STANDARDISASI KETENAGALISTRIKAN
2.1. Umum
Kerja sama di bidang ekonomi antara negara-negara di dunia, seperti Asean Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan World Trade Organization (WTO), telah menciptakan sistem perdagangan dunia yang bebas (free trade). Dengan sistem ini akan memperluas gerak arus transaksi barang dan atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara.
Sehingga pasar nasional nantinya akan bersifat terbuka terhadap barang dan atau jasa impor. Untuk mendukung pasar nasional dalam menghadapi proses globalisasi perdagangan tersebut, dipandang perlu untuk menyiapkan perangkat hukum nasional di bidang standardisasi yang tidak saja mampu menjamin perlindungan terhadap masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan, dan lingkungan hidup, tetapi juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih lanjut, di dalam Perjanjian Word Trade Organization (WTO), sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, khususnya mengenai Agreement on Technical Barrier to Trade (TBT) yang mengatur mengenai standardisasi ditegaskan bahwa negara anggota, dalam hal ini Pemerintah Indonesia, diwajibkan untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di bidang standardisasi. Standaridisasi dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup, serta untuk membantu kelancaran perdagangan dan mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan. Untuk dapat meningkatkan efektifitas pengaturan di bidang standardisasi diperlukan adanya peranan dan kerjasama yang sinergik antara konsumen, pelaku usaha, ilmuwan dan instansi Pemerintah.
Berdasarkan perkembangan tersebut di atas dan mengingat peraturan
perundang-undangan di bidang standardisasi sudah tidak lagi selaras dengan
Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Sedangkan Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
Sebagaimana diamanatkan dalam PP No.102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai instansi teknis bertanggung jawab dalam :
a. Menyusun program perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI);
b. Menerapkan SNI, yaitu dengan mempertimbangkan keselamatan ketenagalistrikan dan perlindungan konsumen, dan memberlakukan SNI sebagai standar wajib;
c. Melakukan pembinaan dan pengawasan khususnya terhadap penerapan SNI Wajib.
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan perumusan tersebut didasarkan oleh peraturan-peraturan pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Peraturan-peraturan pelaksanaan di bidang Standar Nasional Indonesia meliputi :
a. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (LN Tahun 1985 Nomor 74, TLN Nomor 3317) ;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (LN Tahun 2000 Nomor 1999);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan
pemanfaatan tenaga listrik (LN Tahun 1989 Nomor 24, TLN Nomor 3394)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 (LN Tahun 2005 Nomor 5, TLN Nomor 4469);
d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2001 tentang Komite Akreditasi Nasional;
e. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.02.P/0322/M.PE/1995 tentang Standardisasi, Sertifikasi dan Akreditasi Dalam Lingkungan Pertambangan dan Energi.
f. Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional No. 3401/BSN- I/HK.71/11/2001 tanggal 26 Nopember 2001 tentang Sistem Standardisasi Nasional;
2.2. Penerapan SNI Wajib
Dalam rangka penyiapan pelaksanaan penerapan SNI Wajib, perlu dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Sosialisasi SNI Wajib dan rencana SNI lainnya untuk diberlakukan sebagai standard wajib kepada pihak terkait, misalnya masyarakat pengguna produk ketenagalistrikan dan instalasi tenaga listrik, produsen dan instansi teknis terkait serta pemerintah daerah;
2. Penyiapan infrastruktur pelaksana penerapan SNI Wajib yang meliputi, Lembaga Sertifikasi Produk, Laboratorium Uji dan Lembaga Inspeksi;
3. Menotifikasikan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang pemberlakuan SNI Wajib ke WTO (World Trade Organization);
4. Pengawasan penerapan SNI Wajib yang dalam hal ini untuk Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi dilakukan oleh Inspektur ketenagalistrikan.
Penerapan SNI wajib dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Inventarisasi laboratorium penguji, lembaga sertifikasi dan lembaga
KAN atau lembaga nasional Negara tertentu yang masuk dalam IEC CB- Scheme.
2. Menginventarisasi lembaga sebagai pelaksana penerapan SNI wajib, dengan cara sebagai berikut :
§ membuat chek list penilaian kemampuan laboratorium uji, misalnya peralatan uji, item uji sesuai SNI Wajib, manajemen mutu, dll.
§ melakukan peninjauan ke lokasi laboratorium uji.
§ membuat chek list penilaian kemampuan lembaga sertifikasi dan atau lembaga inspeksi, misalnya asesmen alat kerja (tools), jumlah dan kesesuaian asesor, asesmen manajemen, dll.
Untuk penerapan SNI Wajib yang terkait dengan instalasi tenaga listrik, perlu langkah-langkah tindak lanjut antara lain membuat chek list penilaian kesesuaian yang akan dilakukan untuk menilai pada saat komisioning dan pemeriksaan berkala dalam rangka penerbitan Sertifikat Kelaikan.
3. Penugasan oleh Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi kepada lembaga sertifikasi produk yang telah diakreditasi oleh KAN atau lembaga akreditasi negara lain yang telah mengadakan saling pengakuan dengan Indonesia/KAN.
4. Apabila belum ada lembaga sertifikasi produk dan atau lembaga inspeksi yang diakreditasi oleh KAN, maka Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi untuk sementara menunjuk dan menugaskan lembaga sertifikasi produk dan atau lembaga inspeksi yang dianggap mampu. Dalam hal ini, sertifikat diterbitkan oleh Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi.
5. Pertimbangan dasar penugasan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan
Energi berdasarkan ruang lingkup SNI bidang ketenagalistrikan yang
diberlakukan sebagai standar wajib, yaitu untuk meyakinkan bahwa
lembaga yang ditugaskan memahami dan mampu menerapkan SNI Wajib,
karena dimungkinkan ruang lingkup SNI tersebut belum tercakup dalam
akreditasi KAN.
2.3. SNI Wajib Yang Diterapkan Pada Peralatan Tenaga Listrik
Standar, dalam hal ini SNI wajib, yang bersubstansi persyaratan untuk kerja, keselamatan dan dimensi suatu produk peralatan tenaga listrik, diterapkan melalui proses sertifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang terakreditasi dan ditugaskan oleh Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi.
Proses sertifikasi pada produk peralatan dimaksud, LSPro menunjuk Laboratorium Penguji yang terakreditasi untuk melakukan pengujian dan terhadap hasil uji LSPro melakukan penilaian (asesmen) dan evaluasi kesesuaian sesuai dengan SNI dan manajemen mutu di pabrik pembuatnya.
