• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga Berencana atau disingkat KB merupakan program yang ada di hampir setiap negara berkembang termasuk Indonesia. Pengaturan jumlah anak tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan mereka (Marmi, 2016). Solo et al. (2005) menjelaskan program KB telah lama dianggap sebagai aspek kunci pembangunan sosial ekonomi. Meskipun hal ini secara luas diakui dan didokumentasikan dengan baik, perhatian dan sumber daya untuk memperbaiki program KB di negara-negara berkembang telah menurun.

Farmer et al. (2015) menyatakan masyarakat Rwanda mengetahui manfaat dari keluarga berencana tetapi selalu menginginkan keluarga yang lebih besar karena alasan budaya dan sejarah. Hambatan penggunaan kontrasepsi di Rwanda karena adanya tekanan sosial dan peran gender dimana wanita menghadapi stigma yang signifikan. Suami diberikan kekuasaan membuat keputusan, tetapi banyak suami tidak memiliki pemahaman yang baik tentang keluarga berencana.

International Conference on Population and Development (ICPD) pada tahun

1994 di Kairo telah mengubah paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan, yang semula berorientasi kepada penurunan menjadi pengutamaan kesehatan reproduksi perorangan dengan menghormati hak reproduksi setiap individu (Mugisha and Reynolds, 2008).

Sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia, yaitu 237 juta menurut hasil Sensus Penduduk 2010, isu kependudukan menjadi prioritas penting bagi pemerintah Indonesia. Program KB memberikan kontribusi dalam penurunan fertilitas. Gertler dan Molineaux dalam Prata (2007) menemukan bahwa penggunaan kontrasepsi di Indonesia berkontribusi 75% dari penurunan fertilitas. Disimpulkan bahwa perubahan dalam pendidikan, pembangunan ekonomi Indonesia dan adanya sistem suplai alat dan obat kontrasepsi berkaitan dengan peningkatan penggunaan kontrasepsi.

1

(2)

Sesuai dengan arah pembangunan pemerintah periode 2015-2019, BKKBN merupakan salah satu Kementerian/Lembaga (K/L) yang diberi mandat untuk mewujudkan agenda prioritas pembangunan (Nawacita), terutama pada agenda prioritas nomor 5 (lima) yaitu “meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia”

melalui “pembangunan kependudukan dan keluarga berencana”. BKKBN bertanggung jawab untuk meningkatkan peran keluarga dalam mewujudkan revolusi mental (BKKBN, 2015).

Beberapa isu strategis dan permasalahan pengendalian kuantitas penduduk yang harus mendapat perhatian khusus diantaranya adalah: masih lemahnya komitmen dan dukungan stakeholder terhadap program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK); masih tingginya jumlah anak yang diinginkan dari setiap keluarga, yaitu sekitar 2,7 sampai dengan 2,8 anak atau diatas angka kelahiran total sebesar 2,6. Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) masih tinggi, yaitu sebesar 8,5 persen (BKKBN, 2015).

Prinsip otonomi daerah dalam penyelenggaraan urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana merupakan langkah kongkrit untuk mengatasi rentang kendali manajemen pelayanan program KB antara pemerintah dengan pemerintah daerah khususnya di kabupaten/kota (BKKBN, 2015). Namun yang terjadi di Kabupaten Malinau Propinsi Kalimantan Utara bahwa program nasional tersebut telah dihentikan pelaksanaannya oleh pemerintah daerah Malinau.

Badan Pusat Statistik (BPS) Malinau mencatat ada penurunan penggunaan alat KB, pada 2012 persentase pengguna alat KB di Malinau mencapai 64,44%, tahun 2015 turun menjadi 49,28%. Persentase penduduk yang pernah menggunakan alat KB juga mengalami penurunan tahun 2012 sebesar 22,15%, menurun menjadi 19,17% pada 2015. Jumlah keluarga di Malinau tahun 2015 berjumlah 16.253,terlihat pula pertumbuhan penduduk di Kabupaten Malinau dari tahun ketahun, di tahun 2014 jumlah penduduk di Malinau sebanyak 74.469 jiwa.

