• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Program Kesehatan 2.1.1 Pengertian

Program kesehatan adalah kumpulan dari proyek-proyek di bidang kesehatan baik yang berjangka pendek maupun jangka panjang. Tidak sedikit pihak yang merancukan antara proyek dan program. Namun berdasarkan sumber dari PMI (Project Management Institute), proyek merupakan bagian dari program yang dilaksanakan oleh lembaga bisnis atau pemerintah atau lembaga non-profit.

Namun demikian, konsep-konsep dasar pengelolaan program yang baik tetaplah sama dengan konsep-konsep untuk pengelolaan suatu proyek. Konsep-konsep pengelolaan proyek secara baik dikembangkan oleh para akademisi, praktisi, dan lembaga (PMI) dalam istilah project management.

Pada umumnya, suatu program kesehatan diadakan sebagai realisasi dari rencana program kesehatan di bidang kesehatan yang akan memberikan dampak pada peningkatan derajad kesehatan suatu masyarakat. Oleh karena itu, suatu program dapat dipastikan memiliki hulu, yaitu rencana program kesehatan.

(Kmpk, 2015).

(2)

2.2 Fungsi Manajemen Program 2.2.1 Perencanaan

2.2.1.1 Pengertian

Perencanaan adalah fungsi terpenting dalam manajemen, oleh karena itu perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan. Tanpa ada fungsi perencanaan tidak mungkin fungsi manajemen lainnya akan dapat dilaksanakan dengan baik.

Perencanaan manajerial akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntunan terhadap proses pencapaian tujuan secara efisien dan efektif. (Muninjaya, 1999).

2.2.1.2 Manfaat Perencanaan

Melalui perencanaan program akan dapat diketahui :

a. Tujuan dan cara mencapainya

b. Jenis/ struktur organisasi yang dibutuhkan

c. Jenis dan jumlah staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya

d. Sejauh mana efektifitas kepemimpinan dan pengarahan yang diperlukan e. Bentuk dan standar pengawasan yang dilakukan

Selain itu, perencanaan juga mempunyai keuntungan dan kelemahan

Keuntungan dengan tersusunnya perencanaan yang baik

(3)

1. Perencanaan menyebabkan berbagai macam aktifitas organisasi untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilakukan secara teratur.

2. Perencanaan akan mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.

3. Perencanaan dapat dipakai sebagai alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.

4. Perencanaan memberikan suatu landasan pokok fungsi manajemen lainnya, terutama fungsi pengawasan.

Kerugiannya ialah :

1. Perencanaan mempunyai keterbatasan dalam hal ketepatan informasi dan fakta fakta tentang masa yang akan datang.

2. Perencanaan memerlukan biaya yang cukup banyak.

3. Perencanaan mempunyai hambatan psikologis.

4. Perencanan menghambat timbulnya inisiatif.

5. Perencanaan menyebabkan terhambatnya tindakan yang perlu diambil.

2.2.1.3 Langkah-Langkah Perencanaan

1. Analisa Situasi

Langkah ini bertujuan untuk mengumpulkan data atau fakta. Pada langkah ini, para anggota kelompok perencana perlu memanfaatkan seefektif mungkin ilmu epidemiologi, antropologi, demografi, ilmu ekonomi dan statistik sederhana.

2. Mengidentifikasi masalah dan penetapan prioritas masalah.

(4)

Terbatasnya sumberdaya dan kemampuan organisasi, serta kompleksnya permasalahan yang dihadapi, mengharuskan para manajer untuk menetapkan prioritas masalah yang perlu dipecahkan.

3. Merumuskan tujuan program dan besarnya target yang ingin dicapai.

Perumusan tujuan ini akan dapat dilakukan apabila rumusan masalah pada langkah sudah dilakukan dengan baik.

4. Mengkaji kemungkinan adanya hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program. Kajian terhadap hambatan ditujukan yang bersumber di dalam organisasi dan yang bersumber dari lingkungan masyarakat dan sektor lain.

5. Menyusun rencana kerja operasional.

2.2.1.4 Unsur- Unsur Perencanaan

Unsur- unsur penting di dalam menyusun sebuah perencanaan adalah :

1. Sumber Daya Manusia (Man) 2. Money (Uang/ Budget) 3. Sarana dan Prasarana 4. Metode

2.2.2 Pengorganisasian

2.2.2.1 Pengertian

Melalui fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi ( manusia dan yang bukan manusia) dapat dipadukan dan diatur untuk

(5)

dapat digunakan seefisien mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat melaksanakan fungsi pengorganisasian dengan baik seorang manajer perlu memahami berbagai prinsip pengorganisasian (Muninjaya, 1999).

2.2.2.2 Batasan Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan, menggolong- golongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, penetapan tugas-tugas dan wewenang seseorang, dn pendelegasian wewenanag dalam rangka mencapai tujuan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, organisasi dapat dipandang sebagai wadah kerjasama sekelompok orang (organisasi sifatnya statis) dan sebagai suatu proses kerjasama dan bagaimana tata cara staf mencapai tujuan (organisasi sifatnya dinamis). Organisasi juga dapat dipandang sebagai alat pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi. (Muninjaya, 1999).

2.2.2.3 Manfaat Pengorganisasian

Melalui fungsi pengorganisasian akan dapat diketahui :

1. Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok

2. Hubungan organisatoris antar orang-orang di dalam organisasi tersebut melalui kegiatan yang dilakukannya.

3. Pendelegasian wewenang

4. Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik.

(6)

2.2.2.4 Langkah-langkah pengorganisasian

Ada enam langkah atau aspek penting dalam fungsi pengorganisasian :

1. Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. Tugas ini sudah tertuang dalam fungsi perencanaan.

2. Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai tujuan. Dari sini akan ada pembagian tugas (departementasi, bidang- bidang, seksi-seksi dsb).

3. Menggolongkan kegiatan-kegiatan pokok ke dalam satuan-satuan kegiatan yang praktis (elemen kegiatan). Pembagian tugas staf harus mencerminkan apa yang harus dikerjakan oleh staf.

4. Menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan menyediakan fasilitas yang diperlukan. Pengaturan ruang kerja adalah salah satu contohnya.

5. Penugasan personil yang cakap (memilih staf yang dipandang mampu melaksanakan tugas).

6. Mendelegasikan wewenang.

2.2.4.5 Unsur- Unsur Pengorganisasian

Menurut Hardjito (1997) keberhasilan organisasi mencapai tujuannya dipengaruhi oleh komponen- komponen organisasi yang meliputi :

1. Struktur 2. Tujuan 3. Manusia

(7)

4. Hukum

5. Prosedur pengoperasian yang berlaku (Standard Operating Procedure) 6. Teknologi

7. Lingkungan 8. Kompleksitas 9. Spesialisasi 10. Kewenangan 11. Pembagian tugas.

2.2.3 Penggerak dan Pelaksanaan (Aktuasi)

2.2.3.1 Pengertian

Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak semua kegiatan yang telah dituangkan dalam fungsi pengorganisasian untuk mencapai tujuan organisasi yang telah dirumuskan pada fungsi perencanaan. Oleh karena itu fungsi manajemen ini lebih menekankan tentang bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya (manusia dan yang bukan) untuk mencapai tujuan yang telah disepakati . Dalam menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia dalam suatu organisasi, peranan pimpinan, motivasi staf, kerjasama dan komunikasi antar staf merupakan hal-hal pokok yang perlu diperhatikan oleh seorang manajer. (Muninjaya, 1999).

(8)

2.2.3.2 Tujuan Fungsi Aktuasi

1. Menciptakan kerjasama yang lebih efisien.

2. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf.

3. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan.

4. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf.

5. Membuat organisasi berkembang dan dinamis.

Aktuasi lebih memusatkan perhatian pada pengelolaan sumber daya manusia, atas dasar itu fungsi actuating sangat erat hubungannya dengan ilmu-ilmu tentang perilaku manusia. Seorang manajer yang ingin lebih berhasil menggerakkan karyawannya bekerja lebih produktif, perlu memahami ilmu psikologi, ilmu komunikasi, kepemimpinan dan sosiologi.

2.2.3.3 Faktor-Faktor Penghambat Fungsi Aktuasi

Kegagalan manajer menumbuhkn motivasi stafnya merupakan hambatan utama fungsi aktuasi. Hal ini dapat terjadi karena manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan antar manusia. Seorang manajer yang berhasil akan menggunakan pengetahuannya tentang perilaku manusia untuk menggerakkan stafnya agar bekerja secara optimal dan lebih produktif.

(9)

Salah seorang pelopor yang memperkenalkan teori tentang perilaku manusia ialah Abraham H. Maslow. Teorinya membahas tentang jenjang (tingkatan) kebutuhan manusia (Hierarchy of Needs) sbb :

1. Kebutuhan untuk keseimbangan faali (physical needs) 2. Kebutuhan untuk rasa aman dan tentram (security needs)

3. Kebutuhan untuk diterima oleh lingkungan sosialnya (social needs) 4. Kebutuhan untuk diakui (self esteem needs)

5. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan diri (actualisation needs)

2.2.3.4 Unsur- Unsur Pelaksanaan

Menurut Syukur (1987) faktor-faktor yang dapat menunjang program pelaksanaan adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi, merupakan suatu program yang dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan;

b. Resouces (sumber daya), dalam hal ini meliputi empat komponen yaitu terpenuhinya jumlah staf dan kualitas mutu, informasi yang diperlukan guna pengambilan keputusan atau kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan.

c. Disposisi, sikap dan komitmen dari pada pelaksanaan terhadap program khususnya dari mereka yang menjadi implementasi program khususnya dari mereka yang menjadi implementer program;

(10)

d. Struktur Birokrasi, yaitu SOP (Standar Operasional Prosedur), yang mengatur tata aliran dalam pelaksanaan program. Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian khusus tanpa pola yang baku.

2.2.4 Pengawasan dan Pengendalian (WASDAL)

2.2.4.1 Pengertian

Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan yang erat dengan ketiga fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standard keberhasilan (target, prosdur kerja dsb) selalu harus dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan. ( Muninjaya, 1999).

Tugas seorang manajer dalam usahanya menjalankan dan mengembangkan fungsi pengawasan manajerial perlu memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut :

1. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya mudah diukur. Misalnya, menepati jam kerja, tugas-tugas yang diberikan selalu dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

2. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang amat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Tanpa pengawasan, atau pengawasan yang lemah, berbagai penyalahgunaan wewenang akan terjadi.

3. Standar unjuk kerja yang kan diawasi perlu dijelaskan kepada semua staf. Bila hal ini dapat dilaksanakan, staf akan dapat lebih meningkatkan rasa tanggung

(11)

jawab dan komitmennya terhadap kegiatan program sehingga penerapan standar pengawasan akan dapat dilakukan secara lebih objektif.

2.2.4.2 Manfaat Pengawasan

Apabila fungsi pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan secara tepat, organisasi akan memperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Dapat diketahui apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan sesuai dengan standar atau rencana kerja dengan menggunakan sumber daya yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan dan pengendalian bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi program.

2. Dapat diketahui adanya penyimpangan pada pengetahuan dan pengertian staf dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

3. Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya lainnya telah mencukupi kebutuhan dam telah digunakan secar benar.

4. Dapat diketahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan.

5. Dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan atau bentuk promosi dan latihan lanjutan.

2.2.4.3 Proses Pengawasan

Ada tiga langkah penting untuk melakukan pengawasan manajerial :

1. Mengukur hasil/ prestasi yang telah dicapai.

2. Membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

(12)

3. Memperbaiki penyimpangan yang dijumpai berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan.

Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian dapat dikembangkan oleh pimpinan sebelum kegiatan program dilaksanakan (titik perhatian pada perencanaan sumber daya input) sehingga fungsi pengawasan lebih banyak bersifat pencegahan (deteksi dini untuk mencegah terjadinya penyimpangan).

Pengawasan juga dapat dilakukan pada saat kegiatan berlangsung (proses). Fungsi pengawasan disini lebih banyak bersifat formatif (evaluative formation) untuk mengurangi kesalahan staf dan lebih mengembangkan motivasi kerja mereka.

(Muninjaya, 1999).

2.2.4.4 Unsur – Unsur Pengawasan

Menurut Stoner dalam (Budiyono, 2004) mengemukakan bahwa pengawasan yang efektif itu haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Ketepatan.

2. Sesuai waktu.

3. Objektif dan komprehensif.

4. Fokus pada pengawasan titik strategis.

5. Realistis secara ekonomis.

6. Realistis secara organisatoris.

7. Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi.

(13)

8. Luwes.

9. Preskriptif dan operasional.

10. Dapat diterima para anggota organisasi.

2.3 Ukuran Keberhasilan Program

Keberhasilan suatu program kesehatan akan dilihat dari tiga perspektif dasar, yaitu perspektif budget, perspektif spesifikasi, dan perspektif waktu. Ketiga perspektif ini akan dijadikan acuan bagi pihak-pihak yang terkait dengan program tersebut untuk memberikan penilaian sukses tidaknya suatu program kesehatan.

Program yang sukses adalah program yang memenuhi tiga kriteria, yaitu on budget, on time, dan on specs/scope.(Kmpk, 2015)

2.4 Imunisasi dan Vaksinasi 2.4.1 Pengertian

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. (Permenkes No 42, 2013).

(14)

2.4.2 Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat (populasi), atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang dapat dilihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria dan poliomielitis. (Ranuh, 2011).

2.4.3 Manfaat Imunisasi

Menurut Isfan (2006) manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan angka kematian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi dirasakan juga oleh :

a. Bagi anak, dapat mencegah penderitaan yang disebabkan penyakit atau kecacatan.

b. Bagi keluarga, menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang dikeluarkan bila anak sakit. Hal ini akan mendorong penyiapan keluarga terencana agar sehat dan berkualitas.

c. Bagi negara, memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa.

2.4.4 Jenis-jenis Imunisasi Dasar

Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah yang disebut dengan imunisasi dasar. Beberapa imunisasi tersebut dijelaskan sebagai berikut :

(15)

a. Imunisasi BCG

Imunisasi BCG (basillus calmette guerin) merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat, sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. (Hidayat, 2009).

Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang dilemahkan (Hidayat, 2009). Vaksin ini merupakan vaksin hidup, sehingga tidak diberikan pada pasien imunokompromise jangka panjang seperti leukimia, pengobatan steroid jangka panjang dan HIV (Muslihatun, 2010). Diberikan pada bayi umur kurang dari atau sama dengan dua bulan. Pemberian imunisasi ini diberikan kepada anak apabila uji Mantoux negatif. Dosis yang diberikan untuk bayi adalah 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml. Vaksin diberikan melalui suntikan intrakutan di daerah insersio muskulus deltoideus kanan (Muslihatun, 2010).

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada imunisasi BCG yaitu lokal superfisial 3 minggu setelah penyuntikan. Sembuh dalam 2-3 bulan, meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus yang timbul lebih besar dan apabila penyuntikan yang terlalu dalam membuat parut yang terjadi tertarik ke dalam (Muslihatun, 2010).

b. Imunisasi hepatitis B

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebanyak 3 kali dan penguatnya dapat diberikan

(16)

pada usia 6 tahun. Dosis imunisasi hepatitis B sebayak 0,5 ml dan diberikan secara intra muskular (Hidayat, 2009).

Menurut Muslihatun (2010) jadwal imunisasi hepatitis sebagai berikut :

1) Imunisasi Hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin setelah lahir untuk memutuskan rantai transmisi maternal ibu ke bayi.

2) Imunisasi Hepatitis B-2 diberikan dengan interval 1 bulan dari Hepatitis B-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan.

3) Imunisasi hepatitis B-3 diberikan minimal dengan interval 2 bulan dari Hepatitis B-2 yaitu saat bayi berumur 3-6 bulan.

c. Imunisasi polio

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan (Gupte, 2004). Frekuensi pemberian pemberian imunisasi polio adalah empat kali. Waktu pemberian imunisasi polio pada umur 0- 11 bulan dengan interval pemberian 4 minggu. Cara pemberiannya melalui oral (Gupte, 2004).

d. Imunisasi DPT

Imunisasi DPT (diphteria, pertusis, tetanus) yang digunakan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti, (Hidayat, 2009).

Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah tiga kali, dengan maksud pemberian pertama zat anti tertentu masih sedikit (tahap pengenalan) terhadap

(17)

vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Waktu pemberian imunisasi DPT antara umur 2-11 bulan dengan interval 4 minggu. Cara pemberiannya melalui intra muskular (Gupte, 2004).

Reaksi KIPI vaksin ini antara lain reaksi lokal kemerahan pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam ringan, gelisah dan menangis

terusmenerus beberapa jam pasca penyuntikan. Sedangkan reaksi KIPI yang paling serius adalah ensefalopati akut dan reaksi anafilaksis (Muslihatun, 2010).

e. Imunisasi campak

Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular.

Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan (Gupte, 2004). Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali. Waktu pemberian imunisasi campak pada umur 9-11 bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan (Gupte, 2004).

Menurut Muslihatun (2010) reaksi KIPI dari imunisasi campak sebagai berikut : 1) Demam lebih dari 39,50o C pada hari ke 5-6 selama 2 hari yang dapat

merangsang terjadinya kejang demam.

2) Ruam pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari.

3) Gangguan sistem saraf pusat seperti sensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi.

(18)

2.4.5 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi

Vaksin Pemberian

Imunisasi

Selang Waktu Pemberian

Minimal

Umur

BCG 1X - 0-11 Bulan

DPT 3X

DPT (1,2,3)

4 Minggu 2-11 Bulan

Polio 4X

Polio (1,2,3,4)

4 Minggu 0-11 Bulan

Campak 1X - 9-11 Bulan

Hepatitis B 3X HB(1,2,3)

4 Minggu 0-11 Bulan

Sumber : Permenkes No 42 Tahun 2013 2.5 Manajemen Program Imunisasi 2.5.1 Penyusunan Perencanaan

Louis A. Allen dalam Manullang (2001) berpendapat bahwa kegiatan dalam penyusunan perencanaan adalah :

a. Meramalkan, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam memperkirakan waktu yang akan datang.

b. Menetapkan maksud atau tujuan. Seorang manajer harus dapat meramalkan hasil akhir yang khusus diharapkannya. Pekerjaan ini dilakukan untuk menentukan tujuan atau sasaran.

c. Mengacarakan (programming). Pekerjaan ini dilakukan oleh manajer dalam menetapkan urutan kegiatan yang diperlukan guna mencapai maksud dan tujuan tersebut.

d. Menyusun tata waktu. Manajer harus dapat menentukan waktu yang tepaat karena ini merupakan suatu ciri dari suatu tindakan- tindakan yang berhasil baik.

(19)

e. Menyusun anggaran belanja. Penyusunan anggaran belanja ini dilakukan oleh manajer dengan mengalokasikan sumber-sumber yang tersedia padanya, disini ditentukan oleh alat-alat, tenaga manusia dan fasilitas yang diperlukan, dan melaksanakan cara dengan penghematan yang efektif.

f. Mengembangkan prosedur. Untuk penghematan yang efektif dan kesegaraman yang sebesar-besarnya, pekerjaan tertentu harus dilakukan dengan cara yang tepat.

g. Menetapkan dan menafsirkan kebijaksanaan. Seorang manajer harus dapat menafsirkan kebijaksanaan-kebijaksanaan guna menjamin keseragaman dan keselarasan tindakan dalam menguasai masalah-masalah dan situasi pokok Adapun kegiatan Perencanaan dalam Program Imunisasi yakni :

2.5.1.1 Menentukan jumlah sasaran

Sasaran mencakup kegiatan di masa yang akan datang, membutuhkan pandangan ke depan dan harus ada sedikit perencanaan untuk menetapkannya.

Ada yang menganggap sasaran dan identifikasinya bukan merupakan bagian dari perencanaan manajerial. Pandangan tersebut mungkin benarnya, tetapi permasalahannya lebih bersifat akademik daripada praktis terutama di dalam studi tentang manajemen dan aplikasinya. (Terry, 2006).

Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting, karena menjadi dasar dari perencanaan pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program.

Sumber data dapat bermacam-macam, namun untuk menggunakan data dari sumber resmi seperti :

(20)

a. Angka jumlah penduduk, pertambahan penduduk serta angka kelahiran diperoleh dari hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) setiap 10 tahun. Selain itu BPS juga melakukan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) pada pertengahan periode 10 tahun tersebut. Untuk angka jumlah penduduk dari tahun-tahun lainnya, BPS membuat proyeksi baik dari hasil Sensus maupun SUPAS.

b. Unit terkecil dari sensus adalah desa, dan angka ini menjadi pegangan setiap wilayah administratif untuk melakukan proyeksi. Karena unit terkecil pengambilan sample dari SUPAS adalah provinsi, maka ketepatan hasil maupun hasil proyeksinya pun hanya sampai tingkat provinsi. Untuk selanjutnya pengelola program imunisasi melakukan proyeksi untuk mendapatkan jumlah penduduk dan sasaran imunisasi sampai ke tingkat desa.

Hal ini seringkali menimbulkan kesenjangan antara angka proyeksi dengan jumlah penduduk yang sebenarnya. Dengan semakin mantapnya program imunisasi maupun BPS, masalah ini akan semakin berkurang atau dapat diatasi. (Kepmenkes No 1611, 2005).

2.5.1.2 Menentukan Target cakupan

Penentuan target merupakan bagian yang penting dari perencanaan karena target dipakai sebagai salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan, pemantauan maupun evaluasi. Untuk mengurangi faktor subjektivitas diperlukan analisis situasi yang cermat. (Kepmenkes No 1611, 2005).

A. Analisis situasi

Untuk menunjang analisis situasi diperlukan data yang lengkap mengenai :

(21)

1. Peta wilayah dengan jumlah penduduk/ sasaran.

2. Data wilayah, jumlah tenagaa, jumlah peralatan imunisasi, unit pelayanan imunisasi yang ada.

3. Data kesakitan dan kematian.

4. Hasil analisis PWS, hasil evaluasi.

Dari data diatas ditetapkan masalah, faktor penyebab serta potensi yang dimiliki. Pikirkan alternatif pemecahan masalahnya dan usahakan untuk mengkuantifikasikannya ke dalam % cakupan.

B. Menghitung target

Aksesibilitas/ Jangkauan Program (Cakupan DPT-1) Mengelompokkan wilayah kerja dalam 3 kelompok :

1. Wilayah I, adalah wilayah yang dapat dijangkau pelayanan imunisasi secara teratur, minimal 4 kali dalam setahun.

2. Wilayah II, adalah wilayah yang dapat dijangkau pelayanan imunisasi namun kurang dari 4 kali setahun atau tidak teratur.

3. Wilayah III, adalah wilayah yang tidak terjangkau pelayanan imunisasi.

Cakupan kontak pertama dapat diperoleh dari :

1. Jumlah cakupan DPT-1 dari komponen statis, komponen lapangan dan dari praktek swasta pada tahun sebelumya serta ditambah jumlah target sweeping.

2. Jumlah cakupan dari upaya menjangkau wilayah III melalui kegiatan imunisasi tambahan tahun sebelumnya.

Tingkat Perlindungan Program 1. (Cakupan DPT-3/ Campak)

(22)

Secara kasar dapat dihitung dari cakupan kontak pertama dikurang 10% atau jumlah cakupan DPT-3/ cmpak dari komponen statis, komponen lapangan dan dari praktek swasta tahun sebelumnya dan ditambah jumlah target sweeping.

2. Cara Mencapai Target

Setelah melakukan analisis situasi dan menghitung target tentukan pemecahan masalah yang besar daya ungkitnya serta mungkin dilaksanakan untuk tahun yang akan datang.

a. Perencanaan kebutuhan vaksin

Pada dasarnya perhitungan kebutuhan jumlah dosis vaksin berasal dari unit pelayanan imunisasi (puskesmas). Cara perhitungan berdasarkan :

1. Jumlah sasaran imunisasi

2. Target cakupan yang diharapkan untuk setiap jenis imunisasi.

3. Indeks pemakaian vaksin tahun lalu.

Untuk menghitung kebutuhan vaksin kita harus menerjemahkan target cakupan secara rinci sampai ke masing-masing kontak antigen. Target cakupan BCG DPT-1 dan Polio-1 biasanya sama yaitu cakupan kontak pertama sedangkkan cakupan imunisasi lengkap sama untuk DPT-3, Polio-4 dan campak.

Untuk kontak kedua DPT dan Polio dapat ditentukan dari pengalaman cakupan tahun lalu atau membagi rata angka drop out.

Dari perhitungan di atas diperoleh jumlah dosis “bersih” dari masing-masing antigen yang diperlukan untuk mencapai target. Dalam menjaga mutu pelayanan, program memperkenalkan kebijaksanaan untuk membuka vial/ ampul baru meskipun sasaran yang datang hanya 1 (satu) bayi atau membuang sisa vaksin.

(23)

Dengan demikiaan maka dosis “bersih” harus dibagi dengan faktor IP (Indeks Pemakaian Vaksin) tahun sebelumnya.

4. Perencanaan kebutuhan peralatan cold chain.

Setiap obat yang berasal dari bahan biologis harus terlindungi dari sinar matahari. Vaksin BCG dan campak misalnya, berasal dari kuman hidup, bila terkena sinar matahari langsung dalam beberapa detik saja akan menjadi rusak.

Untuk melindunginya digunakan kemasan berwarna, misalnya ampul yang berwarna coklat di samping menggunakan kemasan luar (box).

Vaksin yang sudah dilarutkan tidak dapat disimpan lama karena potensinya akan berkurang. Oleh karena itu, untuk vaksin beku kering (BCG, Campak) kemasan harus tertutup kedap (hermetically sealed). Kemasan vaksin harus memenuhi semua ketentuan di atas. Semua pihak yang akan terlibat dalam pengelolaan vaksin harus memantau kemasan vaksin dan ketentuan-ketentuan di atas untuk menjaga kualitas vaksin.

Selanjutnya yang harus diperhatikan adalah sistem rantai vaksin atau cold chain. Sarana cold chain dibuat secara khusus untuk menjaga potensi vaksin dan setiap jenis sarana cold chain mempunyai kelebihan dan kekurangan masing- masing. Dalam merencanakan pengadaan suatu jenis sarana, uji coba di lapangan perlu dilakukan untuk mengetahui berapa besar kelebihan yang dimiliki serta toleransi program terhadap kekurangannya. (Kepmenkes No 1611, 2005).

2.5.2 Pelaksanaaan

Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan

(24)

ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula. (Syukur, 1987) Pelayanan imunisasi meliputi kegiatan-kegiatan

2.5.2.1 Persiapan Petugas A. Inventarisasi Kegiatan

Kegiatan ini dilakukan di tingkat puskesmas dengan mencatat :

1. Daftar bayi daan ibu hamil/ WUS dilakukan oleh kader, dukun terlatih, petugas KB, bidan di desa.

Sumber : kelurahan, form registrasi, bidan di desa.

2. Persiapan Vaksin dan Peralatan Rantai Vaksin

Sebelum melaksanakan imunisasi di lapangan petugas kesehatan harus mempersiapkan vaksin yang akan dibawa. Jumlah vaksin yang dibawa dihitung berdasarkan jumlah sasaran yang akan diimunisasi dibagi dengan dosis efektif vaksin per via/ ampul. Selain itu juga harus mempersiapkan peralatan rantai dingin yang akan dipergunakan di lapangan seperti termos dan kotak dingin cair.

3. Persiapan ADS (Auto Disable Syringe) dan Safety Box

Petugas juga harus mempersiapkan ADS dan safety box untuk dibawa ke lapangan. Jumlah ADS yang dipersiapkan sesuai dengan jumlah sasaran yang

(25)

akan diimunisasi. Jumlah safety box yang akan dibawa disesuaikan dengan jumlah ADS yang akan dipergunakan dan kapasitas safety box yang tersedia.

2.5.2.2 Persiapan Masyarakat

Untuk mensukseskan pelayanan imunisasi, persiapan dan penggerakan masyarakat mutlak harus dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan kerja sama lintas program, lintas sektoral, organisasi profesi, LSM dan petugas masyarakat/ kader.

2.5.2.3 Pemberian Pelayanan Imunisasi

Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan imunisasi tambahan. Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka proporsi kegiatan imunisasi tambahan akan semakin kecil. (Kepmenkes No 1611, 2005).

2.5.2.4 Koordinasi

Menurut Terry dalam (Hasibuan, 2006) berpendapat bahwa koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.

Dalam program imunisasi dituntut untuk melaksanakan ketentuan program secara efektif dan efisien. Untuk itu pengelola program imunisasi harus dapat menjalankan fungsi koordinasi dengan baik. Ada 2 macam fungsi koordinasi, yaitu vertikal dan horizontal. Koordinasi horizontal terdiri dari kerja sama lintas program dan kerja sama lintas sektoral. (Kepmenkes No 1611, 2005).

