tangkap lebih (overfishing) sehingga mempengaruhi keberadaan dan keberlanjutan stok ikan tembang di perairan Selat Sunda.
Data tangkapan ikan tembang pada tahun 2013 menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2012 yang menunjukkan tangkapan sebesar 2447,85 ton (DKP 2014). Berdasarkan informasi tersebut, diduga telah terjadi tangkap lebih yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan. Oleh karena itu, perlu kajian untuk mengetahui kondisi dan keberadaan stok ikan tembang di wilayah perairan Selat Sunda agar pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dilakukan secara tepat tanpa mengabaikan kelestarian sumberdaya ikan tembang.
2
Perumusan Masalah
Hasil tangkapan ikan tembang di Perairan Selat Sunda memegang peranan penting dalam memenuhi permintaan para konsumen di pasar. Kegiatan penangkapan ikan tembang yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan stok ikan tembang di perairan Selat Sunda yang berujung pada penurunan pendapatan nelayan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu studi dalam rangka pengelolaan sumber daya perikanan yang lestari, dimana lebih difokuskan pada kajian stok sumber daya ikan tembang di perairan Selat Sunda berdasarkan data yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Informasi mengenai keadaan stok sumber daya ikan tembang meliputi pendugaan parameter dinamika stok ikan dan biologi reproduksi, seperti: sebaran kelompok umur, pola pertumbuhan, parameter pertumbuhan, Tingkat Kematangan Gonad (TKG), mortalitas dan laju eksploitasi, dugaan ukuran pertama kali matang gonad, tangkapan maksimum lestari (TML), dan upaya optimum penangkapan sumber daya ikan tembang di Perairan Selat Sunda. Informasi tersebut berguna bagi rencana pengelolaan sumber daya ikan tembang yang tepat dan berkelanjutan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status stok ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di PPP Labuan, Banten melalui kajian parameter dinamika populasi dan biologi reproduksi serta menyusun usulan rencana pengelolaan yang tepat dan berkelanjutan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait potensi stok sumberdaya ikan tembang dan menjadi dasar untuk membuat usulan rencana pengelolaan yang dapat dipertimbangkan agar sumber daya ikan tembang di perairan Selat Sunda dapat lestari.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
3 2014 hingga Oktober 2014 di PPP Labuan, Banten. Pengambilan data primer dilakukan dengan interval waktu pengambilan contoh lebih kurang selama 30 hari. Ikan contoh yang diperoleh merupakan hasil tangkapan nelayan di sekitar Perairan Selat Sunda. Analisis ikan contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumber Daya Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 1 menunjukkan lokasi penangkapan ikan tembang yang didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Pengumpulan Data
4
dilakukan pembedahan. Penentuan TKG berdasarkan morfologi mengacu pada klasifikasi Cassie (1956).
Data sekunder yang dikumpulkan berupa data produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang yang didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Informasi lainnya dilakukan melalui wawancara terhadap nelayan yang kesehariannya menangkap ikan tembang di Perairan Selat Sunda.
Analisis Data
Nisbah kelamin
Nisbah kelamin digunakan untuk melihat perbandingan antara jenis kelamin ikan yang ada di perairan. Konsep nisbah adalah proporsi populasi tertentu terhadap total populasi (Walpole 1993).
p = Nn (1)
p adalah proporsi kelamin (jantan atau betina), n adalah jumlah jenis ikan jantan atau betina, dan N adalah jumlah total individu ikan jantan dan betina contoh (individu). Uji Chi-square digunakan untuk mengetahui keseimbangan hubungan antara populasi betina dengan populasi jantan dalam suatu populasi:
χ2 = ∑(oi - ei )
ei (2)
χ2 adalah nilai statistik Chi-square untuk peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mengikuti sebaran Chi-square, oi adalah sebaran ikan jantan dan betina
yang diamati, dan ei adalah frekuensi harapan ikan jantan dan betina.
Hubungan panjang bobot
Model pertumbuhan ikan tembang diasumsikan mengikuti pola hukum kubik dari dua peubah yang dijadikan analisis yaitu peubah panjang dan bobot. Analisis hubungan panjang bobot masing-masing spesies ikan menggunakan formula sebagai berikut (Effendie 1979):
B = aPb (3)
B adalah bobot (gram), P adalah panjang (mm), a dan b adalah koefisien pertumbuhan bobot. Nilai a dan b diduga dari bentuk linier persamaan di atas, yaitu:
log B= log a + b log P (4)
5
yi= β0+ β1xi + εi (5)
sebagai model observasi dan sebagai model dugaannya:
y
̂i = b0+b1xi (6)
Konstanta b1 dan b0 masing-masing diduga dengan: b1 = ∑ xiyi -
Pola hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai konstanta b (sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter) dengan hipotesis:
1 Bila b = 3, ikan dikatakan memiliki hubungan isometrik (pola pertumbuhan bobot sebanding pola pertumbuhan panjang).
2 Bila b ≠ 3, ikan dikatakan memiliki hubungan allometrik (pola pertumbuhan bobot tidak sebanding pola pertumbuhan panjang). Pola pertumbuhan allometrik ada dua macam yaitu allometrik positif (b>3) yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan bobot lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjang dan allometrik negatif (b<3) yang berarti bahwa pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan bobotnya.
Selanjutnya untuk menguji hipotesis diatas digunakan statistik uji sebagai berikut:
thitung = |bS1b-3
Pengambilan keputusannya yaitu jika thitung > ttabel, maka hipotesis nol (H0) dapat
ditolak atau pola pertumbuhan ikan allometrik dan jika thitung < ttabel, maka hipotesis
nol (H0) gagal ditolak sehingga pola pertumbuhan ikan isometrik (Walpole 1993).
Tingkat kematangan gonad (TKG)
6
Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002)
TKG Betina Jantan
I Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin
Testis seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh
II Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas
Ukuran testis lebih besar pewarnaan seperti susu
III Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat
Permukaan testis tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar
IV Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut
Dalam keadaan diawet mudah putus, testis semakin pejal
V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan
Testis bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi
Ukuran pertama kali matang gonad (Lm)
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan tembang pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber yang menyatakan bahwa logaritma ukuran rata-rata mencapai matang gonad adalah (Udupa 1986):
m =[�� + �2 ]- (� ∑pi) (11)
sehingga
M = antilog m (12)
dan selang kepercayaan 95% bagi log m dibatasi sebagai:
antilog (m ±1.96 √��2∑pi qi
ni-1) (13)
m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, �� adalah log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, � adalah log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada
kelas panjang ke-i, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi,
dan M adalah panjang ikan rata-rata mencapai matang gonad.
