i
DETERMINAN DISHARMONI KUA-PPAS
TERHADAP APBD
DI KABUPATEN TABANAN
I GUSTI AYU WIDIA ASRI
NIM 1391461005
PROGRAM MEGISTER
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
DI KABUPATEN TABANAN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI AYU WIDIA ASRI
NIM 1391461005
PROGRAM MEGISTER
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
iii
JUDUL .………...………... i
PRASYARAT GELAR ………. ii
LEMBAR PENGESAHAN ……….. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………. iv
SURAT PERNYATAAN ……… v
2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran dan Belanja Daerah ……….. 15
2.1.3 Kebijakan Umum APBD (KUA)………. 16
2.1.4 Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) ………. 17
2.1.5 Kompentensi Sumber Daya Manusia……….…….. 19
2.1.6 Perencanaan Anggraran……… 20
2.1.7 Politik Anggaran………... 23
2.1.8 Dana Perimbangan /dana transfer………. 25
iv
2.2.3 Perencanaan Anggaran……….……… 30
2.2.4 Politik Anggaran ………. 31
2.2.5 Dana Perimbangan/transfer ……….. 33
2.2.6 Transparansi Publik ………. 34
2.3 Keaslian Penelitian ….………..………… 33
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep Penelitian ... 40
3.2 Hipotesis Penelitian. ... 42
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian……….. 44
4.2 Lokasi Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian……… 44
4.3 Identifikasi Variabel Penelitian……… .……… 45
4.4 Definisi Operasional Variabel ……….. 45
4.5 Jenis dan Sumber Data ……….. 50
4.6 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel………. 51
4.7 Metode Pengumpulan Data..………. 53
4.8 Instrumen Penelitian ………. 54
4.9 Teknik Analisis Data ………. 55
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian……….. 57
5.1.1 Geografis Pemerintah Kabupaten Tabanan………. 57
5.1.2 Demografi Pemerintah Kabupaten Tabanan………. 60
5.1.3 Profl APBD Kabupaten Tabanan ……… 62
5.2 Deskripsi Hasil Penelitian ……… 64
5.2.1 Umur Pengelola Keuangan ………. 65
v
5.2.6 Kompetensi SDM ……….. 69
5.2.7 Dana Perimbangan/ Transfer ………..………… 70
5.2.8 Transparansi Publik ……… 71
5.3 Hasil Analisis Statistik dan Pembahasan Determinan Sinkronisasi APBD terhadap KUA-PPAS pada Pemerintah Kabupaten Tabanan. ………. 72
5.3.1 Korelasi antara variat KUA-PPAS dengan variat APBD … 73 5.3.2 Variabel yang paling dominan mempengaruhi Disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD ………. 75
5.3.2.1 Perencanaan Anggaran mempengaruhi APBD ………… 76
5.3.2.2 Politik anggaran mempengaruhi APBD ……….. 79
5.3.2.3 Kompetensi SDM mempengaruhi KUA-PPAS ………… 80
5.3.2.4 Dana Perimbangan/ Transfer mempengaruhi KUA-PPAS. 81 5.3.2.5 Transparansi publik mempengaruhi KUA-PPAS ……….. 82
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ……….. 85
6.2 Saran ………. 85
DAFTAR PUSTAKA ... 89
vi
Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan tuntunannya sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam
penulisan tesis ini. Untuk kesempatan itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Prof. Dr. IKG. Bendesa, MADE sebagai pembimbing I dan Dr. Dra. Ida Ayu
Nyoman Saskara, M.Si sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian
telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis
mengukuti program megister khususnya dalam penyelesaikan tesis ini.
Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas
Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika SpPD. KEMD atas kesempatan dan fasilitasi
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Magister Ilmu Ekonomi di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih juga penulis
tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr.
A.A Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
menjadi mahasiswa program Magister Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE sekaligus
sebagai tim penguji. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ketua
Program Megister Ilmu Ekonomi (MIE), Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina,
SE,MS sekaligus sebagai tim penguji dan ucapan terimakasih disampaikan kepada
bapak Ketua Jurusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Prof.Dr.I
Made Suyana, SE.MS sekaligus sebagai tim penguji yang telah memberikan
masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini bisa terwujud seperti ini.
Ucapan terimakasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada seluruh
pengelola, dosen, pegawai pada Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Program
Pascasarjana Universitas Udayana, teman-teman angkatan ke XXIV di Magister
Ilmu Ekonomi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu serta kepada semua
keluarga atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.
vii
Denpasar, Januari 2016
viii
Nama : I Gusti Ayu Widia Asri,SE
NIM : 13.01.46.1005
Program Studi : Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana
Judul Tesis : Determinan Disharmoni KUA-PPAS Terhadap APBD
di Kabupaten Tabanan
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat
Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmuah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar,………
Yang membuat pernyataan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,
termasuk dalam ranah konsep kebijakan keuangan negara. Fungsi pemerintahan
dalam berbagai bidang yang kemudian menimbulkan hak dan kewajiban negara
dalam mengelola keuangan negara melahirkan Sistem Pengelolaan Keuangan
Negara. Penyusunan program kerja pemerintah daerah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari sistem pengelolaan keuangan negara tersebut, yakni berkaitan
dengan penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dapat dicerminkan dari
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, keadilan, pemerataan,
keadaan yang semakin maju, serta terdapat keserasian antara pusat dan daerah
serta antar daerah. Hal yang dapat mewujudkan keadaan tersebut salah satunya
apabila kegiatan APBD dilakukan dengan baik. Dikarenakan pada saat ini
pemerintah menggunakan penganggaran bebasis pendekatan kinerja, maka
reformasi anggaran tidak hanya pada aspek perubahan struktur APBD, namun
juga diikuti dengan perubahan proses penyusunan anggaran.
APBD merupakan salah satu instrument utama pembangunan daerah
dalam rangka memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, serta menyediakan
pelayanan dasar yang memadai bagi masyarakat. Setiap tahun pemerintah daerah
pengeluaran dan penerimaan daerah agar terjadi keseimbangan yang dinamis,
dalam proses pelaksanan kegiatan-kegiatan di daerah demi tercapainya
pertumbuhan ekonomi, peningkatan produksi dan peningkatan kesempatan kerja.
Strategi penganggaran dalam APBD tidak dapat dipisahkan dengan kebijakan
pembangunan untuk mewujudkan pembangunan yang terarah dan akuntabel.