Kesesuaian dengan SNI sebagai hasil penilaian kesesuaian dituangkan dalam sertifikat Produk dan penandaan sertifikat pada produk yang diuji. Standar, dalam hal ini SNI Wajib, yang bersubstansi persyaratan unjuk kerja, keselamatan sistem instalasi ditetapkan melalui proses inspeksi yang dilakukan oleh Lembaga Inspeksi yang terakreditasi dan ditugaskan oleh Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi.
Proses inspeksi, Lembaga sertifikasi Inspeksi melakukan inspeksi pada saat komisioning pembangunan instalasi, pemeliharaan besar, reguler dan sewaktu- waktu. Kompetensi inspektur dalam hal ini harus mempunyai kemampuan prediktif, kuratif dan korektif dalam mengantisipasi ketidakselamatan ketenagalistrikan yang timbul pada instalasi disisi distribusi. Kesesuaian instalasi dengan SNI Wajib yang dihasilkan atas penilaian dan inspeksi lembaga inspeksi dapat dituangkan dalam sertifikat laik Operasi.
Selanjutnya dalam melakukan perumusan SNI bidang ketenagalistrikan,
PANITIA TEKNIK PANITIA TEKNIK PERUMUS SNI PERUMUS SNI
Pakar Bidang Ketenagalistrikan dari unsur-unsur :
§ Pemerintah
§ Pelaku Usaha
§ Konsumen
§ Ilmuwan
Net Konsep RSNI
Terkait dengan
§ Keselamatan
§ Standar Internasional
§ Masukan dari Masyarakat
§ Program Stand.
Nasional
FORUM FORUM KONSENSUS KONSENSUS
STAKEHOLDER
§ Pemerintah
§ Pelaku Usaha
§ Konsumen
§ Ilmuwan
RSNI RSNI
SNI SNI BIDANG KETENAGA LISTRIKAN BSN
BSN
I I N N D D U U S S T T R R I I PERDAGANGAN PERDAGANGAN
KESELAMATAN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN KETENAGALISTRIKAN Usulan Materi Konsep RSNI :
§ Publikasi IEC atau Std.
§ Nasional negara tertentu
§ Pemerintah DJLPE
§ Asosiasi Produsen
§ Pemilik Instalasi TL
§ Masyarakat Standardisasi
PROSES PENETAPAN
RSNI SNI
Gbr. 2.1. Proses Perumusan SNI Bidang Ketenagalistrikan
Gbr.2.2. Proses Pemberlakuan SNI Bidang Ketenagalistrikan Sebagai Standar Wajib
SNI
SUKARELA SN S NI I
W WA AJ JI IB B
§ KESELAMATAN
§ KEAMANAN
§ KEANDALAN
§ KESEHATAN
§ KELESTARIAN FUNGSI PERUMUSAN RSNI
OLEH PANITIA
PENETAPAN RSNI MENJADI SNI OLEH
PEMBERLAKUAN KEPMEN ESDM
NOTIFIKASI
WTO
2.4. Hasil Pelaksanaan di Bidang SNI Bidang Ketenagalistrikan
a. Perumusan Standar Bidang Ketenagalistrikan
Penyelenggaraan Forum Konsensus sejak tahun 1981 sampai dengan 2005 telah diselenggarakan sebanyak 25 kali, yang menghasilkan RSNI dan SNI serta telah ditetapkan oleh Kepala BSN, sebagai berikut :
Tabel 2.1.
Perumusan Standar Bidang Ketenagalistrikan
JUMLAH STANDAR
NO. STANDAR TENTANG
RSNI SNI
1 Instalasi dan peralatan pada pembangkit tenaga listrik
3 36
2 Instalasi dan peralatan pada Transmisi 3 22 3 Instalasi dan peralatan pada Distribusi 8 18 4 Instalasi dan peralatan pada Tegangan Rendah 8 36
5 Pemanfaat tenaga listrik 48 59
6 Lain-lain 11 45
• Sistem kelistrikan
• Sistem mutu keandalan
• Perlengkapan traksi listrik (KRL)
• Perlengkapan elektromedik
Jumlah 61 216
b. Pemberlakuan SNI sebagai standar wajib
Telah memberlakukan SNI sebagai standar wajib sebanyak 8 standar, sebagai berikut :
Tabel 2.2.
Pemberlakuan SNI Sebagai Standar Wajib
N0 NOMOR DAN JUDUL SNI OBYEK PENERAPAN
1 04 0225 2000
Persyaratan umum instalasi listrik 2000 (PUIL 2000)
Instalasi tegangan rendah
2 04 3892.1 2001 Tusuk kontak dan kotak
Lanjutan Tabel 2.2. ...
Dengan mempertimbangkan kesiapan lembaga sertifikasi, laboratorium uji dan kesiapan produsen, secara bertahap secara bertahap akan diberlakukan 18 SNI sebagai standar wajib, sebagai berikut :
N0 NOMOR DAN JUDUL SNI OBYEK PENERAPAN
3 04 6203.1 2001
Sakelar untuk instalasi listrik tetap rumah tangga dan sejenisnya – Bagian 1 : Persyaratan umum
Sakelar
4 04 6292.1 2001
Keselamatan pemanfaat listrik untuk rumah tangga dan sejenisnya – Bagian 1 :
Persyaratan umum
Peranti listrik untuk rumah tangga
5 04 1922 2002
Frekuensi standar 50 Hz
Instalasi, peralatan dan pemanfaat tenaga listrik
6 04 6507.1 2002
Pemutus Sirkit untuk Proteksi Arus Lebih pada Instalasi Rumah Tangga dan Sejenisnya –
Bagian 1 : Pemutus sirkit untuk operasi arus bolak-balik
Pemutus sirkit (MCB)
7. 19 6659 2002
Tanda Keselamatan – Pemanfaat Listrik
Pemanfaat tenaga listrik
8 04 6292.2.80 2003
Peranti listrik rumah tangga dan sejenisnya – Keselamatan –
Bagian 2-80 : Persyaratan khusus untuk kipas angin.
Kipas angin
Tabel 2.3.
Program Pemberlakuan SNI Sebagai Standar Wajib
N0 NOMOR DAN JUDUL SNI OBYEK PENERAPAN
1 04-6292.2.34-2004
Peranti listrik rumah tangga dan sejenis Keselamatan
Bagian 2-34 : Persyaratan khusus untuk motor kompresor
Motor kompresor untuk mesin refrigerasi (lemari pendingin), food freezers, ice makers, air-
conditioners, electric heat pumps and dehumidifiers.
