• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. TEKNIK PROTEKSI RADIASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI. TEKNIK PROTEKSI RADIASI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Gadjah Mada 1 BAB VI.

TEKNIK PROTEKSI RADIASI

Yang dimaksud dengan teknik proteksi radiasi adalah upaya proteksi Jiasi dengan cara menerapkan teknologi dan prosedur kerja dengan maksud

erkecil penerimaan dosis radiasi para pekerja radiasi dan anggota masyarakat. Prosedur yang dilakukan adalah dengan meminimalkan sumber bahaya, mengungkung sumber bahaya, dan mengungkung orangnya.

Meminimalkan sumber bahaya dapat dilakukan dengan:

a. Mengupayakan agar bahan radioaktif atau sumber radiasi yang digunakan seminirnal mungkin

b. Bahan radioaktif 4yang digunakan dipilih yang rendah tingkat radiotoksisitasnya c. Prosedur kerja yang praktis atau sederhana

Jika langkah meminimalkan sumber bahaya masih belum cukup maka dilakukan mangungkung sumber bahaya, antara lain dengan menyediaan fasilitas misalnya kotak sarung tangan, almari asap dan lain sebagainya. Selanjutnya jika belum di anggap cukup perlu mengungkung orangnya, yaitu dengan melengkapi dengan pakaian pelindung.

Teknik proteksi radiasi dibedakan didasarkan posis sumber radiasi terhadap tubuh, yaitu sumber radiasi di dalam tubuh dan sumber radiasi di luar tubuh.

A. Teknik Proteksi Radiasi Interna.

Sumber radiasi ada dalam tubuh terjadi jika ada sejumlah zat radioaktif masuk dalam tubuh. Penyianaran oleh sumber radiasi tersebut akan terus berlangsung sampai dengan sumber radiasi keluar dan tubuh. Pengurangan aktivitas zat radioaktif dalam tubuh tergantung pada umur effektif zat radioaktif dalam tubuh tersebut, yang tergantung pada jenis radionuklida dan proses biologi dalam tubuh. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diupayakan agar zat radioaktif tidak masuk dalam tubuh. Untuk maksud tersebut perlu diketahui mekanisme masuknya zat radioaktifdalam tubuh.

Masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh berasal dan sumber zat radioaktif di luar tubuh yang menyebar melalui media air, udara, dan tanah (makanan) melalul gerbang pernafasan, pencemaan dan kulit. Sehubungan dengan kefektifan upaya proteksi radiasi intema tergantung pada usaha ingkungan sumber zat radioaktif agar tidak masuk daerah kerja, sehingga kadar zat radioaktif dalam udara daerah kerja dipertahankan serendah mungkin.

Setiap pekeerjaan yang menangani zat radioaktif ada keungkinan terlepasnya zat radioaktif ke daerah kerja, yang selanjutnya akan mencemari lingkungan kerja atau lingkungan yang lebih luas. Bahan yang digunakan dalam ruangan kerja yang menangai

(2)

Universitas Gadjah Mada 2 bahan radioaktif harus mudah didekontaminasi, dengan permukaan yang muadh dibersihkan dan dihindari sudut ruangan yang tajam.

Proteksi radiasi intema meliputi pengendalian penyebaran kontaminan radioaktif, pengendalian keradioaktifan lingkungan, pengendalian pemasukan kontaminan radioaktif ke dalam tubuh dan pencegahan kontaminansi permukaan.

1. Pengendalian penyebaran kontaminan radioaktif

Pelepasan kontaminan radioaktif dapat dibedakan menjadi dua yaitu yang terencana dan yang tidak terencana atau kecelakaan. Pelepasan terencana terjadi pada kondisi normal sehingga akibat pelepasan mi pekerja radiasi tidak menerima dosis terikat yang melebihi ketentuan keselamatan radiasi yang berlaku. Pelepasan yang tidak terencana terjadi jika kondisi tidak normal atau kecelakaan sehingga perlu diambil tindakan proteksi radiasi.

Pelepasan kontaminan radioaktifjuga dapat dibedakan berdasaran selang waktu pelepasan, yaitu pelepasan yang terus menerus (kontinue) atau disebut akut yang terjadi pada operasi normal, dan pelepasan yang singkat yang terjadi pada kondisi tidak normal yang biasanya aktivitasnya lebih besar.