Berpijak pada kondisi makro ekonomi daerah, asumsi-asumsi penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), proyeksi pendapatan daerah
serta prioritas pembangunan yang telah disepakati, selanjutnya dialokasikan
Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) untuk program/ kegiatan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam rangka mewujudkan target kerja serta
prioritas pembangunan tersebut.
Proses penyusunan Rancangan APBD pada umumnya didahului dengan
penyusunan kerangka kebijakan anggaran berupa KUA (Kebijakan Umum
Anggaran) dan PPAS (Prioritas dan Plafon Anggran Sementara). Penyusunan
KUA merupakan upaya untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran yang ada
dalam Rencana Strategis Daerah (Renstrada). Kebijakan di bidang keuangan
merupakan pernyataan yang dibuat dan diterapkan oleh kepala daerah dan
disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk menjelaskan
manajemen keuangan daerah. Secara umum, kebijakan di bidang keuangan
merupakan tindakan resmi yang diambil oleh suatu organisasi untuk mendukung
pelaksanaan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai di bidang keuangan.
Kebijakan memberikan suatu kerangka untuk manajemen keuangan dan acuan
Fungsi KUA-PPAS dari sisi akuntabilitas, berupa Nota Kesepahaman
KUA-PPAS ini menjadi dasar pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, dalam
konteks sejauh mana ini sesuai dengan prioritas kebijakan anggaran. Dari sisi
disiplin anggaran, KUA-PPAS dikunci untuk membangun disiplin anggaran yang
bersifat menyeluruh, sesuai plafon yang telah disepakati. Dari sisi efisiensi teknis,
informasi daftar program dan kegiatan di KUA dan PPAS akan lebih
memudahkan dan mempercepat penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
SKPD. Jadi KUA-PPAS sendiri bukan merupakan APBD yang sudah disahkan,
tapi hanya produk untuk memudahkan dan memperlancar proses penyusunan
APBD.
Reformasi pengelolaan keuangan negara di Indonesia yang diawali dengan
terbitnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah
membawa banyak perubahan mendasar dalam pengelolaan keuangan negara.
Perubahan mendasar tersebut diantaranya adalah diperkenalkannya pendekatan
penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) dalam penyusunan
anggaran pemerintah. Sejalan dengan itu, dalam kerangka otonomi daerah,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membuka peluang bagi daerah untuk
mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas masing-masing. Kedua undang-undang ini membawa konsekuensi
bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang
Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki
dimensi waktunya sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dibagi menjadi perencanaan jangka
panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan
Undang-Undang ini kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah
yaitu apa yang disebut sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai
kelengkapannya. Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN, mewajibkan daerah untuk
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua
puluh) tahun yang berisi tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor
13 Tahun 2006, penganggaran terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan
rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis
belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip
pencapaian efisiensi alokasi dana. Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan di
daerah, Pemerintah telah menetapkan Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah atas perubahan Permendagri Nomor 21 Tahun
2011 sebagai pedoman dalam pelaksanaan, penatausahaan APBD dan laporan
berdasarkan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 yaitu : (1) APBD disusun sesuai
dengan kebutuhan penyelanggara pemerintah daerah, (2) APBD harus disusun
secara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal, (3) Penyusunan APBD dilakukan
secara transparan, dimana memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD, (4) Penyusuanan
APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat, (5) APBD harus memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan, (6) Substansi APBD dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.
Dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah pemerintah
menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2013 yang mencakup mengenai Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah
dengan Kebijakan Pemerintah, Prinsip Penyusunan APBD, Kebijakan
Penyusunan APBD, Teknis Penyusunan APBD dan hal-hal khusus lainnya.
Disharmoni antara APBD dan KUA-PPAS dipengaruhi oleh kompetensi
Sumber Daya Manuasia (SDM). Sumber Daya Manusia merupakan elemen
organisasi yang sangat penting, karenanya harus dipastikan sumber daya manusia
ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara
optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia diukur
berdasarkan latar belakang pendidikan, pemahaman tentang tugas, kesiapan dalam
memahami melakukan perubahan dalam proses penyusunan anggaran. Agar
perencanan APBD berkualitas, maka setiap SKPD harus memiliki sumber daya
peremajaan sumber daya manusia dengan jalan melakukan pelatihan-pelatihan
tentang pengelolaan keuangan daerah.
Partisipasi masyarakat sangat penting dalam siklus anggaran. Transparansi
anggaran juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan. Transparansi
merupakan salah satu prinsip good governance. Transparansi dibangun atas dasar
arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan
informasi yang tersedia harus memadai dan mudah dimengerti.
Setiap proses penyusunan dokumen rencana pembangunan memerlukan
koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan
melalui suatu forum yang disebut sebagai Musyawarah Perencanaan
Pembangunan atau Musrenbang. Penyelenggaraan Musrenbang ini difasilitasi dan
didanai oleh pemerintah, provinsi, kabupaten/kota. Penyelenggaraan Musrenbang
di Daerah dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
dilakukan melalui proses pembahasan masyarakat dengan pemerintah daerah guna
penyenyerapan aspirasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Titik berat
pembahasannya adalah pada sinkronisasi rencana kerja SKPD, dan antara
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat (Rudianto, 2007).
Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada Hasrul Hanif (2012)
mengungkapkan adanya ketidaktransparan dalam proses penganggaran di DPR,
dan masyarakat hanya dilibatkan dalam usulan perencanaan pembangunan saja,
sehingga alokasi untuk pembangunan gedung DPR dengan nilai yang fantastis
tidak bisa dikontrol oleh masyarakat, alhasil penyalahgunaan sering kali terjadi
segelintir birokrasi dan politisi. Bahkan, meski Undang-Undang tentang
Keterbukaan Informasi Publik telah mengamanatkan bahwa dokumen anggaran
merupakan dokumen publik, namun tetap saja sulit diakses oleh masyarakat.
Fenomena ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dimana pada pasal 4 disebutkan
bahwa setiap orang berhak : (a) melihat dan mengetahui Informasi Publik, (b)
menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh
Informasi Publik, (c) mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan
sesuai dengan Undang-Undang ini, dan / atau (d) menyebarluaskan Informasi
Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terkait dengan polemik pemasukan KUA-PPAS dalam E-Budgeting, pada
dasarnya E-Budgeting merupakan alat untuk terlaksananya transparansi anggaran
dimana publik bisa mengetahui proses dan penetapan serta alokasi anggaran yang
ditetapkan bersama oleh Pemda dan DPRD. Sementara KUA-PPAS sendiri
merupakan hasil antara dari proses penyusunan anggaran serta menjadi bahan
pembahasan APBD antara Pemda dan DPRD. KUA-PPAS bukan merupakan hasil
akhir dari keputusan APBD yang akan dilaksanakan. Sementara publik juga perlu
mengetahui hasil akhir dari anggaran yang ditetapkan dan alokasi belanja untuk
didaerahnya. Permasalahan yang sering muncul dalam transparansi publik pada
hampir semua pemerintahan diantaranya adalah masalah pengadaan barang untuk
kepentingan publik. Tender pengadaan barang untuk kepentingan publik sering
dinilai tidak transparan, sarat dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),
Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang sudah ditetapkan
terlebih dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan.
