A. Efektifitas terapi sufistik pada penderita psikosis
Terapi sufistik yang digunakan untuk pengobatan atau terapi penderita gangguan psikosis di panti rehabilitasi sakit jiwa "Nurussalam" ada beberapa macam dan ada cara tersendiri yang digunakan. Metode pengobatan atau penyembuhan gangguan penderita psikosis yang dilakukan di panti rehabilitasi sakit jiwa "Nurussalam" di Sayung-Demak merupakan suatu paket yang dilaksanakan secara intensif dan kontinyu dalam satu periode tertentu. Dimana metode ini melalui pendekatan Illahiyah yang terdiri dari Mandi taubat, membacakan ayat-ayat al-Qur'an, penyucian jiwa dengan dzikir, do'a bersama, dan shalat berjama'ah.
Proses pengobatan atau penyembuhan pada penderita gangguan psikosis dengan terapi sufistik yang dilakukan di panti rehabilitasi, adalah satu rangkaian yang semuanya harus dilakukan oleh semua pasien, dari terapi mandi taubat sampai shalat berjama'ah.
1. Mandi taubat.
Terapi mandi taubat yang dilakukan di panti rehabilitasi sakit jiwa
"Nurussalam" untuk penderita gangguan psikosis dilakukan dengan dua cara,
yang pertama dengan cara menyemprotkan air dingin melalui selang dan air itu
harus mempunyai tekanan agar memancar lebih kuat, proses pemandiannya
dengan cara pasien di pegangi kepala, tangan dan kakinya agar pasien tidak lari,
kemudian air selang yang bertekanan kuat disemprotkan pada pasien oleh
terapis dimulai dari bagian belakang kepala naik ke atas sampai ubun-ubun di
ulangi sampai tiga kali, cara ini di gunakan untuk menerapi pasien yang sudah
stadium lanjut atau pasien masih dalam keadaan parah dan ini berlangsung satu sampai dua minggu proses awal terapi. Maksud dari pemandian dengan cara menyemprotkan air selang yang mempunyai tekanan kuat dengan cara disemprotkan dibagian belakang kepala sampai pada ubun-ubun, itu juga sebagai tehnik pemijatan agar kalau ada gumpalan-gumpalan di kepala agar memperlancar peredaran darah diotak
Yang kedua dengan cara berendam di kolam dengan menggunakan air dingin selama kurang lebih 1 jam untuk pasien yang sudah tidak begitu parah.
Proses terapi ini berlangsung hingga pasien sudah menunjukkan gejala dan perilaku yang lebih baik atau normal. Untuk pasien yang sudah normal tidak diperlukan proses terapi dengan pemandian lagi.
Untuk pasien yang masih awal terapi dimandikan tiap malam setelah itu kalau sudah lebih baik dilakukan seminggu sampai dua minggu sekali.
Mandi adalah bagian dari bersuci yang dalam ilmu fiqih dikenal dengan istilah Thaharah. Bersuci di sini mengandung pengertian bahwa pasien gangguan psikosis harus suci. Singkatnya bersih lahir dan batin.
Dasar teori digali dari al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 6. Segala bentuk ibadah dalam Islam dilakukan dalam keadaan suci. Secara psikologis, bagian- bagian tubuh yang dicuci mempunyai arti simbolik, dalam berwudlu mencuci muka, adalah bagian tubuh yang paling berperan dalam kehidupan sehari-hari sebagi pembawaan ekspresi jiwa, lengan adalah bagian ekspresi keinginan jiwa, kepada sebagian pencetus ide dan kaki sebagai salah satu pelaksana keinginan jiwa. Sementara arti psikodinamik terhadap pengubahan tingkah-laku yang akan selalu didasari dengan kesucian jiwa.
