• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memasuki melenium ketiga, dunia mengalami proses globalisasi ekonomi dengan wujud nyata berupa pasar yang terbuka dan bebas, hal ini tentunya sudah tidak dapat dihindari lagi dikarenakan kian hari efeknya kian membesar (Irsan Nasarudin, 2004: 21). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, tidak luput dari dampak proses globalisasi di sektor ekonomi.

Kebutuhan Indonesia akan sumber dana untuk pembangunan semakin membesar, hal ini menjadi pendorong bagi pemerintah untuk melaksanakan berbagai strategi.

Salah satunya melalui pengembangan pasar modal. Melalui pasar modal pemerintah melihat potensi untuk menghimpun dana secara masif serta sebagai sarana pengoptimalan penggunaan dana dari masyarakat. Masyarakat sebagai investor memiliki peran yang penting dalam transaksi pada pasar modal, sehingga dapat dikatakan bahwa indikator terpentingnya dalam pasar modal adalah keberadaan investor (Irsan Nasarudin, 2004: 165). Melihat pentingnya keberadaan masyarakat dalam pasar modal pemerintah menjamin adanya perlindungan terhadap hak-haknya sebagai investor. Hal ini tentunya sesuai dengan tujuan negara yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) bahwa “...untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Terjaminya perlindungan terhadap investor dalam pasar modal menjadi salah satu daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Kepercayaan dan kredibilitas pasar merupakan hal penting yang harus tercermin dari keberpihakan sistem hukum pasar modal pada kepentingan investor dari perbuatan-perbuatan yang dapat menghancurkan kepercayaan investor.

Dewasa ini, pasar modal Indonesia sedang mengalami perkembangan.

Perkembangan tersebut dapat dilihat salah satunya dari semakin meningkatnya jumlah perseroan yang go public, tercatat hingga tahun 2015 terdapat 522 (lima

(2)

commit to user

ratus dua puluh dua) perseroan yang menjadi emiten dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (Bursa Efek Indonesia (http://www.idx.co.id/id- id/beranda/perusahaantercatat/aktivitaspencatatan.aspx, diakses Pada 7 Desember 2015, Pukul 23.44 WIB). Demi menjadi perseroan terbuka, sebuah perseroan harus melakukan proses penawaran umum atau Initial Publik Offering (IPO) melalui pasar perdana (primary market). Proses penawaran umum terdiri dari tahapan-tahapan yang panjang, yaitu tahap pra-emisi, tahap emisi, tahap setelah emisi (Irsan Nasarudin, 2004: 216-219). Perseroan yang melakukan penawaran umum (go public) jelas mencatatkan beberapa hal yang positif, misalnya catatan keuangan yang baik, perolehan keuntungan, pembesaran volume usaha karena membesarnya potensi laba, dan posisi perseroan di masyarakat (Irsan Nasarudin, 2004:214). Penawaran umum selain memberikan keuntungan juga terdapat kelemahan yang timbul antara lain:

1. Adanya penambahan biaya untuk mendaftarkan efek pada penawaran umum;

2. Meningkatkan pengeluaran dan pemaparan potensi kewajiban berkenaan dengan regulasi dan laporan berkala;

3. Hilangnya kontrol terhadap persoalan manajemen, karena terjadi dilusi kepemilikan saham;

4. Keharusan untuk mengumumkan besarnya pendapatan perseroan dan pembagian deviden;

5. Efek yang diterbikan mungkin saja tidak terserap oleh masyarakat sesuai dengan perhitungan perseroan (Irsan Nasarudin, 2014: 216).

Berdasarkan kendala yang ada, timbul berbagai bentuk tindakan korporasi. Pengambil alihan perseroan terbukayang telah tercatat di bursa menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh perseroan tertutupatau yang belum go publik untuk menikmati keuntungan seperti perseroan terbuka tanpa melalui proses IPO terlebih dahulu. Strategi ini dikenal dengan backdoor listing / reverse takeover.