2 04-6292.2.3-2003
Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamatan
Bagian 2-3: Persyaratan khusus untuk setrika listrik
Setrika listrik
3 04-6292.2.24-2003
Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamatan
Bagian 2-24: Persyaratan khusus untuk peranti refrigerasi, peranti es krim dan pembuat es
Lemari pendingin
4 04-6292.2.40
Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamatan
Bagian 2-40: Persyaratan khusus untuk pompa bahang, pengkondisi udara dan penghilang lembab
Pompa bahang listrik, termasuk pompa bahang air panas sanitasi, pengkondisi udara, dan penghilang lembab
5 04-6292.2.41-2003(1)
Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamatan
Bagian 2-41: Persyaratan khusus untuk pompa
Pompa listrik (vertical)
6 04-6292.2.7-2003
Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamatan
Bagian 2-7: Persyaratan khusus untuk
Mesin cuci
Lanjutan Tabel 2.3. ...
N0 NOMOR DAN JUDUL SNI OBYEK PENERAPAN
7 RSNI 04-6292.2.4
Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamatan
Bagian 2-4: Persyaratan khusus untuk ekstraktor putar
Mesin cuci
8 RSNI 04-6292.2.11
Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamatan
Bagian 2-11 : Persyaratan khusus untuk pengering guling
Mesin cuci
9 04-6292.2.14-2004
Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamatan
Bagian 2-14 : Persyaratan khusus untuk mesin dapur
- ekstraktor jus-buah (berry-juice extractors);
- blender (blenders);
- pencincang (mincers);
- juiser sentrifugal (centrifugal juicers);
- pengocok krim (cream whippers);
- pengocok telur (egg beaters);
- pengaduk (churn);
- pencampur makanan (food mixers);
- pemroses makanan (food processors);
10 04-6973.1-2003
Luminer – Bagian 1: Persyaratan dan Pengujian
Luminer (semua jenis)
11 04-6973.2.1-2003
Luminer – Bagian 2-1 : Persyaratan Khusus – Luminer terpasang tetap untuk penggunaan umum
Luminer terpasang tetap untuk penggunaan umum
12 04-6973.2.2-2003
Luminer – Bagian 2-2 : Persyaratan khusus – Luminer tertanam
Luminer tertanam
13 04-6973.2.3-2003
Luminer – Bagian 2-3 : Persyaratan khusus – Luminer untuk pencahayaan jalan
Luminer untuk
pencahayaan jalan
Lanjutan Tabel 2.3. ...
N0 NOMOR DAN JUDUL SNI OBYEK PENERAPAN
14 04-6973.2.5-2003
Luminer – Bagian 2-5 : Persyaratan khusus – Lampu sorot
Lampu sorot
15 04-6292.2.9-2004
Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamatan
Bagian 2-9: Persyaratan khusus untuk gril, pemanggang roti dan peranti pemasak portabel sejenis
- pemanggang roti (toasters)
- pemanggang (barbeque);
- pemasak (cookers);
- dehidrator makanan (food dehydrators);
- pemanggang (roasters) 16 04-6956.1-2003
Pemutus sirkit arus sisa tanpa proteksi arus lebih terpadu untuk pemakaian rumah tangga dan sejenisnya (RCCB) – Bagian 1 : Umum
Gawai arus sisa untuk tegangan rendah
17 04-6956.2.1-2005
Pemutus sirkit arus sisa tanpa proteksi arus lebih terpadu untuk pemakaian rumah tangga dan sejenisnya (RCCB) – Bagian 2-1 : Mampu terap aturan umum untuk fungsi RCCB yang independen dari tegangan saluran
Gawai arus sisa untuk tegangan rendah
18 04-6957-2003
Pemutus sirkit untuk perlengkapan (PMS–P)
Pemutus sirkit untuk perlengkapan juga sebagai proteksi terhadap tegangan kurang/lebih
c. Kerja sama standardisasi
§ Konsep kerja sama (MOU) antara Ditjen Listrik dan Pemanfaatan
d. Program sosialisasi SNI wajib :
§ Tahun 2002 : melalui seminar/workshop di Bandung dan Semarang
§ Tahun 2003 : melalui seminar/workshop di Banten dan Surabaya
§ Tahun 2004 :
- melalui media massa (radio dan koran) dan penyebaran brosur dan leaflet
- melalui seminar/workshop di Padang dan Bandar Lampung;
§ Tahun 2005 : melalui seminar/workshop di Batam dan Denpasar;
§ Program tahun 2006 : melalui media massa (media campaign) (tv, radio
dan koran) dan penyebaran brosur dan leaflet.
KELAIKAN TEKNIK DAN KESELAMATAN
KETENAGALISTRIKAN
3.1. Umum
Dalam rangka mewujudkan instalasi tenaga listrik yang aman, andal, dan akrab lingkungan, maka setiap instalasi tenaga listrik yang akan beroperasi wajib memiliki sertifikat laik operasi. Sertifikat laik operasi dapat diperoleh setelah instalasi tenaga listrik sudah dilakukan uji laik operasi (komisioning) dan telah dinyatakan lulus uji laik operasi.
Instalasi tenaga listrik dibagi dua, yaitu :
(1) Instalasi penyediaan tenaga listrik, terdiri atas instalasi pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik.
(2) Instalasi pemanfaatan tenaga listrik, terdiri atas instalasi konsumen tegangan tinggi, tegangan menengah, dan tegangan rendah.
Selain itu peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang dipakai dalam instalasi juga harus memiliki kualitas sesuai standar. Untuk produk-produk peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang SNI-nya telah diberlakukan wajib, sebelum diperjualbelikan wajib memiliki sertifikat produk.
Pada dasarnya keamanan instalasi tenaga listrik ditentukan mulai dari tahap perencanaan, desain, pabrikasi, pemasangan, pemeriksaan dan pengujian, sampai tahap pengoperasian dan pemeliharaan instalasi. Oleh karena itu untuk mendapatkan instalasi yang aman, semua tahap-tahap tersebut harus dilaksanakan dengan baik sesuai standar yang ada.
Dengan peralatan dan pemanfaat tenaga listrik serta instalasi tenaga listrik yang berkualitas sesuai standar, diharapkan akan dicapai penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik yang aman, andal, dan akrab lingkungan.
Peraturan-peraturan pelaksanaan di bidang Kelaikan Teknik dan Keselamatan Ketenagalistrikan meliputi :
a. Undang-Undang No. 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan
b. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (LNRI Tahun 2000 Nomor 199, TLNRI Nomor 4020);
d. Kepmen Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1109 K/MEM/2005 tentang Penetapan Komite Nasional Keselamatan Untuk Instalasi Listrik (Konsuil) Sebagai Lembaga Pemeriksa Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Konsumen Tegangan Rendah.
e. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 0027 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pembubuhan Tanda SNI dan Tanda Keselamatan.
f. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 0045 Tahun 2005 tentang Instalasi Ketenagalistrikan.