Faktor kondisi (K)
Faktor kondisi (K) digunakan untuk mempelajari perkembangan gonad ikan jantan maupun betina yang belum dan sudah matang gonad. Faktor kondisi pada pertumbuhan ikan allometrik dicari dengan metode yang berbeda dengan pertumbuhan ikan isometrik (Effendie 1979).
a) Jika pertumbuhan ikan isometrik (b=3) maka model yang dipakai adalah:
7 b) Jika pertumbuhan yang ditemukan adalah model pertumbuhan allometrik
setelah dilakukan uji t, maka model yang dipakai adalah :
K = aWLb (15)
K adalah faktor kondisi, W adalah bobot tubuh ikan contoh (gram), L adalah panjang total ikan contoh (mm), serta a dan b adalah konstanta.
Identifikasi kelompok umur
Pendugaan kelompok umur dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan menggunakan program Microsoft Excel, kemudian dibuat kurva sebaran normalnya. Menurut Boer (1996), jika fiadalah frekuensi ikan dalam kelas
panjang ke-i (i = 1, 2, …, N), µjadalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj
adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j, dan pjadalah proporsi ikan
dalam kelompok umur ke-j (j = 1, 2, …, G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {μ̂j, σ̂j, p̂j} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):
L =∑ni=1filog∑Gj=1pjqij (16)
qij dihitung dengan persamaan: qij = σ1
j√2π exp(-1 2(
xi - μj σj )
2
(17)
qij merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µj dan simpangan baku σj, dan xiadalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L
ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, σj,
pj sehingga diperoleh dugaan μ̂j, σ̂j,dan p̂j yang akan digunakan untuk menduga
parameter pertumbuhan.
Pendugaan parameter pertumbuhan
Pertumbuhan diduga dengan menggunakan model pertumbuhan von Bertalanffy (Sparre danVenema 1999):
Lt = L∞[1-e-K t-t0 ] (18)
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (mm), L∞ adalah panjang asimtotik
ikan (mm), K adalah koefisien laju pertumbuhan, t adalah umur ikan, t0 adalah umur
ikan pada saat panjang sama dengan nol.
8
(umur teoritik ikan pada saat panjang sama dengan nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999):
log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 logL∞ – 1,038 logK (19)
Laju mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:
lnC L1,L2
∆t L1,L2 = h - Z t L1+L2
2 (20)
Persamaan di atas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y = b0 + b1x
dengan y = ln∆t LC L1,L2
1,L2 sebagai ordinat, x = t L1+L2
2 sebagai absis, dan Z = -b
(Lampiran 1).
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:
ln M = -0,0152 - 0,279 ln L∞ + 0,6543 ln K + 0,463 ln T (21)
M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (mm), K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy, t0 adalah umur ikan pada saat panjang 0,
dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (oC).
Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol ikan dikalikan dengan nilai 0,8, sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti ikan tembang nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah:
M = 0,8 e -0,0152 - 0,279 ln L∞ + 0,6543 ln K + 0,463 ln T (22)
Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan:
F = Z - M (23)
Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984):
E = F + MF = ZF (24)
M adalah laju mortalitas alami, F adalah laju mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total.
Standarisasi alat tangkap
9 menangkap jenis ikan tertentu dan memiliki nilai Fishing Power Index (FPI) sama dengan satu. Nilai FPI masing-masing alat tangkap lainnya dapat dihitung dengan membagi laju penangkapan rata-rata unit penangkapan yang dijadikan standar. Menurut Sparre dan Venema (1999), nilai FPI dihitung dengan rumus:
CPUEi = Cfi
i (25)
FPIi = CPUECPUEi
s (26)
CPUEi adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap ke-i (ton/unit),
Ci adalah jumlah tangkapan jenis alat tangkap ke-i (unit), fi adalah jumlah upaya
penangkapan jenis alat tangkap ke-i (unit), CPUEs adalah hasil tangkapan per upaya
penangkapan alat tangkap yang di jadikan standarn(ton/unit), dan FPI adalah faktor upaya tangkap pada jenis alat tangkap ke-i.
Model produksi surplus
Potensi ikan tembang dapat diduga melalui model produksi surplus dengan menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) berdasarkan spesies. Menurut Sparre dan Venema (1999) tingkat upaya penangkapan optimum (fMSY) dan tangkapan maksimum lestari (MSY) dapat dihitung melalui persamaan:
Ct
ft = a- b ft dan ln Ct
ft = a - b ft (27)
Masing-masing untuk model Schaefer dan model Fox sedemikian sehingga dugaan fMSY masing-masing untuk Schaefer dan Fox adalah:
fMSY = 2ba dan fMSY = 1b (28)
dan tangkapan maksimum lestari (MSY) masing-masing untuk Schaefer dan Fox adalah:
MSY = a²
4b dan MSY = 1
b��− (29)
a adalah perpotongan (intercept), b adalah kemiringan (slope), e adalah simbol eksponensial, Ct adalah tangkapan tahun ke-t dan ft adalah upaya tangkap tahun
ke-t. Model yang dipilih dari kedua yang digunakan adalah model yang memiliki nilai koefisien determinasi (R2) paling tinggi. Nilai Potensi Lestari (PL), jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC), dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dapat ditentukan dengan analisis produksi surplus berdasarkan prinsip kehati-hatian (FAO 1995 in Syamsiyah 2010):
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Komposisi hasil tangkapan ikan
Hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan umumnya didominasi sumberdaya ikan pelagis dengan hasil tangkapan di antaranya ikan tongkol, banyar, tembang, tenggiri, dan selar. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan salah satu ikan dominan yang tertangkap di PPP Labuan (18%) dari keseluruhan ikan yang didaratkan di PPP Labuan, Banten (Gambar 2). Harga jual ikan tembang tergantung pada keberadaan ikan tersebut di pasar dan berkisar Rp 5,000–10,000 per kg. Ikan tembang hidup bergerombol di perairan bersama ikan pelagis kecil lainnya, seperti ikan selar dan kembung. Kebiasaan bergerombol (schooling) merupakan karakteristik yang penting dari ikan pelagis kecil (Cury et al. 2000).
Gambar 2 Komposisi tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang (DKP Pandeglang 2014)
Nisbah kelamin dan hubungan panjang bobot
11 daripada ikan betina. Jumlah keseluruhan ikan tembang yang diamati adalah 445 individu yang terdiri dari 178 individu untuk ikan betina dan 267 individu untuk ikan jantan. Hasil uji Chi square (Lampiran 2), didapatkan kesimpulan bahwa secara keseluruhan nisbah kelamin betina dan jantan menunjukkan tidak seimbang, dengan perbandingan 1:1,5.
