A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi setiap manusia. Oleh karena itu apabila di dalam tubuh manusia terdapat penyakit maka tidak heran jika mereka akan berusaha sedemikian rupa untuk menyembuhkan penyakitnya tersebut meskipun harus menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Adapun dokter menjadi salah satu pihak yang dituju untuk berobat bagi orang-orang yang menderita penyakit dan mengharapkan kesembuhan dari penyakitnya itu. Bahkan negara juga mengatur tentang persoalan yang berkaitan dengan kesehatan melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebagaimana tercantum dalam Bab XA Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Bunyi pasal di atas menegaskan bahwa kesehatan merupakan Hak
Asasi Manusia (HAM) yang harus dihormati. Adapun aturan kesehatan
yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-undang No.36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (UUK). UUK merupakan pedoman bagi para pihak
yang terlibat dalam masalah kesehatan termasuk di dalamnya mengatur
tentang hak dan kewajiban yang dimiliki antara dokter dan pasien. Di
sinilah kemudian timbul hubungan hukum antara dokter dengan pasien yang terjadi karena faktor medis yang untuk selanjutnya melahirkan perjanjian yang kemudian dikenal dengan istilah perjanjian terapeutik.
Perjanjian terapeutik yang dilaksanakan dengan menggunakan informed consent melibatkan tenaga medis (dokter) dan pasien. Dalam
melaksanakan perjanjian terapeutik tersebut, kedua belah pihak harus bertanggungjawab dan melaksanakan kewajiban masing-masing. Namun di satu sisi kedua belah pihak juga diberikan hak-hak yang diberikan oleh hukum sehingga kedua belah pihak juga dapat memperoleh perlindungan hukum.
Dalam perkembangan dunia kesehatan saat ini, di berbagai rumah sakit di Indonesia telah ditempatkan dokter-dokter yang dikenal dengan istilah ‘Dokter Internsip’.
1Program Internsip dokter ini dinamakan Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
PIDI merupakan program yang digagas oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Menurut Pasal 7 ayat (7) Undang- undang No.20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, Internsip adalah pemahiran dan pemandirian dokter yang merupakan bagian dari Program penempatan wajib sementara paling lama 1 (satu) tahun. Jadi, program internsip merupakan program yang dilaksanakan oleh dokter yang baru saja menyelesaikan masa pendidikan profesi dan telah disumpah dokter.
Dokter internsip bukanlah dokter muda atau asisten dokter yang lebih dikenal dengan istilah co-ass. Dokter internsip ditempatkan di daerah setelah mendapatkan gelar dokter (dr.) sehingga telah disumpah dokter dan telah menyelesaikan masa pendidikan profesi, sedangkan co-ass belum mendapatkan gelar dokter namun sudah menyelesaikan studinya dengan mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) dan sedang menjalani masa pendidikan profesi. Dengan demikian, PIDI dilaksanakan setelah ‘program co-ass’ (masa pendidikan profesi) selesai.
PIDI merupakan pelaksanaan dari kurikulum KBK yang diterapkan pada pendidikan kedokteran di seluruh Indonesia. Hal ini mengacu pada SK Mendiknas RI No.045/SK/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi serta SK Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 1386/D/T/2004 tentang Pengelolaan Pendidikan Tinggi Kedokteran. Setiap lulusan dokter baru produk kurikulum KBK harus mengikuti PIDI selama 1 (satu) tahun sebelum mendapatkan STR (Surat Tanda Registrasi) tetap yang nantinya bisa dipakai untuk mengurus Surat Izin Praktik (SIP) mandiri.
PIDI pertama kali diluncurkan pada bulan Maret tahun 2010 yang
dilaksanakan oleh lulusan dokter-dokter dari Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya mulai
dilaksanakan oleh hampir seluruh fakultas kedokteran di Indonesia. Tujuan
dilaksanakannya PIDI antara lain adalah pendistribusian dokter di daerah
dan pematangan kompetensi. Bahkan program dokter internsip ini juga
dilaksanakan di luar negeri seperti Malaysia, Australia, Inggris, Amerika
Serikat dan lain-lain di mana istilahnya juga ada yang dinamakan housemanship. Hanya saja kurun waktu internsip di setiap negara berbeda-
beda dengan regulasi yang berbeda pula tentunya.
2Menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai dokter internsip termasuk tentang bagaimana tanggung jawab serta perlindungan hukum bagi dokter internsip dalam melaksanakan perjanjian terapeutik dengan pasien. Apakah tanggung jawab dan perlindungan hukum bagi dokter internsip tersebut mengacu pada UUK atau peraturan perundang-undangan lain yang terkait kesehatan? Atau apabila memang telah sesuai, apakah terdapat perbedaan dan keistimewaan pada praktiknya? Mengingat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari bahwa das solen acap kali berbeda dengan das sein.
