• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Analisis struktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Suatu analisis struktur digolongkan ke dalam analisis linear jika:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Analisis struktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Suatu analisis struktur digolongkan ke dalam analisis linear jika:"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Analisis Struktur

Analisis struktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Analisis Linear

Suatu analisis struktur digolongkan ke dalam analisis linear jika:

a. Analisis dimulai dengan kondisi tegangan awal nol. Analisis tidak mengikutsertakan beban dari analisis sebelumnya, walaupun menggunakan kekakuan dari analisis nonlinear sebelumnya.

b. Seluruh hasil analisis berupa lendutan, gaya dalam, reaksi, dan sebagainya sebanding dengan beban yang bekerja. Hasil-hasil analisis linear yang berbeda dapat langsung disuperposisikan setelah semua analisis berakhir. c. Karakteristik struktur (kekakuan, redaman, dan sebagainya) konstan selama

analisis.

Adapun jenis-jenis daripada analisis linear adalah sebagai berikut: a. Analisis respon spektrum untuk respon gempa.

b. Analisis dinamis respon getar. c. Analisis statik linear.

d. Analisis tekuk.

e. Analisis beban bergerak untuk beban hidup kendaraan pada jembatan. 2. Analisis Nonlinear

Suatu analisis struktur digolongkan ke dalam analisis nonlinear jika:

(2)

a. Respon struktur tidak berbanding linear dengan pembebanan. Hasil-hasil analisis nonlinear yang berbeda tidak dapat langsung disuperposisikan setelah semua analisis berakhir. Seluruh beban yang bekerja pada struktur dikombinasikan secara langsung dalam proses analisis.

b. Karakteristik struktur dapat berubah-ubah terhadap waktu, deformasi, dan pembebanan.

c. Analisis merupakan lanjutan dari analisis nonlinear sebelumnya, dimana analisis mengikutsertakan seluruh beban, deformasi, dan tegangan dari analisis sebelumnya.

Adapun beberapa kegunaan dari analisis statis nonlinear ini adalah meliputi beberapa tujuan analisis sebagai berikut:

a. Analisis konstruksi bertahap. b. Analisis struktur kabel. c. Analisis static pushover.

d. Analisis struktur berdasarkan kenonlinearan material dan kenonlinearan geometri.

2.2 Kenonlinearan Struktur

Analysis Reference SAP2000 (2004) menggolongkan kenonlinearan struktur menjadi tiga, pertama adalah kenonlinearan material yang meliputi berbagai macam kenonlinearan elemen penghubung, batas tegangan tekan dan atau tegangan tarik pada elemen batang, dan sendi plastis pada elemen batang. Kedua adalah kenonlinearan geometrik yang meliputi efek P-Delta dan efek lendutan

(3)

besar. Sedangkan yang ketiga adalah konstruksi bertahap yang merupakan tipe kenonlinearan khusus karena struktur dan beban dapat diubah selama proses analisis.

2.3 Analisis Portal Bertingkat Metode Konstruksi Bertahap

Pada metode konstruksi bertahap, urutan analisis memperhitungkan pengaruh kenonlinearan struktur akibat pelaksanaan bertahap di lapangan. Pelaksanaan bertahap yang dimaksud pada struktur portal bertingkat adalah pembangunan pertingkat yang bertahap. Seluruh tingkat pada portal tidak dibangun secara bersamaan, melainkan dimulai dari tingkat satu, tingkat dua, dan seterusnya sampai dengan tingkat teratas.

Langkah awal analisis konstruksi bertahap pada portal bertingkat adalah dengan mendefinisikan masing-masing tingkat ke dalam kelompok (group) yang berbeda. Setiap elemen struktur baik itu balok, pelat, dan kolom, yang termasuk ke dalam tingkat yang sama, dikelompokkan menjadi satu kelompok. Semua kelompok yang ada dianalisis dengan urutan analisis sesuai dengan urutan pelaksanaan di lapangan.

Analisis dimulai dari kelompok tingkat terbawah yaitu tingkat satu. Seluruh hasil analisis tingkat satu (gaya dalam dan deformasi) merupakan kondisi awal bagi analisis tingkat selanjutnya. Demikian seterusnya sampai analisis tingkat teratas selesai.

Ini berarti bahwa setiap tingkat dianalisis dengan kondisi awal yang berbeda. Tingkat pertama dianalisis dengan kondisi awal (tegangan dan deformasi) nol.

(4)

Analisis tingkat selanjutnya dimulai dengan kondisi awal yang bukan nol, melainkan sudah terdapat tegangan dan deformasi struktur akibat analisis tingkat sebelumnya. Seluruh beban yang bekerja pada suatu tahap secara otomatis diikutsertakan pada analisis tahap selanjutnya.

Untuk setiap analisis konstruksi bertahap, diijinkan untuk menggunakan berbagai kombinasi pembebanan. Namun pada umumnya, hanya beban gravitasi yang diperhitungkan.

2.3.1 Metode Pelaksanaan Shore and Reshore

ACI Committee 347 merekomendasikan metode Shore and Reshore sebagai metode pelaksanaan struktur bertingkat banyak. Adapun tahapan metode Shore and Reshore tersebut (Gambar 2.1) adalah sebagai berikut, tahap 1, pelat lantai dicor, seluruh beban ditransfer ke tanah melalui bekisting dan perancah (shores). Tahap 2, bekisting dibuka sehingga pelat lantai 1 menahan berat sendiri saja dan penahan dipasang kembali (reshore) di bawah pelat lantai. Tahap 3, bekisting pelat lantai 2 dipasang dan pelat lantai 2 dicor. Pelat lantai 1 tidak dapat berdeformasi dan semua beban ditahan oleh penahan yang disalurkan ke tanah. Tahap 4, bekisting lantai 2 dibuka sehingga pelat lantai 2 menahan berat sendiri saja dan penahan dipasang kembali (reshore) di bawah pelat lantai 2. Tahap 5, bekisting pelat lantai 3 dipasang dan pelat lantai 3 dicor. Semua tambahan beban ditransfer ke tanah lewat penahan. Tahap 6, bekisting lantai 3 dibuka sehingga pelat lantai 3 menahan berat sendiri saja dan penahan pelat lantai 1 dibuka dan dipasang kembali (reshore) di bawah pelat lantai 3.