Peraturan-peraturan ini menjadi dasar dalam melakukan kegiatan-kegiatan di bidang Kelaikan Teknik dan Keselamatan Ketenagalistrikan.
3.2. Sertifikasi Laik Operasi pada Instalasi Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik
Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 15 tahun 1985, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Nomor 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik. Dalam Pasal 21 Peraturan Pemerintah tersebut dinyatakan bahwa :
§ Setiap usaha penyediaan tenaga listrik wajib memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan.
§ Ketentuan Keselamatan Ketenagalistrikan meliputi Standardisasi,
pengamanan instalasi tenaga listrik dan pengamanan pemanfaat tenaga
listrik.
§ Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan dan instalasi pemanfaatan tegangan tinggi dan tegangan menengah dilaksanakan oleh lembaga inspeksi teknik yang diakreditasi.
Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi dibantu oleh lembaga inspeksi teknik yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dalam hal pemeriksaan dan pengujian instalasi ketenagalistrikan dalam rangka sertifikasi laik operasi.
Sambil menunggu proses akreditasi oleh KAN, Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi menunjuk 12 (dua belas) lembaga inspeksi teknik yang terdaftar di Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi sebagai pelaksana sertifikasi laik operasi, yaitu :
1. PT. Sucofindo (Persero) 2. PT. Depriwangga
3. PT. Indospec Asia
4. PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Jasa Sertifikasi 5. PT. Koneba (Persero)
6. PT. Findo Daya Inspection 7. PT. Silma Instrumentama 8. PT. Citrabuana Indoloka 9. PT. Industira
10. PT. Sibbara Abadi Sejahtera 11. PT. Gamma Iridium Perkasa 12. PT. Wide & Pin
Selanjutnya dalam melakukan sertifikasi, skema-skema berikut ini memberikan
gambaran mengenai tata cara suatu proses sertifikasi laik operasi instalasi
penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik.
Gbr 3.1. Proses Sertifikasi Laik Operasi oleh Lembaga Inspeksi Teknik Terakreditasi
Gbr. 3.3. Proses Sertifikasi Laik Operasi Instalasi Konsumen Tegangan Rendah
Tabel 3.1.
Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik Yang Telah Memperoleh Sertifikat Laik Operasi
NO. JENIS
PEMBANGKIT
JUMLAH SERTIFIKAT
1 PLTA 9
2 PLTG 24
3 PLTU 14
4 PLTGU 3
5 PLTD 28
6 PLTP 4
7 PLTM 3
8 PLTMH 3
TOTAL 88
Tabel 3.2.
Instalasi Saluran Transmisi & Distribusi Tenaga Listrik Yang Telah Memperoleh Sertifikat Laik Operasi
3.3. Sertifikasi Produk Peralatan dan Pemanfaat Tenaga Listrik
Sertifikasi produk peralatan dan pemanfaat tenaga listrik, khususnya untuk produk-produk yang SNI-nya telah diberlakukan wajib, bertujuan untuk melindungi konsumen listrik secara umum dan untuk menghadapi persaingan perdagangan yang ketat di era globalisasi.
Sebagai pelaksana sertifikasi produk, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi menugaskan lembaga sertifikasi produk (LSPro). Dalam pelaksanaan sertifikasi produk, LSPro melakukan audit sistem mutu pabrikasi, pengujian produk, dan surveilen produk setelah produk tersebut disertifikasi dan beredar di pasar. Pengujian produk dilakukan di laboratorium uji (Lab Uji) milik LSPro atau Lab Uji pihak ketiga. Peralatan tenaga listrik yang telah memenuhi seluruh ketentuan dalam SNI-nya dibubuhi tanda SNI, sedangkan pemanfaat tenaga listrik yang telah memenuhi seluruh ketentuan dalam SNI- nya dibubuhi tanda keselamatan.
Baik LSPro maupun Lab Uji disyaratkan telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Sambil menunggu proses akreditasi yang sedang
NO. PERUSAHAAN TEGANGAN
PENGENAL
JUMLAH SERTIFIKAT 1 PT Puncak Jaya Power 230 kV (SUTT) 1 2 PT Krakatau Daya Listrik 150 kV (SUTT) 1 3 PT Newmont Nusa Tenggara 33 kV (TM) 1 4 PT Newmont Nusa Tenggara 11 kV (TM) 1
TOTAL 4
Skema-skema berikut ini memberikan gambaran mengenai tata cara suatu proses sertifikasi produk.
Gbr. 3.4. Proses Sertifikasi Produk Bidang Ketenagalistrikan oleh LSPro yang Terakreditasi
Gbr. 3.5. Proses Sertifikasi Produk Bidang Ketenagalistrikan oleh LSPro belum
Terakreditasi
Gbr. 3.6. Proses Sertifikasi Kesesuaian Produk Impor Bidang Ketenagalistrikan
oleh LSProTerakreditasi
oleh LSPro belum Terakreditasi Tabel 3.3.
Produk Peralatan dan Pemanfaat Tenaga Listrik Yang Telah Memperoleh Sertifikat Produk
NO JENIS PRODUK MEREK PRODUSEN JUMLAH
SERTIFIKAT 1
Pemutus sirkit untuk proteksi arus lebih (MCB)
Merlin Gerin PT Schneider Indonesia 5
2 Sakelar National
PT Matsushita Gobel Electric
Works 26
Merten PT Merten Intec Indonesia 2 Clipsal dan
GP PT Bowden Industries Indonesia 25 Broco PT Broco Mutiara Electrical 17 3 Kotak kontak National PT Schneider Indonesia 4
Merten PT Merten Intec Indonesia 1 Clipsal dan
GP PT Bowden Industries Indonesia 8 Broco PT Broco Mutiara Electrical 14
4 Tusuk kontak Ewindo PT Ewindo Electric 2
Standard PT Indocitra Widhitama Industries 2 Niyoku PT PT Hencotama Dinamika 2 Cablex
Sentosa PT Cablex Sentosa 2
5
Kombinasi sakelar
dan kotak kontak National
PT Matsushita Gobel Electric
Works 1
6 Kipas angin Cosmos PT Star Cosmos 8
Sanex PT Indo Surya Kencana 3
TOTAL 122
3.4. INSPEKTUR KETENAGALISTRIKAN
Inspektur Ketenagalistrikan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan pelaksanaan Inspeksi
Ketenagalistrikan. Pelaksanaan Inspeksi Ketenagalistrikan adalah suatu
kegiatan/usaha yang dilakukan oleh Inspektur Ketenagalistrikan dengan
metoda baku untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan
dengan ilmu ketenagalistrikan, dimulai dari tahap perencanaan inspeksi,
persiapan inspeksi, pelaksanaan inspeksi hingga evaluasi dan analisis hasil
inspeksi. Sedangkan tugas pokok Inspektur Ketenagalistrikan sendiri adalah
melakukan inspeksi, pengujian, penelaahan proses dan gejala berbagai aspek
ketenagalistrikan, mengembangkan metoda dan teknik inspeksi, melaporkan dan menyebarluaskan hasil inspeksi.