Kemudian, bertambah di tahun 2015 sebanyak 77.492 jiwa. Artinya, ada

penambahan penduduk sebanyak 3.023 jiwa. Berdasarkan analisis capaian

kuadran antara TFR dan CPR Modern tahun 2015 Kabupaten Malinau berada di

kuadran 2 yang menunjukkan kondisi CPR rendah dan TFR tinggi.

(3)

Sumber: BKKBN, 2015

Gambar 1. Capaian kuadran antara TFR dan CPR Modern Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2015

Suplai alat dan obat kontrasepsi untuk memenuhi permintaan masyarakat merupakan upaya penyediaan oleh pemerintah pusat (BKKBN) sebesar 30%

untuk keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I. Mugisha and Reynolds (2008) menyatakan kurangnya suplai adalah hambatan untuk pelayanan KB yang berkualitas yang mengakibatkan penghentian pelayanan KB. Penelitian ini juga mengungkapkan kesalahpahaman masyarakat tentang permintaan kontrasepsi metode tertentu yang didengar klien karena pengaruh dari para stakeholder dan provider.

Kols (2008) menjelaskan perubahan lingkungan politik, mekanisme

pembiayaan, dan sistem kesehatan telah menciptakan hambatan baru dalam

memenuhi kebutuhan KB. Meningkatkan akses ke layanan akan semakin sulit jika

infrastruktur lemah. Beberapa program harus bekerja untuk mengatasi masalah

kurangnya demand ber-KB atau sulitnya suplai dan pelayanan KB. Sesuai

kebijakan pemerintah daerah menghentikan program KB, Dinas Kesehatan

Malinau dalam Tribun (2016) tanggal 20 Maret 2016 menyatakan:

(4)

“…Dinkes tidak lagi mendistribusikan alat KB kepada masyarakat sejak 2012. Hal ini, dapat dilihat dari tidak adanya order alat KB oleh Dinkes Malinau. Ini sudah merupakan kebijakan Bupati yang harus dikawal. Jadi Dinas Kesehatan Kabupaten Malinau tidak mendistribusikan alat KB lagi.

Alat-alat KB yang didapat oleh masyarakat, kebanyakan berasal dari penjual yang berkeliling ke rumah-rumah…”

Dinas Kesehatan dalam Tribun Kaltim juga mengungkapkan bahwa:

“…Trend kelahiran dan kematian bayi di Malinau. Pada 2011 dari 1.613 kelahiran hidup, 23 bayi meninggal dunia. Kemudian, pada 2012 dari 1.434 kelahiran, 45 bayi meninggal. Selanjutnya, 2013, dari 1.291 kelahiran, 19 bayi meninggal. Tahun 2014 dari 1.421 kelahiran, 40 bayi meninggal.

Terakhir 2015, dari 1.321 kelahiran, 25 bayi meninggal dunia. Kematian bayi paling besar terjadi pada 2012 lalu. Kalau mau bicara program KB, di Malinau dapat dikatakan sukses. Hanya 16 bayi per seribu. Sedangkan, ketentuan negara sesuai dengan jumlah penduduk, seharusnya kelahiran di Malinau 19 bayi per seribu orang. 16 kecamatan di Malinau, masing-masing telah memiliki puskesmas. Sesuai data yang dihimpun Dinkes Malinau, angka kelahiran (TFR) di Malinau saat ini 1,4 per seribu. Sedangkan, angka kelahiran yang ditetapkan pemerintah 2,3 per seribu. Artinya, angka kelahiran di Malinau tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah…”

Pemerintah daerah Malinau dalam kompas mengakui daerahnya memiliki wilayah yang sangat luas untuk ukuran sebuah kabupaten.

“…Kabupaten dengan motto Bumi Intimung ini memiliki luas 39.799,90 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk sekitar 80 ribu jiwa. Artinya, dalam 1 kilometer persegi, hanya dihuni dua orang. Program KB salah diartikan oleh penduduk pedalaman. Pelaksanaannya yang berorientasi untuk menekan jumlah penduduk yang tak terkendali, namun tanpa melihat keseluruhan daerah Indonesia, jika di Pulau Jawa hal ini tidak masalah, tapi di pedesaan dan perbatasan seperti di Malinau, justru banyak desa yang terkesan hilang, ditinggal oleh para penduduknya. Hal ini bukan hal yang sepele, penurunan angka kelahiran juga bisa menyebabkan penurunan kebudayaan. Jika masyarakat tersebut memiliki budaya, namun tak ada pewarisnya, sama saja tak ada penerus.

