• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Manajemen kualitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Manajemen kualitas"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan dan standar proses produksi, yang dimaksud barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Mutu suatu produk adalah suatu kondisi fisik, sifat, dan kegunaan suatu barang yang dapat memberikan kepuasaan konsumen secara fisik maupun psikologis, sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan (Prawirosentono, 2007).

Menurut Gaspersz (2005), berdasarkan definisi dari kualitas, baik yang konvensional maupun yang strategik pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok berikut:

1) Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan attraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu; dan

2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas di atas, tampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan (customer focused quality), dengan demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi (dihasilkan) dengan cara yang baik dan benar.

2.1.1 Manajemen kualitas

Menurut Gaspersz (2005), manajemen kualitas atau manajemen kualitas terpadu (Total Quality Management = TQM) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menenerus (continous performance

(2)

dari suatu organisasi dengan menggunakan semua sumberdaya manusia dan modal yang tersedia.

Manajemen kualitas sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas dan peningkatan kualitas (ISO 8402). Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (top management) dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi. Meskipun manajemen kualitas dapat didefinisikan dalam berbagai versi, namun pada dasarnya manajemen kualitas berfokus pada perbaikan terus-menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Manajemen kualitas berorientasi pada proses yang mengintegrasikan semua sumberdaya manusia, pemasok-pemasok dan para pelanggan, di lingkungan perusahaan. Hal ini berarti bahwa manajemen kualitas merupakan kemampuan atau kapasibilitas yang melekat pada sumberdaya manusia serta merupakan proses yang dapat dikontrol dan bukan suatu kebetulan belaka (Gaspersz, 2005).

2.1.2 Dimensi mutu produk

Menurut Prawirosentono (2004), sifat khas mutu suatu produk yang andal harus mempunyai dimensi karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen dengan melalui berbagai cara. Dimensi dan spesifikasi mutu produk dapat dibagi sebagai berikut:

1) Kinerja (Performance), kinerja suatu produk harus dicantumkan pada labelnya;

2) Keistimewaan (Types of Features), produk yang bermutu harus memepunyai keistimewaan khusus dibanding dengan produk lainnya;

3) Kepercayaan dan waktu, produk yang mempunyai kinerja yang konsisten baik dalam batas-batas perawatan normal;

4) Mudah dirawat dan diperbaiki, produk yang memenuhi kemudahan untuk diperbaiki atau dirawat. Dimensi ini memberikan citra tersendiri pada mutu produk tersebut;

5) Sifat khas (Sensory characteristic), mudah dikenal, wanginya, rasanya, bentuk dan suaranya;

(3)

6) Penampilan dan citra etis, presepsi konsumen atas suatu produk 2.1.3 Arti penting kualitas ikan

Kualitas ikan perlu dijaga mutunya, sehingga produk perikanan bisa menembus pasar lokal maupun ekspor. Selain itu, kualitas juga penting dalam menjamin keamanan mutu bagi konsumen. Menurut Nurani (2011), penerapan sistem manajemen mutu pada kegiatan usaha penangkapan ikan, mendesak untuk segera dilakukan, dalam upaya mewujudkan jaminan mutu dan keamanan produk-produk perikanan. Persyaratan mengenai jaminan mutu pangan dan keamanan hasil perikanan diatur melalui Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan RI nomor KEP. 01/MEN/2007. pada Kepmen tersebut telah tersirat dengan jelas persyaratan jaminan mutu dan keamanan pangan produk-produk perikanan, mulai dari proses produksi, pengolahan dan industri. Kegiatan perikanan bukanlah pada peningkatan pemanfaatan melainkan dari sisi kualitas lebih penting untuk diutamakan.

2.1.4 Kualitas ikan

Menurut Adawyah (2006), ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya dengan kata lain, ikan segar adalah:

1) Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan ikan maupun pengolahan lebih lanjut; dan

2) Ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap.

Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik, semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan menurunkan kesegarannya.

Faktor-faktor yang menentukan mutu ikan segar dipengaruhi antara lain: 1) Cara penangkapan ikan;

2) Pelabuhan perikanan;

3) Berbagai faktor lainnya, yaitu dimulai dari pelelangan, pengepakan, pengangkutan, dan pengolahan.

(4)

2.2 Parameter Kesegaran Ikan

Menurut Adawyah (2006), parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor fisika, sensoris/organoleptik/kimiawi, dan mikrobiologi. Kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik yaitu sebagai berikut:

1) Kenampakan luar

Ikan yang masih segar mempunyai kenampakan cerah dan tidak suram. Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba.

2) Lenturan daging ikan

Daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan segara akan kembali ke bentuk semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu disebabkan karena belum terputusnya pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan daging selnya banyak yang rusak, sehingga daging ikan kehilangan kelenturan.

3) Keadaaan mata

Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya.

4) Keadaan daging

Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar, berdaging kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik.

5) Keadaan insang dan sisik

Warna insang dikatakan indikator, apakah ikan masih segar atau tidak. Ikan yang masih segar berwarna coklat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran

(5)

darah terhenti, bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi merah gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan itu masih bagus.

2.3 Perubahan Mutu Ikan Segar

2.3.1 Perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati

Otot ikan hidup bersifat elastis dan kendur. Setelah tubuh ikan mulai kaku akibat kematian, seluruh badan ikan menjadi tidak elastis dan keras. Dimulainya proses tersebut bergantung pada suhu ikan, khususnya perbedaan antara suhu air dan suhu penyimpanan. Semakin besar perbedaan suhu air dan tempat penyimpanan, semakin cepat ikan kaku begitu pula sebaliknya.

2.3.2 Pembusukan oleh mikroba

Aktivitas mikroba merupakan penyebab utama kerusakan sebagian besar makanan hasil laut segar dan beberapa makanan hasil laut yang mengalami pengawetan kering. Mikroorganisme yang dikaitkan dengan produk-produk perikanan secara umum mencerminkan populasi mikroba dalam lingkungan akuatik ikan-ikan tersebut. Pada saat penangkapan otot ikan steril, tetapi telah terkontaminasi oleh bakteri-bakteri permukaan tubuh ikan dan bakteri-bakteri usus dan bakteri-bakteri yang berasal dari air, peralatan dan manusia selama penanganan dan pemprosesan. Mikroorganisme ditemukan di permukaan luar tubuh ikan (kulit dan insang) dan usus ikan yang hidup dan baru ditangkap. 2.3.3 Perubahan rasa

Rasa daging ikan berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan konsumen. Ikan laut segar hampir tidak mengeluarkan bau, karena hanya mengandung sedikit volatil. Setelah ditangkap ikan masih sama seperti karakteristik aslinya namun sedikitnya jumlah volatil tidak serta merta dapat dihubungkan dengan kesegaran ikan sebagaimana anggapan pelanggan.

2.3.4 Perubahan tekstur

Tekstur merupakan parameter yang penting dalam mengukur mutu makanan berbahan daging termasuk ikan. Pada umunya, ikan memiliki tekstur daging yang lebih lembut dari daging merah karena mengandung jaringan penghubung

(6)

(connective tissu) yang rendah dan jaringan silang (cross-linking) yang lebih rendah. Perubahan tekstur daging ikan terjadi terutama karena berubahnya jaringan penghubung oleh protease endogen.

2.3.5 Perubahan warna

Masalah lain yang berkenaan dengan mutu yang dihadapi oleh industri makanan hasil laut adalah perubahan warna produk perikanan. Warna merah pada kulit sebagian besar ikan memudar selama penyimpanan atau beku yang disebabkan oleh oksidasi pigmen carotenoid. Tingkat pudarnya warna kulit ikan bergantung pada ikan, ketersediaan oksigen, dan suhu ruang penyimpanan. Memudarnya warna carotenoid dapat terjadi karena:

1) Otot oksidasi ikatan ganda yang terkonjungsi;

2) Radikal bebas yang terlepas selama oksidasi lemak yang bergabung bersama

carotenoid untuk membentuk lemak hidroperoksida; dan

3) Aktivitas enzim.

2.4 Proses Kemunduran Ikan

Proses kemunduran mutu ikan dapat disebabkan dari berbagai faktor yaitu penanganan ikan yang tidak tepat setelah ikan ditangkap, bakteri pembusuk, suhu dan higienitas. Penanganan ikan di Indonesia hanya diberi es untuk memperlambat proses kemunduran mutu ikan. Secara kronologis, pembusukan ikan berjalan melalui empat tahapan sebagai berikut (Murniyati dan Sunarman 2000): 1) Hiperaemia

Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik, kimia, biokimia, dan mikrobiologi terjadi dengan cepat. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah pada pembusukan. Lendir ikan terlepas dari kelenjar-kelenjarnya di dalam kulit, membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan.

2) Rigor mortis

Ikan memasuki tahap rigor mortis ditandai dengan mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Rigor mortis pada ikan mulai terjadi pada bagian ekor dan terus merambat ke bagian kepala. Lama tidaknya masa rigor mortis tergantung pada beberapa faktor, yaitu (Murniyati dan Sunarman 2000):

(7)

(1) Suhu lingkungan

Suhu lingkungan yang rendah akan memperpanjang masa rigor mortis yang berarti dapat memperpanjang tingkat kesegaran ikan, sehingga pascapanen ikan harus menerapkan prinsip rantai dingin.

(2) Cara ikan mati

Ikan yang mati dengan cara dibunuh langsung, segera setelah ditangkap akan mempunyai masa rigor yang lebih lama. Hal ini berkaitan dengan kandungan glikogen yang ada pada tubuh ikan, apabila mati dalam keadaan stres maka kandungan glikogennya akan cepat habis.

(3) Kandungan glikogen setelah ikan mati

Kandungan glikogen yang ada pada ikan setelah mati dapat menunjukkan lamanya proses rigor mortis jika kandungan glikogen dalam tubuh ikan semakin lama habis, maka masa rigor akan semakin lama. Ikan yang bergerak cepat banyak mengeluarkan tenaga sebelum mati sehingga akan menurunkan kandungan glikogen dalam daging. Hal ini menyebabkan fase rigor mortis akan cepat datang dan waktunya lebih singkat. Ikan yang mengalami stress sebelum mati maka datangnya rigor akan lebih awal dan perkembangannya lebih cepat dibandingkan yang tidak mengalami stress.

3) Autolisis

Autolisis adalah proses penguraian protein dan lemak oleh enzim (protease dan lipase) yang terdapat di dalam daging ikan. Daging ikan yang terdiri atas protein menyebabkan proses autolisis dapat juga disebut proteolisis. Autolisis berperan dalam bermacam-macam tingkat pembusukan secara keseluruhan dan sebagai media pertumbuhan bakteri (FAO 1995a). Proses penguraian jaringan secara enzimatis (autolisis) berjalan dengan sendirinya setelah ikan mati dengan mekanisme yang kompleks. Beberapa enzim yang berperan dalam proses ini, antara lain: katepsin (dalam daging), enzim tripsin, kemotripsin, dan pepsin (dalam organ pencernaan) serta enzim dari mikroorganisme yang ada pada tubuh ikan.

4) Pembusukan oleh bakteri

Tahapan pembusukan oleh bakteri ditandai oleh jumlah bakteri yang sudah cukup tinggi akibat perkembangbiakan yang terjadi pada fase-fae sebelumnya.

(8)

Bakteri merusak ikan lebih parah daripada kerusakan yang diakibatkan oleh enzim. Sejumlah bakteri bersarang pada permukaan tubuh, insang dan di dalam perutnya. Bakteri itu secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif setelah selesainya rigor mortis yaitu setelah daging menjadi lunak dan celah-celah seratnya terisi cairan.

2.5 Tenggiri

Tenggiri termasuk ikan pelagis yang hidup di permukaan laut. Salah satu dari sifat ikan pelagis besar ini adalah suka bergerombol sehingga penyebarannya pada suatu perairan tidak merata. Pada umumnya densitas (ton/km2) ikan pelagis di perairan yang lebih dangkal atau dekat dengan permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan densitas dilaut yang lebih dalam kecuali di daerah upwelling yang merupakan daerah yang subur akibat pengangkatan zat hara ke permukaan. Kelimpahan stok ikan, yaitu banyaknya ikan di suatu perairan sangat dipengaruhi terutama oleh habitat, struktur komunitas, dan tingkat pengusahaannya (Martosubroto et al, 1991) diacu dalam Mutakin (2001).

Menurut Saanin (1984) taksonomi ikan tenggiri diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Scombridae Famili : Scombridae

Sub famili : Scombrinae Genus : Scomberomorus

(9)

Gambar 1 Ikan tenggiri (Scomberomorus sp)

Ikan tenggiri banyak hidup di perairan pelagis. Menurut Nybaken (1992) vide Mutakin (2001), seluruh daerah terbuka merupakan daerah pelagis. Organisme pelagis adalah organisme yang hidup di lautan terbuka yang lepas dari dasar laut. Kawasan pelagis dapat dibagi menjadi dua zona, yakni zona neuritik mencakup masa air yang terletak di atas paparan benua dan zona oseanik mencakup perairan terbuka. Kedalaman zona neuritik dapat mencapai 100 – 150 meter, yaitu zona yang ditembus sinar matahari disebut dengan zona epipelagis. Ada dua jenis ikan yang hidup di kawasan pelagis, yakni ikan holopelagis dan ikan mezopelagis. Ikan holopelagis adalah ikan yang menghabiskan seluruh hidupnya di daerah epipelagis, seperti jenis cucut, tuna, tembang, tenggiri dan lemuru. Ikan mezopelagis adalah ikan yang berada di meropelagis yang menghabiskan sebagian hidupnya di kawasan epipelagis, seperti dolpin dan kacangan.

Ikan tenggiri menyebar luas, baik diperairan pantai (inshore) ataupun perairan lepas pantai (offshore). Tenggiri yang masih kecil sering tertangkap dengan trawl ataupun dengan jermal atau dengan penangkap pantai lainnya. Ukuran ikan yang besar banyak tertangkap dengan gillnet, pancing dan rawai di daerah lepas pantai. Penyebaran ikan tenggiri sangat luas, meliputi seluruh perairan Indonesia, peraiaran indo-Pasifik, Teluk Siam, Laut Cina Selatan. Lebih ke selatan sampai perairan panas Australia, ke barat sampai Afrika Timur dan ke utara sampai Jepang (Ditjen. Perikanan, 1990). Daerah penyebaran ikan tenggiri di Indonesia dapat di lihat pada Tabel 1.

(10)

Tabel 1 Daerah penyebaran ikan tenggiri (Scomberomorus sp.)

Perairan Daerah Penyebaran Daerah Penangkapan Utama Sumatera Seluruh

Perairan

- Perairan Aceh bagian utara, timur Sumatera Utara, sekitar Bengkalis

- Perairan Bangka Belitung

- Pantai Barat Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Lampung

Jawa dan Nusa Tenggara

Seluruh perairan Seluruh Pantai Utara Jawa dan Madura, Selatan Jawa Tengah, Selatan Bali, sebelah Utara Lombok, Sumbawa dan Utara Flores

Pantai Utara Timor Bagian Barat Kalimantan dan

Sulawesi

Seluruh perairan - Hampir semua Pantai Barat dan Selatan Kalimantan

- Perairan Teluk Palu, Sulawesi Bagian Selatan - Sebagian Perairan Sulawesi Utara dan perairan

sekitar pantai Maluku dan

Papua

Seluruh perairan - Sebagian Pantai Barat Halmahera - Perairan Selatan Pulau Seram

- Hampir semua Perairan Pantai Barat Pulau Papua sampai sekitar daerah Kepala Burung Sumber : Martosubroto et al, 1991

2.6 Unit Penangkapan Ikan 2.6.1 Alat tangkap jaring insang

Menurut Martasuganda (2002) jaring insang (gillnet) adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring berbentuk empat persegi panjang dimana ukuran mata jaring (mesh size) sama. Jumlah mata jaring ke arah horizontal (mesh length/ML) jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring ke arah vertikal (mesh depth/MD). Menurut Ramdhan (2008), alat tangkap gillnet yang dipakai nelayan Karangsong untuk menangkap ikan adalah gillnet millenium. Gillnet

millenium adalah modifikasi dari jaring insang yang ada pada umumnya, hal ini

dapat dilihat dari kontruksi alat tangkap yang mengalami perkembangan pada jaring polyamide monofilament dengan serat pilihan 8-12 ply.

2.6.2 Nelayan dan kapal gillnet

Berdasarkan kepemilikan alat tangkap dan kapal, maka nelayan dibedakan atas nelayan pemilik (juragan) dan nelayan buruh. Berdasarkan waktu kerjanya nelayan dibedakan atas nelayan penuh dan nelayan sambilan. Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk operasi penangkapan sedangkan nelayan sambilan adalah nelayan yang sebagian waktunya digunakan untuk operasi penangkapan ikan (Ayodhyoa, 1981). Kapal gillnet termasuk ke dalam kelompok kapal ikan dengan metode pengoperasian statik gear, sehingga

(11)

kecepatan bukanlah suatu faktor yang penting karena alat tangkap ini bekerja secara statis melainkan stabilitas kapal yang lebih tinggi diperlukan agar saat pengoperasian alat tangkap dapat berjalan dengan baik (Rahman, 2005).

2.6.3 Kegiatan penangkapan ikan

Kegiatan penangkapan ikan bagi nelayan Karangsong mengalami beberapa kendala diantaranya faktor permodalan, musim tangkapan, daerah penangkapan nelayan dan jenis armada yang digunakan. Terkait dalam hal permodalan, masyarakat nelayan Karangsong sebagian besar bekerjasama dengan pihak pemilik modal (juragan), hal ini dilakukan oleh sebagian besar nelayan pencari ikan disebabkan adanya keterbatasan modal, baik permodalan yang bersumber untuk keperluan logistik pelayaran maupun modal untuk memiliki sarana alat tangkap karena mahalnya harga sarana alat tangkapnya. Kerjasama permodalan dalam kegiatan penangkapan ikan antara nelayan pencari ikan dan pemilik modal membuat ketidakberdayaan sebagian nelayan Karangsong, karena dalam sistem bagi hasil pendapatan yang berlangsung cenderung merugikan bagi pihak nelayan. Beberapa kendala lainya (musim tangkapan dan jenis armada alat yang digunakan) juga dapat berpengaruh pada hasil pendapatan nelayan Karangsong (Omat, 2008).

2.7 Kualitas Hasil Tangkapan

Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar, sehingga disukai oleh konsumen. Penanganan dan sanitasi yang baik sangat diperlukan untuk tetap menjaga kesegaran ikan, makin lama berada di udara terbuka maka makin menurun kesegarannya. Kesegaran ikan merupakan tolak ukur ikan itu baik atau jelek. Ikan dikatakan segar apabila perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologik, dan fisikawi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan.

Menurut Hadiyiwoto (1993) ikan digolongkan menjadi empat kelas mutu yaitu: 1) Prima (kesegaran ikan masih baik sekali)

2) Advanced (kesegaran ikan masih baik)

3) Sedang (kesegaran ikan sudah mulai mundur)

(12)

Tabel 2 Spesifikasi ikan segar

No Spesifikasi Nilai

1 Mata

Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih. 9

Cerah, bola mata rata, kornea jernih. 8

Agak keruh, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh. 7 Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh. 6 Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh. 5 Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh. 3

Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning. 1

2 Insang

Warna merah cemerlang, tanpa lendir. 9

Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir. 8

Warna merah agak kusam, tanpa lendir. 7

Merah agak kusam, sedikit lendir. 6

Mulai ada diskolorasi, merah kecoklatan, sedikit lendir, tanpa lendir. 5

Warna coklat merah, lendir tebal. 3

Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal. 1

3 Lendir permukaan badan

Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah. 9 Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna. 8 Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan. 7 Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan. 6 Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna menjadi putih, keruh. 5 Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kuning. 3 Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan. 1

4 Daging (warna daging dan kenampakan)

Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut dan daging utuh.

9 Sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang

tulang belakang, dinding perut utuh.

8 Sayatan daging kurang sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh.

7 Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan sepanjang tulang

belakang, dinding perut agak lunak.

5 Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang

belakang, dinding perut lunak.

3 Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali sepanjang tulang

belakang, dinding perut sangat lunak.

1

5 Bau

Bau sangat segar, spesifik jenis. 9

Segar, spesifik jenis. 8

Netral 7

Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam. 5

Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk. 3

Bau busuk jelas 1

6 Tekstur

Padat, elastik bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang.

(13)

No Spesifikasi Nilai Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari

tulang belakang.

8 Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging

dari tulang belakang.

7 Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah

menyobek daging dari tulang belakang.

5 Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah menyobek daging dari

tulang belakang.

3 Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, mudah sekali

menyobek daging dari tulang belakang.

1

Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2006

Menurut SNI 01-2729-1992 kesegaran ikan berdasarkan nilai organoleptik digolongkan dalam tiga kategori yaitu segar, agak segar dan tidak segar. Ikan dikatakan segar apabila mempunyai nilai organoleptik 7 sampai 9, untuk ikan kurang segar mempunyai nilai organoleptik antara 4 sampai 6 sedangkan ikan tidak segar mempunyai nilai organoleptik antara 1 sampai 3.

2.8 Teknik Pengawasan Kualitas Secara Statistik

Nasution (2004) mengatakan bahwa tujuan pengawasan kualitas secara statistik adalah untuk menunjukkan tingkat reabilitas sampel dan bagaimana cara mengawasi resiko. Pengawasan kualitas secara statistik mengandung dua penggunaan umum yaitu:

1) Untuk mengawasi pelaksanaan kerja sebagai operasi-operasi individual selama pekerjaan sedang berlangsung; dan

2) Untuk memutuskan apakah diterima atau ditolak sejumlah produk yang telah diproduksi.

2.8.1 Peta kendali p

Peta kendali p digunakan untuk mengetahui proporsi cacat atau ketidaksesuaian dalam suatu proses. Menurut Nasution (2004), batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) ditentukan besarnya atau letaknya dengan menggunakan kualitas dengan kontrol proporsi p. Peta kendali p akan membantu mengetahui apakah suatu proses masih dalam batas kendali atau tidak. Prawirosentono (2004), menyebutkan bahwa peta ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel hasil observasi termasuk daerah yang diterima (accepted area) atau daerah yang ditolak (rerjected area).

(14)

2.8.2 Diagram pareto

Nasution (2004) menyatakan diagram pareto digunakan untuk membandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar disebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji untuk mengetahui masalah utama dalam sebuah proses. Diagram pareto tersebut suatu kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab pada suatu ketika.

Kegunaan diagram pareto adalah sebagai berikut:

1) Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani;

2) Diagram pareto dapat membantu atau memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan;

3) Menunjukkan hasil upaya perbaikan setelah dilakukan tindakan korektif berdasarkan prioritas;

4) Menyusun data menjadi informasi yang lebih berguna. 2.8.3 Diagram sebab akibat

Menurut Nasution (2004), diagram sebab akibat adalah suatu pendekatan terstuktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang terjadi. Adapun langkah-langkah penggunaan diagram sebab akibat adalah sebagai berikut:

1) Menggambarkan diagram sebab akibat;

2) Tetapkan penyebab-penyebab pada cabang yang sesuai; 3) Bertanya mengapa pada setiap penyebab yang mungkin; 4) Menginterpretasikan diagram sebab akibat tersebut;

5) Menetapkan hasil-hasil dengan mengembangkan dan mengimplemantasikan tindakan korektif yang efektif serta monitor hasil-hasil setelah dilakukan tindakan korektif guna menjamin bahwa masalah yang dihadapi telah dapat diselesaikan.

Gambar

Gambar 1  Ikan tenggiri (Scomberomorus sp)
Tabel 1 Daerah penyebaran ikan tenggiri (Scomberomorus sp.)
Tabel 2  Spesifikasi ikan segar

Referensi

Dokumen terkait

Keseluruhan atlet binaan merupakan sumber untuk mendapatkan informasi dan data dalam menganalisis faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik seperti: kompetensi atlet, pemenuhan

Apabila mengamati perubahan tingkat miskonsepsi pada tiap soal, soal nomor 5 dengan sumber miskonsepsi pada konsep perpindahan panas dan perpindahan suhu mengalami

Perjanjian tersebut harus memasukkan isi dari Memorandum of Understanding dengan demikian ia mempunyai kekuatan mengikat”.103 Ciri-ciri Memorandum of understanding adalah

Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kinerja Pohon Klasifikasi C5.0 pada data hasil tes HIV STHP-06 tanpa dan dengan dilakukan penanganan terhadap kelas data

menunjukkan bahwa sumber informasi yang paling banyak digunakan responden yang memiliki perilaku baik mengenai perawatan organ reproduksi adalah orang tua sejumlah

[r]

Metode pengumpulan data yang digunakan selama penelitian yaitu wawancara dengan kuisioner (Wawancara bertujuan untuk mendapatkan informasi dengan cara melakukan tanya