7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Patogenesis
2.1.1. Diagnosis
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.
Sebanyak 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim.
Seseorang dinyatakan menderita kanker serviks setelah adanya pemeriksaan pada penderita kanker serviks yaitu Sitologi, Kolposkopi, Biopsi dan setelah adanya pengobatan/penderita dirawat di RS.
2.1.2. Etiologi
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiaannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ektrinsik, diantaranya yang penting jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang menikah dari pada yang tidak menikah, terutama pada gadis yang coitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (<16 tahun), insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan
terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higienis seksual) yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV) tipe 16 atau 18, dan kebiasaan merokok.
2.2. Gejala Klinis
Tidak khas pada stadium dini, sering hanya dengan sedikit darah, pendarahan pastkoital atau perdarahan pervagina yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
2.3. Faktor resiko kanker serviks 2.3.1. Hubungan Seksual
Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita yang memulai dengan hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Karena sel kolumner serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa, maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupun jumlah pasangan seksual, adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks.
2.3.2. Karakterisitik Pasangan
Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi case-control menunjukan pasien dengan kanker serviks lebih sering mengalami menjalani seks aktif dengan pasangan yang melakukan seks berulang kali. Selain itu, partner dari
pria dengan kanker penis atau partner dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan risiko kanker serviks.
2.3.3. Riwayat Ginekologis
Walaupun usia menarke atau menopause tidak berpengaruh risiko kanker serviks, hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko.
2.3.4. Penggunaan obat-obatan/zat adiktif 1. Merokok
Sekarang ini ada data yang mendukung rokok sebagai penyebab kanker serviks dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks. Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lipat lebih tinggi terkena kanker serviks dibandingkan yang tidak merokok. Penelitian menunjukan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok.
Zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks disamping merupakan ko- karsinogen infeksi virus.
2. Kontrasepsi Oral
Risiko non invasif dan invasif kanker serviks menunjukan hubungan tidak selalu konsisten dan tidak semua studi dapat membenarkan perkiraan risiko dengan mengontrol pengaruh kegiatan seksual. Beberapa studi gagal dalam menunjukan beberapa hubungan dari salah satu studi, bahkan melaporkan proteksi terhadap penyakit yang invasif. Hubungan ini mungkin palsu dan menunjukan
deteksi adanya bias karna peningkatan skrining terhadap pengguna kontrasepsi.
Beberapa studi yang lebih lanjut kemudian memerlukan konfirmasi atau menyangkal observasi ini mengenai kontrasepsi oral.
2.3.5. Status sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan status sosial ekonomi rendah, berkaitan dengan kurangnya kemampuan keluarga dalam memenuhi suplai gizi yang dibutuhkan. Kurangnya asupan sayur dan buah-buahan meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, karena minimnya pasokan vitamin A,C,E dan beta carotin yang berfungsi sebagai anti oksidan sehingga mengakibatkan penurunan PH serviks yang menimbulkan perubahan neoplastik sel, trikomonas vaginalis, candidia albicans, infeksi gonorrhe, dan infeksi Human Papiloma Virus.
2.4. Klasifikasi Histopatologi dan Staging Tabel 1. Klasifikasi histologik kanker serviks
WHO 2000 WHO 2010
1. Karsinoma sel skuamosa - Dengan pertandukan.
- Tipe sel besar tanpa pertandukan.
- Tipe sel kecil tanpa pertandukan.
2. Adenokarsinoma - Tipe endoserviks.
- Tipe endometrioid.
3. Karsinoadenoskuamosa - Karsinoma adenoid kistik.
- Adenokarsinoma.
- Mesonefroid.
4. Tumor mesenkhim - Karsinoma tidak
berdiferensiasi.
- Tumor metastasis.
