• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEGALITAS PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN A BAGI PELAKU USAHA TOKO MODERN MINIMARKET BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 74 TAHUN 2013 DIKAITKAN DENGAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 6 TAHUN 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LEGALITAS PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN A BAGI PELAKU USAHA TOKO MODERN MINIMARKET BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 74 TAHUN 2013 DIKAITKAN DENGAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 6 TAHUN 2015."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

LEGALITAS PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

GOLONGAN A BAGI PELAKU USAHA TOKO

MODERN MINIMARKET BERDASARKAN

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 74 TAHUN 2013

DIKAITKAN DENGAN PERATURAN MENTERI

PERDANGAN NOMOR 6 TAHUN 2015

ANAK AGUNG NGURAH YADNYA WIRYA RAHMADI PUTRA NIM. 1116051008

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

  ii

SKRIPSI

LEGALITAS PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

GOLONGAN A BAGI PELAKU USAHA TOKO

MODERN MINIMARKET BERDASARKAN

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 74 TAHUN 2013

DIKAITKAN DENGAN PERATURAN MENTERI

PERDANGAN NOMOR 6 TAHUN 2015

ANAK AGUNG NGURAH YADNYA WIRYA RAHMADI PUTRA NIM. 1116051008

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

  iii

LEGALITAS PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

GOLONGAN A BAGI PELAKU USAHA TOKO

MODERN MINIMARKET BERDASARKAN

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 74 TAHUN 2013

DIKAITKAN DENGAN PERATURAN MENTERI

PERDANGAN NOMOR 6 TAHUN 2015

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

ANAK AGUNG NGURAH YADNYA WIRYA RAHMADI PUTRA

NIM. 1116051008

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(4)

  iv

Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 12 JANUARI 2016

PEMBIMBING I

Dr. I WAYAN WIRYAWAN SH.,M.H. NIP. 19550306 198403 1 003

PEMBIMBING II

(5)

  v

SKRIPSI TELAH DIUJI

PADA TANGGAL 3 MARET 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor : 0186/UN14.4E/IV/PP?2016 Tanggal 18 Februari 2016

Ketua : Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH ( )

19550306 198403 1 003

Sekretaris : A.A. Sri Indrawati, SH.,MH ( )

19571014 198601 2 001

Anggota : Dr. I Made Sarjana, SH.,MH ( )

19611231 198601 1 001

I Ketut Markeling, SH.,MH ( )

19541231 198403 1 001

A.A. Gde Agung Darma Kusuma. SH.,MH ( )

19561115 198602 1 001

(6)

  vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban terakhir sebagai mahasiswa guna

melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan studi Program Sarjana (S1) pada

Fakultas Hukum Universias Udayana. Adapun judul skripsi ini adalah ‘Legalitas Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A Bagi Pelaku Usaha Toko Modern Minimarket Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 Dikaitkan Dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015”

Penulis menyadari bahwa apa yang tersusun dalam skripsi ini jauh dari apa

yang diharapkan secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan,

pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Maka dari itu kritik, saran,

bimbingan serta petunjuk-petunjuk dari semua pihak sangat diharapkan guna

kelengkapan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu pada kesempatan yang sangat berbahagia ini dengan segala hormat penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang

(7)

  vii

1. Bapak Prof. Dr. I. Gusti Ngurah Wairocana, S.H.,M.H, Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiartha, S.H.,M.H, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H.,M.H, Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H, Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak Anak Agung Gede Oka Parwata, S.H.,MSi, Ketua Program Non

Reguler Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Bapak Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja, S.H.,M.Hun, Pembimbing

Akademis yang telah membimbing dari awal kuliah di Fakultas Hukum

Universitas Udayana

7. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H.,M.H. Ketua bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Udayana, sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing I yang dengan kesabaran dan meluangkan waktunya untuk

memberi arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Anak Agung Sri Indrawati, S.H.,M.H, Dosen Pembimbing II yang

dengan penuh perhatian dan berkenan meluangkan waktu serta tenaganya

(8)

  viii

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah

membimbing dan mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan di

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

10.Bapak Ida Bagus Wedha Kusumajaya, S.H., dan Bapak I Gusti Ngurah

Darmayuda Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Udayana

yang telah membantu selama masa perkuliahan.

11.Bapak dan Ibu Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas

Udayana yang telah cukup banyak membantu dalam pengurusan proses

administrasi.

12.Bapak dan Ibu Pegawai Perpustakaan Universitas Udayana dan

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membantu

penulis dalam memperoleh literature yang diperlukan dalam penyusunan

skripsi ini.

13.Kepada seluruh keluarga besar Fakultas Hukum Universitas Udayana

Program Non Reguler.

14.Orang tua penulis Anak Agung Suka Wirya dan Anak Agung Rusmeteri

yang tiada hentinya memberikan dukungan, doa dan kasih sayang kepada

penulis sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.

15.Seluruh keluarga Jero Gelogor yang telah memberikan semangat dalam

menjalankan perkuliahan dari awal sampai dengan terselesainya tugas

(9)

  ix

16.Sahabat tercinta Wisnu Wisesa, Gusten Keniten, Agung Atut, Agung

Santo, Deva Reditya, Arya Pramanta, Ade Friska, Richard Draco, Mathias

Hotma, Koming Anantha, Niko Cahyadi, Bennydiktus, Adis Sutha,

Riandika, Gung Darma, Surya Radika, seluruh sahabat DKB dan Leak

Barak yang selalu memberikan dorongan dan semangat dalam membuat

skripsi ini.

17.Teman – teman Fakultas Hukum angkatan 2011 pada khususnya dan

seluruh civitas akademis yang telah banyak memberikan dorongan mental

dan semangat dalam membuat skripsi.

Akhir kata penulis harapkan skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi

semua pihak pada umumnya dan bagi perkembangan ilmu hukum pada khususnya.

Denpasar, 12 Januari 2016

(10)

  x

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ... ii

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... iii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI………… .. v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 13

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 13

1.4 Orisinalitas ... 14

1.5 Tujuan Penelitian ... 15

1.5.1 Tujuan umum ... 16

1.5.2 Tujuan khusus ... 16

1.6 Manfaat Penelitian ... 16

(11)

  xi

1.6.2 Manfaat praktis ... 17

1.7 Landasan Teoritis ... 17

1.8 Metode Penelitian ... 23

1.8.1 Jenis penelitian ... 23

1.8.2 Jenis pendekatan ... 24

1.8.3 Sumber bahan hukum... 24

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum ... 25

1.8.5 Teknik pengolahan dan analisis bahan hukum ... 25

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1. Pengertian Toko Modern ... 26

2.1.1 Regulasi Bagi Toko Modern ... 28

2.1.2 Jenis dan Perbedaan Toko Modern ... 33

2.2. Pengertian Minuman Beralkohol ... 36

2.2.1 Pengadaan, Pengedaran dan Penjualan ... 38

2.2.2 Pengendalian Dan Pengawasan ... 40

BAB III. PENGATURAN PERIJINAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL 3.1. Perusahaan Yang Dapat Melakukan Pengadaan dari Luar Negeri ... 42

3.1.1 Ketentuan Sebagai Distributor . ... 44

(12)

  xii

3.1.3 Tata Cara Permohonan Surat Izin Usaha Perdagangan. ... 48

BAB IV. KEPASTIAN HUKUM PERDAGANGAN MINUMAN

BERALKOHOL GOLONGAN A DI MINIMARKET

4.1. Persyaratan Sebagai Pengecer ... 51 4.2. Kewajiban Dan Larangan Bagi Pengecer ... 53

4.3. Tempat Penjualan Sesuai Dengan Peraturan Presiden. ... 54

BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran……… 58

DAFTAR PUSTAKA RINGKASAN

(13)

  xiii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan

Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan

duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja

mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka

penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah

tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, 12 Januari 2016

Yang menyatakan

( A.A. Ngr. Yadnya Wirya R. P.)

(14)

  xiv

ABSTRAK

Tulisan ini berjudullegalitas penjualan minuman beralkohol golongan A bagi pelaku usaha toko modern minimarket berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 dikaitkan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015. Penghapusan minimarket sebagai pengecer minuman beralkohol menimbulkan ketidakpastian hukum dalam melakukan kegiatan usaha. Tujuan dari penulisan ini, untuk menganalisa adanya konflik norma dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol (Perpres No.74 Th.2013) yang mengijinkan minimarket menjual minuman beralkohol golongan A dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang

Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor

20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (Permendag No.06 Th.2015) yang menghapuskan minimarket sebagai penjual minuman beralkohol golongan A. Metode yang digunakan dalam tulisan ini metode penelitian normatif dengan menganalisa Perpres No.74 Th.2013 dengan Permendag No.06 Th.2015. Sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap penjualan minuman beralkohol golongan A di minimarket. Kesimpulan tulisan ini peraturan menteri tidak boleh bertentangan dengan peraturan presiden, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap diperbolehkan atau dilarangnya minimarket sebagai penjual minuman beralkohol golongan A.

(15)

  xv

ABSTRACT

This article entitled legality alcoholic beverages of class A for businesses modern store minimarket based on the Presidential Decree Number 74 Year 2013 tied with the Minister Of Trade Regulation Number 6 Year 2015 . To eliminated of the minimarket as retailers of alcoholic beverages to legal uncertainty in conducting business activities. The purpose of this paper, to analyze the existence of a conflict of norms in Presidential Decree Number 74 Year 2013 regarding the Control and Supervision of Alcoholic Beverages (Regulation 74 Year 2013) which allows minimarket selling alcoholic beverages group A with the Minister of Trade Regulation Number 06/M-DAG/PER/1/2015 on Second Amendment to the Regulation of the Minister of Trade Number 20 /M-DAG/PER/4/2014 on Control and Supervision of Procurement, Distribution, and Sale of Alcoholic Beverages (Regulation Number 06 Year 2015) which abolished minimarket as sellers of alcoholic beverages group A. The method used in this paper by analyzing normative research methods Presidential Regulation 74 Year 2013 with Minister of Trade Regulation Number 06 Year 2015. Giving rise to legal uncertainty for the sale of alcoholic beverages in class A minimarket. Conclusion of this article that ministerial regulations must not conflict with the presidential decree, cause giving rise to legal uncertainty allowed or prohibiting minimarket as a seller of alcoholic beverages class A.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pembangunan mempunyai banyak aspek dan dimensi, seperti politik,

ekonomi, sosial, budaya dan hukum. Suatu bangsa memasuki tahap negara

kesejahteraan ditandai dengan berkembangnya hukum yang melindungi pihak

yang lemah. Diantara aspek tersebut, pembangunan ekonomi merupakan aspek

yang memiliki dimensi yang lebih menonjol dan konkrit karena dampaknya

dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang demikian

cepat dan maju, menyebabkan banyak regulasi oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah menerbitkan kebijakan – kebijakan yang belum dapat

dilaksanakan dan berakibat tidak adanya jaminan kepastian hukum yang

berkeadilan bagi masyarakat. Kebijakan – kebijakan yang dituangkan dalam

peraturan perundang – undangan yang berkenaan untuk perlindungan berbagai

pihak tersebut, dengan mengoreksi industrialisasi yang tidak selalu memberikan

kebaikan kepada semua golongan masyarakat. Sektor informal telah banyak

menerima tenaga kerja yang pindah dari sektor agraris tetapi tidak dapat

ditampung oleh sektor industri dan merupakan salah satu motor penggerak

ekonomi rakyat.

Melalui bidang hukum, sektor ini bisa menjadi formal dalam bentuk usaha

– usaha kecil. Berbagai usaha kecil ini dalam tahap berikutnya terkait dengan

usaha – usaha besar, yang mengharapkan adanya kerjasama yang saling

(17)

  2 

bentuk perizinan khusus untuk sektor informal, fasilitas hukum dalam

hubungannya dengan hak milik, kontrak, dan sebagainya. Keterkaitan usaha besar

dengan usaha kecil, bukan berdasarkan atas belas kasihan, tetapi menjadi suatu

keharusan dalam negara demokrasi Pancasila berasaskan kekeluargaan. Sektor

informal yang paling banyak diminati untuk menunjang perekonomian dengan

melakukan jual beli, karena mendapatkan keuntungan yang dapat dimanfaatkan

secara langsung. Kegiatan jual beli dalam sejarah suatu bangsa dilakukan pada

pasar. Dalam kegiatan jual beli, keberadaan pasar merupakan salah satu hal yang

paling penting karena menjadi tempat untuk melakukan kegiatan tersebut selain

menjadi salah satu indikator utama kegiatan ekonomi masyarakat di suatu

wilayah. Di Indonesia telah lama mengenal pasar sama halnya dengan bangsa –

bangsa lain di dunia, yang dikenal lebih dulu dengan nama pasar tradisional.

Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia pasar berarti tempat orang berjual beli,

sedangkan tradisional dimaknai sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu

berpegang kepada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun.

Berdasarkan arti diatas, maka pasar tradisional adalah tempat orang berjual beli

yang berlangsung di suatu tempat berdasarkan kebiasaan.

Di Indonesia, keberadaan pasar tradisional bukan melakukan urusan

ekonomi tetapi lebih jauh kepada norma, ranah budaya, sekaligus peradaban yang

berlangsung sejak lama di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai pusat kegiatan

sosial ekonomi kerakyatan, pola hubungan ekonomi yang terjadi di pasar

tradisional menghasilkan terjalinnya interaksi sosial yang akrab antara pedagang –

(18)

  3 

warisan sosial representasi kebutuhan bersosialisasi antar individu. Dengan luas

wilayah masing – masing daerah di Indonesia yang sangat luas, pasar tradisional,

hanya dapat dilakukan pada satu tempat tertentu untuk melayani satu daerah

pedesaan dengan waktu yang terbatas. Akibat jarak dan waktu yang terbatas,

menyebabkan timbulnya warung – warung kecil untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat setiap saat di wilayah lingkungannya masing – masing. Warung –

warung kecil tersebut masih tetap keberadaanya pada beberapa wilayah di

Indonesia sampai sekarang, yang sudah semakin berkurang perkembangannya

setiap tahun akibat modernisasi di bidang perekonomian. Pasar dan warung

tradisional mempunyai fungsi dan peranan yang tidak hanya sebagai tempat

perdagangan tetapi juga sebagai peninggalan kebudayaan yang telah ada sejak

masa lalu. Tanpa disadari bahwa pasar dan warung tradisional bukan satu –

satunya menjadi tempat bertemunya penjual dan pembeli sebagai pusat

perdagangan di masa sekarang, dengan adanya kegiatan usaha konsep asal yang

sama dengan pelayanan dan memberikan pilihan yang lebih banyak kepada

masyarakat.

Semakin banyaknya pusat perdagangan lain seperti pasar modern yang

berupa toko modern, supermarket dan pusat perbelanjaan, membuat pasar dan

warung tradisional ini terpinggirkan oleh arus modernisasi. Pemenuhan kebutuhan

hidup itu merupakan tujuan dari kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sandang,

pangan dan papan yang dapat memberikan perlindungan kepada keluarga atau

dirinya bersamaan dengan pemenuhan kebutuhan yang sama dari masyarakat

(19)

  4 

antara lain kemajuan hal meningkatnya kesejahteraan rakyat. Tidak menutup

kemungkinan bahwa kesejahteraan rakyat yang dimaksud hanya dapat dirasakan

oleh kelompok atau golongan tertentu, akibat banyaknya rakyat golongan

ekonomi lemah yang merupakan hambatan dan permasalahan tersendiri dalam

usaha negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara merata. Kemajuan

suatu negara atau masyarakat dapat disebabkan oleh kemajuan negara lain. Dalam

konteks yang lebih luas dapat dikatakan bahwa perkembangan ekonomi dunia saat

ini bergerak sangat cepat dan dinamis. Arus globalisasi merupakan faktor

penggerak kemajuan karena negara – negara saling berhubungan antara satu

dengan yang lain yang secara bersama – sama pula meningkatkan pembangunan

ekonomi. Menurut William Irwin Thomson,1 bahwa dengan dukungan teknologi

dan informasi kecepatan perubahan tidak lagi menghitung abad, tahun, atau bulan,

tetapi dapat terjadi setiap hari.

Pada dasa warsa terakhir ini atau sering disebut sebagai era globalisasi, batas

nonfisik antarnegara semakin sulit untuk membedakannya dan bahkan cenderung

tanpa batas atau borderless state. Dampak yang sangat terasa dengan terjadinya

globalisasi yakni arus informasi begitu cepat sampai ke masyarakat, yang

merupakan pengaruh terhadap cara hidup untuk memenuhi kebutuhan sehari –

hari. Adanya kesenjangan antara total jumlah penduduk Indonesia yang cukup

besar, menjadikan pasar modern melihat peluang untuk membuka kegiatan usaha

yang langsung berhadapan dengan masyarakat melakukan kegiatan jual beli dalam

bentuk yang lebih kecil melalui jenis toko modern. Kegiatan yang dilakukan

      

(20)

  5 

dengan menjual eceran kepada masyarakat langsung disebut dengan kegiatan

usaha retail. Perbedaan antara konsep tradisional dan modern dalam melakukan

transaksi jual beli terletak pada penawaran dan harga. Pada pasar atau warung

yang bersifat tradisional tempat bertemunya penjual dan pembeli, terjadinya

kesepakatan harga dan terjadinya transaksi setelah melalui proses tawar menawar

harga, akan tetapi kenyamanan terhadap konsumen tidak menjadi perhatian pada

konsep ini. Sedangkan pada pasar atau toko modern, penjual dan konsumen tidak

melakukan transaksi secara langsung melainkan konsumen telah disediakan harga

yang tertera pada barang – barang yang telah tersedia dan melayani diri sendiri

tanpa adanya penawaran yang berakhir dengan transaksi di ruangan yang bersih

dengan mengutamakan kenyamanan dalam pelayanan. Kompleksitas ini semakin

bertambah manakala dihubungkan dengan pola interaksi kegiatan usaha yang

terjalin di masyarakat modern. Implikasi ini telah mengubah wajah perdagangan

dan perekonomian dunia menjadi bentuk kegiatan usaha dalam perkampungan

global atau business in global village. Kondisi ini dengan tepat digambarkan oleh

Daniel Davidson,2 “We are so economically interdependent on one another that

so we live in global village”. Globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi

berbagai negara menjadi seolah – olah tanpa dibatasi oleh kedaulatan negara.

Salah satu ciri kegiatan usaha yang paling dominan pada globalisasi ekonomi

adalah sifatnya bergerak cepat, baik dalam transaksi maupun pergerakan arus

barang dan modal. Hal ini mempengaruhi pula terhadap berbagai peraturan di

bidang kegiatan usaha ekonomi yang dengan cepat pula mengalami perubahan.

(21)

  6 

Globalisasi ekonomi yang ditandai dengan adanya keterbukaan perekonomian

dialami hampir semua negara di dunia saat ini, telah membuat sistem

perekonomian menjadi terbuka bebas. Apabila perekonomian didasarkan pada

mekanisme pasar, maka akan tercipta suatu keseimbangan atau equilibrium.

Di tengah arus globalisasi, kita tidak dapat melupakan kehidupan kenegaraan

dimana tiga bidang yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Ketiga bidang

itu ialah hukum, ekonomi dan politik. Ekonomi dipengaruhi oleh hukum, hukum

dipengaruhi oleh politik, politik dipengaruhi oleh ekonomi, dan begitu pula

sebaliknya. Kebutuhan akan sistem hukum, sistem ekonomi, dan sistem politik

yang stabil merupakan syarat utama dalam membangun suatu negara yang

memiliki perekonomian yang kuat, terlebih lagi bagi negara yang sedang

berkembang seperti halnya Indonesia. Konsep hukum menurut Abdulkadir

Muhammad,3 “Hukum adalah segala aturan yang menjadi pedoman perilaku

setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat atau bernegara disertai sanksi

yang tegas apabila dilanggar”. Peraturan hukum meliputi dari tingkat yang

tertinggi, yaitu undang – undang dasar sampai tingkat yang terendah, yaitu

peraturan daerah tingkat kabupaten/ kota, yang menjadi pedoman perilaku setiap

orang maupun pelaku usaha. Kebutuhan akan suatu sistem yang sistematis

merupakan kebutuhan yang mendasar bagi suatu negara. Hukum tanpa berjalan di

jalur yang berfungsi sebagai pondasi, tidak akan berfungsi dengan baik.

Begitupun halnya dengan ekonomi, tanpa adanya dukungan oleh suatu sistem

tidak akan dapat mencapai tujuan sesuai dengan harapan. Walaupun bidang

      

(22)

  7 

hukum dan ekonomi merupakan bidang kehidupan yang bersifat mandiri, namun

di dalam kenyataannya hukum dan ekonomi terkait sangat erat dan saling

mempengaruhi. Hubungan saling terkait ini selalu dapat kita temukan di dalam

kehidupan sehari – hari, dalam pergaulan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Hukum berfungsi sebagai pedoman mengatur perilaku dan perbuatan

orang atau badan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Secara

umum tujuan hukum untuk:4

a. Menciptakan keamanan, ketertiban, dan keteraturan;

b. Mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat;

c. Menegakkan hukum secara konsisten dan tanpa diskriminasi; serta

d. Menghargai dan menghormati hak – hak asasi manusia.

Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara berkembang, hukum harus

berperan secara optimal. Agar hukum dapat berjalan dengan optimal, maka

diperlukan hukum dalam bentuk yang sistematik. Ini berarti negara berkembang

memerlukan suatu sistem hukum yang sistematis. Aspek kelembagaan bagi

eksistensi pelaku ekonomi juga memerlukan landasan hukum. Hukum yang

memberi landasan kelembagaan usaha sesuai dengan Undang – Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya akan disingkat UUD

1945 yaitu pelaku usaha swasta, koperasi, Badan Usaha Milik Negara atau

BUMN, dan Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD, yang telah ditetapkan dalam

peraturan perundang – undangan. Bahwa diperlukan peraturan perundang –

undangan yang mengatur bentuk konglomerasi pelaku ekonomi, seperti pelaku

(23)

  8 

usaha swasta dalam bentuk organisasi jaringan, multinasional dan sebagainya.

Aspek kelembagaan pelaku usaha memerlukan landasan hukum yang menegaskan

hak dan kewajibannya sebagai entitas bisnis serta ketentuan hukum yang memberi

pengaturan pada pengelolaannya.

Perkembangan pasar modern dalam negeri bertambah sangat pesat, yang

diawali dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang

bidang usaha tertutup dan terbuka bagi penanaman modal asing yang selanjutnya

akan disingkat dengan Keppres Nomor 96 Tahun 2000. Dalam kebijakan tersebut,

usaha perdagangan eceran merupakan salah satu bidang usaha yang terbuka bagi

pihak asing. Bagi pedagang besar internasional, kebijakan tersebut jelas

merupakan peluang yang sangat menjanjikan, karena Indonesia mempunyai pasar

yang sangat potensial. Oleh sebab itulah maka peraturan perundang – undangan

mengenai pasar modern dan pasar tradisional yang memberikan landasan hukum

bagi pelaku usaha tersebut diatas dengan semakin berkembangnya usaha

perdagangan, diterbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112

Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat

Perbelanjaan, dan Toko Modern yang selanjutnya akan disingkat dengan Perpres

Nomor 112 Tahun 2007. Perpres Nomor 112 Tahun 2007 merupakan pengganti

ketentuan mengenai Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan dalam

Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam

Negeri Nomor 145/ MPP/ 1997 dan Nomor 57 Tahun 1997 yang merupakan

peraturan pelaksana terhadap kegiatan pelaku usaha toko modern di Indonesia.

(24)

  9 

usaha perdagangan eceran dalam skala kecil dan menengah, usaha perdagangan

eceran modern dalam skala besar, maka perlu dikembangkan secara serasi

pertumbuhan ekonomi pelaku usaha tersebut diatas, dengan saling memerlukan,

saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Pasal 1 angka 1 Perpres Nomor 112 Tahun 2007 mencantumkan bahwa,

“Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu

baik yang disebut pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa,

pusat perdagangan maupun sebutan lainnya”. Sudah ada perubahan pengertian

terhadap pasar, yang dikenal sejak jaman dahulu secara normatif dengan

diterbitkannya Perpres Nomor 112 Tahun 2007. Mengenai pasar modern

dijelaskan pada Pasal 1 angka 5 yaitu, “Toko modern adalah toko dengan sistem

pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk

Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang

berbentuk perkulakan”. Jadi pasar modern disamakan melalui pengertian toko

modern yang dikenal dengan sebutan seperti diatas.

Perpres Nomor 112 Tahun 2007, ini untuk mengatur toko modern secara

nasional termasuk mengenai kebijakan sistem penjualan dan jenis barang

dagangan. Pasal 3 ayat (3) Perpres Nomor 112 Tahun 2007 menegaskan bahwa,

Sistem penjualan dan jenis barang dagangan toko modern adalah sebagai berikut:

a. Minimarket, Supermarket dan Hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya; b. Department Store menjual secara eceran barang konsumsi utamanya

produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/ atau tingkat usia konsumen; dan

(25)

  10 

Untuk memberikan kepastian hukum terhadap pasar tradisional, pusat

perbelanjaan dan toko modern, Pasal 14 Perpres Nomor 112 tahun 2007

mencantumkan, “ Menteri membuat pedoman tata cara perizinan untuk

melakukan usaha pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern”. Dengan

ketentuan Pasal 14 Perpres Nomor 112 Tahun 2007, menteri perdagangan

menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan yang selanjutnya akan disingkat

dengan Permendag Nomor 53/ M-DAG/ PER/ 12/ 2008 tentang Pedoman

Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern,

yang telah diganti dengan Permendag Nomor 70/ M-DAG/ PER/ 12/ 2013.

Dengan adanya peraturan perundang – undangan mengenai toko modern,

jenis barang dagangan minuman beralkohol sebagai salah satu jenis barang

dagangan yang dapat diperjual belikan secara eceran pada toko modern, perlu

dibuatkan suatu kebijakan baru setelah adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor

42 P/ HUM/ 2012 yang menyatakan Keputusan Presiden yang selanjutnya akan

disingkat dengan Keppres Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan

Pengendalian Minuman Beralkohol, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan

hukum. Maka dipandang perlu untuk mengatur kembali pengendalian dan

pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol

sehingga dapat memberikan perlindungan serta menjaga kesehatan, ketertiban dan

ketentraman masyarakat dari dampak buruk terhadap penyalahgunaan minuman

beralkohol. Untuk itu diterbitkanlah Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tentang

(26)

  11 

Minimarket sebagai salah satu jenis toko modern merupakan salah satu

tempat yang diperbolehkan untuk menjual minuman beralkohol golongan A

sebagai toko pengecer yang dicantumkan pada Pasal 7 ayat (3) Perpres Nomor 74

Tahun 2013 yaitu minuman berallkohol golongan A juga dapat dijual di toko

pengecer dalam bentuk kemasan. Sama halnya dengan Perpres Nomor 112 Tahun

2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan

Toko Modern, menteri perdagangan diberikan mandat untuk membuat kebijakan

mengenai pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol yang tercantum

pada Pasal 9 Perpres Nomor 74 Tahun 2013. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal

9 Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tersebut, maka diterbitkan Permendag Nomor

20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014 Tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap

Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman beralkohol. Permendag Nomor

20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014 mencantumkan pada Pasal 1 angka 3 bahwa,

”Perusahaan adalah setiap bentuk usaha perseorangan atau badan usaha yang

dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara

Republik Indonesia, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum

yang melakukan kegiatan usaha perdagangan Minuman Beralkohol”. Sangat jelas

diatur bahwa yang dapat melakukan kegiatan usaha perdagangan minuman

beralkohol dengan bentuk usaha perseorangan atau badan usaha baik yang

berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum. Untuk toko modern jenis

minimarket agar dapat melakukan penjualan minuman beralkohol secara eceran

(27)

  12 

yang disingkat SKPL – A yang disebutkan pada Pasal 1 angka 19 Permendag

Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014.

Adanya penghapusan bagi minimarket sebagai penjual langsung minuman

beralkohol golongan A melalui Permendag Nomor 06/ M-DAG/ PER/ 1/ 2015

Tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014,

dapat mengganggu perkembangan toko modern jenis minimarket yang semakin

berkembang dengan kemandirian bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah

mengikuti kegiatan usaha perdagangan yang dikuasai oleh pihak asing melalui

jaringan toko modern yang dapat membuat persaingan tidak sehat dan ketidak

adilan bagi pelaku usaha minimarket secara mandiri. Perubahan terhadap Pasal 14

ayat (3) Permendag Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014 yang mencantumkan

minimarket, supermarket, hypermarket, toko pengecer lainnya dapat menjual

minuman beralkohol golongan A, menjadi hanya dapat dijual di supermarket dan

hypermarket pada Permendag Nomor 06/ M-DAG/ PER/ 1/ 2015 Tentang

Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 20/ M-DAG/ PER/ 4/ 2014.

Berdasarkan hal tersebut diatas mengingat arti penting UMKM terhadap

pertumbuhan ekonomi di Indonesia khususnya dalam menjalankan kegiatan usaha

untuk mendapatkan keuntungan dengan berasaskan kemandirian dan perlindungan

hukum terhadap UMKM maka diperlukannya suatu penelitian hukum yang

bersifat normatif untuk mengkaji Permendag Nomor 06 Tahun 2015 dan Perpres

Nomor 74 Tahun 2013 dengan menuangkan hasilnya dalam bentuk skripsi dengan

(28)

  13 

“Legalitas Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A Bagi Pelaku

Usaha Toko Modern Minimarket Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor

74 Tahun 2013 Dikaitkan Dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6

Tahun 2015”

1.2.Rumusan Masalah

1. Apakah pengaturan perijinan usaha perdagangan minuman beralkohol

golongan A bagi minimarket sesuai dengan Perpres Nomor 74 Tahun

2013 dapat dihapuskan menurut Permendag Nomor 06 Tahun 2015 ?

2. Apakah minimarket yang masih menjual minuman beralkohol golongan A

dapat dikenakan sanksi menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6

Tahun 2015?

1.3.Ruang Lingkup Masalah

Dengan melihat rumusan permasalahan diatas, untuk memperoleh hasil

yang lebih mendalam pembahasan hanya pada ruang lingkup dari regulasi

toko modern jenis minimarket terhadap pengendalian dan pengadaan

minuman beralkohol golongan A. Maka dalam penulisan ini terbatas pada

kebijakan yang diberikan kepada pelaku usaha besar dalam negeri maupun

asing dengan peraturan yang ditetapkan oleh kementerian Perdagangan

sebagai penjual eceran minuman beralkohol golongan A.

Berkaitan dengan permasalahan yang kedua mengenai perlindungan

hukum bagi pelaku usaha, yang masih melakukan kegiatan usaha sebagai

pengecer minuman beralkohol golongan A oleh pelaku usaha toko modern

(29)

  14 

1.4.Orisinalitas

Berdasarkan penelusuran terhadap judul penelitian adapun dalam

penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 1 (satu) skripsi dan 1 (satu)

thesis terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan “Legalitas Penjualan

Minuman Beralkohol Golongan A Bagi Pelaku Usaha Toko Modern

Minimarket Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013

Dikaitkan Dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015”.

Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan

di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu mewujudkan

orisinalitas dari penelitian yang sedang ditulis dengan menampilkan beberapa

judul penelitian skripsi dan thesis atau disertasi terdahulu sebagai

(30)

  15 

dengan menggunakan kaidah dan metode ilmiah dalam pengembangan ilmu

(31)

  16 

gejala hukum tertentu.5 Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini

adalah:

1.5.1 Tujuan umum

1. Untuk mengetahui secara umum surat izin usaha minuman beralkohol

golongan A bagi minimarket sesuai dengan peraturan presiden.

2. Untuk mengetahui secara umum perlindungan hukum terhadap pelaku

usaha toko modern jenis minimarket yang masih menjual jenis barang

minuman beralkohol golongan A.

1.5.2 Tujuan khusus

1. Untuk lebih memahami secara mendalam mengenai surat izin usaha

minuman beralkohol golongan A bagi minimarket sesuai dengan

peraturan presiden.

2. Untuk lebih memahami secra mendalam mengenai perlindungan

hukum terhadap pelaku usaha toko modern jenis minimarket yang

masih menjual jenis barang minuman beralkohol golongan A.

1.6.Manfaat Penelitian

Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, sudah tentu manfaat yang diharapkan dari

penelitian ini adalah:

      

(32)

  17 

1.6.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapakan dapat dijadikan bahan kajian atau bahan

penelitian lebih lanjut serta sebagai tambahan pengetahuan mengenai

pelaku usaha toko modern jenis minimarket.

1.6.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dan dasar

pelaksanaan pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol golongan

A bagi pengecer, agar mengetahui hak dan kewajiban pemasok maupun

pengecer berdasarkan ketentuan – ketentuan dan asas – asas yang berlaku

terhadap pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol golongan A.

1.7.Landasan Teoritis

Hukum mengatur dan menguasai kehidupan didalam berbangsa dan

bernegara. Ilmu hukum mempunyai hakikat interdisipliner. Hakikat ini kita

ketahui dari digunakannya berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk membantu

menerangkan berbagai aspek yang berhubungan dengan kehadiran hukum di

masyarakat.6 Adanya landasan teoritis sangat diperlukan dalam suatu penulisan

karya ilmiah yang bertujuan untuk membantu penelitian dalam menentukan tujuan

dan arah penelitian, memilih konsep yang tepat dalam pokok permasalahan yang

dikaji.

Untuk dapat menjual minuman beralkohol, pelaku usaha wajib memiliki

Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol yang selanjutnya disingkat

disingkat SIUP-MB adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha

      

(33)

  18 

perdagangan khusus minuman beralkohol. Pelaku usaha yang memperdagangkan

minuman beralkohol golongan A wajib memiliki SIUP-MB, dan apabila sekaligus

sebagai pengecer juga wajib memiliki Surat Keterangan Penjual Langsung

Minuman Beralkohol golongan A yang selanjutnya disebut SKPL-A. Bahwa

minimarket sebagai pengecer minuman beralkohol golongan A wajib memiliki

kedua izin tersebut.

Menurut ahli hukum Belanda N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge,7 izin

merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang – undang atau

peraturan pemerintah untuk keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan

perundang – undangan, pengertian izin dalam arti sempit. Berdasarkan pendapat

ini, izin tidak dapat melakukan usaha kecuali diizinkan. Jadi, kegiatan terhadap

suatu objek tertentu pada dasarnya dilarang. Seseorang atau badan hukum dapat

melakukan usaha atau kegiatan atas objek tersebut jika mendapat dari pemerintah

pusat atau pemerintah daerah yang mengikatkan perannya dalam kegiatan yang

dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan. Menurut Prajudi

Atmosudirdjo,8 izin atau vergunning adalah suatu penetapan yang merupakan

dispensasi pada suatu larangan oleh undang – undang. Selanjutnya larangan

tersebut diikuti dengan perincian syarat – syarat, kriteria, dan sebagainya yang

perlu dipenuhi oleh pemohon untuk mendapat izin, disertai dengan penetapan

prosedur dan petunjuk pelaksanaan kepada pejabat – pejabat administrasi negara

yang bersangkutan. Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi, yaitu sebagai

      

(34)

  19 

penertib dan sebagai pengatur. Penertib maksudnya agar usaha atau kegiatan tidak

bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dapat terwujud.

Adrian Sutedi menyatakan, sebagai pengatur dimaksudkan agar usaha atau

kegiatan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukkan.9 Perizinan adalah

intsrumen yang manfaatnya ditentukan oleh tujuan dan prosedur yang ditetapkan

oleh pemerintah. Jika perizinan hanya dimaksudkan sebagai sumber pendapatan,

akan memberikan dapat negatif atau disinsentif bagi pembangunan. Secara

teoretis, perizinan memiliki beberapa fungsi;10

Pertama, sebagai instrumen rekayasa pembangunan. Pemerintah dapat membuat regulasi dan keputusan yang memberikan insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi.

Kedua, fungsi keuangan atau budgetering, yaitu menjadi sumber pendapatan bagi negara. Pemberian izin dilakukan dengan kontraprestasi berupa retribusi perizinan.

Ketiga, fungsi pengaturan atau reguleren, yaitu menjadi instrumen pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat.

Adanya penghapusan bagi toko modern jenis minimarket sebagai pengecer

jenis barang minuman beralkohol golongan A, dapat menimbulkan kerugian bagi

pelaku usaha minimarket yang tidak memiliki perjanjian distribusi terhadap

pengembalian barang yang tidak dapat diperjual belikan. Bagi pelaku usaha toko

modern jenis minimarket untuk menjadi pengecer dapat ditunjuk langsung oleh

distributor atau pemasok hanya dengan menandatangani pakta integritas penjualan

minuman beralkohol golongan A, tanpa membuat perjanjian yang memberikan

perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Pakta integritas penjualan minuman

beralkohol golongan A tersebut merupakan kebijakan dari pemerintah, yang

      

9 Adrian Sutedi, 2010, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, h. 193.

(35)

  20 

formatnya sudah diatur melalui lampiran Permendag mengatur tentang sanksi

yang akan diberikan kepada pengecer apabila melanggar ketentuan di dalam

melakukan penjualan minuman beralkohol golongan A. Pakta integritas tidak

mengatur mengenai hak yang bagi pelaku usaha minimarket, hanya kewajiban

yang harus dijalankan dalam melakukan penjualan minuman beralkohol golongan

A. Jadi, sangat jelas bahwa Pakta integritas bukan perikatan atau perjanjian yang

dibuat oleh distributor sebagai pemasok dan pelaku usaha minimarket sebagai

penjual eceran minuman beralkohol golongan A.

Dalam teori hukum, perjanjian dengan perikatan adalah dua hal yang

berbeda, meskipun keduanya memiliki ciri yang hampir sama. Perbedaannya

tersebut sebagai berikut:11

1. Perjanjian

a. menimbulkan perikatan atau melahirkan perikatan

b. perjanjian lebih konkret daripada perikatan, artinya perjanjian itu dapat

dilihat dan didengar

c. pada umumnya perjanjian merupakan hubungan hukum bersegi dua,

artinya akibat hukum dikehendaki oleh kedua belah pihak. Hal ini

bermakna bahwa hak dan kewajiban dapat dipaksakan. Pihak – pihak

berjumlah lebih dari atau sama dengan 2 sehingga bukan pernyataan

sepihak, dan merupakan perbuatan hukum.

sedangkan,

2. Perikatan

      

(36)

  21 

a. perikatan adalah isi perjanjian

b. perikatan merupakan pengertian yang abstrak

c. bersegi satu, hal ini berarti belum tentu menimbulkan akibat hukum

karena hak salah satu pihak tidak dapat dituntut, tidak dapat dipaksa

pemenuhannya dan merupakan perbuatan hukum biasa.

Dalam mengkaji lebih lanjut mengenai fakta integritas dengan menggolongkannya

sebagai perjanjian sepihak dalam tulisan ini, bahwa terdapat beberapa asas – asas

yang penting dalam hukum perjanjian yaitu:12

a. Asas kebebasan berkontrak

Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang – undang. Akan tetapi, kebebasan tersebut dibatsai oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang undang – undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.

b. Asas pelengkap

Asas ini mempunyai arti bahwa ketentuan undang – undang boleh tidak diikuti apabila pihak – pihak menghendaki dan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang – undang. Asas ini hanya mengenai rumusan hak dan kewajiban para pihak.

c. Asas konsensual

Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai kata sepakat (konsensus) antara pihak – pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum.

d. Asas obligatoir

Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak – pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum mengalihkan hak milik. Hak milik baru beralih apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu melalui penyerahan (levering).

Dengan pengertian perusahaan yang tercantum pada Permendag Nomor 20/

M-DAG/ PER/ 4/ 2014, bahwa perusahaan adalah setiap bentuk usaha perseorangan

      

(37)

  22 

atau badan usaha yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan berkedudukan di

wilayah Negara Republik Indonesia, baik yang berbentuk badan hukum atau

bukan badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan minuman

beralkohol, dalam penelitian ini penulis menggunakan teori – teori badan hukum

untuk mengetahui hakikat badan hukum yang mempunyai hak – hak dan

kewajiban – kewajiban. Menurut Titik Triwulan Tutik, teori – teori badan hukum

sebagai berikut:13

• Teori Fictie

Menurut teori ini badan hukum itu semata – semata buatan negara saja. Hanyalah fictie yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menghidupkannya dalam bayangan sebagai subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti orang.

• Teori Harta Kekayaan Bertujuan (doel vermogenstheorie)

Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun teori ini, ada kekayaan (vermogen) yang bukan merupakan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan itu terikat pada tujuan tertentu.

• Teori Organ (Organnen Theory) dari Otto’van Gierke

Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Tetapi badan hukum adalah suatu organisme yang riil, yang menjelma sungguh – sungguh dalam pergaulan hukum, yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat – alat yang ada padanya.

• Teori Pemilikan Bersama (Propriete Collectief Theory)

Propriete Collectief Theory disebut juga Gezammenlijke Eigendoms Theori. Menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban orang – orang didalam badan tersebut secara bersama – sama. Kekayaan badan hukum adalah kepunyaan bersama – sama anggotanya.

• Teori Kenyataan Yuridis (Juridische Realiteitsleer Theorie)

Teori ini menyatakan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realiteit, konkret, riil, walaupun tidak bisa diraba, bukan khayal, tetapi merupakan kenyataan yuridis. Teori ini mengutamakan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia terbatas sampai pada bidang hukum saja.

      

(38)

  23 

1.8.Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah segala aktifitas seseorang untuk menjawab

permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktis, baik yang bersifat

asas- asas hukum, norma – norma hukum yang hidup dan berkembang dalam

masyarakat yang berkenaan dengan kenyataan hukum dalam masyarakat.14

Untuk Penelitian ini menggunakan metode yaitu melalui:

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif, berawal dari adanya ketidakselarasan dalam norma

peraturan perundang – undangan yang menyebabkan peraturan perundang

– undangan tersebut menjadi konflik norma. Menurut Peter Mahmud

Marzuki,15

“Penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip – prinsip hukum, maupun doktrin – doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. ...penelitian hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi...”.

Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum

yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tersier yang akan menunjang penelitian ini sebagai karya

tulis ilmiah yaitu skripsi.

      

(39)

  24 

1.8.2 Jenis Pendekatan

Dalam penulisan karya tulis ilmiah untuk skripsi ini, dirasakan perlu

untuk menggunakan pendekatan masalah agar tercermin sebagai karya ilmiah.

Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah

pendekatan analisis konsep hukum (analitical & conceptual approach) dan

pendekatan perundang – undangan (the statute approach). Pendekatan

Konseptual dengan menelaah aturan – aturan hukum yang ada terhadap

permasalahan toko modern jenis minimarket dalam melakukan kegiatan

penjualan minuman beralkoohol golongan A.

Pendekatan undang – undang (statute approach) dilakukan dengan

menelaah semua undang – undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan

isu hukum yang sedang ditangani.16 Pendekatan analisa konsep hukum

digunakan untuk meneliti mengenai konsep daripada perlindungan hukum

terhadap pelaku usaha minimarket sedangkan pendekatan perundang –

undangan digunakan untuk meneliti ketentuan – ketentuan yang mengatur

mengenai toko modern dan minuman beralkohol.

1.8.3 Sumber bahan hukum

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji menyatakan bahwa dalam

penelitian hukum normatif bahan – bahan hukum yang dapat digunakan

yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum

tersier.17 Peter Mahmud Marzuki menjelaskan sebagai berikut:18

      

16 Peter Mahmud Marzuki, 2010, op.cit, h. 93.

17 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13

(40)

  25 

1. Sumber bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya memiliki otoritas, yang terdiri dari perundang –

undangan, catatan – catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang – undangan.

2. Sumber bahan hukum sekunder adalah berupa semua publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan dokumen – dokumen resmi

meliputi buku – buku teks, kamus – kamus hukum, dan jurnal – jurnal

hukum.

3. Sumber bahan hukum tersier adalah merupakan bahan yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder; contohnya adalah ensiklopediam indeks

kumulatif dan seterusnya.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Untuk menunjang penelitian penulisan skripsi ini, maka teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi

dokumentasi yang difokuskan terhadap bahan – bahan hukum primer

maupun bahan – bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan toko

modern dan minuman beralkohol.

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum

Sebelum melakukan pengolahan dan menganalisa, mengumpulkan

bahan – bahan hukum yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya

melalui metode deskriptif kualitatif, pengolahan data dilakukan dengan

(41)

  26 

kepustakaan dan studi ketentuan – ketentuan yang mengatur toko modern

dan jenis barang yang dapat diperjualbelikan termasuk minuman

beralkohol, untuk selanjutnya dibahas dan disajikan secara kualitatif dalam

uraian yang mendalam dan sistematis sebagai suatu karya tulis ilmiah yang

(42)

26 

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN

MINUMAN BERALKOHOL

2.1.Pengertian Toko Modern

Pembangunan nasional di bidang ekonomi disusun dan dilaksanakan

untuk memajukan kesejahteraan umum melalui pelaksanaan demokrasi ekonomi

dengan prinsip kebersamaan dan efisiensi keadilan, serta dengan menjadi

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.Pada pasar modern tidak

ditemukan penawaran barang, tidak ada percakapan antara pembeli dengan

penjual akan harga yang diinginkan. Harga telah ditentukan dan tidak ada tawar

menawar, maka oleh sebab itu tempat jual beli bentuk ini dikatakan sebagai toko

modern karena mekanisme penawaran dan pembelian telah ditentukan dengan

label – label harga sepihak dari pemilik toko. Hadirnya toko modern masih

menimbulkan kontroversial di kalangan masyarakat, ada yang menganggap

mengganggu kepentingan masyarakat tertentu dan kalangan pengusaha kecil

namun ada yang mendukungnya. Hukum merupakan kunci keberhasilan

pembangunan ekonomi, memberikan kepastian terhadap subyek dan obyek hukum

dalam setiap kegiatan ekonomi. Dengan berubahnya sistem ekonomi Indonesia

dari sistem ekonomi tertutup menjadi sistem ekonomi terbuka, maka pasar sebagai

tempat transaksi para penjual dan pembeli barang atau jasa tidak lagi terbatas pada

lokasi dan teritorialnya, tetapi sudah merupakan jaringan. Bagi pelaku usaha besar

yang mempunyai jaringan yang luas, mempunyai modal besar bersaing dipasar

(43)

  27

Pengaturan pasar modern di Indonesia diatur pada Perpres Nomor 112

Tahun 2007. Perpres tersebut diterbitkan karena semakin berkembangnya toko

modern yang merambah daerah perdesaan, dan merubah peran dan fungsi pasar

tradisional. Perpres ini dilatarbelakangi bahwa semakin berkembangnya usaha

perdagangan eceran dalam skala kecil dan menengah, usaha perdagangan eceran

modern dalam skala besar, maka pasar tradisional perlu diberdayakan agar dapat

tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat serta

saling menguntungkan dan untuk membina pengembangan industri dan

perdagangan barang dalam negeri serta kelancaran distribusi barang, perlu

memberikan pedoman bagi penyelenggaraan pasar tradisional dan toko modern.

Pengertian toko modern menurut Pasal 1 angka 5 Perpres Nomor 112 Tahun 2007

adalah “toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang

secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, department store,

hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan”. Setiap toko modern

wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar serta jarak

antara toko modern dengan pasar tradisional yang telah ada, serta mewujudkan

norma – norma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan dalam

hubungan antara pemasok barang dengan toko modern serta pengembangan

kemitraan dengan usaha kecil, sehingga tercipta tertib kegiatan usaha dan

keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, toko modern dan konsumen. Di

luar itu perkembangan toko modern di Indonesia, terutama pedagang pengecer

telah merambah wilayah – wilayah perdesaan. Tidak sedikit wilayah perdesaan di

(44)

  28

modern. Realitas yang terjadi di wilayah perdesaan ini memiliki pola yang agak

berbeda dengan kenyataan yang ada di wilayah perkotaan. Pada wilayah

perkotaan, pilihan rasional konsumen dalam berbelanja di toko modern lebih

dikarenakan faktor harga, kenyamanan tempat berbelanja dan jaminan atas

kualitas barang yang dibeli, tetapi di jika di perdesaan juga disebabkan oleh

preferensi lainnya, terutama keinginan masyarakat turut merasakan dampak

modernisasi.

Untuk menindaklanjuti ketentuan Perpres Nomor 112 Tahun 2007,

diterbitkan Permendag Nomor 53 Tahun 2008 yang telah digantikan oleh

Permendag Nomor 70 Tahun 2013 tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan

Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

2.1.1 Regulasi Bagi Toko Modern

Persaingan toko modern saat ini bisa dikatakan sebagai persaingan

global, dimana toko modern dihadapkan dengan perusahaan asing yang membuka

cabang toko modern di Indonesia. Apalagi perkembangan toko modern

mendorong pertumbuhan sub sektor perdagangan dalam sektor perdagangan,

hotel, dan restoran, sehingga dapat mendorong pertumbuhan Produk Domestik

Regional Bruto atau PDRB suatu wilayah. Dorongan pertama dari terbitnya

kebijakan yang cenderung berpihak pada pelaku usaha besar dibandingkan

(45)

  29

saat ini berada pada taraf yang memprihatinkan, yaitu ketika hukum bukan saja

tidak efektif, melainkan juga sering menimbulkan permasalahan baru.19

Toko modern berkembang menjadi industri dan tidak hanya dilakukan oleh

pelaku usaha di satu lokasi. Pelaku usaha toko modern bermunculan dengan

menawarkan tidak hanya ketersediaan barang, tetapi juga menyangkut berbagai

hal yang terkait dengan aspek psikologis konsumen. Misalnya menyangkut aspek

kebersihan, kenyamanan, bahkan juga menyangkut nama toko modern dicoba

ditanamkan di kalangan konsumen, seperti tempat barang murah dengan kualitas

bagus, bergengsi dan sebagainya. Kecenderungan ini merupakan sebuah hal yang

tidak dapat dihindari lagi dalam perkembangan toko modern pada saat ini.

Peningkatan pendapatan masyarakat serta munculnya kemajuan di berbagai

bidang menjadi salah satu penyebabnya, yang menjadikan segmen konsumen toko

modern tumbuh beraneka ragam. Kebijakan menjalankan perekonomian serta

sektor – sektor usaha tertentu pemerintah berkepentingan untuk memperhatikan

apa yang dibutuhkan oleh masyarakat maupun pelaku usaha dalam melakukan

kegiatan ekonomi. Pemerintah berkepentingan untuk mengatur kehidupan

ekonomi berlandaskan Pancasila, yang memiliki kewajiban dengan mengatur

kegiatan – kegiatan usaha yang berpotensi merugikan masyarakat dalam suatu

peraturan perundang – undangan.

Perkembangan toko modern yang sangat pesat, diawali dengan kebijakan

yang mendukung liberalisasi ritel, antara lain diwujudkan dalam bentuk

mengeluarkan kegiatan usaha ritel dari daftar negatif bagi penanaman modal di

      

(46)

  30

Indonesia. Kebijakan ini dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun

2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka

Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal dan Keputusan Presiden

Nomor 118 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha

Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal. Kebijakan

tersebut telah menyebabkan tidak adanya lagi pembatasan kepemilikan dalam

industri ritel. Setiap pelaku usaha yang memiliki modal cukup untuk mendirikan

perusahaan ritel di Indonesia, maka dapat segera melakukannya. Akibatnya,

pelaku usaha di industri ini terus bermunculan. Hal ini yang kemudian menjadi

bertentangan dengan asas kebijakan perdagangan berdasarkan kepentingan

nasional. Regulasi mengenai toko modern berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1)

Perpres Nomor 112 Tahun 2007 yaitu; “Lokasi pendirian Pusat Perbelanjaan dan

Toko Modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/

Kota, termasuk Peraturan zonasinya”.

Pada Pasal 4 ayat (1) Perpres Nomor 112 Tahun 2007 mengatur ketentuan

pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib:

a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar Tradisional, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan;

b. Memperhatikan jarak antara Hypermarket dengan Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya;

(47)

  31

d. Menyediakan fasilitas yang menjamin Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.

Untuk menindaklanjuti Pasal 4 ayat (1) Perpres Nomor 112 Tahun 2007,

pedoman mengenai pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern diatur melalui

Permendag Nomor 53/ M-DAG/ PER/ 12/ 2008 tentang Pedoman Penataan dan

Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pada Pasal 3

Permendag Nomor 53/ M-DAG/ PER/ 12/ 2008 mengatur ketentuan pendirian

Toko Modern sebagai berikut:

(1) Pendirian Pasar Tradisional atau Pusat Perbelanjaan atau Toko Modern selain Minimarket harus memenuhi persyaratan ketentuan peraturan perundang – undangan dan harus melakukan analisa kondisi ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar Tradisional dan UMKM yang berada di wilayah bersangkutan.

(2) Analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Tradisional dan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan;

b. Tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga;

c. Kepadatan penduduk;

d. Pertumbuhan penduduk;

e. Kemitraan dengan UMKM lokal;

f. Penyerapan tenaga kerja lokal;

g. Ketahanan dan pertumbuhan Pasar Tradisional sebagai sarana UMKM lokal;

h. Keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sudah ada;

i. Dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara

Hypermarket dengan Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya;

dan

(48)

  32

Pada Pasal 3 ayat (10) memberikan ketentuan pendirian Minimarket diutamakan

untuk diberikan kepada pelaku usaha yang domisilinya sesuai dengan lokasi

Minimarket tersebut.

Dengan pertumbuhan usaha Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko

Modern yang semakin meningkat perlu diikuti dengan peningkatan kepastian

usaha dan tertib usaha, untuk mengoptimalkan penataan dan pembinaannya perlu

mengatur kembali ketentuan Permendag Nomor 53/ M-DAG/ PER/ 12/ 2008

dengan mencabut dan digantikan Permendag Nomor 70/ M-DAG/ PER/ 12/ 2013.

Dalam Permendag Nomor 70/ M-DAG/ PER/ 12/ 2013 dicantumkan pada Pasal 1

angka 1 bahwa;

“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

Dalam hal pendirian Toko Modern terdapat perubahan regulasi yang mendasar

pada Pasal 3 Permendag Nomor 70/ M-DAG/ PER/ 12/ 2013 yaitu sebagai

berikut:

(1) Jumlah Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, serta jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dengan Pasar Tradisional atau toko eceran tradisional ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.

(2) Pendirian Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(49)

  33

a. tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduk dimasing – masing daerah sesuai data sensus Badan Pusat Statistik tahun terakhir;

b. potensi ekonomi daerah setempat;

c. aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas);

d. dukungan keamanan dan ketersediaan infrastruktur;

e. perkembangan pemukiman baru;

f. pola kehidupan masyarakat setempat; dan/ atau

g. jam kerja Toko Modern yang sinergi dan tidak mematikan usaha toko eceran tradisional di sekitarnya.

Permendag Nomor 70/ M-DAG/ PER/ 12/ 2013, sangat mendukung

liberalisasi ritel dengan memberikan peluang kepada pelaku usaha yang bermodal

besar melalui Pasal 4 bahwa Pelaku Usaha dapat mendirikan Pusat Perbelanjaan

dan Toko Modern yang berdiri sendiri dan/ atau Toko Modern yang terintegrasi

dengan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan atau bangunan/ kawasan lain. Selain

mengintegrasikan dengan Pasar Tradisional, Pelaku Usaha dapat mendirikan

outlet/ gerai Toko Modern yang dimiliki dan dikelola sendiri (company owned

outlet) paling banyak 150 (seratus lima puluh) outlet/ gerai. Dalam hal Pelaku

Usaha telah memiliki Toko Modern sebanyak batas maksimal kepemilikan gerai

dan akan melakukan penambahan wajib melakukan kemitraan dengan Usaha

Mikro Kecil dan Menengah dengan pola perdagangan umum dan/ atau Waralaba.

2.1.2 Jenis dan Perbedaan Toko Modern.

Dilihat dari bentuk hukumnya, beberapa toko modern diklasifikasikan

menjadi perusahaan badan hukum dan perusahaan bukan badan hukum.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif dimana metode ini digunakan untuk melihat dan menafsirkan

Proses pembuatan bets-bets yang digunakan dalam uji stabilitas hendaklah identik dengan bets skala komersial , mempunyai kualitas yang sama dalam hal spesifikasi dengan bets yang

Banyaknya bintang sepak bola dunia yang bermunculan dari berbagai klub di dunia, membuat sebagian masyarakat khususnya yang hobi dengan olah raga ini ingin mendapatkan informasi

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyediaan yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elekronik Kementerian Ketenagakerjaan ( LPSE ) dan memenuhi persyaratan.

Tulisan ilmiah ini bertujuan untuk membuat suatu klip animasi 3 dimensi dengan menggunakan kolaborasi antara 3Ds MAX 5.0 dan Maya 6.5 Unlimited sebagai suatu tehnologi dalam

Peraturan Presiden republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;4.

Sistem Pakar adalah suatu cabang dari kecerdasan buatan yang menggunakan pengetahuan â pengetahuan khusus yang dimiliki oleh seorang pakar, untuk menyelesaikan suatu masalah

Dalam upaya mengurangi ke- tergantungan pada daerah pemerintah pusat dalam hal keuangan daerah un- tuk pembiayaan pembangunan, hal- hal menarik yang bisa dilakukan ada- lah