1Mandi taubat secara psikologis, bagian-bagian tubuh yang dicuci mempunyai arti yang simbolik, dalam berwudlu mencuci muka, adalah bagian
1 Anang Syah, Pembinaan Inabah I Pondok Pesantren Suryalaya, (Bandung : Wahana Karya grafika, 2000), hlm.23
tubuh yang paling berperan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pembawaan ekspresi jiwa, lengan adalah bagian ekspresi keinginan jiwa, kepala sebagai pencetus ide dan kaki sebagai salah satu pelaksana keinginan jiwa. Sementara arti psikodinamik terhadap pengubahan tingkah-laku yang akan selalu didasari dengan kesucian jiwa.
Bila ditinjau secara ilmiah, pada waktu malam hari kulit dan daging dalam keadaan mengendur dan syaraf-syaraf sedang tegang, kemudian diguyur dengan air dingin, maka kulit dan daging akan kembali pada posisi yang sebenarnya sehingga tubuh menjadi segar bugar.
2Mandi taubat merupakan hal yang penting dalam proses penyadaran dan membersihkan kotoran dan najis yang menempel di tubuh dan jiwa, juga untuk memperlancar peredaraan darah di dalam tubuh.
2. Membacakan ayat-ayat Al-Qur'an
Terapi dengan membacakan ayat-ayat al-Qur'an yang dilakukan di panti rehabilitasi sakit jiwa "Nurussalam" itu hanya dibacakan ayat-ayat pilihan saja yang ada hubungannya dengan penyakit pasien. Pasien yang masih dalam proses terapi awal atau keadaannya masih parah setelah dimandikan pada tengah malam, pasien diterapi dengan dibacakan ayat-ayat suci al-Qur'an.
Pasien disuruh mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur'an yang dibacakan didekat telinga pasien oleh terapis, reaksi pasien saat mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur'an pertama mereka terdiam, lalu banyak dari mereka yang akhirnya menangis. Mereka menyadari akan dirinya dan keagungan Tuhan.
Al-Qur'an adalah obat yang paling utama dalam kedokteran jiwa, santapan dan kenikmatan rohani, cahaya hati dan penerang kegelapan. al-Qur'an juga merupakan suatu yang menggembirakan mata dan cahaya penglihatan,
2 Ibid, hlm.22
serta kesembuhan bagi tubuh dan jiwa.
3Setiap huruf dari al-Qur'an merupakan kesembuhan untuk berbagai penyakit jiwa dan penyakit fisik. Di dalamnya terkandung ketenangan, petunjuk, kesehatan dan keridhloan, asal disertai dengan keimanan terhadap Allah SWT.
3. Dzikir dan Do'a
Terapi untuk penderita gangguan psikosis di panti rehabilitasi Nurussalam yang menggunakan metode terapi dzikir dan do'a, ini menjadi rutinitas yang setiap hari harus selalu dilakukan oleh semua pasien untuk kesembuhan pasien dari gangguan jiwa.
Setiap hari sebagai kegiatan rutinitas semua pasien dikumpulkan jadi satu di ruangan khusus untuk dilakukan terapi membacakan ayat-ayat Qur'an, penyucian jiwa dengan dzikir dan do'a bersama. Proses terapi ini dilakukan pada waktu sore hari sehabis shalat ashar.
Melalui dzikir, potensi spiritual manusia diwujudkan dan selanjutnya diaktualisasi pada setiap gerakan dan langkahnya. Dzikir yang dilakukan secara benar akan berimplikasi pada perilaku yang positif dan terhindar dari perilaku yang negatif. Jika hal ini dilakukan terus menerus dalam waktu yang lama, akan menjadi kekuatan yang luar biasa, yang akan membawa seseorang mencapai derajat kesehatan baik fisik maupun jiwa.
Adapun terapi sufistik dengan media dzikir tidak sekedar berdasarkan pada upaya pemuasan jiwa dan penyibukannya pada segala macam kecenderungan dan keinginannya, tetapi juga memperhatikan upaya penjinakkan, penataan, penjagaan, dan pengawasan jiwa agar melangkah di jalan Allah SWT.
Secara psikologis, akibat perbuatan "mengingat Allah" ini dalam kesadaran atau berkembanglah penghayatan akan kehadiran Tuhan Yang Maha
3 Muhammad Mahmud, Do'a sebagai Penyembuh, (Bandung : Al-Bayan, 1998), hlm. 95
Pemurah dan Maha pengasih, selain itu pelaksanaan dzikir yang dilakukan secara terus-menerus dengan sikap rendah hati dan secara lembut, halus, akan membawa dampak relaksasi dan ketenangan.