(5)

Pemindahan dan penempatan kembali bekisting dan penahan untuk mengerjakan pelat lantai yang baru di atas pelat lantai yang paling atas dilanjutkan dengan cara yang sama. Setelah tahap 6, siklus yang sama diulang sampai semua tingkat bangunan.

tahap-1 tahap-2 tahap-3

tahap-4 tahap-5 tahap-6

Gambar 2.1 Tahapan metode shore and reshore ACI Committee 347

2.4 Penelitian Analisis Konstruksi Bertahap

Berikut adalah beberapa penelitian yang berkaitan dengan analisis konstruksi bertahap pada rangka bangunan bertingkat yang diurutkan berdasarkan tahun penelitian dimulai dari tahun yang terkini.

(6)

2.4.1 Bagiarta (2009)

Bagiarta (2009) melakukan penelitian untuk membandingkan struktur rangka bangunan bertingkat yang dianalisis secara konvensional dengan yang dianalisis secara konstruksi bertahap dengan variasi panjang bentang balok dan jumlah tingkat, dan dua metode pelaksanaan. Metode pelaksanaan 1 adalah meode pelaksanaan dimana satu tingkat dikerjakan dalam satu tahap sedangkan dan metode pelaksanaan 2 adalah metode pelaksanaan dimana dua tingkat dikerjakan dalam satu tahap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pembebanan vertikal, analisis konstruksi bertahap memberikan nilai lendutan dan gaya-gaya dalam yang lebih besar daripada analisis konvensional, dengan rasio berkisar antara 1,069 sampai dengan 2,248 dan rasio ini dominan pada tahap awal pelaksanaan konstruksi. Akibat pembebanan gempa, rasio ini mendekati 1 (satu) karena konstruksinya dianalisis dalam keadaan lengkap. Pengaruh analisis konstruksi bertahap terbesar pada tingkat bawah dan mengecil pada tingkat di atasnya. Penambahan panjang bentang balok cenderung meningkatkan rasio nilai lendutan dan gaya-gaya dalam pada analisis konstruksi bertahap, sedangkan penambahan jumlah tingkat cenderung tidak berpengaruh terhadap rasio nilai lendutan dan gaya-gaya dalam struktur kecuali gaya aksial kolom. Metode pelaksanaan 2 menghasilkan nilai lendutan dan gaya-gaya dalam yang lebih besar dibandingkan dengan metode pelaksanaan 1.

(7)

2.4.2 Arman (2005)

Arman (2005) melakukan penelitian analisis konstruksi bertahap dengan memodel struktur portal beton bertulang bertingkat empat dengan lebar bentang 6 m dimana struktur dimodel dalam 3 dimensi. Hasil penelitian menunjukkan lendutan maksimum balok dan momen lapangan balok dengan analisis konstruksi bertahap berturut-turut 1,16 kali dan 1,11 kali lebih besar daripada analisis konvensional.

2.5 Rangka Dinding Pengisi

Dinding pada bangunan biasanya terbuat dari pasangan bata/batako (masonry) atau bahan lain seperti kayu, plywood, gypsum, kanciboard atau bahan lain yang ringan. Jika dinding dibuat dari bahan yang fleksibel maka perilaku struktur utama dalam menahan beban lateral tidak akan terpengaruh karena bahan dindingnya akan mengalami deformasi mengikuti deformasi struktur. Dalam kasus dinding yang kaku dan kuat seperti batako dan bata, walaupun lebih getas dari bahan kerangka, keberadaannya di antara struktur kerangka akan menimbulkan interaksi yang merubah kekakuan struktur, terutama saat menerima beban lateral akibat gempa atau angin (Sukrawa, 2010).

Interaksi antara portal dan dinding dapat menimbulkan efek positif maupun negatif. Efek positif yang ditimbulkan adalah meningkatnya kekakuan struktur terutama saat menerima beban lateral. Efek negatif yang ditimbulkan adalah apabila struktur lantai bawah yang memiliki dinding lebih sedikit dibandingkan dengan lantai di atasnya sehingga kekakuan lantai bawah lebih kecil dibandingkan

(8)

lantai di atasnya. Hal ini pada umumnya akan menimbulkan bahaya soft storey. Pada gempa Padang tahun 2009, gempa Wenchuan-China tahun 2008, gempa Bingol-Turki tahun 2003 dan gempa lainnya, banyak gedung mengalami kegagalan soft storey, yakni, kolom tingkat paling bawah gagal karena kolom pada tingkat di atasnya jauh lebih kaku sebagai akibat dari interaksi tak terduga antara dinding dengan rangka (Dewobroto, 2009, 2005; Kermani et.al., 2008).

Apabila dinding diasumsikan sebagai komponen struktur maka dinding disebut sebagai Dinding Pengisi (DP) dimana struktur dengan dinding pengisi disebut Rangka Dinding Pengisi (RDP). Karena struktur Rangka Dinding Pengisi (RDP) memiliki inersia yang besar, maka struktur RDP ini mempunyai perilaku yang berbeda dengan kerangka terbuka (open frame, OF), sehingga diperlukan metode dan model analisis yang mampu memperhitungkan interaksi antara Dinding Pengisi (DP) dan Rangka Bangunan Bertingkat (RBB) serta memperhitungkan sifat material yang non linier dan getas (brittle) (Sukrawa, 2010). Secara garis besar, pemodelan RDP dikelompokan menjadi dua yaitu model makro atau global dan model mikro berupa model elemen hingga (MEH).