Pengertian backdoor listing menurut Longman Dictionery of Financial Terms adalah “A method of listing a business on the stock market without going through an IPO” (Sibiya Viljoen, 2007: 10) ( Suatu metode bisnis untuk listing di pasar

(3)

commit to user

saham tanpa melalui IPO). Menurut David Logan Scott (2003: 22) pengertian backdoor listing adalah “acquisittion and merger with a listed company by an unlisted company in order to gain a listing on a securities exchange” (akuisisi dan merger dengan perusahaan yang terdaftar oleh perusahaan yang tidak terdaftar untuk dapat listing di bursa efek). Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa perseroan yang melakukan backdoor listing, bertujuan membuat perseroan mendapat keuntungan-keuntungan yang diperoleh perseroan terbuka tanpa melalui proses IPO namun dilakukan melalui akuisisi dan/atau merger dengan perseroan terbuka. Proses backdoor listing yang akan dibahas dalam penelitian ini dilaksanakan dengan metode pengambil alihan perseroan melalui akuisisi.

Backdoor listing menjadi pilihan bagi perseroan tertutup dibandingkan dengan IPO, hal ini dikarenakan terdapat beberapa keunggulan, antara lain sebagai berikut:

a. Melalui backdoor listing mampu menyingkat waktu dan memangkas rantai birokrasi IPO, dimana proses persiapan serta tahapan perijinan cukup panjang serta melibatkan banyak pihak atau lembaga terkait;

b. Perseroan yang ingin mendapat akses ke bursa tidak perlu menyediakan biaya tambahan;

c. Perseroan tertutup yang tidak memenuhi persyaratan untuk mencatatkan dan memperdagangkan sahamnya di bursa dapat menikmati segala keuntungan seperti perseroan terbuka yang tercatat di bursa saham;

d. Menghindari keharusan full disclosure yang sering kali melemahkan bagi perseroan, serta bisnis lebih aman karena kondisi perseroan secara rinci tidak diketahui perseroan lawan ( Plus Minus Backdoor Listing, 1997: 80).

Semakin maraknya tindakan backdoor listing di Indonesia, tidak di imbangi dengan pembentukan peraturan guna menertibkan tindakan koorporasi ini. Terdapat berbagai celah hukum dalam pelaksanaan backdoor listing sehingga berpotensi merugikan investor. Pengaturan tentang perlindungan hukum terhadap

(4)

commit to user

investor dalam pelaksanaan pengambilalihan secara khusus di atur dalam Pasal 126 ayat (1) UUPT, yang menyatakan bahwa perbuatan hukum pengambilalihan wajib memperhatikan kepentingan:

1. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan;

2. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perusahaan, dan 3. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Mencermati dalam pasal tersebut telah di atur mengenai perlindungan terhadap investor secara khusus diberikan kepada pemegang saham minoritas.

Pemegang saham minoritas dapat diartikan sebagai pemegang saham yang memiliki kontrol sedikit atas suatu perseroan. Keberadaan pemegang saham minoritas dalam sebuah perseroan terbuka sangat memperoleh perhatian dikarenakan kebanyakan perseroan publik dan perseroan terbuka, presentase kepemilikan saham didominasi oleh kepemilikan dari keluarga atau organisasi atau perseroan. Konsentrasi kepemilikan pada kelompok grup bisnis ini menyebabkan kekuatan pengendalian yang besar pada pemegang saham pengendali, yang pada akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan perlakuan antar pemegang saham (Yohanes Brilianto, 2012: 5).

Isu mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas juga menjadi salah satu ide dasar dalam pembentukan Good Corporate Governance (GCG) (Irsan Nasarudin, 2004: 98). Tujuan dari pelaksanaan GCG adalah salah satunya untuk memberdayakan pemegang saham minoritras untuk melindungi kepentingannya dalam kaitannya dengan perbuatan pengelolaan perseroan. Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas di Indonesia memang sangat penting hal ini di dorong karena Indonesia merupakan negara berkembang, sehingga potensi masyarakat masih dalam kemampuan membeli dalam jumlah kecil. Pentingnya penerapan GCG sebagai prinsip yang melindungi pemegang saham minoritas secara khusus penerapannya dalam pasar modal terus diintensifkan oleh OJK kepada perseroan publik dan emiten (Irsan Nasarudin, 2004: 100). Keseriusan pemerintah untuk membangun kode perilaku pengelolaan perseroan di pasar modal yang bertanggung jawab terlihat dengan diakomodirnya prinsip-prinsip yang terkandung dalam GCG pada Undang-Undang Pasar Modal

(5)

commit to user

No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal (UUPM). Hal ini terlihat dari prinsip transparansi atau keterbukaan yang wajar dan efisien yang dianut oleh UUPM.