Ditinjau dari kesehatan jiwa do'a dan dzikir dapat berfungsi sebagai pengobatan, pencegahan dan pembinaan. Perawatan kejiwaan dengan dzikir agar penderita dapat mengingat kembali pengalaman yang memudahkannya hidup dalam konflik, sehingga mereka akan menjadi sadar. Oleh karena itu proses menginggat sangat penting artinya bagi kesehaatan jiwa. Dengan proses mengingat penderita dapat mengenal dan memperbaiki dirinya serta mendapat ketenangan jiwa.
4Dzikir dan do'a berhubungan dengan proses menggingat dan proses pengungkapan perasaan. Dengan berdzikir dan doa akan memperoleh ketenangan jiwa karena penderita sadar akan dirinya ingat kepada Allah, serta merasa Allah mengetaui, mendengar, dan memperhatikan do'anya mengingat Allah juga dapat membersikan pikiran dari bayang-bayang negatif yang akan menghantui diri manusia. Hal itu sangat efektif untuk terapi pada penderita gangguan psikosis dalam proses penyadaran.
Dengan kondisi pasien yang terganggu jiwanya, dia tidak mampu berdo'a atau untuk mendo'akan dirinya, maka seorang terapis yang mendo'akan pasien dengan cara do'a bersama, semua pasien dikumpulkan dalam ruangan untuk sekedar mendengarkan dan menghayati do'a yang dilakukan oleh terapis untuk kesembuhan pasien.
Mendo'akan pasien merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh terapis, karena do'a merupakan inti sebuah pengabdian yang bersih dan mulia. Kewajiban saling mendo'akan merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW.
Maksud dan tujuan mendo'akan pasien agar Allah berkenan memberikan hidayah, kesembuhan dan keselamatan kepadanya sehingga pada akhirnya pasien dapat menjadi individu yang mandiri, berkepribadian yang
4 A.F. Jaelani, Penyucian Jiwa dan Kesehatan Mental, (Jakarta : Amzah, 2001), hlm. 109
agung dan bermental yang tangguh dalam menjalani hidup di dunia dan di akhirat.
4. Shalat
Terapi shalat ini diperuntukkan untuk pasien yang taraf gangguannya sudah ringan, yang sudah mengenal diri dan lingkungannya, yang emosinya sudah terkendali. Di panti rehabilitasi sakit jiwa Nurussalam tersedia Musholla yang digunakan untuk kegiatan proses terapi shalat berjama'ah bagi pasien penderita gangguan psikosis. Shalat berjama'ah dilakukan bersama-sama dengan para santri pondok pesantren Hidayatul-Qur'an dan klien panti rehabilitasi Nurussalam. Pada waktu-waktu shalat wajib para pasien dengan sendirinya sudah terbiasa untuk mempersiapkan shalat berjama'ah di Musholla panti rehabilitasi sakit jiwa Nurussalam
Shalat bisa menenangkan jiwa. keadaan yang tenang dan jiwa yang damai ditimbulkan shalat juga membantu melepaskan diri dari kegelisahan yang dikeluhkan oleh para pasien jiwa. Keadaan tenang dan jiwa damai yang ditimbulkan shalat biasanya tetap berlangsung untuk beberapa lama setelah shalat selesai.
Pada saat seseorang sedang shalat, maka seluruh alam pikiran dan perasaannya terlepas dari semua urusan dunia yang membuat dirinya stres atau mengalami berbagai gangguan kejiwaan. Sesaat jiwanya tenang, ada kedamaian dalam hatinya (peace in main). Hal ini sejalan dengan pendapat para pakar stres, yang menganjurkan orang agar menjalankan shalat dengan menghayati dan mengamalkannya.
55 Dadang Hawari, Al-Qur'an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: Dana Bakti Primayasa, 1996), hlm. 445