HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE
(LMX) DENGAN KOMITMEN ORGANISASI
Adella Putri Christian Lay
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi Leader member Exchange (LMX) dengan Komitmen Organisasi. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 158 karyawan dari PT B, PT. C, PT. D, dan PT. E yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu hanya karyawan yang bertemu di setiap hari kerja dengan pemimpinnya dan sudah bekerja di sebuah perusahaan selama minimal 1 tahun. Alat pengumpulan data berupa skala dimensi Leader Member Exchange (LMX), yaitu Afeksi
dengan reliabilias α = 0.918, Kontribusi α = 0.778, Loyalitas α = 0.851, dan Penghargaan Profesional α = 0.908 serta Komitmen Organisasi α = 0.936. Dikarenakan hasil penelitian pada dimensi variabel Leader Member Exchange tidak normal maka metode analisa yang digunakan adalah Spearman Rho dengan bantuan IBM SPSS versi 21. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi Leader Member Exchange memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan Komitmen Organisasi. Dimensi Afeksi dan Komitmen Organisasi memiliki α = 0.475 dengan p = 0.000, Dimensi Kontribusi dan Komitmen Organisasi memiliki α = 0.514 dengan p = 0.000, Dimensi Loyalitas dan Komitmen Organisasi memiliki
α = 0.585 dengan p = 0.000, serta Dimensi Loyalitas dan Komitmen Organisasi memiliki α = 0.585 dengan p = 0.000.
CORRELATION BETWEEN DIMENSIONS OF LEADER-MEMBER
EXCHANGE (LMX) AND ORGANIZATIONAL COMMITMENT
Adella Putri Christian Lay
ABSTRACT
This research aimed to find out the relationship between Leader Member Exchange (LMX) and Organizational Commitment. Subject of this study were included 158 employees of PT B, PT. C, PT. D, and PT. E and had been chosen by purposive sampling method, with employees who always met their leader on workdays and had worked for at least one year. Data collection tools used in this study were scale of dimension Leader Member Exchange, that are Affection with reliability α = 0.918, Contribution α = 0.778, Loyalty α = 0.851, and
α Professional Respect = 0.908 and Organizational α = 0.936. Because the result of Leader
Member Exchange’s Dimensions showed that the correlation was not normal, analysis
i
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI
LEADER-MEMBER
EXCHANGE
(LMX) DENGAN KOMITMEN ORGANISASI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Adella Putri Christian Lay NIM : 119114032
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
HUBUNGAN
EXCHANGE
(LM
Dosen Pembi
Dr. T. Priyo Widiyan
ii
SKRIPSI
GAN ANTARA DIMENSI
LEADER MEMBER
(LMX) DENGAN KOMITMEN ORGA
Disusun Oleh :
Adella Putri Christian Lay
NIM : 119114032
Telah Disetujui Oleh :
bimbing,
yanto, M.Si. Tanggal :
MEMBER
iv
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena
hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari
cukuplah untuk sehari.
Matius 6:34
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada
pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu
rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Yeremia 29:11
Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan
kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan
dibukakan bagimu.
Lukas 11:9
Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.
Lukas 1:37
I can do all things through Christ who strengthens me.
v
Proudly dedicated for,
My Savior Jesus
My Mom and Nancy
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 23 November 2015
Penulis,
vii
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI
LEADER-MEMBER
EXCHANGE
(LMX) DENGAN KOMITMEN ORGANISASI
Adella Putri Christian Lay
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi
Leader member Exchange (LMX) dengan Komitmen Organisasi. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 158 karyawan dari PT B, PT. C, PT. D, dan PT. E yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling,yaitu hanya karyawan yang bertemu di setiap hari kerja dengan pemimpinnya dan sudah bekerja di sebuah perusahaan selama minimal 1 tahun. Alat pengumpulan data berupa skala dimensi Leader Member Exchange (LMX), yaitu Afeksi dengan reliabilias α = 0.918, Kontribusiα= 0.778, Loyalitasα= 0.851, dan Penghargaan Profesionalα = 0.908 serta Komitmen Organisasiα= 0.936. Dikarenakan hasil penelitian pada dimensi variabel Leader Member Exchange tidak normal maka metode analisa yang digunakan adalah Spearman Rho dengan bantuan IBM SPSS versi 21. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensiLeader Member Exchange memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan Komitmen Organisasi. Dimensi Afeksi dan Komitmen Organisasi memilikiα= 0.475 dengan p = 0.000, Dimensi Kontribusi dan Komitmen Organisasi memilikiα= 0.514 dengan p = 0.000, Dimensi Loyalitas dan Komitmen Organisasi memiliki α= 0.585 dengan p = 0.000, serta Dimensi Loyalitas dan Komitmen Organisasi memiliki α= 0.585 dengan p = 0.000.
viii
CORELATION BETWEEN DIMENSIONS OF
LEADER-MEMBER EXCHANGE
(LMX) AND ORGANIZATIONAL
COMMITMENT
Adella Putri Christian Lay
ABSTRACT
This research aimed to find out the relationship between Leader Member Exchange (LMX) and Organizational Commitment. Subject of this study were included 158 employees of PT B, PT. C, PT. D, and PT. E and had been chosen by purposive sampling method, with employees who always met their leader on workdays and had worked for at least one year. Data collection tools used in this study were scale of dimension Leader Member Exchange, that are Affection with reliability α= 0.918, Contributionα = 0.778, Loyaltyα = 0.851, andα Professional Respect = 0.908 and Organizational α= 0.936. Because the result of Leader Member Exchange’s Dimensions showed that the correlation was not normal, analysis method used in this study was Spearman Rho Correlation Technique trough SPSS 21 software. The result showed that Leader Member Exchange’s dimensions had significant positive correlation with Organizational Commitment. The result showed that correlation between Affection Dimension and Organizational Commitment was α= 0.475 with p = 0.000, Contribution Dimension and Organizational Commitment was α= 0.514 with p = 0.000, Loyalty Dimension and Organizational Commitment was α= 0.585 with p = 0.000, and also Professional Respect Dimension and Organizational Commitmentα= 0.585 with p = 0.000.
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang berdandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Adella Putri Christian Lay
NIM : 119114032
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI
LEADER-MEMBER
EXCHANGE
(LMX) DENGAN KOMITMEN ORGANISASI
beserta perangkat yang dibutuhkan (bila ada). Dengan demikian saya
memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di
internet atau media lain untuk kepentingan akademis, tanpa perlu meminta ijin
dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 23 November 2015
Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas
segala berkat, bimbingan, dan penyertaanNya selama proses penulisan skripsi ini
sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik
tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Maka, penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak T. Priyo W., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Ratri Sunar A., M.Si, selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Prof. A. Supratiknya selaku Dosen Pembimbing Akademik selama
penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta. Terima kasih atas motivasi dan bantuan Bapak selama saya
menyusun skripsi ini. Terima kasih karena sudah bersedia untuk selalu
direpotkan saat penulis merasa kebingungan dalam mengolah data
penelitian.
4. Bapak T.M Raditya Hernawa, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi
xi
semangat, dan motivasi dalam penyusunan skripsi. Terima kasih karena
Bapak selalu membangkitkan rasa percaya diri saya ketika merasa cemas.
5. Ibu Dewi, Mbak Etta dan Bapak Landung yang selalu menerima dengan
baik dan terbukasaatsaya merasa bingung dengan penelitian saya. Terima
kasih sudah bersedia direpotkan meskipun saya bukan anak bimbingan Ibu
dan Bapak.
6. Segenap Dosen Psikologi yang telah mendidik, memberikan banyak ilmu
pengetahuan dan pengalamannya selama penulis menempuh pendidikan di
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
7. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (Bu
Nanik, Mas Gandung, dan Mas Muji) yang selalu ramah, sabar dan telaten
dalam membantu dan memberikan berbagai informasi sehingga dapat
terselesaikannya penulisan skripsi ini.
8. Romo Harto, atas seluruh doa dan kekuatan yang telah diberikan. Terima
kasih atas pembelajaran dan kasih yang selalu Romo bagikan pada saya!
9. Bapak Joko dan Stephanus Bayu yang sudah sangat membantu peneliti
dalam mencari dan menjadi perantara dengan perusahaan-perusahaan yang
bersedia untuk membantu penelitian ini sejak tryout sampai dengan pengambilan data.
10. (Alm) Ayah, Mama, dan Adek, terima kasih atas cinta, dukungan, dan
kekuatan yang selalu kalian berikan kepada saya dalam keadaan apa pun.