Penanganan zat radioaktif terbuka atau yang mudah menyebar perlu dilakukan dengan hati-hati agar zat radioaktif tersebut tidak menyebar ke lingkungan, Iebih-lebih jika zat radioaktif tersebut adalah cairan atau serbuk. Dalam penanganan zat zatioaktif terbuka, radionuklida di kelompokkan didasarkan pada sifat fisik, kimia, keradioaktifan, kemudahan menyebar, dan tingkat racun, yang disebut dengan tingkat radiotoksisitas.

Dalam upaya teknik proteksi radiasi interna telah ditetapkan nilai batas jumlah yang ditangani untuk masing-masing jells laboratorium.

Cara pendendalian penyebaran untuk zat radioaktif tidak mudah menyebar adalah dengan baki yang diberi alas kertas penyerap, dengan harapan kontaminasi yang mungkin terjadi terbatas pada kertas penyerap tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan catatan kontaminasi udara yang mungkin terjadi tidak memungkinkan mengakibatkan masukan tahunan ke dalam tubuh tidak Iebih dan sepersepuluh Nilai Batas Masukan Tahunan.

Jika ada kemungkinan masukan ke dalam tubuh Iebih besar dari batasan tersebut di atas maka perlu sarana kusus, misalnya kemungkinan mengakibatkan masukan tahunan dalam tubuh 1 sampai 10 kali NBMT maka dapat menggunakan lemari asam yang dilengkapi dengan blower di dekat ujung cerobong. Blower di ujung cerobong dimaksudkan jika terjadi kebocoran pada pipa pembuangan maka aliran udara dan luar masuk ke pipa pembuangan tersebut. Kecepatan udara di dalam pipa pembuangan untuk penanganan yang menimbulkan uap atau gas sebesar 1 m/s sedangkan jika untuk

(3)

Universitas Gadjah Mada 3 penanganan zat meimbulkan debu yang mudah mengendap di permukaan maka kecepatan aliran udara pada pipa pembuangan dapat sampai dengan 20 mIs.

Sebelum gas buang dilepas ke lingkungan, perlu dibersihkan dengan melewatkan sistem pembersihan udara, dengan melewatkan sistem penyerap atau filter, bila mana penlu rnenggunakan filter absolut yang dapat menangkap zarah dengan ukuran 3 µm dengan efeisiensi 99,9%.

Penanganan zat radioaktif yang berujud serbuk dengan jurnlah relatif besar, upaya pembatasan penyebaran dengan sarana yang tertutup antara lain kotak sarung tangan (glove box) untuk pemancar beta dan alfa, serta sel panas (hotcell) untuk pemancar gama. Tekanan udara dalarn glove box dikendalikan 2 - 2,5 cm air raksa di bawah tekanan udara dilingkungannya, agar jika terjadi kebocoran aliran udara dan luar ke dalam.

Didampaing penyediaan sarana yang sesuai dengan kebutuhannya, genclalian penyebaran dilakukan dengan penyusunan prosedur kerja yang baik.

2. Pengendalian tingkat kontaminasi di Iingkungan.

Upaya pengendalian tingkat kontaminasi di lingkungan daerah kerja, gan memperhatikan hal-hal berikut pada saat pembangunan instalasi tersebut.

a. Permukaan di daerah kerja, termasuk mebeler harus dibuat dengan bahan yang mudah dibersihkan. Diupayakan sudut ruang tidak tajam, dan dihindaral lekukan yang berlebihan.

b. Sistem pemipaan limbah cair dibedakan atara limbah cair yang radioaktif dan non;- radioaktif.

c. Tempat penyimpan limbah dibedakan antara tempat penyimpan limbah radioaktif dan non-radioaktif

d. Tersedia sarana dekontaminasi barang dan orang

e. Adanya aturan lalulintas barang dan orang yang dikaitkan dengan upaya pencegahan penyebaran zat radioaktif

f. Sistem ventilasi yang balk, yang memungkinkan aliran udara dan tempat yang Iebih bersih, dan pencegahanan arab sebaliknya.

Udara dan sistem ventilasi dibersihakan dulu sebelum dilepeskan ke lingkungan melalui cerobong. Sistem pembersihan udara dilakukan dengan meiewatkan bahan penyerap dan sistem filter absulut. Tingkat dispersi lepasan gas dan cerobong tergantung pada tinggi cerobong dan kondisi cuaca di lingkungan tersebut.

(4)

Universitas Gadjah Mada 4 3. Pengendalian masukan zat radioaktif

Pemasukan zat radioaktif ke dalam tubuh melewati tiga gerbang yaitu pemafasan, pencemaan, dan kulit. Untuk pengendalian masukan zat radioaktif, dengan melengkapi dengan sarana proteksi radiasi yang sesuai. Sarara proteksi tersebut digunakan sesual dengan maksud dan penggunaan alat tersebut. Sarana perlengkapan bantu pernafasan dibedakan menjadi 2 yaitu

a. Perlengkapan bantu pernafasan yang dilengkapi dengan penyaring khusus debu, uap, dan atau gas tertentu.

b. Perlengkapan dengan catu udara sendiri.

Pengendalian masukan melewati gerbang pencernaan dilakukan dengan elakukan prosedur kerja yang balk, misalnya kewajiban menggunakan sarung tangan dan cuci tangan sehabis melakukan pekerjaan tertentu.

B. Teknik proteksi radiasi eksterna

Sumber radiasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu sumber radiasi terbuka clan terbungkus. Sumber radasi terbungkus merupakan sumber radiasi yang berada di luar tubuh atau sumber radiasi eksterna. Proteksi radiasi eksterna biasanva terkaitmenggunaan mesin untuk memproduksi radiasi misalnya pesawat sinar-x, dan akselerator elektron, serta sumber radiasi yang terbungkus.

Teknik proteksi radiasi ekstema dilakukan dengan menerapkan 4 cara sebagai berikut:

a. menggunakan sumber radiasi sekecil mungkin sesuai dengan tujuan penggunaan radiasi pengion tersebut. Jika menggunakan zat radioaktif, dengan aktivitas serendah mungkin, dan jika menggunanak alat atau mesin maka intensitas radiasi serendah mungkin.

b. Pembatasan jangka waktu kerja

c. Bekerja sejauh mungkin dan sumber radiasi d. Menggunakan perisai radiasi

1. Pembatasan kuat sumber radiasi.

Untuk suatu tujuan tertentu perlu dibatasan kuat sumber radiasi yang digunakan, agar risiko yang diterima serendah mungkin tetapi tujuan pemanfaatan sumber radiasi tersebut tetap dapat dicapai. Dengan demikian akan menghemat serta perlengkapan proteksi radiasi. Semakin besar kuat maka akan diperlukan bahan perisai yang semakin banyak untuk keperluan proteksi radiasi.

(5)

Universitas Gadjah Mada 5 2. Pembatasan jangka waktu kerja

Untuk penggunaan sumber radiasi tertentu maka laju dosis akan anding tunis dengan kuat sumber, sehingga dosis radiasi yang diterma pekerja berbanding lurus dengan jangka waktu kerja

dengan t adalah jangka waktu kerja.

Pembatasan jangka waktu kerja dengan mengupayakan agar pekerjaan dapat dikerjakan dengan rencana kerja yang dituangkan dalam prosedur kerja yang jelas.

Dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi dibatasi dengan nilai batas turunan, yaitu nilai batas dosis dalam jangka waktu tertentu yang diturunkan dan nilai batas dasar, yaitu nital batas dosis 5 rem per tahun, misalnya nilai batas dosis kuartalan, mingguan dan lain sebagainya.

Jika jangka waktu kerja cukup lama maka dapat dikerjakan oleh beberapa sehingga masing-masing pekerja masih di bawah nilai batas dosis tersebut. Untuk menghindari kesatahan dalam pengerjaan pertu direncanakan dan dibuat prosedur yang sederhana, jika perlu dengan tatihan mengerjakan pekerjaan serupa hanya saja tidak di medan radiasi.

3. Memelihara jarak aman

Laju dosis berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya, sehingga untuk menurunkan taju dosis ditakukan dengan mengerjakan pada jarak yang sejauh mungkin tetapi pekerjaan dapat ditakukan dengan baik. Perlengkapan yang digunakan antara lain tang panjang yang memungkinkan pekerja radiasi dapat mengerjakan pekerjaannya dalam jarak yang cukup jauh.

Persamaan 6-2 tersebut terlihat bahwa penurunan laju dosis radiasi dapat dilakukan dengan cara menjauhkan dan sumber radiasi, misalnya dengan menjauhkan sehingga jarak menjadi 4 kali maka laju dosis akan menjadi seperenambelasnya.

4. Penggunaan perisai radiasi.

Cara menurunkan laju dosis di daerah kerja dapat dilakukan dengan menggunakan perisai radiasi. Jenis perisai tergantung pada jenis radiasi.

Untuk partikel bermuatan, tebal perisai tergantung pada jangkaunya, dan rienggunakan bahan perisai yang nomor atomnya rendah agar tidak terbentuk sinar abar.

(6)

Universitas Gadjah Mada 6 Sedangkan untuk radiasi netron, digunakan perisai yang mnomor atom rendah, biasanya yang mengandung banyak atom hidrogen, atau atom yang mempunyai tampang tangkapan yang besar, misalnya cadmium, boron dan lain sebagainya.

Untuk radiasi gama biasanya digunakan bahan perisai yang berat jenisnya besar, misalnya beto, timbal dan lain sebagainya. Beberapa bahan perisai gama yang banyak digunakan terinci pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Tebal persepuluh bahan perisai radiasi gama (g cm2)

Sumber radiasi

Bahan perisai, berat jenis g cm3 Air

1.0

Bata 1,4-1,6

Beton 1,8-2,4

Beton barit 2,8-3,8

Besi 7,8-7,9

Gelas timbal 3,2-4,2

Timbal 10-11,3 Au-198

Ir-1 92 1-131 Cs-137 Fe-59 Co-60 Ra-226

35 35 36 39 49 50 57

36 36 37 40 50 51 58

35 35 36 40 50 51 58

26 27 28 36 48 50 57

33 35 36 42 52 54 60

19 21 22 29 44 47 54

12 15 16 23 40 44 53 (Siemens, 1996)

Hubungan fluks radiasi gama untuk berkas sejajar pada persamaan (2-12) dapat dituliskan dengan nilai tebal persepuluh, berikut

Jika perisai cukup tebal maka persamaan 6-3 di kalikan dengan faktor pertumbuhan (B), yang nilainya B ≥1.

Persamaan (6-3) dan (6-4) untuk berkas yang sejajar, oleh karenanya untuk berkas yang tidak sejajar, yang dpengaruhi oleh bentuk sumber radiasi, serta sifat sumber radiasi maka perlu di koreksi dengan suatu faktor yang tergantung bentuk sumber tersebut.

(7)

Universitas Gadjah Mada 7 C. Perisai Struktural

Perisai struktural sangat dibutuhkan jika radiasi yang digunakan mempunyai, daya tembus, kuat sumber radiasi, dan energi yang tinggi, misalnya radiasi gama dan netron.. Perisai struktual adalah suatu perisai radiasi yang juga merupakan bahan struktur dan bangunan instalasi radiasi tersebut. Oleh karenanya persyaratan perisai struktural tersebut mampu menurunkan laju dosis sampai dengan tingkat tertentu, dan mempunyai sifat fisik yang baik yang memenuhi syarat sebagai bahan struktur. Dengan pertimbangan proteksi radiasi perisai struktural berfungsi untuk mnurunkan laju dosis radiasi di daerah di sekitar fasilitas radiasi tersebut sampai dengan nilai batas dosis yang diperkenankan. Ruang fasilitas radiasi dirancang sedemikian rupa sehingga sehingga aman, tidak dioperasikan jika pintu dalam keadaan terbuka, dan seandainya pintu a tetapi dapat beroperasi maka radiasi pasti akan melewati perisai structural tersebut.

Beberapa contoh instalasi radiasi yang memerlukan perisai struktural adalah reaktor nuklir, tempat penyimpanan limbah radioaktif aktivitas tinggi, ruang radioterapi, ruang radiodiagnostik, iradiator, dan lain sebagainya.

1. Bahan Perisai Struktural

Bahan perisai struktural harus memenuhi persyaratan sebagai bahan man, dan mampu menurunkan laju dosis radiasi. Bahan-bahan yang banyak digunakan terinci pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2. Berat jenis bahan bangunan komersial

No. Bahan Berat jenis, g cm3

Rentang Rerata 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Barium sulfat alam Beton barit

Bata soft Bata hard

Beton agregat ferofophosphorus Granit

Beton agregat Ilmenite Timbal

Gelas timbal Limestone Marble Plaster pasir Beton Baja

3,6 - 4,1 1,4 - 2,3 2,6 - 2,7 4,4 - 4,7

2,1 - 2,8 2,6 - 2,86

1,6 - 1,9 2,25 - 2,4

4,5 3,6 1,65 2,05 4,8 2,6 3,83 11,36

3,27 2,46 2,7 1,54 2,35 7,8 (NCRP, 1976)

Efektifitas penurunan laju dosis sangat dipengaruhi oleh berat jenis bahan, semakin tinggi berat jenis bahan akan semakin efektif untuk menurunkan laju dosis, sehingga untuk penurunan laju dosis yang sama bahan perisai radiasi yang mempunyai berat jenis yang lebih tinggi diperlukan perisai yang lebih tipis.

(8)

Universitas Gadjah Mada 8 2. Nilai batas laju dosis

Nilai batas laju dosis daerah di sekitar instalasi radiasi ditentukan oleh rang dan tingkat pemanfaatannya. Berdasarkan kelompok orang yang menggunakan ruang tersebut dapat dibedakan menjadi 2 yaitu

a. Daerah terkontrol, yaitu daerah yang diperuntukkan bagi pekerja radiasi, sehingga nilai batas laju dosis tersebut didasarkan pada nilai batas dosis bagi pekerja radiasi.

Nilai Batas Dosis pekerja radiasi 5 rem per tahun.

b. Daerah tidak terkontrol, yaitu daerah yang diperuntukkan bagi bukan pekerja radiasi, sëhingga nilai batas laju dosis tersebut didasarkan pada nilai batas dosis bagi anggota masyarakat umum. Nilai Batas Dosis anggota masyarakat umum 0,5 rem per.

Tingkat pemanfaatan daerah tersebut dikuantitatifkan dengan faktor anfaatan atau faktor okupansi (T), yang nilainya 0 sampai dengan 1, semakin tinggi tingkat pemenfaatannya maka semakin tinggi nilai faktor pemanfaatannya. Untuk kelompok orang yang dilindungi, misalnya anak-anak, maka faktor anfaatan diambil maksimal yaitu sama dengan 1.

Perhitungan untuk perisai struktural yang merupakan perisai permanen sehingga nilai batas dosis untuk jangka waktu yang panjang. Untuk ini nilai batas yang mewakili kegiatan pekerjaan dalam jangka waktu yang panjang tersebut, antar aim mingguan.

Oleh karenanya nilai batas dosis dinyatakan dengan nilai batas dosis mingguan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, nilai batas dosis daerah terkontrol 0,1 rem per minggu, dan untuk daerah tidak terkontrol 0,01 rem per minggu. Untuk radiasi gama atau sinar-x, maka Nilai batas mingguan untuk daerah terkontrol setara dengan 0,1 R dan untuk daerah tidak terkontrol setara dengan 0,01 R.

dengan P : nilai batas dosis mingguan.

3. Beban kerja

Beban kerja dinyatakan dengan beban kerja mingguan, yaitu besarnya radiasi pada jarak 1 meter dalam jangka waktu satu minggu.Pada umumnva untuk mencapai tujuan penggunaan radiasi pengion, radiasi tidak selalu diarahkan pada seluruh arah.

Untuk menghitung tebal perisai untuk suatu arah tertentu, maka beban kerja mingguan perlu di koreksi dengan faktor penggunaan, suatu faktor yang menyatakan fraksi penggunaan radiasi pada arah tersebut. karenanya nilai dan fator penggunaan mempunyai rentang dan 0 sampai dengan 1.

(9)

Universitas Gadjah Mada 9 Paparan radiasi yang mengenai perisai dapat dibedakan menjadi 2 yaitu radiasi primer dan radiasi sekunder. Disebut radiasi primer jika arah radiasi tersebut merupakan radiasi primer Iangsung dan sumber. Radiasi sekunder jika radiasi tersebut merupakan radiasi sekunder, yang dapat berupa radiasi hasil hamburan sasaran atau bocor menembus rumahan sumber radiasi. Semua perisai struktural akan menerima paparan radiasi balk primer dan sekunder.

a. Radiasi primer

Untuk menghitung tebal perisal akibat radiasi primer, paparan maksimum untuk daerah disebelahnya dinyatakan dengan paparan radiasi pada jarak 1 meter dan sumber tanpa perisai sebagai berikut

Beban kerja mingguan (W) setelah dikoreksi dengan faktor penggunaan pada arah tersebut (T) sama dengan Wx T sehingga penurunan paparan radiasi atau faktor transmisi perisai yang diperlukan:

Untuk menghitung tebal perisai primer didasarkan besarnya faktor insmisi perisai dapat menggunakan grafik jika tersedia grafik hubungan factor transmisi perisai untuk bahan perisai yang dimaksud debgan tebal perisai. Jika dapat diselesaikan secara analitis dengan menggunakan persamaan berikut:

dengan B adalah faktor pertumbuhan, dan t koefisien atenuasi.

b. Radiasi hamburan

Radiasi hamburan terjadi akibat radiasi primer menumbuk sasaran, sehingga akan terjadi hamburan Compton yang telah dibicarakan pada Bab 1. Energi radiasi terhambur tergantung pada sudut hambur yang nantinya menentukan nilai koefisien atenuasi untuk arah hamburan tersebut. Letak sumber radiasi hambur pada sasaran.

Untuk kuat sumber radiasi hamburan telah di tentukan tetapan a yang menyatakan rasio radiasi terhamabur dibanding radiasi primer yang tergantung pada energi dan sudut hambur. Tatapan a tersebut ditentukan secara numeris, terinci pada Tabel 6.3.

(10)

Universitas Gadjah Mada 10 Tabel 6.3. Tetapan a, perbandingan intensitas terhambur dengan radiasi

mula-mula, untuk luas lapangan 400 cm2

Sumber Sudut hambur, o

30 45 60 90 135

Cs – 137 Co – 60

0,0065 0,0060

0,0050 0,0036

0,0041 0,0023

0,0029 0,0009

0,0019 0,0006 (NCRP, 1976)

Dengan menggunakan persamaan (6-7), maka untuk radiasi hamburan faktor penggunaan selalu diambil = 1, sehingga dapat disusun persamaan berikut:

F = luas lapangan, cm2

dsec = jarak titik yang dimakdud dengan sasaran, m dsca = jarak titik sumber dengan sasaran, m

c. Radiasi bocor

Radiasi bocor adalah radiasi yang lobs dan rumahan sumber radiasi pada bukan arah radiasi guna pada saat pesawat dioperasikan. Untuk maksud mi banyaknya radiasi bocor yang dipersyaratkan dapam perancangan sumber radiasi sebesar 0,1%. Oleh karenanya dengan persamaan (6-6), faktur penggunaan U = I dapat disusun hubungan sebagai berikut

Masing-masing perisai struktural dihitung kebutuhan tebalnya baik sebagai perisai primer, perisai sekunder hamburan, maupun sekunder bocor, yang selanjutnya tebal perisai ditentukan sama dengan kebutuhan tebal perisai terbesar di tambah dengan satu atau dua kali tebal paronya.

(11)

Universitas Gadjah Mada 11 DAFTAR PUSTAKA

BAPETEN, 1999, Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi, No.01/Ka- BAPTEN/V- 99, BAPETEN, Jakarta

Cember, H, 1988, Introduction to Helath Physics, 4th, Pergamon Press, New York IAEA, 1973, Radiation Protection Procedures, Safety Series No. 38, IAEA, Viena.

Morgan, Z., Turner, J., E., 11967, Principles of Radiation Protection, John Wiley & Sons, mc, New York.

NCRP, 1976, Structural Shielding Design And Evaluation For Medical Use Of X Rays And Gamma Rays Of Energies Up To 10 MeV, NCRP report No. 49, NCRP, Washington Price, W.,J., 1958, Nuclear Radiation Detecttion, 2”, McGraw-Hill Book Company, New York.

Siemens, 1996, Medical Engineering, Data formulas, And Facts, Publicis MCD Verlag, Erlangen.

Tsoulfannidis, N, Measurement and Detection of Radiation, Hemisphere Publishing Corporation, New York.

Wiryosimin, S.,1995, Mengenal Asas Proteksi Radiasi, Penerbit ITB, Bandung.

Situs BAPETEN ; http//:www.bapeten.org

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini, implementasi kebijakan yang dilakukan dinas kesehatan dalam penanganan gizi buruk pada balita di Kabupaten Enrekang sudah baik, hal ini

Apersepsi dengan menggali pengetahuan mahasiswa terkait dengan materi bangun ruang yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, yaitu tentang kubus  dan   balok.. Tanya jawab

Sesuai dengan ketentuan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010

PREM’2O1O Hitam TgnI Dari Baru Km±6Orb Re- cord Simprug SptBaru Ban & Interior Baru 42OJt Ph. jl sawangan grogol depok

• Suatu bentuk pelayanan kesehatan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah ingin mengidentifikasikan bagaimana

Karena pengaruh variabel resiko yang diterima terhadap variabel manfaat yang dirasakan tidak signifikan, maka hipotesis 3, Semakin tinggi kredibilitas sebuah

Melakukan penelitian lebih jauh mengenai model pengorganisasian dalam meningkatkan kesadaran lingkungan yang dilakukan oleh Harini Bambang Wahono ini tentunya menjadi