Minimnya kelahiran berimbas pada persoalan pendidikan, banyak sekolah di daerah perbatasan dan pedalaman terancam ditutup…” (Nara, 2015)

Melihat fenomena tersebut, pemerintah daerah Malinau mengambil

kebijakan menghentikan program KB di Malinau selama 10 tahun dengan harapan

jumlah penduduk di Malinau bertambah banyak, dan telah menghentikan suplai

alokon dari BKKBN ke Kabupaten Malinau, pemerintah daerah mengharapkan

pemerintah pusat dapat memetakan kebijakan mana saja yang dapat dijalankan

(5)

dan mana yang tidak, menurut pemerintah daerah Malinau bahwa program KB cocok diterapkan di daerah-daerah padat penduduk tapi tidak di Malinau (Susanto, 2016).

Program keluarga berencana memiliki makna yang sangat strategis, komprehensif dan fundamental dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan sejahtera dan telah menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat bersinergitas dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan UU RI pasal 78 ayat 2. Melihat penurunan penggunaan kontrasepsi di Kabupaten Malinau, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang bagaimana pelaksanaan kebijakan program KB di Kabupaten Malinau.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis pelaksanaan kebijakan program keluarga berencana di Kabupaten Malinau.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk melihat pelaksanaan program KB setelah ada perubahan kebijakan program KB di Kabupaten Malinau.

b. Untuk melihat kebijakan suplai alat dan obat kontrasepsi di Kabupaten Malinau.

c. Untuk melihat hambatan demand ber-KB di Kabupaten Malinau.

C. Rumusan Penelitian

Kepastian regulasi berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun

2014 tentang pemerintahan daerah, terutama penegasan kembali bahwa

pengendalian penduduk dan keluarga berencana menjadi urusan wajib bagi

pemerintah daerah. Namun yang terjadi saat ini kebijakan program KB di

kabupaten Malinau menjadi tidak sejalan dengan arah kebijakan dan strategi

pembangunan KKB yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun

2015 tentang RPJMN 2015-2019.

(6)

Oleh karena itu, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan kebijakan program Keluarga Berencana di Kabupaten Malinau?

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah daerah penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan proses dan pengembangan kebijakan sebagai upaya menjamin pelayanan kesehatan yang optimal dan berkualitas.

2. Bagi keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan ilmiah

bagi peneliti lain dan menambah perbendaharaan ilmu tentang pelaksanaan

kebijakan kesehatan.

(7)

E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian

No Nama dan dan Judul Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Farmer et al. (2015) meneliti

Motivations and Constraints to Family Planning: A Qualitative Study in Rwanda’s Southern Kayonza District

Hasil dan kesimpulan: Responden mengetahui manfaat dari keluarga berencana, tetapi tetap menginginkan keluarga yang lebih besar dengan alasan budaya dan sejarah; masih adanya tekanan sosial dan peran gender: wanita muda dan belum menikah menghadapi stigma yang signifikan dan suami diberikan kekuasaan membuat keputusan, tetapi banyak suami tidak memiliki pemahaman yang baik tentang keluarga berencana; hambatan untuk mengakses layanan berkualitas;

efek samping: manajemen yang buruk dan kekhawatiran efek samping yang dipengaruhi penggunaan kontrasepsi.

Menggali persepsi responden tentang program keluarga berencana dan membahas hambatan suplai alokon yang berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi, menggunakan metode

kualitatif dengan melakukan in- depth

interviews.

Penelitian tersebut menganalisis persepsi

masyarakat tentang kespro dan KB, sementara penelitian ini untuk menganalisis persepsi

stakeholders, provider dan masyarakat mengenai pelaksanaan kebijakan program KB.

2. Mugisha and Reynolds (2008) meneliti Provider perspectives on barriers to family planning quality in Uganda: a qualitative study.

Hasil dan kesimpulan: penyedia layanan merasa bahwa faktor organisasi, seperti ketersediaan suplai, beban kerja, pengetahuan dan keterampilan mempengaruhi kemampuan mereka dalam memberi pelayanan yang berkualitas. Pada saat yang sama, penyedia layanan KB dihambat oleh faktor-faktor sosial seperti partisipasi pasangan pria, finansial, kesalahpahaman ber-KB dan dukungan pemimpin.