Terima kasih atas doa yang tak pernah putus dan tentunya dukungan materi
xii
bersyukur dapat menjadi bagian dari keluarga ini. Semoga saya dapat
menjadi kebanggan kalian semua!I love you!
11. Mama Iin, Papa Ni, Mami, Papi, Ellen, Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga
besar yang selalu mendukung, terutama dalam doa.
12. Hilario Saktya Pratita, atas segala dukungan dan motivasi yang kamu
berikan, selalu mendengarkan keluh kesah dan ketakutanku, serta
keyakinanmu akan kemampuanku. Terima kasih karena kamu telah menjadi
“rival” yang selalu membuatku insecure sehingga semakin memotivasiku untuk segera menyelesaikan skripsi ini.See you on top, dear!
13. Melati Ayu, Yunika, Rara, dan Adhigor yang selalu memotivasi dan
menjadi teman yang setia dalam menyelesaikan skripsi ini. Acil, Ratna, dan
Sita yang juga selalu mendampingi dan menjadi sahabat yang menguatkan!
Terima kasih sudah mewarnai hari-hariku selama 4.5 tahun ini! See you when I see you!
14. Elita dan Indra yang selalu dengan terbuka dan sabar membantu saya dalam
mengolah data yang saya miliki, mulai dari tryout sampai dengan data penelitian ini meskipun secara jarak jauh. Saya tidak akan bisa
menyelesaikan penelitian ini dengan lebih tenang dan lancar tanpa bantuan
kalian.
15. Nathan, Netty dan Mas Nael, Elia, dan Anka atas segala kerendahan hatinya
xiii
16. Pika dan Budi, tanpa kalian skripsi ini tidak akan terselesaikan! Terima
kasih karena selalu membantu temanmu yang gaptek ini!
17. Imaculata, Debby, dan Mbak Tita atas segala semangat dan dorongannya
dalam penulis menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih karena selalu
mengajarkanku untuk tidak menunda-nunda pekerjaan dan menjadi
reminder yang sangat baik! Jarak yang kita miliki sekarang tidak akan mengubah kalian dari predikat saudara perempuanku! I love you, girls! See you on top!(ps: another holiday?)
18. Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi 2011, terutama Tengger, terima
kasih karena telah memberi penulis kesempatan untuk berproses dan
berkembang bersama kalian, semoga kesuksesan selalu beserta kita!
19. Teman-teman DPMF periode 2013-2014, terima kasih atas pertanyaan
“kapan lulus” yang selalu kalian tanyakan setiap bertemu. Sungguh sangat
memotivasi saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini! Thank you, guys!
20. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih
terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki karya
penulis ini. Terima kasih.
Yogyakarta, 23 November 2015
Penulis,
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTACT ...viii
HALAM PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR SKEMA...xviii
DAFTAR TABEL... xix
DAFTAR GAMBAR ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoretis ... 9
xv
BAB II LANDASAN TEORI ... 11
A. Leader Member Exchange(LMX)... 11
1. Definisi LMX ... 11
2. Kelompok LMX ... 14
3. Fase-fase Pembentukan Kepemimpinan LMX ... 19
4. DimensiLeader Member ExchangeLMX ... 23
5. Dampak LMX ... 26
B. Komitmen Organisasi ... 28
1. Definisi Komitmen Organisasi ... 28
2. Komponen Komitmen Organisasi... 30
3. Dampak Komitmen Organisasi... 32
C. Dinamika Hubungan Antara LMX dan Komitmen Organisasi ... 33
D. Kerangka Pemikiran... 37
E. Hipotesis ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42
A. Jenis Penelitian... 42
B. Identifikasi Variabel Penelitian... 42
1. Variabel Bebas ... 42
2. Variabel Tergantung ... 43
C. Definisi Operasional ... 43
1. Leader Member Exchange(LMX)... 43
2. Komitmen Organisasi ... 43
xvi
E. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 45
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 47
1. Validitas ... 47
2. Seleksi Item... 48
a. SkalaLeader Member Exchange(LMX) ... 49
b. Skala Komitmen Organisasi... 51
3. Reliabilitas ... 53
G. Metode Analisis Data... 54
1. Uji Asumsi ... 54
a. Uji Normalitas... 54
b. Uji Linearitas ... 54
2. Uji Hipotesis ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56
A. Pelaksanaan Penelitian ... 56
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 57
C. Deskripsi Data Penelitian ... 58
D. Hasil Analisis Data ... 61
1. Uji Asumsi Penelitian ... 61
a. Uji Normalitas ... 61
b. Uji Linearitas ... 66
2. Uji Hipotesis ... 71
E. Pembahasan ... 76
xvii
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 85
1. Bagi Subjek... 85
2. Bagi Pemimpin ... 85
3. Bagi Perusahaan... 85
4. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
xviii
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Hubungan antara Dimensi Afeksi dengan Variabel Komitmen Organisasi ...37
Skema 2. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Komitmen Organisasi ...38
Skema 3. Hubungan antara Dimensi Loyalitas dengan Variabel Komitmen Organisasi ...39
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.The Vertical Dyad Linkage Model ...19
Tabel 2.Fase-Fase dalam Pembentukan Kepemimpinan LMX ...22
Tabel 3.Pemberian Skor Pada Skala LMX dan Komitmen Organisasi ...45
Tabel 4.Blue Print Skala LMX Sebelum Diujicobakan ...46
Tabel 5.Blue Print Skala Komitmen Organisasi Sebelum Diujicobakan ...47
Tabel 6.Koefisien Korelasi Item Total Dimensi LMX Sebelum Seleksi Item 50 Tabel 7.Koefisien Korelasi Item Total Dimensi LMX Setelah Seleksi Item 50 Tabel 8.Blue Print Skala LMX Setelah Diujicobakan ...51
Tabel 9.Blue Print Skala Komitmen Organisasi Setelah Diujicobakan...52
Tabel 10. Blue Print Skala Komitmen Organisasi Setelah Pengguguran Manual...52
Tabel 11.Koefisien Reliabilitas Dimensi LMX ...54
Tabel 12.Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ...57
Tabel 13.Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ...57
Tabel 14.Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ...58
Tabel 15.Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel ...58
xx
Tabel 17.Hasil uji-t Dimensi Kontribusi ...59
Tabel 18.Hasil uji-t Dimensi Loyalitas ...60
Tabel 19.Hasil uji-t Dimensi Penghargaan Profesional ...60
Tabel 20.Hasil uji-t Komitmen Organisasi ...61
Tabel 21.Hasil Uji Normalitas ...62
Tabel 22. Hasil Uji Linearitas Pada Dimensi Afeksi Dengan Komitmen Organisasi ...66
Tabel 23. Hasil Uji Linearitas Pada Dimensi Kontribusi Dengan Komitmen Organisasi ...68
Tabel 24.Hasil Uji Linearitas Pada Dimensi Loyalitas Dengan Komitmen Organisasi ...69
Tabel 25. Hasil Uji Linearitas Pada Dimensi Penghargaan Profesional Dengan Komitmen Organisasi ...70
Tabel 26.Kriteria Koefisien Korelasi ...72
xxi
Tabel 28. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Kontribusi Dengan Komitmen Organisasi ...73
Tabel 29. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Loyalitas Dengan Komitmen Organisasi ...74
Tabel 30. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Penghargaan ProfesionalDengan
xxii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Kurva Dimensi Afeksi ...63
Gambar 2.Kurva Dimensi Kontribusi ...63
Gambar 3.Kurva Dimensi Loyalitas ...64
Gambar 4.Kurva Dimensi Penghargaan Profesional ...65
Gambar 5.Kurva Komitmen Organisasi ...65
Gambar 6.Scatter Plot Dimensi Afeksi Dengan Komitmen Organisasi ...67
Gambar 7.Scatter Plot Dimensi Kontribusi Dengan Komitmen Organisasi .68
Gambar 8.Scatter Plot Dimensi Loyalitas Dengan Komitmen Organisasi 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, perusahaan sedang menghadapi perubahan besar di
lingkungan bisnis karena adanya pengaruh globalisasi. Perubahan dan
perkembangan dalam mengolah informasi, komunikasi, dan industri logistik
menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi. Perubahan dan perkembangan
tersebut mendorong perusahaan untuk lebih peka terhadap kesempatan yang
ada demi meraih keunggulan dari perusahaan lain (Keskes, 2014).
Perubahan yang ada mendorong perusahaan untuk terus mencari
karyawan yang berkomitmen dalam mempertahankan keunggulannya di pasar
yang kompetitif. Banyak peneliti yang menemukan bahwa salah satu hal yang
menentukan kesuksesan perusahaan adalah tingginya tingkat komitmen
organisasi yang dimiliki oleh karyawannya (Keskes, 2014). Porter, Crampon,
dan Smith (dalam Suseno dan Sugiyanto, 2010) menyatakan bahwa
perusahaan membutuhkan karyawan yang berkualitas dan memiliki komitmen
yang tinggi untuk dapat bertahan di dunia bisnis yang persaingannya sangat
ketat. Katz dan Kahn (dalam Suseno dan Sugiyanto, 2010) juga menyatakan
bahwa komitmen yang tinggi akan mendorong karyawan untuk menjadi lebih
kreatif dan inovatif. Komitmen organisasi merupakan salah satu faktor utama
yang menentukan efektivitas dan kinerja organisasi (Lok dan Crawford dalam
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja organisasi. Komitmen yang tinggi
cenderung akan mendorong karyawan untuk memiliki produktivitas kerja
yang tinggi pula (Minner dalam Periantalo dan Mansoer 2008). Periantalo dan
Mansoer (2008) juga menambahkan bahwa karyawan yang memiliki
komitmen tinggi terhadap organisasi cenderung akan memberikan pemikiran
dan tenaganya pada organisasi.
The Towers Watson 2014 Talent Management and Rewards Study, sebuah survei global pada 1637 perusahaan termasuk 30 perusahaan di
Indonesia, mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari 70% perusahaan di
Indonesia yang sedang berjuang untuk mempertahankan karyawannya yang
memiliki kinerja baik. Johannes Eckold, seorang konsultan senior untuk
survei Organization & Insights di Towers Watson menambahkan bahwa cukup banyak responden dari Indonesia yang menyatakan bahwa mereka
sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan perusahaan mereka saat ini.
Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan karyawan untuk tidak
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi atau komitmen organisasi
yang rendah merupakan tren yang mengkhawatirkan bagi perusahaan di
Indonesia (http://towerswatson.com).
Periantalo dan Mansoer (2008) menyatakan bahwa komitmen
organisasi adalah identifikasi individu terhadap organisasi dan keinginan
untuk tetap berada dalam organisasi. Komitmen organisasi merupakan ikatan
psikis individu terhadap organisasi yang mencakup keterlibatan kerja,
Neal dan Noertheraft (dalam Sopiah 2008) menambahkan bahwa komitmen
organisasi merupakan sikap individu terhadap organisasi agar tercapainya
tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Mayer dan Allen (1997) membagi komitmen organisasi menjadi tiga
komponen yaitu, afektif, normatif dan kontinum. Afektif merupakan ikatan
secara emosional yang dimiliki oleh karyawan terhadap sebuah organisasi
sehingga memunculkan keinginan untuk terlibat. Komponen normatif adalah
sebuah komitmen yang muncul dikarenakan adanya tanggung jawab moral
yang dimiliki karyawan terhadap organisasi. Berbeda dengan afektif dan
normatif, komponen kontinum merupakan sebuah komitmen yang dipicu oleh
untung rugi yang didapatkan oleh karyawan sehingga muncul rasa butuh akan
organisasi.
Istilah komponen digunakan karena hubungan antara karyawan
dengan organisasinya dapat bervariasi dalam ketiga komponen tersebut.
Misalnya, seorang karyawan dapat secara bersamaan memiliki keterikatan
dengan organisasi serta merasa wajib untuk bertahan dalam organisasi. Di sisi
lain, terdapat karyawan yang menikmati pekerjaannya sekaligus menyadari
bahwa ia lebih baik bertahan di organisasi tersebut dikarenakan situasi
ekonomi yang tidak menentu. Dengan demikian, pengukuran komitmen
organisasi juga seharusnya merefleksikan ketiga komponen komitmen yaitu
komponen afektif, normatif, dan kontinum. Konsekuensinya, peneliti harus
melihat kekuatan ketiga komponen secara bersamaan daripada
pemahaman yang jelas mengenai hubungan karyawan dengan organisasi
(Mayer dan Allen, 1997). Berdasarkan pernyataan tokoh Mayer dan Allen
tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti ketiga komponen komitmen secara
bersamaan untuk melihat komitmen organisasi secara lebih jelas. Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar penelitian yang telah dilakukan cenderung
mengklasifikasikannya secara terpisah seperti yang telah dilakukan oleh
Majorsy (2007) pada staf pengajar di Universitas Gunadarma dan Arishanti
(2007) pada PT.X di kawasan Jakarta Selatan.
Mowday, Porter, dan Steers (dalam Keskes 2014) menyatakan
bahwasalah satu faktor organisasi yang dianggap sebagai penentu utama dari
terbentuknya komitmen organisasi adalah kepemimpinan. Pemimpin
merupakan faktor utama dari terbentuknya komitmen organisasi karena ia
merupakan pembentuk lingkungan kerja dan persepsi karyawan mengenai
pekerjaan dan perusahaan tempat mereka bekerja (Rafferty dan Griffin,
2004).Semakin positif persepsi karyawan terhadap peran pemimpin maka
akan semakin tinggi pula komitmen organisasi yang dimiliki sehingga dapat
berimplementasi terhadap meningkatnya kinerja karyawan (Robbins, 1996).
Komitmen dan perilaku karyawan yang menguntungkan bagi perusahaan
didukung oleh seberapa kuat keterikatan yang dimiliki oleh karyawan
terhadap team atau terlebih dengan pemimpin (Mayer dan Allen, 1997).
(http://towerswatson.com). Awaldi, Direktur dariTalent and Reward, Tower Watson juga menambahkan bahwa organisasi-organisasi yang ada di
Indonesia perlu untuk meningkatkan keterikatan karyawan dengan organisasi
melalui manajer dan supervisor yang mereka miliki untuk meningkatkan hasil
bisnis secara positif (http://towerswatson.com). Kepemimpinan yang kuat
merupakan salah satu hal yang berperan penting dalam mencapai kefektifan
organisasi secara optimal (Suwarto, 1999). Covey (dalam Anggriawan 2012)
juga menyatakan bahwa pemimpin yang bekerja secara efektif akan mampu
mendorong bawahannya untuk memajukan perusahaan dan mencapai tujuan
dengan baik.
Kepemimpinan dipandang sebagai sebuah proses sosial sehingga
pemimpin dan bawahan akan mempengaruhi satu sama lain sebagai hasil dari
interaksi yang terjadi di antara keduanya (Smither, 1994). Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi sebuah kelompok yang dilakukan oleh
seseorang untuk mencapai tujuan bersama (Northouse, 2013). Gibson (dalam
Suwarto 1999) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu upaya
mempengaruhi dan memotivasi seseorang melalui komunikasi untuk
mencapai tujuan tertentu tanpa adanya paksaan. Kepemimpinan digambarkan
sebagai sebuah proses yang menimbulkan gerakan yang dinamis dari posisi
kita berada ke suatu tempat di masa mendatang dengan kondisi yang berbeda.
Kepemimpinan juga menyangkut intensionalitas, dalam artian bahwa
perubahan yang ada bukanlah perubahan yang asal-asalan, melainkan menuju
Sebagian besar teori kepemimpinan yang banyak dipelajari
mengasumsikan bahwa pemimpin memperlakukan semua pengikut mereka
dengan cara yang sama. Dalam kenyataannya, pemimpin bisa bertindak
dengan sangat berbeda kepada karyawan yang satu dengan lainnya (Wibowo
dan Susanto, 2013). Hal tersebut dikarenakan pemimpin cenderung tidak
memperlakukan bawahannya secara seragam (Dansereau, Graen, dan Haga
dalam Spector, 2008). Pemimpin mengembangkan hubungan yang bervariasi
dengan tiap bawahannya (Liden, Sparrowe, dan Wayne, 1997). Pemimpin
cenderung tidak menjalankan perannya secara merata pada bawahannya
dalam mengelola organisasi (Wijayanto dan Susanto, 2013). Hughes, Ginnett,
dan Curphy (2012) menyatakan bahwa pemimpin justru membentuk
hubungan yang khusus dan unik dengan masing-masing bawahan. Dengan
kata lain, pemimpin cenderung memiliki orang-orang kepercayaan dalam
suatu organisasi. Inilah yang kemudian menjadi dasar teori Leader Member Exchange (LMX) (Wibowo dan Susanto, 2013). Leader Member Exchange
(LMX) menjadi salah satu pendekatan yang digunakan untuk mempelajari
hubungan antara proses kepemimpinan dengan kesuksesan sebuah organisasi
(Gerstner dan Day, 1997).
Leader Member Exchange (LMX) adalah sebuah teori kepemimpinan yang berfokus pada hubungan yang terjadi antara pemimpin dengan
dengan berjalannya waktu (Robbins dan Judge, 2008). Pola
kepemimpinannya dikembangkan berdasarkan kualitas hubungan yang
dimiliki oleh pemimpin dengan bawahannya (Dansereau, Graen, dan Haga
dalam Landy dan Conte, 2010).
Leader Member Exchange (LMX) melihat keefektifan sebuah kepemimpinan dari kualitas interaksi yang dimiliki oleh pemimpin dengan
bawahan yang tergabung dalam tim (Dansereau, Graen, dan Haga dalam
Riggio, 2003). Hubungan yang terjalin antara pemimpin dengan bawahan
memiliki karakteristik, yaitu melibatkan usaha secara fisik maupun mental,
serta dukungan secara materi, informasi, maupun emosi (Liden, Sparrowe,
dan Wayne, 1997).Pada proses tersebut anggota kelompok memberikan
kontribusi dengan berkorban atau memberikan sesuatu pada kelompok dan
menerima imbalan sesuai dengan apa yang telah ia berikan (Robbins, 2006).
Pertukaran yang berhasil dibentuk cenderung akan mendorong anggota
kelompok untuk mengembangkan hubungan baik dan mencapai kesuksesan
bersama (Burgess dan Huston dalam Maslyn dan Uhl-Bien, 2001).
Leader Member Exchange (LMX) memiliki sebuah fenomena yang kontroversial. Leader Member Exchange(LMX) belum memiliki status yang jelas yaitu, unidimensi atau multidimensi. Pada awalnya konseptualisasi
Leader Member Exchange (LMX) dipandang sebagai sebuah konstruk yang unidimensional (Dienesch dan Liden dalam Harris 2004). Dalam
perkembangannya, Dienesch dan Liden (dalam Harris, 2004) kemudian
(Affection), Kontribusi (Contribution), Loyalitas (Loyalty), dan Penghargaan Profesional (Professional Respect). Berdasarkan perkembangan teori tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Leader Member Exchange(LMX) secara multidimensional.
Imen Keskes dalam penelitiannya yang berjudul Transformational Leadership and Organizatinal Commitment: Mediating Role of Leader Member Exchange menyatakan bahwa perlu untuk dilakukan penelitian mengenai dimensi Leader Member Exchange(LMX)dengan Komitmen Organisasi secara langsung. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mendapatkan
data yang lebih mendetail mengenai hubungan yang dimiliki oleh dimensi
Leader Member Exchange (LMX) dengan Komitmen Organisasi. Pemimpin perlu untuk mengetahui seberapa jauh sikap dan pertukaran yang ia miliki
dengan bawahan dalam mempengaruhi persepsi bawahannya mengenai
Leader Member Exchange (LMX) dan dalam memprediksi munculnya Komitmen Organisasi. Selain itu, pemimpin juga perlu untuk mendapatkan
informasi mengenai cara yang paling tepat untuk dapat meningkatkan
komitmen yang dimiliki karyawan terhadap organisasi dari sudut pandang
kepemimpinan (Keskes, 2014). Berdasarkan saran yang diberikan dalam
penelitian tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian adalah “apakah terdapat hubungan
antara dimensi Leader-Member Exchange (LMX)dengan komitmen organisasi pada karyawan?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara
dimensi Leader-Member Exchange(LMX)dengan komitmen organisasi pada karyawan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
pemikiran pada bidang Psikologi Industri dan Kepemimpinan Organisasi,
khususnya mengenai hubungan antara dimensiLeader-Member Exchange
(LMX) dengan komitmen organisasi.
2. Manfaat Praktis
2.1 Bagi Subjek
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu subjek dalam
memberikan gambaran dalam memahami komitmen organisasi yang
2.2 Bagi Pemimpin
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemimpin dalam
memberikan gambaran dalam memahami kualitas hubungan yang ia
miliki dengan bawahannya.
Jika terbukti adanya hubungan yang positif dan signifikan antara
Leader Member Exchange(LMX) dengan komitmen organisasi, maka diharapkan pemimpin perusahaan dapat semakin meningkatkan
kualitas hubungan yang positif dengan setiap bawahan yang dimiliki.
Meningkatnya kualitas hubungan antara pemimpin dengan bawahan
diharapkan dapat meningkatkan persepsi positif terhadap kualitas
hubunganLeader Member Exchange(LMX) yang ada sehingga dapat menimbulkan komitmen organisasi pada karyawan.
2.3Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan terutama
divisi HRD untuk lebih memahami tingkat komitmen organisasi serta
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Leader Member Exchange(LMX)
1. DefinisiLeader Member Exchange(LMX)
Leader Member Exchange (LMX) merupakan sebuah pendekatan kepemimpinan yang unik. Leader Member Exchange (LMX) adalah pendekatan kepemimpinan yang melihat hubungan yang dimiliki antara
pemimpin dengan bawahan sebagai pusat dari sebuah proses kepemimpinan
(Northouse, 2013). Leader Member Exchange (LMX) memandang bahwa pemimpin cenderung mengembangkan hubungan yang berbeda-beda dengan
bawahannya ketika bekerja dalam tim (Liden, Sparrowe, dan Wayne, 1997).
Leader Member Exchange (LMX) menjelaskan mengenai hubungan khusus yang dimiliki oleh pemimpin dengan masing-masing bawahannya. Teori ini
menggarisbawahi bahwa sebuah kepemimpinan yang efektif dipengaruhi oleh
pertukaran antara pemimpin dengan bawahan yang efektif pula (Northouse,
2013).
Leader Member Exchange (LMX) merupakan sebuah teori kepemimpinan yang berfokus pada hubungan yang terjadi antara pemimpin
dengan bawahannya (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Spector, 2008).
Teori ini difokuskan pada penilaian yang dilakukan pemimpin dan bawahan
mengenai hubungan dan interaksi yang terjadi di antara keduanya
(Truckenbrodt dalam Hasdiabsar, 2011).Northouse (2013) menyatakan bahwa
Leader Member Exchange (LMX) tidak melihat kepemimpinan dari sudut pandang pemimpin maupun bawahan seperti teori kepemimpinan pada
umumnya, melainkan dari proses yang terpusat pada interaksi yang terjadi
antara pemimpin dengan masing-masing bawahannya. Leader Member Exchange (LMX) merupakan hubungan khusus yang dibangun oleh seorang pemimpin dengan sekelompok kecil bawahan dan terjalin seiring dengan
berjalannya waktu (Robbins dan Judge, 2008).
Leader Member Exchange (LMX) merupakan sebuah teori yang menjelaskan kepemimpinan secara berbeda jika dibandingkan dengan teori
kepemimpinan lainnya. Leader Member Exchange(LMX) dipandang sebagai sebuah teori yang membahas keunikan kepemimpinan dari sudut pandang
proses serta hasil yang didapatkan (Harris, 2004). Leader Member Exchange
(LMX) melihat keefektifan sebuah kepemimpinan dari kualitas interaksi
yang dimiliki oleh pemimpin dengan bawahan yang tergabung dalam tim
(Dansereau, Graen, dan Haga dalam Riggio, 2003). Graen dan Uhl-Bien
(dalam Gerstner dan Day 1997) memandang Leader Member Exchange
(LMX) sebagai sebuah teori yang menjelaskan mengenai proses pembuatan
peran antara seorang pemimpin dengan karyawan, selain itu, teori tersebut
juga menggambarkan bagaimana hubungan pemimpin dengan karyawan
dikembangkan secara berbeda-beda antara karyawan satu dengan lainnya.
Pola kepemimpinannya dikembangkan dari waktu ke waktu berdasarkan
kualitas hubungan yang dimiliki oleh pemimpin dengan bawahannya
Robbins (2006) memandang Leader-Member Exchange (LMX) sebagai sebuah teori yang didasari oleh asumsi bahwa interaksi sosial
menggambarkan suatu bentuk tukar menukar. Pada proses tersebut anggota
kelompok memberikan kontribusi dengan berkorban atau memberikan
sesuatu pada kelompok dan menerima imbalan sesuai dengan apa yang telah
ia berikan. Northouse (2013) menambahkan bahwasejumlah bawahan yang
berkontribusi lebih banyak akan menerima keuntungan lebih, sedangkan yang
sedikit berkontribusi akan menerima keuntungan yang lebih sedikit. Secara umum, Leader Member Exchange (LMX) diasumsikan dengan pemimpin yang memiliki kebebasan untuk memilih bawahan yang mereka sukai atau
anggap memiliki performa yang baik untuk menjalankan peran yang lebih
penting dalam organisasi begitu pula sebaliknya (Harris, 2004). Karakter
yang dimiliki oleh hubungan tersebut adalah adanya usaha dan dukungan
secara materi, informasi, serta emosional yang terjalin di antara pemimpin
dengan bawahannya (Liden, Sparrowe, dan Wayne, 1997).
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa Leader Member Exchange (LMX) merupakan sebuah pertukaran secara materi, informasi, serta emosional yang dimiliki antara
pemimpin dengan masing-masing bawahannya, di mana bawahan yang
berkontribusi lebih banyak akan menerima keuntungan lebih (in group), sedangkan yang sedikit berkontribusi akan menerima keuntungan yang
2. KelompokLeader Member Exchange(LMX)
Pengelompokkan dalam Leader Member Exchange (LMX) didasari oleh seberapa baik kualitas hubungan yang dimiliki oleh bawahan
dengan pemimpin, begitu juga sebaliknya. Keterlibatan bawahan dalam
tanggung jawab yang dimiliki oleh tim dan pemimpin juga menjadi tolak
ukur lain dalam proses pengelompokkan bawahan (Northouse, 2008).
Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwaLeader Member Exchange
(LMX) terbagi menjadi dua kelompok karyawan, yaitu:
a. In group
Bawahan yang memiliki ketertarikan untuk menegosiasikan
beberapa hal yang ingin mereka lakukan untuk kelompok kepada
pemimpin merupakan bawahan yang tergabung dalam in group. Negosiasi yang terjadi antara pemimpin dengan bawahan tersebut
melibatkan sebuah proses pertukaran. Bawahan dalam in group
memiliki kesediaan untuk melakukan lebih banyak hal dari yang ada
dalam deskripsi pekerjaan yang mereka miliki sehingga cenderung
mencari cara yang inovatif untuk tercapainya tujuan tim. Apabila
seorang bawahan melakukan sejumlah aktivitas yang melebihi
deskripsi pekerjaan mereka, maka pemimpin juga akan melakukan
lebih banyak hal positif terhadap mereka.
Pemimpin cenderung memiliki hubungan yang khusus dengan
sejumlah bawahan yang melakukan banyak hal bagi tujuan tim.
hubungan kerja yang ditetapkan secara hierarki. Pemimpin dan
bawahan cenderung mengembangkan hubungan yang berkualitas
tinggi, efektif, dan berdampak positif bagi diri mereka sendiri maupun
organisasi (Northouse, 2008). Pemimpin dan bawahan yang memiliki
kualitas hubungan yang tinggi cenderung memiliki level kepuasan dan
keefektifan yang tinggi, lebih terbukan dan jujur dalam berkomunikasi,
memiliki akses yang lebih baik terhadap sumber daya, serta
berperilaku “ekstra” atau di luar kontrak kerja yang dimiliki. (Gerstner
dan Day dalam Maslyn dan Uhl-Bien, 2001).
Karakter hubungan yang dimiliki oleh bawahan dengan status in group dengan pemimpin cenderung penuh dengan kepercayaan dan dukungan secara emosional dari pemimpin (Dienesch dan Liden dalam
Harris, 2004). Pemimpin dan bawahan yang tergabung dalamin group
memiliki rasa percaya yang tinggi, sikap saling menghormati dan
menghargai yang tinggi, serta adanya rasa ketergantungan satu sama
lain. Hal tersebut yang kemudian memicu timbulnya pengaruh dan
tingkatan timbal baik yang tinggi antara keduanya (Northouse, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Schriesheim, Castro, Zhou, dan
Yammarino (dalam Northouse, 2008) mendapati bahwa kualitas
hubungan yang tinggi bersifat lebih demokratis, terkontrol, serta
memberikan pengaruh yang seimbang antara pemimpin dengan
bawahan. Pemimpin dan bawahan juga dapat saling mengandalkan
yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Upaya dan dedikasi ekstra
yang diberikan oleh bawahan juga direspon dengan tanggung jawab
dan peluang lebih yang diberikan oleh pemimpin.
Bawahan akan memperoleh beberapa keuntungan antara lain,
penghargaan secara formal maupun informal, dukungan, akses yang
lebih mudah, serta komunikasi yang lebih intens dengan pemimpin
(Dienesch dan Liden dalam Harris 2004). Bawahan dalam in group
juga mendapatkan perhatian, penilaian kinerja yang lebih tinggi,
kepuasan kerja yang lebih baik, serta kemungkinan besar untuk
menerima hak istimewa tertentu dibandingkan dengan bawahan dalam
out group(Robbins dan Judge, 2008). Waktu dan dukungan yang lebih merupakan keuntungan lain yang bisa didapatkan oleh bawahan dalam
in group (Northouse, 2013). Bawahan yang berstatus in group pun mendapatkan keuntungan lain seperti sponsor dalam jaringan sosial
serta mentoring.
Pemimpin cenderung memiliki kemungkinan untuk menyelesaikan
lebih banyak tanggung jawab dengan cara yang lebih efektif daripada
yang dapat ia capai sendirian (Northouse, 2013). Hal tersebut yang
memicu pemimpin untuk membentuk hubungan pertukaran yang
berkualitas tinggi dengan bawahan yang berstatusin group melampaui hubungan formal yang ada.Kualitas hubungan yang tinggi tersebut
merupakan pertukaran yang sesungguhnya karena kedua belah pihak
b. Out group
Bawahan yang tidak memiliki ketertarikan untuk menerima
beberapa tanggung jawab yang baru dan berbeda merupakan ciri-ciri
bawahan yang tergabung dalamout group.Bawahan tersebut biasanya memiliki ketidakcocokan atau hubungan yang kurang dekat dengan
pemimpin sehingga cenderung melakukan pekerjaannya sebatas
deskripsi kerja yang mereka miliki saja (Northouse, 2008). Bawahan
out groupmemiliki kualitas hubungan pertukaran yang rendah sehingga memiliki interaksi yang sebagian besar hanya terjadi sebatas
pemenuhan kewajiban kontraktual (Hughes, Ginnett, dan Curphy,
2012).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan cenderung membawa
dampak yang kurang baik ketika keduanya tidak memiliki usaha untuk
mengembangkan kualitas hubungan yang baik (Blau dalam Maslyn
dan Uhl-Bien, 2001). Hubungan yang terjalin antara pemimpin dengan
bawahan dalam out group cenderung dibatasi oleh aturan dan sangat mengandalkan hubungan kerja yang ada. Mereka saling berhubungan
hanya sebatas dalam peran organisasi yang dimiliki oleh
masing-masing pihak. Kepatuhan yang dimiliki oleh bawahan terhadap
pemimpin terjadi secara formal, statusnya sebatas hierarkis, dan
sekedar untuk meraih imbalan secara ekonomi yang dikendalikan oleh
cenderung mengarah pada kepentingan pribadi, bukan demi
kepentingan tim (Graen dan Uhl- Bien dalam Northouse, 2008)
Bawahan yang tergabung dalamout groupmemiliki dukungan dari pemimpin dan manfaat di luar pekerjaan mereka dengan kadar yang
cenderung rendah (Harris dalam Northouse, 2008). Karakter hubungan
yang dimiliki oleh bawahan dengan statusout groupdengan pemimpin cenderung memberikan kepercayaan, dukungan sosial, dan keuntungan
yang rendah (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Harris 2004).
Kualitas hubungan yang rendah akan memberikan beberapa kerugian,
terutama dalam hal memperoleh manfaat pekerjaan serta kemajuan
karir (Vecchio dalam Maslyn dan Uhl-Bien, 2001). Bawahan dengan
statusout groupakan memperoleh sedikit kepercayaan, penilaian baik, kepuasan kerja, waktu dan perhatian dari pemimpin (Robbins dan
Judge, 2008).
Berdasarkan pengelompokkan yang telah dijabarkan di atas, maka
Tabel 1
TheVertical Dyad Linkage Model (Steers, 1991)
Distant relationship Strong relationship
3. Fase-fase Pembentukan Kepemimpinan Leader Member Exchange
(LMX)
Graen dan Uhl-Bien (dalam Northouse, 2013) menyatakan bahwa sebuah
kepemimpinan Leader Member Exchange (LMX) dapat berkembang dengan cepat dalam tiga fase yaitu:
a. Fase 1 (orang asing)
Pada fase ini, interaksi yang terjadi dalam hubungan dua pihak
antara pemimpin dengan bawahan pada umumnya dibatasi oleh
peraturan. Pemimpin dan bawahan saling mengandalkan dalam
hubungan kerja sehingga keduanya cenderung berhubungan di dalam
peran organisasi yang telah ditetapkan. Pemimpin dan bawahan
memiliki kualitas hubungan pertukaran yang rendah pada fase ini.
Bawahan akan patuh pada pemimpin resmi yang memiliki status
hirarkis demi mendapatkan imbalan secara ekonomi yang dikontrol oleh
pemimpin. Motif yang dimiliki oleh bawahan pada fase ini mengarah Leader
Subordinate 1, Subordinate 2, Subordinate 3
pada kepentingan diri bukan untuk kepentingan kelompok (Graen dan
Uhl-Bien dalam Northouse, 2013).
b. Fase 2 (perkenalan)
Fase 2 atau fase perkenalan, dimulai dengan adanya tawaran yang
diberikan oleh pemimpin atau bawahan untuk meningkatkan
pertukaran sosial yang berorientasi pada karir. Pertukaran yang terjadi
termasuk membagi lebih banyak sumber daya dan informasi pribadi
atau informasi yang terkait dengan pekerjaan. Fase ini merupakan
sebuah periode pengujian bagi pemimpin dan bawahan dalam menilai
ketertarikan bawahan untuk mengambil lebih banyak peran dan
tanggung jawab dalam tim. Fase ini juga berguna untuk menilai
kesediaan pemimpin untuk memberikan tantangan baru bagi
bawahannya. Selama masa ini, hubungan yang terjadi antara dua
pihak berubah dari interaksi yang dengan ketat diatur oleh deskripsi
jabatan menjadi penetapan peran dan bergerak menuju cara baru
dalam berelasi. Kualitas pertukaran pada fase ini telah meningkat
menjadi kualitas menengah. Pada fase ini mulai mengembangkan
kepercayaan dan penghargaan yang lebih besar untuk masing-masing
pihak. Pemimpin dan bawahan cenderung tidak terlalu berfokus pada
kepentingan diri sendiri melainkan lebih pada tujuan serta kegunaan
c. Fase 3 (hubungan pertemanan yang matang)
Fase 3, hubungan pertemanan yang matang, ditandai dengan
pertukaran antara pemimpin dengan bawahan yang berkualitas tinggi.
Orang-orang yang telah maju pada tahap ini akan memiliki rasa saling
percaya, sikap saling menghormati, dan saling menghargai yang
tinggi. Hubungan yang terjadi antara pemimpin dan bawahan telah
teruji dan keduanya mendapati bahwa mereka dapat saling
bergantung. Dalam hubungan pertemanan yang matang, ada tingkatan
timbal balik yang tinggi antara pemimpin dengan bawahan.
Masing-masing pihak akan saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak
lain. Keduanya juga dapat saling mengandalkan untuk bantuan dan
dukungan khusus. Contoh, pemimpin dapat mengandalkan
bawahannya untuk melakukan tugas tambahan, dan bawahan dapat
mengandalkan pada pemimpin untuk dukungan atau dorongan yang
diperlukan. Intinya, pemimpin dan bawahan saling terikat secara
produktif yang melebihi hubungan kerja yang ditetapkan oleh hirarki.
Keduanya akan mengembangkan hubungan yang sangat efektif dan
memberikan hasil yang positif bagi diri mereka dan organisasi
Tabel 2
Fase-Fase dalam Pembentukan Kepemimpinan LMX (Northouse, 2013)
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Orang Asing Perkenalan Pertemanan Peran Tertulis Diuji Dinegosiasikan
Pengaruh Satu arah Campuran Timbal balik
Pertukaran Kualitas rendah Kualitas sedang Kualitas tinggi
Minat Diri sendiri Diri sendiri Kelompok & orang lain
Waktu
Hughes, Ginnett, dan Curphy (2012) membagi perkembangan
hubunganLeader-Member Exchange(LMX)menjadi 3 fase, yaitu: a. Role-Taking
Role-Taking merupakan tahap perkembangan yang terjadi di awal pengalaman kerja karyawan. Pada tahap ini, pemimpin menawarkan
kesempatan untuk melakukan tanggung jawab tertentu serta
mengevaluasi kinerja dan potensi mereka.
b. Role-Making
didapati tidak seirama akan dimasukkan ke dalamout group sedangkan yang seirama diin group.
c. Routinization
Routinization, merupakan sebuah tahap di mana hubungan yang semakin kuat terbentuk. Pada tahap ini, perbedaan sikap yang diberikan
antara kelompok dalam dengan kelompok luar semakin terbentuk.
Berdasarkan fase-fase pembentuk kepemimpinan yang telah
dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Leader Member Exchange (LMX) memiliki tiga fase pembentuk kepemimpinan yaitufase orang asing (fase 1), fase perkenalan (fase 2), dan fase hubungan
pertemanan yang matang (fase 3).
4. DimensiLeader Member Exchange(LMX)
Dienesch dan Liden (dalam Harris, 2004) membagi Leader-Member Exchange(LMX) menjadi 4 dimensi, yaitu :
a. Afeksi (Affection)
Afeksi merupakan sebuah kondisi saling mempengaruhi antara
pemimpin dengan bawahannya berdasarkan daya tarik interpersonal
yang tidak hanya berasal dari nilai professional kerja sehingga terjalin
hubungan pribadi yang bermanfaat bagi kedua belah pihak (misalnya
persahabatan) (Hasdiabsar, 2011). Afeksi yang dimiliki antara
pemimpin dengan bawahan pada umumnya berdasarkan interaksi secara
saling menyukai atau afeksi yang dimiliki oleh pemimpin dan bawahan
merupakan salah satu dimensi yang penting dalam sebuah relasi
(Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004). Pemimpin dan bawahan yang
memiliki kualitas hubungan yang tinggi bisanya juga memiliki afeksi
yang tinggi (Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004). Afeksi yang
tinggi bukanlah menjadi satu-satunya patokan dari tingginya Leader Member Exchange (LMX) atau kualitas hubungan yang dimiliki oleh pemimpin dan bawahan.Leader Member Exchange(LMX) yang tinggi juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dimensi lain (Liden dan Maslyn
dalam Harris, 2004).
b. Kontribusi (Contribution)
Kontribusi merupakan sebuah persepsi mengenai jumlah, arahan
dan kualitas pekerjaan yang diperjuangkan oleh pemimpin dan bawahan
dalam mencapai tujuan utama dari tim secara langsung maupun tidak
(Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004). Sejauh mana bawahan
menangani dan menyelesaikan tanggung jawab yang melampaui
kontrak kerja serta seberapa besar dukungan yang diberikan pemimpin
dalam hal sumber daya dan peluang merupakan bagian yang sangat
penting dalam mengevaluasi dimensi ini (Hasdiabsar, 2011). Secara
eksplisit kontribusi bukanlah bagian dari dimensi yang dimiliki oleh
yang terjadi antara pemimpin dengan bawahan. Penelitian tersebut
menyatakan bahwa pekerjaan mempengaruhi perilaku karyawan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas hubungan dari Leader Member Exchange (LMX) (Graen dalam Harris, 2004). Seringkali keterkaitan antara pekerjaan dengan perilaku karyawan disebut sebagai performansi
atau perilaku ekstrakontraktual, namun gagasan mengenai kontribusi
mulai dikenal sejak awal dari munculnya konseptualisasi mengenai
Leader Member Exchange(LMX) (Harris, 2004). c. Loyalitas (Loyalty)
Loyalitas merupakan tingkat kesetiaan yang dimiliki antara
pemimpin dan bawahan yang ditentukan oleh seberapa besar dukungan
yang diberikan baik secara langsung melalui tindakan maupun tidak
antara satu sama lain (Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004). Pada
dimensi ini, kesetiaan yang dimiliki oleh karyawan cenderung konsisten
dari waktu ke waktu (Hasdiabsar, 2011). Meskipun loyalitas terhadap
pemimpin dapat dilihat sebagai hasil dari kualitas hubungan Leader Member Exchange (LMX) yang tinggi, namun Dienesch dan Liden menyatakan bahwa akan lebih baik jika dikonseptualisasikan sebagai
sebuah dimensi. Pernyataan Diensch dan Liden tersebut juga didukung
oleh penelitian secara empiris (Liden dan Maslyn dalam Harris, 2004).
d. Penghargaan Profesional (Proffesional Respect)
Penghargaan profesionalmerupakan persepsi yang dimiliki oleh
luar organisasi yang ditunjukkan dengan memberikan yang terbaik
dalam setiap pekerjaannya (Liden dan Maslyn dalam Harris,
2004).Persepsi ini cenderung berdasarkan data historis yang dimiliki
oleh seorang karyawan seperti: pengalaman berinteraksi, komentar yang
diberikan oleh orang lain terhadap individu baik di dalam maupun di
luar organisasi, serta penghargaan secara professional yang pernah
dicapai. Hal tersebut yang kemudian memunculkan kemungkinan
bahwa persepsi mengenai rasa hormat terhadap seseorang dapat
terbentuk sebelum bekerja atau bertemu dengan pihak yang
bersangkutan (Hasdiabsar, 2011).
Berdasarkan dimensi-dimensi yang telah dijabarkan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa Leader Member Exchange (LMX) memiliki empat dimensi yaituafeksi (affection), kontribusi (contribution), loyalitas (loyalty), dan penghargaan professional (professional respect).
5. DampakLeader Member Exchange
Leader Member Exchange (LMX) mempengaruhi keefektifan dari sebuah organisasi. Kualitas hubungan yang terjalin antara pemimpin dan
bawahan dalam Leader Member Exchange (LMX) memiliki keterkaitan dengan hasil positif yang diberikan oleh pemimpin, pengikut, tim, dan
organisasi secara umum (Graen dan Uhl- Bien dalam Northouse, 2008).
bawahan memiliki kualitas hubungan yang tinggi maka hal tersebut dapat
berdampak positif terkait dengan energi yang ada dalam diri karyawan.
Hal tersebut yang kemudian memunculkan keterlibatan yang lebih besar
dalam tanggung jawab yang membutuhkan kreatifitas. Leader Member Exchange (LMX) tidak memiliki hubungan secara langsung dengan kreatifitas, namun berfungsi untuk memupuk perasaan bawahan terhadap
organisasi, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan kreatifitas
mereka (Northouse, 2008)
Semakin baik kualitas hubungan yang dimiliki oleh pemimpin
dengan bawahannya, maka bawahan akan memiliki energi yang positif dan
lebih berprestasi sehingga berdampak positif pula terhadap kesejahteraan
sebuah organisasi (Northouse, 2008). Tingginya kualitas hubungan yang
dimiliki oleh pemimpin dengan bawahannya mengarahkan karyawan
untuk memiliki sikap dan performansi yang baik, serta tingginya tingkat
Organizational Citizenship Behavior (OCB)(Spector, 2007). Selain itu, kualitas hubungan yang tinggi juga memiliki hubungan dengan tingginya
kualitas motivasi, performansi, serta kepuasan yang dimiliki oleh
karyawan (Gerstner dan Day dalam Landy dan Conte 2010). Hal ini
didukung oleh pernyataan Robbins (2006) bahwa dampak yang dihasilkan
dari out group memiliki indikasi yang mirip dengan karyawan yang memiliki kepuasan yang rendah sedangkan pada in group mirip dengan karyawan yang memiliki kepuasan yang tinggi. Kulitas pertukaran yang
turnover(Spector, 2007).Interaksi dan negosiasi positif yang terjadi antara pemimpin dengan bawahan akan mendorong keduanya untuk bergerak
melebihi kepentingan pribadi untuk mencapai tujuan organisasi.
(Northouse, 2008).
B. Komitmen organisasi
1. Definisi Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi adalah sebuah keinginan karyawan untuk
mempertahankan keanggotaannya serta keberpihakannya terhadap
tujuan-tujuan yang dimiliki dalam sebuah organisasi (Robbin, 2006). Komitmen
organisasi merupakan penerimaan dan internalisasi dari nilai dan tujuan
organisasi yang ditunjukkan dengan kontribusi serta peran yang dilakukan
oleh karyawan demi tercapainya nilai dan tujuan tersebut (de Citiis dan
Summer dalam Jans, 1989). Mathis dan Jackson (dalam Sopiah 2008)
mengungkapkan bahwa komitmen organisasi merupakan sebuah derajat
yang mengukur rasa percaya yang dimiliki oleh karyawan dan penerimaan
terhadap tujuan-tujuan organisasi serta keinginan untuk tetap tinggal. Neal
dan Noertheraft (dalam Sopiah 2008) menambahkan bahwa komitmen
organisasi merupakan sikap individu yang diberikan kepada organisasi
agar tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Kuntjoro
(2002) juga mengungkapkan bahwa komitmen organisasi merupakan
Meyer dan Allen (1997) mendefinisikankomitmen organisasi
sebagai kondisi psikologis yang menunjukkan adanya hubungan antara
karyawan dengan organisasi sehingga mempengaruhi keputusan karyawan
untuk mempertahankan keanggotaannya di dalam organisasi
tersebut.Yuwono, Purwanto, dan Kurniawan (dalam Wijayanto dan
Susanto, 2013) memandang bahwa komitmen organisasi menjelaskan
hubungan yang dimiliki oleh karyawan dengan sebuah organisasi secara
aktif. Individu yang berkomitmen mempunyai keyakinan diri terhadap
nilai-nilai dan tujuan organisasi, kerelaan untuk menggunakan usahanya
dengan sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi, serta keinginan
yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya. O’Reilly (dalam
Sopiah, 2008) menyebutkan bahwa komitmen organisasi merupakan
sebuah ikatan psikologis karyawan terhadap sebuah organisasi yang
mencakup keterlibatan kerja, loyalitas, dan rasa percaya terhadap
nilai-nilai organisasi.
Berdasarkan definisi komitmen organisasi yang telah dijabarkan di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan
kondisi psikologis karyawan yang ditandai oleh adanya rasa percaya dan
keinginan untuk bersungguh-sunggung dalam melaksanakan tanggung
jawab serta mempertahakan keanggotaannya sebagai bentuk keberpihakan
2. KomponenKomitmen organisasi
Mayer dan Ellen (1997) membedakan komitmen organisasi menjadi 3
komponen, yaitu:
a. Komponen Afektif
Komitmen afektif merupakan ikatan secara emosional yang
dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi yang ia ikuti sehingga
memunculkan keinginan untuk menjadi bagian dari organisasi (Mayer
dan Ellen, 1997).Komponenafektif menunjukkan kelekatan emosional
karyawan, mengidentifikasikandirinya dan menunjukkan
keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Komitmen afektif dapat
muncul dikarenakan adanya pengaruh dari kondisi dan harapan
karyawan mengenai pekerjaan yang ia miliki (Spector, 2007).
Karyawan yang memiliki komponen afektif yang tinggi akan
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Mereka memiliki
keinginan untuk tetap berada di dalam organisasi (Mayer dan Ellen,
1997). Komitmen afektif yang dimiliki oleh karyawan dapat ditujukan
pada teman kerja, customer, serta profesi yang ia miliki (McShane dan Von Glinow, 2005).
b. Komponen Normatif
Komponen normatif merupakan komitmen yang muncul
dikarenakan adanyatanggung jawab moral karyawan secara individu
terhadap organisasi sehingga timbul kesadaran bahwa komitmen
dan Ellen, 1997).Komitmen normatif dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
dimiliki secara personal oleh karyawan serta rasa tanggung jawab yang
dimiliki terhadap pemimpin maupun organisasi tempat ia bekerja. Rasa
tanggung jawab yang dimiliki oleh karyawan dapat muncul apabila
organisasi pernah melakukan suatu hal yang berharga baginya seperti,
membiayai karyawan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang
yang lebih tinggi (Spector, 2007). Pekerja dengan komponen normatif
yang tinggi akan cenderung merasa bahwa merekaharus tetap berada di
organisasi (Mayer dan Ellen, 1997).
c. Komponen Kontinum
Komponen kontinum berkaitan dengan
pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki oleh karyawan mengenai untung ruginya
ketika bergabung di sebuah organisasi sehingga muncul rasa butuh
akan organisasi (Mayer dan Ellen, 1997).Selain itu, komitmen
kontinum ini dapat muncul dikarenakan adanya keuntungan yang
dirasakan oleh karyawan ketika bekerja pada sebuah organisasi serta
tidak adanya alternatif pekerjaan yang lebih baik dari yang ia miliki
(Spector, 2007). Dengan kata lain, komitmen yang dimiliki terbentuk
oleh ikatan yang terjalin antara karyawan dengan organisasi yang
bukan hanya sebatas kelekatan secara emosional. Hal tersebut yang
kemudian memicu karyawan untuk tidak meninggalkan organisasi
karena memiliki pikiran bahwa dirinya akan merasa rugi (McShane
Berdasarkan komponen-komponen yang telah dijabarkan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga komponen yang dimiliki
oleh komitmen organisasi, yaitu afektif, normatif, dan kontinum.
3. Dampak Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi yang kuat akan membawa dampak positif,
antara lain: peningkatan prestasi kerja, motivasi kerja, masa kerja,
produktivitas kerja, dan rendahnya tingkat absensi yang dimiliki oleh
karyawan sehingga menurunkan tingkat turnover pada perusahaan (Steers dalam Oktorita, Rosyid, dan Lestari, 2001). Komitmen organisasi juga
meningkatkan performansi kerja serta Organizational Citizenship Behavior(OCB) (McShane dan Von Glinow, 2005). Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap keberadaan karyawan, seperti tingkat absen
dan turnover, serta sikap karyawan terhadap pekerjaannya dan organisasi (Riggio, 2008). Selain itu, komitmen organisasi memiliki korelasi yang
positif dengan usia, pendidikan, serta seberapa lama seorang karyawan
telah bekerja pada sebuah organisasi. Semakin tua, berpendidikan, dan
lamanya seseorang telah bergabung dalam sebuah organisasi maka
semakin tinggi pula komitmen yang dimiliki, begitu pula sebaliknya
(Becker dalam Riggio, 2008).
Komitmen juga memiliki keterkaitan dengan stress kerja serta
keadilan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang
merasakan keadilan dalam organisasi, begitu pula sebaliknya (Spector,
2007) Selain itu, komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan dapat
meningkatkan kepuasan klien karena karyawan yang memiliki komitmen
akan cenderung memiliki pengetahuan dan sikap yang lebih baik dalam
melayani klien. Namun di sisi lain, organisasi yang karyawannya memiliki
komitmen organisasi yang tinggi akan membuat organisasi memiliki
kesempatan yang terbatas untuk mempekerjakan karyawan baru yang
memilki pengetahuan dan ide yang segar (McShane dan Von Glinow,
2005).
C. Dinamika Hubungan Antara Leader Member Exchange (LMX) dan Komitmen Organisasi
Teori kepemimpinan yang banyak dipelajari sebagian besar
mengasumsikan bahwa pemimpin memperlakukan semua pengikut mereka
dengan cara yang sama. Dalam kenyataannya, pemimpin bisa bertindak
dengan sangat berbeda kepada karyawan yang satu dengan lainnya (Wibowo
dan Susanto, 2013). Dansereau, Graen, dan Haga (dalam Spector, 2007)
menyatakan bahwa asumsi bahwa setiap pemimpin membentuk hubungan
yang sama dengan setiap bawahannya merupakan kelemahan dari sebagian
besar penelitian mengenai kepemimpinan.
Kepemimpinan dipandang sebagai sebuah proses sosial sehingga
pemimpin dan bawahan akan mempengaruhi satu sama lain sebagai hasil dari
pemimpin dengan bawahan dapat terjalin secara berbeda-beda (Riggio, 2003).
Pemimpin membangun hubungan pemimpin-bawahan yang beragam pada
masing-masing bawahannya (Yulk, 1994). Hal tersebut dikarenakan pemimpin
cenderung tidak memperlakukan bawahannya secara seragam (Dansereau,
Graen, dan Haga dalam Spector, 2008).
Pemimpin cenderung tidak menjalankan perannya secara merata pada
bawahannya dalam mengelola organisasi (Wijayanto dan Susanto, 2013).
Hughes, Ginnett, dan Curphy (2012) menyatakan bahwa pemimpin justru
membentuk hubungan yang khusus dan unik dengan masing-masing bawahan.
Dengan kata lain, pemimpin cenderung memiliki orang-orang kepercayaan
dalam suatu organisasi. Inilah yang kemudian menjadi dasar teori Leader-Member Exchange (LMX) (Wibowo dan Susanto, 2013). Leader Member Exchange(LMX) berfokus pada pentingnya hubungan secara individual yang terjadi antara pemimpin dengan masing-masing bawahannya (Spector, 2007).
Leader-Member Exchange (LMX) yang dikembangkan memiliki empat dimensi, yaitu afeksi (affection), kontribusi (contribution), loyalitas (loyalty), dan penghargaan profesional (professional respect) (Harris, 2011).
Afeksi (affection) merupakan sebuah perasaan yang dirasakan oleh pemimpin maupun bawahan yang berdasar pada interaksi secara interpersonal
dan bukan hanya sekedar pekerjaan atau nilai-nilai profesional (Liden,
1997).Karyawan yang memiliki persepsi positif dengan menikmati
kebersamaan yang terjalin di antara mereka akan tergabung dalam in group
seperti persahabatan. Persahabatan yang terjalin mendorong karyawan untuk
memiliki kualitas hubungan yang cenderung positif sehingga karyawan
tersebut memiliki komitmen terhadap organisasi, begitu pula sebaliknya.
Kontribusi (contribution) berhubungan dengan cara yang digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan serta seberapa besar upaya yang dilakukan oleh
pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan bersama (Liden, 1997).
Karyawan yang mempersepsikan hal tersebut secara positif akan akan
tergabung dalam in group dan cenderung memiliki keinginan lebih untuk berkontribusi di luar deskripsi pekerjaan yang dimilikinya. Kondisi tersebut
yang kemudian akan menimbulkan munculnya kualitas hubungan yang tinggi
antara pemimpin dengan bawahannya sehingga karyawan pun memiliki
komitmen terhadap organisasi, begitu pula sebaliknya.
Loyalitas (loyalty) merupakan suatu tingkatan dimana pemimpin dan bawahan memilki kesetiaan satu sama lain dan secara formal dapat dilihat dari
tindakan dan sikap satu sama lain di hadapan umum (Liden, 1997). Karyawan
yang memiliki persepsi positif akan akan tergabung dalam in group dan cenderung setia sehingga akan memiliki sikap saling dukung dengan
pemimpinnya. Hal tersebut yang menunjukkan bahwa karyawan memiliki
kualitas hubungan yang tinggi sehingga karyawan pun memiliki komitmen
terhadap organisasi, begitu pula sebaliknya.
Penghargaan professional (professional respect) merupakan sebuah persepsi terhadap satu sama lain (pemimpin dan bawahan) dalam membangun
menunjukkan keunggulan dalam bekerja. (Liden, 1997). Karyawan yang
mempersepsikan hal tersebut secara positif akan akan tergabung dalam in group dan cenderung memiliki rasa hormat dan pengakuansecara profesional. Kondisi tersebut yang kemudian memicu munculnya kualitas hubungan yang
tinggi antara pemimpin dengan bawahannya sehingga karyawan pun memiliki
D. Kerangka Pemikiran Skema 1
Hubungan antara Dimensi Afeksi dengan Variabel Komitmen Organisasi
Pemimpin menjalin hubungan yang unik dengan
masing-masing bawahan (LMX)
Dipersepsi positif oleh
karyawan
Dipersepsi negatif oleh
karyawan
In Group
Afeksi
Komitmentinggi
Komitmenrendah
Pemimpin dan bawahan
tidak bersahabat
Pemimpin dan bawahan
bersahabat
Skema 2
Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Komitmen Organisasi
Pemimpin menjalin hubungan yang unik dengan
masing-masing bawahan (LMX)
Dipersepsi positif oleh
karyawan
Dipersepsi negatif oleh
karyawan
Memiliki keinginan lebih
untuk berkontribusi di
luar deskripsi pekerjaan
yang dimiliki
Kontribusi
Komitmentinggi
Komitmenrendah
Hanya berkontribusi
sebatas deskripsi
pekerjaan yang dimiliki
Skema 3
Hubungan antara Dimensi Loyalitas dengan Variabel Komitmen Organisasi
Pemimpin menjalin hubungan yang unik dengan
masing-masing bawahan (LMX)
Dipersepsi positif oleh
karyawan
Dipersepsi negatif oleh
karyawan
Setia dan saling dukung
Loyalitas
Komitmentinggi
Komitmenrendah
Tidak setia dan saling
dukung
In Group