Beberapa contoh pelaksanaan backdoor listing adalah PT. BW Plantation Tbk (BWPT) yang telah diakuisisi oleh Grup Rajawali dimana pada awal bulan September 2014 harga saham BWPT yang awalnya kisaran harga Rp 1.000,00 (seribu rupiah) per lembarnya kemudian dalam bulan yang sama harga saham turun hingga menyentuh angka Rp 460,00 (empat ratus enam puluh rupiah) perlembar. Hal ini ternyata dilakukan karena BWPT akan melakukan Penawaran Umum Terbatas sebanyak 27.000.000.000 (dua puluh tujuh milyar) lembar saham dengan harga pelaksanaan Rp 390-Rp 411 per lembar saham ( Teguh Hidayat,

Fakta Dibalik Right Issue BW Plantation,

http://www.teguhhidayat.com/2014/09/bw-plantation-right-issue.html, diakses pada 21 Desember 2015, pukul 02.06 WIB). Penawaran Umum Terbatas yang dilakukan oleh BWPT ini bertujuan untuk memasukkan anak perseroan milik Green Eagle Holdings Pte. Ltd ke bursa saham Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa pembeli siaga dalam aksi Penawaran Umum terbatas adalah PT Rajawali Capital. Hasil dana Penawaran Umum Terbatas ini digunakan untuk mengakuisisi Green Eagle yang sejak awal milik dari PT Rajawali Capital.

Melihat aksi ini tentunya tidak dipahami secara mendalam oleh pemegang saham minoritas. Terdapat tujuan lain di balik aksi Penawaran Umum Terbatas ini, sehingga keterbukaan dalam aksi ini belum terpenuhi secara maksimal.

Kejadian serupa juga terjadi pada aksi korporasi PT. Indo Wana Bara (IWB), sebuah perseroan batu bara yang melakukan akuisis terhadap PT Sekawan Intipratama Tbk. (SIAP). Proses akuisisi ini diketahui bahwa IWB ini sama sekali belum berproduksi dan lebih buruk lagi, IWB diketahui masih belum memiliki alat-alat berat serta peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas pertambangan, dan pemegang saham SIAP juga sama sekali tidak memiliki dana untuk membeli peralatan tersebut. Pelaksanaan Penawaran Umum Terbatas oleh SIAP senilai Rp 4,7 trilyun, maka SIAP sama sekali tidak menerima setoran modal/ dana sebanyak itu, dimana pada laporan keuangan perseroan hanya

(6)

commit to user

terdapat aset berupa goodwill senilai Rp 4,7 Trilyun (Teguh Hidayat, Sekawan Intipratama:Another Stock Fraud,

http://www.teguhhidayat.com/2015/11/sekawan-intipratama-another- stock-fraud.html, diakses pada 21 Desember 2015, Pukul 09.17 WIB). Melihat dari kenyataan yang ada bahwa IWB sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk melakukan akuisisi terhadap SIAP, dengan demikian kewajiban pelaksanaan prinsip keterbukaan informasi berkaitan dengan prospektus perseroan melakukan akuisisi masih belum jelas diberikan kepada masyarakat.