Membahas tentang ketersediaan suplai dan demand ber-KB, menggunakan metode

kualitatif dengan melakukan in- depth interviews terhadap

provider dan manajer.

Penelitian tersebut untuk menganalisis kualitas penyedia layanan KB,

sementara penelitian ini untuk

menganalisis

kebijakan, suplai,

dan demand ber-KB.

(8)

Lanjutan Tabel 2. Keaslian Penelitian

No Nama dan dan Judul Penelitian Persamaan Perbedaan 3. Solo et al. (2005) meneliti

Repositioning Family Planning- Zambia Case Study: Ready For Change.

Hasil dan kesimpulan:

Keberhasilan program KB di Zambia disebabkan adanya peran stakeholder dalam pelaksanaan rekomendasi, provider terlatih dalam pemberian pelayanan, meningkatnya sistem suplai alokon program promotif.

Membahas tentang pelaksanaan program KB, menggunakan penelitian studi kasus dengan melakukan in- depth interviews terhadap

provider dan manajer.

Penelitian tersebut untuk melihat proses dan kunci

keberhasilan program KB,

sementara penelitian ini untuk melihat penggunaaan kontrasepsi setelah adanya kebijakan KB.

4. Aiken and Scott (2016)meneliti Family planning policy in the United States: the converging politics of abortion and contraception

Hasil dan kesimpulan: penelitian ini menunjukkan perubahan kebijakan yaitu mengintensifkan aborsi dan memotong dana publik untuk kontrasepsi dikarenakan tingginya dukungan dari legislator.

Persamaan penelitian ini menganalisis terjadinya perubahan kebijakan.

Penelitian tersebut menganalisis faktor yang mendasari perubahan kebijakan,

sementara penelitian ini untuk melihat dampak penggunaan kontrasepsi setelah terjadi perubahan kebijakan.

5. Lipsky et al. (2016) meneliti

Partnerships for policy development: a case study from Uganda’s Costed Implementation Plan for Family Planning

Hasil dan kesimpulan: Kemitraan yang kuat dan saling mendukung antara praktisi dan policy maker sangat mempengaruhi eksekusi kebijakan kesehatan global dan rencana pelaksanaan pembiayaan nasional.

Membahas tentang pelaksanaan kebijakan program KB, menggunakan penelitian studi kasus dengan melakukan in- depth

interviews.

Penelitian tersebut

mengevaluasi

pelaksanaan

pembiayaan KB,

sementara penelitian

ini mengevaluasi

pelaksanaan

kebijakan program

KB.

Referensi

Dokumen terkait

$erdasarkan pengamatan, diperoleh hasil baha paku dikategorikan men&adi in group, sedangkan baud sebagai out grup- n!a. Paku dilihat hubungan kekerabatann!a

 Dapat menyedarkan pesalah supaya tidak mengulangi kesalahan UNDANG-UNDANG BERTULIS Hukum Kanun Melaka Undang-undang Laut Melaka Undang-Undang Pahang Undang-undang 99

LPJ Bendahara Pengeluaran, Rincian kas, Saldo Rekening, BKU, BP Kas Tunai, BP LAIN-LAIN, BP LS Bendahara, BP BANK, BP UP, BP KAS, BP PAJAK dokumen pertanggungjawaban

banyak orang tua menjadi takut. 5) Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat

Berdasarkan analisis yang dilakukan, waktu baku inspeksi sesuai dengan QCS sebesar 364.586 detik atau setara dengan 101,27 jam untuk inspeksi manual oleh operator Offline

Dalam teknik ini, tujuan yang ingin kita capai adalah menghasilkan sebuah deskripsi yang konsisten dengan semua contoh yang positif tetapi tidak dengan contoh

Teknik animasinya dilakukan dengan bentuk gambar yang menjadikan gambar tersebut berbeda di seti Teknik animasinya dilakukan dengan bentuk gambar yang menjadikan gambar tersebut

Penyitaan terbesar (94%) terdapat di wilayah Cina dan Indonesia. 2) Berdasarkan Laporan UNODC Asia Pasifik, Global Smart Update 2012, sepertiga dari ATS global dan setengah