Jabatan Inspektur Ketenagalistrikan adalah jabatan fungsional keahlian, dengan jenjang jabatan dari yang terendah sampai dengan tertinggi, yaitu : Inspektur Ketenagalistrikan Pertama, Inspektur Ketenagalistrikan Muda, dan Inspektur Ketenagalistrikan Madya.
§ Kegiatan Inspektur Ketenagalistrikan Pertama, Muda adalah sebagai berikut :
a. menyusun program inspeksi A3 rutin tahunan, lima tahunan dan insidensial serta mempresentasikan materi program inspeksi A3/pengelolaan.
b. menyiapkan peralatan inspeksi setiap jenis alat ukur.
c. melakukan pemeriksaan tanda keselamatan peralatan pemanfaatan listrik
d. melaksanakan inspeksi :
- Instalasi Pembangkit (PLTA/PLTU/PLTG/PLTGU);
- Instalasi Transmisi, Jaringan Transmisi Menengah (JTM)/Jaringan Transmisi Rendah (JTR);
- Gardu Induk;
- Instalasi Listrik Pemanfaatan Tegangan Rendah;
- Peralatan pemanfaatan listrik;
- Pemantauan dampak lingkungan SUTET/SUTT/GI.
e. mempresentasikan laporan hasil inspeksi instalasi pembangkit dan inspeksi tanda keselamatan peralatan pemanfaat listrik.
§ Kegiatan Inspektur Ketenagalistrikan Madya adalah sebagai berikut :
c. menganalisis dan mengevaluasi kasus A3 pada pembangkit dan SUTET/SUTT/JTR/JTM/Gardu setiap kasus.
d. mempresentasikan laporan hasil inspeksi fisik PLTA/PLTU/PLTGU/PLTD/PLTP/PLTG/SUTET/SUTT/JTR/JTM/GI.
e. mempresentasikan laporan hasil pengujian instalasi PLTA/PLTU/PLTGU/PLTD/PLTP/PLTG.
f. mempresentasikan hasil performance test instalasi PLTA/PLTU/PLTGU/PLTD/PLTP/PLTG/SUTET/SUTT/JTR/JTM/GI.
g. mempresentasikan hasil evaluasi dokumen RKL/RPL/PLTA/PLTU/PLTGU/PLTP/PLTD/PLTG/SUTET/SUTT/JTR/JT M/GI dan penanganan kasus A3 untuk setiap kasus.
h. melakukan penyuluhan untuk A3.
Skema-skema berikut ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan inspeksi ketenagalistrikan :
LEMBAGA AKREDITASI
AKREDITASI
LEMBAGA SERTIFIKASI
TENAGA TEKNIK
LEMBAGA SERTIFIKASI BADAN
USAHA JASA PENUNJANG NON
KONSTRUKSI
LEMBAGA SERTIFIKASI
LAB UJI / KALIBRASI
LEMBAGA SERTIFIKASI
PRODUK
LEMBAGA SERTIFIKASI
KELAIKAN TEG. RENDAH
(KONSUIL)
LEMBAGA SERTIFIKASI
KELAIKAN INSTALASI
SERTIFIKAT KOMPETENSI
SERTIFIKAT BAHAN USAHA
SERTIFIKAT LAB UJI / KALIBRASI
SERTIFIKAT TANDA SNI &
KESELAMATAN
SERTIFIKAT KELAIKAN INSTALASI TR
SERTIFIKAT KELAIKAN
INSPEKTUR KETENAGALISTRIKAN
TENAGA TEKNIK
INSTALASI PEMBANGKIT, TRANS, DISTR.
INSTALASI PEMANFAAT PERALATAN &
PEMANFAAT LISTRIK LAB UJI /
KALIBRASI BADAN USAHA
PENUNJANG TL
Gbr.3.4. Pelaksanaan Inspeksi Ketenagalistrikan
-Kontraktor -Lembaga Inspeksi - Pemilik - Jasa Peng-
operasian
- Pemilik - Jasa Pemeli-
haraan Bidang
Pekerjaan
Pelaksana Pekerjaan
KONSTRUKSI - Uji Individu
PENGAWASAN OLEH INSPEKTUR KETENAGALISTRIKAN Kontraktor
Komisioning PENGUJIAN - Uji Bag. Sistem
KOMISIONING - Uji Sistem - Uji Komisioning
PENGOPERASIAN PEMELIHARAAN
Gbr. 3.5. Pelaksanaan Inspeksi Ketenagalistrikan Instalasi Penyediaan
KONTRAKTOR -LEMBAGA INSPEKSI *) -KONSUIL **)
BIDANG PEKERJAAN
PELAKSANA PEKERJAAN
PEMBANGUNAN DAN PEMASANGAN
PENGUJIAN INSTALASI
- PEMILIK - JASA OPERASI - JASA PEME-
LIHARAAN PENGOPERASIAN
DAN
PEMELIHARAAN
LINDUNGAN LINGKUNGAN TENAGA LISTRI
4.1. Umum
Dalam rangka melaksanakan pembangunan Ketenagalistrikan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, pembangunan ketenagalistrikan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu UU No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup. Bagi rencana kegiatan yang mempunyai dampak penting, maka berdasarkan PP No. 27 Tahun 1999, untuk kegiatan yang mempunyai dampak penting wajib menyusun dokumen Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Sedangkan yang tidak mempunyai dampak penting wajib menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan dan atau Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL). Untuk penentuan kriteria wajib AMDAL dan UKL/UPL mengacu pada peraturan yang berlaku.
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut harus didasarkan pada peraturan-peraturan pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Peraturan-peraturan pelaksanaan di bidang Lindungan Lingkungan Tenaga Listrik meliputi :
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
c. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
d. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01P/47/MPE/1992 Tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) untuk Penyaluran Tenaga Listrik.
e. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995
Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
g. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
h. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
i. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1457 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan Bidang Pertambangan dan Energi.
j. Standar Nasional Indonesia Nomor 04-6918-2002 Tentang Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
k. Standar Nasional Indonesia Nomor 04-6950-2003 Tentang Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) – Nilai Ambang Batas Medan Listrik dan Medan Magnet.