Tabel 2 Nisbah kelamin ikan tembang pada setiap pengambilan contoh
Pengambilan Contoh n Ukuran Contoh Nisbah Kelamin Betina Jantan Betina Jantan
27-Jun-14 114 53 61 1 1,2
Analisis hubungan panjang dan bobot menggunakan data panjang dan bobot basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan ikan tembang di Selat Sunda. Hubungan panjang bobot ikan tembang betina dan jantan dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Persamaan untuk ikan tembang betina dan jantan masing-masing yaitu W = 0,0000003L3,6416 dengan koefisien determinasi 76,15% dan W= 0,000002L3,2370 dengan koefisien determinasi 73,69%. Selanjutnya, dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap nilai b untuk menentukan pola pertumbuhan ikan tersebut (Lampiran 3). Kesimpulan yang diperoleh, diketahui bahwa pola pertumbuhan untuk ikan tembang betina adalah allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya. Ikan jantan memiliki pola pertumbuhan isometrik, artinya pertumbuhan bobot sama dengan pertumbuhan panjangnya.
Gambar 3 Hubungan panjang bobot ikan tembang betina
12
Gambar 4 Hubungan panjang bobot ikan tembang jantan
Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad merupakan tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Tingkat kematangan gonad ikan tembang yang diamati selama penelitian terdiri atas TKG I–IV (Lampiran 4). Sebaran tingkat kematangan gonad ikan tembang betina dan jantan pada setiap pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Gambar 5 menunjukkan bahwa ikan tembang betina yang tertangkap lebih banyak berada pada TKG II dan III. Gambar 6 menunjukkan bahwa ikan jantan ditangkap sebagian besar memiliki TKG I dan II. Ikan tembang betina dan ikan jantan banyak matang gonad atau memiliki TKG IV pada bulan Juni, sehingga dapat diduga puncak musim pemijahan terjadi pada bulan Juni. Berdasarkan perhitungan dengan metode Spearman-Karber (Udupa 1986) panjang ikan tembang pertama kali matang gonad (Lm) untuk ikan betina adalah 155,84 mm dan ikan jantan 143,42 mm (Lampiran 4).
Gambar 5 Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina
W = 0,000002L3,237
27.06.2014 23.07.2014 24.08.2014 23.09.2014 24.10.2014
13
Gambar 6 Tingkat kematangan gonad ikan tembang jantan
Nisbah kelamin ikan tembang yang memiliki TKG III dan IV disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa TKG III dan IV baik ikan tembang betina dan ikan jantan setiap pengambilan contoh memiliki nisbah kelamin yang berbeda-beda. Nisbah kelamin secara keseluruhan mendekati 1:1 sebesar 1:0,8.
Tabel 3 Nisbah kelamin ikan Tembang TKG III dan TKG IV Pengambilan
Contoh
Ukuran Contoh Nisbah Kelamin
Betina Jantan Betina Jantan
27-Jun-14 45 48 1 1,1
Faktor kondisi merupakan suatu keadaan yang menggambarkan kemontokan ikan atau disebut juga dengan ponderal indeks (Effendie 2002). Gambar 7 menyajikan grafik faktor kondisi ikan tembang betina dan jantan selama waktu pengambilan contoh.
27.06.2014 23.07.2014 24.08.2014 23.09.2014 24.10.2014
14
Gambar 7 Faktor kondisi ikan tembang betina dan jantan berdasarkan waktu pengamatan
Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai faktor kondisi ikan tembang betina dan jantan mengalami fluktuasi selama waktu pengamatan. Nilai faktor kondisi ikan tembang betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Faktor kondisi ikan tembang betina dan jantan secara berturut-turut adalah 0,9157-1,0990 dan 0,5925-0,7788 (Lampiran 6).
Identifikasi kelompok umur
Jumlah ikan tembang yang diambil pada setiap pengambilan contoh di PPP Labuan berkisar antara 60-114 individu. Panjang ikan tembang yang diamati adalah 100-182 mm. Frekuensi ikan tembang betina tertinggi didapatkan pada selang kelas 140-143 mm, sedangkan frekuensi tertinggi untuk ikan tembang jantan didapatkan pada selang kelas 132-135 mm (Lampiran 7).
Analisis sebaran frekuensi panjang dapat digunakan untuk menentukan kelompok umur ikan tembang betina dan jantan. Analisis kelompok umur dilakukan pada setiap pengambilan contoh ikan untuk melihat posisi dan perubahan posisi masing-masing ukuran kelompok panjang. Hasil sebaran frekuensi panjang ikan tembang selama 5 bulan disajikan pada Gambar 8 dan Gambar 9. Berdasarkan Gambar 8 terlihat adanya perubahan nilai modus ke arah kanan dari bulan Juni hingga September 2014. Gambar 9 menunjukkan adanya perubahan nilai modus ke arah kanan dari bulan Juni hingga Oktober 2014. Perubahan modus ke arah kanan menunjukkan adanya pertumbuhan ikan tembang.
17 Parameter pertumbuhan
Hasil analisis parameter pertumbuhan meliputi panjang asimtot (L∞), koefisien pertumbuhan (K), dan umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol (t0) dengan menggunakan metode ELEFAN 1 dalam program FISAT II dapat
dilihat pada Tabel 4. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy untuk ikan tembang betina yaitu Lt = 190,5800(1 - e -0,2900(t + 0,0264)) dan untuk ikan tembang jantan adalah
Lt = 169,5800(1 - e -0,3000(t + 0,0282)) (Lampiran 9). Kurva pertumbuhan ikan tembang
betina maupun ikan jantan disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Tabel 4 Parameter pertumbuhan ikan tembang berdasarkan model von Bertalanffy Parameter Nilai
Betina Jantan
L∞ (mm) 190,5800 169,5800
K (waktu) 0,2900 0,3000
t0 (bulan) -0,0264 -0,0282
Gambar 10 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan tembang betina
Gambar 11 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan tembang jantan
0 50 100 150 200
Lt
(m
m
)
Umur (bulan)
Lt= 190,5800 (1-e -0,2900(t+0,0264))
0 50 100 150 200
Lt
(m
m
)
Umur (bulan)
18
Laju mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas terdiri atas 2 jenis yakni mortalitas alami dan mortalitas penangkapan. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan tembang dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang (Lampiran 10). Dugaan nilai laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang betina maupun jantan disajikan pada Tabel 5. Nilai mortalitas tangkapan lebih tinggi dibandingkan mortalitas alami ikan tembang baik betina maupun jantan. Hal ini mengindikasikan ikan tembang banyak mati karena kegiatan penangkapan. Laju eksploitasi ikan tembang betina dan jantan masing-masing sebesar 0,79 dan 0,70.