Contoh beberapa pelaksanaan backdoor listing diatas, belum mencerminkan adanya perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas yang mana secara jelas telah diamanatkan melalui UUPT dan UUPM sebagai refleksi dari penerapan GCG. Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas merupakan salah satu tanggung jawab dari perseroan. Hal ini dapat tercermin dari konsep pemegang saham dimana perseroan hanya memiliki tanggung jawab kepada para pemegang sahamnya dan pemiliknya dan seharusnya bekerja demi keuntungan mereka (Adrian Sutedi, 2015:150). Berdasarkan konsep tersebut dapat diketahui bahwa perseroan memiliki tanggung jawab terhadap investor khususnya pemegang saham minoritas namun bentuk tanggung jawab tidak hanya untuk memperoleh keuntungan dapat juga berupa melakukan perlindungan hukum khususnya terhadap pemegang saham minoritas. Bentuk tanggung jawab perseroan dalam melakukan perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dapat berupa pemenuhan hak-hak dari pemegang saham. Melihat contoh pelaksanaan backdoor listing diatas pemenuhan hak-hak pemegang saham minoritas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab perseroan dalam melakukan perlindungan hukum masih belum terpenuhi. Hal ini tentunya berimplikasi pada masih sangat dimungkinkan timbul kerugian bagi pemegang saham minoritas dalam pelaksanaan backdoor listing.

Melihat pemaparan diatas dimana terjadi permasalahan dalam pasar modal Indonesia, tentang pelaksanaan tanggung jawab perseroan yang telah melaksanakan backdoor listing sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum pemegang saham minoritasnya. Penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan

(7)

commit to user

tersebut dalam penulisan hukum dengan judul “Analisis Tanggung Jawab

Perseroan dalam Pelaksanaan Backdoor Listing di Indonesia Kaitannya dengan Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas yang menggambarkan permasalahan terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab perseroan terbuka terhadap perlindungan hukum pemegang saham minoritas dalam proses backdoor listing, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap permasalahan tersebut melalui perumusan masalah berikut ini :

1. Bagaimana prosedur backdoor listing yang dilakukan oleh perseroan tertutup terhadap perseroan terbuka di Indonesia?

2. Bagaimana tanggung jawab perseroan terbuka dalam pelaksanaan backdoor listing di Indonesia kaitannya terhadap pemenuhan perlindungan hukum pemegang saham minoritas?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian hukum ini memiliki tujuan yang hendak dicapai agar hasil penelitian hukum ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan bagi kehidupan masyarakat. Tujuan penelitian pada dasarnya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Adapun tujuan obyektif dan tujuan subyektif penelitian ini yang hendak dicapai sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui prosedur backdoor listing yang sering di laksanakan di Indonesia.

b. Untuk mengetahui tanggung jawab perseroan terbuka terhadap perlindungan hukum pemegang saham minoritas dalam pelaksanaan backdoor listing.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh penulis selama masa studi khususnya pada mata kuliah hukum perdata, sehingga dapat

(8)

commit to user

menyebarluaskan dan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat pada umumnya serta memenuhi persyaratan akademis yang diwajibkan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

b. Untuk dapat menggali lebih dalam mengenai permasalahan hukum dalam hal ini dikhususkan mengenai tanggung jawab perseroan terbuka terhadap pemenuhan perlindungan hukum pemegang saham minoritas dalam pelaksanaan Backdoor Listing.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian hukum tentu harus memiliki manfaat, di samping tujuan yang hendak dicapai. Manfaat penelitian terbagi menjadi 2 (dua) yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Adapun manfaat teoretis dan manfaat praktis penelitian ini sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu hukum pada umumnya, serta terhadap bidang hukum perdata pada khususnya, sehingga ilmu tersebut dapat berkembang sejalan dengan perkembangan dinamika masyarakat dan menjadi sumber referensi bagi penelitian-penelitian lain yang memiliki obyek kajian yang sama b. Penelitian ini dapat memberikan solusi atau pemecahan masalah atas

permasalahan-permasalahan hukum dibidang hukum perdata yang mejadi objek kajian penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai sarana untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam mengkritisi persoalan-persoalan hukum sebagai sarana penerapan ilmu yang telah diperoleh.

b. Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman kepada masyarakat dan/atau pihak-pihak terkait yang tertarik mengenai Pasar Modal.

(9)

commit to user E. Metode Penelitian

H.J. van Eikema Hommes dalam buku Peter Mahmud Marzuki (2014:

19) menyatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri.