Perubahan konsep peraturan hukum sektoral kedalam konsep hukum
pengeloalaan yang bersifat ekologis dan bersifat komprehensif dengan
menekankan perhatian pada daya dukung lingkungan (subtainable
development) membawa perkembangan baru dalam sistem hukum lingkungan
Indonesia. Konsep hukum dalam arti ini memerlukan daya prediksi secara
ilmiah (scientific prediction)., sehingga disatu pihak mampu memberikan
prakiraan dan peringatan dini atas kemungkinan timbulnya risiko, atau bahaya
dan dipihak lain dapat berperan sebagai sarana pembangunan untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan dampak lingkungan yang bersifat
negatif. Konsep hukum baru ini didasarkan pada keampuhan alat prediksi yang
lazim disebut sebagai analisis mengenai dampak lingkungan (an environmental
impact assessment) atau AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan
terhadap lingkungan hidup diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
Ketersediaan tenaga listrik yang andal, aman, akrab lingkungan dan efisien serta harga terjangkau merupakan faktor yang cukup penting dalam menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari termasuk untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini ketersediaan tenaga listrik nasional mengalami masalah karena keterbatasan supply dibanding kebutuhan yang semakin meningkat.
Pembangunan Ketenagalistrikan diserasikan dengan Kebijaksanaan Lingkungan Hidup, konsep Pengembangan Wilayah dan Kebijaksanaan Nasional lainnya. Untuk mencapai sasaran Pembangunan Ketenagalistrikan yang berwawasan Lingkungan, maka perlu dipersiapkan antara lain : sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya alam dan perangkat perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan maupun pengawasan lingkungan. Kegiatan-kegiatan di bidang tenaga listrik yang umumnya tidak lepas dapat menimbulkan berbagai masalah atau dampak terhadap lingkungan untuk ini diperlukan adanya aturan-aturan/kebijaksanaan kegiatan tersebut, sehingga pembangunan dan masalah lingkungan dapat berjalan secara serasi dan harmonis. Kegiatan yang wajib AMDAL di Sektor Ketenagalistrikan adalah : Transmisi dengan besaran 150 kV, PLTD/PLTG/PLTU/PLTGU dengan besaran 100 MW, PLTA semua jenis dan ukuran kecuali PLTM dan jenis aliran langsung, PLTP dengan besaran 55 MW, Pembangkit Listrik Jenis Lain dengan besaran 5 MW.
4.2. Proyek Ketenagalistrikan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Tabel 4.1.
Proyek Ketenagalistrikan Yang Wajib Dilengkapi AMDAL No Jenis Kegiatan Skala/
Besaran Alasan Ilmiah Khusus
1. Pembangunan 150 kV § Keresahan masyarakat karena
Lanjutan Tabel 4.1. ...
No Jenis Kegiatan Skala/
Besaran Alasan Ilmiah Khusus
terutama pada pembebasan lahan dan keresahan masyarakat.
2. Pembangunan
PLTD/PLTG/PLTU/PLT GU
100 MW Berpotensi menimbulkan dampak pada :
§ Aspek fisik kimia, terutama pada kualitas udara (emisi, ambien dan kebisingan) dan kualitas air (ceceran minyak pelumas, limbah bahang, dll) serta air tanah;
§ Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama pada saat pembebasan lahan dan pemindahan penduduk.
3. Pembangunan PLTA dengan :
- Tinggi bendung - Atau luas genangan - Atau aliran langsung
(kapasitas daya)
150 m 200 ha 50 MW
§ Berpotensi menimbulkan dampak pada :
- Aspek fisik-kimia, terutama pada kualitas udara (bau dan kebisingan) dan kualitas air;
- Aspek flora fauna;
- Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama pada pembebasan lahan.
§ Termasuk dalam kategori large dam (bendungan besar);
§ Kegagalan bendungan (dam
break), akan mengakibatkan
gelombang banjir (flood surge)
yang sangat potensial untuk
merusak lingkungan di bagian
hilirnya;
Lanjutan Tabel 4.1. ...
No Jenis Kegiatan Skala/
Besaran Alasan Ilmiah Khusus
§ Pada skala ini dibutuhkan spesifikasi khusus baik bagi material dan desain konstruksinya;
§ Pada skala ini diperlukan quarry/burrow area yang besar, sehingga berpotensi menimbulkan dampak;
Dampak pada hidrologi.
4. Pembangunan Pusat Listrik dari Jenis Lain (Surya, Angin, Biomassa dan Gambut)
10 MW § Membutuhkan areal yang sangat luas;
§ Dampak visual (pandang);
§ Dampak kebisingan;
§ Khusus penggunaan gambut berpotensi menimbulkan gangguan terhadap ekosistem gambut.
Setiap pembangunan ketenagalistrikan pada pembangkit baik thermal maupun
hidro, akan menimbulkan dampak baik positif ataupun negatif terhadap
lingkungan. Besaran dampak tersebut bisa bersifat penting dan tidak penting,
tergantung dari jenis dan besar pembangkit tersebut. Begitu pula terhadap
komponen lingkungan yang akan terkena dampak, juga tidak akan sama
dampaknya walaupun jenis kegiatannya sama. Hal ini sangat terpengaruh
pada lokasi kegiatan, pola kehidupan masyarakat dan teknologi pengendalian
dampak yang digunakan. Pemantauan yang dilakukan secara rutin, seperti
yang disepakati dalam dokumen, dimaksudkan untuk melihat sejauh mana
1. Dampak SUTET/SUTT
Untuk pembangunan SUTET/SUTT dampak proyek terhadap lingkungan yang muncul adalah timbulnya keresahan masyarakat terutama yang tinggal di bawah jalur SUTET/SUTT. Yang menyebabkan keresahan masyarakat adalah timbulnya medan magnet, medan listrik dan corona serta adanya pembatasan pendirian bangunan secara vertikal di bawah jalur SUTET/SUTT. Besarnya kuat mean magnet dan medan listrik yang dipersyaratkan WHO adalah: kuat medan magnet sebesar 0,1 mT, kuat medan listrik sebesar 5 kV/m.
Adapun upaya penanggulangan dampak yang terjadi antara lain memberi sosialisasi pada masyarakat tentang manfaat SUTET/SUTT, melakukan pengukuran dan pemantauan terhadap medan magnet dan medan listrik secara kontinyu, memantau kondisi tapak tower terutama pada lahan yang erosinya tinggi dan menetapkan batasan ruang kosong (ROW) di bawah jalur SUTET/SUTT.
Tabel 4.2.