2.5.1 Model Makro

Smith and Coull (1991) membahas perilaku RDP sebagai rangka dengan bresing diagonal, dan dinding dianggap memperkaku rangka melalui mekanisme geser dan rangka batang (Gambar 2.2a dan 2.2b). Pada Gambar 2.2b aksi rangka batang ekivalen pada RDP timbul sebagai hasil dari pemodelan DP sebagai strut diagonal dengan ujung-ujungnya berupa sendi. Akibat beban lateral, kolom

(9)

menerima gaya tarik (kiri) dan tekan (kanan), sedangkan strut diagonal menerima tekanan. Gambar 2.2c menunjukkan moda kegagalan pada DP dan rangka terkait interaksi antara keduanya. Kegagalan pada DP meliputi kegagalan geser bertingkat melalui join pada DP, kegagalan tumpu akibat tegangan tekan yang tinggi pada pojok kiri atas DP, dan retak diagonal akibat tegangan tarik tegak lurus diagonal. Pada rangka terjadi kegagalan geser pada pertemuan balok kolom pada kolom tarik dan pada dasar kolom untuk kolom tekan, serta kegagalan tarik aksial pada kolom tarik.

Retak Tarik

Retak Diagonal Retak Geser Retak Geser

Retak Geser

(a) Mekanisme geser (b) Aksi rangka batang (c) Moda Gambar 2.2 Ilustrasi perilaku struktur RDP dan moda keruntuhannya dalam

Smith and Coull (1991)

Selama dua dekade terakhir teori strut diagonal dengan strut tunggal dianggap kurang mewakili efek DP pada rangka terkait dengan momen dan gaya geser yang terjadi pada rangka. Dilaporkan oleh Asteris (2008), diantara para peneliti yang mengusulkan jumlah strut ganda adalah Reflak and Faijfar-, Saneinejad and Hobbs, dan Buonopane and White. Chrysostomou dalam Asteris (2008) mengusulkan model dengan 6 strut bersilangan yang hanya menerima gaya

(10)

tekan, masing-masing 3 strat dalam satu diagonal (Gambar 2.3). Model ini diakui mampu memodel interaksi antara DP dengan rangka di sekitarnya.

Bell and Davidson (2001) mengkaji beberapa studi di Eropa dan Amerika terkait penggunaan strut diagonal dalam pemodelan RDP. Disimpulkan bahwa model dengan beberapa strut lebih baik dari model strut tunggal. Vaseva (2009) juga mengusulkan model strut ganda untuk memperoleh gaya-gaya dalam yang lebih realistik pada struktur rangka. Amato et.al (2009) mengusulkan model terbaru tentang strut diagonal pada DP dimana beban vertikal diperhitungkan bersamaan dengan pengaruh beban lateral (Gambar 2.4). Dilaporkan bahwa model yang diusulkan memberikan nilai w/d yang jauh lebih besar dari nilai yang diusulkan oleh Mainstone yang diadopsi dalam FEMA 356.

Gambar 2.3 Pemodelan 6 strut untuk DP masonry pada struktur rangka: (a) Struktur RDP; (b) Pemodelan RDP

(11)

Untuk aspek rasio L/h = 1, nilai w/d yang diusulkan setidak-tidaknya 2 kali lebih besar dari nilai yang dianjurkan dalam FEMA 356, dimana w adalah lebar strut, d adalah tebal DP, L adalah jarak antar as kolom, dan h adalah tinggi kolom.

Gambar 2.4 Pengaruh beban vertikal terhadap keefektifan DP Sumber: Amato et.al (2009)

Secara terpisah Singh and Das (2006) melaporkan model nonlinier dan analisis statik push over untuk struktur 4, 8 dan 16 lantai, dengan adanya DP, terjadi peningkatan kekakuan, kekuatan dan kinerja struktur dalam menahan beban gempa.

2.5.2 Model Mikro

Perkembangan metode elemen hingga memungkinkan pemodelan mikro dari DP dalam kerangka dilakukan lebih detail dimana rangka dimodel dengan elemen batang (frame/beam), DP dimodel dengan elemen bidang (plane) dan bidang kontak antara rangka dan DP dimodel dengan elemen interface atau elemen join satu dimensi. Mallick and Severn (1967) seperti dilaporkan oleh Asteris (2008), pertama kali mengusulkan model elemen hingga (MEH) untuk RDP dimana interaksi antara rangka dengan DP sepanjang bidang kontak (interface) hanya

(12)

berupa gaya normal. Hal ini diatasi dengan memodel rangka sebagai elemen beam tanpa deformasi aksial dan DP dimodel sebagai elemen segi empat linier elastik dengan 2 derajat kebebasan (Dof) pada keempat titik nodalnya. Model ini diakui dapat memberikan hasil yang bersesuaian dengan hasil pengujian laboratorium dengan batasan rasio tinggi dan lebar DP tidak lebih dari dua.

Liauw and Kwan dalam Asteris (2008) mengusulkan pemakaian elemen plane stress untuk DP dan bidang kontaknya dimodel dengan elemen bar yang mampu mensimulasi terjadinya pemisahan (separation) dan gelincir (slip). Material DP, dalam keadaan tarik dimodel sebagai elastik linear dan getas, sebelum retak bersifat isotropik dan setelah retak bersifat anisotropik. Terkait dengan itu, modulus elastisitas (E) dan modulus geser (G) pada arah tegak lurus retak dianggap sama dengan nol. Dalam kondisi tekan DP dimodel sebagai material nonlinier dengan kondisi uniaksial. Model ini juga dilaporkan memberikan hasil yang bersesuaian dengan hasil tes di lab.

