PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
ADHERENCE IN THE TREATMENT OF ASTHMA: DEVICE CHOICE NI WAYAN CANDRAWATI
Program Studi Spesialis Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
RSUP Sanglah Denpasar
Pendahuluan
Asma, penyakit inflamasi kronik saluran napas sampai saat ini masih menjadi permasalahan kesehatan di berbagai negara. Asma tidak dapat disembuhkan namun dengan tatalaksana yang tepat, gejala asma dapat dikontrol. Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari serta mengurangi risiko eksaserbasi.
Gejala asma dapat terkontrol dan frekuensi eksaserbasi minimal jika menggunakan pengontrol secara teratur. Banyak pasien tidak dapat mencapai kedua tujuan ini walaupun telah diberikan terapi maksimal. Hal ini dapat diakibatkan oleh asma berat refrakter, namun serigkali diakibatkan oleh faktor komorbid, pajanan lingkungan yang terus menerus atau psikososial. Masalah utama yang harus dieksklusi sebelum mendiagnosis asma berat diantaranya teknik penggunaan inhaler yang tidak sesuai (>80% pasien), kurangnya kepatuhan menggunakan obat, diagnosis asma yang kurang tepat, komorbid dan komplikasi, pajanan bahan allergen atau iritan yang terus menerus.
PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
Teknik penggunaan obat inhalasi yang salah dan kurangnya kepatuhan pasien menggunakan obat inhalasi jangka panjang merupakan faktor risiko tersering sulitnya tercapai asma terkontrol dan meningkatnya risiko eksaserbasi. Banyak faktor yang menyebabkan kurangnya kepatuhan pasien terhadap pengobatan inhalasi jangka panjang, salah satunya sulitnya menggunakan alat inhalasi. Dokter dapat meningkatkan kepatuhan pasien dengan cara mengetahui persepsi pasien. Persepsi pasien tentang penyakitnya, pengobatannya, inhaler dan dokter yang merawat dapat mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap regimen terapi.
Faktor Risiko Asma Tidak Terkontrol
Kontrol asma diperlukan untuk meminimalkan risiko eksaserbasi dan penurunan fungsi paru sehingga dapat beraktivitas dengan optimal dalam kehidupan sehari-hari. Asma yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari baik secara fisik dan mental.Pasien-pasien asma seringkali masih terus mengalami eksaserbasi bahkan dengan pemberian obat-obatan yang maksimal, sehingga mengidentifikasi dan menangani faktor risiko yang mempengaruhi tingkat kontrol asma dapat mengoptimalkan pengobatan asma. Tidak semua faktor risiko tersebut memerlukan ataupun merespons peningkatan terapi pengontrol.Investigasi pasien asma tidak terkontrol dan/atau eksaserbasi walaupun telah mendapatkan terapi maksimal tampak pada gambar 1.
PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
Gambar 1. Investigasi pasien asma tidak terkontrol dan/atau eksaserbasi
Tingkat kontrol asma yang buruk dianggap merupakan hasil interaksi kompleks antara berbagai variabel, seperti tampak pada tabel 1.
Tabel 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol asma Alasan kontrol yang buruk Variabel Contoh Berkaitan dengan penyakit
Komorbiditas Rinitis, rinosinusitis, obesitas,
gastroesophageal reflux (GERD),
obstructive sleep apnea (OSA)
Pencetus Debu rumah, binatang peliharaan,
paparan pekerjaan, obat-obatan,
34 2. Assessment of asthma
It is important to distinguish between severe asthma and uncontrolled asthma, as the latter is a much more common reason for persistent symptoms and exacerbations, and may be more easily improved. Box 2-4 shows the initial steps that can be carried out to identify common causes of uncontrolled asthma. The most common problems that need to be excluded before a diagnosis of severe asthma can be made are:
• Poor inhaler technique (up to 80% of community patients)83
(Box 3-11, p.57) • Poor medication adherence133 (Box 3-12, p.59)
• Incorrect diagnosis of asthma, with symptoms due to alternative conditions such as upper airway dysfunction, cardiac failure or lack of fitness (Box 1-3, p.20)
• Comorbidities and complicating conditions such as rhinosinusitis, gastroesophageal reflux, obesity and obstructive sleep apnea (Chapter 3, Part D, p.63)
• Ongoing exposure to sensitizing or irritant agents in the home or work environment.
Box 2-4. Investigating a patient with poor symptom control and/or exacerbations despite treatment
CO PYR IGH TED MA TER IA DO NO T C OP Y O R D ISTR IBU TE
PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
perokok pasif, alergen baru, aspirin, beta bloker
Tipe asma Sensitivitas terhadap aspirin, aktivitas neutrofil, resisten terapi berat
Berkaitan dengan pasien
Faktor
sosiodemografik
Wanita, tingkat pendidikan rendah, remaja dan orang tua
Kepatuhan Pengobatan kurang, pengobatan
berlebih, kontrol tidak teratur, pengawasan gejala kurang, tidak melakukan modifikasi gaya hidup Komorbiditas
psikiatri
Cemas dan depresi Karakteristik
psikologis
Aleksitemia, tidak dapat mengikuti perintah
Persepsi Kecenderungan mentoleransi gejala,
eksaserbasi dan keterbatasan gaya
hidup sebagai konsekuensi tak
terelakkan asma
Harapan Kurangnya harapan untuk mencapai
asma terkontrol
Kebiasaan Merokok, penggunaan inhaler yang
salah (tipe device kombinasi, kurang latihan) menyebabkan obat yang digunakan kurang efektif
Pengetahuan Kurangnya pengetahuan tentang
pengobatan asma
Berkaitan dengan dokter
Diagnosis yang kurang tepat
Kurangnya informasi tentang
prevalensi asma, penilaian yang kurang adekuat
Pengetahuan tentang pedoman terbaru
Kurangnya kesadaran terhadap adanya pedoman terbaru
Sikap terhadap pedoman
Kesulitan menerima hal-hal baru dalam pedoman, kurang percaya diri dalam menerapkan pedoman, harapan gagal dalam mengikuti pedomam
Implementasi pedoman
Kesulitan mengubah kebiasaan yang telah lama digunakan
PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
Berbagai faktor berkontribusi terhadap buruknya manajemen pasien asma, salah satunya kurang kepatuhan terhadap pengobatan pengontrol jangka panjang (seperti kortikosteroid inhalasi/ICS, beta agonis kerja lama/LABA, dan agonis reseptor leukotriene/LTRA) pada pasien asma persisten. Ketidakpatuhan berkontribusi terhadap terhadap tingkat kontrol asma yang buruk, yang nantinya berkaitan dengan peningkatan mortalitas, peningkatan biaya untuk kunjungan ke fasilitas kesehatan (opname dan IRD), menurunkan fungsi paru dan menurunkan kualitas hidup. Kepatuhan terhadap terapi pengontrol cenderung rendah berkisar antara <50%(anak) dan 30%-70%(dewasa) secara keseluruhan serta antara 30-40% pada praktik klinik. Hal ini menunjukkan pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan pengotrol pada manajemen asma.
Faktor yang mengakibatkan pasien tidak patuh terhadap pengobatan diantaranya faktor obat maupun bukan obat (tabel 2).
Tabel 2. Faktor yang berkaitan dengan ketidakpatuhan
Faktor Obat Faktor Bukan Obat
Kesulitan menggunakan inhaler
device
Regimen yang kompleks Efek samping obat Harga
Tidak menyukai obat-obatan Jarak mendapatkan obat jauh Takut efek samping
Kurang paham dengan instruksi Tidak puas dengan petugas kesehatan Tidak mendiskusikan kekhawatiran Harapan yang tidak sesuai
Kurang supervisi Marah terhadap sakitnya
Menyepelekan tingkat keparahan Isu setempat
Stigma Lupa
Sikap terhadap sakit
Hambatan sosial seperti jadwal kerja yang padat
Merawat anggota keluarga yang lain Lingkungan yang kurang aman Stress/depresi
PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
Kepatuhan dalam menggunakan terapi inhalasi lebih buruk dibandingkan dengan menggunakan obat oral ataupun injeksi yang penggunaannya lebih mudah seperti minum obat sekali sehari atau injeksi sekali seminggu. Kurangnya kepatuhan terhadap obat inhalasi disebabkan juga adanya ketakutan terhadap keamanan kortikosteroid inhalasi (ICS) (fobia steroid) dari pasien maupun pengasuh. Penggunaan ICS dikaitkan dengan gangguan pertumbuhan pada anak dan efek samping sistemik lainnya seperti meningkatkan risiko pneumonia. Kebanyak ICS digunakan dua kali sehari, hal ini juga meningkatkan ketidakpatuhan dibandingkan penggunaan sekali sehari.
Kepatuhan dan Inhaler Device
Penggunaan inhaler yang banyak berkaitan dengan dengan ketidakpatuhan dibandingkan penggunaan satu inhaler disebabkan peningkatan kerumitan untuk mengenalkan penambahan inhaler. Kepatuhan meningkat pada pasien yang diterapi dengan kombinasi ICS/LABA dibandingkan ICS saja (72.2% vs 40.5%, p=0.001), kemungkinan akibat perbaikan gejala yang lebih cepat.
Frekuensi pemberian obat merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap ketidakpatuhan. Hubungan yang signifikan juga tampak antara kepuasan pasien dengan inhaler dan kepatuhan pada pasien asma. Hal ini menunjukkan bahwa lebih puas pasien terhadap alat inhalasi, lebih patuh mereka terhadap pengobatan sehingga terjadi perbaikan klinis dan kualitas hidup. Pemilihan alat dan teknik inhalasi yang benar sangat penting untuk menentukan kontrol asma, hal ini erat kaitannya dengan kepatuhan pasien.Kesalahan dalam menggunakan alat merupakan kejadian yang umum, yang dapat mengakibatkan ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan, efek samping lokal dan penghantaran obat yang tidak baik.Untuk itu penting untuk memilih obat yang efektif dan dapat ditoleransi dengan baik, alat yang mudah digunakan, membutuhkan koordinasi yang minimal, membutuhkan pemeliharaan yang minimal, yang dapat digunakan pasien dengan benar dan disukai oleh pasien.Penting juga untuk tetap memantau teknik inhalasi pasien untuk memastikan penggunaan alat yang benar. Kepuasan pasien terhadap pilihan pengobatan tergantung pada beberapa faktor
PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
dampaknya terhadap kualitas hidup, ekspektasi terhadap pengobatan dan kepuasan terhadap pilihan pengobatan.
• Faktor alat inhalasi seperti kemampuan menggunakan alat inhalasi, aktuasi dan koordinasi, kemampuan melakukan inspirasi, kenyamanan, ketersediaan dan biaya
• Faktor lain yang mempengaruhi seperti komunikasi dokter pasien, riwayat penyakit dan riwayat pengobatan
Panduan memilih alat inhalasi yang tepat sebagai berikut pada pasien asma akut alat inhalasi yang biasa digunakan adalah nebulisasi atau MDI dengan spacer.Untuk pasien asma stabil dengan koordinasi yang jelek dapat digunakan DPI atau MDI dengan spacer.Pasien dengan koordinasi yang baik dengan laju inspirasi yang rendah dapat digunakan MDI dengan spacer, MDI atau nebulisasi; sementara pasien dengan koordinasi yang baik dengan laju inspirasi diatas 30 L/menit dapat menggunakan DPI, MDI, MDI dengan spacer atau nebulisasi.
Ulasan penelitian random terkontrol yang membandingkan efektivitas beberapa alat inhalasi menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna. Namun di praktek klinis sehari-hari, pasien seringkali salah menggunakan alat inhalasi (gambar 2). Teknik inhalasi yang efisien hanya dilakukan oleh 46-59% pasien. Mean persentase pasien yang menggunakan inhaler tanpa kesalahan 63% untuk MDI (metered dose inhaler), 75% untuk breath-actuated MDI dan 65% untuk DPI (dry powder inhaler). Kesalahan tidak hanya pada teknik inhalasi namun juga perawatan alat inhalasi seperti persiapan dan memposisikan. Teknik inhalasi yang kurang tepat dapat menurunkan (>50%) jumlah obat yang terdeposisi di paru. Jika obat yang digunakan bronkodilator maka peningkatan VEP1 berkurang sepertiga jika alat digunakan dengan tidak tepat. Kesalahan pengggunaan dan teknik inhalasi berkaitan dengan kontrol asma yang buruk pada pasien yang menggunakan ICS. Tiap tipe inhaler memiliki teknik inhalasi dan pola pernapasan berbeda untuk mencapai dosis optimal di paru.
PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
Gambar 2. (a) Frekuensi kesalahan penggunaan oleh pasien asma dan/atau PPOK saat menggunakan empat tipe alat inhalasi DPI. Usaha pertama dilakukan setelah pasien membaca instruksi dan usaha kedua dilakukan setelah mendapat penjelasan dari peneliti; (b) Persentase pasien asma tidak terkontrol yang salah menggunakan pMDI. Tes kedua dan ketiga dilakukan setelah diberikan intruksi teknik penggunaan pMDI.
Pemilihan Inhaler Device
Pilihan alat inhalasi berdasarkan pilihan obat, ketersediaan, dan adanya kesulitan pengklaiman, pertimbangan usia pasien atau kemampuan menggunakan inhaler. Contohnya, anak usia kurang dari 5 tahun dan orang tua tidak dapat diresepkan DPI sebab mereka tidak dapat melakukan aliran inspirasi yang cukup. Pilihan pasien terhadap alat inhalasi dapat dipertimbangkan sebabberkaitan dengan kemampuan untuk melakukan teknik inhalasi yang baik dan nantinya dapat mempengaruhi kepatuhan. Kebanyakan pasien menarik napas terlalu cepat saat menggunakan MDI dan terlalu lambat saat menggunakan DPI. Tidak semua pasien dapat menguasai teknik
PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
inhalasi yang tepat dari tiap tipe inhaler dan tiap pasien memiliki pola inspirasi yang berbeda sehingga mungkin tidak cocok dengan alat inhalasi yang diresepkan. Sehingga lebih baik untuk memilih alat yang cocok dengan kebiasaan pasien dibandingkan memaksakan pasien untuk menggunakan alat inhalasi tertentu. Sebelum memilih alat, nilai kemampuan inspirasi pasien, pasien dengan inhalasi dalam dan pelan lebih cocok diberikan MDI sedangkan pasien dengan pola inspirasi yang cepat, dalam dan lama lebih cocok diberikan DPI.
MDI atau metered dose inhaler dapat menghantarkan dosis spesifik pengobatan setiap aktuasi. MDI memiliki beberapa keuntungan dan kerugian (tabel 3).
Tabel 3. Keuntungan dan Kerugian MDI
Keuntungan Kerugian
• Ukurannya kecil, tidak menonjol dan gampang dibawa
• Mudah dan cepat digunakan
• Ada pengukur dosis untuk
menunjukkan sisa dosis
• Kapabilitas multi dosis yang
memungkinkan cepatnya
penghantaran dosis dan melindungi
obat dari kontaminasi saat
digunakan
• Penghantaran obat sangat
bergantung pada koordinasi pasien • Ketidakmampuan koordinasi aktuasi
dan inspirasi dapat menyebabkan deposisi obat pada jalan napas yang suboptimal
• Pasien mungkin akan sulit
menggunakan MDI terutama pada pasien manula, pasien muda dan pasien dengan artritis
• Kecepatan aerosol yang tinggi
mengakibatkan deposisi lebih
kurang 80% dosis yang teraktuasi pada orofaring
PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
kering. Obat biasanya disimpan dalam kapsul yang secara manual dimasukkan ke dalam alat atau sudah tersedia di dalam alat dalam dosis satuan atau multi dosis dalam kanister. Kebanyakan DPI mengandalkan kekuatan inhalasi pasien untuk menghirup bubuk dari alat yang secara bertahap akan memecah bubuk menjadi partikel dengan ukuran yang lebih kecil untuk mencapai jalan napas. DPI memiliki beberapa keuntungan dan kerugian (tabel 4).
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian DPI
Keuntungan Kerugian
- Tidak membutuhkan koordinasi antara aktuasi dan inhalasi
- DPI dengan multi dose memiliki sampai 200 dosis didalamnya, jadi tidak seperti DPI unit dose dimana perlu memasukkan obat secara manual ke dalam alat
- Ramah lingkungan karena tidak menggunakan propelan
- Dapat mencetuskan batuk provokatif
- Waktu yang dibutuhkan untuk
memasukkan obat secara manual ke dalam alat DPI unit dose
- Kebanyakan DPI memiliki
kebutuhan minimal laju inspirasi untuk menghantarkan dosis yang tepat
- Rata-rata laju inspirasi yang tidak cukup cepat dapat menyebabkan penghantaran dosis yang tidak tepar dan agregasi partikel bubuk inhalasi yang tidak sempurna, hal ini yang menyebabkan biasanya DPI hanya digunakan pada anak yang lebih besar dan orang dewasa
- Jika pasien menghembuskan napas
ke dalam alat, bubuk dapat
PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru
2019
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and prevention. 2018
2. Haughney J, Price D, Barnes NC, Virchow JC, Roche N, Chrystyn H. Choosing inhaler devices for people with asthma: Current knowledgeand outstanding research needs. Respiratory Medicine CME. 2010; 3: 125-31
3. Kaplan A, Price D. Matching inhaler devices with patients: the role of the
primary care physician. Canadian Respiratory Journal. 2018; 2018: 1-9
4. Sanchis J, Gich I, Pedersen S. Systematic review of errors in inhaler use: has patient technique improved over time? Chest. 2016; 150(2): 394-406
5. Sulaiman I, Seheult J, Machale E, D’Arcy S, Boland F, McCrory K, Casey J, Bury G, Al-Alawi M, O’Dwyer S, Ryder SA, Reilly RB, Costello RW. Irreguler and Ineffective: a quantitative observational study of the time and technique of inhaler use. J Allergy Clin Immunol Pract. 2016;4:900-9.
6. Capstick TG, Clifton IJ. Inhaler technique and training in people with chronic obstructive pulmonary disease and asthma. Expert Rev Resp Med. 2012;6(1):91– 103
7. Hess DR. Aerosol delivery devices in the treatment of asthma.Respir Care. 2008; 53 (6): 699-23.