Tabel 5 Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang
Parameter Nilai
Betina Jantan
Mortalitas Alami (M) (/tahun) 0,3911 0,4131
Mortalitas Penangkapan (F) (/tahun) 1,4659 0,9625
Mortalitas Total (Z) (/tahun) 1,8569 1,3755
Laju Eksploitasi 0,79 0,70
Model Produksi Surplus
Model Produksi Surplus digunakan untuk menduga nilai hasil tangkapan maksimum lestari (MSY). Data hasil tangkapan ikan tembang dan upaya penangkapan yang telah distandarisasi (Lampiran 11) disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip)
Tahun Hasil Tangkapan (ton) Upaya (trip) CPUE ln CPUE
Tabel 7 Pendugaan hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan lestari (trip) dengan pendekatan model Fox
Parameter Nilai Parameter Nilai
N (Tahun) 6 faktual (trip) 987
19
Effort (CPUE) mengalami fluktuasi, namun cenderung mengalami penurunan. Hasil pendugaan MSY (Maximum Sustainable Yield) disajikan pada Tabel 7 yang menunjukkan status pemanfaatan ikan tembang belum mengalami overfishing
berdasarkan data upaya aktual tahun 2013. Namun, data upaya penangkapan tahun 2008-2010 (Tabel 6) menunjukkan kondisi pemanfaatan yang sudah overfishing. Model produksi surplus yang digunakan adalah model Fox berdasarkan nilai koefisien determinasi tertinggi yaitu sebesar 99,30%. Gambar 12 menunjukkan grafik model produksi surplus dengan pendekatan model Fox.
Gambar 12 Grafik model produksi surplus dengan pendekatan model Fox
Pembahasan
Nisbah kelamin yang didapatkan antara ikan tembang betina dan ikan tembang jantan secara keseluruhan adalah 1:1,5. Ikan tembang jantan yang tertangkap di perairan Selat Sunda lebih banyak dibandingkan dengan ikan betina. Setelah dilakukan uji Chi-square, diperoleh hasil bahwa proporsi ikan tembang dalam keadaan tidak seimbang. Hal ini juga diperoleh pada penelitian Fauziyah (2014) di perairan Selat Sunda yang menghasilkan perbandingan 1:1,2 atau tidak seimbang. Variasi dalam nisbah kelamin sering terjadi akibat adanya 3 faktor, yaitu perbedaan pola tingkah laku, perbedaan laju mortalitas, dan laju pertumbuhan antara ikan jantan dan betina (Effendie 2002).
Pemisahan nisbah kelamin ikan tembang betina dan ikan jantan yang memiliki TKG III dan IV disajikan pada Tabel 3 untuk menduga keberhasilan dan musim pemijahan ikan tembang. Nisbah kelamin ikan betina dan jantan bulan Agustus diketahui 1:7 dengan ukuran contoh ikan tembang jantan yang lebih banyak dibandingkan ikan betina. Hal ini disebabkan karena pada bulan tersebut bukan musim pemijahan ikan tembang dan dibuktikan dengan nisbah kelamin ikan tembang TKG III dan IV (Tabel 3) hanya sedikit ikan tembang yang matang gonad pada bulan Agustus. Nisbah kelamin ikan tembang betina dan jantan TKG III dan IV secara keseluruhan memiliki nisbah kelamin mendekati 1:1 sebesar 1:0,8.
0 1.500 3.000 4.500 6.000 7.500 9.000 10.500 12.000 13.500 15.000 16.500
20
Nisbah kelamin dalam pemijahan tiap-tiap spesies berbeda tetapi mendekati 1:1 (Effendie 2002), atau setidaknya ikan betina lebih banyak untuk mempertahankan kelestarian populasi (Purwanto et al. 1986 in Sulistiono et al. 2001).
Analisis hubungan panjang dan bobot digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan (Effendie 2002). Berdasarkan uji t (α = 0.05) terhadap nilai b menunjukkan ikan tembang betina memiliki pola pertumbuhan allometrik positif, sedangkan ikan jantan adalah isometrik. Analisis hubungan panjang bobot pada ikan tembang betina dan jantan masing-masing menghasilkan nilai b sebesar 3,6416 dan 3,2370. Perbedaan pola pertumbuhan dari beberapa penelitian sebelumnya disebabkan adanya perbedaan nilai b (Tabel 8).
Tabel 8 Perbandingan pola pertumbuhan ikan tembang
Sumber Lokasi Nilai b Pola pertumbuhan
Pet et al. (1997)
Perairan sekitar
Jawa Timur 3,112 Allometrik positif
Cressidanto
(2010) Teluk Banten 2,283 Allometrik negatif
Simarmata
(2013) Teluk Banten 3,3438 Allometrik positif
Fauziyah
(2014) Selat Sunda 2,683 (B) & 2,834 (J) Allometrik negatif Penelitian ini
(2014) Selat Sunda
3,6416 (B) & 3,2370 (J)
Allometrik positif (B) & Isometrik (J) Keterangan:
B : Betina J : Jantan
Perbedaan nilai b dapat disebabkan musim, habitat, kematangan gonad, jenis kelamin, kepenuhan lambung, kesehatan, teknik sampling (Lawson et al. (2013); Jenning et al. in Mulfizar et al. 2012). Menurut Moutopoulus & Stergiuo (2002) in
Kharat et al. (2008) perbedaan nilai b juga disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran yang diamati. Semakin besar kisaran ukuran yang diamati, maka dugaan yang diperoleh diharapkan akan lebih mewakili keadaan yang sebenarnya di alam.
Informasi mengenai kapan ikan akan memijah atau sudah selesai memijah dapat diketahui dari tingkat kematangan gonad (Effendie 2002). Ikan tembang betina dan jantan yang telah matang gonad atau berada pada TKG IV banyak terdapat pada bulan Juni, sehingga puncak musim pemijahan diindikasi terjadi pada bulan Juni. Menurut Effendie (1979) tingkat kematangan gonad tertinggi akan didapatkan paling banyak pada saat pemijahan akan tiba. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Shelvinawati (2012) yang menyatakan bahwa musim pemijahan ikan tembang (Sardinella fimbriata) di perairan Selat Sunda terjadi pada bulan Juni. Berbeda dengan ikan tembang di perairan Teluk Bengal mengalami pemijahan pada bulan Mei hingga Juli (Ghosh et al. 2013). Adanya perbedaan dikarenakan perbedaan lokasi sebaran ikan tembang sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan ukuran rata-rata matang gonad dan musim pemijahan. Mayunar (1994)
in Sulistiono et al. (2001) menyebutkan bahwa perbedaan musim pemijahan ikan disebabkan fluktuasi musim hujan tahunan, letak geografis, dan kondisi ikan.