Asteris sendiri mengusulkan modifikasi dari teorinya sendiri, dimana panjang kontak dan tegangan kontak dihitung sebagai bagian integral dalam analisis dengan memperhitungkan pemisahan antara rangka dengan dinding yang bersifat anisotropik. Sebagai aplikasi dari teorinya, dia memodel RDP yang telah diuji sebelumnya. Asteris menyimpulkan bahwa perilaku elastik dari RDP sangat kritis dalam memahami respon struktur dengan pembebanan gempa (berulang dan bolak balik). Dhanasekar and Page dalam Asteris (2008) mengusulkan elemen join untuk memodel hubungan antara DP dengan kerangka untuk melihat efek dari sifat bahan DP terhadap perilaku struktur komposit. Axley and Bertero juga

(13)

mengusulkan model, demikian halnya para peneliti lain, dimana setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Doudoumis (2007) dalam Dorji (2009) memodel DP sebagai shell dan menggunakan element kontak sebagai hubungan pada permukaan antara rangka dan DP. Element kontak yang digunakan adalah elemen Gap. Elemen Gap adalah salah satu elemen link yang tersedia dalam program software SAP2000 untuk menambah kebutuhan berbagai aplikasi rekayasa struktural. Unsur ini umumnya digunakan untuk mewakili kontak antara dua struktur dan untuk menyalurkan gaya kontak antara mereka. Komponen yang perlu ditentukan dalam pemakaian elemen Gap adalah kekakuan dari elemen Gap (Kg) yang didapat dari Persamaan 2.1 dan 2.2.

Kg = 0,0378Ki + 347 (2.1)

Ki = Ei.t (2.2)

Dimana Ki adalah kekakuan dari DP, Ei adalah modulus elastisitas DP, dan t

adalah tebal DP.

Penggunaan elemen shell sebagai pemodelan DP akan dapat langsung memberikan nilai tegangan pada DP. Tegangan dasar pada elemen shell diidentifikasi sebagai S11, S22, S12, S13, dan S23. S21 selalu sama dengan S12, sehingga sebenarnya tidak perlu untuk menentukan S21 bila S12 telah ditentukan. Gambar 2.5 menunjukkan contoh dari masing-masing jenis tegangan dasar pada elemen shell.

(14)

Gambar 2.5 Tegangan Pada Elemen Shell Sumber: Contents and Index SAP2000

Tegangan dalam elemen shell dilaporkan untuk kedua bagian atas dan bawah dari elemen shell. Bagian atas dan bawah dari elemen didefinisikan relatif terhadap sumbu lokal elemen-3. Sisi positif sumbu-3 dari elemen dianggap bagian atas elemen. Jadi pada gambar, tegangan internal di bagian atas elemen termasuk tegangan pada joint A dan C dan tegangan dalam pada bagian bawah elemen termasuk tegangan pada joint B dan D. Gambar 2.6 menggambarkan titik-titik dimana SAP2000 melaporkan nilai-nilai tegangan dalam elemen shell.

(15)

Gambar 2.6 Titik Tegangan Pada Elemen Shell Sumber: Contents and Index SAP2000

Tegangan geser transversal (S13 dan S23) yang dihitung oleh SAP2000 adalah nilai rata-rata. Tegangan geser transversal yang sebenarnya adalah distribusi parabola yang mana nol pada permukaan atas dan bawah serta memiliki maksimum atau nilai minimum pada permukaan tengah elemen. SAP2000 menunjukkan nilai rata-rata geser transversal. Sebuah pendekatan untuk tegangan geser transversal maksimum (atau minimum) adalah1,5 kali tegangan geser rata-rata. Gambar 2.7 menggambarkan arah yang positif untuk tegangan dalam elemen yaitu S11, S22, S12, S13 dan S23 serta arah positif untuk tegangan utama, S-Max dan S-Min, dan arah positif untuk tegangan geser transversal maksimum, S-Max-V. Untuk menentukan nilai dari, tegangan geser transversal maksimum, S-MaxV, dapat dihitung dari Persamaan 2.3.

(16)

Gambar 2.7 Tegangan Arah Positif Pada Elemen Shell Sumber: Contents and Index SAP2000

(2.3)

Dhanasekar and Page, menggunakan unsur-unsur one-dimensional yang memodel mortar sebagai penghubung antara spesi yang menghubungkan dinding pengisi dan rangka frame. Menunjukkan bahwa perilaku dinding pengisi tidak hanya tergantung dengan kekakuan yang relatif dari rangka dan DP tetapi adalah juga secara kritis dipengaruhi oleh daya lekat dari DP tersebut dengan rangka frame.

2.5.3 Strut Diagonal Ekivalen

Dalam menganalisis RDP, pemodelan dapat dilakukan menggunakan metode ekivalen diagonal strut yaitu memodelkan DP sebagai batang tekan

(17)

diagonal pada portal. Pemodelan strut pada analisis struktur menggunakan elemen frame yang disediakan dalam program SAP2000 v11. Pada ujung-ujung strut yang berhubungan langsung dengan balok kolom bersifat sendi (Gambar 2.8) agar sifat strut tersebut mendekati prilaku DP yang dianalogikan (Das and Murty, 2004).

Gambar 2.8 DP dimodel sebagai strut diagonal dalam Das and Murty (2004)

Dalam pemodelan DP sebagai strat diagonal, Holmes (1961) mengusulkan lebar strut adalah sepertiga dari panjang strut. Mainstone (Demir and Sivri, 2002) mengusulkan lebar diagonal tekan, Wef (Gambar 2.9) dinyatakan dalam

Persamaan 2.4 dan 2.5 yang juga dirujuk oleh FEMA.