Jarak Bebas Minimum Penghatar SUTET Dengan Tanah & Benda Lain SUTET 500 KV
No Lokasi
SUTET 66 KV
(m)
SUTT 150 KV
(m)
Sirkit Ganda
(m)
Sirkit Tunggal
(m) 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Lapangan terbuka atau daerah terbuka
Bangunan tidak tahan api Bangunan tahan api Lalu lintas jalan/jalan raya Pohon-pohon pada umumnya, hutan perkebunan
Lapangan olah raga
6.5
12.5 3.5
8 3.5
12.5
7.5
13.5 4.5
9 4.5
13.5
10
14 8.5 15 8.5
14
11
15 8.5
15 8.5
15
Lanjutan Tabel 4.2. ...
SUTET 500 KV
No Lokasi
SUTET 66 KV
(m)
SUTT 150 KV
(m)
Sirkit Ganda
(m)
Sirkit Tunggal
(m) 7.
8.
9.
10.
SUTT lainnya, penghantar udara tegangan rendah, jaringan telekomunikasi, antena radio, antena televisi dan kereta gantung.
Rel kereta biasa
Jembatan besi, rangka besi penahan penghantar, kereta listrik terdekat dan sebagainya
Titik tertinggi tiang kapal pada kedudukan air pasang/tertinggi pada lalulintas air
3
8 3
3
4
9 4
4
8.5
15 8.5
8.5
8.5
15 8.5
8.5
2. Dampak PLTU
Jenis dampak yang terjadi pada PLTU biasanya tergantung pada sumber
bahan bakar yang dipakai, yaitu bahan bakar minyak (HSD, residu atau
MFO) dan bahan bakar batu bara. Pada umumnya PLTU dari bahan bakar
minyak dampak yang terjadi berupa ceceran minyak dan oli bekas yang
akan mempengaruhi kualitas air serta penurunan kualitas udara akibat
adanya gas buang. Untuk PLTU dengan bahan bakar batubara dampak
yang terjadi berupa penurunan kualitas udara akibat adanya gas buang
(emisi), misalnya meningkatnya kandungan SO x , NO x dan debu (partikulat)
juga abu dari batu bara (fly ash dan bottom ash) yang dikategorikan
sebagai limbah B3. Dampak lain yang mungkin timbul adalah penurunan
kualitas air berupa kenaikan suhu pada badan air.
udara, adalah menggunakan alat Electrostatic Precipitator (EP) dengan efisiensi kurang lebih 95 % dan untuk mengurangi limbah NO 2
menggunakan Low NO 2 Burner untuk mengurangi gas NO 2 di udara.
3. Dampak PLTD
Untuk PLTD dampak yang terjadi dapat dikatakan tidak begitu penting dalam arti hanya limbah dari ceceran minyak/oli bekasyang akan masuk ke dalam badan perairan. Di samping itu pula akan mempengaruhi kualitas udara (SO x , NO x , CO dan Pb), dalam hal ini sangat tergantung berapa persen kadar sulfur yang ada pada bahan bakar tersebut. Selain itu akan terjadi kebisingan pada daerah kerja (mesin) pembangkit dan menurunnya kualitas udara jika terjadi pembakaran yang tidak sempurna.
4. Dampak PLTG dan PLTGU
Dampak PLTG dan PLTGU biasanya tergantung pada sumber bahan bakar yang dipakai, yaitu bahan bakar minyak (HSD, residu atau MFO) dan bahan bakar gas. Pada umumnya PLTG dan PLTGU dari bahan bakar minyak dampak yang terjadi berupa ceceran minyak dan oli bekas serta penurunan kualitas udara disamping itu pula akan menimbulkan kebisingan. Untuk PLTG dan PLTGU dengan bahan bakar gas dampak yang terjadi berupa penurunan kualitas udara akibat meningkatnya temperatur udara pada radius tertentu untuk PLTG dan untuk PLTGU tidak berpengaruh.
Disamping itu pula akan timbul gas buang SO 2 , NO 2 dan CO serta kebisingan yang berasal dari peralatan PLTG dan PLTGU tersebut.
5. Dampak PLTP
Jenis dampak yang terjadi pada PLTU biasanya adalah meningkatnya
kandungan H 2 S pada kualitas udara yang dapat mengakibatkan
terganggunya flora dan fauna di sekitar lokasi tersebut, karena biasanya
PLTP dibangun dekat sumber panas bumi dan cenderung berada pada
daerah sensitif (kawasan hutan lindung). Limbah cair (sisa kondensat) akan
mengakibatkan pencemaran pada badan air karena mengandung logam
berat misalnya boron.
6. Dampak PLTA
Dampak PLTA secara umum dikategorikan menjadi dua, yaitu dampak proyek terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap proyek.
Dampak proyek terhadap lingkungan seperti perubahan tata guna lahan, perubahan iklim mikro karena adanya genangan, terjadinya kecelakaan masyarakat hilir akibat pelepasan air dan tingginya tingkat erosi dan sedimentasi. Sedangkan dampak lingkungan terhadap proyek seperti adanya sampah yang masuk ke dalam waduk dari hulu sungai, adanya erosi dan sedimentasi yang diakibatkan aktifitas masyarakat di pinggir waduk (genangan) atau DAS, meningkatnya pertumbuhan gulma air pada waduk dan perubahan kualitas air karena aktifitas industri di hulu sungai.
Selanjutnya skema-skema berikut ini memberikan gambaran mengenai prosedur keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL dan proses persetujuan AMDAL dan tanggapan UKL/UPL.
Masyarakat Berkepentingan
Instansi Yang
Bertanggung Jawab Pemrakarsa
Pengumuman Rencana Usaha
dan Kegiatan Pengumuman Persiapan
Penyusunan AMDAL Saran, Pendapat, dan
Tanggapan
Konsultasi Penyusunan
KA- ANDAL Saran, Pendapat, dan
Tanggapan
Penilaian KA-ANDAL oleh Komisi (maks. 75 hari)
Penyusunan ANDAL,RKL RPL Penilaian ANDAL, RKL RPL
oleh Komisi (maks. 75 hari) Saran, Pendapat dan
Tanggapan
1 2
3
5 4
8 7
9
10 6
Instansi Yang
Bertanggung Jawab Pemrakarsa
Pengumuman Rencana Usaha dan Kegiatan
Pengumuman Persiapan Penyusunan
AMDAL Saran,Pendapat,
dan Tanggapan
Konsultasi Penyusunan
KA- ANDAL
Saran,Pendapat, dan Tanggapan
Penilaian KA-ANDAL oleh Komisi (maks. 75 hari)
Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL Penilaian ANDAL, RKL
RPL oleh Komisi (maks. 75 hari)
Keputusan Keputusan Kelayakan Kelayakan Lingkungan Lingkungan Hidup Hidup oleh oleh
Bapelda/Gubernur Bapelda/Gubernur Saran, Pendapat
dan Tanggapan
Berdampak Besar dan Penting Ya
Wajib AMDAL
Tidak
UKL/UPL - PP No. 27 Tahun 1999 -Kep.MENLH No. 3 Tahun 2000 -KepMENLH No. 86 Tahun 2002
Instansi yang bertanggungjawab di bidang penglolaan lingkungan hidup Kab/Kota, Propinsi, dan KLH (melakukan pemeriksaan form isian UKL/ULP selama 7 hari sejak diterimanya form isian)
Pemrakarsa mengajukan kepada
Belum sesuai Perbaikan
(7 hari)
Sesuai Rekomendasi
1
2
3
6
5 4
8 7
10
i
iii
ii 9
Masyarakat Berkepentingan/
Instansi Teknis (DESDM Cq.DJLPE)
Gbr.4.2. Prosedur Persetujuan AMDAL dan Tanggapan UKL/UP
USAHA PENUNJANG KETENAGALISTRIKAN
5.1. Umum
Kegiatan Usaha Penunjang Ketenagalistrikan meliputi: Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik untuk kepentingan Telematika, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Usaha Penunjang Tenaga Listrik (UPTL), dan Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB).