21 pertama kali matang gonad (Lm) (diasumsikan ikan telah melakukan minimal satu
kali pemijahan) untuk ikan tembang betina dan jantan masing-masing sebesar 155,84 mm dan 143,42 mm. Hasil penelitian Fauziyah (2014), nilai Lm untuk ikan
tembang masing-masing sebesar 163 mm (betina) dan 153 mm (jantan), sementara Lm ikan tembang di perairan Teluk Banten untuk ikan betina sebesar 179,4 mm dan
ikan jantan sebesar 192,4 mm (Sari 2013). Perbedaan nilai ini karena perbedaan kondisi lingkungan. Menurut Affandi dan Tang (2002) bahwa setiap spesies ikan pada waktu pertama kali matang gonad tidak sama ukurannya, demikian juga dengan ikan yang sama spesiesnya. Faktor utama yang mempengaruhi kematangan gonad ikan adalah suhu dan makanan, selain keberadaan hormon (Baginda 2006). Penentuan faktor kondisi dilakukan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi pada suatu perairan yang dapat mempengaruhi kondisi ikan. Nilai faktor kondisi ikan tembang tertinggi terdapat pada bulan Agutus sebesar 1,0990 untuk ikan betina dan 0,7788 untuk ikan jantan. Faktor kondisi ikan tembang betina di setiap waktu pengamatan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan jantan, hal ini menunjukkan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik dari ikan jantan. Penurunan faktor kondisi ikan tembang betina dan jantan dapat terjadi karena baru selesai memijah atau sedang beradaptasi dengan lingkungan. Hasil penelitian Sari
et al. (2013) diperoleh nilai faktor kondisi sebesar 1,0109. Saadah (2000) mengatakan bahwa faktor kondisi dipengaruhi oleh aktivitas ikan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan selama proses pematangan gonad hingga proses pemijahan selesai. Variasi nilai faktor kondisi dipengaruhi panjang ikan yang tertangkap, jenis kelamin, iklim, serta kondisi lingkungan (Braga 1986; Gayanilo
and Pauly (1997) in Abowei 2009).
Frekuensi panjang ikan tembang total menyebar dari selang kelas panjang 100-182 mm. Panjang ikan tembang yang tertangkap pada penelitian sebelumnya oleh Tsikliras et al. (2005) di Teluk Kavala, Chaira (2010) di Teluk Jakarta (Januari-Maret), Megawati (2012) di Selat Sunda (April-Oktober 2011), serta Simarmata (2013) di Teluk Banten (Mei-Agustus 2012) masing-masing adalah 90-250 mm, 150-238 mm, 100-189 mm, dan 84,5-184,5 mm. Boer (1996) menyatakan bahwa penggunaan histogram frekuensi panjang sering dianggap teknik yang paling sederhana diterapkan untuk mengetahui tingkatan stok ikan, tetapi yang perlu dicatat bahwa struktur data panjang sangat bervariasi tergantung letaknya, baik secara geografis, habitat, maupun tingkah laku.
Perbedaan struktur panjang menggambarkan adanya perbedaan pertumbuhan yang dipengaruhi oleh faktor keturunan, sex, umur, parasit, penyakit, kondisi lingkungan serta adanya perbedaan waktu pengambilan contoh (Effendie 2002; Sekharan 1959 in Radhakrishnan 1964). Pertumbuhan yang terjadi pada ikan tembang ditunjukkan dengan adanya perubahan modus ke arah kanan pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Parameter pertumbuhan yang dianalisis terdiri dari K, L∞, dan t0
menggunakan metode ELEFAN I. Panjang maksimum ikan selama pengambilan contoh sebesar 182 mm. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien pertumbuhan (K) ikan tembang jantan lebih tinggi daripada ikan betina yaitu 0,3000 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tembang jantan akan lebih cepat mencapai L∞
22
pertumbuhan, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan spesies tersebut mendekati panjang asimtotik. Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan tembang dari beberapa penelitian disajikan pada Tabel 9.
Perbedaan parameter pertumbuhan pada Tabel 9 disebabkan oleh perbedaan panjang maksimum dari contoh yang diambil serta variasi jumlah contoh ikan yang tertangkap (Widodo dan Suadi 2006), dan perbedaan lokasi perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tutupoho (2008) yang menyatakan bahwa kondisi perairan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Perbedaan nilai koefisien pertumbuhan juga dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tempat, waktu, nutrisi, dan iklim (Ozvarol et al. 2010).
Tabel 9 Parameter pertumbuhan ikan tembang dari berbagai penelitian
Sumber Tahun
Penelitian Lokasi
Jenis Kelamin
Panjang (mm) Parameter Pertumbuhan L min
Maret 2010 Teluk Jakarta
2012 Teluk Banten
Betina
Laju mortalitas penangkapan (F) ikan tembang betina dan jantan lebih besar dibandingkan dengan laju mortalitas alami (M). Hal ini menandakan bahwa ikan tembang betina dan jantan di Selat Sunda lebih banyak mati akibat aktivitas penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan menunjukkan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua karena ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap (Sparre dan Venema 1999). Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan sebagian besar ikan tembang yang tertangkap di perairan memiliki panjang tubuh lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad.
23 tembang betina yaitu 0,79 lebih besar dibandingkan jantan 0,70. Menurut Gulland (1971) in Pauly (1984), angka eksploitasi optimal sebesar 0,50. Angka tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan analisis laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang di perairan Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih.
Berdasarkan hasil penelitian, penangkapan terhadap ikan tembang telah mengalami overfishing terutama growth overfishing sehingga perlu dilakukan pengelolaan perikanan. Hal yang menjadi indikasi dari kondisi tersebut adalah ukuran ikan maksimum yang tertangkap sebesar 182 mm untuk ikan betina dan 162 mm untuk ikan jantan, sedangkan panjang asimtotiknya 190,58 mm untuk ikan betina dan 169,58 mm untuk ikan jantan. Rendahnya ukuran ikan tembang disebabkan oleh tekanan akibat kegiatan penangkapan. Selain itu, sebagian besar ikan yang tertangkap memiliki ukuran panjang di bawah ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) sehingga ikan-ikan yang ditangkap tidak diberi kesempatan
untuk melakukan reproduksi. Ikan tembang yang dominan tertangkap di Selat Sunda memiliki TKG II dan TKG III.
Hasil analisis model produksi surplus dengan metode Fox diperoleh nilai tangkapan lestari ikan tembang yaitu 3436,87 ton dan nilai upaya lestarinya yaitu sebesar 2840 trip. Jumlah trip penangkapan ikan tembang di PPP Labuan, Banten pada tahun 2013 belum melebihi upaya lestarinya yaitu sebesar 987 trip per tahun. Hal ini menunjukkan status pemanfaatan ikan tembang belum mengalami
overfishing. Namun demikian, data upaya aktual tahun 2008 hingga 2010 sudah melebihi upaya lestarinya yang artinya status pemanfaatan ikan tembang sudah
overfishing.
Pada prinsipnya pengelolaan perikanan dimaksudkan untuk mengatur intensitas penangkapan agar diperoleh hasil tangkapan yang optimal dari berbagai aspek (Widodo dan Suadi 2006). Pengelolaan ikan tembang di Selat Sunda dapat berupa pendekatan MSY, yaitu upaya penangkapan tidak melebihi 2840 trip per tahun dengan MSY 3436,87 ton per tahun dan jumlah tangkap yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) maksimum sebesar 2474,54 ton per tahun. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengaturan dengan tetap mempertahankan upaya penangkapan pada tingkat MSY agar kejadian overfishing tahun 2008 hingga 2010 tidak terjadi. Pengelolaan juga dapat dilakukan dengan pelaksanaan closed seasons
berupa pemberlakuan sistem penutupan penangkapan pada saat musim pemijahan ikan tembang yang terjadi pada bulan Juni untuk mengendalikan ukuran ikan yang tertangkap dan memberikan kesempatan ikan untuk tumbuh dan berkembang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sumber daya ikan tembang di perairan Selat Sunda telah mengalami
24
kali matang gonad (betina dan jantan masing-masing sebesar 155,84 mm dan 143,42 mm). Usulan rencana pengelolaan yang disarankan adalah pengaturan upaya penangkapan yang sesuai dengan jumlah tangkap yang diperbolehkan (TAC), dan pelaksanaan closed seasons berupa pemberlakuan sistem penutupan upaya penangkapan pada saat musim pemijahan ikan tembang yang tejadi pada bulan Juni.
Saran
Upaya pengelolaan ikan tembang di perairan Selat Sunda yang dapat dilakukan berupa pengaturan upaya penangkapan yang mengacu pada jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 2474,54 ton per tahun, penutupan upaya penangkapan penangkapan pada saat musim pemijahan ikan tembang yang tejadi pada bulan Juni. Selain itu perlu adanya penelitian lanjutan mengenai kajian stok ikan tembang yang mewakili semua musim, sehingga dapat memberikan informasi lebih mengenai kondisi ikan tembang di perairan tersebut dan dapat menentukan alternatif pengelolaan yang lebih tepat dan berkelanjutan terhadap ikan tembang.
DAFTAR PUSTAKA
Abowei JFN. 2009. The Abundance, Condition Factor and Length-Weight Relationship of Sardinella madernensis (Jenyns, 1842) from Nkoro River Niger Delta, Nigeria. Advance Journal Food Science and Technology 1(1): 66-71.
Affandi dan Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekanbaru: Unri Press.
Aripin IE, Showers PAT. 2000. Population Parameters of Small Pelagic Fishes Caught off Tawi-Tawi, Philippines. The ICLARM Quarterly 23(4): 21-26. Baginda H. 2006. Biologi Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella Fimbriata) Pada
bulan Januari-Juni di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Boer M. 1996. Pendugaan Koefisien Pertumbuhan (L∞, K, t0) Berdasarkan Data
Frekuensi Panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 4 (1):75-84.
Chaira GD. 2010. Kajian Stok Ikan Tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838) Dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang di Perairan Teluk Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Cury P, Bakun A, Crawford R, Jarre A, Quinones R, Shannon L, Verheye HM. 2000. Small pelagics in upwelling systems: patterns of interaction and
25 Kementrian Kelautan dan Perikanan RI.[diunduh 1 Februari 2015]. Tersedia pada: http//kkp.go.id.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. 2014. Statistik Perikanan Tangkap Kabupaten Pandeglang Tahun 2003-2013. (Draft tahun 2013).
Effendie MI. 1979. Metoda Biologi perikanan. Cetakan Pertama. Bogor: Yayasan Dewi Sri.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Fauziyah NS. 2014. Kajian Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Di Perairan
Selat Sunda Yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Labuan, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ghosh S, Hanumantha MV, Sumithrudu S, Rohit P, Maheswarudu G. 2013. Reproductive biology and population characteristics of Sardinella gibbosa
dan Sardinella fimbriata from north west Bay of Bengal. Indian Journal of Geo-Marine Science. 42(6):758-769.
Kharat SS, Khillare YK, Dahanukar N. 2008. Allometric scaling in growth and reproduction of a freshwater loach Nemacheilus mooreh (Sykes, 1839).
Electronic Journal of Ichtyology. 1:8-17.
Lawson EO, Doseku PA. 2013. Aspects of Biology in Round Sardinella,
Sardinella aurita (Valenciennes, 1847) from Majidun Creek, Lagos, Nigeria.
World Journal of Fish and Marine Sciences 5 (5): 575-581.
Megawati E. 2012. Kajian aspek pertumbuhan ikan tembang (Sardinella fimbriata
Cuvier dan Valenciennes 1847) di Perairan Selat Sunda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mulfizar, A.M., Zainal, dan D. Irma. (2012). Hubungan Panjang Berat Dan Faktor Kondisi Tiga Jenis Ikan Yang Tertangkap Di Perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Jurnal Depik. 1 (1):1-9.
Ozvarol ZAB, Balci BA, Tasli MGA, Kaya Y, Pehlian M. 2010. Age, Growth And Reproduction OfGoldband Goatfish (Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855))
from the Gulf of Antalya (Turkey). Journal of Animal and Veterinary Advances. 9 (5): 939-945.
Pauly D. 1984. Fish Population Dynamics In Tropical Waters: A Manual For Use With Programmable Calculator. ICLARM. Manila. Filipina.
Pet JS, van Densen WLT, Machiels MAM, Sukkel M, Setyohadi D, Tumuljadi A. 1997. Length-based analysis of population dynamics and stock identification in the sardine fisheries around East Java, Indonesia. Fisheries Research. 31(1-2):107–120.
Radhakrishnan N. 1964. Notes on some aspects on the biology of the fringe scale sardine, Sardinella fimbriata (Cuvier & Valenciennes). Indian Journal Fisheries. 11(1):127 -134.
Saadah. 2000. Beberapa aspek biologi ikan petek (Leiognathus spelendens Cuv.) di Perairan Teluk Labuan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
26
Sari P. 2013. Aspek Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Shelvinawati R. 2012. Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Yang Didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simarmata R. 2013. Kajian Stok Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata
Valenciennes, 1847) di Perairan Teluk Banten Yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sulistiono, Tri H, Etty R, Seiichi W. 2001. Kematangan Gonad Beberapa Jenis Ikan Buntal (Tetraodon lunuris, T. fluviatilis,T. Reticularrs) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. Vol.1, No. 2: 25-30.
Sparre P. dan Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku e-manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm.
Syakila S. 2009. Studi dinamika stok ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syamsiah NN. 2010. Studi Dinamika Stok Ikan Biji Nangka Upeneus sulphureus
(Cuvier, 1829) di Perairan Utara Jawa Yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tsikliras AC, Emmanuil TK, dan Konstantinos IS. 2005. Age and Growth of round Sardinella (Sardinella aurita) in the northeastern Mediterranian. SCI.MAR
69(2): 231-240.