Berdasarkan pelaksanaannya, perencanaan ditingkat pemerintah daerah dibagi
menjadi tiga kategori yaitu : Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJDP)
merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 20 tahun; Rencana
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan perencaan pemerintah daerah
untuk periode 5 tahun; dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
merupakan rencana tahunan daerah. Sedangkan perencanaan ditingkat SKPD
terdiri dari : Rencana Strategi (Renstra) SKPD merupakan rencana untuk periode
5 tahun. Dalam konteks yang lebih sempit APBD merupakan sumber dana dari
segala kegiatan yang dilaksanakan (diselenggarakan) pemerintah daerah untuk
kepentingan masyarakat daerah atau pengembangan dan pembangunan daerah.
Dalam perkembangannya APBD selalu mengalami pasang surut sejalan dengan
perkembangan ekonomi daerah dan nasional. Krisis adalah salah satu factor yang
mengganggu APBD dan penggunaannya
Proses perencanaan anggaran yang tidak direncanakan dengan baik bisa
menjadi penyebab disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD. Perencanaan
anggaran akan tersusun dengan baik apabila melibatkan aparatur yang memahami
mengenai prosedur dalam penyusunan RKA dan juga mengetahui kebutuhan dari
kegiatan-kegiatan yang akan direncanakan. Tenaga yang berkompeten dalam
penyusunan perencanaan anggaran harus mengetahui informasi yang valid
mengenai pedoman penyusunan RKA yang akan dituangkan dalam penyusunan
Dinamika politik juga tidak bisa lepas dalam proses penyusunan APBD.
Legislatif sebagai principal bagi eksekutif memunculkan perilaku oportunistik
legislatif untuk merealisasikan kepentingannya melalui discretionary power yang
dimilikinya. Perilaku oportunistik tersebut dimana anggaran dipergunakan oleh
legislatif (politisi) untuk memenuhi self-interest-nya, hal ini sesuai dengan hasil
dari penelitian Abdullah dan Asmara (2006) yang menunjukkan bahwa adanya
upaya legislatif mempengaruhi keputusan alokasi anggaran belanja di APBD
untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
APBD yang merupakan bentuk kebijakan politik yang disusun oleh pihak
eksekutif dan legislatif, termuat rencana-rencana program pembangunan yang
akan dilaksanakan oleh aparatur pemerintah. Keputusan politik oleh kepala daerah
mempengaruhi penganggaran. Program yang menjadi prioritas tentunya
diutamakan dalam penganggaran dibandingkan dengan program atau kegiatan
lainnya. Begitu pentingnya politik anggaran bagi sebuah daerah, yang akan
menentukan seperti apakah kondisi daerah lima tahun mendatang akan sangat
berpengaruh oleh kebijakan politik anggaran yang dihasilkan kepala daerah.
Disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD dapat juga dikarenakan
prosedur dalam pelaksanaan dana perimbangan/transfer ke daerah belum optimal.
Direktorat Dana Perimbangan bertugas menyiapkan perumusan kebijakan,
koordinasi dan fasilitasi, perhitungan alokasi, standarisasi, bimbingan teknis, dan
pelaksanaan di bidang Transfer ke Daerah. Direktorat Dana Perimbangan
diantaranya memiliki fungsi pelaksanaan transfer Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
transfer bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang
dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah
dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah selain itu dana
perimbangan/ transfer bertujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi
urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang
merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya
dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
masyarakat.
Permasalahan umum yang menjadi kendala terlambatnya dana
perimbangan/transfer ke daerah dikarenakan keterlambatan informasi, dalam
penyediaan data dasar penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Keterlambatan penyampaian data perkiraan penerimaan kepada Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diakibatkan karena penetapan
Anggaran Pusat bersamaan dengan penetapan APBD di Daerah, sehingga proses
penyusunan PMK untuk penetapan alokasi bagian daerah juga sering mengalami
keterlambatan informasi yang diterima oleh pemerintah daerah.
Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah
alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses
penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan
perencanaan strategi telah selesai dilakukan. Tahap penganggaran menjadi sangat
penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja
merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan
program-program yang dibiayai dari uang publik (Mardiasmo, 2004).
Pembangunan daerah akan menunjukkan hasil jika didasari atas
perencanaan yang matang. Upaya perbaikan pengelolaan keuangan daerah
khususnya perencanaan APBD, masih merupakan agenda strategis bagi
percepatan peningkatan kesejahteraan rakyat di darah, yang merupakan inti dari
kewajiban Daerah, DPRD dan Kepala Daerah. Peraturan perundang undangan
telah memberikan arahan dan teknis dari penyusunan perencanaan hingga
penganggaran. Salah satu yang diamanatkan dalam peraturan perundang
undangan adalah Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) yang memuat
tentang asumsi perkembangan kondisi internal dan eksternal daerah terkait dengan
potensi kondisi keuangan di tahun tersebut.
Tabel 1.1
Disharmoni antara KUA - PPAS dan APBD Kabupaten Tabanan Tahun 2010 – 2014
Tahun 2010 655.006.500 696.918.700 655.099.000 696.921.320
2011 855.701.600 905.755.620 870.487.000 920.541.200
2012 952.896.800 993.416.800 956.531.600 996.251.600
2013 1.107.276.600 1.138.996.600 1.110.810.800 1.142.530.800
2014 1.252.687.700 1.257.407.735 1.260.942.535 1.287.757.355
Sumber :Pemerintah Kabupaten Tabanan KUA-PPAS dan APBD 2010 – 2014 (data diolah)
Berdasarkan data pada Tabel 1.1, dalam periode 5 (lima) tahun terlihat
belanja daerah antara APBD dengan KUA-PPAS dalam periode tahun 2010
sampai 2014 terlihat pada grafik berikut :
Grafik 1.1
Selisih Pendapatan antara APBD dan KUA-PPAS Tahun 2010 -2014
Sumber :Pemerintah Kabupaten Tabanan KUA-PPAS dan APBD 2010 – 2014 (data diolah)
Grafik 1.2
Selisih Belanja Daerah antara APBD dan KUA-PPAS Tahun 2010 - 2014
Pada Grafik 1.1 dan Grafik 1.2 terlihat bahwa selisih pendapatan antara
APBD dan KUA-PPAS dan belanja daerah antara APBD dan KUA-PPAS dalam
periode lima (5) tahun selalu mengalami peningkatan. Selisih (dalam jutaan) pada
pendapatan antara APBD dan KUA-PPAS tahun 2010 dari Rp. 92.500 meningkat
pada tahun 2014 sebesar Rp. 8.254.835. Untuk selisih belanja daerah antara
APBD dan KUA-PPAS dari Rp. 2.620 pada tahun 2010 meningkat menjadi
Rp. 30.349.620,- pada tahun 2014
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1) Adakah korelasi antara variat KUA-PPAS dengan variat APBD
Kabupaten Tabanan ?
2) Variabel manakah diantara variabel perencanaan anggaran, politik anggaran,
kompetensi SDM, dana perimbangan/ transfer dan transparansi publik yang
dominan mempengaruhi disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD
Kabupaten Tabanan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan penelitian
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Menganalisis apakah ada korelasi antara variat KUA-PPAS dengan variat
APBD Kabupaten Tabanan.
2) Menganalisis diantara variabel perencanaan anggaran, politik anggaran,
manakah yang paling dominan mempengaruhi disharmoni antara
KUA-PPAS dengan APBD Kabupaten Tabanan.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan atas tujuan penelitian tersebut, maka kegunaan penelitian
adalah.
1) Manfaat Akademik
a. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk memperdalam pengetahuan
peneliti di bidang perencanaan keuangan daerah, khususnya pengaruh
kompetensi sumber daya manusia, transparansi publik, perencanaan
anggaran, politik anggaran dan dana perimbangan/ transfer terhadap
disharmoni antara KUA-PPAS dengan APBD.
b. Menjadi masukan bagi rekan-rekan yang berminat dan tertarik
memperdalam penelitian tentang disharmoni antara KUA-PPAS dengan
APBD.
2) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
Pemerintah Kabupaten Tabanan dalam rangka menganalisis disharmoni
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Konsep dan Definisi
2.1.1 Disharmoni
Disharmoni adalah tidak adanya keselarasan dan keserasian antara
kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lain. Terjadi tumpang tindih, tidak
saling melengkapi antar kebijakan. Pada prinsipnya Kebijakan Umum Anggaran
(KUA), Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) merupakan kebijakan yang saling berkaitan,
KUA-PPAS merupakan pendukung dalam menyusun rencana APBD, namun pada
kenyataannya tidak adanya keterpaduan antara data yang didukung dengan data
yang mendukung.
2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Penetapan APBD harus tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 31
Desember tahun sebelumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 116 ayat (2)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah daerah harus memenuhi
jadwal proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan dan penyampaian
rancangan KUA dan rancangan PPAS kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli
16
akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan
membahas rancangan APBD Tahun Anggaran berikutnya antara pemerintah
daerah dengan DPRD sampai dengan tercapainya kesepakatan bersama antara
kepala daerah dengan DPRD terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD, paling lambat tanggal 30 Nopember tahun sebelumnya, sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 105 ayat (3c) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Tahapan dan jadwal
proses penyusunan APBD dapat dilihat pada tabel 2.1 lampiran 1.
2.1.3 Kebijakan Umum APBD (KUA)
Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan
tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan
umum, seperti.
1) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator
ekonomi makro daerah;
2) Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD, termasuk laju inflasi,
pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi
daerah;
3) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana
sumber dan besaran pendapatan daerah serta strategi pencapaiannya;
4) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program dan langkah
17
manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan
pemerintah serta strategi pencapaiannya;
5) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran
daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka
menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya.
Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan sasaran dan kebijakan
pemerintah dalam satu tahun anggaran yang menjadi petunjuk dan ketentuan
umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan RAPBD. Dalam menyusun
Rancangan Kebijakan Umum APBD, Kepala Daerah dibantu oleh Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah. Kebijakan
tersebut disampaikan oleh Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelola
keuangan daerah kepada Kepala Daerah, paling lambat pada awal bulan Juni
tahun sebelumnya, Rancangan Kebijakan Umum APBD disampaikan Kepala
Daerah kepada DPRD untuk dibahas paling lambat pertengahan bulan Juni Tahun
Anggaran sebelumnya untuk dibahas dalam pembahasan Pendahuluan RAPBD
tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh Tim Anggaran
Pemerintah Daerah bersama Badan Anggaran DPRD. Rancangan Kebijakan
Umum APBD yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan
Umum APBD paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran
sebelumnya.
2.1.4 Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang
18
Satuan Kerja Perangkat Daerah( SKPD) terkait. PPAS juga menggambarkan pagu
anggaran sementara dimasing- masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan
prioritas dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif
setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala
daerah dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut
ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD.
Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA
dan rancangan PPAS, kepala daerah harus menyampaikan rancangan KUA dan
rancangan PPAS tersebut kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang
selanjutnya hasil pembahasan kedua dokumen tersebut disepakati bersama antara
kepala daerah dengan DPRD pada waktu yang bersamaan, sehingga keterpaduan
substansi KUA dan PPAS dalam proses penyusunan RAPBD akan lebih efektif.
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) merupakan program
prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD
untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD.
Berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan
PPAS dengan tahapan sebagai berikut.
1) Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan.
2) Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan.
3) Menyusun plafon anggaran untuk masing-masing program.
Kepala Daerah menyampaikan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat
19
Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Panitia Anggaran DPRD. Rancangan
PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi Prioritas dan Plafon
Anggaran (PPA) paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran sebelumnya.
KUA-PPAS yang telah disepakati masing-masing dituangkan ke dalam Nota
Kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD.
2.1.5 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kompetensi sumber daya manusia adalah kemampuan seseorang untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan
bekal pendidikan, pelatihan, pengetahuan tentang penyusunan anggaran,
pemahaman dalam menyusun anggaran, dan perilaku dalam bekerja. Sumber
daya manusia pengguna sistem dituntut untuk memiliki tingkat keahlian yang
memadai atau paling tidak memiliki kemauan untuk terus belajar dan
mengasah kemampuan. Kemampuan sumber daya manusia itu sendiri sangat
berperan dalam menghasilkan informasi yang berkualitas.
Untuk dapat menyusun RAPBD berdasarkan prestasi kerja atau anggaran
berbasis kinerja diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk
melaksanakannya. Pranesti dan Roekhudin (2001) menyatakan bahwa faktor
manusia merupakan bagian penting dari penganggaran. Seringkali orang
menganggap anggaran seolah-olah sebagai alat mekanis saja, namun dibalik aspek
teknis tentang anggaran, adalah manusia. Manusia yang merancang tujuan dan
sasaran, dan manusia pula yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang ditetapkan. Perilaku manusia sebagai individu maupun kelompok
20
berpengaruh terhadap perilaku individu dan kelompok. Suatu anggaran tidak akan
efektif bila anggaran tersebut tidak dapat mengakomodasi semua kepentingan
kelompok yang terlibat dalam pelaksanaannya.
Persoalan yang penting dalam proses penyusunan APBD adalah perilaku
manusia yang terkandung dalam proses perencanaan anggaran. Beberapa metode
penyusunan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan penerapannya,
namun keberhasilan pelaksanaannya sangat tergantung pada manusia yang
melaksanakannya. Untuk itu perlu diperhatikan apa yang memotivasi individu dan
kelompok dalam penyusunan APBD dan pelaksanaan anggaran.
2.1.6 Perencanaan Anggaran
Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran
organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategik, taktis, dan
melibatkan aspek operasional. Faktor keterampilan dan keahlian dalam proses
perencanaan anggaran, pengetahuan tentang anggaran, data sumber anggaran dan
target yang ingin dicapai, prosedur perencanaan, faktor informasi yang valid dan
mutakhir merupakan upaya yang dilakukan agar perencanaan anggaran dapat
berjalan dengan baik. Proses perencanaan juga melibatkan aspek perilaku, yaitu
partisipasi dalam pengembangan system perencanaan, penetapan tujuan, dan
pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor perkembangan pencapaian
tujuan. Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya
underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efesinsi dan
21
Pentingnya efektivitas pengelolaan anggaran mulai dari penyusunan
anggaran, pelaksanaan anggaran sampai dengan pelaporan/pertanggungjawaban
anggaran karena dampaknya terhadap akuntabilitas pemerintah, sehubungan
dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Bentuk reformasi anggaran dalam upaya memperbaiki proses penganggaran
adalah penerapan anggaran berbasis kinerja (Tamasoleng, 2015)
Pada tahap awal perencanaan, pertama kali yang dilakukan adalah
melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan musyawarah perencanaan
pembangunan (Musrenbang). Musrenbang fokus pada perencanaan sebagai proses
perencanaan program kerja yang menganut pola perencanaan berbasis masyarakat,
artinya bahwa semua usulan yang muncul merupakan usulan yang bersumber dari
musyawarah masyarakat berdasarkan kebutuhan prioritas dan potensi yang
dimiliki. Penyelenggaran Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan
(Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dilakukan melalui proses
pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD). Titik berat pembahasannya adalah pada sinkronisasi
rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
Musrenbang, sinkronisasi dan RKPD adalah pijakan musyawarah. Ketiga hal ini
dapat bersinergi bila orang-rang yang terlibat dalam musyawarah telah memiliki
pengetahuan tentang bagaimana musrenbang diselenggarakan, dan bagaimana
penyusunan program kerja dan usulan kegiatan seharusnya dilakukan (Rudianto,
2007).
Perencanaan berperan sangat penting dalam pencapaian tujuan
22
organisasi pemerintahan harus menyusun perencanaan guna mencapai tujuan
pembangunan dengan memperhitungkan sumber daya yang dimiliki. Perencanaan
diperlukan karena keinginan masyarakat yang tak terbatas sedangkan sumber daya
(anggaran) yang ada terbatas. Anggaran merupakan instrumen penting bagi
pemerintah untuk menetapkan prioritas program pembangunan di tingkat daerah.
Anggaran dalam APBD menjadi dasar pengelolaan keuangan daerah untuk satu
tahun, yang mana merupakan hasil akhir dari proses perencanaan dan
penganggaran daerah selama setahun penuh.
Untuk mengatur kegiatan perekonomian daerah, maka suatu daerah harus
menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penetapan struktur
dan penyusunan APBD merupakan rencana keuangan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD ini sebagai dasar
untuk pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran.
Pada lingkup perencanaan anggaran terdapat sasaran dari pengendalian
dan evaluasi berupa : (1) prioritas dan sasaran pembangunan tahunan daerah; (2)
rencana program dan kegiatan prioritas daerah ; serta (3) pagu indikatif, disusun
dalam beberapa dokumen berupa proses penetapan anggaran pembangunan
seperti Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Plafon dan Prioritas Anggaran
Sementara (PPAS), hingga dokumen anggaran sendiri yaitu dokumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bias antara rencana dan pelaksanaan
sangat sering terjadi pada tahap perencanaan anggaran. Bias tersebut dikarenakan
(1) Kekeliruan penafsiran KUA dan PPAS (2) Konsensus prioritas program dan
23
RAPBD sehingga ketidaksepakatan dalam pembahasan KUA dan PPAS ini telah
menyebabkan berulang-ulangnya pembahasan; (3) Setelah pembahasan di tingkat
komisi yang dilanjutkan panitia kerja RAPBD oleh DPRD, perubahan program
dan kegiatan masih berjalan terus. Hal ini berpotensi mengakibatkan proses
penyusunan RAPBD selalu terancam dibahas ulang dari titik awal.
2.1.7 Politik Anggraran
Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses
politik. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas
pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan
uang publik. Proses paling rumit dalam konteks politik yang berhubungan dengan
produk politik adalah upaya untuk membuat keputusan guna menyelesaikan suatu
fenomena atau gejala sosial ekonomi yang muncul. Anderson (1984) dalam
Abdullah & Asmara (2010) mengutarakan pendapatnya mengenai faktor-faktor
yang melatar belakangi eksekutif dan legislatif dalam membuat keputusan
anggaran yakni.
1) Personal Values, atau nilai-nilai personal (individu). Dalam konteks ini maka
personal values menjadi logika berpikir yang perlu juga diperhatikan dalam
memahami penetapan atau pengambilan keputusan.
2) Policy Values adalah nilai-nilai atau standar-standar kebijakan yang berwarna
kepentingan publik. Pembuat keputusan dapat bertindak dengan baik
berdasarkan persepsi mereka mengenai kepentingan publik atau kepercayaan
24
3) Ideological Values, yaitu nilai-nilai atau standar-standar ideologis. Ideologi
adalah sekumpulan kepercayaan dan nilai yang berhubungan secara logis yang
memberikan gambaran sederhana mengenai dunia dan cara bertindak sebagai
petunjuk bagi seseorang untuk berperilaku. Berdasarkan pendapat Anderson,
(1984), maka politik penganggaran bersifat abstrak sehingga belum ada standar
yang baku sebagai pedoman dalam politik penganggaran. Adanya pengaruh
proses politik juga merupakan bagian dari kerangka konseptual dari Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yaitu salah
satu ciri yang penting dalam mewujudkan keseimbangan fiskal dengan
mempertahankan kemampuan keuangan negara yang bersumber dari
pendapatan pajak dan sumber-sumber lainnya guna memenuhi keinginan
masyarakat adalah berlangsungnya proses politik untuk menyelaraskan
berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, penganggaran
merupakan kegiatan politik maka proses maupun produknya adalah produk
politik, maka untuk memahami keigiatan politik perlu mencermati bagaimana
anggaran itu dibuat dan prioritas-prioritas yang muncul dari anggaran tersebut.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, tergambar peran DPRD dalam proses perencanan tahunan dan
penganggaran pemerintah daerah. DPRD sudah terlibat secara aktif sejak dari
penyusunan RKPD, KUA, PPAS sampai pada pembahasan RAPBD yang
diajukan pemerintah daerah. RAPBD pada hakekatnya merupakan kumpulan dari
program dan kegiatan yang dimuat dalan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
25
menjabarkan anggaran dari kegiatan-kegiatan yang telah disepakati oleh legislatif
dan eksekutif dalam KUA dan PPAS.
2.1.8 Dana Perimbangan / Dana Transfer
Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada
daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana Perimbangan disebut juga
transfer atau grants. Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya
keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan transfer adalah mengurangi
keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertical Pusat dan
Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk
menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Abdullah dan Halim
2003). Dana perimbangan/ transfer terdiri dari : (1) Dana Bagi Hasil, (2) Dana
Alokasi Khusus, (3) Dana Alokasi Umum.
Pelaksanaan urusan perimbangan keuangan pusat dan daerah terkait
dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pelaksanaan desentralisasi
diwujudkan melalui pemberian bantuan dalam bentuk transfer dana dari
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Transfer ke Daerah (TKD)
merupakan mekanisme baru dimana alokasi dana untuk pemda disalurkan secara
langsung melalui pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara pada
Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, ke
Rekening Kas Umum Daerah, tanpa adanya keterlibatan pemda sebagai penerima
26
2.1.9 Transparansi Publik
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,
dikelola, dikirim, dan/ atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan
dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/ atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini
serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Undang-Undang
ini bertujuan untuk: (a) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana
pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan
keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik, (b)
mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik,
(c) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik
dan pengelolaan badan publik yang baik, (d) mewujudkan penyelenggaraan
negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan, (e) mengetahui alasan kebijakan publik yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak, (f) mengembangkan ilmu pengetahuan
dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan/atau, (g) meningkatkan pengelolaan dan
pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan
informasi yang berkualitas.
Mursyidi (2009) mendefenisikan transparansi sebagai pemberian informasi
keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan
bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan
27
yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang
undangan.
Handayani (2009) berpendapat bahwa Transparansi Publik adalah adanya
keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat secara cepat.
Sopanah (2003) mensyaratkan bahwa anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif
dikatakan transparansi jika memenuhi kriteria berikut : 1) Terdapat pengumuman
kebijakan anggaran, 2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, 3)
Tersedia laporan pertanggung jawaban yang tepat waktu, 4) Terakomodasinya
suara/usulan masyarakat, 5) Terdapat sistem pemberian informasi kepada publik.
Transparansi adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dari
perencanaan sampai hasil akhir pengelolaan APBD harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai kedaulatan tertinggi. Ciri utama
dalam pengelolaan APBD adalah akuntabilitas dan transparansi. Salah satu
elemen penting dalam rangka perwujudan pemerintahan yang baik (Good
Governance) adalah adanya pengelolaan APBD yang baik (Good Financial
Governance).
2.2. Teori yang Relevan
2.2.1 Anggaran Berbasis Kinerja
Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi
pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana
Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya
pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output
28
Penyusunan APBD berbasis kinerja dilakukan berdasarkan capaian
kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan
Standar Pelayanan Minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi
berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan
memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam
penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan
akuntabel terhadap kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006).
2.2.2 Sumber Daya Manusia
Kebijakan Teori Edward III dalam Widodo (2011) mengemukakan bahwa
sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Sumber
daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup
sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan. Menurut
Amirudin (2009), kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan dari
anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya
masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan
daerah.
Penempatan pegawai memerlukan perhatian yang penuh dari pimpinan
daerah dan pimpinan SKPD Kabupaten Tabanan. Apabila orang yang ditempatkan
tidak tepat pada jabatan-jabatan yang tersedia akan memberikan pengaruh yang
negatif terhadap perkembangan organisasi antara lain: para pegawai akan merasa
frustasi dalam bekerja, para pegawai akan bekerja lamban dan hasil kerjanya
29
Wiley (1997), menyebutkan bahwa sumber daya manusia merupakan pilar
penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan
visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut. Sumber daya manusia (human
resources) merujuk kepada orang-orang di dalam organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi Simamora (2001). Menurut Irawan (2000), yang dimaksud
dengan sumber daya manusia adalah semua orang yang tergabung dalam suatu
organisasi dengan peran dan sumbangannya masing-masing mempengaruhi
tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Sedangkan Matindas (2002) mengemukakan
bahwa sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam
suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan karyawan yang ada.
Sebagai kesatuan, Sumber Daya Manusia harus dipandang sebagai suatu sistem
di mana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan
lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi.
Widodo (2001) dalam Kharis (2010) menjelaskan kompetensi sumber
daya manusia adalah kemampuan sumber daya manusia untuk
melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya dengan
bekal pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang cukup memadai. Sumber
Daya Manusia yang kompeten tersebut akan mampu memahami logika akuntansi
dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah Daerah dalam
memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan
laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar
yang ditetapkan pemerintah Warisno (2008). Kompetensi sumber daya manusia
mencakup kapasitasnya, yaitu kemampuan seseorang atau individu, suatu
30
fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan
efisien.Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk
menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan hasil-hasil (outcomes).
Ruri Widiastuti (2013) dan Yudianta (2012) dengan penelitian pengaruh
SDM, teknologi informasi dan pengendalian intern terhadap kualitas informasi
akuntansi pada pelaporan keuangan SKPD Kabupaten Gianyar. Dudi Iskandar
(2013) menemukan bahwa aparatur pemerintahan yang profesional dan memiliki
kompetensi dalam menyusun RKA-SKPD akan berdampak positif terhadap
sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. memiliki kompetensi
dalam menyusun RKA-SKPD akan berdampak positif terhadap sinkronisasi
dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Aceh Tenggara.
2.2.3 Perencanaan Anggaran
Perencanaan anggaran sangat berpengaruh pada disharmoni antara
KUA-PPAS dengan APBD. Penyusunan Anggaran dan Belanja Pemerintah Daerah
(APBD) meliputi perencanaan, pendapatan dan pengeluaran. Pada sisi pendapatan
dilakukan estimasi penerimaan daerah yang mungkin dicapai pada tahun yang
akan datang, begitu juga dengan pemikiran pengeluaran rutin, termasuk belanja
pegawai dan lain sebagainya. Atas dasar pemikiran penerimaan dan pengeluaran
rutin tersebut diketahui, dengan demikian besarnya dana untuk mencapai berbagai
sasaran pun dapat diperhitungkan, dibuktikan dengan penelitian Lidya Elfrina
(2014) yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
perencanaan penganggaran terhadap sinkronisasi APBD dengan KUA-PPAS
31
berdampak pula pada perencanaan penganggaran selanjutnya. D.J. Mamesah
(1995) mengemukakan, bahwa dalam penyusunan anggaran pemerintah daerah
(APBD) meliputi empat prinsip :
1. Prinsip kemandirian, dimana adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan
asli daerah (PAD) serta adanya upaya ketepatan penggunaan dana yang
tersedia agar dapat mengurangi ketergantungan kepada instansi yang lebih
tinggi.
2. Prinsip prioritas, dimana dalam penyusunan anggaran agar diupayakan
mempertajam prioritas dalam penggunaan dana.
3. Prinsip efesiensi dan efektifitas anggaran, dimana pengendalian pembiayaan
dan penghematan yang menyeluruh pada prioritas daerah tersebut diatas.
4. Prinsip disiplin anggaran, dimana setiap dinas /lembaga/satuan kerja daerah
yang memperoleh anggaran harus dapat menggunakan secara efisien, tepat
guna dan tepat waktu pertanggungjawabannya, serta tidak melaksanakan
kegiatan atau proyek yang tidak tersedia/ belum tersedia kredit anggarannya
dalam APBD.
2.2.4 Politik Anggaran
David Easton (1953) menjelaskan politik itu adalah alokasi nilai-nilai, dan
dalam konsep politik nilai-nilai itu adalah kekuasaan. Kekuasaan untuk
mengalokasikan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang hendak
ditujukan untuk kebaikan bersama, kepentingan umum dan ke sejahteraan sosial.
Alokasi nilai-nilai tersebut tentunya akan diarahkan secara langsung
32
bermasyarakat atau bernegara seperti yang akan dirinci dalam politik anggaran.
Bagaimana politik itu seharusnya menciptakan keseimbangan (balanced),
keadilan (justice), persamaan (equality) dan kebebasan (freedom) dan
aspek-aspek kemanusiaan (human beings). Pandangan Easton bahwa masalah kebijakan
juga dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, konversi dan output.
Didalam teori-teori politik yang umum dapat kita pahami bahwa ada dua
unsur dalam kehidupan berpolitik, negara (State) sebagai lembaga yang diberikan
kewenangan untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mencapai cita-cita
bersama dan tujuan bersama dan masyarakat adalah yang mendelegasikan haknya
kepada negara untuk mengurusi kepentingan bersama. Negara dinilai sebagai
lembaga yang mengelola urusan-urusan yang berkenaan dengan pelayanan
publik.yang dijalankan dengan perumusan dan pelaksanaan pelayanan publik.
Perumusan dilaksanakan oleh lembaga legislatif dan pelaksanaan oleh eksekutif.
Sebuah kebijakan publik biasanya diawali dengan pengambilan keputusan yang
esensinya mewakili kepentingan orang banyak. Hal ini dapat kita tinjau ketika
perumusan tersebut di dukung oleh mayoritas dan kebijakan publik adalah output.
Dudi Iskandar (2013) politik penganggaran berpengaruh positif signifikan
terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hal ini
menandakan bahwa peran eksekutif dan legislatif dalam penganggaran sangat
menentukan sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada
Pemerintah Aceh Tenggara. Amirudin (2009) menyimpulkan bahwa politik
anggaran berpengaruh terhadap sinkronisasi antara dokumen APBD dengan
33
2.2.5 Dana Perimbangan/ transfer
Terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat
dengan belanja pemerintah daerah. Variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah
dalam jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima,
sehingga memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymetric
dinyatakan oleh Holtz-Eakin et. al. (1985). Berdasarkan landasan teori tersebut
Fathony (2011) menemukan bukti empiris dan menyimpulkan bahwa Dana
Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik
penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
2.2.6 Transparansi Publik
Akses informasi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah
sangat diperlukan oleh masyarakat karena masyarakat bisa ikut berpartisipasi aktif
dalam pembangunan di daerah. Masyararakat juga perlu mengetahui bagaimana
APBD itu direncanakan dan disusun, pos-pos pengeluaran apa saja yang
ditetapkan di APBD, berapa alokasi dananya, berapa dana untuk masyarakat, serta
berapa besar anggaran untuk kepentingan birokrasi dan DPR, dibuktikan dengan
penelitian Saifrisal (2013) Penyajian neraca daerah berpengaruh positif terhadap
transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.dan Aksesibilitas laporan
keuangan berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan
daerah. Penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara
bersama-sama berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas
34
Pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan langkah startegis agar
partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif. Salah satu upaya yang bisa
dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari lembaga institusi lokal non
pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan media massa
tradisional maupun modern.
2.3 Keaslian Penelitian
Armansyah (2004), meneliti tentang analisis pengaruh pengeluaran
pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia.
Dengan menggunakan teknik analisis regresi sederhana (simple regression), dan
regresi berganda (multiple regression). Hasil penelitiannya untuk di setiap
propinsi menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan memberikan pengaruh
yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi
di masing-masing propinsi di Indonesia.
Sardjito dan Muthaher (2007) dengan judul penelitiannya yaitu pengaruh
partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah,
budaya organisasi dan komitmen organisasi. Meneliti sejauh mana pengaruh
partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial yang diterapkan pada
organisasi sektor publik dan untuk melihat seberapa besar pengaruh moderating
budaya organisasi dan komitmen organisasi terhadap hubungan partisipasi
penyusunan anggaran berbasis kinerja aparatur Pemerintah Daerah (Pemda) Kota
Semarang sebagai penyusun anggaran dengan metode kuesioner. Metode analisis
data yang digunakan dibagi dengan empat tahap. Pertama pengujian kualitas data,
35
berganda, tahap keempat, melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya
menunjukkan terdapat pengaruh signifikan antara variabel komitmen dalam
memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparatur pemerintah
daerah.
Amirudin (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Identifikasi dan
Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sinkronisasi Dokumen APBD dengan
Dokumen KUA-PPAS Studi Kasus Provinsi D.I. Yogyakarta TA 2008 dengan
menggunakan alat analisis faktor dengan jenis analisis faktor eksploratif
(Exploratory Factor Analysis-EFA), mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi sinkronisasi antar dokumen tersebut yaitu kapasitas sumber daya
manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung. Hasil
penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa ketika memasuki pembahasan
komisi-komisi banyak dijumpai adanya tambahan usulan kegiatan dan
permohonan pergeseran anggaran dari satu kegiatan ke kegiatan lain yang pada
akhirnya menimbulkan perbedaan yang cukup signifikan antara dokumen APBD
dengan dokumen KUA-PPAS.
Lidya Elfrina (2014) dengan penelitian Pengaruh Kapasitas Sumber Daya
Manusia, Perencanaan Penganggaran, Politik Penganggaran, dan Informasi
Pendukung dengan Transparansi Publik sebagai Variabel Moderating terhadap
Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA PPAS (Studi Empiris pada
SKPD Kabupaten Lingga). Dengan menggunakan metode regresi linier berganda
yang menyimpulkan bahwa Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan
Anggaran, Politik Anggaran dan Informasi Pendukung berpengaruh signifikan
36
Publik sebagai variabel moderating tidak berpengaruh signifikan terhadap
hubungan antara Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Penganggaran,
Politik Penganggaran dan Informasi Pendukung terhadap sinkronisasi dokumen
APBD dengan KUA-PPAS.
Arniati dkk (2010), meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber Daya
Manusia, Politik Penganggaran, Perencanaan dan Informasi Pendukung terhadap
Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS di lingkungan
Pemerintah Tanjungpinang. Pengujian dengan analisis regresi dilakukan dengan
menilai Goodness of fit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas sumber
daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung tidak
berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan
dokumen KUA-PPAS. Hasil dari penelitian ini telah di dipublikasikan pada
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII di Purwekoerto.
Husni (2011), meneliti tentang pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi
khusus terhadap peningkatan pendapatan asli daerah dengan belanja modal
sebagai variabel intervening. Dengan menggunakan teknik analisis jalur model
Trimming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana alokasi khusus
berkontribusi signifikan sedangkan dana alokasi umum tidak terhadap belanja
modal.
Dudi Iskandar, dkk (2013) meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber
Daya Manusia, Perencanaan Anggaran dan Politik Anggaran dengan Transparansi
Publik sebagai Variabel Moderating terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD
dengan Dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Metode
37
berganda (Multiple Regression Analysis) untuk hipotesis pertama. Hasil uji
hipotesis secara simultan kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran
dan politik penganggaran berpengaruh siginifikan terhadap sinkronisasi dokumen
APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Sedangkan uji hipotesis secara parsial
kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran berpengaruh positif
signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS,
sedangkan perencanaan anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap
sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.
Ruri Widiastuti (2013) dan Yudianta (2012) dengan penelitian pengaruh
SDM, teknologi informasi dan pengendalian intern terhadap kualitas informasi
akuntansi pada pelaporan keuangan SKPD Kabupaten Gianyar dengan
menggunakan teknik analisis linier berganda menemukan bukti bahwa kompetensi
Sumber Daya Manusia Bidang Akuntansi memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Kompetensi
sumber daya manusia memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah karena dalam menyusun dan menghasilkan laporan
keuangan yang berkualitas sumber daya manusia memiliki peran yang sangat
penting khususnya sumber daya manusia di bidang akuntansi.
Muh Irvan (2013) meneliti Proses Penyusunan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun 2013 Kota Parepare. Teknik
analisa data yang penulis gunakan adalah data yang diperoleh dilapangan akan
dianalisis dengan menggunakan teknis analisis data secara kualitatif, dengan
tujuan mendeskripsikan variabel-variabel yang diteliti berdasarkan pada laporan
38
penggambaran (deskripsi) mengenai permasalahan dari objek penelitian. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pada proses penyusunan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun 2013 Kota Parepare mengalami
hambatan sehingga penyusunan hingga penetapannya tidak tepat waktu sesuai
dengan Pedoman Pemerintah Pusat. Sehingga proses penyusunan R-APBD
berdasarkan pendekatan Bottom Up dan Top Down belum berjalan dengan
optimal.
Subechan dkk (2013) dalam penelitian Analisis Faktor-faktor Penyebab
Keterlambatan Penetapan APBD Kabupaten Kudus, menggunakan teknik analisis
faktor dengan melakukan uji korelasi antar variabel. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses pembahasan baik eksekutif maupun legislatif
melakukan penambahan maupun pengurangan terhadap program kegiatan yang
tercantum dalam RAPBD, bahkan seringkali menambah program kegiatan yang
tidak tercantum dalam KUA-PPAS. Kurangnya pemahaman baik legislatif
maupun eksekutif terhadap peraturan tentang penyusunan APBD menjadi
penyebab disharmoni antara APBD dan KUA-PPAS.
Isa Wahyudi (2010) meneliti pengaruh akuntabilitas publik, partisipasi
masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara
pengetahuan anggaran dengan pengawasan anggaran APBD di wilayah Malang
Raya, Jawa Timur. Dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan multiple
regression. Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran
berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut dewan maupun
39
pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan semakin
meningkat.
Dari beberapa penelitian sebelumnya yang membedakan dari penelitian ini
adalah peneliti menggunakan variabel-varabel dan lokasi penelitian yang berbeda
dalam mengkaji faktor-faktor penyebab disharmoni antara KUA-PPAS dengan
APBD yaitu Kompetensi Sumber Daya Manuasia, Transparansi Publik,
Perencanaan Anggaran, Politik Anggaran, dan Dana Perimbangan/ transfer