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut harus didasarkan oleh peraturan- peraturan pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Peraturan-peraturan pelaksanaan di bidang Usaha Penunjang Ketenagalistrikan meliputi :
a. Undang-Undang No. 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan
b. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik
c. Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik
d. Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003 tanggal 3 Nopember 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah.
e. Keputusan Presiden RI No. 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional
f. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.
815.K/30/MEM/2003 tentang Pemanfaatan Jaringan Tenaga listrik untuk Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika
g. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 698/03/MPE/P/1999 tanggal 2 Maret 1999 perihal Pengutamaan Penggunaan Produksi Dalam Negeri.
h. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.
1610K/MEM/2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional di Sektor
Energi dan Sumber Daya Mineral.
i. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 001 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan.
j. Keputusan Direktur Jeenderal Listrik dan Pemanfaatn Energi No. 111- 12/90/600.4/2002 tentang Inventarisasi Kemampuan Produsen Barang dan Jasa Dalam Negeri Bidang Ketenagalistrikan.
k. Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi No. 112- 12/90/600.4/2002 tentang Tata Cara Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri Bidang Ketenagalistrikan.
l. Peraturan Direktur Jenderal LPE No. 751-12/44/600.4/2005 tentang Penggunaan Barang dan Jasa Produksi Dalam Negeri Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara Kapasitas Terpasang Sampai Dengan 8 MW.
5.2. Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Telematika Kata Telematika, berasal dari istilah dalam bahasa Perancis "TELEMATIQUE"
yang merujuk pada bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi. Istilah Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada perkembangan teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi. Para praktisi menyatakan bahwa Telematics adalah singkatan dari "Telecommunication and Informatics"
sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and Communication. Istilah Telematics juga dikenal sebagai "the new hybrid technology" yang lahir karena perkembangan teknologi digital. Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau populer dengan istilah "konvergensi".
Saluran komunikasi yang sering digunakan dalam sistem informasi yang kita kenal selama ini adalah melalui kabel telepon dan gelombang frekuensi.
Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi, jaringan listrik dapat juga
digunakan sebagai media untuk komunikasi. Media ini merupakan saluran
Bagi negara yang infrastruktur telekomunikasinya belum memadahi, infrastruktur jaringan yang ada bisa dimanfaatkan. Secara tradisional, peralatan listrik sebenarnya sudah menggunakan rangkaian berkecepatan rendah untuk mengendalikan gardu listrik, komunikasi suara, dan proteksi saluran transmisi tegangan tinggi.
Transmisi data berkecepatan tinggi dikembangkan dengan menggunakan saluran distribusi yang bertegangan rendah. Untuk jarak pendek dapat digunakan sebagai saluran untuk interkom atau jaringan otomatisasi di dalam rumah. Misalnya sebagai sarana pengendali jarak jauh untuk lampu maupun peralatan listrik lainnya tanpa perlu lagi menambah kabel lain. Ini merupakan bentuk pengurangan pemakaian kabel karena kabel untuk mencatu komputer atau peralatan pengatur sekaligus digunakan sebagai saluran input dan output data. Umumnya peralatan seperti ini beroperasi dengan menginjeksikan gelombang pembawa yang berfrekuensi antara 20 Hz dan 20 kHz yang dimodulasikan secara digital. Setiap penerima dalam sistem ini memiliki alamat tertentu yang secara individu dapat dikomando melalui sinyal yang ditransmisikan.
Dengan mengembangkan teknik modulasinya, bisa digunakan untuk menyalurkan data berkecepatan tinggi. Aplikasinya di dalam rumah juga menjadi semakin menarik tanpa harus mengubah atau menambah jaringan baru dan jaringan listrik yang ada akan menjadi jalur “rahasia” yang tidak diduga kebanyakan orang.
Selanjutnya skema berikut ini memberikan gambaran mengenai konsep proses
pemanfaatan jaringan untuk kepentingan Telematika.
KONSEP PROSES
KONSEP PROSES PEMANFAATAN PEMANFAATAN JARINGAN JARINGAN UNTUK KEPENTINGAN TELEMATIKA UNTUK KEPENTINGAN TELEMATIKA
PEMILIK JARINGAN 1. Right of Way (RoW)
* pemanfaatan penyangga dan ruang bebas sepanjang jaringan(SUTET, SUTT, SUTM, SUTR) untuk jaringan FO Backbone dan jaringan akses dalam kota
2. Fiber Optic (FO)
* optimalisasi Fiber Optic untuk kepentingan telematika, baik terhadap FO OPGW maupun ADSS pada penyangga, kabel laut dan kabel tanah
3. Konduktor
*pemanfaatan penghantar listrik untuk kepentingan telematika seperti untuk PLC USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
DERIVASI
BUMN
PT PLN (persero) OTHERS
RESTRUKTURISASI
ICON+
(pemegang hak eksklusif jaringan )
Telecommunication Company kerja sama
perencanaan rancangan
pemasangan
pengamanan & Pemeliharaan DITJEND
a.n MENTERI ESDM
KESEPAKATAN Tata Cara
Per ijinan
Izin Pemanfaatan jaringan
SANKSI
Kesesuaian pada kententuan persyaratan di KEPMEN ESDM No. 815K/30/MEM/2003 Ruang Lingkup Pengaturan Keputusan Dirjen LPE (Tata Cara Permohonan dan Pemberian IMJ):
Checklist terhadap legalitas pengelolaan pemanfaatan jaringan:
- hubungan B to B - Ijin pemilik asset
*asset negara
*asset corporate - lingkup pemanfaatan
IZIN MENGGUNAKAN JARINGAN