Gambar 2.9 Model diagonal tekan untuk perhitungan kekakuan DP dalam Demir and Sivri (2002)

(18)

2 2 4 , 0 175 , 0 H H L Wef  h   (2.4) 4 4 2 sin i c c i H I E t E    (2.5)

Dimana notasi Ec dan Ei adalah modulus elastisitas material kolom dan DP, t

adalah tebal DP,  adalah sudut strut diagonal, H adalah tinggi kolom dari as ke as, Hi adalah tinggi DP, L adalah panjang antar kolom dari as ke as, dan Ic adalah

momen inersia kolom.

Tegangan pada DP dihitung dengan membagi komponen gaya aksial strut dengan luas penampang strut (Wef .t) dimana, ke arah vertikal berupa tegangan tekan dan arah horizontal berupa tegangan geser (Das and Murty, 2004). Untuk multi strut diagonal, Crisafulli et.al. dalam Bell and Davidson (2001) mengunakan lebar strut untuk dua strut dan tiga strut seperti ditampilkan pada Gambar 2.10. dengan Ams adalah luas dari strut diagonal.

Ams/2 Ams/4

Ams/4 Ams/2

Ams/2

Gambar 2.10 Model multi strut diagonal dalam Bell and Davidson (2001)

2.5.4 Tegangan Pada DP

Kompleksitas perilaku dinding getas yang berinteraksi dengan rangka daktail menimbulkan kesulitan dalam mengevaluasi tegangan-tegangan yang

(19)

terjadi pada DP maupun pada rangka. Smith and Coull (1991) mengusulkan rumus-rumus empiris untuk perencanaan sebagai perpaduan hasil penelitian, analisis, dan MEH. Pendekatan dalam disain RDP yang digunakan untuk memprediksi keruntuhan pada DP adalah pendekatan plastis dimana keruntuhan yang terjadi pada DP meliputi geser, tarik dan tekan. Kegagalan geser yang terjadi pada DP berkaitan dengan tegangan geser akibat gaya lateral Q, yang secara empiris dapat dirumuskan dalam Persamaan 2.6 sedangkan tegangan tarik diagonal yang terjadi pada bagian pojok bawah dan tengah DP dirumuskan dalam Persamaan 2.7. Panjang DP yang menekan kolom di tiap tingkatnya bergantung pada kekakuan lentur kolom. Kolom yang lebih kaku menyebabkan tekanan pada kolom semakin luas sehingga tegangan tekan yang terjadi pada DP menjadi lebih kecil. Tegangan tekan pada DP dirumuskan dalam Persamaan 2.8.

Tegangan geser

Lt

1,43Q

xy 

 (2.6)

Tegangan tarik diagonal

Lt

0,58Q

d 

 (2.7)

Tegangan diagonal tekan

Lt Q        2 , 0 L h 0,8 y  (2.8)

Dimana L adalah panjang DP, h adalah tinggi DP, dan t adalah ketebalan DP. Pendekatan panjang keruntuhan DP yang menekan kolom kerangka yang dinotasikan sebagai α dianalogikan sebagai teori balok di atas pondasi elastis yang dirumuskan pada Persamaan 2.9 dan 2.10.

(20)

   2  (2.9) 4 4E Ih t E c m   (2.10)

Parameter λ merupakan kekakuan DP relatif terhadap kekakuan lentur kolom, dimana semakin besar kekakuan kolom maka nilai λ akan semakin kecil sehingga DP yang menekan kolom akan semakin panjang.

2.5.5 Persyaratan Perencanaan RDP

Smith and Coull (1991) memberikan beberapa persyaratan dalam perencanaan RDP, yaitu:

1. Rasio tinggi DP terhadap panjang DP harus berada di kisaran 0,3 sampai dengan 3.

2. Tidak diijinkan adanya bukaan pada DP kecuali pada daerah tepi, dalam daerah sepertiga panjang DP dari sisi. Dimensi maksimum bukaan tidak boleh melampaui sepersepuluh dari tinggi atau panjang DP, yangmana nilai yang dipakai adalah nilai yang terkecil

Adapun persyaratan pasangan dinding yang harus dipenuhi untuk mendapatkan dinding yang diasumsikan sebagai komponen struktur penerima beban gempa adalah sebagai berikut:

1. Dinding harus dilot dengan benang dan besi pemberat agar dinding dan kolom benar-benar tegak lurus

(21)

3. Dinding bata diangkurkan ke kolom setiap jarak 30 cm (Gambar 2.11) 4. Bata/batako dipasang selang-seling.

5. Spasi bata 8-15 mm.

6. Kualitas bata yang digunakan sama. 7. Bata harus dibasahi.

8. Pasang angkur/penjangkaran antara kusen pintu dan jendela dengan dinding.

Gambar 2.11 Gambar Pengangkuran Bata Ke Kolom

2.6 Penelitian RDP

Penelitian RDP telah banyak dilakukan dan masih tetap dilakukan karena perilaku DP terhadap perilaku struktur secara keseluruhan sangat menarik untuk diteliti dan untuk mendapatkan pemodelan yang relevan dengan perilaku DP pada kenyataan di lapangan. Berikut adalah beberapa penelitian yang berkaitan dengan RDP yang diurutkan berdasarkan tahun penelitian dimulai dari tahun terkini.

2.6.1 Penelitian Pemodelan DP 2.6.1.1 Parwata (2010)

Parwata (2010) melakukan pemodelan untuk struktur apartemen dimana struktur dimodel tanpa DP (dinding dianggap sebagai beban merata pada struktur)

(22)

dan dengan pemodelan struktur yang menyertakan DP. Metode pemodelan yang dipergunakan adalah metode diagonal strut dan metode elemen hingga, dengan data material adalah mutu kuat tekan dinding pengisi (fm) sebesar 15 MPa,

modulus elastisitas (Em) dinding sebesar 7000 MPa, serta dengan menggunakan

pendekatan empiris.