Tutupoho S. 2008. Pertumbuhan Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852) di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Udupa KS. 1896. Statistical method of estimating the size at first maturity of fishes.
Fishbyte. 4(2):8-10.
Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. 515 hlm.
27
LAMPIRAN
Lampiran 1 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinerkan berdasarkan data panjang
Berdasarkan persamaan tangkap atau persamaan Baranov (Baranov 1918 in
Sparre dan Venema 1999), tangkapan antara waktu t1 dan t2 sama dengan: C(t1,t2) = F
Z (N(t1) - N(t2)) (1.1)
N (t1) adalah banyaknya ikan pada saat t1, N(t2) adalah banyaknya ikan pada saat t2,
F adalah mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total. Fraksi ikan yang mati akibat penangkapan, FZ disebut laju eksploitasi. Oleh karena
N(t2) = N(t1) e-Z(t2 - t1) (1.2)
persamaan Baranov di atas dapat ditulis menjadi: C((t1,t2)) = N (t1) F
Z (1 - e
-Z(t1 - t2) ) (1.3)
N (t1) = N(Tr) e-Z(t1 - Tr) (1.4)
sehingga
C((t1,t2)) = N(Tr) e-Z(t1 - Tr)F
Z (1 - e
-Z(t1 - t2) ) (1.5)
N (Tr) adalah rekrutmen. Selanjutnya dengan menggunakan logaritma di
kiri dan kanan persamaan (1.5) diperoleh:
lnC(t1,t2) = d - Zt1 + ln(1 - e-Z(t2 - t1) ) (1.6)
d = lnN (Tr) + ZTr + ln FZ (1.7)
Jika t2 - t1 = t3 - t2 = ... = suatu konstanta dengan satuan waktu diperoleh
konstanta baru
g = d + ln(1 - e-Z(t2 - t1) ) (1.8)
sehingga persamaan (1.8) dapat ditulis menjadi:
lnC(t1,t2) = g - Zt1 (1.9)
28
lnC(t,Δt) = g - Zt (1.10)
Menurut Van Sickle (1977) in Sparre dan Venema (1999) cara lain dapat ditempuh untuk menyelesaikan (1.6) melalui
ln(1 - e-x) ≈ ln(X) - � (1.11)
untuk X yang bernilai kecil (X<1.0), sehingga
ln(1 - e-Z(t2 - t1))= ln Z(t2 - t1) - Z t − t (1.12)
dan persamaan (1.6) dapat ditulis
lnC(t1,t2)t2 - t1 = h - Zt1- Z(t2 - t1) (1.13)
atau
ln C t,t+Δt
Δt = h - Z(t + Δt) (1.14)
selanjutnya, bentuk konversi data panjang menjadi data umur dengan menggunakan persamaan von Bertalanffy
t(L) = t0-( ln
(1-L∞)) (1.15)
Notasi tangkapan C(t1,t2) dapat diubah menjadi C(L1,L2) atau
C(t,t+Δt) = C (L1,L2) (1.16)
dan
Δt = t(L2) - t(L1) = ( ln (L∞−L
L∞−L )) (1.17)
Bagian (t + Δ�) pada persamaan (1.14) dapat dikonversi kedalam notasi L1 dan
L2 sehingga
t(L1) + Δt) ≈ (L +L ) = t0-( ln (1-L +L
L∞ )) (1.18)
sehingga
ln C L ,L
Δt L ,L = h - Z t ( L +L
) (1.19)
yang membentuk persamaan linear dengan y = lnC(L1,L2)Δt(L1,L2) sebagai
29 Lampiran 2 Uji chi-square terhadap nisbah kelamin ikan tembang
Pengambilan
Contoh n
Ukuran Contoh Nisbah kelamin Uji Chi-square
Kesimpulan Betina Jantan Betina Jantan χ hitung χ tabel
27-Jun-14 114 53 61 1 1,2 2,2259 3,1824 seimbang 23-Jul-14 89 32 57 1 1,8 16,8286 3,1824 tidak seimbang 24-Agu-14 81 10 71 1 7 55,4742 3,1824 tidak seimbang 23-Sep-14 101 51 50 1 1 30,7670 3,1824 tidak seimbang
24-Okt-14 60 32 28 1,1 1 0,9243 3,1824 seimbang
Total 445 178 267 1 1,5 63,9305 3,1824 tidak seimbang
Lampiran 3 Hubungan panjang bobot ikan tembang 1 Ikan betina
Berdasarkan data dan bobot ikan tembang betina selama pengambilan contoh diperoleh statistik sebagai berikut:
Parameter Nilai
bi 3,6416
sb1 0,0270
thit 16,1290
ttab 2,2635
Pada taraf nyata 5% hipotesis yang menyatakan koefisien b tidak sama dengan 3 (tiga) dapat diterima, dengan demikian pertumbuhan ikan tembang betina mengikuti pola allometrik positif.
2 Ikan jantan
Berdasarkan data dan bobot ikan tembang jantan selama pengambilan contoh diperoleh statistik sebagai berikut:
Parameter Nilai
b1 3,2370
sb1 0,1313
thit 1,8048
ttab 2,2571
30
Lampiran 4 Tingkat kematangan gonad ikan tembang 1 Betina
31 2 Jantan
SKB SKA Nt Xi Ni Nb Pi Qi (1-Pi) Xi+1-Xi Pi* Qi Ni-1 Pi*Qi/Ni-1
100 103 101,50 2,01 1 1 1,00 0,00 0,02 0,00 0 0,00
104 107 105,50 2,02 0 0 0,00 1,00 0,02 0,00 -1 0,00
108 111 109,50 2,04 5 3 0,60 0,40 0,02 0,24 4 0,06
112 115 113,50 2,05 16 12 0,75 0,25 0,02 0,19 15 0,01 116 119 117,50 2,07 38 21 0,55 0,45 0,01 0,25 37 0,01 120 123 121,50 2,08 35 5 0,14 0,86 0,01 0,12 34 0,00 124 127 125,50 2,10 41 7 0,17 0,83 0,01 0,14 40 0,00 128 131 129,50 2,11 36 0 0,00 1,00 0,01 0,00 35 0,00 132 135 133,50 2,13 56 3 0,05 0,95 0,01 0,05 55 0,00 136 139 137,50 2,14 43 2 0,05 0,95 0,01 0,04 42 0,00 140 143 141,50 2,15 65 6 0,09 0,91 0,01 0,08 64 0,00 144 147 145,50 2,16 47 6 0,13 0,87 0,01 0,11 46 0,00 148 151 149,50 2,17 23 3 0,13 0,87 0,01 0,11 22 0,01 152 155 153,50 2,19 22 2 0,09 0,91 0,01 0,08 21 0,00
156 159 157,50 2,20 8 1 0,13 0,88 0,01 0,11 7 0,02
160 163 161,50 2,21 4 0 0,00 1,00 0,01 0,00 3 0,00
164 167 165,50 2,22 3 0 0,00 1,00 0,01 0,00 2 0,00
168 171 169,50 2,23 0 0 0,00 1,00 0,01 0,00 -1 0,00
172 175 173,50 2,24 1 0 0,00 1,00 0,01 0,00 0 0,00
176 179 177,50 2,25 0 0 0,00 1,00 0,01 0,00 -1 0,00
180 183 181,50 2,26 1 0 0,00 1,00 0,00 0,00 0 0,00
Total 3,88 17,12 0,25 1,53 424,00 0,12 Rata-Rata 0,18 0,82 0,01 0,07 20,19 0,01
Log M = (2,20+(0,01/2))-(0,01 x 3,88) = 2,1566 M = 143,42 mm
Lampiran 6 Faktor kondisi ikan tembang betina dan jantan
Pengambilan Contoh Betina Jantan
n FK Rata-rata Standar deviasi n FK Rata-rata Standar deviasi
27-Jun-14 44 1,0815 0,2163 51 0,7308 0,1684
23-Jul-14 26 1,0806 0,2548 41 0,6644 0,2101
24-Agu-14 8 1,099 0,0877 67 0,7788 0,1090
23-Sep-14 47 0,9157 0,1271 34 0,5926 0,1616
32
Lampiran 7 Sebaran frekuensi ikan tembang
SK BK xi Frekuensi
Betina Jantan Total
100-103 99,5-103,5 101,5 0 1 1
104-107 103,5-107,5 105,5 0 0 0
108-111 107,5-111,5 109,5 0 5 5
112-115 111,5-115,5 113,5 2 14 16
116-119 115,5-119,5 117,5 11 27 38
120-123 119,5-123,5 121,5 22 13 35
124-127 123,5-127,5 125,5 21 20 41
128-131 127,5-131,5 129,5 9 27 36
132-135 131,5-135,5 133,5 16 40 56
136-139 135,5-139,5 137,5 12 31 43
140-143 139,5-143,5 141,5 26 39 65
144-147 143,5-147,5 145,5 20 27 47
148-151 147,5-151,5 149,5 10 13 23
152-155 151,5-155,5 153,5 16 6 22
156-159 155,5-159,5 157,5 6 2 8
160-163 159,5-163,5 161,5 2 2 4
164-167 163,5-167,5 165,5 3 0 3
168-171 167,5-171,5 169,5 0 0 0
172-175 171,5-175,5 173,5 1 0 1
176-179 175,5-179,5 177,5 0 0 0
33 Lampiran 8 Sebaran frekuensi ikan tembang dengan program ELEFAN
1. Betina
34
Lampiran 9 Pendugaan pertumbuhan ikan tembang
1 Betina
L∞ = 190,58 mm K = 0,29
Log (t0) = -0.3922 – 0.2752 (Log L∞ ) – 1.0380 (Log K)
Log (t0) = -0.3922 – 0.2752 (Log 190,58) – 1.0380 (Log 0,29)
35 2 Jantan
L∞ = 169,58 mm K = 0,30
Log (t0) = -0.3922 – 0.2752 (Log L∞) – 1.0380 (Log K)
Log (t0) = -0.3922 – 0.2752 (Log 169,58) – 1.0380 (Log 0,30)
36
Lampiran 10 Pendugaan laju mortalitas ikan tembang 1 Betina
SB SA Xi C(L1,L2) t(L1) ∆t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/∆t)
(x) (y)
100 103 101,50 0 2,54 0,12 2,60 #NUM!
104 107 105,50 0 2,69 0,12 2,75 #NUM!
108 111 109,50 0 2,86 0,13 2,92 #NUM!
112 115 113,50 2 3,03 0,13 3,10 2,70
116 119 117,50 11 3,21 0,14 3,28 4,35
120 123 121,50 22 3,40 0,15 3,47 4,99
124 127 125,50 21 3,60 0,16 3,68 4,88
128 131 129,50 9 3,81 0,17 3,90 3,97
132 135 133,50 16 4,04 0,18 4,13 4,48
136 139 137,50 12 4,29 0,19 4,38 4,12
140 143 141,50 26 4,55 0,21 4,65 4,81
144 147 145,50 20 4,83 0,23 4,94 4,47
148 151 149,50 10 5,14 0,25 5,27 3,68
152 155 153,50 16 5,48 0,28 5,62 4,05
156 159 157,50 6 5,86 0,31 6,01 2,95
160 163 161,50 2 6,28 0,36 6,46 1,73
164 167 165,50 3 6,77 0,41 6,97 1,98
168 171 169,50 0 7,33 0,49 7,57 #NUM!
172 175 173,50 1 8,00 0,61 8,29 0,50
176 179 177,50 0 8,84 0,79 9,21 #NUM!
180 183 181,50 1 9,94 1,15 10,47 -0,14
184 187 185,50 0 11,58 2,10 12,47 #NUM!
a 13,5199
b -1,8569
M 0,3911
f 1,4659
E 0,7894
37
Lampiran 11 Standarisasi alat tangkap ikan tembang
Tahun
Payang Dogol Pukat pantai Pukat Cincin JI hanyut
38
Tahun
JI tetap b.perahu b.tancap Pancing lainnya Produksi
Payang 3251,06 12119,3426 0,2683 0,3492
Dogol 470,57 1155,5012 0,4072 0,5301
P.pantai 1041,29 4058,4432 0,2566 0,3340
P.cincin 3526,19 4589,9504 0,7682 1,0000
JI hanyut 184,42 5972,4841 0,0309 0,0402
JI tetap 1969,67 5972,4841 0,3298 0,4293
B.perahu 2419,30 14300,8229 0,1692 0,2202
B.tancap 1928,84 13761,2293 0,1402 0,1824
P.lainnya 205,38 1408,6504 0,1458 0,1898
Lampiran 12 Model produksi surplus
Nilai hasil tangkapan (C) dan upaya penangkapan (f) setelah di standarisasi:
Tahun Hasil Tangkapan (ton) Upaya (trip) CPUE ln CPUE
Hasil analisis model Fox
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 April 1993 dari pasangan Bapak Bambang Palgunadi dan Ibu Yuliah sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal pernah dijalani penulis berawal dari TK Islam Darul Fajar (1998-1999), SD Islam Al-Fajar (1999-2005), SMPN 9 Bekasi (2005-2008), SMAN 3 Bekasi (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan. Kemudian diterima di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.