1. Karsinoma sel skuamosa - Dengan pertandukan - Tanpa pertandukan - Tipe verukosa - Tipe kondilomatosa - Tipe kapiler
- Tipe limfoepitelioma 2.Adenokarsinoma - Tipe musinosa - Tipe mesonefrik - Tipe clear cell - Tipe serosa
- Tipe endometrioid 3. Karsinoadenoskuamosa - Karsinoma glassy cell - Karsinoma sel kecil - Karsinoma adenoid basal - Tumor karsinoid
- Karsinoma adenoid kistik 4. Tumor mesenkim
- Karsinoma tidak berdiferensiasi
Tabel 2. Staging FIGO, 2009
Tingkat Kriteria
0 I IA
IA1
IA2
IB
IB1 IB2
II
IIA IIA1 IIA2 IIB
III
Karsinoma in situ
Karsinoma terbatas pada kandungan
Karsinoma serviks berdasar pemeriksaan mikroskopis, dengan terdalam invasi < 5mm dan ekstensi terbesar >7mm
Invasi stroma dengan kedalaman ≤ 3,00 mm dan invasi horizontal ≤ 7,00mm
Invasi stroma >3,00 mm dan ≤ 5,00 dengan suatu invasi horizontal 7,00 atau lebih sedikit
Tampak lesi secara klinis, terbatas pada serviks, atau lesi mikrokopis yang lebih besar dari IA1/IA2
Lesi < 4,00 mm
Lesi > 4,00 mm, Tumor invasif di luar kandungan, tapi tidak sampai dinding panggul atau sepertiga bawah vagina
Karsinoma serviks menyerang di luar rahim, tetapi tidak ke dinding pelvis atau sepertiga bagian bawah vagina
Tanpa invasi ke parametrium.
Secara klinis terlihat < 4 cm dalam dimensi terbesar.
Secara klinis terlihat > 4 cm dalam dimensi terbesar.
Dengan invasi ke parametrium, Tumor meluas ke dinding panggul dan atau melibatkan sepertiga bawah vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal.
Tumor meluas ke dinding panggul dengan atau melibatkan lebih rendah sepertiga dari vagina dengan atau menyebabkan
IIIA
IIIB
IV IVA
IVB
hidronefrosis atau ginjal tidak berfungsi.
Tumor melibatkan sepertiga bawah vagina tanpa perluasan ke dinding panggul.
Tumor meluas ke dinding panggul dan atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal Tumor meluas ke luar
pelvis atau secara klinis melibatkan mukosa kandung kemih dan atau rectum.
Karsinoma telah melampaui panggul.
Tumor invasi ke mukosa kandung kemih atau rektum dan atau meluas di luar tulang panggul.
Metastasis jauh.
Perubahan dan perluasan kanker serviks berdasarkan sistem TNM (Tumor, Nodul, Metastasis ) adalah sebagai berikut :
1. Stadium I : Berbatas dari sel epitel dan leher rahim.
2. Stadium II : Pertumbuhan masuk ke dinding vagina dan perluasan ke samping rahim.
3. Stadium III : Penyebaran ke dalam kelenjar regional di panggl dan kemudian lebih jauh lewat samping pembuluh darah besar keatas tumbuh dan masuk kepanggul kecil
4. Stadium IV : Tumbuh masuk ke usus, kandung kemih dan struktur lain serta akhirnya metastasis berjarak ke hati, paru dan tulang (Jong, 2004).
2.5. Pemeriksaan Diagostik
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks seperti keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan, Perdarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi diluar senggama, Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh. Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker serviks adalah:
1. Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks.
2. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya.
Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi, merupakan
pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.
4. Operasi
Operasi dilakukan bila ditentukan pada stadium dini, operasi merupakan pilhan utama dengan beberapa alasan, antara lain : dapat mengambil secara keseluruhan jaringan karsinoma, pengobatan tambahan radiasi dan kemotrapi dapat lebih efektif.
5. Radiasi
Radiasi sebagai pengobatan karsinoma dipergunakan sejak tahun 1903, merrupakan suatu cara pengobatan dengan menggunakan sinar pengion yang bertujuan untuk merusak sel-sel abnormal tanpa menimbulkaan kerusakan atau gangguan yang berat an irreversibel pada jaringan sehat sekitarnya.
Radiasi yang dapat diberikan adalah :
1. Internal radiasi, terapi radiasi ini dilakukan pada stadium II-III, diberikan dua kali sebanyak 4.000 rad dengan interval selama dua minggu, diikuti dengan eksternal radiasi.
2. Radiasi pada korpus karsinoma, pemberiannya cukup satu kali 4.000 rad dengan tujuan menimbulkan perdarahan saat operasi dan membunuh kemungkinan metastase yang sedang berada di pembuluh darah.
6. Kemoterapi
Kemoterapi tidak dapat membedakan mana sel karsinoma atau nama sel normal yang mempunyai pertumbuhan cepat sehingga akan terkena pengaruhnya dan menimbulkan komplikasi. Komplikasi kemoterapi antara lain : rambut rontok, gangguan fungsi liver dan ginjal, serta gangguan pembentukan darah dan fungsinya.