Hasil analisis yang diperoleh adalah deformasi yang terjadi pada struktur yang dimodel tanpa DP dibandingkan dengan struktur dengan DP yang dimodel dengan MEH dan struktur dengan DP yang dimodel dengan strut secara berturut-turut adalah 26 kali dan 6 kali lebih besar. Tegangan yang terjadi pada DP yaitu tegangan geser, tegangan tekan dan tegangan tarik baik yang dianalisis dengan pemodelan struktur maupun dengan pendekatan empiris masih dalam batas-batas kekuatan bahan DP. Selain itu juga diperoleh dimensi struktur dengan DP yang menggunakan dimensi sesuai kebutuhan perencanaan dimana volume beton yang dibutuhkan pada struktur tersebut 1,5 kali lebih kecil dibandingkan volume beton pada struktur yang dimodel tanpa DP. Kebutuhan luas tulangan pada balok dan kolom struktur pada portal yang dimodel dengan dinding pengisi juga lebih kecil dibandingkan struktur tanpa DP sebagai dampak pemodelan DP pada portal struktur.

2.6.1.2 Sukrawa (2010)

Sukrawa (2010) melakukan kajian terhadap perkembangan analisis RDP dan kemudian menerapkannya pada struktur apartemen 5 lantai. Pemodelan dilakukan dengan memodel struktur sebagai rangka terbuka/model open frame (MOF) dan

(23)

RDP dengan mempergunakan metode elemen hingga (MEH) dan metode strut diagonal (MSD). Model dengan dimensi rangka yang bervariasi, ketebalan DP tetap yaitu 200 mm dan ketebalan lantai tetap 120mm dan juga memperhitungkan pengaruh beban vertikal pada struktur. MEH dengan elemen shell dan plane stress serta MSD dengan strat tunggal dan 3 strat dibuat untuk semua kelompok model. MSD dengan strat tunggal dibedakan antara lebar 650 mm dan 1300 mm.

Hasil analisis menunjukkan bahwa MOF jauh lebih fleksibel dari RDP. MEH dan MSD menunjukkan hasil yang konsisten dan logis dimana kekakuan struktur meningkat dari MOF ke MSD dan MEH. Nilai momen dan geser pada rangka membesar dari MEH ke MSD dan MOF akibat dari peningkatan kekakuan dari MOF ke MSD dan MEH, sehingga kebutuhan tulangan pada MSD dan MEH juga berkurang. Volume beton dan tulangan pada RDP lebih kecil dari kebutuhan pada MOF dengan rasio masing-masing 66,7% dan 49,5%. Tegangan yang terjadi pada DP masih dalam batas-batas kekuatan bahan sehingga pemodelan dinding sebagai bagian dari struktur tidak akan menambah komponen biaya.

2.6.1.3 Vaseva (2009)

Vaseva (2009) melakukan suatu analisis perbandingan antara model OF dengan RDP dimana DP dimodel sebagai strut diagonal. Hasil analisis menyatakan bahwa DP memberikan pengaruh yang cukup besar pada perilaku RDP akibat beban gempa dibandingkan dengan struktur OF, dimana pengaruh yang diberikan adalah pengaruh positif yaitu DP dapat menambah kekakuan dan kekuatan struktur secara umum. Kapasitas penyerapan energi pada RDP lebih

(24)

besar daripada OF. Pengaplikasian strut diagonal memungkinkan memberikan solusi yang baik dalam evaluasi RDP. Vaseva (2009) juga menambahkan bahwa pengaplikasian multi strut mungkin merupakan solusi terbaik untuk evaluasi RDP, walaupun memerlukan penelitian lebih lanjut.

2.6.1.4 Tjahjanto dan Imran (2009)

Tjahjanto dan Imran (2009) melakukan penelitian analisis struktur dengan menggunakan program ADINA terhadap struktur RDP dibandingkan dengan OF dimana rangka merupakan portal beton bertulang. Struktur direncanakan sebagai gedung bertingkat dengan tiga bentang dan tiga tingkat. Panjang bentang, Lx dan Ly, masing-masing sebesar 4 meter dengan tinggi tingkat, H1 = 3 meter. Pelat lantai berupa pelat beton bertulang. DP dipasang penuh pada setiap tingkat.

Model struktur RDP dibuat dua model dimana model 1 menggunakan pasangan bata merah sebagai DP sedangkan model 2 menggunakan pasangan beton ringan aerasi (Autoclaved Aerated Concrete / AAC), dengan data material ditampilkan pada Tabel 3.1, dimana DP dimodel sebagai strut diagonal.

Tabel 2.1 Spesikasi material DP untuk penelitian Tjahjanto dan Imran (2009) Parameter Pasangan bata merah Pasangan AAC

Berat jenis 2.5 kN/m3 0.8 kN/m3

Kuat tekan prisma 3.91 MPa 2.97 MPa

(25)

Hasil penelitian adalah terjadi penurunan target displacement pada struktur RDP sebesar 13-36 % dibandingkan dengan struktur OF. Didapatkan kesimpulan pula bahwa konsep pemodelan DP sebagai elemen strut diagonal dapat digunakan dalam analisis struktur RDP. Dengan memodelkan sebagai elemen strut, perilaku DP hanya ditinjau terhadap gaya aksial tekan. Metode ini memerlukan lebih sedikit parameter pemodelan daripada pemodelan DP sebagai suatu panel, misalnya shell element. Penyederhanaan model tersebut akan memberikan hasil yang cukup akurat dan realistis apabila dalam formulasinya telah diperhitungkan segala aspek yang mempengaruhi kekuatan dan kekakuan DP. Aspek-aspek tersebut di antaranya adalah: besaran mekanis material DP; geometri panel DP; perilaku kontak antara panel DP dengan elemen portal; serta moda keruntuhan DP yang dapat terjadi.

