• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI BACTERIAL KEY SPECIES PADA HUTAN SEKUNDER DAN LAHAN BEKAS TERBAKAR: SEBAGAI UPAYA PENENTUAN BARKODE DNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETEKSI BACTERIAL KEY SPECIES PADA HUTAN SEKUNDER DAN LAHAN BEKAS TERBAKAR: SEBAGAI UPAYA PENENTUAN BARKODE DNA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 DETEKSI BACTERIAL KEY SPECIES PADA

HUTAN SEKUNDER DAN LAHAN BEKAS TERBAKAR:

SEBAGAI UPAYA PENENTUAN BARKODE DNA Putri Kristina Zebua1), Dr. rer. nat. Delita Zul, M.Si2)

1)Mahasiswa Program Studi S1 Biologi

2)Dosen Mikrobiologi Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Bina Widya, Pekanbaru, 28293, Indonesia

[email protected]

ABSTRACT

Peatlands are the result of the decomposition of organic matter under anaerobic conditions that naturally accumulated over hundreds of years. A massive conversion of land function can lead to peatland degradation which has an impact on the degradation of the peatland quality. Currently, more sensitive indicators are needed to detect the initial disturbance of peatland degradation. This study aimed to determine the bacterial key species (BKS) in secondary forest areas and burnt areas which can then be used as DNA barcodes to monitor the quality of peatlands. DNA barcodes were obtained by determining BKS with the criteria of finding BKS that were only found in secondary forest and not found in locations that had been converted. This study used 16S rRNA gene sequence data generated from sequencing with the next generation sequencing (NGS) method. This research method included processing FastQ into fasta format using the Galaxy program, construction of phylogenetic trees using the MEGA program version 6.06, determining BKS candidates based on phylogenetic tree construction, selection of BKS candidates using BLASTn analysis: Align Two or More Sequence, alignment and editing of candidate DNAbarcode determination, primer design and in silico PCR analysis using the FastPCR application. The results of this study showed that 3 BKS were successfully detected which were only found in secondary forest locations but not found on burnt land (BKS_SLT). There are 2 candidates for the DNA barcode on BKS_SLT, namely the BKS_SLT2 barcode with 6 primers and the BKS_SLT3 barcode with 8 primers. The primers chosen were primers that had been tested for their sensitivity through in silico PCR.

Keywords: Bacterial key species, DNA barcodes, in silico PCR, Next generation sequencing, Peatland monitoring

ABSTRAK

Lahan gambut merupakan hasil penguraian bahan organik dalam keadaan anaerob yang terakumulasi dalam jangka waktu ratusan tahun secara alami. Maraknya alih fungsi lahan dapat menyebabkan degradasi lahan gambut yang berdampak terhadap penurunan kualitas lahan gambut. Saat ini, diperlukan indikator yang lebih sensitif untuk mendeteksi gangguan awal kerusakan lahan gambut.

(2)

2 Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bacterial key species (BKS)pada areal hutan sekunder dan lahan bekas terbakar yang kemudian dapat digunakan sebagai barkode DNA untuk memonitoring kualitas lahan gambut. Barkode DNA didapat melalui penentuan BKS dengan kriteria menemukan BKS yang hanya terdapat pada hutan sekunder serta tidak ditemui pada lokasi yang telah dialih fungsi.

Penelitian ini menggunakan data sekuen gen 16S rRNA hasil sekuensing dengan metode next generation sequencing (NGS). Metode penelitian ini meliputi:

pengelolahan FastQ menjadi fasta format menggunakan program Galaxy, konstruksi pohon filogenetik menggunakan program MEGA versi 6.06, penentuan kandidat BKS berdasarkan konstruksi pohon filogenetik, seleksi kandidat BKS menggunakan analisis BLASTn: Align Two or More Sequence, pensejajaran dan editing penentuan kandidat barkode DNA, desain primer dan analisis PCR in silico menggunakan aplikasi FastPCR. Hasil penelitian ini menunjukan berhasil dideteksi 3 BKS yang hanya terdapat di lokasi hutan sekunder tetapi tidak ditemui pada lahan bekas terbakar (BKS_SLT). Terdapat 2 kandidat barkode DNA pada BKS_SLT yaitu pada barkode BKS_SLT2 dengan 6 primer dan barkode BKS_SLT3 dengan 8 primer. Primer yang dipilih yaitu primer yang telah diuji sensifitasnya melalui PCR in silico.

Kata Kunci: Bacterial key species, Barkode DNA, Next generation sequencing, PCR in silico, Monitoring lahan gambut

PENDAHULUAN

Provinsi Riau memiliki luas lahan gambut sekitar 4,1 juta ha, namun 1,83 juta ha sudah dialih fungsi menjadi areal perkebunan, hutan tanaman industri, dan pemukiman (Gaveau et al. 2013). Alih fungsi lahan ini dapat menyebabkan penurunan kualitas lahan gambut (Hooijer 2005). Kualitas lahan gambut dapat ditentukan secara fisika, kimia dan biologi (Douglas 1996). Monitoring secara kimia dapat dilakukan dengan menghitung kadar C-total, N-total, K-total organik, dan nilai pH (keasaman tanah), sedangkan secara fisika dilakukan dengan mengukur subsidensi, tinggi muka air tanah, dan kedalaman gambut (Nusantara et al. 2018). Penilaian kualitas lahan gambut secara biologi dapat dilakukan dengan menghitung aktivitas dan biomassa mikroba (Zul et al. 2013). Selain melalui pendekatan di atas, monitoring kualitas lahan gambut dapat dilakukan secara molekuler dengan penentuan barkode DNA (Ferri et al. 2009).

Teknik barkoding DNA merupakan kemajuan teknologi yang dikembangkan untuk menganalisis dan mengidentifikasi keanekaragaman hayati secara genetik menggunakan potongan DNA pendek (Kress dan Erickson 2008).

Teknik ini dirancang untuk mendapatkan hasil identifikasi yang cepat dan akurat berdasarkan urutan basa nitrogen dari potongan DNA pendek untuk menemukan bagian yang conserve, sehingga dapat digunakan sebagai barkode DNA yaitu penciri setiap spesies (Hebert et al. 2003).Penanda yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri yaitu gen 16S rRNA (Chaudhary dan Dahas 2017).Gen 16S rRNA adalah gen yang bersifat lestari (conserved) dan dapat dijumpai padasetiap organisme. Struktur yang lestari ini menyebabkan gen 16S rRNA dapat digunakan dalam PCR dan analisis sekuensing (Rinanda 2011).

(3)

3 Penggunaan teknik barkoding DNA dapat mempermudah proses identifikasi spesies (Bergsten et al. 2012).Identifikasi bacterial key species (BKS) sangat penting dilakukan kerena BKSadalah jenis mikroba yang memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap fungsi ekologi. Jika BKShilang, maka dapat menyebakan perubahan pada struktur dan fungsi mikrobioma (Benerjee et al.

2018).Tingkat kelimpahan BKS yang rendah menyebabkan BKS rentan terhadap perubahan ekosistem (Trosvik dan Muinck 2015). Perubahan penggunaan lahan dapat mengubah struktur dan keanekaragaman mikroba dalam ekosistem teresterial (Ramdan 2017).

Tes berbasis PCR untuk mendeteksi DNA target selain menggunakan PCR in vitro juga dapat dilakukan dengan PCR in silico (Agren et al. 2013).PCR in silico (PCR digital, PCR virtual, PCR elektronik, e-PCR) mengacu pada alat komputasi yang digunakan untuk menghitung hasil reaksi berantai polimerase teoritis menggunakan satu set primer untuk memperkuat urutan DNA dari genom atau transkriptom yang diurutkan (San et al. 2013). Keberadaan PCR in silico dapat memprediksi, memberi hipotesis, menemukan sesuatu yang baru dan meningkatkan kemajuan dibidang teknologi (Hardjono 2013). Desain Primer untuk mengamplifikasi suatu sekuen target dapat dilakukan secara in silico menggunakan data dalam jumlah besar serta dapat memperkirakan resolusi berkode DNA yang dihasilkan (Valentine et al. 2009).

Oleh karena itu, pada penelitian ini perlu dilakukan deteksi BKS untuk menentukan barkode DNA yang berguna sebagai indikator monitoring kualitas lahan gambut.

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2020 sampai dengan bulan Februari 2021 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop, situs web https://usegalaxy.eu/, aplikasi program MEGA (Moleculer Evolutionary Genetics Analysis) versi 6.06, program BLASTn: AlignTwo or More Sequence yang diakses secara gratis melalui https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi, dan aplikasi program FastPCR versi 6.7.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekuen gen 16S rRNA yang diperoleh dari hasil sekuensing dengan metode NGS. Sekuensing tersebut dilakukan di PT. Genetika Science Indonesia, Jakarta Barat dilakukan dengan mengirimkan sampel tanah. Data sekuen tersebut berasal dari amplifikasi DNA tanah yang disampling darilokasi Hutan Sekunder (HS) dan Lahan Bekas Terbakar (LBT) yang berada di Cagar Alam Biosfer Giam Siak Kecil, Bukit Batu (GSK-BB). Data yang diperoleh berupa raw data dalam bentuk FastQ.

(4)

4 Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang akan diterapkan terlihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1.Desain Penelitian Prosedur Kerja

Pengolahan FastQ menjadi Fasta Format

Pengolahan raw data (FastQ) menjadi bentuk fasta format dapat menggunakan software galaxy europe yang dapat diakses pada https://usegalaxy.eu/ secara gratis (Blankenberg et al. 2010).

Pertama akun galaxy dibuat melalui melalui situs https://usegalaxy.eu, kemudian history dibuat dengan klik “gear icon” pada bagian atas panel history.

Selanjutnya opsi “create new” pada menu dipilih dan diberi nama pada history yang baru. Data yang akan dianalisis dimasukkan pada menu about this history dengan klik tanda (+) di bagian kanan atas, kemudian import history dengan klik ikon ‘checkmark’ di atas panel history untuk merapikan data. File FastQ dipilih kemudian klik “for all selected”, selanjutnya klik “Build List of Dataset”.

Parameter diubah untuk menentukan pasangan data dari sekuen forward (_R1) dan reverse (_R2) kemudian tiap nama pasangan dari url zenodo diubah dibagian terakhirnya. Make.contigs digunakan untuk menggabungkan forward dan reverse read menjadi contigs. Parameter yang digunakan diubah menjadi: “Way to provide file” ->Multiple pairs-Combo mode dan “FastQ pairs” -> list data yang baru saja dibuat. Setelah dilakukan make.contigs, maka hasil megadata akan ditampilkan berupa sekuen fasta (Afgan et al. 2018)

(5)

5 Konstruksi Pohon Filogenetik menggunakan Program MEGA

Urutan sekuen yang sudah dirapikan melalui notepadkemudian dianalisis menggunakan aplikasi program MEGA (Moleculer Evolutionary Genetics Analysis) versi 6.06 untuk melakukan pensejajaran serta memperoleh pohon filogenetik (Abdullah et al. 2019). Pohon filogenetik yang dibuat merupakan gabungan sekuen dari lokasi hutan sekunder dan lahan bekas terbakar. Pertama program MEGA dibuka kemudian data dimasukkan dengan klik ‘File’ lalu

‘Convert File Format to MEGA’ kemudian data dimasukkan pada kotak ‘Data file to convert’ pada lambang folder dengan format fasta lalu klik ‘OK’ kemudian file diberi nama dan disimpan dengan klik ‘save as’kemudian klik ‘save’.

Selanjutnya pada menu utama klik ‘Align’ lalu klik ‘Create a new alignment’

kemudian klik ‘Ok’ lalu akan muncul pertanyaan ‘Are you building a DNA or Protein sequence alignment?’ kemudian dijawab klik ‘DNA’. Selanjutnya klik

‘Edit’ kemudian data sekuen dalam format **txt dimasukkan dengan klik ‘Insert Sequence From File’ (Roslim et al. 2017).

Data sekuen yang sudah dimasukkan, kemudian disejajarkan dengan ClustalW. Pada jendela ‘M6: Alignment Explorer’ klik ‘Alignment’ kemudian klik

‘Align by ClustalW’ lalu klik ‘Ok’ selanjutnya muncul hasil pensejajaran. Untuk menyimpannya klik ‘Data’ lalu klik ‘Save Session’selanjutnya diberi nama dengan format file **.mas lalu klik ‘Save’. Pada menu utama klik ‘Phylogeny’

kemudian klik ‘Construct/Test Neighbor-joining Tree’ lalu pada jendela ‘M6:

Analysis Preferences’ parameter diisi kemudian klik ‘Compute’ selanjutnya untuk menyimpan pohon filogenetik klik ‘Image’ lalu klik ‘Copy to Clipboard’dan salin pada ms word atau power pointlalu klik ‘Save’ (Roslim et al. 2017).

Penentuan Kandidat BKS Berdasarkan Pohon Filogenetik

Proses penentuan kandidat BKS ditentukan berdasarkan kriteria yaitu hanya ada di hutan sekunder tetapi tidak terdapat di lahan bekas terbakar. Untuk menentukan BKSdilihat berdasarkan posisi pengelompokan yang sama antar sekuen. Kandidat bakteri kunci yang dimaksud yaitu sekuen yang tidak berada dalam satu kelompokyang sama antara hutan sekunder dengan hutan yang sudah dialih fungsi seperti lahan bekas terbakar. Setelah diseleksi kemudian didapatkan beberapa kandidat BKS yang akan diseleksi kembali menggunakan analisis BLASTn: align two or more sequence.

Seleksi Kandidat BKS Menggunakan Analisis BLASTn: Align Two or More Sequence

Analisis BLASTn: Align Two or More Sequence dapat diakses melalui situs https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgisecara gratis(Tindi et al. 2017).

Sekuen yang sudah terpilih sebagai kandidat BKS, selanjutnya diseleksi menggunakan analisis BLASTn: Align Two or More Sequencedengan memasukan sekuen kedalam kolom yang tersedia, selanjutnya klik BLASTn untuk memulai proses pencarian. Analisis ini bertujuan untuk menseleksi kembali beberapa kandidat BKS, sehingga sekuen yang memiliki rentang persentasi identiti 97- 100% dapat dijadikan satu kelompok kandidat BKS. Untuk sekuen yang tidak mencapai nilai identiti tersebut harus tereliminasi sebagai kandidat BKS.

(6)

6 Pensejajaran dan Editing untuk Menentukan Kandidat Barkode DNA

Beberapa sekuen yang terdapat dalam satu kelompok yang dihasilkan dari analisis BLASTn kemudian dilakukan pensejajaran dan editing. Pensejajaran kandidat BKS bertujuan untuk memeriksa kualitas basa dan dipastikan tidak ada sekuen yang salah dalam satu kelompok kandidat BKS. Untuk mencari sebuah barkode dari suatu spesies dibutuhkan lebih dari satu sekuen yang sejenis, oleh karena itu diperlukan proses penjajaran dan editing sekuen, yaitu proses yang dilakukan untuk membuat panjang antar sekuen menjadi sama, awal dan akhir sekuen harus sejajar, tujuannya untuk memperoleh sekuen konsensus. Kedua proses ini dilakukan untuk membuat persamaan antar sekuen, selain itu pensejajaran dibuat berdasarkan sekuen yang paling sering muncul dari tiap-tiap sekuen kandidat BKS. Untuk melakukan proses ini kita membutuhkan aplikasi MEGA versi 6.06 kembali, prosesnya hampir sama dengan pembuatan pohon filogenetik tapi hanya dilakukan sampai tahap ClustalW kemudian buang bagian yang terdapat gap.

Desain Primer

Desain primer dilakukan menggunakan aplikasi FastPCR yang dapat diunduh melaluihttp://primerdigital.com/fastpcr.html. Langkah pertama untuk desain primer yaitu sekuen kandidat BKS dimasukkan ke dalam “general sequence”, lalu klik “PCR primer design” selanjutnya klik “start” untuk memulai.

Hasil desain primer akan muncul pada laman “PCR primers design result”. Hasil desain primer disimpan dengan klik menu “file” kemudian klik “save as” lalu pilih “ok” (Kalendar et al. 2017).

Analisis PCR in silico

Analisis PCR in silico berguna untuk menguji sensifitas primer yang sudah didesain. Untuk melakukan pengujian ini kita dapat menggunakan aplikasi FastPCR kembali. Langkah pertama klik “in silico PCR” kemudian kandidat primer yang sudah didesain dimasukkan kedalam bagian “additional sequences or pre-designed primers (probe) list”, selanjutnya sekuen DNA yang akan diuji dipilih, pada penelitian ini sekuen DNA yang diuji yaitu sekuen kandidat barkode DNA sebagai sekuen target dan sekuen pada lokasi lahan bekas terbakar sebagai sekuen bukan target, kemudian sekuen yang sudah dipilih dimasukan kedalam bagian “general sequence” selanjutnya klik “start” dan hasil akan muncul pada laman “in silico PCR report” (Kalendar et al. 2017). Jika primer berhasil hanya menempel pada sekuen target saja dan tidak menempel pada sekuen bukan target berarti kandidat primer dan kandidat barkode dapat digunakan sebagai barkode DNA. Hal ini ditandai berupa hasil positif yaitu terjadi proses penempelan dan hasil negatif tidak terjadi proses penempelan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Informasi Jumlah Sekuen Gen 16S rRNA dari Setiap Lokasi

Pada penelitian ini bahan yang digunakan berupa sekuen gen 16S rRNA yang diperoleh melalui sekuensing dengan metode NGS. Sekuen tersebut berasal dari DNA yang telah diisolasi dari sampel tanah yang berasal dari hutan sekunder

(7)

7 dan lahan bekas terbakar yang berada di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Bukit Batu (GSK-BB). Jumlah sekuen yang diperoleh disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah sekuen setiap lokasi

Lokasi Jumlah sekuen Rata-rata

panjang basa (bp)

Hutan Sekunder 2013 406

Lahan Bekas Terbakar 1952 422

Dari data sekuen tersebut diketahui bahwa jumlah sekuen pada lokasi hutan sekunder lebih banyak dari pada areal lahan bekas terbakar. Hal ini membuktikan bahwa nutrisi tanah berpengaruh terhadap populasi dan komunitas mikroba dalam suatu lahan. Populasi mikroorganismetanah yang tinggi menggambarkan adanya suplaimakanan atau energi yang cukup serta temperatur yang sesuai, ketersediaan airyang cukup, dan kondisi ekologi lain yangmenyokongperkembangan mikroorganisme padatanah tersebut (Mukrin et al. 2019).

Jumlah sekuen hasil sekuensing dengan metode NGS lebih banyak dibandingkan dengan sekuensing metode Sanger. Filosofi dasar pembentukan mesinNGS diadaptasi dari metode sekuensingshotgun (Venteret al. 2003;

Shendureet al. 2004). Panjang bacaan sekuenDNA yang dihasilkan mesin NGS jauh lebih pendekdibandingkan dengan mesin sekuensing metode Sanger. NGS menghasilkan panjang sekuen DNA antara 50500 bp (Tasma 2015).

Dibandingkan dengan metodesekuensing lainnya, teknologi NGS menghasilkan data sekuen yang jauh lebih banyak dalam sekalimenjalankan alat. Dengan demikian, alat ini dikenaldenganhigh throughput sequencing platforms (Ansorge2009).

Hasil Konstruksi Pohon Filogenetik

Pada penelitian ini dibangun pohon filogenetik yang merupakan gabungan sekuen gen 16S rRNA dari lokasi hutan sekunder dan lahan bekas terbakar dengan jumlah 3965 sekuen. Pohon filogenetik ini tidak ditampilkan, karena banyaknya sekuen yang digunakan untuk membangun pohon filogenetik tersebut. Pohon filogenetik dianalisis untuk menentukan BKS. Analisis ini dilakukan dengan melihat topografi pohon filogenetik dan memilih sekuen yang tidak berada dalam satu kelompokdengan sekuen yang berasal dari lahan bekas terbakar. Artinya hanya dipilih BKS yang terdapat di hutan sekunder saja, serta tidak ditemui di areal yang telah dialih fungsi.

Berdasarkan hasil seleksi melalui konstruksi pohon filogenetik tersebut didapatkan beberapa kandidat BKS. Hasil analisis menunjukan 19 BKS yang hanya terdapat di hutan sekunder tetapi tidak ditemui pada lahan bekas terbakar.

Konstruksi pohon filogenetik berguna untuk melihat kekerabatan antar sekuen serta memudahkan menemukan kandidat BKS.

Pembuktian bahwa kandidat BKS yang telah berhasil dideteksi memang benar hanya ditemukan pada hutan sekunder, dibuktikan melalui pohon filogenetik yang dibangun kembali menggunakan seluruh sekuen dari kandidat BKS ditambah dengan 5 sekuen yang diambil secara acak dari lokasi lahan bekas terbakar sebagai outgroup. Hasil konstruksi pohon filogenetik ini disajikan pada Gambar 2.

(8)

8 Gambar 2 menunjukan pohon filogenetik antara BKS dengan outgroup dari lokasi lahan bekas terbakar. Ternyata dari hasil konstruksi pohon filogenetik, terbukti bahwa kandidat BKS yang sudah terpilih berada dalam kelompok yang sama dengan sesama kandidat BKS dan terpisah dengan outgroup dari areal lahan yang dialih fungsi. Hal ini menandakan bahwa kandidat BKS yang sudah terseleksi berhasil dikonfirmasi hanya ada di hutan sekunder.

Gambar 2. Pohon filogenetik kandidat BKS terdapat di lokasi hutan sekunder tetapi tidak ditemui pada lahan bekas terbakar. (a) kandidat BKS, (b) outgroup

Hasil Analisis BLASTn : Align Two or More Sequence

Kandidat BKS yang sudah didapat melalui konstruksi pohon filogenetik, kemudian diseleksi kembali melalui analisis BLASTn. Untuk mempermudah penamaan, maka BKS yang hanya ada di hutan sekunder tetapi tidak ada di lahan bekas terbakar diberi kode BKS_SLT. Proses analisis BLASTn ini menggunakan semua sekuen kandidat BKS_SLT yang telah terpilih. Setiap satu BKS dianalisis dengan sesama BKS lainnya dan diperiksa kekerabatannya.

Penentuan pengelompokan kandidat BKS dilakukan berdasarkan nilai persentase identiti dengan rentang 97%-100% (Stackebrandt dan Goebel 1994).

Persentase identiti (%) merupakan persentase kemiripan sekuen yang disejajarkan, kemiripan sekuen berbanding lurus dengan nilai persen identiti (Roslim et al.

2017). Adapun maksud dari pengelompokan ini adalah untuk memastikan tidak terdapat kandidat barkode DNA yang double serta dapat dijadikan satu kelompok spesies yang sama. Berdasarkan hasil analisis BLASTn pada BKS_SLT didapatkan 3 kelompok. Hasil analisis BLASTn disajikan pada Tabel 2.

a

b

(9)

9 Tabel 2. Hasil analisis BLASTn kandidat BKS_SLT

Kelompok No Kode Isolat Max

score Total score

Query Cover (%)

E-Value Identity

(%) Aksesi

BKS_SLT1 1 A00917_40_HCTLWDRXX

_1_2101_9218_S_12853 818 818 100% 0,0 100% Query_5595 2 A00917_40_HCTLWDRXX

_1_2101_22833_S_8594 804 804 100% 0,0 99.34% Query_5596 BKS_SLT2 1 A00917_40_HCTLWDRXX

_1_2101_14832_S_9768 821 821 100% 0,0 100% Query_5407 2 A00917_40_HCTLWDRXX

_1_2101_11650_S_20071 821 821 100% 0,0 100% Query_5406 3 A00917_40_HCTLWDRXX

_1_2101_27353_S_15577 803 803 100% 0,0 99.12% Query_5409 4 A00917_40_HCTLWDRXX

_1_2101_16957_S_7999 803 803 100% 0,0 99.12% Query_5408 BKS_SLT3 1 A00917_40_HCTLWDRXX

_1_2101_9715_S_21292 827 827 100% 0,0 100% Query_37486 2 A00917_40_HCTLWDRXX

_1_2101_30969_S_24627 809 809 100% 0,0 99.13% Query_37488 3 A00917_40_HCTLWDRXX

_1_2101_16477_S_9204 786 786 100% 0,0 98.03% Query_37489

Penentuan Kandidat Barkode DNA Berdasarkan Hasil Pensejajaran dan Editing

Penentuan kandidat barkode dilakukan dengan cara pensejajaran dan editing pada setiap kelompok kandidat BKS yang sudah dihasilkan melalui analisis BLASTn. Proses persejajaran dan editing dilakukan menggunakan aplikasi MEGA versi 6.06.

Dalam satu kelompok kandidat BKS dari hasil analisis BLASTn terdiri dari beberapa sekuen. Beberapa sekuen yang terdapat dalam satu kelompok disejajarkan dan diedit. Hasil pensejajaran dan editing ini akan menghasilkan satu sekuen yang merupakan sekuen konsensus kandidat barkode. Hasil pensejajaran dibuat berdasarkan sekuen-sekuen yang paling sering muncul dari tiap-tiap sekuen kandidat barkode. Proses editing dilakukan karena hasil pensejajaran sekuen yang sangat mirip dan memiliki panjang yang hampir sama seringkali memperlihatkan adanya gap dalam hasil pensejajaran.Hal ini menunjukkan adanya insersi atau delesi satu atau lebih dari karakter sekuen (Mount 2001), sehingga perlu dilakukan editing untuk memeriksanya. Tabel 3 menyajikan kandidat-kandidat barkode yang sudah dihasilkan melalui proses pensejaran dan editing.

Tabel 3. Data sekuen kandidat barkode

Kandidat Barkode Sekuen Kandidat Barkode Ukuran (pb)

BKS_SLT1

GCCAATCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGCAAGCCTGA TCCAGCCATGCCGCGTGAGTGATGAAGGCCTTAGGGTTGTAAAGCTCTTTTACCCG GGAAGATAATGACGGTACCGGGAGAATAAGCCCCGGCCAACTTCGTGCCAGCAGC CGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTTGTTCGGATTTACTGGGCGTAAAGCGCAC GTAGGCGGATTCCTAAGTCAGGGGTGAAATGCCGAGGCTCAACCTCGGAACTGCC TTTGATACTGGGAATCTCGAGTTCGGGAGAGGTGAGTGGAACTGCGAGTGTAGAG GTGAAATTCGTAGATATTCGCAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTCACTGGCCC GATACTGACGCTGAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCGAG TAGTCCTAGTTG

436

(10)

10 Tabel 3. Lanjutan

Berdasarkan hasil pensejajaran dan editing dihasilkan beberapa kandidat barkode. Padakandidat barkode BKS_SLT terdapat 3 sekuen kandidat barkode yang memiliki panjang basa 453-473 pb.

Hasil Desain Primer

Desain primer pada penelitian ini menggunakan aplikasi FastPCR dengan melibatkan sekuen kandidat barkode yang sudah diseleksi menjadi 3 sekuen barkode BKS_SLT. Proses pembuatan desain primer dilakukan untuk mengetahui daerah pada sekuen yang dapat dijadikan target sebagai kandidat primer. Tabel 4 menyajikan kandidat-kandidat primer yang akan digunakan dalam analisis PCR in silico.

Tabel 4. Hasil desain primer dari kandidat barkode

Kandidat

Barkode No Primer ID Sekuen (5'-3') Tm (˚C) Ukuran

target (pb)

BKS_SLT1 P1 F219 CACGTAGGCGGATTCCTAAGT 55.8 117

R366 CCACTGGTGTTCTTGCGAATA 54.8

P2 F219 CACGTAGGCGGATTCCTAAGT 55.8 146

R365 CACTGGTGTTCTTGCGAATATCT 55.1

P3 F219 CACGTAGGCGGATTCCTAAGT 55.8 76

R295 CGAGATTCCCAGTATCAAAGGCA 56.4

P4 F219 CACGTAGGCGGATTCCTAAGT 55.8 222

R441 CTCGGGTATCTAATCCTGTTTGC 55.2

P5 F219 CACGTAGGCGGATTCCTAAGT 55.8 134

R353 TGCGAATATCTACGAATTTCACCTC 55.1

P6 F219 CACGTAGGCGGATTCCTAAGT 55.8 227

R446 GACTACTCGGGTATCTAATCCTGTT 55

P7 F82 GGCCTTAGGGTTGTAAAGCTCT 56 364

R446 CCACTGGTGTTCTTGCGAATA 54.8

P8 F219 CACGTAGGCGGATTCCTAAGT 55.8 119

R338 ATTTCACCTCTACACTCGCAGT 55.2

P9 F219 CACGTAGGCGGATTCCTAAGT 55.8 114

R333 ACCTCTACACTCGCAGTTCCA 56.7

P10 F264 CCTCGGAACTGCCTTTGATACT 56.1 102

R366 CCACTGGTGTTCTTGCGAATA 54.8

Kandidat Barkode Sekuen Kandidat Barkode Ukuran (pb)

BKS_SLT2

GCCAATCCTATGGGGTGCAGCAGTGGGGAATCTTGGACAATGGGCGAAAGCCCGA TCCAGCAATATCGCGTGAGTGAAGAAGGGCAATGCCGCTTGTAAAGCTCTTTCGTC GAGTGCGCGATCATGACATGACTCGAGGAAGAAGCCCCGGCTAACTCCGTGCCAG CAGCCGCGGTACGACGGGGGGGGCAAGTGTTCTTCGGAATGACTGGGCGTAAAGG GCACGTAGGCGGTGAATCGGGTTGAAAGTGAAAATCGCCAAAAACTGGCGGAATG CTCTCGAAACCAATTCACTCGAGTGAGACAGAGGAGAGTGGAATTTCGTGAGGAG GGGTGAAATCCAAAGATCTACGAAGGAACGCCAAAAGCGAAGGCAGCTCTCTGGG TCCCTACCGACGCTGGGGTGCGAAAGCATGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCA AGTAGTCCTAGTTG

455

BKS_SLT3

GCCAATCCTATGGGAGGCAGCAGTGAGGAATATTGGTCAATGGGCGAGAGCCTGA ACCAGCCAAGTAGCGTGCAGGAAGACGGCCCTATGGGTTGTAAACTGCTTTTATA AGGGAATAAAGTGAGCCTCGTGAGGCTTTTTGCATGTACCTTATGAATAAGGACCG GCTAATTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAAGGTCCGGGCGTTATCCGGAT TTATTGGGTTTAAAGGGAGCGTAGGCCGGAGATTAAGCGTGTTGTGAAATGTAGAT GCTCAACATCTGAACTGCAGCGCGAACTGGTTTCCTTGAGTACGCACAAAGTGGG CGGAATTCGTGGTGTAGCGGTGAAATGCTTAGATATCACGAAGAACTCCGATTGCG AAGGCAGCTCACTGGAGCGCAACTGACGCTGAAGCTCGAAAGTGCGGGTATCGAA CAGGATTAGATACCCACGTAGTCCTAGTTG

473

(11)

11 Tabel 4. Lanjutan

Kandidat

Barkode No Primer ID Sekuen (5'-3') Tm (˚C) Ukuran

target (pb)

BKS_SLT2 P1 F189 GCAAGTGTTCTTCGGAATGACT 55.3 254

R443 CTAGGGTATCTAATCCTGTTCGCT 55.1

P2 F85 CAATGCCGCTTGTAAAGCTCTT 56.2 134

R219 TTTACGCCCAGTCATTCCGAA 55.9

P3 F189 GCAAGTGTTCTTCGGAATGACT 55.3 180

R269 CCAGTTTTTGGCGATTTTCACT 54.3

P4 F20 GCAGTGGGGAATCTTGGACAA 56.7 199

R219 TTTACGCCCAGTCATTCCGAA 55.9

P5 F189 GCAAGTGTTCTTCGGAATGACT 55.3 104

R293 TGAATTGGTTTCGAGAGCATTCC 55.5

P6 F277 CTCTCGAAACCAATTCACTTGAGT 55.1 166

R443 CTAGGGTATCTAATCCTGTTCGCT 55.1

P7 F189 GCAAGTGTTCTTCGGAATGACT 55.3 114

R303 CTCACTCAAGTGAATTGGTTTCGA 55.4

P8 F189 GCAAGTGTTCTTCGGAATGACT 55.3 176

R365 TTGGCGTTCCTTCGTAGATCT 55.1

P9 F85 CAATGCCGCTTGTAAAGCTCTT 56.2 129

R214 GCCCAGTCATTCCGAAGAACA 56.8

P10 F85 CAATGCCGCTTGTAAAGCTCTT 56.2 348

R443 CTAGGGTATCTAATCCTGTTCGCT 55.1

BKS_SLT3 P1 F130 GTGAGGCTTTTTGCATGTACCT 55.5 201

R331 CCACTTTGTGCGTACTCAAGGA 56.9

P2 F303 ACTGGTTTCCTTGAGTACGCA 55.5 158

R461 CGTGGGTATCTAATCCTGTTCGATA 55.6

P3 F156 AATAAGGACCGGCTAATTCCGT 55.3 175

R331 CCACTTTGTGCGTACTCAAGGA 56.9

P4 F303 ACTGGTTTCCTTGAGTACGCA 55.5 84

R387 GCAATCGGAGTTCTTCGTGATAT 55

P5 F303 ACTGGTTTCCTTGAGTACGCA 55.5 163

R466 GACTACGTGGGTATCTAATCCTGTT 55.5

P6 F262 GTTGTGAAATGTAGATGCTCAACAT 54.2 69

R331 CCACTTTGTGCGTACTCAAGGA 56.9

P7 F130 GTGAGGCTTTTTGCATGTACCT 55.5 48

R178 CACGGAATTAGCCGGTCCTTAT 56.3

P8 F303 ACTGGTTTCCTTGAGTACGCA 55.5 68

R371 GTGATATCTAAGCATTTCACCGCTA 54.9

P9 F132 GAGGCTTTTTGCATGTACCTTATGA 55.6 199

R331 CCACTTTGTGCGTACTCAAGGA 56.9

P10 F259 CGTGTTGTGAAATGTAGATGCTCAA 56.2 72

R331 CCACTTTGTGCGTACTCAAGGA 56.9

Berdasarkan hasil desain primer didapat 10 kandidat primer untuk 1 sekuen kandidat barkode. Kandidat primer ini, selanjutnya akan diuji melalui PCR in silico. Panjang primer yang baik yaitu 18-30 basa didasarkan pada pertimbangan kombinasi acak yang mungkin ditemukan pada satu urutan genom (Handoyo dan Rudiretna 2014). Pada kandidat primer yang sudah didesain memiliki ukuran target 48-364 pb dengan panjang primer 21-25 pb. Jika primer yang dihasilkan memiliki panjang kurang dari 18 basa, maka primer akan mudah mengalamimispriming. Misprimingadalah penempelan primer pada tempat yang tidak diinginkan (Maitri et al. 2016). Panjang primer lebih dari 30 basa tidak akan menunjukkan spesifitas yang tinggi dan akan mengakibatkan terjadi proses hibridasi dengan primer lain, sehingga akan menghambat terbentuknya polimerasi DNA (Handoyo dan Rudiretna 2014).PersentaseGC yang baik sekitar 40-60%.

Persentase GC adalahkandungan jumlah basa G (guanin) dan C (sitosin)yangdapat

(12)

12 mempengaruhi Tm suatu primer, selain itu persentase GC juga mempengaruhi ikatan antar untai pada DNA. Kandungan GC tinggi akan mempersulit proses pemisahan rantai untai ganda pada primer dan template (Maitri et al. 2016). Pada kandidat primer didapat persentase GC sekitar 40-56%. Suatu primer yang memiliki kandungan GC rendah tidak akan mampu untuk menempel secara efektif pada target sehingga akan terjadi penurunan efisiensi proses PCR.Melting temperature (Tm) adalah suhu dimana 50 % untaian ganda DNA telah terpisah.

Nilai Tm yang direkomedasikan berkisar antara 50-65°C (Handoyo dan Rudiretna 2014). Berdasarkan hasil desain primer yang sudah diperoleh didapatkan Tm pada tiap kandidat primer forward 54,2-56,7˚C, sedangkan pada primer reverse 54,3- 56,9˚C. Selisih Tm antara primer forward dengan reverse yang disarankan tidak lebih dari 5°C, apabila lebih tinggi akan menyebabkan penurunan proses amplifikasi (Handoyo dan Rudiretna 2014).

Pada penelitian Sasmitha et al. (2018) mengunakan program Clone Manager Suite 6 untuk mendesain primer. Hasil desain primer terbaik diperoleh panjang basa pada primer forward dan reverse yaitu 19 pb. Pasangan primer ini mampu mengamplifikasi sekuens gen gyrA sebesar 320 pb. Persentase GC yang dimiliki oleh primer forwardsebesar 52% dan primer reverse sebesar 57 %. Tm pada sepasang primer ini adalah 60°C pada primer forward dan 61°C pada primer reversedengan selisih suhu 1°C.

Hasil PCR in silico

PCR in silico mengacu pada alat komputasi yang digunakan untuk menghitung hasil reaksi berantai polimerase (PCR). Setelah didapatkan kandidat primer dari setiap kandidat barkode, kemudian diuji sensifitasnya melalui PCR in silico. Hasil analisis PCR in silico disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil PCR in silico

Kandidat

Barkode Nama Primer Sekuen target Sekuen bukan

target Keterangan

BKS_SLT1 BKS_SLT1_P1 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT1_P1 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT1_P2 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT1_P3 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT1_P4 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT1_P5 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT1_P6 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT1_P7 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT1_P8 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT1_P9 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT1_P10 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT2 BKS_SLT2_P1 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT2_P2 + - Spesifik

BKS_SLT2_P3 + - Spesifik

BKS_SLT2_P4 + - Spesifik

BKS_SLT2_P5 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT2_P6 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT2_P7 + - Spesifik

BKS_SLT2_P8 + - Spesifik

BKS_SLT2_P9 + - Spesifik

BKS_SLT2_P10 + + Tidak Spesifik

(13)

13 Tabel 5. Lanjutan

Kandidat

Barkode Nama Primer Sekuen target Sekuen bukan

target Keterangan

BKS_SLT3 BKS_SLT3_P1 + - Spesifik

BKS_SLT3_P2 + - Spesifik

BKS_SLT3_P3 + - Spesifik

BKS_SLT3_P4 + - Spesifik

BKS_SLT3_P5 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT3_P6 + - Spesifik

BKS_SLT3_P7 + - Spesifik

BKS_SLT3_P8 + + Tidak Spesifik

BKS_SLT3_P9 + - Spesifik

BKS_SLT3_P10 + - Spesifik

Keterangan: Sekuen yang dijadikan target pada pengujian ini yaitu sekuen kandidat barkode, sedangkan sekuen bukan targetnya yaitu sekuen yang berasal dari areal lahan bekas terbakar. Spesifik berarti primer menempel pada sekuen target (+) dan tidak menempel pada sekuen bukan target (-), sedangkan tidak spesifik berarti primer menempel pada sekuen target (+) dan dapat menempel juga pada sekuen bukan target (+)

Pada kandidat barkode BKS_SLT sekuen bukan targetnya adalah semua sekuen yang berasal dari areal lahan bekas terbakar. Berdasarkan hasil pengujian sensifitas primer melaluiPCR in silicodidapat berupa hasil positif (+) dan negatif (-). Hasil yang positif artinya primer berhasil menempel dan mengenali sekuen targetnya, sedangkan hasil negatif artinya primer tidak berhasil menempel pada sekuen yang diuji. Kategori kandidat barkode yang dapat dijadikan barkode DNA, apabila berhasil menempel pada sekuen target dan tidak menempel pada sekuen bukan target.

Berdasarkan hasil uji senstifitas primer semua kandidat primer yang sudah didesain berhasil menempel pada sekuen target, namun hanya beberapa primer yang spesifik hanya mengenali sekuen target saja. Pada sekuen kandidat barkode BKS_SLT2 menunjukan terdapat 6 primer spesifik pada primer BKS_SLT2_P2, BKS_SLT2_P3, BKS_SLT2_P4, BKS_SLT2_P7, BKS_SLT2_P8 dan BKS_SLT2_P9. Pada sekuen BKS_SLT3 terdapat 8 primer spesifik yaitu pada primer BKS_SLT3_P1, BKS_SLT3_P2, BKS_SLT3_P3, BKS_SLT3_P4, BKS_SLT3_P6, BKS_SLT3_P7, BKS_SLT3_P9 dan BKS_SLT3_P10. Primer ini menunjukan hasil positif pada sekuen target dan hasil negatif pada sekuen bukan target, sehingga sekuen BKS_SLT2 dan BKS_SLT3 dapat dijadikan barkode DNA.

Berdasarkan data yang diperoleh, beberapa primer yang hanya menempel pada sekuen target memiliki karakteristik panjang primerforward dan reverse antara 21-25 pb sesuai dengan karakteristik primer yang baik antara 18-30 bp.

Kriteria primer yang baik memiliki kandungan GC 40%-60%, pada primer yang terpilih memiliki kandungan GC 40-56%. Karakteristik melting temperature (Tm) pada primer yang sudahterpilih yaitu primer forwardsebesar 54,2-56,7˚C dan primer reverse sebesar 54,3-56,9˚C, hal tersebut sesuai dengan karakteristik Tm yang baik yaitu antara 50-65˚C.

Berdasarkan hasil analisis BLASTn diketahui bahwa BKS_SLT2 berkerabat dekat dengan Deppea gradiflora ditunjukkan dengan nilai persentase identiti 98,20 % dan nilai query cover 97%. Hal ini menunjukan masih terdapat perbedaan antara kedua sekuen tersebut. Nilai e-value yang didapat yaitu 0,0 hal

(14)

14 ini menunjukkan bahwasekuen memiliki tingkat kemiripan sekuenyang tinggi.

Pada sekuen BKS_SLT3 menunjukan tingkat kekerabatan paling tinggi dengan Uncultured bacterium clone Cadhufec2aG11 yang ditunjukan dengan nilai persentase identiti 99,35 % dan nilai query cover 97%. Nilai ini menunjukan masih terdapat perbedaan antara kedua sekuen tersebut. Nilai e-value yang didapat yaitu 0,0 menunjukkan bahwasekuen memiliki tingkat kemiripan sekuenyang tinggi. Pada penelitian Zhang et al. 2020 ditemukan BKS dari Genus Reyranella, Mesorhizobium, Devosia, Haliangium, Nocardioides, dan Pseudonocardiayang berperan sebaagai mikrobioma kunci yang dapat mendorong pembusukan bahan organik pada lahan pertanian.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan terdapat 3 BKS hanya terdapat di lokasi hutan sekunder tetapi tidak ditemui pada lahan bekas terbakar (BKS_SLT). Berdasarkan uji sensifitas primer diperoleh 6 primer pada barkode BKS_SLT2 dan pada barkode BKS_SLT3 diperoleh 8 primer yang sensitif hanya menempel pada sekuen target, sehingga sekuen BKS_SLT2 (Deppea gradiflora) dan BKS_SLT3 (Uncultured bacterium clone Cadhufec2aG11) dapat dijadikan barkode DNA.

Saran

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai penelitian lanjutan yang dilakukan secara in vitro menggunakan barkode DNA dan primer yang sudah didesain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah A, Sativa A, Nurhayati, Nurilmala. 2019. Pemanfaatan DNA Barcoding Untuk Ketertelusuran Label Berbagai Produk Olahan Ikan Berbasis Surimi Komersial. JPHPI. 22(3): 508-519.

Afgan E, Baker D, Batut B, Van DB, Bouvier D, Cech M, Chilton J, Clements D, Coraor N, Gruning BA, Guerler A, Hallman J, Hiltemann S, Jalili V, Rasche H, Soranzo N, Goecks J, Taylor J, Nekrutenko A, Blankenberg D. 2018.

The Galaxy Platform for Accessible Reproducible and Collaborative Biomedical Analyses. Nucleic Acid Res. 46, W537-W544.

Agren J, Hamidjaja RA, Hansen T, Ruuls R, Thierry S, Vigre H, Janse I, Sundström A, Segerman B, Koene M, Lofstrom C, Van Rotterdam B dan Derzelle S. 2013. In Silico and In Vitro Evaluation of PCR-Based Assays For The Detection of Bacillus anthracis Chromosomal Signature Sequences.

Virulence. 4(8): 671-685.

(15)

15 Ansorge WJ. 2009. Next generation DNA sequencing techniques.Nat. Biotechnol.

25: 195–203.

Benerjee S, Klaus S, dan Van Der Heijden. 2018. Keystone Taxa as Drivers of Microbiome Structure and Funtioning. Natural Riview Microbiology.

Macmillan Publishers Limited.

Bergsten J, Bilton BT dan Fujisawa. 2012. The Effect of Geographical Scale of Sampling on DNA Barcoding. SystematicBiology. 61(5): 851–869.

Blankenberg D, Gordon A, Von Kuster G, Coraor N, dan Taylor J. 2010.

Manipulation of FASTQ data with Galaxy. Bioinformatics. 26(14): 1783- 1785.

Chaudhary dan Dahas. 2017. DNA Barcode for Identification of Microbial Communities: A Mini-Review. EC Microbiology.7(6): 219-224.

Douglas BC. 1996. Physical, Chemical, and Biological Data for Four Wetland Habitats in Canaan Valley, West Virginia. West Virginia Division of Environmental Protection: West Virginia.

Ferri G, Alu, Corradini B, Licata M, dan Bedusch G. 2009. Species Identification Through DNA ‘‘Barcodes’’. Genetic Testing and Molecular Biomarkers.13 (3):1-6.

Gaveau D, Salim M, Hergoualch K, Locatelli B, Sloan S, Wooster M, Marlier M, Molidena, Yaen, DeFries R, Verchot L, dan Sheil D. 2013.

Major Atmospheric Emissions from Peat Fires in Southeast Asia During Non-Drought Years: Evidence From The 2013 Sumatran Fires. Sci. Rep.

4:6112.