Adapun salah satu rumah sakit yang ditunjuk untuk menempatkan dokter-dokter internsip di dalamnya adalah Rumah Sakit (RS) Muhammadiyah Sruweng, Kebumen. Sebanyak lima belas dokter internsip ditempatkan di rumah sakit tersebut guna mengabdi dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekitar. Dokter internsip yang bertugas di RS. Muhammadiyah Sruweng merupakan lulusan dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Soedirman Purwokerto dan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang dokter internsip mengingat pelaksanaannya yang dapat dikatakan masih baru.
2
Diakses dari http://sipidi.sisdmk-kemkes.or.id/ pada tanggal 22 April 2014 pukul 23:22 WIB
Dengan demikian penulis berkenan untuk mengangkat isu tersebut dan menjadikannya sebagai bahan penulisan hukum yang berjudul:
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER INTERNSIP DALAM PERJANJIAN TERAPEUTIK DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH SRUWENG KEBUMEN.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tanggung jawab dokter internsip dalam perjanjian terapeutik di Rumah Sakit Muhammadiyah Sruweng, Kebumen ? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap dokter internsip dalam
perjanjian terapeutik di Rumah Sakit Muhammadiyah Sruweng, Kebumen ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan mengkaji tentang tanggung jawab dokter internsip dalam perjanjian terapeutik di Rumah Sakit Muhammadiyah Sruweng, Kebumen;
2. Mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum terhadap dokter
internsip dalam perjanjian terapeutik di Rumah Sakit Muhammadiyah
Sruweng, Kebumen.
D. Keaslian Penelitian
Sebelum skripsi ini disusun, sebelumnya telah ada tesis dan skripsi yang membahas tentang hal yang hampir serupa, antara lain:
1. Tesis yang disusun oleh Romam Imam Masyuri (09/302489/PMU/06524) pada tahun 2011 dengan judul:
“PELAKSANAAN PERJANJIAN TERAPEUTIK ANTARA RUMAH SAKIT DENGAN PASIEN PADA RUMAH SAKIT ISLAM YOGYAKARTA”. Tesis ini disusun untuk mencari jawaban dari rumusan masalah yang menanyakan tentang bagaimana pelaksanaan perjanjian terapeutik antara rumah sakit dengan pasien di Rumah Sakit Islam Yogyakarta dan apa saja kendala dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik antara rumah sakit dengan pasien di Rumah Sakit Islam Yogyakarta.
32. Skripsi yang disusun oleh Prakoso Yuni Ardhi (07/250697/HK/17444) pada tahun 2012 dengan judul: “PERJANJIAN TERAPEUTIK PASIEN PESERTA JAMKESMAS DI RUMAH SAKIT DR. R.
SOETIJONO BLORA”. Skripsi ini disusun untuk mencari jawaban dari rumusan masalah yang menanyakan tentang bagaimana pelaksanaan informed consent sebagai perlindungan hukum bagi pasien peserta jamkesmas dalam perjanjian terapeutik di RS. Dr. R.
3
Masyuri, Romam Imam, 2011, Tesis: Pelaksanaan Perjanjian Terapeutik antara Rumah Sakit
Soetijono Blora dan bagaimana pelaksanaan pelayanan kesehatan pada pasien peserta jamkesmas di RS. Dr. R. Soetijono.
4Adapun skripsi yang penulis susun ini berkaitan dengan tanggung jawab dan perlindungan hukum bagi dokter internsip dalam perjanjian terapeutik di RS. Muhammadiyah Sruweng. Penulis lebih menyoroti pada peran dokter internsip sebagai salah satu tenaga medis yang terlibat dalam upaya penyembuhan pasien. Hal ini erat kaitannya dengan peluncuran dokter internsip yang baru saja dilaksanakan pada tahun 2010. Selain itu, pemilihan lokasi penelitian juga berbeda dengan tesis dan skripsi tersebut.
Dengan demikian, skripsi yang penulis susun berbeda dengan tesis dan skripsi di atas sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini adalah penelitian yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari karya tulis atau karya ilmiah milik orang lain.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah:
a) Manfaat akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi khasanah perkembangan ilmu pengetahuan kita, terutama di bidang ilmu hukum perdata khususnya hukum kesehatan dan kedokteran yang berkaitan dengan perjanjian terapeutik.
4