Pendapat tersebut dapat menjelaskan bahwa tidak dimungkinkannya penyeragaman metode penelitian pada semua bidang ilmu. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekadar know- about, sebagai kegiatan know-how dimana penelitian hukum digunakan untuk memecahkan masalah atau isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Disini dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah hukum yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan masalah atas masalah tersebut.

Penelitian yang penulis susun merupakan penelitian hukum, sehingga berdasarkan uraian diatas penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yang digunakan dalam disiplin ilmu hukum, agar penelitian ini dapat dilakukan sesuai dengan kaidah penelitian hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian hukum ini diuraikan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Ilmu hukum merupakan ilmu yang mempelajari tentang norma hukum yang didalamnya sarat akan nilai. Norma hukum merupakan bagian yang sangat penting dalam ilmu hukum, sehingga sering dikatakan bahwa ilmu hukum adalah ilmu yang normatif. Aspek normatif hukum dinyatakan dengan merujuk kepada aturan-aturan tingkah laku lahiriah (Peter Mahmud Marzuki,2014:39).

Berlandaskan prinsip bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang normatif, maka jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif mengkaji tentang norma-norma hukum atau asas-asas hukum dimana telah terjadi ketimpangan terhadap norma atau asas-asas hukum tersebut yang menimbulkan adanya isu hukum sebagai permasalahan hukum yang perlu dicari penyelesaiannya (Bahdar Johan Nasution, 2008: 86).

(10)

commit to user 2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian disini sesuai dengan sifat dari ilmu yang diteliti (dalam hal ini ilmu hukum). Mukti Fajar (2010: 93) menjelaskan bahwa sifat penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu deskriptif, evaluatif dan preskriptif. Menurut Peter Mahmud Marzuki (2014: 59) bahwa ilmu hukum bukan termasuk ke dalam ilmu deskriptif, melainkan ilmu yang bersifat preskriptif. Objek ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, antara aturan hukum dan norma hukum serta koherensi antara tingkah laku (act)-bukan perilaku (behavior)- individu dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 41-42). Penelitian hukum yang bersifat preskriptif bertujuan memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya dilakukan, bukan membuktikan kebenaran hipotesis.

Berlandaskan pada sifat ilmu hukum yang telah dijelaskan diatas, maka penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan terapan. Penelitian bersifat prekriptif pada dasarnya merujuk pada pengertian penelitian hukum itu sendiri, yaitu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Penelitian yang bersifat terapan mengandung arti bahwa penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis sekalipun harus melahirkan preskriptif yang dapat diterapkan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 69).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian hukum terdapat beberapa beberapa macam antara lain pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133).

Penelitian hukum ini menggunakan dua pendekatan. Pertama pendekatan undang-undang (statute approach) untuk mencari pemecahan isu hukum yang diangkat dalam penelitian hukum ini, dengan menelaah regulasi yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal, Undang-

(11)

commit to user

undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Kedua, pendekatan konseptual (conceptual approach), dengan dasar bahwa dalam mengkaji isu hukum untuk mencari pemecahan terhadap isu hukum yang diangkat dalam penelitian hukum ini, belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi. Menggunakan pendekatan konseptual dalam penelitian hukum ini menuntun penulis untuk menelaah pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang dikembangkan dalam ilmu hukum serta merujuk pada prinsip-prinsip hukum yang dapat diketemukan dalam pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 177-178).

4. Sumber Penelitian

Penelitian hukum adalah pengkajian terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder (Bahder Johan Nasution, 2008: 97). Oleh karena itu, sumber-sumber penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181).

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, misalnya perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, misalnya buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181).

Penelitian hukum ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dengan rincian sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer

1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD);

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;

(12)

commit to user

3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

4) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas;

5) KEPUTUSAN Ketua BAPEPAM-LK Nomor KEP-264/BL/2011 tentang pengambil alihan perusahaan Terbuka;

6) POJK Nomor 30/POJK.04/2015 tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum;

7) POJK Nomor 31/POJK.04/2015 tentang Keterbukaan atau Informasi atau Fakta Material oleh Emiten atau Perusahaan Publik;

8) POJK Nomor 32/POJK.04/2015 tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu;

9) POJK Nomor 33/POJK.04/2015 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka penambahan Modal Perusahaan Terbuka dalam Memberikan HMETD.

b. Bahan Hukum Sekunder

Penelitian ini menggunakan bahan hukum sekunder meliputi buku- buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, komentar- komentar atas putusan pengadilan, hasil karya ilmiah dan penelitian yang relevan atau terkait dengan penelitian ini termasuk diantaranya skripsi, tesis, disertasi, majalah, dan artikel hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 195-196).