2.6.1.5 Dorji (2009)

Dorji (20090 melakukan penelitian terhadap struktur OF dan RDP (tanpa dan dengan bukaan), yang masing-masing terdiri dari tiga, lima, tujuh, dan 10 lantai, dimana DP yang digunakan memiliki kuat tekan yang tinggi. Analisis struktur menggunakan analisis time history dan menggunakan elemen shell dengan elemen gap sebagai pemodelan dinding pengisi mengikuti rumus yang diusulkan Doudomis (2007). Struktur direncakan dengan dan tanpa peraturan gempa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh dinding pengisi terhadap performa struktur sangat signifikan. Respon struktur seperti periode fundamental,

(26)

perpindahan atap, rasio simpangan antar lantai, tegangan pada DP, dan gaya dalam struktur balok dan kolom secara umum berkurang dengan adanya DP.

2.6.1.6 Mondal and Jain (2008)

Dengan melakukan penelitian analisis struktur menggunakan tujuh buah sample yang dianalisa menggunakan program SAP 2000 V8 dengan pemodelan DP sebagai strut diagonal tunggal dimana lebar strut adalah sepertiga dari panjang strut diagonal (Holmes, 1961). Persentase dari bukaan dapat dikurangi dengan lebar efektif yang diperoleh dengan pengalian factor reduksi. Efek dari adanya bukaan pada kekakuan lateral struktur RDP dapat diabaikan jika luas bukaan kurang dari 5% dari luas DP. Efek dari DP terhadap kekakuan lateral dari RDP dapat diabaikan jika luas bukaan melebihi 40% dari luas RDP, dan faktor reduksi untuk lebar strut adalah nol, dan rangka juga harus dianalisa sebagai OF. Faktor reduksi dapat diaplikasikan pada RDP dengan bukaan normal. Pada kasus ekstrim dimana bukaan diperlebar hingga setinggi atau selebar DP tidak dapat diatasi dengan faktor reduksi.

2.6.1.7 Korkmaz et.al (2007)

Korkmaz et.al (2007) melakukan penelitian terhadap struktur 3 tingkat RDP berdasarkan Peraturan Turki dengan TS 500 dan Turkish ABYYHY 1998. DP dimodel sebagai strut diagonal menggunakan program SAP 2000 dengan analisis pushover. Pemodelan dilakukan dengan 5 model yang berbeda berdasarkan letak DP, seperti pada Gambar 2.12. Model 1 merupakan model OF, Model 2

(27)

merupakan model RDP dimana DP dipasang pada kedua as tepi struktur (as 1-1 dan as 4-4 ) mulai dari lantai dasar sampai lantai dua, Model 3 merupakan RDP dimana DP dipasang pada kedua as tepi struktur mulai dari lantai satu sampai lantai dua, sedangkan pada lantai dasar tidak terdapat DP. Model 4 merupakan RDP dimana DP dipasang pada kedua as tepi struktur, dimana untuk as 1-1 DP dipasang mulai dari lantai dasar sampai lantai dua sedangkan untuk as 4-4 DP dipasang mulai dari lantai satu sampai lantai dua. Model 5 merupakan RDP dimana DP dipasang hanya pada as 1-1 mulai dari lantai dasar sampai lantai dua.

Gambar 2.12 Penempatan dinding pengisi pada penelitian Korkmaz, et.al. (2007)

Hasil penelitian menunjukkan DP memberikan pengaruh penting pada perilaku struktur dibawah pengaruh beban gempa. Kapasitas struktur dibawah gempa, perpindahan dan perpindahan relative tingkat sangat dipengaruhi oleh

(28)

ketidakteraturan struktur. Dari kelima model yang dianalisis menghasilkan urutan struktur dari yang menghasilkan deformasi yang terkecil sampai yang terbesar berturut-turut adalah model 2, model 4, model 5, model 3, dan model 1.

2.6.1.8 Dewobroto (2005)

Dewobroto (2005) melakukan analisa berdasarkan atas metoda Diagonal Tekan Ekivalen menurut Saneinejad and Hobbs (1995) memperhitungkan parameter non-linier dalam memodelkan struktur RDP agar DP menjadi komponen struktur. Metode akan digunakan untuk analisis keruntuhan RDP dari eksperimen Universitas Colorado (Mehrabi et al, 1996). Percobaan dilakukan terhadap RDP dengan menggunakan analisa dengan metode strut diagonal dengan prinsip penelitian RDP dapat dianggap sebagai portal tidak bergoyang (braced framed), dimana DP akan berfungsi sebagai diagonal tekan ekivalen (equivalent diagonal strut).

Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa metode Diagonal Tekan Ekivalen memberikan prediksi numerik yang berada diantara struktur OF dan RDP hasil eksperimen dan hasilnya dalam batas-batas yang mencukupi atau lower bound yang sesuai digunakan untuk perencanaan (hasilnya cukup konservatif). Metode belum dapat memprediksi secara tepat besarnya gaya lateral penyebab keruntuhan dari RDP. Adapun prediksi terhadap “kekuatan” lebih baik daripada “kekakuan”. Dalam menggunakan metode tersebut, ada beberapa parameter yang mesti ditentukan. Parameter diambil dari peraturan-peraturan yang terkait.

(29)

2.6.1.9 Demir and Sivri (2002)

Demir and Sivri (2002) melakukan penelitian terhadap struktur beton bertulang dengan penempatan DP yang berbeda untuk menguji efek ketidak teraturan DP terhadap kemampuan struktur. DP dimodel sebagai strut diagonal. Pemodelan dilakukan dengan memodel struktur OF, RDP, dan soft storey.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kehadiran DP dapat mengubah secara umum perilaku struktur akibat beban gempa. Stabilitas dan kekakuan rangka beton bertulang bertambah dengan adanya DP. Kehadiran DP juga mengubah nilai perpindahan (displacement) dan gaya geser dasar dari struktur menjadi lebih kecil dibandingkan dengan struktur OF. perpindahan horizontal pada struktur RDP lebih kecil hingga mencapai sepertiga dari perpindahan horizontal yang terjadi pada struktur OF.

2.6.1.10 Bell and Davidson (2001)

Bell and Davidson (2001) mengevaluasi berbagai studi tentang struktur gedung beton bertulang dengan DP dimana DP dimodel sebagai strut equivalent. Hasil review terhadap penelitian dan peraturan internasional mengindikasikan bahwa DP yang disusun secara beraturan memberikan pengaruh yang menguntungkan yang cukup penting pada perilaku struktur gedung beton bertulang. Bell and Davidson juga menyimpulkan bahwa multi strut lebih menunjukkan hasil yang realistis dibandingkan dengan strut tunggal, walaupun hasil ini perlu penelitian yang lebih lanjut.

(30)

2.6.1.11 Mehrabi et. al. (1996) dalam Dewobroto (2005)

Mehrabi et. al. (1996) membuktikan bahwa RDP mengalami kegagalan geser pada struktur portal dan mengalami keruntuhan geser diagonal pada DP. Dalam penelitian tersebut digunakan struktur beton bertulang yang umumnya berperilaku lebih kompleks dibandingkan portal baja. Pada penelitian tersebut juga dilakukan pengujian terhadap struktur OF sebagai pembanding. DP menggunakan masonri dari blok beton padat berukuran 194x92x92 mm dengan kuat tekan 15,57 MPa dan dilekatkan dengan mortar yang memiliki kuat tekan 15,98 MPa. Hasil penelitian Mehrabi membuktikan bahwa struktur RDP mampu menerima beban 2,6 kali lebih besar dengan lendutan 20 kali lebih kecil dibandingkan dengan struktur OF. Hal ini membuktikan bahwa DP memberikan pengaruh terhadap kekakuan dan kekuatan struktur.

Perilaku keruntuhan yang terjadi pada struktur RDP adalah timbulnya retak diagonal pada DP dan terjadi retak akibat geser dan tarik pada kolom struktur yang terbentuk pada beban lateral maksimum pada salah satu arah. Keruntuhan pada struktur portal terjadi akibat gaya tekan dan tarik yang disebabkan oleh beban horizontal yang diberikan sedangkan pada DP terjadi retak geser pada bagian tengah serta keruntuhan akibat tekan yang terjadi pada pojok kiri atas DP. Retak akibat tarik juga terjadi pada bagian pojok kanan bawah DP. Namun demikian adanya DP tersebut mampu menambah kekuatan dan kekakuan struktur portal yang ditempatinya sehingga dapat mengurangi deformasi yang terjadi pada struktur.

(31)

2.6.2 Penelitian Bahan Dinding Pengisi 2.6.2.1 Budiwati (2009)

Budiwati (2009) melakukan penelitian tentang kuat tekan dan modulus elastisitas dari masonry yang merupakan parameter penting yang diperlukan ketika mempertimbangkan rancangan struktur dari masonry. Tiga jenis spesimen yang terbuat dari masonry dengan batubata dan masonry dengan batako dibuat. Specimen tersebut dites dengan memberikan beban tekan merata sampai runtuh dan mengikuti prosedur yang diberikan dalam peraturan BS EN 1052-1:1999. Properti dari batako, batubata dan spesi juga ditentukan dengan percobaan di laboratorium. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa rata-rata kuat tekan dari spesi, batubata dan batako berturut-turut adalah 4.2 N/mm2, 63.0 N/mm2 dan 12.8 N/mm2. Kuat tekan karakteristik dari masonry dengan batu bata adalah 11.2 N/mm2 dan masonry dengan batako adalah 7.2 N/mm2. Keruntuhan dari masonry akibat diberikan beban tekan merata adalah karena timbul dan berkembangnya sejumlah tensile crack yang arahnya sejajar dengan arah pembebanan. Modulus elastisitas dari masonry diperoleh adalah mendekati 1000 fk yang mana merupakan rumus yang diberikan di Standar Eropa .

Gambar

Gambar 2.1 Tahapan metode shore and reshore ACI Committee 347
Gambar  2.3    Pemodelan  6  strut  untuk  DP  masonry  pada  struktur  rangka:  (a)   Struktur RDP; (b) Pemodelan RDP
Gambar 2.4 Pengaruh beban vertikal terhadap keefektifan DP  Sumber: Amato et.al (2009)
Gambar 2.5 Tegangan Pada Elemen Shell  Sumber: Contents and Index SAP2000
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian akan berfokus pada bagaimana Tempo.co mengkonstruksi pemberitaan tentang tewasnya taruna STIP pada berita dengan judul ‘ Taruna STIP Tewas Dihajar Senior,

Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

Untuk memperjelas sistem yang dibangun (Sistem Informasi Pengisian Pulsa Elektrik), berikut diberikan alur data sistem dalam bentuk diagram konteks dan diagram

Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode perbaikan tanah menggunakan material Prefabricated Vertical Drained (PVD) dengan pemberian beban preloading dari

Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan yang bermakna pada kelompok umur antara subjek populasi pekerja kerja gilir dengan populasi yang tidak kerja gilir,

Tanah Laut Kemenpupera Pembangunan Jalan Akses Pelabuhan Trisakti 1.5 Km Kalimantan Selatan Kota Banjarmasin Kemenpupera Rekonstruksi Jalan Manggalau - Kerang 6.3 Km

memberikan gambaran yang lebih fokus tentang hasil pengamatan sesuai dengan permasalahan penelitian; (3) kategorisasi atau klasifikasi data, yaitu proses

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau