• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

2.1.1 Definisi Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjan. Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan “buatan” terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin.

Kemiskinan dapat didefinisikan dengan dua pendekatan, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diukur dengan suatu standar tertentu, yaitu memenuhi kebutuhan dasar berupa makanan, pakaian dan perumahan. Sedangkan kemiskinan relatif merupakan kemiskinan yang berada di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.

Dilihat dari segi penyebabnya, kemiskinan dapat dibedakan dalam tiga pengertian yaitu: kemiskinan natural (alamiah), kemiskinan structural dan kemiskinan

(2)

kultural. Kemiskinan natural (alamiah) adalah kemiskinan karena asalnya memang miskin. Kelompok masyarakat miskin ini karena tidak memiliki sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya pembangunan lainnya sehingga mereka tidak dapat ikut serta aktif dalam pembangunan, dan kalaupun ikut dalam pembangunan maka mereka mendapatkan imbalan pendapatan yang amat rendah.

Kemiskinan struktural adalah termasuk dalam kategori kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan struktural ini juga dikenal dengan kemiskinan yang disebabkan karena hasil pembangunan yang diterima masyarakat tidak seimbang. Yang termasuk ke dalam kelompok yang mengalami kemiskinan structural adalah:

1. Petani yang tidak memiliki lahan sendiri

2. Petani yang memiliki lahan sedikit tapi hasilnya tidak cukup untuk menghidupi keluarga

3. Buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih

4. Pengusaha tanpa modal dan fasilitas dari pemerintah

Kemiskinan kultural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup dan budayanya, mereka merasa sudah berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat ini tidak mudah diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mudah melakukan perubahan, menolak mengikuti

(3)

sehingga menyebabkan pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang umum dipakai. Dengan ukuran absolut, misalnya tingkat pendapatan minimum, mereka dikatakan miskin. Dalam keadaan semacam ini bermacam tolak ukur kebijaksanaan pembangunan yang tidak mudah menjangkau mereka.

Kemiskinan dapat pula bersifat mutlak atau nisbi. Kemiskinan mutlak adalah apabila orang miskin tidak dapat mencukupi kebutuhan fisiknya seperti pangan, pakaian dan rumah. Kemiskinan yang bersifat nisbi yaitu relative terhadap orang yang lebih mampu. Kemiskinan nisbi berkaitan dengan kesenjangan di negara sedang berkembang banyak terdapat kemiskinan mutlak banyak orang yang benar-benar kelaparan seperti di Sudan, Ethiopia, Somalia dan lain-lain. Sedangkan di negara maju ada juga kemiskinan mutlak tapi sebagian besar adalah kemiskinan nisbi. Khusus di Indonesia terdapat kedua jenis kemiskina tersebut yaitu kemiskinan mutlak dan kemiskinan nisbi.

2.1.2 Pembangunan dan Kemiskinan

Pembangunan berhubungan erat dengan masalah kemiskinan sebab tujuan utama pembangunan adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat atau pemerataan kesejahteraan. Dengan kata lain, pembanguna bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan.

Masalah pokok yang dihadapi oleh pedesaan di Indonesia adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Keadaan ini ditandai oleh:

(4)

2. Terdapatnya kesenjangan antara golongan kaya dan miskin dalam usaha-usaha pembangunan sehingga disinyalir kondisi-kondisi tersebut kurang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan.

Angka kemiskinan di Indonesia bagaikan timbul tenggelam. Sebentar naik, sebentar turun. Jumlah penduduk miskin bahkan sempat melonjak sangat tajam, gara-gara kenaikan harga BBM yang keterlaluan besarnya pada bulan Oktober 2005, yang dilakukan pemerintah hanya demi menyelamatkan anggaran pemerintah pusat dari cengkeraman defisit yang terlalu besar. Bahwa subsidi memang harus dipangkas, apalagi penikmat utamanya justru orang-orang yang tidak memerlukan subsidi, itu memang benar ; namun pelaksanaannya tentunya perlu dikemas secara bertahap karena berapa pun kenaikan BBM akan segera disusul oleh lonjakan berbagai bahan kebutuhan pokok, terlepas dari apakah harga-harga itu secara ekonomis harus disesuaikan atau tidak (harga selalu naik karena pengusaha mana yang mau melewatkan kesempatan keuntungan sebanyak-banyaknya?) (Basri.2009:55).

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia pada umumnya melanda penduduk yang tinggal dipedesaan. Hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat sebagian besar penduduk Indonesia tinggal dipedesaan. Salah satu golongan miskin dipedesaan adalah mereka yang termasuk kategori petani kecil yang bertempat tinggal di daerah terisolasi dengan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kurang menguntungkan.