(26)

A. Kerjasama Lintas Program

Pada semua tingkat administrasi, pengelola program imunisasi diharapkan mengadakan kerjasama dengan program lain di bidang kesehatan. Beberapa bentuk kerjasama yang telah dirintis :

1. Keterpaduan KIA – Imunisasi 2. Keterpaduan Imunisasi – Surveillans

3. Keterpaduan KB - Kesehatan ( Imunisasi, Gizi, Diare, KIA, PKM, KB).

4. Keterpaduan UKS – Imunisasi B. Kerjasama Lintas Sektoral

Pada setiap tingkat administrasi, pengelola program imunisasi harus mengisi kegiatan untuk membina kerja sama lintas sektoral yang telah terbentuk, yaitu : 1. Kerjasama imunisasi - Departemen Agama

2. Kerjasama imunisasi - Departemen Dalam Negeri 3. Kerjasama imunisasi - Departemen Pendidikan Nasional

4. Kerjasama imunisasi – organisasi (IDI, IDAI, POGI, IBI, PPNI, dll).

2.5.2.5 Standar Tenaga dan Pelatihan Medis A. Tenaga Pelaksana Tingkat Puskesmas

1. Petugas Imunisasi

Kualifikasi : Tenaga perawat atau bidan yang telah mengikuti pelatihan untuk tenaga petugas imunisasi.

Tugas : memberikan pelayanan imunisasi dan penyuluhan.

(27)

2. Pelaksana Cold Chain

Kualifikasi : Tenaga bependidikan minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain.

Tugas :

a. mengelola vaksin dan merawat lemari es.

b. mencatat suhu lemari es

c. mencatat pemasukan dan pengeluaran vaksin.

d. mengambil vaksin di kabupaten/ kota sesuai kebutuhan per bulan.

3. Pengelola Program Imunisasi

Kualifikasi : Petugas Imunisasi, pelaksana cold chain atau petugas lain yang telah mengikuti pelatihan untuk mengelola program imunisasi.

Tugas :

a. membuat perencanaan vaksin dan logistik lain.

b. mengatur jadwal pelayanan imunisasi.

c. mengecek catatan pelayanan imunisasi.

d. membuat dan mengirim laporan ke kabupaten/ kota e. membuat dan menganalisis PWS bulanan.

f. merencanakan tindak lanjut.

2.5.3 Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang peranan penting dan sangat menentukan. Selain menunjang pelayanan imunisasi juga menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi. (Kepmenkes No 1611, 2005)..

(28)

2.5.3.1 Pencatatan A. Tingkat Puskesmas 1. Hasil Cakupan Imunisasi

a. Hasil kegiatan imunisasi di lapangan (buku kuning dan merah) ditambah laporan dari puskesmas pembantu di rekap di buku pencatatan imunisasi puskesmas (buku biru).

b. Hasil kegiatan imunisasi di komponen statistik dicatat untuk sementara di buku bantu, pada akhir bulan direkap ke buku kuning atau merah sesuai dengan desa sasaran.

c. Setiap catatan dari buku biru ini dibuat rangkap dua. Lembar ke 2 dibawa ke kabupaten/ kota sewaktu mengambil vaksin/ konsultasi.

d. Dalam menghitung persen cakupan, yang dihitung hanya pemberian imunisasi pada kelompok sasaran dan periode yang dipakai adalah tahun anggaran mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember pada tahun tersebut.

2. Pencatatan Vaksin

Keluar masuknya vaksin terperinci menurut jumlah nomor batch dan tanggal kadaluarsa harus dicatat ke dalam kartu stock. Sisa atau stok vaksin harus selalu dihitung pada setiap kali penerimaan dan pengeluaran vaksin. Masing-masing jenis vaksin mempunyai stok tersendiri. Selain itu kondisi VVM sewaktu menerima dan mengeluarkan vaksin juga perlu dicatat di SBBK (Surat Bukti Barang Keluar).

(29)

3. Pencatatan Suhu Lemari Es

Temperatur lemari es yang terbaca pada termometer diletakkan di tempat yang seharusnya, harus dicatat dua kali sehari yaitu pagi waktu datang dan sore sebelum pulang.

4. Pencatatan Logistik Imunisasi

Keluar masuknya vaksin harus dicatat di buku stok vaksin. Nomor batch untuk vaksin, serta nomor seri untuk sarana cold chain (lemari es, mini freezer, vaccine carrire, container) harus dicatatke dalam kolom keterangan. Untuk peralatan habis pakai seperti ADS, safety box dan spare part cukup dicatat jumlah dan jenisnya. (Kepmenkes No 1611, 2005).

2.5.3.2 Pelaporan

Pelaporan dilakukan oleh setiap unit yang melakukan kegiatan imunisasi, mulai dari puskesmas pembantu, puskesmas, rumah sakit umum, balai imunisasi swasta, rumah sakit swasta, rumah sakit swasta, rumah bersalin swasta kepada pengelola program di tingkat administrasi yang sesuai. Unit yang di bawah melapor hasil rangkapnya ke unit yang diatasnya. (Kepmenkes No 1611, 2005)..

Yang dilaporkan adalah : a. Cakupan Imunisasi

Dalam melaporkan cakupan imunisasi, harus dipisahkan pemberian imunisasi terhadap kelompok di luar umur sasaran. Pemisahan ini sebenarnya sudah dilakukan mulai saat pencatatan, supaya tidak mengacauka perhitungan persen cakupan.

(30)

b. Stok dan Pemakaian Vaksin

Stok vaksin dan pemakaian vaksin setiap bulan harus dilaporkan bersama-sama dengan laporan cakupan imunisasi.

2.5.4 Monitoring dan Evaluasi 2.5.4.1 Monitoring

Monitoring merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah program yang dibuat itu berjalan dengan baik sebagaiman mestinya sesuai dengan yang direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan bagaiman para pelaksana program itu mengatasi hambatan tersebut. Monitoring terhadap sebuah hasil perencanaan yang sedang berlangsung menjadi alat pengendalian yang baik dalam seluruh proses implementasi. (Asep, 2013)

Proses dasar dalam monitoring ini meliputi tiga tahap yaitu: (1) menetapkan standar pelaksanaan; (2) pengukuran pelaksanaan; (3) menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.