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian hukum ini adalah dengan menggunakan teknik studi pustaka (liberary research). Studi

(13)

commit to user

kepustakaan digunakan guna memperoleh landasan teori yang berkaitan dengan penelitian untuk melakukan kajian lebih lanjut. Setelah isu hukum ditetapkan, peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi yaitu tentang pelaksanaan tanggung jawab perseroan setelah melaksanakan backdoor listing dalam bursa saham.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penelitian hukum ini menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode silogisme melalui pola pemikiran deduktif. Pola berfikir deduktif ini terdapat 2 (dua) premis untuk membangun analisis terhadap isu hukum yaitu premis mayor yang merupakan aturan hukum yang berlaku dan premis minor merupakan fakta hukum atau kondisi empiris dalam pelaksanaan suatu aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 89-90). Kemudian dari kedua premis tersebut ditarik kesimpulan atau konklusi.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum ini disajikan dalam rangka memberikan gambaran yang jelas, komperhensif, dan menyeluruh mengenai bahasan yang dikaji oleh penulis. Penulis menyusun sistematika penulisan hukum ini dalam 4 (empat) bab, dimana setiap bab terbagi menjadi beberapa sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman, pembahasan dan menganalisis isi dari penelitian hukum yang dimaksud. Adapun sistematika penulisan hukum tersebut kemudian diuraikan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

A. Pendahuluan B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Obyektif 2. Tujuan Subyektif

(14)

commit to user D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Obyektif 2. Manfaat Subyektif E. Metode Penelitian

F. Sistematika Penulisan Hukum BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Tanggung Jawab 2. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas 3. Tinjauan tentang Backdoor Listing 4. Tinjauan tentang Akuisisi

5. Tinjauan tentang Perlindungan Hukum

6. Tinjauan tentang Good Corporate Governance B. Kerangka Pemikiran

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini memuat substansi pembahasan dari identifikasi masalah yang dirumuskan guna menjawab isu hukum yang diteliti.

Pembahasan tersebut terdiri dari :

1. Prosedur Backdoor Listing yang Dilakukan oleh Perseroan Tertutup Terhadap Perseroan Terbuka di Indonesia.

2. Tanggung Jawab Perseroan dalam Pelaksanaan Backdoor Listing di Indonesia Kaitanya terhadap Pemenuhan Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas.

BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(15)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Tanggung Jawab

a. Pengertian Tanggung Jawab

Tanggung jawab menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya, berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawaban dan menanggung akibatnya. Menurut Ridwan Halim tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan, atau dapat diartikan secara umum sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berperilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada (Khairunnisa, 2008:4).

Purbacaraka (2010:37) berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak dan/atau melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan.

b. Tanggung Jawab Hukum dalam Hukum Publik dan Hukum Privat Berdasarkan ruang lingkup hukum, maka secara umum konsep tanggung jawab hukum dapat terbagi menjadi konsep tanggung jawab hukum dalam ranah hukum publik dan konsep tanggung jawab hukum dalam ranah hukum privat (Van Apeldoorn, 2000: 174). Tanggung jawab hukum dalam ranah hukum publik misalnya tanggung jawab administrasi negara dan tanggung jawab hukum pidana. Tanggung jawab dalam ranah hukum privat, yaitu tanggung jawab hukum dalam hukum perdata dapat

15

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan yang wajib ditempuh oleh mahasiswa S1 UNY program kependidikan karena orientasi utamanya adalah kependidikan. Dalam

Dan dari hasil sensitivitas yang dilakukan terhadap 8 kemungkinan perubahan produksi pada tingkat diskonto 15 persen, memperlihatkan bahwa industri pengolahan nanas secara

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak