Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat derajat stress yang terjadi pada siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung. Jumlah seluruh responden adalah sebanyak 40 orang. Penelitian ini bersifat kuantitatif, data diperoleh dari kuesioner dan wawancara pada siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur derajat sress disusun berdasarkan teori Lazarus (1984). Alat ukur derajat stress terdiri 40 item berdasarkan tiga aspek yaitu gangguan kesehatan, gangguan psikis, dan gangguan tingkah laku. Item-item ini divalidasi dengan SPSS13.0 Spearman’s Rho dengan hasil berkisar 0.322 hingga 0.769 dan reliabilitas diukur menggunakan SPSS 13.0 Alpha Cronbach dengan hasil 0.944. Kemudian data yang diperoleh dimasukkan pada kategori derajat stress yang telah ditentukan.
Teknik penarikan sample yang digunakan adalah purposive sampling dimana sampel ditentukan berdasarkan tujuan penelitian pada. Teknik analisis data dilakukan dengan metode distribusi frekuensi. Data mengenai frekuensi gangguan kesehatan, psikologi, dan tingkah laku yang telah diolah di tabulasi silang dengan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat stress.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……….. i
LEMBAR PENGESAHAN ………....ii
ABSTRAK ………. iii
KATA PENGANTAR ……… iv
DAFTAR ISI ………..vii
DAFTAR SKEMA ………..xi
DAFTAR TABEL ……….. xii
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….…….1
1.2 Identifikasi Masalah …..………...8
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………8
1.3.1 Maksud Penelitian ………... 1.3.2 Tujuan Penelitian ………... 1.4. Kegunaan Penelitian ………...8
1.4.1 Kegunaan Teoritis ………....8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Stress ………....20
2.1.1 Teori Stress dari Lazarus ………..24
2.1.2 Teori tentang Penilaian Kognitif ………..26
2.1.3 Proses Penilaian Kognitif ...………..28
2.1.4 Dampak Stress…………. ……….33
2.2 Remaja .………...33
2.2.1 Batasan Remaja ………33
2.2.2 Ciri-ciri Remaja ………34
2.2.3 Tahap Perkembangan Remaja ………..34
2.2.4 Teori Kognitif Tahap Remaja ………..35
2.2.5 Persamaan dan Perbedaan Gender ………...36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Prosedur Penelitian ………...37
3.2 Bagan Rancangan Penelitian ………...37
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……….38
3.3.1 Variabel Penelitian ………...38
3.3.2 Definisi Konseptual ………..38
3.3.3 Definisi Operasional………...38
3.4 Alat Ukur ……… 39
3.4.1 Kuesioner ……….39
3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ………42
3.4.4 Uji Coba Alat Ukur ………..42
3.4.4.1 Validitas Alat Ukur………43
3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur………44
3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ………44
3.5.1 Populasi Sasaran ………..44
3.5.2 Karakteristik Populasi ………..45
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ………45
3.6 Teknik Analisis Data ………..45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ………..47
4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………47
4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ………48
4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Derajat Stress ……….…48
4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Frekuensi Gangguan Kesehatan, Psikologis, dan Tingkah Laku ……….49
4.1.4.1 Gangguan Kesehatan ………49
4.1.4.2 Gangguan Psikologis ………50
4.1.4.3 Gangguan Tingkah Laku ………..51
4.1.5.1 Gangguan Kesehatan ………52
4.1.5.2 Gangguan Psikologis ………53
4.1.5.3 Gangguan Tingkah Laku ………..54
4.1.6 Gangguan- gangguan yang Paling Sering Muncul ………..55
4.1.7 Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress yang dialami dengan Jenis Kelamin ……….57
4.1.8 Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress dengan Usia Responden ………..58
4.1.9 Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress dengan Faktor yang Mempengaruhi Derajat Stress ……….59
4.2 Pembahasan ……….68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….78
5.2 Saran ………...80
5.2.1 Saran Teoritis ………...80
5.2.2 Saran Praktis ………81
DAFTAR PUSTAKA ………..xvi
DAFTAR RUJUKAN ………...……..xvii
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Kisi-Kisi Alat Ukur Derajat Stress ……….39
Tabel 3.2 Tabel Skor Item Derajat Stress ……….40
Tabel 3.3 Tabel Kriteria Validitas ……….43
Tabel 3.4 Tabel Kriteria Reliabilitas ……….44
Tabel 4.1 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………47
Tabel 4.2 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Usia ………48
Tabel 4.3 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Derajat Stress ……….48
Tabel 4.4 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Frekuensi Gangguan Kesehatan ……….49
Tabel 4.5 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Gangguan Psikologis …….50
Tabel 4.6 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Gangguan Tingkah Laku ...51
Tabel 4.7 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress Dengan Gangguan Kesehatan ………52
Tabel 4.8 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress dengan Gangguan Psikologis ………...53
Tabel 4.9 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat Stress dengan Gangguan Tingkah Laku ………...54
Tabel 4.10 Tabel Gambaran Gangguan-Gangguan yang Paling Sering Muncul ..55
Tabel 4.12 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Crosstabs antara Derajat
Stress yang Dialami dengan Usia Responden ……….58 Tabel 4.13 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan
Pemilihan Kelas Akselerasi ………...59 Tabel 4.14 Tabel Gambaran Crosstabs antara Derajat Stress dengan Peluang
Siswa akan Dimarahi oleh Orangtua Apabila Mendapatkan Nilai
Jelek ………60
Tabel 4.15 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan
Pujian yang Didapatkan dari Orangtua Saat Mereka Lulus Seleksi
Penerimaan Siswa ………...61 Tabel 4.16 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan
Peluang Orangtua Mereka Mengajak Liburan saat Liburan Sekolah..62
Tabel 4.17 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan
Sekolah yang Memberikan Fasilitas Pennjang Belajar Siswa ………63 Tabel 4.18 Tabel Gambaran Responden Crossstabs antara Derajat Stress dengan
Guru Lebih Memperhatikan Siswa Akslerasi dibanding Siswa
Reguler ………...64
Tabel 4.19 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan
Teman Responden Selalu Membantu Responden Ketika Mengalami
Kesulitan Dalam Memahami Materi ………..65 Tabel 4.20 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan
Perasaan Responden Bahwa Teman Sekelas Responden adalah
Tabel 4.21 Tabel Gambaran Responden Crosstabs antara Derajat Stress dengan
Perasaan Senang Responden dalam Berteman dengan Teman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Kuesioner Data Pribadi
Lampiran II
: Kuesioner Derajat Stress
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang
menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan
sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang
dengan kemajuan teknologi dan informasi. Selain itu dibutuhkan individu yang
mampu menangani berbagai masalah yang dihadapi secara efektif dan tepat.
Dalam hal ini, maka yang menjadi perhatian dalam menghadapi kemajuan zaman,
teknologi, dan informasi adalah faktor sumber daya manusia yang berkualitas dan
hal ini harus didukung oleh pendidikan yang berkualitas pula.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada umumnya bersifat klasikal,
yang artinya guru menggunakan metode pengajaran dengan ceramah, dan metode
ini menuntut guru untuk lebih aktif daripada siswa, serta semua siswa di dalam
kelas diperlakukan sama. Salah satu kelemahan yang tampak dari metode
pendidikan yang bersifat klasikal adalah tidak terakomodasinya kebutuhan
individual siswa yang pada dasarnya tidak sama dalam hal inteligensi, bakat, dan
minatnya. Siswa yang relatif lebih cepat menangkap pelajaran cenderung tidak
terlayani secara baik sehingga potensi yang dimiliki tidak tersalurkan dan
berkembang secara optimal. Siswa yang mampu menangkap pelajaran lebih cepat
2
penyampaian materi yang diberikan guru terlalu lambat, sehingga siswa tersebut
akan merasa terlalu santai dan kurang memperhatikan pelajaran, bahkan mungkin
saja siswa tersebut mengganggu teman–teman yang lainnya. (http//
duniapendidikanindonesia.com).
Akselerasi, pertama kali dikemukakan oleh Pressy, yaitu kemajuan
program pendidikan pada tingkat kecepatan atau usia yang lebih muda dari yang
sesuai dengan kebiasaan. Program akselerasi yaitu suatu dimana siswa diberi
kesempatan menyelesaikan masa studinya lebih cepat dari program reguler dan
diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bernalar
secara komprehensif, optimal, dan mengoptimalkan kreativitasnya (http//
duniapendidikanindonesia.com).
Menurut wawancara dengan guru SMA X Kota Bandung, siswa akselerasi
memang memiliki beban yang lebih berat karena kurikulum yang diberikan jauh
lebih banyak daripada siswa reguler. Sistem degradasi dan pengaruh lingkungan,
seperti interaksi siswa terhadap teman sebayanya maupun interaksi siswa dengan
para guru, menjadi stressor pada siswa akselerasi. Penyebab stress itu sendiri
salah satunya adalah guru memandang siswa akselerasi sebagai siswa yang lebih
unggul dibandingkan siswa reguler, sehingga muncul perbedaan perlakuan guru
terhadap siswa akselerasi dan reguler. Guru mengharapkan siswa akselerasi dapat
menjadi contoh bagi siswa reguler. Perlakuan guru ini, membuat siswa kelas
reguler merasa bahwa siswa kelas akselerasi lebih eksklusif dan pada akhirnya
siswa akselerasi dijauhi oleh teman sebayanya yang ada di kelas reguler. Tekanan
3
mereka menutup diri dari lingkungan bahkan beberapa siswa akselerasi berkata
pada Guru Konseling bahwa saat mereka berada ditengah-tengah siswa reguler,
mereka merasa sangat gugup, berkeringat dingin, bahkan merasa pusing.
Dalam survei awal yang dilakukan, hasil wawancara singkat pada salah
seorang siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung mengatakan bahwa ST
memilih program akselerasi karena keinginannya sendiri. Hal ini disebabkan
karena saat duduk dikelas 1 reguler, ST merasa bahwa kegiatan belajar mengajar
di kelas tersebut terlalu lambat sehingga ST merasa bosan. Dan saat mulai masuk
di kelas akselerasi, ST baru merasa bahwa sistem belajarnya sesuai dan lebih
bersemangat dalam belajar. Namun ST merasakan tantangan yang dirasakan
adalah saat akan menghadapi ujian, dimana apabila terdapat nilai dibawah 70
siswa akan diminta untuk remedial, dan apabila hasil remedial masih dibawah 70
siswa akan dikeluarkan dari kelas akselerasi. Hal ini membuat sebagian besar
siswa yang akan menghadapi remedial cukup tertekan, ST seringkali menjadi
lebih gampang marah saat persiapan ujian berlangsung. ST merasa sangat
bersalah apabila tidak mendapatkan nilai baik karena sudah banyak uang, waktu
serta tenaga yang dikorbankan selama duduk di kelas akselerasi. Bahkan setiap
sehari sebelum remedial berlangsung, biasanya ST akan mengalami gangguan
pencernaan seperti sakit perut secara tiba-tiba dan keluar masuk toilet. Hal ini ST
lakukan setiap kali ST akan menghadapi remedial.
Hal lain dipaparkan oleh AS, siswi akselerasi yang seringkali meraih
peringkat pertama di kelas akselerasi. AS memilih program akselerasi awalnya
4
setuju. Selama duduk di kelas akselerasi, AS tidak pernah mengalami kesulitan
dalam proses belajar maupun ujian. AS juga dapat menjalin hubungan pertemanan
yang akrab saat bersama dengan teman–teman di kelas akselerasi. Sebaliknya,
saat AS harus mengikuti retret yang diadakan di sekolah yang mengharuskan AS
bergabung dengan murid reguler lainnya, AS merasa kesulitan untuk memulai
pembicaraan. Murid reguler yang merupakan kakak kelasnya tersebut seringkali
tidak mau menyapa dan berkelompok dengan AS. AS mengatakan bahwa guru
seringkali membandingkan siswa reguler dengan siswa akselerasi. Oleh karena
itu, siswa reguler seringkali merasa tersaingi. Saat berada ditengah-tengah siswa
reguler lainnya seperti mengikuti retret atau pengambilan nilai olahraga
gabungan, AS seringkali sakit kepala dan tidak mau berbicara dengan baik dengan
teman-temannya maupun dengan gurunya. Sakit kepala tersebut akan sembuh jika
AS kembali berkumpul bersama teman-teman akselerasinya. Saat pembagian
kamar pun tangan AS akan bekeringat dingin karena takut tidak sekamar dengan
teman-temannya.
Salah satu orangtua dari siswa akselerasi menceritakan bahwa anaknya
tersebut seringkali mengalami gangguan fisik seperti keluhan sakit kepala
belakang dan pusing setiap kali akan mengikuti ujian semester. Padahal dalam
kesehariannya anaknya tidak pernah mengeluh sakit kepala belakang. Sedangkan
dalam gejala psikis, anaknya menjadi cenderung sulit mengendalikan emosi saat
akan menghadapi ujian, menjadi lebih cepat marah ketika diberi nasehat oleh
orangtua atau diperingatkan untuk tidak terus menerus belajar hingga larut malam.
5
sering mengeluh sakit kepala dan seringkali membanting barang ketika sedang
marah.
Survei awal juga dilakukan dengan wawancara pada Ibu WN wali kelas
siswa akselerasi. Ibu WN mengatakan siswi akselerasi lebih aktif dibandingkan
siswa laki-laki. Siswi akselerasi sering menanyakan materi pelajaran yang tidak
dipahami kepada guru dan mereka juga lebih banyak mengikuti bimbingan
belajar. Selama menjalankan program akselerasi siswi lebih sering menunjukkan
gangguan ketika mengalami suatu kejadian yang tidak diharapkan, seperti nilai
yang tidak memenuhi standar, tugas yang tidak dapat diselesaikan, dan perlakuan
siswa reguler yang kurang menyenangkan. Siswi akselerasi seringkali menangis
saat mendapat nilai yang kurang baik dan menjauhkan diri mereka dari
teman-teman akselerasi lainnya. Gangguan yang muncul lebih sering dibandingkan
dengan murid akselerasi laki-laki.
Berkaitan dengan hasil wawancara dengan WG selaku wali kelas, salah
satu siswi akselerasi (AD) mengatakan seringkali AD merasa harus bekerja lebih
keras agar dapat bertahan di kelas tersebut. Terlebih lagi jumlah siswi di kelas
akselerasi lebih sedikit daripada jumlah siswanya. AD merasa siswa akselerasi
banyak yang lebih pintar, sedangkan AD harus ikut bimbingan belajar sehari dua
kali agar dapat lebih memahami materi yang diajari di kelas. Berdasarkan usaha
yang telah dilakukan oleh AD, ketika AD mendapatkan nilai yang kurang baik,
AD mengaku akan sangat merasa sedih dan seringkali berdiam diri di dalam
6
standard, WN merasa sangat kecewa dan beberapa kali kondisi fisik S menurun
dan membuat S harus istirahat di rumah karena demam tinggi yang dialami.
Data yang diperoleh dari salah satu penelitian yang berkaitan dengan
pendidikan akselerasi menjelaskan bahwa siswa akselerasi mengalami perasaan takut gagal, kaget, jenuh, merasa terbebani, dan takut tidak bisa membahagiakan
orang tua. Penyebab hal ini adalah siswa–siswa tersebut terbiasa mendapatkan nilai baik dan menjadi juara, sehingga ketika tidak menjadi juara atau kurang
menonjol di lingkungan belajar yang lebih tinggi mereka akan mengalami stress.
Peran keluarga, sekolah dan teman sebaya dapat mempengaruhi siswa dalam
merespon stress yang dialami. Apabila linkungan keluarga, sekolah dan teman
sebaya memberi dukungan positif maka stress yang dialami siswa derajatnya akan
menurun (http//www.duniapendidikan.com//penelitianpendidikanakselerasi).
Stress dapat bersumber dari dalam diri, lingkungan keluarga, teman
sebaya, dan masyarakat. Beberapa siswa yang mengikuti akselerasi karena
keinginan orangtua dan mengatakan bahwa anak–anak tersebut ikut program
akselerasi hanya ingin tahu seberapa besar kemampuan mereka dan menjajal
suatu hal yang baru, namun motivasi terbesar tetap datang dari orang tua yang
sangat mengharapkan anak–anak tersebut bisa menjadi siswa akselerasi. Stress
yang muncul dari dalam diri individu merupakan penilaian dari kekuatan
motivasional yang melawan dan bila seseorang mengalami konflik
(Sarafino,2007).
Menurut Lazarus (1984), stress merupakan suatu bentuk interaksi antara
7
melampaui kemampuan yang dimiliki, serta mengancam kesejahteraan diri.
Secara mendasar, stress dapat diartikan sebagai reaksi fisik dan psikis yang
bersifat individual terhadap tuntutan yang mencapai atau melebihi kemampuan
individu. Kegagalan siswa akselerasi dalam memperoleh nilai yang baik, prestasi
yang cemerlang, dan lainnya dapat menjadi stressor dan mengancam
kesejahteraan diri siswa akselerasi tersebut. Berdasarkan teori yang dikemukakan
oleh Lazarus (1984 ), apabila derajat stress meningkat maka individu akan merasa
tidak nyaman dengan kehidupannya dan dapat mengakibatkan gangguan fisik,
gangguan psikologis, dan gangguan tingkah laku.
Dampak dari stress yang dialami setiap siswa akselerasi berbeda–beda.
Dilihat dari segi akademis, siswa dengan derajat stress yang tinggi mengalami
penurunan nilai yang cukup drastis dan siswa akselerasi seringkali mendapatkan
nilai yang kurang baik pada tugas-tugas yang diberikan. Dari segi penyesuaian
sosial, siswa akselerasi menjadi kurang mampu menjalin hubungan akrab dengan
siswa reguler lainnya. Begitu pula dari segi psikologis, siswa akselerasi menjadi
sulit mengendalikan emosi dan lebih menutup diri dari lingkungan.
Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar
derajat stress yang dialami oleh siswa akselerasi di SMA “ X “ Kota Bandung.
Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan informasi pada
semua pihak khususnya orang tua dan lingkungan sekolah siswa akselerasi, agar
dapat menyeimbangkan semua aspek kehidupan agar tidak terjadi stress yang
8
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan penelitian ini, ingin diketahui seberapa besar derajat stress
yang dialami oleh siswa akselerasi di SMA “ X “ Kota Bandung.
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Untuk memperoleh gambaran mengenai derajat stress pada siswa
akselerasi di SMA “X” Kota Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Untuk memperoleh gambaran mengenai ada tidaknya keterkaitan antara
derajat stress dengan faktor penunjang pada siswa akselerasi di SMA “X” Kota Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
1. Memberikan pemahaman teori yang lebih mendalam mengenai derajat
stress pada siswa Akselerasi di SMA “X” Kota Bandung kepada
mahasiswa-mahasiswi yang sedang mempelajari bidang ilmu kajian
Psikologi Klinis dan Psikologi Pendidikan.
2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian
9
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Memberikan informasi kepada mahasiswa yang akan mengontrak mata
kuliah Usulan Penelitian selanjutnya yang akan meneliti derajat stress
pada siswa akselerasi.
2. Membantu siswa akselerasi untuk dapat menilai sumber yang ada didalam
diri sehingga mampu menilai stressor yang dialami.
3. Memberikan informasi pada orangtua dan guru agar lebih mengenal situasi
yang dihadapi siswa selama menempuh program studi akselerasi, sehingga
mampu ikut serta dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh siswa
akselerasi
1.5 Kerangka Pemikiran
Penyeleksisan siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung diawali dengan
menjaring siswa yang meraih peringkat 10 besar saat kelulusan SMP. Siswa yang
meraih 10 besar saat kelulusan SMP ini akan diikutsertakan dalam penyeleksian
akselerasi. Siswa yang lulus seleksi program pendidikan akselerasi tetap diberi
kebebasan untuk memilih apakah akan tetap mengikuti program akselerasi atau
tidak. Sebagian siswa memilih program akselerasi karena keinginan sendiri dan
sebagian siswa lainnya memilih program akselerasi karena tuntutan dari orang
tua. Siswa akan diberi materi pembelajaran dalam kurun waktu lebih cepat
daripada sistem pemberian materi yang dilakukan di kelas reguler. Siswa
akselerasi dapat menyelesaikan studinya di SMA dalam waktu 2 tahun. Setiap
10
tingkat ini, siswa yang memperoleh nilai total keseluruhan pelajaran dibawah
standar yang telah ditetapkan, akan diberi kesempatan untuk perbaikan nilai
(remedial) namun apabila setelah remedial nilai yang diperoleh masih dibawah
standar, siswa dinyatakan tidak lulus dan kembali menempuh pendidikan di kelas
reguler.
Selama siswa akselerasi menempuh program studi di kelas akselerasi,
siswa seringkali dihadapkan pada permasalahan-permasalahan. Permasalahan
tersebut ada yang berasal dari dalam diri dan luar diri. Masalah dari dalam diri,
dapat berupa keinginan untuk selalu mendapatkan nilai terbaik, perasaan bersalah
apabila tidak dapat menyelesaikan tugas tepat waktu, kemampuan adaptasi, dan
lain sebagainya. Sementara itu, permasalahan dari luar diri seperti metode
pengajaran yang berbeda dengan metode pengajaran saat mereka berada di kelas
reguler, interaksi siswa akselerasi dengan siswa reguler, tugas yang terlalu
banyak, dan lain sebagainya.
Meskipun situasi yang penuh dengan permasalahan ini dialami oleh siswa
akselerasi selama berada di kelas akselerasi relatif sama, namun penghayatan
siswa terhadap situasi tersebut berbeda-beda. Perbedaan penghayatan siswa
akselerasi terhadap situasi yang di hadapi terkait dengan penilaian yang dilakukan
oleh siswa. Seperti pendapat Lazarus (1984) yang menyebutkan bahwa stress
bersifat individual karena setiap individu memiliki penilaian kognitif yang
berbeda-beda. Penilaian kognitif itu memiliki beberapa tahapan yaitu Primary
11
Pada Primary Appraisal atau yang disebut juga dengan penilaian primer,
siswa akselerasi akan menilai apakah situasi yang dihadapinya selama menempuh
studi di kelas akselerasi dihayati sebagai hal yang dapat menyebabkan stress atau
tidak. Hasil dari penilaian primer dapat berupa Irrelevant, Benign-Positive, atau
Stressfull Appraisal. Penilaian primer dikatakan menghasilkan sesuatu yang
disebut Irrelevant, yaitu jika individu menghayati situasi yang dihadapinya
sebagai hal yang tidak berpengaruh dan tidak mengancam kesejahteraan dirinya.
Pada siswa akselerasi, apabila siswa menghayati situasi yang dihadapi selama di
kelas akselerasi seperti metode pengajaran yang berbeda dengan saat di kelas
reguler, persaingan antar siswa akselerasi yang lebih ketat, standar nilai ujian
yang lebih tinggi, interaksi dengan siswa reguler, tugas yang lebih berat, dan
seterusnya dianggap sebagai situasi yang tidak mengancam kesejahteraan dirinya,
berarti penilaian primer siswa menghasilkan Irrelevant.
Selain itu penilaian primer juga dapat menghasilkan sesuatu yang disebut
benign-positive apabila individu menghayati situasi yang dihadapinya sebagai hal
yang positif dan dianggap mampu meningkatkan kesejahteraan individu ke
depannya. Pada siswa akselerasi, apabila siswa menghayati situasi yang dihadapi
dikelas akselerasi sebagai hal yang positif sebagai contoh saat siswa menghayati
persaingan antar siswa akselerasi sebagai motivasi belajar untuk meningkatkan
prestasi, berarti penilaian primer siswa akselerasi menghasilkan benign-positive.
Penilaian primer juga dapat menghasilkan Stressfull Appraisal dimana
individu menghayati situasi yang dihadapi sebagai sesuatu yang mengancam atau
12
situasi yang dihadapinya selama menempuh program akselerasi sebagai hal yang
mencekam kesejahteraan dirinya, sebagai contoh metode pengajaran yang
berubah menjadi lebih cepat membuat siswa mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelajaran dan nilai ujian menjadi menurun, berarti penilaian primer
siswa menghasilkan Stressfull Appraisal.
Dalam melakukan penilaian primer, siswa akselerasi dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu Novelty atau situasi dimana siswa akselerasi tidak memiliki
pengalaman sebelumnya mengenai situasi yang akan dihadapi dikelas akselerasi,
seperti saat di kelas reguler siswa memiliki pengalaman bahwa metode pengajaran
diberikan secara klasikal dimana guru menyampaikan materi selama 2 jam dan
setelah itu akan dilangsungkan ulangan harian, sedangkan pada kelas akselerasi
metode pengajaran yang dilakukan lebih banyak dengan cara diskusi dan guru
mengharapkan siswa belajar secara mandiri kemudian setelah itu siswa akan
menghadapi ulangan harian setiap hari atau setiap akhir materi disampaikan. Hal
ini menyebabkan siswa tidak memiliki cukup bekal dalam menghadapi situasi di
kelas akselerasi.
Hal lain yang mempengaruhi hasil dari penilaian primer adalah
Predictability, atau bagaimana karakteristik lingkungan atau situasi yang sedang
dihadapi dapat dilihat, ditemukan jalan keluar saat terjadi masalah dan dapat
dipelajari. Apabila siswa akselerasi tidak mengetahui berapa standar nilai ujian
yang dinyatakan lulus di program akselerasi, bagaimana interaksi antara siswa
13
oleh guru untuk menyampaikan materi, maka penilaian siswa terhadap situasi
akan semakin berat.
Kemudian hal yang dapat mempengaruhi penilaian primer adalah Event
Uncertainty yaitu adanya berbagai macam kemungkinan yang terjadi seperti pada
siswa akselerasi, kemungkinan ulangan harian yang seringkali dilakukan setiap
akhir materi, sedangkan guru menyampaikan materi dengan durasi waktu
berbeda-beda sehingga jadwal ulangan harian tidak dapat ditentukan secara pasti.
Semakin banyak kemungkinan yang terjadi, siswa akan semakin berat menilai
situasi yang dihadapi di dalam kelas akselerasi.
Hal terakhir yang juga dapat mempengaruhi penilaian siswa terhadap
situasi yang dihadapi adalah Temporal Factors atau kondisi waktu yang ada.
Didalamnya terdapat Imminence, yaitu bagaimana siswa memprediksi seberapa
lama siswa akan menghadapi situasi di kelas akselerasi yang menimbulkan
tekanan, seperti siswa mengetahui dua minggu lagi siswa akan menghadapi ujian
akhir kenaikkan tingkat, dengan begitu siswa akan menyiapkan diri secara lebih
baik agar dapat menghadapi situasi tersebut. Hal ini membuat penilaian siswa
terhadap situasi menjadi lebih ringan. Kemudian terdapat Duration, yaitu
bagaimana kemampuan siswa akselerasi memprediksi sampai kapan siswa akan
menghadapi situasi yang ada di kelas akselerasi, seperti siswa mampu
memprediksi situasi di kelas akselerasi hanya akan siswa hadapi selama 2 tahun
dan siswa menilai 2 tahun bukanlah waktu yang lama, maka siswa akan dapat
14
Seperti yang telah dijelaskan oleh Lazarus, (1984) pada pemaparan diatas,
penilaian primer didasarkan pada penilaian subjektif individu terhadap dirinya dan
terhadap situasi yang dihadapinya. Pada siswa akselerasi, hasil dari penilaian
siswa terhadap situasi yang dihadapi di kelas akselerasi dan penilaian yang
berkaitan dengan sumber-sumber yang ada dalam diri siswa akan menyebabkan
siswa mengalami stress dengan derajat yang berbeda-beda. Derajat stress yang
terjadi dalam diri siswa akselerasi dapat ditentukan dari seberapa sering
gangguan-gangguan muncul dalam kehidupan siswa selama menempuh studi di
kelas akselerasi, baik gangguan kesehatan, gangguan psikologis maupun
gangguan tingkah laku.
Gangguan kesehatan adalah reaksi fisik yang ditunjukan oleh individu
dalam keadaan stress. Pada siswa akselerasi, gangguan kesehatan ditunjukkan dari
kondisi kesehatan yang menurun atau menjadi lebih mudah sakit maupun
terjadinya penyakit-penyakit spesifik tertentu ketika siswa berada dalam keadaan
stress seperti saat akan menghadapi ujian, nilai yang didapatkan tidak sesuai
dengan yang diharapkan, dan lain sebagainya.
Gangguan psikologis adalah reaksi kognitif dan subjektif pada individu
yang membuat individu menjadi tidak adekuat dalam mengerjakan sesuatu. Pada
siswa akselerasi, gangguan psikologis ditunjukkan dari emosi siswa menjadi labil
seperti sedih yang berkepanjangan, mudah tersinggung, menjadi mudah marah
untuk hal-hal kecil, dan lain sebagainya. Kemudian gangguan juga ditunjukkan
dari agresi siswa akselerasi menjadi lebih tinggi seperti melempar barang ketika
15
pada temannya, dan lain sebagainya. Lalu terakhir, gangguan psikologis juga
dapat ditunjukkan dari siswa merasa tertekan (underpressure) seperti depresi,
frustrasi, merasa tidak berharga dan lain sebagainya.
Gangguan terakhir adalah gangguan tingkah laku, yaitu reaksi yang
ditunjukkan dapat dilihat dan disebabkan oleh stress yang dialami. Gangguan
tingkah laku pada siswa akselerasi dapat ditunjukkan dari perubahan kebiasaan
pola makan siswa saat menghadapi situasi yang menimbulkan stress seperti saat
menyelesaikan tugas yang berat, persiapan ujian akhir tingkat, dan lain
sebagainya. Kemudian tingkah laku merokok/ mengkonsumsi obat-obatan, dan
dapat pula ditunjukkan dari tingkah laku siswa yang menghindar dari kontak
sosial seperti mengurung diri dalam kamar, tidak mau berbicara dengan
teman-teman dikelas akselerasi, dan lain sebagainya ketika siswa sedang menghadapi
situasi tidak seperti yang diharapkan seperti nilai ujian yang kurang baik, tugas
yang tidak dapat diselesaikan atau saat tidak lulus ujian seleksi tingkat.
Semakin sering terjadinya gangguan-gangguan diatas dalam kehidupan
siswa maka semakin tinggi pula derajat stress yang dialami oleh siswa tersebut
atau dapat diartikan siswa akselerasi yang memiliki derajat stress yang tinggi akan
sangat sering memunculkan tingkah laku dan emosi yang negatif dalam
menghadapi situasi selama menempuh studi di kelas akselerasi. Sedangkan siswa
akselerasi yang memiliki derajat stress yang moderat, cukup sering memunculkan
tingkah laku dan emosi yang negatif dalam menghadapi situasi di kelas akselerasi,
dan siswa yang memiliki derajat stress moderat lebih adaptif dengan keadaan
16
tinggi. Kemudian siswa akselerasi yang memiliki derajat stress rendah, akan lebih
jarang atau bahkan tidak pernah menampilkan tingkah laku dan emosi yang
negatif dibanding dengan siswa yang memiliki derajat stress moderat dan tinggi,
dan siswa akselerasi yang memiliki derajat stress rendah lebih mudah beradaptasi
dengan situasi yang akan dihadapi selama menempuh program studi akselerasi.
Selain ditentukan oleh seberapa sering individu mengalami gangguan
kesehatan, psikologis, dan tingkah laku, faktor yang mempengaruhi derajat stress
siswa adalah lingkungan keluarga dan lingkungan luar keluarga. Derajat stress
juga ditentukan dari interaksi antara individu dan lingkungan, apabila lingkungan
memberikan respon positif terhadap individu maka derajat stress individu akan
semakin rendah sebaliknya apabila lingkungan memberikan respon negatif
terhadap individu maka derajat stress individu akan semakin tinggi (Lazarus and
Folkman,1984).
Pada siswa akselerasi faktor-faktor yang mempengaruhi derajat stress
siswa antara lain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman
sebaya. Apabila lingkungan-lingkungan ini memberikan dukungan yang bersifat
positif seperti pada lingkungan keluarga, orang tua memberikan fasilitas pada
siswa untuk dapat mengikuti bimbingan belajar, orang tua memahami
keterbatasan siswa dengan tidak memberi hukuman ketika siswa mendapatkan
nilai yang kurang memuaskan, dan lain sebagainya. Maka siswa akselerasi akan
menempuh studi di kelas akselerasi di sekolah tanpa perasaan terbebani.
Selain keluarga dukungan positif bisa datang dari lingkungan sekolah
17
dengan siswa reguler sehingga siswa reguler menganggap siswa akselerasi sama
dengan mereka. Hal ini dapat membuat siswa reguler dan siswa akselerasi dapat
berhubungan baik. Guru yang peduli dengan masalah-masalah yang dialami oleh
masing-masing siswanya, dan guru bersedia memberikan waktu luang untuk
menjelaskan materi di luar jam sekolah. Sedangkan dukungan dari teman sebaya
dapat berupa, meskipun siswa akselerasi dalam pelaksanaannya saling bersaing
satu sama lain, sesama siswa bersedia membantu siswa lain yang mengalami
kesulitan dalam memahami materi, teman yang bersedia meminjamkan catatan,
dan sesama siswa akselerasi harus lebih peka ketika salah satu dari mereka sedang
19
1.6Asumsi
- Metode pengajaran yang diberikan lebih cepat tidak menjadi pemicu stress
pada siswa akselerasi namun ujian seleksi tingkat merupakan pemicu
stress utama bagi siswa akselerasi.
- Siswa akselerasi yang memiliki derajat stress yang tinggi selama
menempuh studi di kelas akselerasi disebabkan oleh siswa tersebut tidak
memiliki informasi yang jelas mengenai karakteristik program akselerasi
itu sendiri.
- Siswa akselerasi yang memiliki derajat stress tinggi akan mengalami
gangguan kesehatan, gangguan psikologis, dan gangguan tingkah laku
ketika mereka mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan yang mereka
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian maka didapat
suatu gambaran mengenai derajat stress siswa akselerasi SMA “X” di kota
Bandung dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagian besar siswa akselerasi SMA “X” di kota Bandung memiliki derajat
stress yang berada pada taraf tinggi dan moderat. Terdapat 47,5% siswa yang
memiliki derajat stress tinggi dan 47,5% siswa yang memiliki derajat stress
moderat, kemudian 5% sisanya memiliki derajat stress yang tergolong rendah.
2. Hasil ini ditunjang dengan data yang memperlihatkan seringkali muncul
gangguan-gangguan dalam kehidupan sehari-hari selama siswa menjalankan
program akselerasi. Gangguan kesehatan yang meliputi sistem kekebalan
tubuh dan munculnya penyakit spesifik tertentu. Pada gangguan psikologis
yang meliputi emosi tidak stabil, agresi, dan perasaan tertekan, serta gangguan
tingkah laku yang meliputi perubahan kebiasaan makan, merokok/
mengkonsumsi obat, dan menghindari kontak sosial.
3. Semakin sering gangguan kesehatan, psikologis, dan tingkah laku muncul
dalam kehidupan siswa akselerasi selama menempuh pendidikan akselerasi
maka akan semakin tinggi derajat stress yang dimiliki siswa tersebut, begitu
4. Pada siswa akselerasi yang memiliki derajat stress tinggi (47,5%) diketahui
tidak ada siswa akselerasi yang tidak pernah mengalami gangguan kesehatan
dan psikologis, namun masih terdapat 2,5% siswa yang tidak pernah
mengalami gangguan tingkah laku.
5. Pada siswa akselerasi yang memiliki derajat stress moderat (47,5%), tidak ada
siswa yang tidak pernah mengalami gangguan kesehatan dan gangguan
psikologis, namun pada gangguan tingkah laku terdapat 45% siswa
mengalami gangguan pada frekuensi jarang dan 2,5% siswa tidak pernah
mengalami gangguan tingkah laku.
6. Pada siswa akselerasi yang memiliki derajat stress rendah tidak ada siswa
yang pernah mengalami gangguan kesehatan. Sedangkan pada gangguan
psikologis terdapat 2,5% siswa mengalami gangguan pada frekuensi sering,
dan 2,5% siswa berada pada frekuensi jarang. Kemudian pada gangguan
tingkah laku, 2,5% siswa mengalami gangguan yang berada pada frekuensi
sering dan 2,5% siswa tidak pernah mengalami gangguan tingkah laku.
7. Situasi yang paling sering memunculkan gangguan kesehatan, gangguan
psikologis dan gangguan tingkah laku adalah ketika siswa akselerasi
mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan harapan siswa.
8. Berdasarkan dukungan keluarga, siswa yang memilih kelas akselerasi karena
tuntutan orang tua, siswa yang memiliki peluang dimarahi orang tua apabila
mendapat nilai yang kurang baik, dan siswa yang tidak diajak liburan oleh
orang tua mereka saat hari libur sekolah memiliki derajat stress tinggi.
memberikan fasilitas penunjang belajar seperti komputer dan laboratorium dan
siswa yang menganggap guru lebih memperhatikan siswa akselerasi
dibandingkan dengan siswa reguler memiliki derajat stress yang tinggi.
10.Berkaitan dengan dukungan teman sebaya, siswa yang tidak mendapatkan
bantuan dari teman ketika mengalami kesulitan memahami materi, siswa yang
menganggap teman sekelasnya adalah saingan berat, dan siswa yang tidak
merasa senang dalam berteman dengan teman sekelasnya memiliki derajat
stress yang tinggi.
5.2 Saran
Berkaitan dengan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian mengenai
derajat stress pada siswa akselerasi SMA “X” di Kota Bandung, peneliti
menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penelitian ini, maka peneliti
memandang perlu mengajukan beberapa saran.
5.2.1 Saran Teoritis
a. Dapat diteliti lebih jauh berkaitan dengan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi derajat stress pada siswa akselerasi.
b. Dapat diteliti lebih jauh berkaitan dengan sejauh mana peran dari
lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan teman sebaya
mempengaruhi derajat stress siswa akselerasi.
c. Dapat diteliti lebih spesifik gangguan-gangguan yang muncul dalam
pengukur derajat stress seseorang.
5.2.2 Saran Praktis
a. Bagi mahasiswa, khususnya yang sedang mengontrak Usulan Penelitian,
diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai derajat
stress pada siswa akselerasi.
b. Bagi orang tua dan guru siswa akselerasi, diharapkan untuk lebih
memahami situasi yang dihadapi siswa selama menempuh studi di kelas
akselerasi sehingga orang tua dapat ikut serta membantu siswa dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada.
c. Bagi siswa akselerasi, diharapkan untuk mengenali karakteristik situasi di
kelas akselerasi seperti metode pengajaran, standar nilai, interaksi antar
siswa, dan lain sebagainya sehingga siswa dapat menilai stressor yang
DAFTAR PUSTAKA
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian, Jakarta: Grasindo
Guilford, J.P 1959. Psychometric Methods 2nd Edition. New York : McGraw Hill Bool Company, Inc.
Kumar, Ranjit. 1999. Metodology Research, Sagd Publications. London.
Lazarus, Richard S. & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.
Lazarus & Monat. 1991. Stress & Coping. New York : Columbia University Press.
Sarafino. 1990. Program Belajar Anak Remaja. Solo : PT. Gramedia Pustaka.
Siegel, Sidney. 1994. Statistik Nonparametik untuk Ilmu – Ilmu Sosial : PT. Gramedia, Jakarta.
Santrock, John. 2004. Life Span Development, 9th ed, New York: McGraw Hills
Daftar Rujukan
Skripsi Aelly ( 0030044 ) Suatu penelitian mengenai hubungan antara penyesuaian sosial dengan derajat stress pada siswa akselerasi di SMP “X” kota Bandung. Skripsi. Bandung : Fakultas Universitas Kristen Maranatha.
Skripsi Jessy Priatnawati (0530199). 2010. Studi Korelasi Antara Derajat Stress Dengan Derajat Sense Of Humor Pada Mahasiswa yang Mengontrak Usulan Penelitian Di Fakultas Psikologi Universitas ”X” Bandung. Skripsi.Bandung : Fakultas Universitas Kristen Maranatha.
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2007. Panduan Penelitian Skripsi Sarjana, Ed1, rev. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung
Pendidikan Akselerasi di Indonesia. (http://en.duniapendidikan.com, diakses 21 September 2009 )