Menurut Dunn dalam (Asep, 2013) monitoring mempunyai empat fungsi, yaitu:

a. Ketaatan (compliance). Monitoring menentukan apakah tindakan administrator, staf, dan semua yang terlibat mengikuti standar dan prosedur yang telah ditetapkan.

b. Pemeriksaan (auditing). Monitoring menetapkan apakah sumber dan layanan yang diperuntukkan bagi pihak tertentu bagi pihak tertentu (target) telah mencapai mereka.

(31)

c. Laporan (accounting). Monitoring menghasilkan informasi yang membantu

“menghitung” hasil perubahan sosial dan masyarakat sebagai akibat implementasi kebijaksanaan sesudah periode waktu tertentu.

d. Penjelasan (explanation). Monitoring menghasilkan informasi yang membantu menjelaskan bagaimana akibat kebijaksanaan dan mengapa antara perencanaan dan pelaksanaannya tidak cocok.

2.5.4.2 Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui hasil ataupun proses kegiatan bila dibandingkan dengan target atau yang diharapkan. (Kepmenkes No 1611, 2005).

2.6 Ruang Lingkup GAIN UCI 2010-2014 2.6.1 Pengertian

Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI 2010-2014 ( GAIN UCI 2014) adalah upaya percepatan pencapaian UCI di seluruh desa/ kelurahan pada tahun 2014 melalui suatu gerakan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat dan berbagai pihak terkait secara terpadu di semua tingkat administrasi. (Kepmenkes 482, 2010).

2.6.2 Lingkup Kegiatan GAIN UCI 2010-2014

Kegiatan pelayanan imunisasi rutin pada bayi dan berbagai kegiatan lainnya sebagai pendukung dalam rangka percepatan kenaikan cakupan UCI Desa/kelurahan meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi disemua jenjang administrasi. (Kepmenkes 482, 2010).

(32)

2.6.3 Tujuan GAIN UCI

Tercapainya UCI diseluruh Desa/ Kelurahan secara bertahap mulai dari tahun 2010-2014 sehingga penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat dicegah atau dieliminasi. (Kepmenkes 482, 2010).

2.6.4 Sasaran

Untuk mengoptimalkan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional guna mencapai Universal Child Imunization (UCI) maka dianggap perlu untuk menentukan sasaran berdasarkan skala prioritas sehingga kegiatan dapat fokus dan memberikan output yang maksimal. Adapun sasaran yang dimaksud yaitu :

1. Tersedianya vaksin, alat, dan bahan lainnya sesuai dengan kebutuhan baik untuk kuantitas dan kualitas guna mendukung imunisasi pada bayi 0-11 bulan.

2. Tersedianya dukungan politis dan komitmen stakeholders di tingkat Pusat hingga ke tingkat daerah sehingga sumber daya yang memadai antara lain anggaran operasional bersumber APBD dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan.

3. Terselenggaranya peningkatan kunjungan ibu dan bayi pada kegiatan imunisasi melalui peran serta masyarakat secara aktif.

4. Terselenggaranya pemantapan mutu pelayanan melalui peningkatan saran pelayanan kesehatan dan kemampuan serta perilku petugas penyelenggara imunisasi dasar lengkap bayi 0-11 bulan.

5. Terselenggaranya pemantapan cakupan dan mutu pelayanan di daerah/ desa/

kelurahan yang telah mencapai UCI tahun-tahun sebelumnya.

(33)

6. Terselenggaranya peningkatan cakupan dan mutu pelayanan didaerah/ desa/

kelurahan yang belum mencapai UCI di tahun-tahun sebelumnya terutama di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan termasuk Kawasan Indonesia Timur (KIT).

2.6.5 Kebijakan

1. Pemantapan peran dan fungsi antara Pemerintah Pusat, Daerah dan stakeholders lainnya sesuai dengan kewenangan dan kemampuan dalam penyelenggaraan imunisasi pada bayi 0-11 bulan.

2. Pemenuhan kebutuhan ketersediaan vaksin, alat dan bahan lainnya untuk dukungan operasional untuk pelayanan imunisasi pada bayi 0-11 bulan.

3 . Peningkatan dan atau pemantapan pengawasan rantai dingin (cold chain) secara berjenjang mulai dari tingkat Pusat hingga ke tingkat daerah dan pengguna.

4. Peningkatan peran serta masyarakat untuk kegiatan imunisasi.

5. Pemantapan mutu pelayanan imunisasi berdasarkan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NPSK) yang ada.

6. Pemerataan jangkauan pelayanan kegiatan imunisasi di Desa/ Kelurahan yang cakupan rendah (daerah kantong), rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit.

2.6.6 Strategi

1. Meningkatkan kemampuan dan kinerja tenaga kesehatan baik pengelola di pusat dan daerah maupun pelaksana pelayanan imunisasi di lapangan.

(34)

2. Meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan dan biaya operasional yang memadai terutama di DTPK dan KIT.

3. Meningkatkan ketersediaan kebutuhan vaksin, alat dan bahan pendukung kegiatan imunisasi.

4. Meningkatkan manajemen kegiatan imunisasi termasuk PWS dan pencatatan pelaporan secara berjenjang.

5. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dalam pencapaian UCI Desa.

6. Memantapkan pelayanan imunisasi guna mempertahankan cakupan UCI di wilayah/ daerah/ desa yang sudah mencapai UCI Desa di tahun sebelumnya.

7. Meningkatkan pelayanan imunisasi guna meningkatkan cakupan UCI DTPK dan KIT yang belum mencapai UCI di tahun sebelumnya.

(35)

2.7 Fokus Penelitian

Gambar 2.2. Fokus Penelitian Pelaksanaan Fungsi Manajemen Program Imunisasi dalam Upaya Pencapaian Target UCI (Universal Child Imunization).

Perencanaan 1. Sumber Daya

Manusia 2. Budget 3. Sarana

Prasarana 4. Metode

Pengorganisasian 1. Struktur 2. Kewenangan 3. Pembagian

Tugas

Pelaksanaan 1. Komunikasi 2. Komitmen 3. SOP (Standar

Operasional Peosedur)

Pengawasan 1. Ketepatan 2. Fokus 3. Obyektif

Cakupan UCI (Universal Child Imunization) di Puskesmas Berohol 100%

(36)

Pada gambar 2.2. Fokus penelitian ini difokuskan pada pelaksanaan fungsi manajemen program imunisasi dalam upaya pencapaian target UCI (Universal Child Imunization). Adapun pelaksanaan keempat fungsi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut :

Perencanaan, yang merupakan fungsi pertama dari manajemen program imunisasi terkait dengan pencapaian UCI. Perencanaan dalam program imunisasi merupakan rangkaian persiapan tindakan untuk mencapai tujuan, dalam hal ini tujuan dalam program imunisasi adalah upaya pencapaian target UCI di Puskesmas Berohol 100%. Perencanaan terkait dengan upaya pencapaian target ini memiliki beberapa unsur dalam mendukung perencanaan yang baik yakni, sumber daya manusia yang merupakan orang- orang terlibat dalam program imunisasi di Puskesmas yang mendukung tercapainya target UCI, budget rencana rinci tentang perolehan dan penggunaan sumber daya keuangan di dalam proses pelaksanaan imunisasi, sarana dan prasarana alat penunjang utama dalam mencapai target/ tujuan program imunisasi, serta metode yang merupakan cara- cara yang dipakai/ diterapkan dalam proses pelaksanaan imunisasi dan dapat mencapai tujuan dari sebuah program imunisasi.

Kemudian fungsi kedua dari manajemen program imunisasi terkait dengan pencapaian UCI yakni pengorganisasian yang merupakan proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan-tujuan, sumber-sumber, dan lingkungan dalam program imunisasi. Pengorganisasian merupakan proses penting dalam struktur pembagian tugas, agar program imunisasi dijalankan oleh orang- orang yang mampu, sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

(37)

Adapun unsur- unsur didalam pengorganisasian yang terkait dalam pencapaian UCI adalah struktur yang merupakan bagian-bagian, keterkaitan sistem yang berhubungan satu dengan yang lain. Dimana dalam program imunisasi ini struktur merupakan sistem yang terkait untuk mencapai target UCI, kewenangan suatu hak dan kekuasaan yang dimiliki oleh orang- orang di dalam program imunisasi untuk menjalankan tugasnya secara maksimal, pembagian tugas yang merupakan pengelompokkan tugas-tugas sejenis atau erat hubungannya antara satu dengan lainnya untuk dilakukan di dalam program imunisasi dalam upaya pencapaian target UCI.

Fungsi manajemen yang ketiga yakni pelaksanaan merupakan suatu tindakan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci dalam hal ini adalah proses tindakan dari rencana program imunisasi yang sudah disusun sebelumnya. Unsur- unsur dalam proses pelaksanaan yang baik meliputi komunikasi dalam hal ini merupakan proses penyampaian informasi antar orang- orang yang telibat di dalam proses pelaksanaan program imunisasi, komitmen keterikatan (Perjanjian) antar sumber daya manusia dalam pelaksanaan program imunisasi, dan Standar Operating Procedures merupakan panduan hasil kerja yang diinginkan serta proses kerja yang harus dilaksanakan program imunisasi.

Fungsi manajemen yang keempat yakni pengawasan yang merupakan pengukuran terhadap pelaksanaan kerja program imunisasi agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan pencapaian UCI dapat terselenggara dengan baik. Dalam pengawasan terdapat unsur- unsur penting yang dapat diperhatikan dalam pencapaian pengawasan yang baik yakni ketepatan

(38)

kemampuan seseorang dalam mengendalikan gerak-gerik bebas terhadap suatu sasaran dalam hal ini sasaran adalah bayi berusia 0-11 bulan, objektif keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi, dan fokus yang merupakan pemusatan perhatian, pikiran dan jiwa dalam menjalankan program imunisasi.

Keempat fungsi manajemen ini tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya, karena fungsi-fungsi tersebut merupakan satu kesatuan unsur didalam pelaksanaan suatu organisasi. Suatu organisasi akan berjalan dengan maksimal apabila fungsi manajemen yang dijalankan juga maksimal. Jadi keempat fungsi manajemen yakni perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan perlu dilihat secara mendalam apakah pelaksanaan keempat fungsi tersebut telah dilaksanakan dengan baik terkait dengan pencapaian target UCI di Puskesmas Berohol, Kota Tebing Tinggi.

Gambar

Gambar 2.2.  Fokus Penelitian Pelaksanaan Fungsi Manajemen Program Imunisasi  dalam Upaya Pencapaian Target UCI (Universal Child Imunization)

Referensi

Dokumen terkait

Saputri dkk (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan dengan menggunakan metode Workload Indicators Of Staffing

“Suatu strategi atau upaya dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen dan fungsi-fungsi operasional sumber daya manusia yang ditujukan bagi peningkatan kontribusi

Perencanaan Sumber Daya Manusia adalah langkah-langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna lebih menjamin bahwa bagi organisasi tersedia tenaga kerja yang

Manajemen Sumber Daya Manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian kegiatan- kegiatan

Penelitian yang dilakukan Sasmita, dkk (2020) mengenai pengaruh perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, pencatatan administrasi dan kompetensi sumber daya manusia

Soekidjo Notoadmojo (2009) dalam Ayu Ambarini (2011:62) Perencanaan sumber daya manusia merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi permintaan-permintaan

Secara umum, pengertian manajemen sumber daya manusia dapat dinyatakan sebagai suatu proses pencapaian tujuan yang dilakukan dengan menggunakan sumber daya manusia yang tersedia

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada kebijakan berpedoman pada Peraturan Daerah terkait upaya pencapaian target UHC peserta JKN, sumber daya manusia pelaksana upaya pencapaian UHC