(5)

Di negara-negara miskin, perhatian utama terfokus pada dilema antar pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Keduanya sama-sama penting, namun hampir selalu sangat sulit diwujudkan secara bersamaan.

Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang lebih tinggi, dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun, yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana caranya memacu pertumbuhan, tetapi siapa yang menikmati hasil-hasilnya. Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan kini merupakan masalah pokok dalam pembangunan dan sasaran utama kebijakan pembangunan di suatu negara. Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yaitu :

1. Ukuran distribusi 2. Distribusi “fungsional”

Keadaan ekonomi orang miskin tidak cukup baik, dan enak tetapi cukup untuk hidup dan reproduksi, jadi makin miskin seseorang secara teoritis makin besar peranan sektor subsisten. Sedangkan seperti diketahui makin miskin atau rendah pendapatan seseorang makin besar yang dipergunakan untuk makan dan makin kecil yang dipergunakan untuk kepentingan lain yang tidak penting.

Kemiskinan penduduk ditinjau dari segi sosial dan ekonomi kondisinya sangat rendah termasuk penyediaan air dan listrik beserta prasarana yang minim. Penduduk

(6)

yang tinggal di pedesaan itu kebanyakan berpendidikan rendah, berstatus rendah, dan mempunyai struktur keluarga yang tidak menguntungkan.

2.1.3 Konsep Ukuran Kemiskinan

Banyaknya defenisi tentang kemiskinan menyebabkan sulitnya menentukan ukuran kemiskinan karena tingkat tersebuut berbeda dari satu negara ke negara lain, dari satu daerah ke daerah lainnya dalam negara yang sama. Oleh karena itu para ahli ekonomi cenderung membuat perkiraan-perkiraan yang serba konservatif atau sederhana tentang kemiskinan dunia dalam rangka menghindari perkiraan-perkiraan yang berlebihan. Adapun perkiraan itu sendiri didasarkan pada metodologi umum yang sudah popular dengan sebutan garis kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan pada dasarnya adalah standar minimum yang diperlukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk jenis pangan dan non pangan.

Bank dunia menggambarkan “sangat miskin” sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari US $1 perhari dan “miskin” dengan pendapatan kurang dari US $2 perhari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia masih disebut miskin pada tahun 2001. Untuk Indonesia Bank Dunia mengikuti ukuran gari kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yakni kebutuhan makanan minimum 2100 kalori per orang setiap hari.

2.1.4 Karakteristik Ekonomi Kelompok Penduduk Miskin

(7)

distribusi pendapatannya konstan, semakin tinggi pendapatan perkapita yang ada maka akan semakin rendah jumlah kemiskinan absolut.

Akan tetapi sebagaimana telah diungkapkan, tingginya tingkat pendapatan per kapita tidak menjamin lebih rendahnya tingkat kemiskinan absolut. Pemahaman terhadap kadar dan jangkauan distribusi pendapatan merupakan landasan dasar bagi setiap analisis massalah kemiskinan dinegara-negara yang berpendapatan rendah, didasarkan pada :

1. Kemiskinan di pedesaan 2. Kaum wanita dan kemiskinan

3. Etnik minoritas, penduduk pribumi, dan kemiskinan

Pemerintah Indonesia juga telah berusaha untuk mengurangi kemiskinan dan memeratakan pendapatan ini, dengan memulai delapan jalur pemerataan, yaitu : 1. pemerataan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat banyak khususnya pangan,

sandang, dan perumahan.

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. 3. Pemerataan pembagian pendapatan.

4. Pemerataan kesempatan kerja. 5. Pemerataan kesempatan berusaha.

6. Pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan wanita.

(8)

8. Pemerataan memperoleh keadilan.

Dalam hal ini, karakteristik masyarakat miskin secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam hal:

1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan.

2. Melakukan kegiatan usaha produkrif

3. Menjangkau akses sumber daya social ekonomi

4. Menentukan nasibnya sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan serta sikap apatis dan fatalistic. 5. Membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa

mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.

Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan ini menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha meningkatkan pendapatan dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat. Indikator nasional dalam menentukan jumlah penduduk yang dikategorikan miskin ditentukan oleh standar garis kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS), dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan minimum. Baik berupa kebutuhan makanan dan non makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk hidup layak. Penetapan nilai standar inilah yang digunakan untuk membedakan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Indikator kemiskinan lainnya adalah:

(9)

1. Angka buta huruf (dewasa) adalah proporsi seluruh penduduk berusia 1 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.

2. Penolong persalinan oleh tenaga tradisional

3. Penduduk tanpa akses air bersih adalah proporsi penduduk yang tidak mempunyai akses air bersiih. Yang termasuk air bersih adalah air kemasan, air leding atau PAM, pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung dengan jarak ke tempat penampungan > 10 meter.

4. Penduduk tanpa akses sanitasi adalah proporsi penduduk yang menggunakan jamban umum atau lainnya sebagai tempat buang air besar.

5. Angka kesakitan adalah proporsi penduduk yang mempunyai gangguan kesehatan sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari

6. Angka pengangguran adalah proporsi penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan dan sudah punya pekerjaan namun belum mulai bekerja.

2.1.5 Penyebab Kemiskinan

Emil Salim (1984) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1. Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.

(10)

2. Socio economic Dualism, yaitu negara ekskoloni yang mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marginal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.

3. Population Growth, yaitu perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung.

4. Resources Management and The Environment, yaitu adanya unsur misalnya manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

5. Natural Cycles and Processes, yaitu kemiskinan yang terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal di lahan kritis dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal terus-menerus.

6. The Marginalization of Woman, yaitu peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja diberikan lebih rendah dari laki-laki.

7. Cultural and Ethnic Factors, yaitu bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat-istiadat yang konsumtif saat upacara adat-istiadat keagamaan.

(11)

8. Explotative Intermediation, yaitu keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat).

9. Internal Political Fragmentation and Civil Stratfe, yaitu suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya yang kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.

10.International Processes, yaitu bekerjanya sistem-sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin. 2.1.6 Pengertian Keluarga Miskin

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.

Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian,

(12)

kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan ha-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Keluarga miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Ada tiga potensi yang perlu diamati dari keluarga miskin yaitu :

1. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, contohnya dapat dilihat dari aspek pengeluaran keluarga, kemampuan menjangkau tingkat pendidikan dasar formal yang ditamatkan, dan kemampuan menjangkau perlindungan dasar.

2. Kemampuan dalam melakukan peran sosial akan dilihat dari kegiatan utama dalaam mencari nafkah, peran dalam bidang pendidikan, peran dalam bidang perlindungan, dan peran dalam bidang kemasyarakatan.

3. Kemampuan dalam menghadapi permasalahan, dapat dilihat dari upaya yang dilakukan sebuah keluarga untuk mempertahankan diri dari tekanan ekonomi dan non ekonomi.

Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai hal antara lain rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, tebatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehaatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan.

(13)

Badan Pusat Statistik menggunakan 14 kriteria untuk mengasumsikan kemiskinan, yaitu :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari delapan meter persegi. 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10.Hanya sanggup makan satu/ dua kali dalam sehari.

11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik. 12.Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga hanya tamat SD.

13.Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani, atau buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lain dengan pendapatan dibawah Rp 600.000,- per bulan

(14)

14.Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000,- seperti sepeda motor baik kredit atau non kredit, emas, ternak dan barang modal lain.

2.1.8 Strategi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan

Dalam upaya pengentasan kemiskinan ada dua strategi utama yang ditempuh, yaitu:

1. Melakukan berbagai upaya dengan tujuan untuk melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara akibat dampak negatif krisis ekonomi.

2. Melakukan berbagai upaya untuk membantu masyaarakat yang mengalami kemiskinan struktural, memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan yang tinggi untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.

Untuk melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin dari dampak krisis ekonomi dalam jangka pendek dilaksanakan program jaring pengamanan sosial yang meliputi ketahanan pangan dan proteksi social berupa perlindungan terhadap kesehatan dan pendidikan masyarakat serta penciptaan lapangan kerja. Program jaring pengamanan sosial tersebut dilaksanakan dengan pertimbangan beberapa hal: 1. Penentuan sasaran yang tepat dan efektif

2. Penerapan pola pemberian bantuan yang cepat dan langsung kepada masyarakat 3. Keterbukaan

(15)

5. Berkesinambungan

Dalam jangka panjang perlu dikembangkan system jaminan social bagi kelompok masyarakat yang rentan terhadap krisis dan pelayanan bagi orang jompo, penderita cacat, yatim piatu dan kelompok masyarakat lain yang memerlukan. System jaminan sosial menekankan pada kemampuan kelompok masyarakat dalam menyisihkan sebagain dari penghasilan melalui mekanisme tabungan kelompok. Kebijakan ini bersifat khusus dan dilaksanakan secara selektif dengan memperhatikan akar budaya masyarakat setempat.

Dalam upaya mengatasi kemiskinan yang bersifat kronis, kebijakan yang ditempuh adalah:

1. Kebijakan pengentasan hanya berjalan baik dan efektif apabila ada suasana tenteram dan stabil.

2. Kebijakan pengentasan kemiskinan harus dikaitkan dengan kebijakan ekonomi makro yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

3. Kebijakan pengentasan kemiskinan hanya akan dapat berjalan efektif apabila pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan.

4. Kebijakan pengentasan kemiskinan harus merupakan upaya yang bertahap terus menerus dan terpadu yang didasrkan pada kemandirian yaitu kemampuan penduduk miskin untuk menolong diri mereka sendiri

5. Kebijakan pengentasan kemiskinan harus diperkuat dengan peningkatan kemampuan masyarakat miskin sebagai suatu kelompok sehingga mampu

(16)

menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih besar dari suatukegiatan usaha produktif.

Berbagai kebijakan pengentasan kemiskinan tersebut harus dilaksanakan dengan prinsip ddesentralisasi, yaitu mendelegasikan proses pengembalian keputusan. Tanggung jawab dan kewenangan sedekat mungkin dengan kelompok sasaran. Pemerintah daerah berperan untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi semua kegiatan pengentasan kemiskinan didaerahnya. Selain itu, kebijakan pengentasan kemiskinan harus pula memberikan kepercayaan kepada masyarakat baik keluarga dan kelompok masyarakat miskin, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan perguruan tinggi. Keterlibatan pemerintah pusat terletak pada pengembangan sistem informasi yang didasarkan pada data dasar yang lengkap, akurat dan mutakhir mengenai kondisi penduduk miskin.

2.2 Konsumsi

2.2.1 Defenisi Konsumsi

Dalam ilmu ekonomi, pengertian konsumsi lebih luas dari pada pengertian konsumsi dalam percakapan sehari-hari. Dalam percakapan sehari-hari konsumsi hanya dimaksudkan sebagai hal yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Dalam ilmu ekonomi, semua barang dan jasa yang digunakan oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhannya disebut pengeluaran konsumsi. Dikonsumsi artinya digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan.

(17)

Manusia sebagai makhluk individu dan sosial mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas, baik dalam jumlah maupun jenisnya. Untuk memperoleh berbagai kebutuhan tersebut seseorang memerlukan pengeluaran untuk konsumsi. Dari semua pengeluaran yang dilakukan tersebut sekurang-kurangnya dapat memenuhi tingkat kebutuhan minimum yang diperlukan.

Salah satu tujuan ekonomi adalah untuk menjelaskan dasar-dasar prilaku konsumen. Pendalaman tentang hukum permintaan dan mengetahui bahwa orang cenderung membeli lebih banyak barang, apabila harga barang itu rendah, begitu sebaliknya. Dasar pemikirannya tentang prilaku konsumen bahwa orang cenderung memilih barang dan jasa yang nilai kegunaannya paling tinggi.

Konsumen akan memilih barang kebutuhan pokok untuk dikonsumsikan, dengan mempertimbangkan nilai guna dari barang tersebut. Keterbatasan anggaran pendapatan yang diterima oleh masyarakat menyebabkan masyarakat harus menunda untuk mengkonsumsi barang-barang yang mempunyai nilai guna tinggi.

Individu meminta suatu komoditi tertentu karena kepuasan yang diterima dari mengkonsumsi suatu barang. Sampai pada titik tertentu, semakin banyak unit komoditi yang dikonsumsi individu tersebut per unit waktu, akan semakin besar utiliti total yang akan diterima. Apabila harga meningkat dan pendapatan nominal tetap, maka pendapatan riil akan menurun, maka konsumen akan mengurangi pembelian hampir semua jenis barang.

(18)

Sukirno (2000:337) mendefinisikan konsumsi sebagai pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang-barang dan jasa-jasa akhir dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pekerjaan tersebut.

Kebutuhan dasar atau basic needs merupakan kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu maupun keperluan pelayanan sosial. Menurut Samir Ridwan (House Hold Survey for Basic Need, 1978:198), keperluan minimum dari seorang individu atau rumah tangga adalah:

1. Makanan 5.Pendidikan 2. Pakaian 6.Air dan Sanitas 3. Perumahan 7.Transportasi 4. Kesehatan 8.Partisipasi

Sedangkan menurut Thee Kian Wie (Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan 1981:26) menyebutkan bahwa kebutuhan pokok sebagai suatu paket barang dan jasa oleh masyarakat dianggap perlu tersedia bagi setiap orang. Kebutuhan ini merupakan tingkat minimum yang dinikmati oleh seseorang. Pendekatan model kebutuhan dasar ini memandang bahwa dalam pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan dasar, partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan. Partisipasi ini tertutama didalam pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan penduduk. Artinya kebutuhan apa yang dibutuhkan masyarakat dan berapa jumlahnya

(19)

2.2.2 Pengertian Tingkat Konsumsi

Tingkat konsumsi merupakan ukuran yang digunakan untuk melihat tinggi atau rendahnya permintaan seseorang terhadap barang atau jasa tertentu. Tingkat konsumsi akan sangat berpengaruh terhadap pola dan gaya hidup konsumen. Tingkat konsumsi biasanya disesuaikan dengan pendapatan, harga produk dan tingkat kebutuhannya.

Tingkat konsumsi seorang dengan yang lain adalah berbeda. Karena adanya perbedaan ini, maka cara dan besarnya konsumsi seorang dengan yang lain akan berbeda. Tingkat konsumsi dapat juga dijadikan sebagai tolak ukur seseorang untuk menilai kekayaan atau kesejahteraan.

Jika semakin sering seseorang mengkonsumsi barang atau jasa dengan harga dan merek tertentu, maka kemampuan dan daya belinya tinggi, jika daya beli tinggi itu artinya tingakt pendapatan juga tinggi. Tingkat pendapatan yang tinggi adalah indikator sesorang untuk menghitung atau mengukur kesejahteraan.

2.2.3 Pengertian Pola Konsumsi

Pola konsumsi merupakan salah satu faktor intern yang mempengaruhi tingkat konsumsi. Pola konsumsi merupakan suatu bentuk kegiatan dalam kehidupan manusia di dunia yang dinyatakan dalam aktivitas, minat dan pendapat/opini seseorang. Secara sederhana gaya hidup digunakan untuk menggambarkan seseorang, sekelompok orang yang saling berinteraksi.

(20)

Pola konsumsi secara sederhana didefenisikan sebagai bagaimana seseorang hidup , termasuk bagaimana seseorang menggunakan uangnya, bagaimana ia mengalokasikan waktunya.

Pola konsumsi juga sebagai bentuk dari aktivitas, minat dan pendapat konsumen yang konsisten dengan kebutuhan dan nilai-nilai yang dianutnya. Hal ini merupakan alat pemasar yang efektif untuk segmentasi. Jadi, pola konsumsi juga merupakan kecenderungan konsumen dalam berperilaku di pasar dan didalam merespon usaha – usaha pemasaran yang dapat diprediksi.

Pola konsumsi adalah ekspresi keluar dari nilai – nilai dan kebutuhan – kebutuhan konsumsi. Dalam menggambarkan pola konsumsi, dapat dilihat bagaimana mereka hidup dan mengekpresikan nilai – nilai yang dianutnya untuk memuaskan kebutuhannya.

Pola konsumsi menunjukkan bagaimana seseorang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka.

Pola konsumsi dapat berubah, akan tetapi perubahan ini bukan disebabkan oleh berubahnya kebutuhan. Kebutuhan pada umumnya tetap seumur hidup, setelah sebelumnya dibentuk dimasa kecil. Perubahan ini bisa terjadi karena nilai – nilai yang dianut konsumen yang berubah akibat pengaruh lingkungan.

(21)

2.2.4 Pola Pengeluaran Konsumsi

2.2.4.1 Pengertian Pola Pengeluaran Konsumsi

Pola pengeluaran konsumsi adalah jumlah persentase dari distribusi pendapatan terhadap masing-masing pengeluaran pangan, sandang, perumahan, jasa-jasa, rekreasi dan hiburan.

Pengeluaran konsumsi adalah semua pengeluaran antara lain pengeluaran untuk makanan, minuman, pakaian, upacara, barang-barang tahan lama dan lain-lain yang dilakukan oleh setiap anggota rumah tangga baik di dalam maupun diluar rumah, baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Pengeluaran untuk keperluan usaha rumah tangga seperti beras dan gula yang digunakan untuk membuat bahan makanan untuk kemudian dijual tidak dimasukkan sebagai konsumsi. Konsumsi berasal dari barang-barang yang dihasilkan sendiri dinilai dan dimasukkan sebagai pengeluaran untuk konsumsi (BPS, 2010 : 10).

Kebutuhan pokok sebagai kebutuhan esensial sedapat mungkin harus dipenuhi oleh suatu rumah tangga supaya mereka bias hidup secara wajar. Kebutuhan esensial ini antara lain:

1. Makanan 6.Partisipasi 2. Pakaian 7.Transportasi 3. Perumahan 8.Perawatan Pribadi 4. Kesehatan 9.Rekreasi

(22)

5. Pendidikan

Alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat secara garis besar dapt digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan penegluaran bukan untuk makanan.

2.2.4.2Jenis-jenis Pengeluaran Konsumsi

1. Pengeluaran makanan, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk makanan dan minuman termasuk minuman ringan dan minuman beralkohol, serta tembakau dan sirih.

2. Pengeluaran sandang, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk pakaian, sarung dan termasuk keperluan-keperluan untuk kaki.

3. Pengeluaran perumahan, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk peralatan rumah tangga, perbaikan rumah, bahan bakar termasuk arang, kayu api, penerangan, air, serta pajak bumi dan bangunan.

4. Pengeluaran jasa-jasa, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan dan hokum.

5. Pengeluaran hiburan dan rekreasi, adalah pengeluaran untuk transportasi perjalanan, alat-alat hiburan.

6. Pengeluaran rupa-rupa, adalah pengeluaran untuk alat-alat kecantikan termasuk odol, sabun dal lain-lain.

(23)

1. Pengeluaran pangan

Adalah pengeluaran untuk makanan dan minuman. BPS dalam Survey Ekonomi Sosial Nasional (SUSENAS, 2010), mengukur untuk pengeluaran bahan makanan dengan 12 jenis bahan makanan yang dikonsumsi secara umum oleh keluarga. Keduabelas pengeluaran untuk bahan makanan tersebut adalah beras dan padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, makanan jadi, minuman dan bahan makanan lainnya seperti bumbu-bumbu.

2. Pengeluaran non pangan

Kesejahteraan manusia tidak hanya dapat dipenuhi dengan kebutuhan makanan saja, tetapi perlu dilengkapi dengan pemenuhan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan akan bahan bakaar, pakaian, kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi, pemeliharaan badan dan lain-lain. Kebutuhan tersebut dikelompokkan dalam suatu kelompok non makanan.

3. Pengeluaran total

Adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk bahan makanan dan bukan makanan.

Menurut Gerardo P.Sicat (1991:180), factor-faktor yang menentukan komposisi konsumsi adalah:

1. Harga barang 2. Pendapatan

(24)

3. Jumlah anggota keluarga 4. Tingkat usia

5. Distribusi pendapatan

6. Faktor-faktor non ekonomi lainnya seperti selera, budaya dan teknologi

Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang dibelanjakan. Apabila pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu Negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat Negara yang bersangkutan. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Semakin besar pendapatan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut hasrat marginal untuk berkonsumsi (Marginal Propensity to Consume, MPC). Jika mereka memperoleh tambahan pendapatan, maka sebagian besar pendapatan itu akan teralokasikan untuk konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada masyarakat yang kehidupan ekonominya sudah relative lebih mapan.

Perbedaan antara masyarakat yang sudah mapan dengan yang belum mapan, antara Negara maju dengan Negara berkembang bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh perbandingan relative besar kecilnya angka MPC dan MPS, akan tetapi juga dalam pola konsumsi itu sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih didominasi oleh konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok atau

(25)

lebih banyak teralokasikan ke kebutuhan sekunder atau bahkan kebutuhan tertier. (Dumairi, 1997 : 114).

2.2.4.3 Hubungan Pendapatan dengan Pengeluaran Konsumsi

Pada dasarnya pendapatan rumah tangga ditujukan untuk pengeluaran konsumsi dan tabungan. Pengeluaran konsumsi adalah pengeluaran rumah tangga untuk membeli barang dan jasa akhir yang dibutuhkan seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, pengobatan, mobil dan barang-barang keperluan pokok lainnya. Sedangkan pengeluaran untuk tabungan adalah bagian dari pendapatan yang dikurangi dengan pengeluaran untuk konsumsi. Jadi ada hubungan yang erat antara pendapatan dengan konsumsi dan tabungan. Hubungan antara pendapatan disposable dengan konsumsi terlihat pada gambar dibawah.

(26)

Konsumsi (C) (Rp.000) 16 scale line 15 saving 14 F fungsi konsuumsi 13 D E 12 B C 11 A konsumsi 10 45º 0 10 11 12 13 14 15 16 Pendapatan disposable (Rp.000) Gambar 2.1 Fungsi Konsumsi

Pada gambar 2.1 diatas, pendapatan disposable (Yd) rumah tangga digambarkan pada sumbu datar, sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga (C) digambarkan pada sumbu tegak. Dengan demikian setiap kombinasi pendapatan dan konsumsi akan tergambar berupa titik-titik, yaitu titik A, titik B, titik C, titik D, titik E dan titik F. Dengan menarik satu garis yang menghubungkan setap titik tersebut akan terbentuk suatu kurva yang dinamakan fungsi konsumsi.

(27)

Da lurus yang disebut Sc apakah pen dari pada disepanjan maupun te ini pengelu Sel dengan pen konsumsi pendapatan Consume biaya marg produk. K tingkat kon konsumsi s MP Pen table untuk (Sadono Su lam gamba g ditarik da cale line. Ga ngeluaran k pendapatan ng garis ini erhadap sum uaran konsu lajutnya unt ngeluaran k terhadap pe n disposabl (MPC). Isti ginal yang b Kecenderung nsumsi yan sebagai akib PC= ndapatan di k memperje ukirno, 200 ar ini yang ari titik 0 y aris ini ada konsumsi rum n disposable i akan me mbu tegakny umsi akan se tuk menget konsumsi ad endapatan in e rumah tan ilah margin berarti tamb gan mengk ng diinginka bat adanya t isposable ju elas konsep 00:5) perlu kita yang memb lah garis pe mah tangga e. Kita dapa mpunyai ja ya. Jadi seti elalu sama d tahui sigat dalah dengan ntensitas pe ngga dalam nal dalam il bahan biaya konsumsi d an. Jadi, MP tambahan ya uga berhubu kecenderun perhatikan bentuk sudu embantu ya sama denga at mengetah arak yang iap titik ma dengan pend hubungan a n melihat be engeluaran k m hal ini dis lmu ekonom a untuk mem dalam makr PC adalah t ang diterima ungan deng ngan mengk adalah gar ut 45º dari ang penting an, lebih be hui bahwa sama terha anapun di se dapatan disp antara pend esarnya inte konsumsi a sebut Marg mi berate ta mproduksi s ro ekonomi tambahan ju a rumah tan gan tabunga konsumsi m ris 45º, yait sumbu dat untuk men sar atau leb setiap titik adap sumbu epanjang ga posable (Yd dapatan disp ensitas peng kibat pertam ginal Propen ambahan, m

satu unit tam i mengung umlah peng ngga atau: an, berikut marginal ata tu garis tar atau ngetahui ih kecil berada u datar aris 45º d = C). posable geluaran mbahan nsity to misalnya mbahan gkapkan geluaran adalah au MPC

(28)

Tabel 2.1

Tabungan dan Konsumsi Rumah Tangga

Pendapatan Pengeluaran MPC Tabungan MPS Disposable Konsumsi (Rp) (Rp) (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) A 11.000 11.200 0,80 - 200 0,20 B 12.000 12.000 0,75 0 0,25 C 13.000 12.750 0,60 + 250 0,40 D 14.000 13.350 0,40 + 650 0,60 E 15.000 13.750 0,25 + 1.250 0,75 F 16.000 14.000 + 2.000

Dari tabel 2.1 diatas memperlihatkan pengeluaran konsumsi rumah tangga (kolom 2) yang semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan disposable (kolom 1). Kemudian pada kolom 3 ditunjukkan cara menghitung kecenderungan konsumsi marginal atau MPC. Dari angka MPC ini dapat diketahui bahwa rumag tangga yang berpendapatan rendah (miskin) umumnya mempunyai tingkat kecenderungan mengkonsumsi yang lebih besar terhadap total pendapatannya,

(29)

konsumsinya. Sedangkan rumah tangga yang berpendapatan relative tinggi (kaya) umumnya mempunyai tingkat kecenderungan konsumsi yang lebih kecil, karena semua kebutuhan pokoknya telah terpenuhi sehingga mereka mempunyai kelebihan uang untuk ditabung.

2.2.4.4 Fungsi Konsumsi

Tarmizi dan Hakim 1997:41, konsumsi adalah bagian dari pendapatan yang digunakan untuk membeli barang konsumsi, dengan demikian semakin besar pendapatan maka relative jumlah konsumsi cenderung semakin besar, atau

C = f(Yd)

Dimana:

C = Nilai konsumsi aggregative Y = Pendapatan Disposable

Berdasarkan fungsi konsumsi tersebut dapat dibuat beberapa kemungkinan hubungan antara besarnya konsumsi dengan besarnya pendapatan. Demikian pula berapa besar bagian dari pendapatan tertentu yang dapat digunakan untuk konsumsi, hal ini disebut dengan Propensity to Consume.

Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Jhon Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory Interest, Money and Employment tahun 1936. Teori konsumsi Keynes ini dikenal sebagai Absolut Income Hypothesis yang berarti bahwa besar kecilnya konsumsi pada suatu waktu ditentukan oleh nilai absolute dari pendapatan masyarakat yang siap untuk dibelanjakan (Disposable Income) pada

(30)

waktu yang bersangkutan. Dalam hal ini, pola tingkah lakunya adalah nilai konsumsi meningkat sejalan dengan pertambahan pendapatan dan sebaliknya.

Perkembangan teori konsumsi Keynes memasukkan beberapa factor penentu lainnya, antara lain James Duessenberry yang mempunyai dua anggapan atau asumsi utama, yaitu:

1. Tingkat konsumsi adalah bersifat interdependent terhadap tingkat pendapatan tinggi atau kebiasaan yang terjadi sebelumnya. Tingkat pendapatan yang akan mempengaruhi jumlah konsumsi adalah nilai pendapatan relative terhadap tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu, teori konsumsi Duessenberry ini dikenal dengan nama Relatif Income Hypothesis. 2. Tingkat konsumsi bersifat irreversible, artinya apa yang terjadi pada waktu

pendapatan nilai tidak akan selalu merupakan kebalikannya apabila terjadi pendapatan turun.

Sedangkan Milton friedman mengembangkan teori konsumsi yang disebut Permanent Income Hypothesis yang membedakan pembahan konsumsi antara Measured Income dengan Permanent Income. Measured Income adalah pendapatan yang diterima pada suatu waktu tertentu. Sedangkan Permanent Income adalah pendapatan yang diramalkan konsumen yang dapat diterima dimasa mendatang (Expected Income). Friedman mengatakan bahwa Permanent Income lebih besar pengaruhnya kepada tingkat konsumsi dibandingkan dengan Measured Income.

(31)

Perkembangan teori konsumsi berikutnya yang muncul tahun 1963 dikemukanan oleh A.Ando dan franco Modigliani dalam Life Cycle Hypothesis. Dalam teori ini sumber daya yang dimiliki oleh konsumen dalam hidupnya (Life Time Resources) dipandang sebagai faktor yang sangat penting. Oleh karena itu, menurut kedua para ahli tersebut faktor penentu tingkat konsumsi aggregative adalah:

1. Sumber daya yang dimiliki oleh konsumen

2. Tingkat pengembalian modal (Rate of Return on capital) 3. Umur konsumen

Dalam teori ini dianggap bahwa konsumen dalam menetukan konsumsinya memperhitungkan seluruh sumber daya yang dimilinya sehingga tingkat kepuasan maksimum dapat diperolehnya. Dengan demikian tingkat konsumsi aggregative bukan hanya ditentukan oleh jumlah pendapatan yang diterima pada suatu waktu, tetapi oleh nilai kekayaan yang dimilikinya juga (Syahrir Hakim, 1997:22).

               

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dijelaskan mengenai promosi penjualan dagang kartuHalo Telkomsel dalam aktivitas event marketing dan sponsorship yang dilakukan divisi

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, diperoleh nilai t hitung > t tabel atau (6,356 > 2,006), dengan demikian hipotesis kedua yang diajukan bahwa

Hasil analisis menyatakan bahwa DP memberikan pengaruh yang cukup besar pada perilaku RDP akibat beban gempa dibandingkan dengan struktur OF, dimana pengaruh

Blok B dengan pusat Periuk Jaya dengan fungsi utama zona industri dan perumahan kepadatan tinggi dengan fungsi penunjang adalah perdagangan dan jasa skala eceran dan Ruang

dapat dilakukan dengan meng-update data informasi atau data produk pada website dan. memperbaiki tampilan website

Berdasarkan analisis internal dan eksternal perusahaan beserta diagram cartesius dapat diperoleh bahwa yang menjadi strategi utama PT AHASS Honda Daya Motor

Dengan pencatatan yang tertib dan kemudian menghimpun atau mengarsipkannya maka akan dapat digambarkan kembali proses-proses yang telah dilalui dan dilakukan KSM/PANITIA,

Ruang lingkup penelitian ini meliputi: (1) pembuatan kantong plastik komposit yang terbuat dari campuran tepung ubi kayu dan LLDPE, (2) karakterisasi tepung ubi kayu 100