Handoyo D dan Rudiretna A. 2001. General Principles and Implementation of Polymerase Chain Reaction. Unitas. 9(1): 17 -29.

Hardjono S. 2013. Sintesis dan Uji Aktivitas Antikanker Senyawa 1-(2- Klorobenzoiloksi) Urea dan 1-(4-klorobenzoiloksi) Urea, Berkala Ilmiah Kimia Farmasi. 2(1): 1-9.

Hebert PD, Cywinska A, Ball SL, De Waard JR. 2003. Biological Identification Trough DNA Barcode. Proceedings of The Royal Society. 270: 313-321.

Hooijer A. 2005. Hydrological Assessment of Forest Plantation Impacts on Tropical Forested Peatlands; Kampar Peninsula, Sumatra, Indonesia. In:

Landscape-Level Assessment of Hydrological and Ecological Values in The Kampar Peninsular. ProForest: Oxford.

(16)

16 Kalendar R, Muterko A, Shamekova M, dan Zhambakin K. 2017. In Silico PCR

Tools for a Fast Primer, Probe, and Advanced Searching. Methods in Molecular Biology. 1620 (1): 1-31.

Kress WJ dan Erickson. 2008. DNA barcoding: Genes, Genomics, and Bioinformatics. Proceedings of the National Academy of Sciences USA.

105: 2761–2762.

MaitriKB, Wirajana dan Yowani SC. 2016. Desain Primer untuk Amplifikasi Fragmen Gen Inha Isolat134 Multidrug Resistance Tuberculosis (Mdr-Tb) dengan Metode Polymerase Chain Reaction. Cakra kimia Indonesia E- Journal. 3(2): 89-96.

Mount DW. 2001. Phylogenetic prediction.In:Bioinformatic,Sequence andGenome Analysis. ColdSpring Harbor laboratory. New York Press pp.

237–280.

Mukrin, Yusran, dan Bau Toknok. 2019. Populasi Fungi dan Bakteri Tanahpada Lahan Agroforestridan Kebun Campuran di Ngata Katuvua Dongi-dongi Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.J.Forest Sains. 16(2):

77-84.

Nusantara WR, Aspan A, Alhaddad AM, Suryadi, Makhrawie, Fitria I, Fakhrudin J, Rezekikasari. 2018. Peat Soil Quality Index and Its Determinants as Influenced by Land Use Changes in Kubu Raya District, West Kalimantan, Indonesia. Biodiversita. 19(2): 585-590.

Ramdhan Muhammad. 2017. Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Kebijakan Restorasi Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. 4(1): 60-72.

Rinanda Tristia. 2011. Analisis Sekuensing 16S rRNA di Bidang Mikrobiologi.

Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 11(3): 172-177.

Roslim DI, Herman, Elvyra R, Sofiyanti N, Chahyadi E. 2017. Prosedur Laboratorium dan Analisis Bioinformatika. Pekanbaru: Unri Press.

San RM, Martínez-Ballesteros I, Rementeria A, Garaizar J, dan Bikandi J.

2013.Latihan Online untuk Desain dan Simulasi Eksperimen PCR dan PCR- RFLP.Catatan Penelitian BMC. 6: 513.

Sasmitha LV, Yustiantara PS dan Yowan SC. 2018. Desain DNA Primer Secara In Silico Sebagai Pendeteksi Mutasi Gen gyrA Mycrobacterium tuberculosis Untuk Metode Polymerase Chain Reaction.E-Journal of Applied Chemistry.

6(1): 63-69.

Shendure J, RD Mitra, C Varma, dan GM Church. 2004. Advancedsequencing technologies: methods and goals. Nat. Rev. Genet.5: 335–344.

(17)

17 Stackebrandt E dan Goebel BM. 1994. Taxonomic note: A place for DNA-DNA

reassociation and 16S rRNA sequence analysis in the present spesies definition in bacteriology. International Journal of Systematic Bacteriology.

44:846-849.

Tasma IM. 2015. Pemanfaatan teknologi sekuensing genom untuk mempercepat program pemuliaan tanaman. J.Litbang Pert. 34(4):159-168.

Tindi M, Mamangkey, Wullur S. 2017. DNA Barcode dan Analisis Filogenetik Molekuler Beberapa Jenis Bivalvia Asal Perairan Sulawesi Utara Berdasarkan Gen COI. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1(2): 32-38.

Trosvik P dan Muinck EJ. 2015. Ecology of Bacteria in The Human Gastrointestinall Tract: Identificationof Keystone and Foundation Taxa.

Microbiome. 3:44.

Valentine A, Pompanon F, Taberlet P. 2009. DNA Barcoding for Ecologists.

Trends Ecol. 24:110-117.

Venter JC, S Levy, T Stockwell, K Remington, dan A Halpern.2003. Massive parallelism, randomness and genomic advances.Nat. Genet. 33: 219–227.

Zul D, Fibriarti LB, Yunita M, Halimah S, Komariah S. 2013. Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Biomassa Mikroba: Studi Kasus di Areal Bukit Batu, Riau. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung: 173-179.

Gambar

Gambar 1.Desain Penelitian   Prosedur Kerja
Tabel 1. Jumlah sekuen setiap lokasi
Gambar  2.  Pohon  filogenetik  kandidat  BKS  terdapat  di  lokasi  hutan  sekunder  tetapi tidak ditemui pada lahan bekas terbakar
Tabel 3. Data sekuen kandidat barkode
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi sebelum diajarkan menggunakan model pembelajaran inside- outside circle

Kualitas penduduk adalah tingkat/ taraf kehidupan penduduk yang berkaitan dengan kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan, seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan

Shalahuddin (2016:43) dalam bukunya menjelaskan bahwa: metodologi berorientasi objek merupakan suatu strategi pembangunan perangkat lunak yang mengorganisasikan perangkat

pembangunan karakter, penyusunan bahan pembinaan minat, bakat, prestasi dan pembangunan karakter serta pelaporan dibidang pembinaan minat, bakat, prestasi dan pembangunan

Prosedur ini diguna pakai oleh staf UPNM yang terlibat semasa mengendalikan proses peperiksaan ketenteraan bermula dari penyediaan, percetakan serta kawalan

Hasil simulasi kondisi tunak yang cukup baik tersebut ditunjukkan oleh perbedaan antara per- mukaan air tanah hasil simulasi dan permukaan air tanah hasil pengukuran pada Layer

Dalam pada itu juga, segala pemasalahan yang dihadapi oleh pihak pengurusan sistem pengangkutan awam terutamanya LRT serta Jabatan Perancangan Bandar dan Desa

 Indonesian Iron & Steel Industry Association menegaskan agar pemerintah tidak perlu untuk melakukan impor baja untuk proyek apapun, seiring dengan kapasitas